Renungan Harian Renungan Hari Ini

Truth Kids 03 April 2025 - TIKET BERHARGA PEMBERIAN TUHAN
2025-04-03 16:04:54
Efesus 2:8
”Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,”
Sobat Kids, hari ini kita masih membicarakan tentang tiket keselamatan. Kemarin kita sudah belajar juga bahwa yang memberi tiket keselamatan kepada seluruh orang yang taat dan percaya kepada Allah adalah Tuhan Yesus Kristus.
Di hari pertama kemarin, kita tahu bahwa jika kita ingin masuk ke bioskop atau wahana permainan, kita harus memiliki tiket, dan cara mendapatkan tiket itu adalah dengan membelinya. Dalam hal tiket keselamatan, Tuhan Yesuslah yang membeli dan membayar lunas tiket itu saat Ia mati di kayu salib.
Kenapa harus Tuhan Yesus? Apa tidak ada cara lain untuk memperoleh keselamatan? Sobat Kids, keselamatan tidak bisa dibeli oleh apa pun, apalagi uang. Seberapa pun banyaknya harta yang kita miliki, kita tidak bisa membeli keselamatan untuk kembali kepada Allah. Karena kesalahan satu orang yaitu Adam, semua manusia jatuh ke dalam dosa. Untuk itu, harus ada satu orang yang tidak melakukan dosa sama sekali yang mengangkat dan mengeluarkan kita dari jerat dosa.
Pertanyaannya, apakah ada manusia yang tidak berdosa? Tidak ada, Sobat Kids! Semua manusia berdosa. Untuk itulah Yesus turun ke bumi, lahir menjadi manusia tidak berdosa. Jadi karena kasih karunia dari Tuhan, kita bisa mendapatkan tiket keselamatan yang tidak bisa dibeli oleh apa pun kecuali oleh darah Yesus.

Truth Junior 03 April 2025 - KESELAMATAN PEMBERIAN TUHAN
2025-04-03 15:59:28
Efesus 2:8
”Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,”
Sobat Junior, bagaimana kabarnya kalian hari ini? Semoga selalu sehat dan penuh semangat, ya! Hari ini kita akan belajar dari Efesus 2:8 tentang anugerah keselamatan yang Tuhan berikan kepada kita. Coba pikirkan seandainya kamu mendapatkan tiket gratis untuk masuk ke taman bermain yang sangat indah, kamu tidak perlu membayarnya, cukup menerimanya dengan senang hati. Nah, keselamatan yang membawa kita ke surga juga seperti itu. Kita tidak bisa mendapatkannya dengan usaha sendiri, tetapi Tuhan memberikannya kepada kita sebagai hadiah karena kasih-Nya. Itulah yang disebut kasih karunia!
Namun, walaupun tiket itu gratis, kita tetap harus menggunakannya dengan baik. Artinya, kita harus hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita menunjukkan rasa syukur dengan berbuat baik, taat kepada firman-Nya, dan mengasihi sesama. Jangan sampai kita menerima kasih karunia Tuhan, tetapi hidup seenaknya.
Jadi, Sobat Junior, ingatlah bahwa keselamatan adalah pemberian Tuhan yang luar biasa. Kita tidak bisa mendapatkannya dengan usaha sendiri, tetapi harus meresponsnya dengan hidup yang penuh tanggung jawab. Yuk, jalani hidup dengan bersyukur dan tetap setia kepada Tuhan! Tuhan memberkati!

Truth Youth 03 April 2025 (English Version) - OVER FEAR
2025-04-03 15:58:03
"Do not be anxious about anything, but in every situation, by prayer and petition, with thanksgiving, present your requests to God." (Philippians 4:6-7)
One day, my family—my husband and our children—went on a vacation to a city quite far from Jakarta. Our journey started smoothly with Google Maps guiding us, but then we were directed onto a very unfamiliar road. By that time, it was already dark, around 8:00 PM, and both sides of the road were surrounded by forests and steep cliffs. We felt uneasy because Google Maps had led us there. Our children started to sound frightened since the road was pitch black, illuminated only by our car’s headlights. I was just as anxious as they were, but my husband reassured us, saying, “It’s okay, let’s keep following the route on Google Maps. Who knows? Maybe at the end of this road, we’ll find the right path.” He tried to calm me and the kids. Eventually, we continued driving, and before long, the children fell into a deep sleep. Finally, at the end of the road, we saw brighter surroundings and found our way back to the main road.
This story illustrates how children can sleep peacefully because they trust their parents, who provide reassurance during the journey, even in an unsettling and uncertain situation. Initially, they may have felt worried and afraid, but ultimately, they believed that their parents would not lead them into danger.
Likewise, in our own lives, we should fully entrust ourselves to Jesus Christ, who is always present with us. We often hesitate in life because our fears outweigh our faith in Him. However, Philippians 4:6-7 reminds us that we should not be anxious about anything. Instead, we should present our requests to God through prayer and thanksgiving. Remember, there is no need for doubt to take root in our hearts and minds because we know who is in control of our lives—our amazing God. He has proven Himself faithful, both in seasons of joy and sorrow. Keep pressing forward and always be grateful.
WHAT TO DO:
1. Strengthen your commitment to prayer and set aside dedicated time for it.
2. Start a gratitude journal—write down things you are thankful for each day.
3. Reflect on God’s goodness in your life.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Samuel 4-7

Truth Youth 03 April 2025 - FAITH OVER FEAR
2025-04-03 15:48:32
”Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.” (Filipi 4:6-7)
Suatu hari, saya berlibur bersama keluarga yaitu suami dan anak-anak kami ke sebuah kota yang agak jauh dari Jakarta. Perjalanan kami dimulai dengan lancar menggunakan Gmaps, hingga kami dibawa ke dalam sebuah jalan yang sangat asing. Saat itu sudah gelap, sekitar pukul 20:00 WIB, dan sebelah kanan kiri kami merupakan hutan serta jurang. Kami merasa bingung, karena jalur Gmaps mengarahkan ke situ. Saat itu, anak-anak kami terdengar ketakutan karena memang kondisi jalan yang sangat gelap, hanya diterangi lampu mobil kami. Saya pun sama cemasnya dengan mereka, namun suami saya mengatakan, “Tidak apa-apa, kita teruskan saja jalan ini menggunakan Gmaps. Siapa tahu di ujung jalan memang menuju ke jalan yang benar.” Suami mencoba menenangkan saya dan anak-anak. Akhirnya, kami pun melanjutkan perjalanan tersebut, dan tak lama, anak-anak tampak tertidur lelap. Akhirnya di ujung jalan, kami menemukan jalan yang mulai terang dan mengarah ke jalan besar.
Kisah di atas menunjukkan bahwa anak-anak dapat tertidur lelap karena mereka percaya kepada orang tuanya yang memberikan ketenangan dalam perjalanan tersebut meskipun suasana terasa mencekam dan tidak ada kepastian, apakah di ujung jalan akan ada cahaya serta jalan yang tepat. Awalnya, mereka mungkin merasa khawatir dan takut, tapi pada akhirnya mereka percaya bahwa orang tuanya tidak akan membawa mereka kepada jalan yang membahayakan.
Demikian juga dengan hidup kita, sudah selayaknya kita memercayakan hidup kita sepenuhnya kepada Tuhan Yesus yang memang hadir dalam hidup kita. Kita sering kali ragu dalam menjalani kehidupan ini karena rasa takut kita lebih besar dibandingkan rasa percaya kita kepada-Nya. Firman-Nya di Filipi 4:6-7 menyampaikan agar kita tidak perlu khawatir akan apa pun juga. Kita hanya perlu menyampaikan keinginan kita kepada Allah dalam doa dengan ucapan syukur. Ingatlah bahwa tidak ada keraguan yang perlu kita kembangkan dalam hati dan pikiran karena kita tahu siapa pemegang kendali hidup kita yaitu Allah yang luar biasa. Terbukti, dalam musim duka dan suka, Dia selalu hadir dengan setia. Selamat berjuang dan selalu bersyukur.
WHAT TO DO:
1. Mulai perbaiki komitmen kita dalam hal berdoa, dan tentukan waktu khusus untuk berdoa.
2. Buat jurnal gratitude setiap hari (tuliskan hal-hal yang kamu syukuri setiap hari).
3. Refleksikanlah setiap kebaikan Tuhan dalam hidup kita.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Samuel 4-7

Renungan Pagi - 03 April 2025
2025-04-03 15:00:01
Seseorang bisa taat jika hatinya mencintai Tuhan dengan sungguh, cinta Tuhan perlu, tetapi cinta Tuhan bukanlah akhir dari segala-galanya; cinta Tuhan harus menjadi motor penggerak sehingga lebih laju, lebih maju dan lebih bertindak untuk berjalan dalam ketaatan.
Jika hanya mencintai Tuhan tanpa melangkah maju, maka cinta kepada Tuhan akan menjadi biasa-biasa saja, seharusnya justru karena cinta Tuhan maka kita akan berbuat, bertindak, melakukan sesuatu dan bisa berkata seperti Daud berkata, dengan apakah dapat kubalas segala kebaikan-Nya kepadaku.

Quote Of The Day - 03 April 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-04-03 14:48:35
Orang yang menemukan Tuhan, pasti menemukan kesucian Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 03 April 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-04-03 14:46:50
Kalau orang Kristen terjebak dalam materialistis dan sekuleristis, pasti mereka terikat dengan hal-hal bendawi, material things.

ABRAHAM’S BLESSING - 03 April 2025 (English Version)
2025-04-03 14:45:47
Let us not hold on to anything when we come before the Lord Jesus. Indeed, we cannot hide anything from Him. Only the holy can reach God’s holy mountain. Therefore, obtaining a status that is pleasing or pure before Him is very difficult to achieve. If we do not strive for it, we are doomed. That is why it is a grave mistake to think of Abraham’s blessing merely in terms of material wealth. For a long time, many pastors and churches have spoken about Abraham’s blessing. However, the true blessing of Abraham for all nations is Jesus, and Abraham’s life serves as a model of faith that we must emulate. If we want to be true believers and be considered children of Abraham—who are also referred to as spiritual Israel—then we must adopt the same mindset as Abraham. If we do not, then we are not worthy of being called children of Abraham, which is directly related to the status of children of God.
No Christian can become a child of God without first being a child of Abraham, and no one can be a child of Abraham without having the same faith that Abraham demonstrated. This means that we cannot be members of God’s Kingdom family unless we exclusively become spiritual Israel. Ephesians 2:11-13 states: “Therefore remember that at one time you, Gentiles according to the flesh, are called Uncircumcision by those who call themselves the Circumcision, which is done in the flesh by human hands, were separate from Christ, aliens from the commonwealth of Israel and strangers to the covenants of promise, having no hope and without God in the world. But now in Christ Jesus you who once were far off have been brought near by the blood of Christ.”
The Manadonese, Javanese, and Chinese, for example, were considered uncircumcised by those who called themselves circumcised—that is, the Jews. They believed they were not pagans, whereas those outside the Jewish people were classified as pagans because they were not circumcised in the flesh by human hands. Without Christ the Savior, we were not included in the citizenship of Israel and had no share in the promised covenants. We were without hope and without God in the world. But now, we who were once far away have been brought near by the blood of Christ and have become spiritual Israel. Therefore, one cannot become a child of God without first becoming a child of Abraham. The children of Abraham are Israel, but we are not physical Israel; we are spiritual Israel.
We cannot be children of Abraham if we do not behave like Abraham—in this context, having a mindset based on the world to come. In Luke 19:9, Jesus said, “Today salvation has come to this house, because this man, too, is a son of Abraham.” What made him a child of Abraham? His faith. It was not because Zacchaeus was Jewish. Even though he was a Jew, his Jewish identity was not recognized because his behavior did not align with that of the Jews. He even betrayed his people, by becoming a tax collector. However, once he gave half of his possessions to the poor, and returned four times as much to those he had cheated, that is when Zacchaeus lost his life. He lost his life and pleasures in the world. Zacchaeus chose the Kingdom of Heaven. That is when he was said to be a son of Abraham, because his focus had shifted toward the world to come.
Zacchaeus’ actions contrasted with those of the rich man who claimed to seek eternal life (Matthew 19:21-23) but refused to sell all his possessions and give them to the poor. Why? Because he wanted to enjoy life like the children of this world. Even though he was religious, he still stood on two different foundations. From a religious perspective, he appeared to be a devout person, yet he could not follow Jesus. Because if we follow Jesus, we must think like Jesus who rejected the glory of the world offered by the devil. That is why Jesus said, "Whoever does not give up all he has cannot be my disciple" (Luke 14:33). As long as someone is still based on the world on this earth, he will not be able to follow Jesus. Indeed, he can still be religious, but he is not a follower of Jesus. Just wait until he dies, he will definitely tremble in fear. Many people are arrogant and do not realize that their way of life is not pleasing to God. They are not necessarily evil people; they may even be good individuals—church activists, pastors—but their foundation is still in this present world.
THE TRUE BLESSING OF ABRAHAM FOR ALL NATIONS IS JESUS, AND ABRAHAM'S LIFE SERVES AS A MODEL OF FAITH THAT WE MUST EMULATE.

BERKAT ABRAHAM - 03 April 2025
2025-04-03 12:48:09
Jangan kita menggenggam apa pun waktu menghadap Tuhan Yesus. Dan memang kita tidak bisa menyembunyikan apa pun dari-Nya. Hanya orang kudus yang sampai ke gunung kudus Tuhan. Jadi, untuk memiliki status yang berkenan atau bersih itu sulit sekali mengusahakannya. Kalau tidak diusahakan, ‘mati’ kita. Karena itu, sangatlah keliru kalau berbicara mengenai Abraham, orientasi berpikirnya pada berkat jasmani. Dari dulu, banyak pendeta dan gereja bicara mengenai berkat Abraham. Berkat Abraham untuk seluruh bangsa adalah Yesus, dan hidup Abraham menjadi model iman yang harus kita teladani. Jika kita mau menjadi orang percaya yang benar dan bisa dikategorikan sebagai anak-anak Abraham—yang juga berarti Israel rohani—maka kita harus memiliki basis berpikir seperti Abraham. Jika tidak, berarti kita tidak layak disebut anak-anak Abraham, yang terkait dengan status anak-anak Allah.
Tidak ada orang Kristen yang bisa menjadi anak-anak Allah tanpa menjadi anak-anak Abraham, dan tidak seorang pun bisa jadi anak-anak Abraham kalau tidak punya iman seperti yang diteladankan oleh Abraham. Ini sama dengan: kita tidak bisa menjadi warga anggota keluarga Kerajaan kalau tidak eksklusif menjadi Israel rohani. Efesus 2:11-13 mengatakan, "Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu—sebagai orang-orang bukan Yahudi menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya "sunat," yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia—bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus kamu, yang dahulu "jauh," sudah menjadi "dekat" oleh darah Kristus.”
Orang Manado, Jawa, Tionghoa disebut sebagai orang-orang yang tidak bersunat oleh mereka yang menamakan dirinya sunat yaitu orang Yahudi. Mereka merasa dirinya tidak kafir, sedangkan orang-orang di luar Yahudi digolongkan sebagai kafir karena tidak disunat, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia. Tanpa Kristus Juru Selamat, kita tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan. Kita tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang, kita yang dahulu jauh menjadi dekat oleh darah Kristus dan menjadi Israel-Israel rohani. Jadi, orang tidak bisa menjadi anak-anak Allah kalau tidak menjadi anak-anak Abraham. Anak Abraham itu Israel, tapi kita bukan Israel jasmani, kita adalah Israel rohani.
Kita tidak bisa jadi anak-anak Abraham kalau tidak berkelakuan seperti Abraham; dalam konteks ini, berbasis dunia yang akan datang. Di Lukas 19:9, Yesus mengatakan, "Hari ini telah terjadi keselamatan pada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham." Anak Abraham itu dari apanya? Dari imannya. Bukan karena Zakheus itu orang Yahudi. Sebab sekalipun dia Yahudi, namun keyahudiannya tidak diakui, karena kelakuannya bukan kelakuan Yahudi. Dia malah berkhianat kepada bangsanya, dengan menjadi pemungut cukai. Akan tetapi, begitu dia membagi hartanya separuh kepada orang miskin, dan mengembalikan empat kali lipat milik orang yang pernah dia peras di sanalah Zakheus kehilangan nyawa. Dia kehilangan kehidupan dan kesenangan di dunia. Zakheus memilih Kerajaan Surga. Saat itulah dia dikatakan sebagai anak Abraham, sebab fokusnya telah berubah ke arah dunia akan datang.
Tindakan Zakheus berbeda dengan orang kaya yang katanya ingin hidup kekal (Mat. 19:21-23), tetapi dia tidak mau menjual seluruh miliknya dan membagikannya kepada orang miskin. Kenapa? Sebab dia mau menikmati hidup seperti anak-anak dunia. Padahal dia orang beragama. Dari sini kita bisa lihat kalau orang beragama masih bisa berpijak pada dua basis. Sekalipun menurut kacamata agama, dia adalah orang saleh, tetapi ia tidak bisa ikut Yesus. Karena kalau ikut Yesus, kita harus berbasis pikir seperti Yesus yang menolak kemuliaan dunia yang ditawarkan iblis. Itulah sebabnya Yesus berkata, "Barangsiapa tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, ia tidak dapat jadi murid-Ku" (Luk. 14:33). Selama seseorang masih berbasis pada dunia di bumi ini, ia tidak akan bisa ikut Yesus. Memang dia tetap bisa beragama, tapi bukan pengikut Yesus. Nanti tunggu saja waktu dia mati, pasti gemetar. Banyak orang sombong, tidak mengerti kelakuannya tidak berkenan, mereka bukan orang jahat, orang baik, bahkan aktivis gereja, pendeta, namun masih berbasis pada dunia hari ini.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
BERKAT ABRAHAM UNTUK SELURUH BANGSA ADALAH YESUS, DAN HIDUP ABRAHAM MENJADI MODEL IMAN YANG HARUS KITA TELADANI.

Bacaan Alkitab Setahun - 03 April 2025
2025-04-03 12:44:35
Hakim-hakim 13-15

Truth Kids 02 April TIKET DARI TUHAN ADALAH JAMINAN
2025-04-02 19:29:11
Mazmur 73:25
”Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.”
Sobat Kids, masih ingat dengan renungan kita kemarin, kan? Semua orang percaya memiliki tiket keselamatan untuk masuk ke surga. Hati dan jiwa kita yang diwarnai oleh Roh Kudus adalah jaminan bahwa tiket yang sudah diberikan itu valid atau masih berlaku. Tapi sebenarnya, siapa yang memberikan tiket itu? Ada yang tahu?
Ya, betul sekali! Yang memberikan tiket keselamatan kepada semua orang yang percaya adalah Tuhan Yesus Kristus.
Kok bisa? Tentu bisa, Sobat Kids. Manusia yang awalnya jatuh ke dalam dosa, tentu tidak memiliki kesempatan untuk kembali kepada Allah. Namun, Tuhan Yesus rela mengosongkan diri menjadi manusia, sama seperti kita, dan mati bagi kita semua di atas kayu salib. Allah Bapa memberikan Tuhan Yesus kuasa untuk menyelamatkan manusia dari belenggu dosa.
Hal inilah yang membuat orang-orang percaya meninggikan, mengagungkan, dan menghormati Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat manusia. Tidak ada satu pun orang suci, kudus, dan tak bercacat cela yang bisa dan rela menanggung dosa seluruh umat manusia dan mati secara keji dan hina. Hanya Tuhan Yesus Kristus yang dapat memberikan kita tiket ke surga.

Truth Junior 02 April 2025 - TUHAN ADALAH TUJUAN HIDUP
2025-04-02 19:25:26
Mazmur 73:25
”Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.”
Halo, Sobat Junior! Apa kabarnya hari ini? Semoga selalu sehat dan penuh sukacita, ya! Hari ini, kita akan belajar dari Mazmur 73:25 yang mengajarkan bahwa Tuhan bukan hanya pemberi berkat, tetapi Dia juga tujuan utama hidup kita. Bayangkan jika kamu pergi dalam perjalanan jauh tetapi tidak tahu ke mana tujuannya. Pasti akan membingungkan, bukan? Nah, hidup kita juga ibarat perjalanan. Banyak orang berpikir bahwa tujuan hidup adalah untuk menjadi kaya, terkenal, atau memiliki banyak teman. Namun, sebenarnya tujuan hidup kita yang sejati adalah Tuhan! Dia telah memberikan hidup dan kasih-Nya kepada kita.
Karena itu, setiap hari kita harus hidup untuk memuliakan Tuhan. Bagaimana caranya? Caranya dengan berdoa, membaca firman Tuhan, bersikap baik kepada orang lain, dan menaati perintah-Nya. Jangan sampai kita terjebak dalam hal-hal duniawi yang membuat kita lupa kepada Tuhan, ya! Ingatlah bahwa kebahagiaan sejati bukan berasal dari apa yang kita miliki, tetapi dari hubungan kita dengan Tuhan.
Sobat Junior, ayo terus mengarahkan hati kita kepada Tuhan. Jangan hanya mencari berkat-Nya, tetapi jadikan Dia sebagai tujuan utama hidup kita. Dengan begitu, kita akan mengalami sukacita sejati dan mendapatkan pemenuhan janji hidup kekal bersama-Nya. Tuhan memberkati!

Truth Youth 02 April 2025 (English Version) - RUSTING THE UNSEEN
2025-04-02 19:21:40
"Now faith is confidence in what we hope for and assurance about what we do not see." (Hebrews 11:1)
When we shop online, the first thing we usually check is the authenticity of the product—whether by reading customer reviews or asking for real photos of the item. Essentially, we want to make sure before making a purchase. The same applies to our faith in God—have we ever questioned why we should believe in Him when we have never seen Him physically? Especially as long-time Christians, we may experience spiritual highs and lows, sometimes leading us to doubt God along the way.
However, one thing we must always remember is that Hebrews 11:1 states that faith is the foundation of our lives—the anchor and hope we hold onto. No matter the situation, our faith is our commitment to God. When we remain steadfast in our faith, we stay faithful and obedient to Him. Often, we may not understand the circumstances of our lives, but if we genuinely persevere and put our faith in God, we will not lose direction or feel empty.
Take Abraham as an example—his faith was unwavering. For years, he longed for a child, and only when Sarah was well advanced in age did she finally give birth to Isaac. From a human perspective, how could an elderly woman bear a child? But the test didn’t end there. When Isaac grew into a young man, God commanded Abraham to offer him as a sacrifice. Without hesitation or questioning, Abraham obeyed God's command, even though, in the end, God did not require him to go through with it. Abraham was willing to offer something so dear and precious to him in obedience to God's will. He did not overthink or question why the child he had waited for so long had to be sacrificed, or whether God still loved him. Instead, he remained firmly trusting in God's will, even if he did not fully understand the purpose behind his situation at the time.
WHAT TO DO:
1. Your foundation in life is what strengthens you. If our foundation is rooted in eternal things, our life’s path will surely be protected and guided by God.
2. Learn to apply complete trust in God without doubt.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Samuel 1-3

Truth Youth 02 April 2025 - TRUSTING THE UNSEEN
2025-04-02 19:13:53
”Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibrani 11:1)
Biasanya ketika kita online shopping, hal pertama yang kita perhatikan adalah keaslian barang, entah dari review pelanggan yang sudah pernah membeli, atau kita minta foto asli dari barang tersebut. Intinya, kita mau memastikan dulu sebelum membeli. Sama dengan hal ber-Tuhan, apakah kita pernah mempertanyakan mengapa kita harus percaya kepada Tuhan, padahal kita tidak pernah melihat Tuhan secara fisik secara kasat mata? Apalagi kita sudah lama menjadi orang Kristen; kadang naik, tapi juga kadang turun sehingga dalam perjalanan hidup, terkadang kita meragukan Tuhan.
Padahal, ada satu hal yang perlu kita ingat. Ibrani 11:1 mencatat bahwa iman adalah dasar kehidupan kita; pegangan dan harapan hidup kita. Apa pun situasinya, itulah komitmen kita kepada Tuhan. Dengan kita beriman teguh kepada-Nya, kita setia dan taat kepada-Nya. Sering kali kita tidak mengerti situasi kehidupan kita, tapi perlahan, kalau kita mau sungguh-sungguh bertekun dan beriman dalam Tuhan, kita tidak akan hilang arah dan merasa hampa. Sama seperti iman Abraham yang begitu taat dan setia, bertahun-tahun ia berharap dikaruniai anak sampai Sara lanjut usia, baru melahirkan Ishak, secara akal manusia, mana mungkin seorang nenek bisa melahirkan anak? Lalu tidak sampai di situ, saat Ishak beranjak remaja, Allah berfirman untuk menyerahkannya sebagai kurban persembahan. Abraham tanpa ragu atau mempertanyakan, ia langsung melakukan apa yang dikehendaki Tuhan, walaupun pada akhirnya Allah tidak jadi memerintahkan itu. Kita bisa belajar bahwa Abraham rela mempersembahkan hal yang begitu disayangi dan penting baginya untuk memenuhi kehendak Allah. Ia tidak overthinking dan mempertanyakan kepada Tuhan, anak yang dijanjikan bertahun-tahun, kenapa harus dipersembahkan? Kenapa seakan Tuhan tidak sayang kepadanya? Ia tetap teguh percaya kepada kehendak Tuhan, walau mungkin tidak mengerti apa maksud di balik situasi hidupnya saat itu.
WHAT TO DO:
1. Dasar kehidupanmu yang menguatkanmu. Kalau dasar hidup kita benar yaitu hal-hal kekekalan, pastilah jalan hidup kita dilindungi dan disertai Tuhan.
2. Belajar mengaplikasikan rasa percaya kita kepada Tuhan sepenuhnya tanpa ragu.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Samuel 1-3

Renungan Pagi - 02 April 2025
2025-04-02 19:09:44
Apapun yang kita kerjakan marilah belajar jujur, karena orang jujur tidak akan pernah kekurangan.
Orang kaya bisa kekurangan, orang hebat bisa jatuh, orang pintar bisa gagal, tapi orang jujur selalu akan bermegah didalam Tuhan, karena orang jujur selalu melihat kemuliaan Tuhan dinyatakan.
Mari perhatikan sifat dan karakter kita, jika hidup intim dalam ketulusan dengan Tuhan, mau menjadi saksi Tuhan, hidup dalam kebenaran dan kejujuran, maka kita akan menjadi orang yang berhasil dan diberkati didalam Tuhan.

Quote Of The Day - 02 April 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-04-02 19:08:02
Surga adalah tempat orang-orang yang memang sejak di bumi telah mengalami perjumpaan dengan Allah dan berjalan dengan Allah.

Mutiara Suara Kebenaran - 02 April 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-04-02 19:04:21
Gunakanlah kehendak bebas untuk memilih kebenaran yang sesuai kehendak Tuhan.

BASED ON THE WORLD TO COME - 02 April 2025 ( English Version)
2025-04-02 19:01:36
This world is not a realm where all its inhabitants live in submission. So, do not dream that this world will become paradise. And indeed, we should not expect life on this earth to be heaven. Generally, religions and beliefs are still based on life today, although, of course, life in paradise remains a hope after death or beyond the grave. But fundamentally, they are not solely based on thought as the only goal. At the very least, in many religions such as Judaism and other beliefs, they can stand on these two bases of thought. They can be based on earthly thinking while also having hope for heaven. But in Christianity, this is not allowed. We must stand on only one basis.
For example, Judaism is based on the world today. Their life orientation is in this world. Thus, the religious life of the Israelites is still based on this world. That is why they concern themselves with the land flowing with milk and honey. They fight over territory on this earth because they believe it is the land they inherited from their ancestors. They still desire the glory of the kingdom of Israel, material abundance, and everything oriented toward fulfilling physical needs. That is why the Jews in Jesus’ time had difficulty understanding what the Lord Jesus taught, including His own disciples. Like when they argued about who was the greatest or held the highest position in Jesus’ kingdom, where at that time, their hope was that Jesus would become the king of Israel on this earth.
They did not yet understand that Jesus’ kingdom was not of this world, not on this earth, as the Lord Jesus said in front of Pilate, "My kingdom is not of this world." With the wrong mindset—identified by Jesus as Satan—Peter tried to prevent Jesus from going to Jerusalem so that Jesus would not suffer, let alone die. This shows that Peter and the other disciples were still based on the present world, on this earth. Because they only thought about what humans thought, not what God thought. This could hinder or even nullify the plan of salvation. Thus, Jesus firmly said, "Get behind me, Satan! You are a stumbling block to me; you do not have in mind the concerns of God, but merely human concerns.”
A person whose basis is in the present world cannot help but inevitably think about human concerns. They cannot be of one mind with God. Ironically, even after the resurrection, the disciples still questioned whether Jesus would restore the kingdom to Israel at that time, on this earth. This means that their lives were still based on the world now, on this earth. This, of course, contradicts what Jesus taught. However, in His patience, Jesus made this statement in Acts 1:7-8, "It is not for you to know the times or dates the Father has set by His own authority. But you will receive power when the Holy Spirit comes on you, and you will be My witnesses in Jerusalem, and in all Judea and Samaria, and to the ends of the earth."
This statement shows that they do not need to question the restoration of Israel’s worldly kingdom now; instead, they must be witnesses of God to the ends of the earth. This means they had to continue spreading the Gospel to the ends of the world, which would consume their entire lives. And indeed, in reality, Jesus' disciples died in horrifying and tragic circumstances, suffering greatly. After receiving the mandate to reach the ends of the earth, they finally understood that what they had once hoped for and thought about was never meant to be obtained on earth. Because what God had prepared for them was life in the New Heaven and New Earth. Thus, the disciples of Jesus lost their lives on this earth but gained life in the world to come.
That is why Jesus said, "Whoever loses their life for His sake will find it. But whoever is unwilling to lose their life, to give up the pleasures of the world, will not gain the life to come." Abraham, known as the father of faith, serves as a model of a person whose life was based on the world to come. Abraham left everything behind solely to find the land that God had promised (Hebrews 11:8-14). He never returned to his homeland in Ur of the Chaldeans until his last breath. In fact, Abraham never found that promised land before he died—because that land was not on earth. The Bible calls it the Heavenly Canaan, which Abraham saw from afar and greeted with longing. He sought a city with foundations designed and built by God—a city that is the New Heaven and New Earth.
A PERSON WHOSE BASIS IS IN THE PRESENT WORLD CANNOT HELP BUT INEVITABLY THINK ABOUT HUMAN CONCERNS. THEY CANNOT BE OF ONE MIND WITH GOD.

BERBASIS PADA DUNIA YANG AKAN DATANG - 02 April 2025
2025-04-02 18:55:46
Dunia ini bukan wilayah di mana semua penduduknya hidup dalam ketertundukan. Jadi, jangan bermimpi dunia ini akan menjadi surga. Dan memang kita tidak boleh berharap kehidupan di bumi ini akan menjadi surga. Pada umumnya, agama-agama dan kepercayaan masih berbasis pada kehidupan hari ini, walau tentu saja kehidupan di surga menjadi pengharapan setelah mati atau di balik kubur. Tetapi pada dasarnya, mereka tidak berbasis pikir sebagai satu-satunya tujuan. Paling tidak, di banyak agama seperti agama Yahudi dan kepercayaan lain, mereka bisa berjejak pada dua basis berpikir ini. Bisa berbasis pikir bumi sekaligus juga punya pengharapan ke surga. Tetapi dalam kekristenan, tidak boleh. Kita harus berpijak pada satu basis saja.
Seperti misalnya, agama Yahudi, mereka berbasis pada dunia hari ini. Orientasi kehidupan mereka di dunia ini. Jadi, kehidupan keberagamaan bangsa Israel masih berbasis pada dunia ini. Itulah sebabnya mereka mempersoalkan tanah yang berlimpah susu dan madu. Mereka berebut wilayah di bumi ini karena merasa itu adalah wilayah yang mereka warisi dari nenek moyang mereka. Mereka masih menginginkan kejayaan kerajaan Israel, kelimpahan materi, dan segala sesuatu yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan jasmani. Itulah sebabnya orang-orang Yahudi pada zaman Yesus mengalami kesulitan memahami apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus, bahkan termasuk murid-murid-Nya. Seperti saat mereka mempertengkarkan mengenai siapa yang terbesar atau berkedudukan tinggi di dalam Kerajaan Yesus. Di mana waktu itu harapan mereka Yesus menjadi raja Israel di bumi ini.
Mereka belum memahami bahwa Kerajaan Yesus bukan dari dunia ini, bukan di bumi ini, seperti yang dikatakan Tuhan Yesus di depan Pilatus, "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini." Dengan pikiran yang salah—yang diidentifikasi oleh Yesus sebagai Iblis—Petrus menghalangi Yesus ke Yerusalem agar Yesus tidak mengalami penderitaan, apalagi kematian. Hal ini menunjukkan bahwa Petrus dan murid-murid-Nya, masih berbasis pada dunia hari ini, di bumi ini. Sebab mereka hanya memikirkan apa yang dipikirkan manusia, bukan apa yang dipikirkan Allah. Yang mana itu bisa menghalangi bahkan membatalkan rencana keselamatan. Sehingga Yesus dengan tegas berkata, ”Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Orang yang berbasis pada dunia hari ini, tidak bisa tidak, pasti memikirkan apa yang dipikirkan manusia. Dia tidak bisa sepikiran dengan Allah. Bahkan ironisnya, setelah kebangkitan pun murid-murid masih mempersoalkan bilamana Yesus memulihkan kerajaan bagi Israel pada waktu itu, di bumi ini. Ini berarti hidup mereka masih berbasis pada dunia sekarang, di bumi ini. Hal ini tentu bertentangan dengan yang diajarkan oleh Yesus. Namun dalam kesabaran-Nya, Yesus mengemukakan pernyataan ini di Kisah Rasul 1:7-8, "Engkau tidak perlu mengetahui masa dan waktu yang ditetapkan Bapa sendiri menurut kuasa-Nya. Tetapi kamu akan menerima kuasa kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria, sampai ke ujung bumi."
Pernyataan ini menunjukkan bahwa mereka tidak perlu mempersoalkan pemulihan kerajaan Israel secara duniawi sekarang, tapi mereka harus menjadi saksi Tuhan sampai ke ujung bumi. Artinya, mereka harus meneruskan berita Injil sampai ke ujung bumi, dan hal itu pasti menyita seluruh hidup mereka. Dan benar, pada kenyataannya, murid-murid Yesus mati dalam keadaan yang sangat mengerikan serta menyedihkan karena disiksa dalam penderitaan. Setelah mereka mendapatkan mandat sampai ke ujung bumi itu, mereka baru mengerti ternyata apa yang mereka dahulu harapkan dan pikirkan selama ini tidak diperoleh di bumi. Sebab yang disediakan Tuhan itu adalah kehidupan di Langit Baru Bumi Baru. Jadi, murid-murid Yesus kehilangan kehidupan di bumi ini, tetapi memperoleh kehidupan di dunia yang akan datang.
Itulah sebabnya Yesus berkata, "Kalau seseorang kehilangan nyawa karena Dia, maka orang itu akan memperoleh nyawa. Tetapi kalau seseorang keberatan kehilangan nyawa, kehilangan kesenangan dunia, maka ia tidak akan memperoleh kehidupan yang akan datang." Abraham yang disebut sebagai bapak orang percaya merupakan model manusia yang hidupnya berbasis pada dunia yang akan datang. Abraham meninggalkan segala sesuatu hanya demi untuk menemukan negeri yang Tuhan janjikan (Ibr. 11:8-14). Abraham tidak pernah kembali ke kampung halamannya Ur-Kasdim, sampai dia menutup mata. Bahkan ternyata, Abraham tidak menemukan negeri itu sampai ia mati. Dan memang negeri itu tidak ada di bumi. Sehingga Alkitab katakan, Kanaan Surgawi; yang dari jauh Abraham melihat dan melambai-lambai. Abraham mencari kota yang memiliki dasar yang dibangun dan direncanakan oleh Allah, dan kota itu adalah Langit Baru Bumi Baru.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG BERBASIS PADA DUNIA HARI INI, TIDAK BISA TIDAK PASTI MEMIKIRKAN APA YANG DIPIKIRKAN MANUSIA, DIA TIDAK BISA SEPIKIRAN DENGAN ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 02 April 2025
2025-04-02 18:47:11
Hakim-hakim 10-12

Truth Kids 01 April 2025 - ADA TIKET KE SURGA
2025-04-01 13:55:31
Yohanes 14:6
”Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
Sobat Kids, pernahkah kalian menonton film di bioskop? Atau liburan mengunjungi tempat wahana permainan? Nah, jika sudah, pasti kalian tidak asing dengan yang namanya tiket. Tiket kita beli agar mendapat akses masuk ke bioskop atau tempat wahana permainan yang kita tuju. Sebelum memasuki tempat itu, pasti ada petugas yang memeriksa tiket dan mengarahkan kita untuk masuk. Lalu, bagaimana jika kita tidak memiliki tiket atau kehilangan tiket tersebut? Wah, pasti tidak diizinkan untuk masuk, Sobat Kids, karena dianggap tidak memiliki akses untuk masuk.
Sama halnya dengan kehidupan kita, setiap anak-anak Allah, orang-orang yang percaya dan taat kepada firman-Nya, memiliki tiket untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga. Jika kita memilih untuk menjadi anak-anak Allah dan percaya kepada-Nya, tidak ada jalan untuk kembali ke kehidupan lama kita. Kita harus hidup dengan sungguh-sungguh dan taat kepada Allah agar tiket kita untuk masuk surga tetap berlaku dan tidak hilang. Lalu, di mana tiket anak-anak berada? Tiketnya tidak kelihatan, Sobat Kids. Tiketnya ada dalam hati dan jiwa kita yang diwarnai oleh Roh Kudus. Jadi semangat, ya, menjaga kekudusan hidup kita agar Roh Kudus tetap tinggal, berdiam di dalam hati kita.

Truth Junior 01 April 2025 - YESUS ADALAH JALAN KEBENARAN
2025-04-01 13:53:52
Yohanes 14:6
”Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”
Halo, Sobat Junior! Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga selalu sehat dan penuh semangat, ya! Hari ini kita akan belajar tentang sebuah kebenaran yang luar biasa dari Yohanes 14:6. Ayat ini berkata bahwa Yesus adalah jalan, kebenaran, dan hidup. Apa maksudnya, ya? Yuk, kita bahas bersama!
Sobat Junior, coba bayangkan ketika kamu dalam perjalanan ke suatu tempat yang sangat indah, tetapi jalannya bercabang dan membingungkan. Jika ada seseorang yang tahu jalan dan menuntunmu, tentu kamu akan mengikutinya, bukan? Nah, seperti itulah Tuhan Yesus bagi kita! Dia adalah satu-satunya jalan yang membawa kita kepada Bapa di surga. Tanpa Tuhan Yesus, kita tidak bisa sampai ke tujuan. Sebagai anak-anak Allah, kita harus selalu mengikuti jalan yang Tuhan Yesus tunjukkan. Artinya, kita harus hidup taat kepada firman-Nya, berkata jujur, dan bersikap baik kepada sesama, serta selalu percaya pada-Nya.
Jangan sampai kita tersesat karena mengikuti hal-hal yang tidak benar, ya! Jadi, Sobat Junior, ayo kita selalu mengingat bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya jalan menuju hidup yang kekal. Jika kita tetap setia berjalan bersama-Nya, kita tidak perlu takut atau ragu. Yuk, jalani hari ini dengan penuh sukacita dan tetap percaya kepada Tuhan! Tuhan memberkati.

Truth Youth 01 April 2025 (English Version) - QUARTER LIFE CRISIS
2025-04-01 13:46:38
"Therefore do not worry about tomorrow, for tomorrow will worry about itself. Each day has enough trouble of its own." (Matthew 6:34)
The quarter-life crisis is not unfamiliar to young people, especially those entering the phase after graduating from college or high school. During elementary and middle school, most of us were guided by our parents in choosing the best school for us. Some may have been given more freedom in high school to decide whether to attend a general or vocational school, or which high school to choose. Others were granted the freedom to choose their major and university after graduating from high school. This marks the initial phase of adulthood, where we are given free will to make choices and take responsibility for our own lives.
For young people, the quarter-life crisis can indeed be confusing. In other words, it is a time when we learn to make independent decisions. Many young people start thinking seriously about their future, which is completely normal and even beneficial because it shows they value their future. However, it becomes problematic when overthinking leads to doubts about what the future holds. As stated in Matthew 6:34, we do not need to worry about tomorrow; instead, we should focus on what we can do each day. God knows our capacity, and He will not let us fall beyond recovery. Remember, our future is beautiful in His hands. He always watches over us—even when He allows us to stumble, it is a process of growth to test our faithfulness and trust in Him.
We should not waste time overthinking our future—fearing failure, fearing that we won’t be successful, or fearing that we won’t become winners or leaders. The only thing we should truly fear is if our lives are not pleasing before God. This is something worth reflecting on constantly so that we may live holy before Him.
WHAT TO DO:
1. Don't waste time overthinking worldly matters; it is far more worthwhile to reflect on our holiness and whether our lives are pleasing before God.
2. Learn not to worry easily and instead strengthen our trust in God by continually consuming His Word and staying close to Him.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 28-31

Truth Youth 01 April 2025 - QUARTER LIFE CRISIS
2025-04-01 13:42:58
”Sebab itu janganlah kamu khawatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” (Matius 6:34)
Quarter life crisis bukanlah hal yang asing bagi kalangan anak muda apalagi yang memasuki fase setelah lulus kuliah atau lulus SMA. Saat kita SD dan SMP, mungkin sebagian besar, orang tualah yang mengarahkan kita dan memilih sekolah yang baik untuk kita. Tapi ada juga yang saat SMA kita mulai diberi kebebasan untuk memilih SMA atau SMK, atau mau memilih SMA di mana. Ada juga yang diberikan kebebasan saat lulus SMA mau memilih jurusan dan universitas, di sinilah kita memasuki fase awal sebagai orang dewasa yang diberikan kehendak bebas untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihan hidup kita sendiri.
Sebagai anak muda, quarter life crisis memang membingungkan. Dalam arti lain, kita belajar mandiri untuk memiliki keputusan sendiri. Banyak anak muda yang mulai serius memikirkan akan masa depannya, ini hal yang wajar dan justru malah bagus karena menganggap masa depan penting. Tapi menjadi keliru saat kita sudah overthinking sampai meragukan masa depan kita akan seperti apa. Karena dalam Matius 6:34 sudah dicatat bahwa kita tidak perlu khawatir akan hari esok, cukup kerjakan hal apa yang bisa kerjakan dari hari ke sehari. Tuhan tahu kapasitas kita, Ia tidak akan membuat kita jatuh tergeletak. Ingatlah bahwa hari esok kita indah di tangan-Nya, Ia selalu menjagai kita, walaupun terkadang Ia membiarkan kita terjatuh, itu adalah suatu pendewasaan bagi kita, untuk terus menguji kesetiaan dan rasa percaya kita kepada-Nya. Seharusnya kita tidak perlu overthinking untuk memikirkan masa depan kita, takut gagal, takut tidak bisa sukses, takut tidak menjadi pemenang atau pemimpin, dsb. Tetapi sesungguhnya satu hal saja yang kita perlu takuti yaitu jika kehidupan kita selama ini tidak berkenan di hadapan Tuhan, itu sangat patut kita renungkan setiap saat, hingga kita layak hidup kudus di hadapan Tuhan.
WHAT TO DO:
1. Jangan habiskan waktu overthinking pada hal-hal fana, tapi lebih worth it kalau kita overthinking akan kekudusan dan keberkenanan hidup kita di hadapan Tuhan.
2. Belajar tidak mudah khawatir dan memperbesar rasa percaya kita kepada Tuhan, dengan terus mengonsumsi firman-Nya dan terus bergaul dengan- Nya.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 28-31

Renungan Pagi - 01 April 2025
2025-04-01 13:37:51
Pengorbanan mengajarkan kita untuk memberi yang terbaik dan membangun kehidupan yang lebih bermakna untuk sesama dengan setulus hati.
Makin kita mengerti arti pengorbanan, maka makin berani membayar sebuah harga yang mahal untuk berkorban.
Karena pengorbanan harus dibuktikan dengan suatu harga yang harus dibayar. Apakah itu penderitaan, tekanan hidup, penolakan orang, bahkan kematian.

Quote Of The Day - 01 April 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-04-01 13:34:34
Allah ingin bersama-sama dengan orang yang memang mengingini kebersamaan dengan Dia.

Mutiara Suara Kebenaran - 01 April 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-04-01 13:31:35
Sebaiknya orang yang berkhotbah harus belajar teologi, tetapi orang yang belajar teologi harus memindahkan hatinya lebih dahulu di Kerajaan Surga.

BASIS OF THINKING - 01 April 2025 (English Version)
2025-04-01 13:01:10
Every person thinks and acts based on a life philosophy they believe to be true. For religious individuals, their holy scriptures or teachings that they consider true will form the foundation of their entire way of thinking and behavior. The truth they believe in gives rise to various models or lifestyles, as that truth shapes a basis of thinking. In the military world, a "basis" refers to a base where troops begin their operations to attack the enemy or defend against enemy assaults. A base is also typically where weapons depots, logistical supplies, and troops are gathered. However, in this context, we focus more on the meaning of "basis" as a foundation or principle.
To be "based on" something means making it the foundation of one’s thinking. This forms a person’s lifestyle and underlies all their actions. Therefore, how important it is to have a firm foundation of thinking, as it determines the quality of one’s life before God and determines their eternity. There are two bases of thinking: The first is a basis focused on life in this present world. Almost everyone adopts this basis. The second is a basis focused on the life to come, in the new heaven and new earth. As believers or God's chosen people, we must choose one of these bases—we cannot stand on both. We must choose only one, for we are destined to be glorified together with the Lord Jesus, as children of God who will reign together with the Lord Jesus. Therefore, our thinking must be based on Jesus' mindset.
When Jesus was taken by the devil to a high mountain and shown the glory and beauty of the world, it was there that Jesus was persuaded to have the first basis of thinking—focusing on this world, the present, and earthly life. However, Jesus rejected this and chose the second basis instead, which He expressed by saying that one must worship the Lord God and serve only Him. Jesus chose the world to come—the Kingdom of the Father—where He would reign in submission to the Father. Jesus Himself became Lord and ruler for the glory of the Father, not for His own glory.
A world where its inhabitants do not live in absolute submission to God is not heaven (paradise). Heaven itself actually has two meanings: first, as a location and its facilities; second, as an atmosphere or state in which there is absolute submission under God's rule. So, if humanity had not fallen into sin, this earth would have been the perfect location and facility, as God declared it to be "very good." However, because submission is absent and humanity has rebelled, the earth has not become paradise. In the new heaven and new earth, there will be a location and facilities similar to what we understand on this earth, but under the complete rule of God. There, it will certainly be flawless. Because our current world is inhabited by rebels so that perfection is no longer perfect.
The prayer, "Your Kingdom come," does not refer to location and facilities but rather to the second meaning—bringing God's rule into our lives. It means living in submission to God as the head of the government. The beauty of God's perfect creation has been ruined because His rule has not been established. However, in the new heaven and new earth, where God's rule prevails, the beauty of a perfect world will unfold. This is our choice. For that reason, we cannot stand on two foundations; we must choose one. Will we think based on the reality of this present world, or based on the world to come, the new heaven and new earth? There, we will be God's children dwelling in His Kingdom, where every individual lives in submission to Him. This is God's eternal plan.
Before the world was created, God intended a perfect location and facility where humanity would live in submission. But that was corrupted. Heaven was not established on this earth, but it will be in the new heaven and new earth. From this, we can understand why Ephesians 1:4-5 states: "For He chose us in Him before the creation of the world to be holy and blameless in His sight." This means living in submission. "In love, He predestined us for adoption to sonship through Jesus Christ, in accordance with His pleasure and will." The standard set is to become God's children who live without blemish. If the Almighty God, who cannot be controlled by anyone and whose greatness and glory are boundless, is willing to make us His children, that is truly extraordinary.
HOW IMPORTANT IT IS TO HAVE A FIRM FOUNDATION OF THINGKING, AS IT DETERMINES THE QUALITY OF ONE'S LIFE BEFORE GOD AND DETERMINES THEIR ETERNITY.

Bacaan Alkitab Setahun - 01 April 2025
2025-04-01 12:46:56
Hakim-hakim 8-9

BASIS BERPIKIR - 01 April 2025
2025-04-01 12:31:15
Setiap orang berpikir dan bertindak berdasarkan filosofi hidup yang diyakininya sebagai kebenaran. Bagi orang beragama, tentu kitab suci atau ajaran yang diyakini sebagai kebenaran akan menjadi dasar dari seluruh cara berpikir dan perilakunya. Kebenaran yang diyakini melahirkan berbagai model atau gaya hidup, sebab kebenaran itulah yang membangun suatu basis berpikir. Kalau dalam dunia militer, basis menunjuk pangkalan tempat pasukan mulai melakukan operasi menggempur musuh atau bertahan menghadapi serangan musuh. Basis juga biasanya menjadi tempat di mana gudang persenjataan berada, persediaan logistik, serta tentara dikumpulkan. Tetapi dalam konteks ini, kita lebih melihat pengertian basis sebagai asas atau dasar.
Berbasis artinya menjadikan sesuatu sebagai pijakan dalam berpikir. Hal ini yang membentuk gaya hidup dan yang mendasari atau melandasi seseorang melakukan segala tindakan. Dengan demikian, betapa pentingnya memiliki basis berpikir, karena ini menentukan kualitas hidup seseorang di hadapan Allah dan menentukan kekekalannya. Ada dua basis berpikir: yang pertama, basis berpikir pada kehidupan di dunia hari ini. Dan hampir semua orang berbasis pikir ini. Kedua, basis berpikir pada kehidupan yang akan datang, di Langit baru bumi baru. Bagi kita orang percaya atau umat pilihan, kita harus menentukan salah satu. Tidak boleh berpijak pada dua-duanya, harus salah satu. Sebab kita adalah orang-orang yang diproyeksikan untuk dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus, sebagai anak-anak Allah yang memerintah bersama-sama dengan Tuhan Yesus. Maka kita harus berbasis pikir seperti Yesus.
Ketika Yesus dibawa oleh Iblis ke atas gunung dan kepada-Nya ditunjukkan kemuliaan atau keindahan dunia, di sanalah Yesus dibujuk untuk memiliki basis berpikir yang pertama yaitu dunia ini, hari ini dan di bumi ini. Namun Yesus menolaknya dan lebih memilih basis yang kedua, yang dibahasakan dengan menyembah Tuhan Allah dan hanya berbakti kepada-Nya. Yesus memilih dunia yang akan datang yaitu Kerajaan Bapa yang di mana diri-Nya akan menjadi Raja dalam ketertundukan kepada Bapa. Yesus sendiri menjadi Tuhan dan penguasa bagi kemuliaan Bapa, bukan untuk kemuliaan diri-Nya sendiri.
Dunia di mana penghuninya tidak hidup dalam ketertundukan mutlak kepada Allah, itu bukan surga. Surga sendiri sebenarnya memiliki dua pengertian; pertama, lokasi dan sarananya. Kedua, menunjuk pada suasana atau atmosfer di mana ada ketertundukan mutlak dalam pemerintahan Allah. Jadi, seandainya manusia tidak jatuh dalam dosa, bumi ini adalah lokasi dan sarana yang sempurna, seperti yang Allah katakan sungguh amat baik. Akan tetapi, karena tidak ada ketertundukan dan memberontaknya manusia, sehingga bumi tidak menjadi surga. Nanti di Langit baru bumi baru, ada lokasi dan sarana yang kita pahami sama seperti bumi ini namun dalam pemerintahan Allah sepenuhnya. Jadi di sana pasti tidak bercacat. Sebab dunia kita ini adalah dunia yang dihuni oleh pemberontak sehingga kesempurnaan menjadi tidak lagi sempurna.
Kalimat doa, “Datanglah Kerajaan-Mu,” itu bukan dalam arti lokasi dan sarana, melainkan dalam arti yang kedua, yaitu pemerintahan Allah kita hadirkan dalam hidup kita. Artinya kita hidup dalam ketertundukan kepada Allah sebagai Kepala pemerintahan. Keindahan ciptaan Allah yang sempurna itu telah menjadi rusak karena pemerintahan Allah tidak diselenggarakan. Tetapi, nanti di Langit baru bumi baru yang dalam suasana pemerintahan Allah, akan berlangsung keindahan dunia yang sempurna. Inilah pilihan kita. Untuk itu, kita tidak boleh berjejak pada dua basis, tetapi harus memilih salah satu. Apakah berpikir dalam basis dunia kita hari ini di bumi, atau basis di dunia yang akan datang, di Langit baru bumi baru? Di sana kita menjadi anak-anak Allah yang tinggal di Kerajaan, di mana setiap insan hidup dalam ketertundukan kepada Allah. Inilah rencana kekal Allah.
Sebelum dunia diciptakan, memang Allah menghendaki satu lokasi dan sarana yang sempurna, di mana manusia hidup di dalam ketertundukan. Tetapi itu telah rusak. Surga tidak tercipta di bumi yang ini, namun nanti di Langit baru bumi baru. Dari hal ini, kita bisa mengerti mengapa dalam Efesus 1:4-5 dikatakan; "Sebab di dalam Dia, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tidak bercacat di hadapan-Nya." Artinya, hidup dalam ketertundukan. “Dalam kasih Allah telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.” Standar yang ditentukan adalah menjadi anak-anak Allah yang hidup tak bercacat. Kalau Allah semesta alam yang tidak bisa diatur oleh siapa pun, dan yang memiliki kebesaran serta kemuliaan tiada batas, rela menjadikan kita anak-anak-Nya, itu luar biasa.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
BETAPA PENTINGNYA MEMILIKI BASIS BERPIKIR, KARENA INI MENENTUKAN KUALITAS HIDUP SESEORANG DI HADAPAN ALLAH DAN MENENTUKAN KEKEKALANNYA.

Truth Kids 31 Maret 2025 - BERGANTUNG PADA TUHAN
2025-03-31 18:18:04
Yesaya 26:4
” Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal.”
Gunung batu sering dipakai untuk melambangkan perlindungan Tuhan. Sesuai dengan namanya, gunung batu terbentuk dari batu. Oleh sebab itu, gunung batu dipakai sebagai tempat perlindungan dari serangan bahaya. Gunung batu juga dipakai sebagai lambang pertolongan.
Ayat yang kita baca hari ini mengingatkan bahwa Tuhan Allah adalah gunung batu yang kekal. Kita dapat berlindung pada Tuhan karena Ia dapat diandalkan. Tuhan dapat menolong setiap kali kita mengalami kesedihan, kesulitan, ataupun ketakutan. Sobat Kids, percayakanlah hidupmu sepenuhnya kepada Tuhan. Dia adalah gunung batu yang kokoh dan setia sampai selamanya.
Sudah sebulan ini kita sama-sama belajar untuk depend on God (bergantung pada Tuhan). Sekarang waktunya untuk mempraktikkan dalam hidup kita sehari-hari. Memang tidak mudah untuk selalu bergantung pada Tuhan, terutama saat keadaan sulit, namun tetaplah percaya kepada Tuhan, Sobat Kids. Pertolongan Tuhan pasti tidak terlambat.

Truth Junior 31 Maret 2025 - MENGANDALKAN TUHAN
2025-03-31 18:16:01
Yesaya 26:4
” Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH adalah gunung batu yang kekal.”
Hidup kita memang tidak selalu berjalan mulus setiap saat. Ada kalanya kita merasa senang, ada kalanya kita juga merasa sedih. Orang sering mengumpamakannya seperti roda yang berputar; kadang di atas, kadang ada di bawah. Kita tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. Oleh sebab itu, kita perlu bergantung kepada Tuhan karena hanya Tuhan yang dapat diandalkan.
Sobat Junior, percayakan hidupmu sepenuhnya kepada Tuhan. Dia adalah gunung batu yang kokoh dan setia sampai selama-lamanya. Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita kembali bahwa Tuhan Allah adalah gunung batu yang kekal.
Gunung batu atau batu karang yang kuat, sering disebut untuk melambangkan Tuhan karena Ia dapat diandalkan dan benar-benar menjadi tempat perlindungan.
Apakah yang menjadi kegelisahan kalian, Sobat Junior? Percayakan hidupmu sepenuhnya kepada Tuhan. Dia adalah gunung batu yang kokoh dan kekal sampai selama-lamanya.

Truth Youth 31 Maret 2026 (English Version) - FRUIT THAT BRINGS CHANGE
2025-03-31 18:14:25
“Being confident of this, that He who began a good work in you will carry it on to completion until the day of Christ Jesus.” (Philippians 1:6)
Philippians 1:6 reminds us that God, who began a good work in our lives, will bring it to completion. God has a beautiful plan for each of us, and He is working to fulfill that plan. However, to see His plan come to life, God needs effective instruments—people who bear fruit and reflect Him. The fruit He desires is not just worldly achievements but the tangible evidence of a life rooted in Christ.
As those who have received God’s love, we are called to be channels of that love to others. The fruit we bear through a life rooted in Christ can serve as an example for others. When we live in obedience, perseverance, and love, we become living witnesses of God’s goodness. A fruitful life will draw others to Christ and allow them to experience His love.
True fruit is evidence of God’s work in our lives. Through the fruit we produce, others can see Christ’s love and be drawn to know Him more. Therefore, let us continue to grow in faith and bear fruit that glorifies God, so that through our lives, others may be drawn into the love of Christ and come to experience the salvation that is found only in Him.
WHAT TO DO:
1. Show a life filled with love.
2. Help and support one another.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 25-27

Truth Youth 31 Maret 2025 - YANG MEMBAWA PERUBAHAN
2025-03-31 17:56:30
” Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.” (Filipi 1:6)
Filipi 1:6 mengingatkan kita bahwa Tuhan yang memulai pekerjaan baik dalam hidup kita pasti akan menyelesaikannya. Tuhan memiliki rencana yang indah untuk setiap orang, dan Dia datang untuk mewujudkan rencana itu dalam hidup kita. Namun, untuk melihat rencana-Nya terlaksana, Tuhan membutuhkan alat yang efektif: orang-orang yang berbuah dan meneladani-Nya. Buah yang dimaksud bukan hanya sekadar hasil atau pencapaian duniawi, tetapi buah yang nyata dalam kehidupan kita sebagai pengikut Kristus.
Sebagai orang yang telah menerima kasih Tuhan, kita dipanggil untuk menjadi saluran kasih itu bagi orang lain. Buah yang kita hasilkan melalui hidup yang berakar dalam Kristus dapat menjadi contoh bagi orang lain. Ketika kita hidup dalam ketaatan, ketekunan, dan kasih, maka kita menjadi saksi nyata akan kebaikan Tuhan. Kehidupan kita yang berbuah akan mengundang orang lain untuk datang kepada Kristus dan merasakan kasih-Nya.
Buah yang nyata adalah bukti dari kerja Tuhan dalam hidup kita. Melalui buah yang dihasilkan, orang lain dapat melihat kasih Kristus dan tertarik untuk mengenal-Nya lebih dekat. Oleh karena itu, marilah kita terus bertumbuh dalam iman dan menghasilkan buah yang memuliakan Tuhan, sehingga melalui hidup kita, orang lain bisa terperangkap dalam kasih Kristus dan datang untuk mengalami keselamatan yang hanya ada dalam-Nya.
WHAT TO DO:
1.Tunjukkan hidup yang penuh kasih
2.Saling menolong satu dengan yang lain
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 25-27

Renungan Pagi - 31 Maret 2025
2025-03-31 17:51:26
Kebenaran selalu ada di dalam kejujuran, karena itu Yesus dengan tegas berkata: Jika kamu hidup dalam dusta, iblislah yang menjadi bapamu karena dari sejak awalnya iblis adalah pendusta dan didalam dia tidak ada kebenaran.
Berarti didalam kebenaran hanya ada kejujuran, sementara Yesus berkata: Akulah Jalan, kebenaran dan hidup, berarti kalau berkata bahwa kita murid Yesus, berarti harus hidup dalam kejujuran.

Quote Of The Day - 31 Maret 2025 (Pdt.Dr. Erastus Sabdono
2025-03-31 17:50:03
Kalau tubuh kita menjadi Bait Allah, maka kita akan masuk Rumah Bapa.

Mutiara Suara Kebenaran - 31 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-31 17:47:33
Orang yang optimisme terhadap dunia akan datang, itu sama dengan orang yang berharap hanya Tuhan kebahagiaannya. Dan Tuhan tidak akan membuat orang seperti itu bertepuk sebelah tangan. Sebab Tuhan tahu, kita melabuhkan hati kita kemana atau kepada siapa.

FORMATTED BY GOD - 31 Maret 2025 (English Version)
2025-03-31 17:41:25
If we still have hopes for the happiness of this world or remain optimistic about it, it means we are formatted by the world. Only those who are pessimistic about this life yet optimistic about the new heaven and the new earth can be formatted by God. When John the Baptist baptized both Jews and non-Jews—although they had already been God's people—they were baptized again to show the fruit of repentance. This was also done by the disciples of the Lord Jesus during His time. We, too, are immersed in fellowship with the Holy Spirit. That is why the Lord said, "If you do not renounce all that you have, you cannot be My disciple." You cannot be formatted or shaped by God. This does not mean that we must become poor, leave our homes, and own nothing. Rather, it means we must not be attached to these things.
A servant of God, whether he defends God or defends an institution or foundation or his church-the difference is subtle, almost invisible. If he defends the church or any organization, he surely still has an agenda there. But if he defends God, he must have no agenda at all, no personal gain or interest, except for the glory of God. When we are still optimistic about this world, we cannot fully find God. We only find God like a piece of paper called theology. Then, when we pray, we pray to the God in our theology, in our minds. But when someone is no longer optimistic about the world so that their joy and happiness are only God. After God knows that we cannot be pleased by anyone, then God is like opening a box or a room and we enter it. But our hearts must be clean.
We should not expect happiness or worldly pleasures before God can enter our lives. Only when we dare to let go of all worldly pleasures can we truly enter into His framework and experience something extraordinary. That is where we truly meet God. There is a clear difference between those who regularly encounter God and those who do not, especially those who have never met Him. It is undeniable that the distinction between those who have encountered God and those who have not is significant. Even those who possess theological knowledge can go astray, let alone those who lack it.
However, be cautious—if someone becomes too knowledgeable and believes they have found God, they may become arrogant and, in reality, have found nothing. On the other hand, a simple and sincere congregation that comes to God in prayer is more likely to truly find God and enter into His presence. In this regard, God values those who place their optimism in the world to come.
A person who is optimistic about the world to come is the same as one who hopes only in God for his happiness. And God will not let such a person be left empty-handed. He knows where and to whom we entrust our hearts. Ironically, many Christians have become accustomed to diplomatic expressions within the church: "I love You, Lord, You are my strength, You are my joy." Lies. God does not feel that love because they still love the world. If a pastor is still proud of his church, his luxury car, and secretly desires recognition or seeks to actualize himself in his own social class, then we can understand why God would ultimately say, "I do not know you."
Yet these are people who have cast out demons, performed miracles, and accomplished great works—yet the more they achieve, the closer they feel to God, and the more they believe they are special. People then idolize and deify them, and they accept this reverence. However, their teachings are not pure truth, so the congregation listening to their sermons fails to build a good conscience format. They do not have a divine court within themselves. It is no wonder that their actions and decisions—though not necessarily wrong in the eyes of humans—do not please God. This is why living a holy life is so important. Let us not delay our repentance. If we want to repent, we must do so now—not later, not someday. Otherwise, we will be lost. Remember one thing: if seventy years of our life are compared to eternity, it is incomparable. Even a single second holds immeasurable value. That is how precious our life time on earth is.
WHEN WE ARE STILL OPTIMISTIC ABOUT THIS WORLD, WE CANNOT FULLY FIND GOD.

DIFORMAT OLEH TUHAN - 31 Maret 2025
2025-03-31 17:38:55
Dengan masih punya harapan kebahagiaan dunia ini atau masih optimis dengan dunia, berarti kita diformat dunia. Hanya orang yang pesimis dengan hidup ini, namun optimis untuk langit baru bumi baru, yang bisa diformat Tuhan. Pada waktu Yohanes Pembaptis membaptis orang-orang Yahudi dan non-Yahudi—walaupun mereka sudah pernah menjadi umat Allah, namun mereka dibaptis ulang— itu adalah untuk menunjukkan buah pertobatan. Dan itu yang dilakukan oleh murid-murid Tuhan Yesus pada zaman Tuhan Yesus. Kita pun diselamkan dalam pergaulan dengan Roh Kudus. Maka Tuhan berkata, "Kalau kamu tidak melepaskan dirimu dari segala milikmu, kamu tak dapat jadi murid-Ku.” Kamu tidak bisa Tuhan format, tidak bisa Tuhan bentuk. Hal ini bukan berarti lalu kita harus miskin, tinggalkan rumah, tidak punya apa-apa. Tetapi maksudnya jangan kita terikat dengan hal-hal itu.
Seorang hamba Tuhan, apakah ia membela Tuhan atau membela lembaga atau yayasan atau gerejanya, itu beda tipis. Hampir gak bisa dilihat. Kalau ia membela gereja, yayasan apa pun namanya, maka ia pasti masih punya agenda di situ. Namun kalau ia membela Tuhan, ia pasti tidak punya agenda sama sekali, tidak punya keuntungan atau kepentingan pribadi, kecuali untuk kemuliaan Tuhan. Ketika kita masih optimis dengan dunia, kita tidak bisa menemukan Tuhan secara utuh. Kita hanya menemukan Tuhan seperti selembar kertas yang namanya teologi. Lalu, waktu kita berdoa, kita berdoa kepada Tuhan yang ada di teologi kita, di otak kita itu. Tetapi ketika seseorang tidak lagi optimis dengan dunia sehingga kesukaan dan kebahagiaannya hanya Tuhan. Setelah Tuhan tahu bahwa kita tidak bisa disenangkan oleh siapa pun, maka Tuhan seperti membuka kotak atau ruangan dan kita masuk ke dalamnya. Namun hati kita harus bersih.
Kita tidak boleh berharap ada kebahagiaan atau kesenangan dunia, baru Dia bisa masuk. Jadi setelah kita berani melepaskan segala kesenangan dunia, kita masuk ke dalam format, masuk dalam bingkai Tuhan, itu luar biasa. Dan barulah kita ketemu Tuhan di situ. Maka, tidak bisa tidak, orang yang telah selalu bertemu dengan Tuhan dengan orang yang tidak selalu bertemu dengan Tuhan, apalagi yang belum bertemu dengan Tuhan, akan berbeda sekali. Akan pasti sangat bisa dibedakan antara orang yang sudah bertemu Tuhan dan yang belum bertemu Tuhan. Yang punya teologi saja bisa sesat, apalagi yang tidak. Namun hati-hati, kalau orang terlalu pintar, dan ia merasa bahwa dia sudah menemukan Tuhan, dia tambah sombong, malah ia tidak menemukan apa-apa. Tetapi jemaat yang polos, tulus, yang datang kepada Tuhan dalam doa, dia lebih bisa menemukan Tuhan, dan dia masuk di wilayah Tuhan. Di sini, Tuhan menghargai orang yang menaruh optimisme ke dalam dunia yang akan datang.
Orang yang optimisme terhadap dunia akan datang, itu sama dengan orang yang berharap hanya Tuhan kebahagiaannya. Dan Tuhan tidak akan membuat orang seperti itu bertepuk sebelah tangan. Sebab Tuhan tahu, kita melabuhkan hati kita kemana atau kepada siapa. Ironis, banyak orang Kristen yang sudah terbiasa dalam diplomasi-diplomasi di dalam gereja; "Aku mengasihi Engkau Tuhan, Engkau kekuatanku, Kau kesenanganku." Bohong. Tuhan tidak merasa itu, karena mereka masih mencintai dunia. Kalau pendeta, ia masih bangga dengan gerejanya, dengan mobil mewahnya, dan diam-diam juga mau menjadi seseorang atau masih mengaktualisasi dirinya di kelasnya masing-masing. Jadi kita bisa mengerti kalau Tuhan akhirnya berkata, "Aku tidak kenal kamu."
Padahal mereka adalah orang-orang yang sudah mengusir setan, membuat mukjizat, dan semakin berkarya besar, semakin dia merasa dekat Tuhan, semakin merasa sudah istimewa. Kemudian orang pun mendewakan dan mengkultuskannya, dan dia juga menerima pengkultusan itu. Ajarannya juga bukan kebenaran yang murni, sehingga jemaat yang mendengar khotbahnya tidak membangun format nurani yang baik. Jadi, tidak punya mahkamah Ilahi dalam dirinya. Tidak heran kalau tindakan dan keputusannya—walaupun di mata manusia tidak salah— tidak menyenangkan Tuhan. Maka, kesucian hidup itu sangat penting. Mari, jangan kita menunda pertobatan. Kalau kita mau bertobat, harus sekarang, bukan nanti, bukan kapan-kapan. Atau kita akan terhilang. Ingat satu hal ini: kalau tujuh puluh tahun hidup kita dibanding kekekalan, ini tidak ada bandingannya. Padahal satu detik nilainya tidak terhingga. Betapa berharganya waktu hidup kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KETIKA KITA MASIH OPTIMIS DENGAN DUNIA, KITA TIDAK BISA MENEMUKAN TUHAN SECARA UTUH.

Bacaan Alkitab Setahun - 31 Maret 2025
2025-03-31 17:36:11
Hakim-hakim 6-7

Truth Kids 30 Maret 2025 - BERUBAH
2025-03-30 21:45:02
Mazmur 126:5
”Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.”
Saat para petani menanam bibit padi di sawah, mereka akan berjalan mundur. Setiap menanam satu bibit, petani berjalan mundur satu langkah. Mereka harus membungkuk agar bisa memasukkan bibitnya ke dalam tanah. Rasa letih dan panas matahari menyebabkan cucuran keringat mengalir. Keringat yang mengalir itu tidak menghentikan kerja mereka. Mereka tahu bahwa setelah mencucurkan keringat, mereka bisa menuai hasil padi dengan gembira.
Apa yang sedang membuat kalian sedih, Sobat Kids? Ingatlah, jika kalian berlaku benar sesuai dengan kehendak Tuhan, kalian tidak akan selalu merasakan sedih. Mungkin sekarang hanya sedikit teman yang mau bermain dengan kalian. Kalian mungkin juga merasa sulit harus menahan diri dari berbuat dosa. Tetaplah usahakan yang terbaik, Sobat Kids. Tuhan sanggup mengubah kesedihan kita menjadi sukacita. Percayalah, Dia selalu punya rencana yang baik. Tetap semangat, ya, Sobat Kids.

Truth Junior 30 Maret 2025 - FOBIA
2025-03-30 21:43:28
Mazmur 126:5
”Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai.”
Sobat Junior, apakah kalian mempunyai fobia terhadap sesuatu? Fobia adalah ketakutan yang sangat berlebihan terhadap sesuatu atau keadaan tertentu, sehingga menghambat kehidupan penderitanya. Contohnya fobia terhadap ketinggian, penderitanya tidak berani naik pesawat. Ada juga yang fobia terhadap seekor binatang, contohnya ular. Setiap kali penderitanya melihat ular, ia akan menjadi sangat ketakutan. Bahkan, melihat gambar ular pun ia tidak berani. Sebuah fobia dapat dihilangkan melalui beberapa cara, salah satunya adalah dengan terapi.
Pola pikir dan respons terhadap hal yang ditakuti, diubah sehingga lama-kelamaan fobia itu dapat diatasi. Tentu tidak mudah untuk mengubah pola pikir terhadap sesuatu yang kita takuti menjadi hal yang biasa saja. Mungkin juga banyak air mata yang dicucurkan saat melakukan terapi tersebut. Namun, jerih lelah dan air mata yang tercurah tidak akan sia-sia. Jika terapi itu berhasil, pasti akan ada suatu perubahan. Misalnya awalnya tidak berani naik pesawat, sekarang sudah bisa tertawa dan merasa senang saat harus pergi dengan pesawat.
Tuhan sanggup mengubah kesedihan kita menjadi sukacita. Semoga kalian tidak memiliki fobia apa pun. Percayalah, Tuhan selalu dapat diandalkan saat kita merasa takut atau cemas. Dia selalu menyertai kita. Walaupun kondisi kalian sekarang sedang tidak baik-baik saja, tetaplah percaya kepada-Nya. Tuhan selalu punya rencana yang baik.

Truth Youth 30 Maret 2025 (English Version) - CONNECTED TO GOD
2025-03-30 21:41:18
“Remain in me, as I also remain in you. No branch can bear fruit by itself; it must remain in the vine. Neither can you bear fruit unless you remain in me.” (John 15:4)
John 15:4 teaches us the importance of staying connected to God. Just as a branch must remain attached to the vine to bear fruit, we too must remain in God to produce good fruit. If a branch is cut off from the tree, it will dry up and become fruitless. The same applies to our lives—without a close relationship with God, we will lack the spiritual nourishment that only He can provide.
Spiritual dryness often occurs when we drift away from God. When we become too busy with worldly activities or rely solely on our own strength, we lose connection with the true source of life. Just as a tree needs roots to absorb water and nutrients, we need God to live, grow, and bear fruit. It is crucial to engage in spiritual practices that draw us back to God, such as prayer, reading His Word, fellowship, and worship. By keeping our focus on God in all aspects of life, we will continue to receive spiritual strength and remain fruitful.
On the other hand, if we become disconnected from God, we will feel spiritually dry and unable to produce fruit that glorifies Him. Therefore, let’s make sure we stay connected to God every day so that our lives are full of His blessings and bear fruit that brings Him glory.
WHAT TO DO:
1. Make sure to consume spiritual nourishment daily.
2. Never stop praying.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 22-24

Truth Youth 30 Maret 2025 - TERHUBUNG DENGAN TUHAN
2025-03-30 21:38:51
”Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku.” (Yohanes 15:4)
Yohanes 15:4 mengajarkan kita pentingnya tetap terhubung dengan Tuhan. Sebagai ranting yang melekat pada pokok anggur, kita juga harus senantiasa terhubung dengan Tuhan agar dapat menghasilkan buah yang baik. Jika ranting terlepas dari pohon, maka ia akan kering dan tidak dapat berbuah. Begitu pula dengan hidup kita. Tanpa hubungan yang erat dengan Tuhan, kita akan kekurangan nutrisi rohani yang hanya bisa diberikan oleh-Nya.
Keringnya kehidupan rohani sering kali terjadi karena kita menjauh dari Tuhan. Ketika kita sibuk dengan aktivitas duniawi atau hanya mengandalkan kekuatan diri sendiri, akibatnya kita kehilangan sumber kehidupan yang sejati. Sama halnya dengan pohon yang membutuhkan akar untuk menyerap air dan nutrisi, kita sebagai manusia membutuhkan Tuhan untuk hidup, bertumbuh, dan berbuah. Penting untuk memperbanyak kegiatan rohani yang mengarahkan kita kembali kepada Tuhan, seperti doa, membaca firman, bersekutu, dan memuji-Nya. Dengan menjaga fokus kita pada Tuhan dalam setiap aspek kehidupan, maka kita akan terus mendapatkan kekuatan rohani dan terus berbuah.
Sebaliknya, jika kita terlepas dari hubungan yang erat dengan Tuhan, kita akan merasa kering dan tidak mampu menghasilkan buah yang memuliakan-Nya. Oleh karena itu, mari pastikan kita tetap terhubung dengan Tuhan setiap hari, agar hidup kita penuh dengan berkat dan menghasilkan buah yang memuliakan nama-Nya.
WHAT TO DO:
1.Pastikan dirimu selalu mengonsumsi hal-hal rohani setiap hari
2.Jangan berhenti berdoa
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 22-24

Renungan Pagi - 30 Maret 2025
2025-03-30 21:33:51
Jangan biarkan semangat kita padam, hanya karena perbuatan dan sikap orang lain yang tidak baik; jangan biarkan damai sejahtera yang Tuhan sudah berikan kepada kita dirampas hanya karena kesalahan orang.
Belajarlah untuk tetap bersemangat, tidak perlu membalas, cukup menyerahkannya kepada Tuhan, karena Dia yang mengerti yang benar dan Dia tahu apa yang harus Dia lakukan baik kepada kita maupun kepada orang yang melakukan kesalahan

Quote Of The Day - 30 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-30 19:55:23
Cepat atau lambat, sengaja atau tidak, ketika tubuh kita menjadi Bait Allah, ketika tidak ada unsur kekafiran di dalam hidup kita, baru nampak kecemerlangan anggota keluarga Kerajaan Allah.

Mutiara Suara Kebenaran - 30 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-30 19:52:54
Kita harus masuk di wilayah hidup membangkitkan Yesus dalam hidup kita, melahirkan Tuhan Yesus kembali dan menampilkannya dalam hidup kita.

FORMATTED BY THE WORLD - 30 Maret 2025 (English Version)
2025-03-30 19:48:05
If we claim to be children of Abraham, then we must follow his way of life. Abraham was justified by faith, which means he fought to be truly become as God desired him to be. Abraham became the father of believers because he risked his entire life to God. He had no other world except to follow wherever God led him. In the end, that promised land was not on this earth. From a distance, he could only wave at it. Yet, Abraham refused to return to Ur of the Chaldeans. If we still desire a comfortable life on earth, we will be left behind. We must enter this realm now. So, in these last days, we must continue to enter the realm of holy living—blameless and without blemish.
Next, we must enter the realm of raising Jesus in our lives, of giving birth to the Lord Jesus again, and manifesting Him in our daily living. We are entering this stage now. This is the peak. But to reach it, we need to end our mortal way of life with one principle: we are already dead to the world. Even though we are not yet perfect, we should not always use the excuse of being "in process." Our process is not a cycle of falling and rising, but a process of having already entered the realm of death.
Meanwhile, those who still find value in things—whether in education, appearance, intelligence, knowledge, or even material wealth—will increasingly show their pride in these things. As time goes by, such arrogance will become more evident among those who have entered the process of dying to self. If a person is proud of their knowledge, their title, their appearance, or their wealth, it will become more and more apparent.
So, if we still hold on to optimism in life that is based on worldly facilities, it means we are opening ourselves to be formatted by the world. Our way of thinking is then supported by worldly philosophies. Since our mindset has generally already been corrupted, we must break it down one by one. We must replace it with a new format—that is, the Bible—so that our way of thinking is renewed. This way of thinking is the same as our conscience or suneidesis (συνείδησις): “Let this mind be in you which was also in Christ Jesus.” Whether changing this format is easy or difficult depends first on how deep the deception has taken root. Second, it depends on how long it has controlled a person’s life. If we are not absolutely determined, it will not be possible. This is because our minds have already been built with patterns of thinking that are not aligned with God’s thoughts. Third, our flesh still records desires that have not yet been eradicated.
That is why Paul also struggled—to do everything according to God's will. He said, "I know what is good, yet I do what is evil." This was not Paul's experience before his conversion, but after. Because before his conversion, Paul stated, "In regard to the Law, I was blameless." So, when it came to following the law, he was without fault. Therefore, his struggle was not about the law, but about the conflict between divine conscience and worldly conscience. Worldly or human conscience cannot attain God's holiness if it is merely supported by the law. True Christianity teaches us that the world is not our home and that there is an empty space in our souls that only God can fill. As Jesus taught, "You must be perfect as your Father in heaven is perfect," and "Leave everything if you want to be My disciple."
The problem is, if we do not change immediately, we will run out of opportunities. Our time will run out. And when our chance is gone, it will be too late. At the brink of death, we may regret it, but by then, nothing can be done. We are justified after receiving the Word and allowing ourselves to be formatted by God through logos and rhema. The Holy Spirit will remind us through prayer and hope. So, when we read or hear the Word, and afterward we face challenges, the Holy Spirit will surely speak. This is how God works in all things. Here, rhema appears. There is no rhema without problems—in most cases, rhema comes when problems arise. When our emotions, feelings, and even our physical bodies are involved in struggles, that is when rhema is spoken.
Prayer makes us to be infected by God's presence and His holiness. Hope exists when we dare to choose the Kingdom of Heaven because we believe that beyond death, there is beauty. That is why God has prepared a home for us, for this world is not a pleasant place. However, it is important to remember that the process of being formatted correctly is painful. It involves things that are unpleasant to hear and unpleasant to experience—it can be boring and confusing. But today, we must make the decision to allow ourselves to be formatted by God. We must not lose our opportunity. We still have time, though we do not know how long. However, if we waste our energy, thoughts, money, and time, we will surely regret it. Do not expect happiness from this world.
ABRAHAM WAS JUSTIFIED BY FAITH, WHICH MEANS HE FOUGHT TO BE TRULY BECOME AS GOD DESIRED HIM TO BE.

Bacaan Alkitab Setahun - 30 Maret 2025
2025-03-30 19:45:24
Hakim-hakim 3-5

DIFORMAT OLEH DUNIA - 30 Maret 2025
2025-03-30 14:07:20
Kalau kita mengaku sebagai anak Abraham, maka kita harus mencontoh gaya hidupnya. Abraham dibenarkan karena iman, yang artinya ia berjuang agar berkeadaan benar-benar seperti yang Allah kehendaki. Abraham menjadi bapa orang percaya karena ia mempertaruhkan segenap hidupnya. Tidak ada dunia lain yang dimiliki Abraham, kecuali hanya menuruti kemana Tuhan membawa dia. Dan pada akhirnya, negeri itu tidak ada di bumi. Dari jauh dia hanya melambai-lambai. Akan tetapi Abraham tetap tidak mau kembali ke Ur-Kasdim. Kalau kita masih mau hidup nyaman di bumi, maka kita akan ditinggalkan. Kita sudah harus masuk ke wilayah ini. Jadi, hari-hari terakhir ini kita terus masuk ke wilayah hidup suci, tak bercacat tak bercela.
Dan yang berikutnya, kita harus masuk di wilayah hidup membangkitkan Yesus dalam hidup kita, melahirkan Tuhan Yesus kembali dan menampilkannya dalam hidup kita. Kita masuk ke sini sekarang. Ini puncaknya. Tetapi untuk mencapai ini, kita perlu mengakhiri hidup kefanaan dengan satu prinsip bahwa kita sudah mati bagi dunia. Walaupun kita belum sempurna, namun jangan kita selalu beralasan ‘proses.’ Proses kita bukan proses yang jatuh bangun, melainkan proses sudah di wilayah mati.
Padahal mereka yang masih merasa punya nilai,—baik dari pendidikan, penampilan, kepintaran atau ilmunya, bahkan materi—makin hari kesombongan seperti itu akan makin nampak di lingkungan orang-orang yang sudah masuk proses kematian. Kalau orang bangga dengan ilmunya, bangga dengan gelarnya, bangga dengan penampilannya, bangga dengan duitnya, dia akan makin kelihatan.
Jadi kalau kita masih memiliki optimisme hidup yang didasarkan pada fasilitas dunia, berarti kita membuka diri diformat oleh dunia. Di mana cara berpikir kita ditopang oleh filosofi-filosofi hidup dunia. Berhubung karena pola pikir kita ini rata-rata sudah rusak, maka satu per satu harus kita patahkan. Kita ganti dengan format baru, yaitu Alkitab, supaya pola pikirnya baru. Pola pikir ini sama dengan suara hati atau nurani atau suneidesis (συνείδησις); “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Yesus Kristus.” Mudah atau sulitnya mengubah format itu tergantung, pertama, sejauh mana kesesatannya. Yang kedua, seberapa lama telah menguasai diri orang itu. Kalau kita tidak maksa sekali, tidak bisa. Karena di dalam pikiran kita itu sudah terbangun cara berpikir yang tidak sesuai pikiran Tuhan. Dan yang ketiga, daging kita ini masih juga merekam nafsu-nafsu yang belum habis.
Itu sebabnya Paulus pun berjuang, bagaimana dia melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak Allah, ia katakan, "Aku tahu apa yang baik, yang jahat kulakukan." Itu bukan pengalaman Paulus sebelum bertobat, melainkan sesudah bertobat. Karena sebelum bertobat, Paulus mengatakan, "Jika ditinjau dari Taurat, aku tidak bercacat." Jadi, kalau soal kelakuan sesuai hukum, dia tidak bercacat. Sehingga, pergumulan itu bukan pergumulan mengenai hukum, tetapi pergumulan antara nurani ilahi dan nurani duniawi. Nurani duniawi atau nurani manusia tidak bisa mencapai kesucian Allah jika hanya ditopang oleh hukum. Kristen yang benar adalah di mana kita diajar bahwa dunia bukan rumah kita dan ada rongga kosong dalam jiwa kita yang hanya bisa diisi oleh Allah. Dan sesuai dengan apa yang Tuhan Yesus ajarkan, “Kamu harus sempurna seperti Bapa di surga.” Lalu, “Tinggalkan segala sesuatu kalau mau menjadi murid-Ku.”
Masalahnya, kalau kita tidak segera berubah, maka kita akan kehabisan kesempatan. Waktu kita akan habis. Kalau kesempatan telah habis, terlambat sudah. Pada waktu di ujung maut, kita baru menyesal, namun sudah tidak bisa. Jadi, kita dibenarkan itu setelah menerima firman dan mau diformat oleh Tuhan melalui logos dan rhema. Roh Kudus akan mengingatkan melalui doa dan pengharapan. Jadi, kalau saat ini kita membaca atau mendengar firman, dan setelah selesai kita menghadapi masalah, Roh Kudus pasti bicara. Maka Allah bekerja dalam segala hal. Di sini, rhema muncul. Jadi, tidak ada rhema tanpa masalah, atau pada umumnya, rhema muncul ketika ada masalah. Ketika emosi, perasaan, bahkan tubuh kita terlibat dalam masalah disitu rhema diperdengarkan.
Doa membuat kita ditulari oleh hadirat Tuhan, dan kesucian-Nya. Pengharapan ada saat kita berani memilih Kerajaan Surga, sebab kita percaya bahwa di balik kematian itu indah. Karena itu, Tuhan menyediakan rumah buat kita sebab bumi ini tidak menyenangkan. Namun perlu diingat bahwa proses format yang benar itu menyakitkan; hal yang tidak enak didengar dan tidak enak dialami, bisa menjenuhkan serta memusingkan. Tetapi, hari ini kita mau mengambil keputusan untuk memberi diri diformat Tuhan. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan. Kita masih punya waktu yang entah sampai kapan. Akan tetapi apabila tenaga, pikiran, uang, dan waktu kita sia-siakan, maka kita pasti akan menyesal. Jangan harap kebahagiaan dari dunia ini.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ABRAHAM DIBENARKAN KARENA IMAN, YANG ARTINYA IA BERJUANG AGAR BERKEADAAN BENAR-BENAR SEPERTI YANG ALLAH KEHENDAKI.

Truth Kids 29 Maret 2025 - BAYANGAN
2025-03-30 13:56:26
Ulangan 31:6
” Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”
Sobat Kids, ketika kalian berjalan di tempat terbuka, apakah kalian pernah memperhatikan bayangan dari tubuh kalian? Saat cahaya matahari terhalang, akan terjadi bayangan. Misalnya saat tubuh kita menghalangi cahaya matahari, akan terbentuk bayangan badan kita. Begitu juga saat sebuah pot bunga menghalangi sinar matahari, akan terbentuk bayangan yang menyerupai bentuk pot bunga. Uniknya, bayangan itu akan menempel dengan benda aslinya. Mereka akan selalu bersama. Buktinya saat kita berjalan, bayangan tubuh kita juga ikut berjalan bersama.
Tuhan juga selalu berjalan bersama kita, Sobat Kids. Bahkan di saat-saat yang sulit, saat kita merasa tidak ada yang menemani kita, Tuhan tetap hadir. Tuhan selalu dapat diandalkan dalam segala keadaan. Jangan takut, ya, Sobat Kids. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ingat-ingat ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini, ya. Terutama ketika kalian merasa kesepian atau seorang diri.

Truth Junior 29 Maret 2025 - KUAT DAN TEGUH
2025-03-29 17:21:49
Ulangan 31:6
” Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau.”
Musa memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Musa juga yang memimpin bangsa Israel melewati padang gurun untuk menuju ke tanah perjanjian yang dijanjikan oleh Tuhan Allah. Namun, Musa bertambah tua dan tidak mungkin memimpin bangsa Israel selama-lamanya. Oleh sebab itu, kepemimpinan Musa akan digantikan Yosua. Saat harus menggantikan Musa, seorang pemimpin yang hebat, Yosua mengalami takut dan gentar. Apakah ia mampu memimpin bangsa Israel yang keras kepala? Apakah ia sanggup melawan bangsa-bangsa lain yang menjadi musuh bangsa Israel?
Firman Tuhan disampaikan beberapa kali kepada Yosua, “Kuatkan dan teguhkanlah hatimu!” Itulah yang Tuhan firmankan kepada Yosua. Tuhan berjanji kepada Yosua untuk menyertainya asalkan ia tetap berjalan sesuai dengan perintah-Nya. Tuhan Allah yang disembah bangsa Israel adalah Tuhan yang dapat diandalkan. Ketika Ia berjanji, pastilah Tuhan akan menggenapinya. Dari kisah di Alkitab, kita tahu bahwa Yosua berhasil memimpin bangsa Israel memasuki tanah Kanaan.
Sobat Junior, Tuhan selalu berjalan bersama kita, bahkan di saat-saat yang sulit. Jangan takut, Dia tidak pernah meninggalkan kita.

Truth Junior 29 Maret 2025 (English Version)- TRUE FRUIT
2025-03-29 17:18:25
“Likewise, every good tree bears good fruit, but a bad tree bears bad fruit. A good tree cannot bear bad fruit, and a bad tree cannot bear good fruit. Every tree that does not bear good fruit is cut down and thrown into the fire. Thus, by their fruit you will recognize them.” (Matthew 7:17-20)
Matthew 7:17-20 reminds us that a good tree will always bear good fruit. Similarly, if we truly live in God, the fruit we produce will reflect His character. No one can fake true fruit. A person may try to manipulate the outward appearance of their life to seem good, but in the end, the quality of that fruit will never be the same as the fruit produced by a life deeply rooted in Christ.
Oftentimes, we see people who appear good on the outside but are actually hypocritical. They may seem righteous in certain situations, but when faced with real life challenges, their true nature is revealed. Only those who genuinely live according to God’s will can endure and continue bearing good fruit, even in difficult times.
We cannot manipulate our fruit or pretend to be good just to appear righteous in front of others. A life that bears good fruit is the result of a deep relationship with God and perseverance in following His path. Over time, the fruit of our lives will reveal who we truly are—whether we live according to God’s principles or simply follow worldly standards. Therefore, let us live with integrity and produce true fruit that glorifies God.
WHAT TO DO:
1. Examine yourself—are you bearing fruit? Don’t focus on others.
2. Always acknowledge your mistakes before God and strive to improve.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 19-21

Truth Youth 29 Maret 2025 - BUAH YANG SEJATI
2025-03-29 17:15:32
”Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.” (Matius 7:17-20)
Matius 7:17-20 mengingatkan kita bahwa pohon yang baik pasti menghasilkan buah yang baik. Begitu juga dengan kehidupan kita, jika kita benar-benar hidup dalam Tuhan, buah yang kita hasilkan akan mencerminkan karakter-Nya. Tidak ada yang bisa berpura-pura dalam menghasilkan buah yang sejati. Manusia yang mencoba memanipulasi buah kehidupannya mungkin bisa terlihat baik untuk sementara, tetapi kualitas buah tersebut tetap tidak akan sama dengan buah yang dihasilkan oleh kehidupan yang sungguh-sungguh berakar dalam Kristus.
Sering kali kita melihat orang yang tampak baik di luar, namun kenyataannya mereka hanyalah munafik. Mereka mungkin bisa bertahan dalam situasi tertentu, tetapi ketika menghadapi ujian hidup yang sebenarnya, sifat asli mereka akan terlihat. Hanya orang yang benar-benar hidup sesuai dengan kehendak Tuhan yang mampu bertahan dan tetap menghasilkan buah yang baik, meskipun dalam keadaan sulit.
Kita tidak bisa memanipulasi buah atau berpura-pura menjadi orang yang baik hanya untuk tampak benar di mata orang lain. Kehidupan yang berbuah baik adalah hasil dari hubungan yang mendalam dengan Tuhan dan ketekunan dalam mengikuti jalan-Nya. Seiring waktu, buah kehidupan kita akan menunjukkan siapa kita sebenarnya, apakah kita hidup sesuai dengan prinsip Allah atau hanya mengikuti standar dunia. Oleh karena itu, marilah kita hidup dengan integritas, menghasilkan buah yang sejati yang memuliakan Tuhan.
WHAT TO DO:
1.Belajar menyoroti diri, apakah berbuah? Jangan menyoroti orang lain
2.Selalu akui kesalahanmu di hadapan Tuhan dan mau berbenah
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 19-21

Renungan Pagi - 29 Maret 2025
2025-03-29 15:04:33
Kita harus tulus dan tidak munafik dalam kesaksian-kesaksian, ketika bersaksi tujuannya bukan untuk membuktikan bahwa kita lebih hebat dari orang lain dan ingin mencari pujian dari manusia, tetapi dalam kesaksian, tujuannya supaya hanya nama Tuhan saja yang dimuliakan.
Jangan menjadi orang percaya yang munafik dalam setiap kesaksian, karena hanya membesarkan peristiwa-peristiwa supaya orang dapat menganggap betapa hebatnya kita, tapi biarlah dalam ketulusan bersaksi karena mau memuliakan Tuhan, mau menyatakan betapa hebat dan dahsyatnya Tuhan kita.

Quote Of The Day - 29 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-29 15:01:22
Kita harus membawa diri kita ke puncak kekristenan, setinggi-tingginya keberkenanan, kesucian.

Mutiara Suara Kebenaran - 29 Maret 2025
2025-03-29 14:55:50
Kalau kita mengaku percaya kepada Tuhan Yesus, kita harus percaya juga akan apa yang Tuhan katakan, "Di rumah Bapa-Ku ada banyak tempat tinggal."

MUST NOT BE OPTIMISTIC - 29 Maret 2025 (English Version)
2025-03-29 14:52:44
It turns out that one of the keys to life is that we must not be optimistic when viewing life based on worldly facilities. Or to put it more bluntly, we must be pessimistic about this world. Even if we succeed in our careers, own a luxurious private home, have large savings, and run a continuously growing company with increasing profits, these should not be considered guarantees of happiness. Optimism is the attitude or belief that the future will be better, that things will go according to plan, leading to success and happiness. However, in reality, nothing in this world can truly bring us happiness because, in the end, everything we possess will disappear.
Therefore, we must have the courage to arm our minds with this understanding. Otherwise, we will never become spiritual, and as a result, the world will shape us. Whatever we achieve and whatever we own are not guarantees of true fulfillment. In general, people fill their lives with studies, careers, and various pursuits in search of happiness. But in truth, none of these things bring genuine happiness. Why? There are three reasons:
1. Everyone will inevitably die.
2. We do not know when that time will come.
3. There is an empty void in our souls that only God can fill.
So, do not think that having a private house will make you happy, that owning a car will bring happiness, that finding a life partner will make you happier, or that having children will complete your happiness. No! However, it is not wrong to have these things. But if we do possess them, we must dedicate them to an eternal life beyond this world. Our optimism should be placed in the New Heaven and New Earth, not in this earthly life. If our optimism is focused on this world, inevitably, people will build their kingdoms here. Changing this way of thinking is not easy because our minds have been conditioned by worldly perspectives. As a result, our thoughts are inevitably directed toward this present world. Consequently, the world beyond the grave is often seen as dark, uncertain, mysterious, and terrifying.
In fact, if we claim to believe in the Lord Jesus, we must also believe in what the Lord said, "In My Father's house are many mansions." So if we do not put our hope in the house promised by the Lord Jesus, it means we do not believe. In the beginning, God created the heavens and the earth, He created everything perfectly. A very ideal world to live in and enjoy. But in Genesis 3, it is told that humans fell into sin. So the earth is no longer a comfortable place to live. The world is no longer ideal, no longer promising. The Bible says the earth is cursed and produces thorns and thistles. This clearly indicates that the world is no longer a place of comfort, and human beings must toil and sweat for their survival. Then, in Genesis 12, God initiated a new plan. He called upon a man named Abraham, who would become the father of all believers.
Here, a new hope emerges—Abraham was called to discover a new world. Hebrews 11:8 states, "By faith, Abraham obeyed when he was called to go to a place he would later receive as his inheritance. He went out, not knowing where he was going." No matter how advanced the Sumerian valley was, where Abraham came from—specifically the city of Ur—it was nothing compared to a country with firm foundations, designed and built by God Himself. It must be perfect, just like God's original creation. From the moment Abraham left Ur of the Chaldeans, he became a foreigner and a wanderer on the earth. The following verses declare, "For those who say such things declare plainly that they seek a homeland. And truly, if they had been thinking of the country they had left, they would have had an opportunity to return. But now they desire a better homeland, that is, a heavenly one. Therefore, God is not ashamed to be called their God, for He has prepared a city for them."
God is not ashamed. This is an important statement. Why? Because Abraham demonstrated his stature as a sojourner who staked his entire life on this. But if a person still has a natural optimism about life, then God is ashamed—meaning, He does not acknowledge them. However, many people still have optimism about life in this world because that is how it naturally is. Yet, if we are optimistic about this world, it means we are attached to it. Therefore, those who have experienced heartbreak from this world will be more moldable.
ONE OF THE KEYS TO LIFE IS THAT WE MUST NOT BE OPTIMISTIC WHEN VIEWING LIFE BASED ON WORLDLY FACILITIES.

SUDAH MERASA CUKUP - 29 Maret 2025
2025-03-29 14:40:54
Kalau kita punya Tuhan Yesus dan Bapa di surga yang mempunyai segala kuasa, kemuliaan, dan Kerajaan, maka mestinya kita sudah merasa cukup. Jadi, kalau kita tidak merasa cukup, berarti kita tidak menghargai Dia. Sejatinya, kita mau apa lagi? Dunia ini hanya sementara. Dan kita punya Bapa yang menopang kita. Dia membela kita, namun bukan berarti lalu semua jalan jadi lancar, ekonomi membaik dan tidak punya musuh. Tidak! Justru banyak masalah. Orang yang memusuhi kita malah seperti menang. Kita bisa ditindas. Cara Allah membela kita, bisa dengan mengizinkan ada musuh yang jahat, karena Tuhan mau perbaiki karakter kita. Tuhan tahu bagaimana memperbaiki karakter kita. Jadi, sebenarnya ikut Tuhan Yesus itu berat.
Sehingga, tidak heran kalau di Lukas 14:28-30, Tuhan berkata, "Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya." Jadi, apa pun yang terjadi dalam hidup kita, itu harus diterima sebagai pembelaan Tuhan, supaya kita bisa masuk langit baru bumi baru. Dan Tuhan tidak membuat masalah kita selesai dengan mudah. Namun Dia pegang tangan kita dan hiburkan kita. Cukup karena proses itu harus terjadi. Orang tua yang baik, akan paksa anaknya sekolah. Dan waktu anaknya mengalami kesulitan, orang tua pasti menolong dan memberi semangat, namun tidak mempermudah.
Kalau kita melihat kekekalan, maka masalah-masalah yang kita hadapi hari ini ternyata tidak ada artinya. Tuhan berkata, “kumpulkan harta di surga, bukan di bumi. Di bumi, ngengat dan karat merusak, pencuri bisa membongkar serta mencurinya.” Berarti Tuhan mau kita selalu berfokus pada langit baru bumi baru dan memperhatikan apa yang tidak kelihatan yaitu mengutamakan hal-hal rohani. Kalau orang sudah biasa bergaul dengan Tuhan, maka ketika ia berada di tengah-tengah bencana, ia akan tetap tenang karena ia yakin Tuhan bersamanya. Ia tidak akan berteriak, “Oh Tuhan tolong, oh Tuhan tolong! Kenapa begini?" Dia cuma diam, dan berbisik, "Oh Tuhan." Bahkan sampai nanti di ujung maut, kita tahu pasti dijemput.
Namun sejujurnya, pasti di antara kita masih ada yang takut, masih tidak jelas dan tidak mampu membidik Tuhan. Itu terjadi karena kita tidak membangun manusia batiniah dan logika rohani yang baik. Jadi, kita tidak boleh terjebak seperti kebiasaan banyak gereja yang hanya bicara mengenai kuasa Tuhan yang dialami oleh jemaat melalui doa pendeta atau orang-orang tertentu. Dan jemaat menjadi lumpuh rohani karena bergantung kepada doa, mukjizat yang didoakan pendeta-pendeta. Sebaliknya, kita tidak boleh lagi mengharapkan hal tersebut. Yang kita harapkan adalah pengertian akan kebenaran yang memberikan tuntunan bagaimana bergaul dengan Allah, sang sumber mukjizat itu.
Oleh sebab itu, ketika kita bergaul dengan Tuhan, yang kita persoalkan bukan kuasa-Nya, melainkan perasaan-Nya. Seperti seorang anak ketika masih kanak-kanak, bagaimana memanfaatkan orang tua untuk kesenangannya. Namun ketika anak sudah dewasa, dia tidak mempersoalkan lagi bagaimana memanfaatkan orang tua untuk kesenangannya, tetapi bagaimana berbuat sesuatu untuk kesenangan orang tua. Dan Tuhan Yesus akan membimbing kita menjadi seperti diri-Nya, untuk bisa menyenangkan hati Bapa. Kenapa? Karena Dia menjadi Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa. Kita sudah harus dewasa sebab dunia sudah mau berakhir. Kita tidak lagi mempersoalkan kuasa Tuhan, yang sudah pasti dijaminkan untuk kita. Sekarang yang harus kita persoalkan adalah bagaimana kehendak dan rencana-Nya, yang harus kita pahami dan kita penuhi. Dengan cara demikian, kita membawa diri kita ini menjadi orang yang ada di pihak Tuhan.
Ironis, mereka merasa kalau sudah bisa menggunakan kuasa Tuhan berarti mereka di pihak Tuhan. Padahal hanya karena mereka tahu kalau orang percaya tidak boleh memakai dukun atau kuasa gelap. Ini bahasa agama pada umumnya, yang mau membela agamanya dan membuktikan kebenaran agamanya dengan kuasa-Nya yang bisa dikampanyekan dan dipertontonkan. Itu eksploitasi, pemanfaatan dan oportunis. Mirisnya, itulah yang sekarang terjadi di banyak tempat. Sehingga tanpa sadar, kita pun tergiring, terkondisi begitu. Bukan tidak boleh berkata, “Allah kita heran dan besar” Boleh! Memang Allah itu besar dan heran. “Mukjizat masih ada. Dia baik, sungguh baik.” Bukan tidak boleh, namun sikap hati kita harus benar. Bukan karena kita mau ‘memakai’ kuasa-Nya. Sekarang sudah saatnya kita itu mengerti kehendak-Nya.
Bahasa agama untuk membuktikan Allahnya benar adalah dengan kebesaran-Nya, dan kekuatan-Nya. Jika perlu, dibantu menunjukkan itu ke orang lain. Kalau Kristen tidak demikian. Kita harus bersaksi dengan perbuatan, ditampar pipi kanan beri pipi kiri, teraniaya pun tetap bertahan. Jadi, sebagai orang Kristen yang dewasa, kita tidak lagi menuntut mukjizat. Kalau mau sembuh, jaga pola makan dan pola hidup yang baik. Kalau mau kecukupan, kerja keras, jujur dan tekun. Namun demikian, kalaupun kita tidak memiliki kelimpahan, tidak masalah, sebab hidup kita yang sekarang ini hanya sementara.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU KITA PUNYA TUHAN YESUS DAN BAPA DI SURGA YANG MEMPUNYAI SEGALA KUASA, KEMULIAAN DAN KERAJAAN, MAKA MESTINYA KITA SUDAH MERASA CUKUP.

Bacaan Alkitab Setahun - 29 Maret 2025
2025-03-29 14:31:59
Hakim-hakim 1-2

Truth Kids 28 Maret 2025 - IGLOO
2025-03-28 19:26:26
Mazmur 18:2-3
”Ia berkata: ”Aku mengasihi Engkau, ya TUHAN, kekuatanku! Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku.”
Setiap wilayah memiliki bentuk rumah masing-masing. Bahan yang digunakan dari setiap daerah juga bermacam-macam, Sobat Kids. Ada yang terbuat dari batu, kayu, tumbuh-tumbuhan, bahkan dari es. Ada pun bahan yang dipakai untuk membuat rumah, besar atau kecilnya luas rumah tidak menjadi masalah. Rumah adalah tempat kita berlindung dari teriknya sinar matahari, basah dari hujan yang turun, dan berlindung dari bahaya di luar rumah.
Apa rasanya jika kita tinggal di dalam sebuah igloo, ya? Igloo adalah sebutan untuk rumah yang terbuat dari es atau tumpukan salju. Biasanya orang dari suku Inuit dan Eskimo yang tinggal di dalam igloo. Walaupun terbuat dari es atau salju, orang yang berada di dalam igloo dapat merasa lebih hangat daripada di luar. Orang-orang suku Inuit dan Eskimo yang sedang berburu juga beristirahat di dalam igloo sebelum melanjutkan perjalanannya. Di dalam igloo, mereka dapat berlindung dari serangan hewan buas.
Sobat Kids, Tuhan adalah tempat berlindung yang kokoh dalam segala situasi. Seperti kita berlindung di dalam rumah, kita juga dapat berlindung dalam Tuhan. Tuhan akan menjagai setiap langkah kita jika kita dekat kepada-Nya. Pasti kita akan aman dalam perlindungan Tuhan.

Truth Junior 28 Maret 2025 - GUNUNG BATU
2025-03-28 19:22:39
Mazmur 18:2-3
”Ia berkata: ”Aku mengasihi Engkau, ya TUHAN, kekuatanku! Ya TUHAN, bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku, gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku.”
Sebelum menjadi raja, Daud mengalami pengalaman dikejar-kejar oleh musuh, bahkan sempat dikejar oleh raja Saul juga. Ia tahu bagaimana rasanya ketika harus sembunyi dalam gua-gua. Rasa takut dan khawatir menyelimuti perasaannya, namun Daud tetap bersandar kepada Tuhan. Ia menyerahkan segala rasa takut dan khawatirnya kepada Tuhan.
Ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini merupakan nyanyian syukur Daud atas kemenangan yang ia peroleh. Daud sadar bahwa kemenangan yang ia raih adalah berkat pertolongan dari Tuhan, sebab Tuhanlah yang menjadi sumber kekuatannya. Tuhan juga merupakan tempat ia berlindung, oleh sebab itu Tuhan diumpamakan sebagai gunung batu, tempat pertahanannya.
Sobat Junior, beberapa hari lalu kita sudah belajar bahwa Tuhan tidak berubah, dari dahulu, sekarang, sampai selama-lamanya. Seperti Daud yang menjadikan Tuhan sebagai gunung batunya, kita juga dapat menjadikan Tuhan sebagai gunung batu kita. Tuhan adalah tempat berlindung yang kokoh dalam segala situasi. Percayalah, kamu selalu aman bersama dengan-Nya.

Truth Youth 28 Maret 2025 (English Version) - BEARING FRUIT FOR GOD
2025-03-28 19:01:47
“This is to my Father’s glory, that you bear much fruit, showing yourselves to be my disciples.” (John 15:8)
John 15:8 teaches us that when we bear much fruit, we glorify God. Our main purpose on earth is to bear fruit for Him, which means our lives should produce results that honor the Lord. This fruit is not just seen in our actions but also in a heart and character that become more like Christ. God delights when we grow in faith and obedience. Every process of transformation we experience—whether through trials or spiritual growth—is God’s way of shaping us into true disciples.
Bearing fruit isn’t just about visible achievements; it’s about the quality of life that reflects God’s love, patience, and forgiveness.
When our lives bear fruit, we become living testimonies of God’s power and love. God wants us to keep growing, drawing closer to Him, and producing more fruit for His kingdom. The successes and joys we achieve in life are blessings from God, but what matters most is whether we have borne fruit for Him, according to His will.
By continuing to grow and produce spiritual fruit, we glorify His name. That is the ultimate purpose of our lives. When we live this way, our lives become meaningful and eternal. God calls us to be disciples who bear fruit that pleases Him.
WHAT TO DO:
1. Start practicing obedience in small things.
2. Focus on personal transformation.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 17-18

Truth Youth 28 Maret 2025 - BEARING FRUIT FOR GOD
2025-03-28 18:59:43
“This is to my Father’s glory, that you bear much fruit, showing yourselves to be my disciples.” (John 15:8)
John 15:8 teaches us that when we bear much fruit, we glorify God. Our main purpose on earth is to bear fruit for Him, which means our lives should produce results that honor the Lord. This fruit is not just seen in our actions but also in a heart and character that become more like Christ. God delights when we grow in faith and obedience. Every process of transformation we experience—whether through trials or spiritual growth—is God’s way of shaping us into true disciples.
Bearing fruit isn’t just about visible achievements; it’s about the quality of life that reflects God’s love, patience, and forgiveness.
When our lives bear fruit, we become living testimonies of God’s power and love. God wants us to keep growing, drawing closer to Him, and producing more fruit for His kingdom. The successes and joys we achieve in life are blessings from God, but what matters most is whether we have borne fruit for Him, according to His will.
By continuing to grow and produce spiritual fruit, we glorify His name. That is the ultimate purpose of our lives. When we live this way, our lives become meaningful and eternal. God calls us to be disciples who bear fruit that pleases Him.
WHAT TO DO:
1. Start practicing obedience in small things.
2. Focus on personal transformation.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 17-18

Truth Youth 28 Maret 2025 - BERBUAH UNTUK ALLAH
2025-03-28 18:50:13
”Dalam hal inilah Bapa-Ku dipermuliakan, yaitu jika kamu berbuah banyak dan dengan demikian kamu adalah murid-murid-Ku.” (Yohanes 15:8)
Yohanes 15:8 mengajarkan kita bahwa dengan berbuah lebat, kita memuliakan Allah. Tujuan utama hidup kita di bumi adalah berbuah bagi-Nya, yang berarti hidup kita harus menghasilkan buah yang memuliakan Tuhan. Buah ini tidak hanya tercermin dalam tindakan kita, tetapi juga dalam perubahan hati dan karakter yang semakin menyerupai Kristus. Tuhan sangat senang ketika kita bertumbuh dalam iman dan ketaatan. Setiap proses perubahan yang kita alami, baik itu melalui rintangan atau pertumbuhan rohani, adalah cara Tuhan membentuk kita menjadi murid yang sah. Berbuah lebat bukan hanya soal hasil yang tampak di luar, tetapi juga tentang kualitas hidup yang mencerminkan kasih, kesabaran, dan pengampunan Tuhan.
Ketika hidup kita berbuah, maka kita menjadi saksi hidup tentang kuasa dan kasih Tuhan. Tuhan menginginkan kita untuk terus bertumbuh, semakin dekat dengan-Nya, dan semakin banyak menghasilkan buah bagi Kerajaan-Nya. Semua yang kita capai dalam hidup ini, seperti kesuksesan atau kebahagiaan, adalah tambahan yang Tuhan berikan sebagai berkat. Namun, yang lebih penting adalah apakah kita telah berbuah bagi Allah, sesuai dengan kehendak-Nya?
Dengan terus bertumbuh dan menghasilkan buah rohani, berarti kita memuliakan nama-Nya. Itulah tujuan utama hidup kita, dan ketika kita hidup demikian, hidup kita menjadi bermakna dan kekal. Tuhan memanggil kita untuk menjadi murid yang menghasilkan buah yang berkenan di hati-Nya.
WHAT TO DO:
1.Belajar taat dulu dari hal kecil
2.Jadikan perubahan sebagai fokus
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 17-18

Renungan Pagi - 28 Maret 2025
2025-03-28 17:32:52
Melayani pekerjaan Tuhan bukan sekedar kewajiban, bukan sekedar rutinitas, tetapi melayani justru karena mengerti kasih setia Tuhan, kebaikan Tuhan, dan mengerti bahwa kita sudah diselamatkan.
Karena Tuhan sudah menyelamatkan, maka harus menjadi saksi, menjadi berkat dan terang, bahkan melalui kita orang lain dapat diselamatkan.
Melayani pekerjaan Tuhan diperlukan keintiman dengan Tuhan, mengerti kasih setia Tuhan, kebaikan Tuhan dan mengerti bahwa kita sudah diselamatkan melalui pekerjaan Tuhan yang dahsyat dalam Yesus Kristus.

Quote Of The Day - 28 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-28 17:31:47
Kesepakatan dengan Tuhan menempatkan orang percaya untuk tidak ada yang boleh disisakan untuk dirinya.

Mutiara Suara Kebenaran - 28 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-28 17:34:30
Apa pun yang terjadi dalam hidup kita, itu harus diterima sebagai pembelaan Tuhan, supaya kita bisa masuk langit beu bumi baru.

ALREADY FEELING ENOUGH - 28 Maret 2025 (English Version)
2025-03-28 17:26:23
If we have the Lord Jesus and the Father in heaven, who holds all power, glory, and the Kingdom, then we should already feel enough. So, if we do not feel enough, it means we are not appreciating Him. In reality, what more do we want? This world is only temporary. And we have a Father who upholds us. He defends us, but that does not mean everything will go smoothly, the economy will improve, and we will have no enemies. No! Instead, there will be many challenges. Those who oppose us may even seem victorious. We may be oppressed. God's way of defending us may involve allowing wicked enemies because He wants to refine our character. God knows how to shape our character. So, in truth, following the Lord Jesus is difficult.
That is why, in Luke 14:28-30, the Lord says, "For which of you, desiring to build a tower, does not first sit down and count the cost, whether he has enough to complete it? Otherwise, when he has laid a foundation and is not able to finish, all who see it begin to mock him, saying, ‘This man began to build and was not able to finish.’” Therefore, whatever happens in our lives must be accepted as God's way of defending us so that we can enter the new heaven and new earth. And God does not make our problems easy to solve. However, He holds our hand and comforts us. That is enough because this process must take place. A good parent will insist that their child go to school. And when the child faces difficulties, the parent will surely help and encourage them, but they will not make it easier.
If we focus on eternity, then the problems we face today turn out to be insignificant. The Lord says, “Store up treasures in heaven, not on earth. On earth, moths and rust destroy, and thieves break in and steal.” This means God wants us to always focus on the new heaven and new earth, paying attention to what is unseen—prioritizing spiritual matters. If someone is used to hanging out with God, then even when they are in the midst of disaster, they will remain calm because they are certain that God is with them. They will not cry out, "Oh Lord, help! Oh Lord, help! Why is this happening?" Instead, they will simply remain silent and whisper, "Oh Lord." Even when they reach the end of their life, they will know with certainty that they will be picked up.
However, honestly, some of us may still feel afraid, uncertain, and unable to fully focus on God. This happens because we have not built our inner spiritual being and spiritual logic well. Therefore, we must not fall into the habit of many churches that only talk about God’s power as experienced by congregants through the prayers of pastors or certain individuals. As a result, the congregation becomes spiritually paralyzed because they rely on prayers and miracles performed by pastors. Instead, we must no longer expect such things. What we should seek is an understanding of the truth that provides guidance on how to relate to God, the source of miracles.
Therefore, when we associate with God, what we should be concerned about is not His power, but His feelings. Just like a child—when they are still young, they seek to take advantage of their parents for their own pleasure. But when the child matures, they no longer think about how to use their parents for their own benefit; instead, they begin to consider how to bring joy to their parents. In the same way, the Lord Jesus will guide us to become like Himself, to be able to please the Father. Why? Because He became God for the glory of God the Father. We must already be spiritually mature, for the world is coming to an end. We no longer need to question God’s power, which is already assured to us. What we should now be concerned about is understanding and fulfilling His will and His plans. By doing so, we bring ourselves to be people who are on God's side.
Ironically, many think that just because they can access God’s power, they are on His side. But that is only because they know that believers should not turn to shamans or dark forces. This is the typical religious mindset—defending one’s faith and trying to prove its truth through miracles that can be publicized and showcased. That is exploitation, opportunism, and self-interest. Sadly, this is what is happening in many places today. And without realizing it, we too can be influenced and conditioned by this mindset. This does not mean we should not say, “Our God is great and mighty.” Of course, we can! Indeed, God is great and mighty. “Miracles still happen. He is good, truly good.” There is nothing wrong with saying this, but our hearts must be right. Not because we want to "use" His power. Now is the time for us to understand His will.
Many religious groups try to prove their God is real through His greatness and power, even going to great lengths to demonstrate it to others. But Christianity is not like that. We have to testify with our actions, when we are slapped on the right cheek and turn to the left cheek, even when we are persecuted we persist. So, as spiritually mature Christians, we no longer demand miracles. If you want to recover, maintain a good diet and lifestyle. If you seek financial sufficiency, you work hard, honestly, and diligently. However, even if we do not live in abundance, it does not matter, because our life in this world is only temporary.
IF WE HAVE THE LORD JESUS AND THE FATHER IN HEAVEN, WHO HOLDS ALL POWER, GLORY, AND THE KINGDOM, THEN WE SHOULD ALREADY FEEL ENOUGH.

SUDAH MERASA CUKUP - 28 Maret 2025
2025-03-28 17:24:17
Kalau kita punya Tuhan Yesus dan Bapa di surga yang mempunyai segala kuasa, kemuliaan, dan Kerajaan, maka mestinya kita sudah merasa cukup. Jadi, kalau kita tidak merasa cukup, berarti kita tidak menghargai Dia. Sejatinya, kita mau apa lagi? Dunia ini hanya sementara. Dan kita punya Bapa yang menopang kita. Dia membela kita, namun bukan berarti lalu semua jalan jadi lancar, ekonomi membaik dan tidak punya musuh. Tidak! Justru banyak masalah. Orang yang memusuhi kita malah seperti menang. Kita bisa ditindas. Cara Allah membela kita, bisa dengan mengizinkan ada musuh yang jahat, karena Tuhan mau perbaiki karakter kita. Tuhan tahu bagaimana memperbaiki karakter kita. Jadi, sebenarnya ikut Tuhan Yesus itu berat.
Sehingga, tidak heran kalau di Lukas 14:28-30, Tuhan berkata, "Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya." Jadi, apa pun yang terjadi dalam hidup kita, itu harus diterima sebagai pembelaan Tuhan, supaya kita bisa masuk langit baru bumi baru. Dan Tuhan tidak membuat masalah kita selesai dengan mudah. Namun Dia pegang tangan kita dan hiburkan kita. Cukup karena proses itu harus terjadi. Orang tua yang baik, akan paksa anaknya sekolah. Dan waktu anaknya mengalami kesulitan, orang tua pasti menolong dan memberi semangat, namun tidak mempermudah.
Kalau kita melihat kekekalan, maka masalah-masalah yang kita hadapi hari ini ternyata tidak ada artinya. Tuhan berkata, “kumpulkan harta di surga, bukan di bumi. Di bumi, ngengat dan karat merusak, pencuri bisa membongkar serta mencurinya.” Berarti Tuhan mau kita selalu berfokus pada langit baru bumi baru dan memperhatikan apa yang tidak kelihatan yaitu mengutamakan hal-hal rohani. Kalau orang sudah biasa bergaul dengan Tuhan, maka ketika ia berada di tengah-tengah bencana, ia akan tetap tenang karena ia yakin Tuhan bersamanya. Ia tidak akan berteriak, “Oh Tuhan tolong, oh Tuhan tolong! Kenapa begini?" Dia cuma diam, dan berbisik, "Oh Tuhan." Bahkan sampai nanti di ujung maut, kita tahu pasti dijemput.
Namun sejujurnya, pasti di antara kita masih ada yang takut, masih tidak jelas dan tidak mampu membidik Tuhan. Itu terjadi karena kita tidak membangun manusia batiniah dan logika rohani yang baik. Jadi, kita tidak boleh terjebak seperti kebiasaan banyak gereja yang hanya bicara mengenai kuasa Tuhan yang dialami oleh jemaat melalui doa pendeta atau orang-orang tertentu. Dan jemaat menjadi lumpuh rohani karena bergantung kepada doa, mukjizat yang didoakan pendeta-pendeta. Sebaliknya, kita tidak boleh lagi mengharapkan hal tersebut. Yang kita harapkan adalah pengertian akan kebenaran yang memberikan tuntunan bagaimana bergaul dengan Allah, sang sumber mukjizat itu.
Oleh sebab itu, ketika kita bergaul dengan Tuhan, yang kita persoalkan bukan kuasa-Nya, melainkan perasaan-Nya. Seperti seorang anak ketika masih kanak-kanak, bagaimana memanfaatkan orang tua untuk kesenangannya. Namun ketika anak sudah dewasa, dia tidak mempersoalkan lagi bagaimana memanfaatkan orang tua untuk kesenangannya, tetapi bagaimana berbuat sesuatu untuk kesenangan orang tua. Dan Tuhan Yesus akan membimbing kita menjadi seperti diri-Nya, untuk bisa menyenangkan hati Bapa. Kenapa? Karena Dia menjadi Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa. Kita sudah harus dewasa sebab dunia sudah mau berakhir. Kita tidak lagi mempersoalkan kuasa Tuhan, yang sudah pasti dijaminkan untuk kita. Sekarang yang harus kita persoalkan adalah bagaimana kehendak dan rencana-Nya, yang harus kita pahami dan kita penuhi. Dengan cara demikian, kita membawa diri kita ini menjadi orang yang ada di pihak Tuhan.
Ironis, mereka merasa kalau sudah bisa menggunakan kuasa Tuhan berarti mereka di pihak Tuhan. Padahal hanya karena mereka tahu kalau orang percaya tidak boleh memakai dukun atau kuasa gelap. Ini bahasa agama pada umumnya, yang mau membela agamanya dan membuktikan kebenaran agamanya dengan kuasa-Nya yang bisa dikampanyekan dan dipertontonkan. Itu eksploitasi, pemanfaatan dan oportunis. Mirisnya, itulah yang sekarang terjadi di banyak tempat. Sehingga tanpa sadar, kita pun tergiring, terkondisi begitu. Bukan tidak boleh berkata, “Allah kita heran dan besar” Boleh! Memang Allah itu besar dan heran. “Mukjizat masih ada. Dia baik, sungguh baik.” Bukan tidak boleh, namun sikap hati kita harus benar. Bukan karena kita mau ‘memakai’ kuasa-Nya. Sekarang sudah saatnya kita itu mengerti kehendak-Nya.
Bahasa agama untuk membuktikan Allahnya benar adalah dengan kebesaran-Nya, dan kekuatan-Nya. Jika perlu, dibantu menunjukkan itu ke orang lain. Kalau Kristen tidak demikian. Kita harus bersaksi dengan perbuatan, ditampar pipi kanan beri pipi kiri, teraniaya pun tetap bertahan. Jadi, sebagai orang Kristen yang dewasa, kita tidak lagi menuntut mukjizat. Kalau mau sembuh, jaga pola makan dan pola hidup yang baik. Kalau mau kecukupan, kerja keras, jujur dan tekun. Namun demikian, kalaupun kita tidak memiliki kelimpahan, tidak masalah, sebab hidup kita yang sekarang ini hanya sementara.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU KITA PUNYA TUHAN YESUS DAN BAPA DI SURGA YANG MEMPUNYAI SEGALA KUASA, KEMULIAAN DAN KERAJAAN, MAKA MESTINYA KITA SUDAH MERASA CUKUP.

Truth Kids 27 Maret 2025 - MENUNGGU PESAWAT
2025-03-27 21:47:26
Yesaya 40:31
”tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”
Seluruh badan Toni merasa lelah karena duduk hampir satu jam di ruang tunggu bandara udara. Ia dan keluarganya sedang menunggu pesawat yang terlambat mendarat. Toni hendak liburan ke Bali bersama keluarganya, namun pesawat yang mereka tumpangi belum bisa dimasuki. Toni dan seluruh penumpang pesawat tersebut harus menunggu dulu.
Toni berusaha sabar menunggu walaupun ia sudah membayangkan bermain di tepi pantai Kuta. Rasa lelah menunggu mulai datang. Ia pun berusaha menghilangkan rasa kesalnya dengan berdoa. Ia berterima kasih untuk kesempatan bisa liburan dengan keluarganya. Terdengarlah suara pengumuman yang ditunggu-tunggu Toni dan para penumpang lainnya. Mereka sudah bisa menaiki pesawat yang akan membawa mereka ke Bali. Seperti mendapat kekuatan baru, Toni langsung bangkit berdiri dan mengambil tas ranselnya. Ia mulai mengantre untuk masuk dalam pesawat.
Sobat Kids, kalian mungkin juga pernah merasakan lelah menunggu. Sabar, ya. Tunggu jawaban Tuhan dengan sabar, maka Ia akan memberikan kekuatan dan semangat baru kepada kalian. Dengan menantikan Tuhan, kita akan menjadi kuat kembali.

Truth Junior 27 Maret 2025 - KEKUATAN BARU
2025-03-27 21:42:27
Yesaya 40:31
”tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”
Pak Tani yang sudah tua dan renta menghela napasnya. Sesekali ia mengelap keringat yang turun dari dahinya yang sudah keriput. Namun, ia tetap berusaha untuk menarik gerobak hasil panennya. Ia hendak menjual hasil panennya ke kota. Sayangnya, perjalanan dari desa ke kota sangatlah jauh, belum lagi kondisi jalan yang masih berupa jalan setapak dari tanah dan berbatu. Pak Tani hanya hidup berdua bersama istrinya. Istrinya tidak ikut ke kota karena harus mengurus ladang mereka yang tak seberapa luasnya.
Setelah beberapa saat, pak Tani akhirnya harus beristirahat. Ia sudah tidak sanggup menahan lelahnya. Sambil berteduh di bawah pohon rindang, pak Tani berdoa dalam hati. Ia berharap ada orang yang dapat memborong hasil panennya sehingga ia tidak perlu lagi melanjutkan perjalanannya ke kota. Namun, ia tetap menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Tak satu kata keluh kesah yang keluar dari mulutnya. Sejak muda, ia sudah belajar mengucap syukur dalam segala hal.
Setelah beristirahat sejenak, pak Tani pun melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian ada orang yang menyapanya. “Pak, Bapak bawa apa?” tanya orang tersebut. “Oh… ini, Neng, hasil panen saya. Ada banyak sayuran dari hasil ladang saya sendiri. Nanti saya mau jual di kota.” “Wah, kota masih jauh, Pak. Bagaimana saya beli saja? Kebetulan saya mau mengadakan pesta di rumah orang tua saya. Jadi saya tidak perlu belanja lagi di kota,”ujar orang asing itu. “Benar, Neng, mau beli semua hasil panennya? Terima kasih banyak, Neng!” seru pak Tani dengan gembira. Pak Tani seperti mendapatkan kekuatan dan semangat baru.
Sobat Junior, saat kamu lelah, tunggulah Tuhan dengan sabar. Dia akan memberimu kekuatan dan semangat baru.

Truth Youth 27 Maret 2025 (English Version) - STRONG IN TRIALS
2025-03-27 21:39:33
“My brothers and sisters, consider it pure joy whenever you face trials of many kinds, because you know that the testing of your faith produces perseverance. Let perseverance finish its work so that you may be mature and complete, not lacking anything.” (James 1:2-4)
James 1:2-4 teaches us to consider trials as joy because it is through challenges that our faith is tested and strengthened. Just like a tree that withstands strong winds, trials help our spiritual roots grow deeper. In the same way, the difficulties and challenges we face strengthen our faith in God. Without trials, we wouldn’t learn how to persevere in Him. Perseverance is born from a process that is often uncomfortable. However, through it, we learn to surrender and rely on God more fully. Challenges also serve as a way for us to know God’s character—His faithfulness, goodness, and love.
Through trials, our lives begin to bear fruit. Fruits like patience, self-control, and joy emerge because we continue to persevere in faith. Trials are not the end; they are God’s way of shaping us into stronger and more spiritually mature individuals.
Remember, a tree that faces strong winds has deeper and stronger roots compared to a tree that never faces challenges. Likewise, faith that is tested by trials becomes unshakable. Let’s face every challenge with hope, knowing that God is preparing us to not only endure but also to bear abundant fruit in His love.
WHAT TO DO:
1. View trials as stepping stones for growth.
2. Stay faithful and persevere—don’t give up!
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 15-16

Truth Youth 27 Maret 2025 - KUAT DALAM RINTANGAN
2025-03-27 21:34:31
”Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.” (Yakobus 1:2-4)
Yakobus 1:2-4 mengajarkan kita untuk menganggap rintangan sebagai sukacita karena melalui proses itulah iman kita diuji dan menghasilkan ketekunan. Seperti pohon yang ditiup angin, rintangan membuat akar-akarnya semakin kuat mencengkeram tanah. Begitu juga kita sebagai manusia rohani, masalah dan tantangan justru memperkuat iman kita kepada Tuhan. Tanpa rintangan, kita tidak akan memahami bagaimana hidup bertekun dalam Tuhan. Ketekunan lahir dari proses yang sering kali tidak nyaman. Namun, dari situlah kita belajar berserah dan semakin erat menggantungkan hidup kepada Tuhan. Masalah juga menjadi sarana untuk mengenal lebih dalam karakter Allah yang setia, baik, dan penuh kasih.
Melalui rintangan, hidup kita mulai berbuah. Buah-buah seperti kesabaran, pengendalian diri, dan sukacita muncul karena kita terus bertekun dalam iman. Rintangan bukanlah akhir, melainkan sarana bagi Tuhan untuk membentuk kita menjadi pribadi yang lebih kuat dan dewasa secara rohani.
Ingatlah, pohon yang menghadapi angin kencang memiliki akar yang lebih kokoh dibandingkan pohon yang hidup tanpa tantangan. Demikian pula, iman yang diuji oleh rintangan akan lebih teguh dan tak tergoyahkan. Mari jalani setiap tantangan dengan pengharapan, karena Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk menjadi pribadi yang tidak hanya bertahan, tetapi juga berbuah lebat dalam kasih-Nya.
WHAT TO DO:
1.Pikirkan bahwa rintangan adalah batu loncatanmu menjadi dewasa
2.Tetap setia dan bertahan, jangan menyerah ya.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 15-16

Renungan Pagi - 27 Maret 2025
2025-03-27 21:32:36
Setiap detakan waktu ibarat kesempatan emas yang Tuhan berikan untuk kita, waktu selalu bergerak maju dan tidak dapat pernah diputar kembali.
Oleh karena itu, mari kita mau singkirkan setiap kemalasan dalam diri ini, jangan biarkan rasa malas dan kelambanan mengambil kesempatan berharga yang Tuhan berikan kepada kita.

Quote Of The Day - 27 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-27 21:26:43
Hanya Injil yang murni yang bisa mengubah manusia untuk memiliki dinamika batiniah; yaitu pikiran dan perasaan Kristus.

Mutiara Suara Kebenaran - 27 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdonol
2025-03-27 21:25:36
Kehidupan yang menyenangkan hati Tuhan adalah satu pribadi agung yang kita bangun dalam diri kita, sesuai dengan pola-Nya.

MATURITY - 27 Maret 2025 (English Version)
2025-03-27 21:24:27
A life that pleases God is a great person we build within ourselves, according to His pattern. And this is actually a "high-level game." It is a remarkable struggle mechanism in which God grants free will to each individual. Every individual then uses their free will to choose: whether to love and honor their Creator and always do what makes Him smile-or not. To please God, we don’t necessarily have to attend Bible school or become missionaries in remote areas—unless we are called to do so—but in every word we say, every decision we choose, every action and deed we do, truly please God.
Let’s be serious about learning. If life were a territory, there would be broken parts within us that must be repaired through a serious process to reach perfection. There is no easy path to living a life that pleases the Father's heart. There is no shortcut to achieving this. In fact, this is where its beauty and wonder lie. When we finally reach a life that pleases the Father—despite its great difficulty—that is where the beauty is found. We will not take God the Father and our Lord for granted. If achieving a life that pleases the Father were easy, we would not value the greatness of such a life. Anything that can be attained effortlessly loses its worth. If we can barely achieve it with our whole being, how could we ever succeed with only half-hearted effort? In Luke 14:31, the Lord says: "Or what king, when he sets out to meet another king in battle, will not first sit down and consider whether he is strong enough with ten thousand men to face the one coming against him with twenty thousand?"
God wants us to first surrender everything we have, and then He will complete what we lack. To human reasoning, this may seem impossible, but with God, nothing is impossible. As long as we give our all first, then God will help us. This does not follow common logic. We must fight. It’s not just about saying, "Lord, change me." No! We must transform ourselves by striving—by experiencing change through reading the Bible, through the daily events of life, and by sitting quietly at the Lord’s feet. This does not mean we can change ourselves by our own strength. We can’t! It is God who transforms us. However, we must do our part. Unfortunately, many people believe that change happens automatically or easily. This happens when people fail to set the right standard for what it truly means to please God. The standard for pleasing God is extremely high.
In our daily lives—as God's spokespersons, His ambassadors, and open letters—we must speak not only with our mouths, but also through our actions. We are like an open letter, but not our own; rather, we are God’s letter. If we understand this, we will surely be very careful. We do not want our actions to become a stumbling block. Our joy comes when people are touched—not because we intentionally put on a show, but because it happens naturally—and they truly come to understand God's glory through our lives. When we sincerely give advice, sincerely care, sincerely share our bread, and sincerely share our possessions, people will recognize that it is God's hand working through us. It is not about doing good just to receive praise or to make others indebted to us, expecting something in return. No. We do not seek praise or recognition, nor do we demand repayment, not even a word of thanks.
Therefore, if one day we do good, and in return, someone betrays us, we do not need to feel hurt—because we were never doing it for ourselves in the first place. If we still feel pain when we do not receive the rightful gratitude from those we once loved and helped, or worse, if we are repaid with great evil, it means we have not fully healed and have not yet matured. In such moments, we need to draw near to the Great Physician, the Lord Jesus Christ, to learn how to become like Him. Jesus did good to Judas, yet Judas lifted his heel against Him and betrayed Him. He had done good to the Jewish community, but the Jewish community shouted, "Crucify Him!" And what is God's reply? "Forgive them, for they do not know what they do."
This is the noble life as God's children. So, let us not be angry when God processes us. God beautifies our inner being with all the problems that occur. God will choose for us, not only good friends, but God also chooses effective enemies to change our lives. Indeed, there are people we hurt, so that they eventually become enemies. In this case, we are the ones who make the enemies, of course we are the ones at fault. However, if God allows us to meet enemies that are not our fault, it is certainly part of our growth and maturity. And this is how God defends His people.
IN OUR DAILY LIVES-AS GOD'S SPOKESPERSONS, HIS AMBASSADORS, AND OPEN LETTERS-WE MUST SPEAK NOT ONLY WITH OUR MOUTHS, BUT ALSO THROUGH OUR ACTIONS.

PENDEWASAAN - 27 Maret 2025
2025-03-27 21:22:56
Kehidupan yang menyenangkan Tuhan adalah satu pribadi agung yang kita bangun dalam diri kita, sesuai dengan pola-Nya. Dan ini sebenarnya adalah satu ‘permainan tingkat tinggi.’ Yaitu sebuah mekanisme perjuangan yang hebat, di mana Allah memberi kehendak bebas kepada masing-masing individu. Dan setiap individu menggunakan kehendak bebasnya untuk memilih: apakah mengasihi dan menghormati Penciptanya serta selalu melakukan apa yang membuat Dia tersenyum atau tidak. Dan untuk menyenangkan hati Tuhan, kita tidak harus pergi ke sekolah Alkitab, tidak harus menjadi misionaris ke pedalaman—kecuali dipanggil untuk itu—tetapi di setiap kata yang kita ucapkan, setiap keputusan yang kita pilih, setiap tindakan dan perbuatan kita, benar-benar menyenangkan hati Tuhan.
Ayo, kita belajar serius. Kalau diibaratkan sebuah wilayah, ada bagian-bagian yang rusak di dalam hidup kita dan itu harus diperbaiki lewat sebuah proses yang serius untuk mencapai kesempurnaan. Tidak ada jalan mudah untuk mencapai kehidupan yang menyenangkan hati Bapa. Dan tidak ada cara yang cepat untuk mencapai hal ini. Justru disini letak keindah dan keelokannya. Ketika kita mencapai kehidupan yang menyenangkan hati Bapa yang begitu sulit, di situlah indahnya. Jadi, kita tidak akan menganggap murahan Allah Bapa dan Tuhan kita. Kalau kita bisa mencapai kehidupan yang menyenangkan hati Bapa dengan cara mudah, kita tidak akan menghargai keagungan hidup itu. Semua hal yang dapat diraih dengan mudah menjadi tidak berharga. Kalau dengan segenap hidup saja nyaris kita tidak bisa mencapai, apalagi kalau dengan setengah hidup. Dalam Lukas 14:31, Tuhan berkata, "Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang?”
Tuhan mau kita menyerahkan dulu semua yang ada pada kita, maka Tuhan akan melengkapinya. Memang bagi manusia sepertinya ini mustahil, bagi Allah tidak ada yang mustahil. Asal segenapnya kita berikan dahulu, baru Allah akan menolong kita. Ini bukan logika umum. Kita harus berjuang. Bukan hanya diucapan, "Tuhan, ubahkan aku." Tidak! Kita harus mengubah diri kita sendiri dengan berjuang bagaimana mengalami perubahan lewat membaca Alkitab, lewat proses kejadian hidup setiap hari dan lewat duduk diam di kaki Tuhan. Bukan bermaksud seakan-akan dengan kekuatan sendiri kita bisa merubahnya. Tidak bisa! Tuhanlah yang merubah kita. Namun, kita harus memenuhi bagian kita. Sayangnya, banyak orang merasa bahwa secara otomatis atau dengan mudah orang bisa berubah. Hal itu bisa terjadi ketika orang tidak memberikan standar yang benar bagaimana menyenangkan hati Tuhan itu. Sebab standar menyenangkan Tuhan itu tinggi sekali.
Dalam hidup setiap hari—sebagai juru bicara dan duta Tuhan serta surat yang terbuka—kita harus berbicara bukan hanya lewat mulut, namun kelakuan kita pun berbicara. Kita adalah seumpama surat yang terbuka, akan tetapi bukan surat kita sendiri, melainkan surat Tuhan. Kalau kita mengerti hal ini, kita pasti akan sangat berhati-hati. Kita tidak ingin kelakuan kita menjadi batu sandungan. Kebahagiaan kita kalau orang tersentuh—bukan karena kita sengaja buat-buat begitu, tetapi berlangsung alami— dan benar-benar mengerti kemuliaan Tuhan saat melihat hidup kita. Ketika kita tulus menasihati, tulus memperhatikan, tulus membagi roti, tulus membagi harta kita, maka orang akan merasa bahwa ini tangan Tuhan lewat kita. Jadi, bukan sekadar kebaikan agar dipuji atau orang tersebut berutang budi lalu kita berharap mendapatkan balasannya. Tidak. Kita tidak menuntut pujian atau pengakuan, tidak menuntut balas, bahkan tidak menuntut ucapan terima kasih.
Sehingga, suatu kali kalau kita berbuat baik, lalu orang berkhianat kepada kita, kita tidak perlu sakit hati, karena kita bukan berbuat sesuatu untuk diri kita sendiri. Maka jika kita masih merasa sakit hati karena tidak mendapat balasan yang patut dari orang yang dahulu kita sayangi dan tolong, atau justru malah dijahati dengan kejahatan yang begitu rupa, berarti kita masih gagal dan belum sembuh total. Maka kita perlu berdekat dengan Sang Tabib agung, Tuhan Yesus Kristus, untuk belajar bagaimana menjadi seperti Dia. Dia sudah berbuat baik kepada Yudas, tetapi Yudas mengangkat tumitnya, menikam Tuhan Yesus. Dia sudah berbuat baik kepada masyarakat Yahudi, namun masyarakat Yahudi malah berteriak, "Salibkan Dia!" Dan apa balasan Tuhan? "Ampunilah mereka, karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat."
Inilah kehidupan yang agung sebagai anak-anak Allah. Jadi, jangan kita marah waktu diproses Tuhan. Tuhan mempercantik manusia batiniah kita dengan segala masalah yang terjadi. Tuhan akan memilihkan untuk kita, bukan hanya sahabat-sahabat yang baik, namun Tuhan juga memilihkan musuh-musuh yang efektif untuk merubah hidup kita. Memang ada orang-orang yang kita jahati, sehingga akhirnya menjadi musuh. Dalam hal ini, kita yang membuat musuh, tentu kita yang bersalah. Akan tetapi kalau Tuhan mengizinkan kita bertemu musuh-musuh yang bukan karena salah kita, itu pasti pendewasaan. Dan itulah cara Tuhan membela umat-Nya.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
DALAM HIDUP SETIAP HARI—
SEBAGAI JURU BICARA DAN DUTA TUHAN SERTA SURAT YANG TERBUKA— KITA HARUS BERBICARA BUKAN HANYA LEWAT MULUT, NAMUN KELAKUAN KITA PUN BERBICARA.

Bacaan Alkitab Setahun - 27 Maret 2025
2025-03-27 07:08:03
Yosua 19-21

Bacaan Alkitab Setahun - 26 Maret 2025
2025-03-27 07:04:49
Yosua 16-18

Truth Kids 25 Maret 2025 - BERNYANYI
2025-03-26 20:28:18
Mazmur 30:5
”Nyanyikanlah mazmur bagi TUHAN, hai orang-orang yang dikasihi-Nya, dan persembahkanlah syukur kepada nama-Nya yang kudus!”
"Syalala.. nanana.." ucap Jelita dalam hatinya. Ia sedang bernyanyi sendiri dalam hatinya. Jelita sangat senang sekali bernyanyi. Suaranya juga bagus, sehingga ia banyak memenangkan berbagai perlombaan. "Jelita, kamu nyanyi terus, pasti karena kamu merasa suara kamu bagus dan jago nyanyi, ya?" tanya Dini, teman sebangku Jelita di sekolah. "Ya, bukanlah, Din. Aku senang nyanyi karena aku bisa memuji Tuhan. Aku juga bisa mengungkapkan rasa terima kasihku kepada Tuhan lewat lagu-lagu yang aku nyanyikan. Menang kalah dalam lomba sudah hal yang biasa. Aku juga tidak boleh sombong saat jadi juara, karena masih banyak yang lebih hebat dari aku," jawab Jelita dengan lembut.
Sobat Kids, Tuhan tidak memandang bagus atau tidaknya suara kita saat bernyanyi bagi-Nya. Tuhan lebih senang melihat sikap hati kita saat bernyanyi. Dengan hati yang penuh dengan rasa terima kasih, kita bisa bernyanyi untuk Tuhan. Selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik, ya, Sobat Kids.

Truth Junior 26 Maret 2025 - MENANGIS
2025-03-26 20:25:22
Mazmur 30:5
”Nyanyikanlah mazmur bagi TUHAN, hai orang-orang yang dikasihi-Nya, dan persembahkanlah syukur kepada nama-Nya yang kudus!”
Menangis adalah salah satu cara untuk mengungkapkan perasaan. Ada dua kemungkinan emosi yang dirasakan saat seseorang menangis: senang atau sedih. Karena merasa senang akan suatu peristiwa, seseorang dapat menangis. Begitu juga saat seseorang merasa sedih atau kecewa, seseorang dapat menangis. Biasanya setelah menangis, perasaan orang tersebut akan menjadi lebih baik.
Apakah penyebab kalian menangis, Sobat Junior? Banyak alasan yang dapat menyebabkan kita menangis. Menangis itu normal, bahkan laki-laki juga sebenarnya boleh saja menangis. Namun, ada satu hal yang harus kita ingat dan lakukan. Jangan lama-lama menangisnya. Janganlah berlarut-larut dalam kesedihan.
Ketika kalian tidak dapat mengatasi kesedihan yang berlarut-larut, kalian dapat mencari orang yang dapat dipercaya untuk membantu mengatasi rasa sedih kalian. Orang tua, kakak Sekolah Minggu, atau guru di sekolah merupakan orang-orang yang dapat membantu kalian. Selain dari mereka, kita juga dapat mengadu kepada Tuhan. Ingatlah bahwa Tuhan selalu ada menemani kalian. Apa pun yang menjadi kesedihan kalian, ceritakanlah kepada Tuhan melalui doa. Tuhan akan memberikan sukacita setiap pagi. Dia akan selalu setia menguatkan dan menghibur kita. Smile…

Truth Youth 26 Maret 2025 (English Version) - FRUIT OF REPENTANCE
2025-03-26 19:50:56
“Produce fruit in keeping with repentance.” (Matthew 3:8)
When John the Baptist said, “Produce fruit in keeping with repentance” (Matthew 3:8), he wasn’t just telling people to stop sinning. He was emphasizing a change of heart. Repentance is not just about feeling sorry for our mistakes but showing a real transformation in our attitude. As teenagers, we might still struggle with things we regret—laziness, harsh words, or procrastination.
However, God calls us not to stop there. He wants us to change how we live so that others can see the positive impact of our faith.
You may have thought, “I’m just a teenager; what can I do?” But remember, true repentance is a process that can start at a young age. God doesn’t look at age; He looks at a heart willing to change. When we recognize our mistakes and decide to change, that’s when we begin to “bear fruit.”
The fruit of repentance can be seen in small things—apologizing when we’re wrong, helping a friend in need, or greeting someone we usually overlook. Every time we choose to do what’s right, we are growing our “faith tree.” Trust that through these small steps, God is shaping our character for the better.
Remember, repentance is a lifelong journey. Keep striving, even when you stumble. Stay faithful to the process, because every fruit we bear brings glory to His name.
Take a moment to reflect: What small thing can you change today? Don’t delay or wait for the perfect time. Start now, because the sooner we repent, the sooner God can use us. Amen.
WHAT TO DO:
1. Sincerely apologize when you make a mistake.
2. Help a friend or family member without being asked.
3. Learn to make the right decisions, even when it’s hard.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 13-14

Renungan Pagi - 26 Maret 2025
2025-03-26 18:47:34
Orang rajin memang capek, orang rajin memang lelah, tetapi orang rajin pada akhirnya akan menikmati buah kehidupan yang dia kerjakan dengan tangannya sendiri, karena itu kerajinan akan mendatangkan sukacita dimasa depan.
Orang rajin hari-hari ini memang berkeringat dan meneteskan air mata, tapi harinya akan tiba dimana orang rajin akan berterima kasih kepada Tuhan, karena dia bisa mengerjakan semua yang terbaik.

Truth Youth 25 Maret 2024 BUAH PERTOBATAN
2025-03-26 18:42:48
”Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.” (Matius 3:8)
Ketika Yohanes Pembaptis berbicara, “Hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan” (Matius 3:8), dia tidak hanya menantang pendengarnya untuk berhenti berbuat dosa, tetapi juga menekankan perubahan sikap hati. Pertobatan bukan sekadar menyesali kesalahan, namun menunjukkan perubahan nyata dalam sikap kita. Sebagai remaja, mungkin kita masih sering bergumul dengan hal-hal yang kita sesali: sikap malas, perkataan kasar, atau kebiasaan menunda.
Namun, Tuhan memanggil kita untuk tidak berhenti sampai di situ. Ia menghendaki kita mengubah cara kita hidup, sehingga orang lain dapat melihat dampak positif dari iman kita.
Mungkin kita pernah berpikir, “Aku _kan_ cuma remaja, apa yang bisa aku lakukan?” Tapi ingatlah, pertobatan sejati adalah proses yang dapat dimulai sejak kita muda. Tuhan tidak melihat usia, tapi Dia mencari hati yang mau berubah. Ketika kita menyadari kesalahan dan memutuskan untuk berubah, itulah saat kita mulai “berbuah”.
Buah pertobatan bisa terlihat dari hal-hal kecil: mulai dari meminta maaf bila kita bersalah, membantu teman yang kesulitan, atau bertegur sapa dengan orang yang jarang kita perhatikan. Setiap kali kita memutuskan untuk melakukan apa yang benar, kita sedang menumbuhkan “pohon iman” kita. Percayalah, lewat langkah-langkah kecil itu, Tuhan akan membentuk karakter kita semakin baik.
Ingat, pertobatan adalah perjalanan seumur hidup. Teruslah berusaha, meskipun kadang kita jatuh. Tetaplah setia pada proses, karena setiap buah yang kita hasilkan membawa kemuliaan bagi nama-Nya.
Refleksikan sejenak, apa hal kecil yang bisa kamu ubah hari ini? Jangan menunda atau menunggu waktu yang tepat. Mulailah saat ini juga, karena semakin cepat kita bertobat, semakin cepat pula kita dipakai Tuhan. Amin.
WHAT TO DO:
1.Minta maaf dengan tulus saat berbuat salah.
2.Bantu teman atau keluarga tanpa menunggu diminta.
3.Belajar membuat keputusan yang benar, walau sulit.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 13-14

Quote Of The Day - 26 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-26 18:46:16
Untuk mencapai puncak kesalehan yang bisa dicapai, kita sudah harus rela kehilangan segala sesuatu.

Mutiara Suara Kebenaran - 26 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-26 18:29:29
Kalau dunia sangat ekstrem meracuni kita, kita harus sangat ekstrem belajar firman untuk mengalami proses pemulihan dan kesembuhan.

THE CUNNING OF THE HUMAN MIND - 26 Maret 2025 (English Version)
2025-03-26 18:26:35
If we do not dare to focus one hundred percent, we are essentially wasting our time. At the very least, our journey of spiritual maturity will be severely hindered. We must choose to fully follow the Lord Jesus, or not at all. So, if there is an impression that Christianity can be just a part of life or a side pursuit, then that is a deception that does not lead us to the true goal of Christian life, which is salvation. We must choose God completely or not at all. Therefore, for those of us who are willing, let us choose to have only one world—namely the world of our accompaniment to God. We must use the time we have as best we can. For pleasure and socializing with friends who do not bring maturity of faith, we must leave it. We must not be extreme in following the Lord Jesus, but must be very extreme!
We have to experience brainwash, a washed mind, because the world has contaminated and poisoned us with worldly thoughts. As a result, we do not have spiritual logic which is the logic of God's children. And we can get it by hearing the word and sitting quietly at the feet of God every day. Reading the word through spiritual books and daily devotions or listening to sermons on CDs or online media, must be something we absolutely do. Don't watch anything else. Now, we must counteract the pollution and poisoning of our minds by the world with the truth of God's Word. Therefore, the process of changing the mind or transformation must take place every day. And God provides a means that is the core process to change our way of thinking, so that we have spiritual logic.
Later, as we journey through life using spiritual logic, we will encounter the cunning of sinful thoughts—which is, in reality, the cunning of our own minds. Because we possess a certain cleverness in justifying actions that please our flesh and ego, crafting many logical reasons to support them. Here, an internal dialogue takes place-we speak to ourselves. But when we experience the renewal of our minds, we can conquer the deceitfulness of sin in our thoughts, which, at its core, is the deception within our own minds that does not bring joy to God's heart. These cunning thoughts often lead us to the satisfaction of our flesh and ego. It does seem natural because it is very reasonable or very well-founded but misleading.
Ironically, many people cannot hear their own voice. They cannot distinguish between spiritual logic and the worldly logic that has infiltrated and poisoned their minds. We will increasingly recognize that there are considerations and temptations at play. And now, we begin to understand that the Tree of Life and the Tree of the Knowledge of Good and Evil can symbolize this matter. The question is: Which source do we consume more—truth or falsehood? The world has countless ways to poison us. That is why we must be extremely vigilant. If the world is extremely aggressive in poisoning us, we must be just as extreme in learning the Word of God to undergo the process of healing and restoration.
That is why, in John 17:17, the Word of God says, "Sanctify them by the truth; Your Word is truth." We must seek the pure and true Word. In this regard, we should be grateful for all the situations we experience because they allow us to self-reflect. We can question ourselves: "Am I truly righteous? Do I still harbor bad intentions? Do I still have deceitful or shameful motives?" Then the conclusion is: if we are truly on God's side, we don't need to make a fuss, we don't need to be upset. What matters is proving whether we do God's word or not? Do people see us changing? It is not about endless theological debates, which have never reached a conclusion in church history. Instead, pure truth transforms our logic, so that we will understand that the truth that is heard making us know God rightly.
Knowing God rightly means experiencing Him, resulting in a drastic transformation of our lives. It must be drastic. Because if the truth is pure, the change will be extreme—truly extreme. If it only makes someone “good,” that is still doubtful. Because human goodness is often polished from the outside and full of intrigue, hypocrisy, and camouflage. But if it is true goodness, it will be deeply felt. So, let us make God our one and only world—as if, and indeed in reality, we have already ended our earthly journey. Whatever we do—whether eating, drinking, or anything else—do it all for the glory of God. This means that our lives are no longer our own. We no longer do things for ourselves or for anyone else, but only for the glory of God. Our goal is to please Him. And how do we please Him? We must become like Jesus—there is no other way.
WHEN WE EXPERIENCE THE RENEWAL OF OUR MINDS, WE CAN CONQUER THE DECEITFULNESS OF SIN IN OUR THOUGHTS, WHICH, AT ITS CORE, IS THE DECEPTION WITHIN OUR OWN MINDS THAT DOES NOT BRING JOY TO GOD'S HEART.

KECERDIKAN PIKIRAN MANUSIA - 26 Maret 2025
2025-03-26 18:19:58
Kalau kita tidak berani fokus seratus persen, sejatinya kita sedang membuang waktu sia-sia. Paling tidak, perjalanan pendewasaan iman kita sangat terhambat. Kita harus memilih sepenuhnya mengikut Tuhan Yesus, atau tidak sama sekali. Jadi, kalau ada kesan seakan-akan kekristenan bisa menjadi bagian hidup atau sambilan hidup, maka itu adalah penyesatan yang tidak membawa kita kepada tujuan hidup kekristenan kita yang benar yaitu keselamatan. Kita harus memilih Tuhan sepenuhnya atau tidak sama sekali. Oleh sebab itu, bagi kita yang mau, mari kita memilih untuk hanya memiliki satu dunia, yaitu dunia pengiringan kita kepada Tuhan. Waktu yang kita miliki harus kita pergunakan dengan sebaik-baiknya. Untuk kesenangan dan sosialisasi dengan teman yang tidak membawa pendewasaan iman, harus kita tinggalkan. Kita tidak boleh ekstrem dalam mengikut Tuhan Yesus, tetapi harus sangat ekstrem!
Kita harus mengalami brainwash, pikiran yang dicuci, karena dunia telah mengkontaminasi dan meracuni kita dengan pikiran duniawi. Akibatnya, kita tidak memiliki logika rohani yang adalah logika anak Allah. Dan itu bisa kita dapati melalui mendengar firman dan duduk diam di kaki Tuhan setiap hari. Membaca firman melalui buku-buku rohani dan renungan harian maupun mendengar khotbah di CD ataupun media online, harus menjadi hal yang mutlak kita lakukan. Jangan nonton yang lain. Sekarang kita harus mengimbangi keruhnya pikiran jiwa kita oleh kontaminasi, peracunan dari dunia ini dengan kebenaran firman Tuhan. Jadi, proses perubahan pikiran atau transformasi itu harus berlangsung setiap hari. Dan Tuhan menyediakan sarana yang merupakan proses inti untuk mengubah cara berpikir kita, sehingga kita memiliki logika rohani.
Nanti, dalam perjalanan hidup kita mengenakan logika rohani, kita dapat menemukan kecerdikan pikiran dosa, yang sebenarnya kecerdikan pikiran kita sendiri. Sebab kita punya kecerdikan untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan daging dan ego kita dengan banyak alasan yang bisa kita susun. Di situ akan terjadi dialog, kita bicara kepada diri kita sendiri. Dan ketika kita mengalami pembaharuan pikiran, kita bisa menaklukkan kecerdikan-kecerdikan dosa di dalam pikiran kita, yang pada dasarnya itu adalah kecerdikan-kecerdikan pikiran kita yang tidak membuat hati Tuhan disukakan. Kecerdikan-kecerdikan pikiran itulah yang sering membawa kita pada pemuasan daging dan ego kita. Memang terlihat wajar karena sangat reasonable atau sangat beralasan tetapi menyesatkan.
Ironis, banyak orang tidak bisa mendengar suaranya sendiri. Dia tidak bisa membedakan mana logika rohani dan mana logika duniawi yang sudah merasuk dan meracuni pikirannya. Kita akan semakin melihat dan tahu bahwa ada pertimbangan-pertimbangan serta bujukan-bujukan disitu. Dan sekarang kita mulai mengerti bahwa pohon kehidupan dan pohon pengetahuan yang baik dan jahat itu bisa berbicara mengenai hal ini. Sekarang tinggal sumber mana yang paling banyak kita asup: kebenaran atau bukan? Dan dunia ini memiliki begitu banyak fasilitas untuk meracuni kita. Oleh sebab itu, kita harus sangat ekstrem. Kalau dunia sangat ekstrem meracuni kita, kita harus sangat ekstrem belajar firman untuk mengalami proses pemulihan dan kesembuhan.
Itulah sebabnya dalam Yohanes 17:17, firman Tuhan mengatakan, "Kuduskan mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran." Kita harus mencari firman yang benar, yang murni. Dalam hal ini, kita bersyukur atas semua keadaan yang kita alami, karena di situ kita bisa lebih mengoreksi diri. Kita bisa lebih memperkarakan hidup kita: "Aku ini benar tidak? Masih ada niat jahat tidak? Masih ada niat busuk tidak? Masih ada niat yang memalukan tidak?" Lalu kesimpulannya: kalau kita benar-benar di pihak Tuhan, tidak perlu kita ribut, tidak perlu gusar. Yang penting, kita bisa membuktikan apakah kita melakukan firman Tuhan atau tidak? Apakah orang melihat kita berubah? Jadi, bukan dengan kajian perdebatan teologi yang tidak pernah ada titik temunya. Sebab, dalam sejarah gereja, tidak pernah ada titik temu perdebatan-perdebatan teologi. Tetapi *kebenaran yang murni merubah logika, sehingga seseorang akan mengerti bahwa kebenaran yang didengar itu membuat dia mengenal Allah dengan benar.
Mengenal Allah dengan benar yang dimaksud di sini adalah mengalami Tuhan, sehingga hidupnya drastis berubah. Harus drastis. Sebab kalau kebenaran itu murni, maka akan ekstrem perubahannya, benar-benar ekstrem. Sebab, kalau hanya menjadi baik, masih diragukan. Karena kebaikan-kebaikan manusia sering dipoles dari luar saja dan penuh dengan intrik, kemunafikan, serta kamuflase. Namun kalau kebaikan yang benar, akan sangat dirasakan. Jadi, mari kita jadikan Tuhan satu-satunya dunia kita. Sehingga, seakan-akan—dan memang demikian—kita sudah mengakhiri hidup kita, mengakhiri jalan hidup kita. Apa pun yang kita lakukan, baik makan atau minum, atau sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah. Itu berarti sudah selesai hidup kita di situ. Tidak ada sesuatu yang kita lakukan untuk apa dan siapa, namun semua hanya untuk kemuliaan Allah. Artinya, supaya hidup kita menyenangkan Dia. Bagaimana menyenangkan Dia? Harus serupa dengan Yesus. Tidak ada cara lain.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KETIKA KITA MENGALAMI PEMBAHARUAN PIKIRAN, KITA BISA MENAKLUKKAN KECERDIKAN-KECERDIKAN DOSA DI DALAM PIKIRAN KITA, YANG PADA DASARNYA ITU ADALAH KECERDIKAN-KECERDIKAN PIKIRAN KITA YANG TIDAK MEMBUAT HATI TUHAN DISUKAKAN.

Truth Kids 25 Maret 2025 - KESEDIHAN SEMENTARA
2025-03-25 21:59:22
Roma 8:37
”Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita."
Apakah Sobat Kids pernah mengikuti sebuah lomba? Mungkin ada yang pernah mengikuti lomba renang, lomba mewarnai, atau menyanyi. Saat kalian mengikuti sebuah lomba, misalkan lomba renang, apakah boleh mama atau papa kalian yang berenang menggantikan kalian? Tentu saja tidak, bukan?! Walaupun kita ingin menjadi juara, tidak boleh ada orang lain yang menggantikan kita untuk lomba itu. Semua peserta lomba harus mengikuti lomba itu sendiri.
Bagus dan hebat bagi Sobat Kids yang menjadi juara. Bagi kalian yang belum menang, jangan sedih berlama-lama. Merasa sedih sebentar adalah hal yang wajar. Tuhan akan memberikan sukacita baru. Kemenangan yang belum dapat dicapai, bisa mengajarkan kita untuk berusaha lebih baik lagi. Tuhan pasti akan selalu setia menguatkan kita. Selain terus berlatih, salah satu cara lainnya adalah dengan bernyanyi lagu gembira. Kesedihan kalian lama-kelamaan akan menghilang, dan akhirnya menjadi dorongan untuk menjadi lebih baik lagi. Semangat!

Truth Junior 25 Maret 2025 - PERLOMBAAN
2025-03-25 21:54:48
Roma 8:37
”Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.”
Siapa di antara Sobat Junior yang pernah ikut perlombaan? Apa pun lombanya, pasti hanya akan ada satu juara pertama, bukan? Dan untuk dapat menjadi juara satu, pasti harus sungguh-sungguh mempersiapkan dirinya; terus berlatih setiap hari. Jangan berharap kita dapat memenangkan lomba, menjadi juara satu, tanpa mempersiapkan diri sungguh-sungguh.
Dalam kehidupan rohani, kita juga dapat menjadi pemenang, Sobat Junior. Apakah nama perlombanya? Lomba perjuangan iman! Setiap hari, kita seakan-akan seperti dalam lomba untuk mempertahankan iman kita kepada Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat kita satu-satunya. Mengapa dikatakan kita memiliki lomba setiap hari? Karena selama kita hidup di bumi ini, kita harus berjuang untuk mengalahkan semua keinginan daging; keinginan menyenangkan diri kita sendiri. Contohnya saat bangun pagi, kita memaksa diri kita untuk berdoa daripada menarik selimut kembali. Saat besok mau ada ulangan, kita berjuang untuk duduk dan belajar, mempersiapkan diri agar dapat mengerti pelajaran yang mau ulangan. Kedua contoh tersebut adalah perlombaan-perlombaan iman yang perlu kita lalui setiap harinya, Sobat Junior.
Jika kita telah melakukan tanggung jawab kita, Tuhan pasti akan disenangkan. Ia pun akan tersenyum melihat kita berjuang setiap harinya. Semangat!

Truth Youth 25 Maret 2025 (English Version) - WHAT IS THE FRUIT OF THE SPIRIT?
2025-03-25 21:53:01
“But the fruit of the Spirit is love, joy, peace, patience, kindness, goodness, faithfulness, gentleness, and self-control. Against such things, there is no law.” (Galatians 5:22-23)
When we hear the word “fruit,” we might think of something fresh, sweet, and nutritious. But did you know that in our spiritual lives, God also calls us to bear “fruit”? Galatians 5:22-23 talks about the fruit of the Spirit, which is visible evidence that someone is living under the guidance of the Holy Spirit. This fruit doesn’t come from human effort alone but is the result of a close relationship with God.
The fruit of the Spirit consists of nine aspects: love, joy, peace, patience, kindness, goodness, faithfulness, gentleness, and self-control. Each of these aspects reflects the character of Christ that should be evident in our lives. Love is the foundation of everything—a selfless love that mirrors God’s love for us. Joy is not just temporary happiness but a deep gladness that comes from knowing that God is always with us. Peace is an inner calm that surpasses life’s difficulties.
Then, there’s patience, kindness, and goodness—all ways we interact with others, especially in the face of challenges or conflicts. Faithfulness shows our commitment to remain loyal to God and His calling, while gentleness is a humble attitude toward others. Lastly, self-control teaches us to resist worldly temptations and live according to God’s will.
The question is, how can we bear this fruit of the Spirit? The answer is simple: abide in God and let the Holy Spirit work in our lives. Just as a tree needs strong roots to produce fruit, we must be rooted in God’s Word, prayer, and fellowship with other believers.
Let’s reflect: Is the fruit of the Spirit evident in our lives? If not, don’t be discouraged. God always gives us opportunities to grow. By continuously living under the Holy Spirit’s guidance, we will not only bear beautiful fruit but also become a blessing to those around us.
WHAT TO DO:
Live in God, and let Him live in you.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 8-12

Truth Youth 25 Maret 2025 - APA ITU BUAH ROH?
2025-03-25 21:50:34
”Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.” (Galatia 5:22-23)
Kalau kita mendengar kata “buah”, mungkin yang terlintas di pikiran adalah sesuatu yang segar, manis, dan bergizi. Tapi tahukah kamu, dalam kehidupan rohani, Tuhan juga memanggil kita untuk menghasilkan “buah”? Galatia 5:22-23 berbicara tentang buah Roh, yang merupakan bukti nyata seseorang hidup di bawah pimpinan Roh Kudus. Buah ini bukan sesuatu yang muncul karena usaha manusia semata, melainkan hasil dari hubungan yang erat dengan Tuhan.
Buah Roh terdiri dari sembilan aspek: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Masing-masing aspek ini mencerminkan karakter Kristus yang harus tercermin dalam hidup kita. Kasih adalah dasar dari segalanya, sebuah cinta tanpa syarat yang mencerminkan kasih Allah kepada kita. Sukacita bukan sekadar kebahagiaan sesaat, tetapi kegembiraan yang muncul karena kita tahu Tuhan selalu bersama kita. Damai sejahtera adalah ketenangan batin yang melampaui situasi hidup yang sulit.
Lalu ada kesabaran, kemurahan, dan kebaikan—semua ini adalah cara kita berinteraksi dengan orang lain, terutama dalam menghadapi tantangan atau konflik. Kesetiaan menunjukkan komitmen kita untuk tetap setia kepada Tuhan dan panggilan-Nya, sementara kelemahlembutan adalah sikap rendah hati dalam menghadapi orang lain. Terakhir, penguasaan diri mengajarkan kita untuk menahan diri dari godaan duniawi dan tetap hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.
Pertanyaannya, bagaimana kita bisa menghasilkan buah Roh ini? Jawabannya sederhana: tinggal di dalam Tuhan dan membiarkan Roh Kudus bekerja dalam hidup kita. Sama seperti pohon yang memerlukan akar yang kuat untuk menghasilkan buah, kita juga harus berakar dalam firman Tuhan, doa, dan persekutuan dengan sesama orang percaya.
Mari kita merenungkan, apakah buah Roh sudah terlihat dalam hidup kita? Jika belum, jangan putus asa. Tuhan selalu memberi kesempatan bagi kita untuk bertumbuh. Dengan terus hidup sesuai pimpinan Roh Kudus, kita tidak hanya menghasilkan buah yang indah, tetapi juga menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita.
WHAT TO DO:
Hidup yang terus tinggal dalam Tuhan dan Tuhan tinggal dalam kita
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 8-12

Renungan Pagi - 25 Maret 2025
2025-03-25 21:47:44
Seorang sahabat yang dapat diandalkan adalah harta yang berharga, terkadang kita tidak bisa berjumpa dengan saudara, mungkin karena tinggal jauh atau di kota lain.
Tapi sahabat yang dapat diandalkan atau kawan yang dapat diandalkan, sungguh adalah harta yang berharga, karena selama punya sahabat yang dapat diandalkan sebagai teman bicara, maka kita akan kuat.
Oleh karenanya, sebagai pelayan, jadilah kawan pelayan yang baik; sebagai pengusaha, jadilah kawan pengusaha yang baik; sebagai karyawan, jadilah kawan karyawan yang baik; sehingga hidup kita akan menjadi berkat bagi banyak orang.

Quote Of The Day - 25 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-25 21:46:23
Tuhan mau kita mencapai kesalehan puncak, baru setelah itu Tuhan bawa kepada kesempurnaan.

Mutiara Suara Kebenaran - 25 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-25 21:28:25
Kalau kita masih memperhatikan yang kelihatan—maksudnya kita masih mengutamakan hal-hal bendawi atau materi—berarti kita masih memiliki akar segala kejahatan.

BASED ON GOD’S HOLINESS - 25 Maret 2025 ( English Version)
2025-03-25 21:25:52
2 Corinthians 4:16 “Therefore we do not lose heart. But though our outer man is wasting away, yet our inner man is being renewed day by day.”
The phrase “do not lose heart” or “pay attention” comes from the Greek, skopeo (σκοπέω), which means to think very seriously about something. The question is, how seriously do we think about things that are not visible? This will later relate to the root of all evil, the love of money. Because if we still pay attention to what is visible—meaning we still prioritize material things—then we still have the root of all evil. In the past, the Israelites’ mindset was oriented toward material blessings— a land flowing with milk and honey, a glorious kingdom of Israel. Was that wrong? However, entering the New Testament era, when the Kingdom of God is presented, then we as the chosen people must choose: the kingdom of darkness or the Kingdom of light? We cannot serve two masters. If we still desire this world, then we are not worthy to be children of God.
Ironically, many pastors quote Old Testament verses as if they were the standard of living for believers. This is worldly logic, even though it uses God. There is praise and worship, but it still uses worldly logic. When entering the New Testament era, the logic that applies is based on the world to come and on God's holiness. Wow, that's amazing! So, when we see churches elaborating on how good their praise and worship is—with flags, dances—it is not that these are forbidden, but we must not revive the patterns of Judaism. We must not forget Judaism; we will not be able to understand the secrets of the Bible without understanding Judaism. However, its outward forms should not be adopted.
The Word of God says, "So let your mind be in you which was also in Christ Jesus." Which means; Do not pay attention to what is seen, but to what is unseen. If the Lord Jesus put it in terms of 'store up treasures in heaven, not on earth.' While Paul said, "Set your mind on things above, not on things on earth. Seek things above, think, and when Christ who is our life appears, we also will appear together with Him in glory." So the ultimate goal of our logic is to be glorified with the Lord Jesus. Therefore, we should not open opportunities to enjoy this world. So now we understand the truth of the Lord Jesus' words, that it is difficult for rich people to enter heaven. This is where the standard class of Christianity that we must wear. And if we dare to be reckless, step by step, we can. It certainly can. The problem is, if someone has lived in a worldly way for a long time, it makes him unable to think about things that are unseen. There is no foundation for thinking.
The next verse says, “For our light affliction, which is but for a moment, is working for us an eternal glory that far outweighs all else.” Paul’s suffering was not light, but his logic saw it as light. Because Paul was based on the world to come. So suffering is not seen as suffering. If we live out the greatness of God the Father, then we no longer expect tomorrow brings a good or bad day, what matters is how we do the Father’s will and complete His work. In his testimony, Paul said, “Hardships and imprisonment await me, just as the Holy Spirit has placed within me. I travel from city to city; prison and suffering await me.” Now, let’s take a moment of silence. What is it that we think about the most, the thing that drives our lives? Some people gamble because they place their hope in it.
Hope gives us the motivation to live. That’s why, if someone is abandoned by their partner—if their heart was entirely invested in that person—they may feel like they have no reason to live and might even consider suicide. Or if someone is betrayed by the spouse they deeply love, they may feel like their world has collapsed. So, what kind of hope drives our lives? The logic of believers should not expect good days or bad days, but from time to time do the will of the Father and complete His work. Only such a person can be said to have received true relief. Relief, or rest—anapauso (ἀναπαύσω)—as mentioned in Matthew 11:28, “Come to Me, all you who are weary and burdened, and I will give you rest.” When we stop from all desires and pleasures, that is where we are relieved. It is not relief because we have a house, a spouse, or certain possessions. Therefore, whether we eat or drink, or whatever we do, we should do everything for the glory of God. That is true rest. That is how we should end our life’s journey.
WHEN ENTERING THE NEW TESTAMENT ERA, THE LOGIC THAT APPLIES IS BASED ON THE WORLD TO COME AND ON GOD'S HOLINESS.

BERBASIS PADA KEKUDUSAN ALLAH - 25 Maret 2025
2025-03-25 20:49:25
2 Korintus 4:16
“Sebab itu kami tidak tawar hati. Tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.”
Kalimat “tidak tawar hati” atau “memperhatikan” berasal dari bahasa Yunani, skopeo (σκοπέω), yang artinya memikirkan dengan sangat serius. Pertanyaannya, seberapa kita serius memikirkan hal yang tidak kelihatan? Ini nanti berkaitan dengan akar segala kejahatan, cinta uang. Karena kalau kita masih memperhatikan yang kelihatan—maksudnya kita masih mengutamakan hal-hal bendawi atau materi—berarti kita masih memiliki akar segala kejahatan. Dulu, bangsa Israel orientasinya berpikir pada berkat jasmani—tanah yang berlimpah susu dan madu, kerajaan Israel yang jaya, dan hal itu tidak dinilai salah? Tetapi, masuk zaman Perjanjian Baru, ketika Kerajaan Allah dihadirkan, maka kita sebagai umat pilihan harus memilih: kerajaan kegelapan atau Kerajaan terang? Kita tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Kalau kita masih mengingini dunia ini, maka kita tidak layak menjadi anak-anak Allah.
Ironi, banyak pendeta mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama seakan-akan itu menjadi standar hidup orang percaya. Ini logika duniawi, walaupun di situ menggunakan Tuhan. Ada pujian dan penyembahan, namun masih menggunakan logika duniawi. Ketika masuk zaman Perjanjian Baru, diterapkan logika yang berbasis pada dunia yang akan datang dan pada kekudusan Allah. Wah, itu luar biasa! Jadi, kalau kita melihat gereja yang mengelaborasi bagaimana pujian penyembahannya bagus, ada bendera, tarian—bukan tidak boleh—tetapi jangan sampai kita menghidupkan kembali pola agama Yudaism. Kita tidak boleh melupakan Yudaism; kita tidak akan bisa mengerti rahasia-rahasia Alkitab tanpa memahami Yudaism. Namun, pola-pola lahiriahnya tidak boleh kita adopsi.
Firman Tuhan katakan, “Maka hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Yang artinya; Tidak memperhatikan yang kelihatan, tetapi yang tidak kelihatan. Kalau Tuhan Yesus membahasakannya dengan istilah ‘kumpulkan harta di surga, bukan di bumi.’ Sedangkan Paulus mengatakan, “Pikirkan perkara yang di atas, bukan yang di bumi. Carilah perkara yang di atas, pikirkan, dan jika Kristus yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kita pun akan menyatakan diri bersama-sama dengan Dia dalam kemuliaan.” Jadi tujuan akhir logika kita adalah dimuliakan bersama Tuhan Yesus. Sehingga kita boleh tidak membuka peluang untuk menikmati dunia ini. Maka sekarang kita mengerti kebenaran ucapan Tuhan Yesus, bahwa orang kaya sukar masuk surga. Di sinilah kelas standar kekristenan yang harus kita kenakan. Dan kalau kita berani nekat, selangkah demi selangkah, kita bisa. Itu pasti bisa. Masalahnya, kalau seseorang sudah lama hidup secara duniawi, itu membuat dia tidak sanggup memikirkan hal yang tidak kelihatan itu. Pijakan berpikirnya tidak ada.
Ayat berikutnya mengatakan, “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya.” Penderitaan Paulus tidak ringan, tetapi logika dia melihat penderitaan itu ringan. Karena Paulus berbasis pada dunia yang akan datang. Sehingga penderitaan pun tidak dipandang sebagai penderitaan. Kalau kita menghayati kebesaran Allah Bapa, maka kita tidak lagi mengharapkan ke depan ada hari esok atau hari buruk, karena yang penting bagaimana kita melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Di dalam kesaksiannya, Paulus berkata, “Sengsara dan penjara menanti aku, sesuai dengan yang Roh Kudus taruh di dalam diriku. Aku berjalan dari kota ke kota; penjara dan sengsara menunggu aku.” Coba sekarang kita teduh dulu. Apa yang paling kita pikirkan yang menggerakkan hidup kita? Ada orang yang main judi karena dia menaruh harapannya di sana.
Pengharapan membuat semangat hidup. Karena itulah, kalau ada seorang ditinggal pacar, yang hatinya ditaruh sepenuh ke pacar itu, dia merasa tidak punya hidup lagi dan dia bisa nekad bunuh diri. Atau seorang yang ditinggal pasangan hidup yang sangat dia cintai karena dikhianati, dia bisa merasa dunianya runtuh. Jadi, pengharapan apa yang menggerakkan hidup kita? Logika orang percaya seharusnya tidak mengharapkan hari baik atau hari buruk, tetapi dari waktu ke waktu melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Orang seperti ini baru disebut menerima kelegaan. Kelegaan atau perhentian, atau anapauso (ἀναπαύσω) yang termuat dalam Matius 11:28, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Ketika kita berhenti dari semua keinginan dan kesenangan, di situlah kita lega. Bukan lega karena punya rumah, sudah punya jodoh atau karena memiliki ini dan itu. Jadi, baik kita makan atau minum, atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah. Itulah perhentian. Itulah cara mengakhiri jalan hidup kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KETIKA MASUK ZAMAN PERJANJIAN BARU, DITERAPKAN LOGIKA YANG BERBASIS PADA DUNIA YANG AKAN DATANG DAN PADA KEKUDUSAN ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 25 Maret 2025
2025-03-25 20:12:05
Yosua 12-15

Truth Kids 24 Maret 2025 - SNOWFLAKES
2025-03-25 13:05:50
Ibrani 13:8
”Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.”
Indonesia memang hanya memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kita tidak memiliki empat musim seperti negara-negara lainnya karena posisi Indonesia berada di sekitar tengah-tengah bumi ini. Berbeda dengan negara Korea Selatan, Jepang, ataupun Jerman yang memiliki empat musim. Bagi negara yang memiliki empat musim, musim yang paling dingin sudah tentu adalah winter (musim dingin). Biasanya akan ada banyak snowflakes (kepingan salju) yang akan turun.
Snowflakes terbentuk dari tetesan uap air yang membeku. Salah satu fakta unik dan snowflakes adalah setiap kepingannya tidak ada yang sama. Iya, setiap snowflakes itu berbeda-beda! Tuhan luar biasa, bukan?!
Apa pun musim kehidupan yang kita sedang jalani, Tuhan selalu sama. Ia selalu penuh kasih dan setia. Kita bisa bergantung kepada-Nya setiap saat. Seperti ayat yang kita baca hari ini, Tuhan Yesus tidak pernah berubah. Tuhan Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin, maupun hari ini, dan sampai selama-lamanya.

Truth Junior 24 Maret 2025 - TIDAK BERUBAH
2025-03-25 13:04:06
Ibrani 13:8
”Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya.”
Tuhan Yesus tidak berubah, tidak berubah, tidak berubah
Tuhan Yesus tidak berubah, tak berubah selama-lamanya
Apakah Sobat Junior pernah mendengar lagu di atas? Hhmm… memang lagu lama, tetapi liriknya masih berlaku sampai sekarang. Dunia dan segala isinya berubah. Misalnya banyak gedung tinggi dibangun, transportasi berkembang dengan pesat, bahkan teknologi sudah melesat jauh dari zaman dahulu. Orang-orang pun ada yang berubah, baik sifat maupun penampilan tubuhnya.
Hanya satu yang tidak berubah, yaitu Tuhan Yesus. Seperti lirik lagi yang kita baca di awal, dari dahulu Tuhan Yesus tidak pernah berubah. Ia, Tuhan yang sama. Tuhan yang selalu penuh kasih dan setia.
Kita bisa bergantung kepada-Nya setiap saat, dalam kondisi apa pun. Sama seperti ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini, dari zaman Perjanjian Baru sampai hari ini, Tuhan Yesus tidak berubah. Ia selalu dapat diandalkan.
Kita juga mau belajar untuk selalu mengasihi-Nya, Sobat Junior, sebagai rasa syukur akan kasih dan setianya Tuhan Yesus. Apa pun yang terjadi, kita mau setia mengikuti-Nya.
“Terima kasih, Tuhan. Engkau tidak pernah berubah. Engkau selalu bisa diandalkan.”

Truth Youth 24 Maret 2025 (English Version) - BEARING FRUIT
2025-03-25 12:50:34
“I am the vine; you are the branches. If you remain in me and I in you, you will bear much fruit; apart from me, you can do nothing.” (John 15:5)
When we look at a healthy and thriving tree, the most evident sign of its maturity is the fruit it produces. The same applies to our lives as believers. John 15:5 teaches that we are the branches, and Christ is the vine. As long as we remain in Him, our lives will bear fruit. But what does “bearing fruit” really mean in the context of our faith?
Bearing fruit is a visible sign that our faith is not just theoretical but something we actively live out every day. This fruit is seen in how we treat others—are we loving, patient, and generous? It is also reflected in how we face challenges—do we continue to rely on God in every situation? The fruit of a believer is a reflection of Christ’s character growing within them.
However, bearing fruit doesn’t happen automatically. Just as a branch needs nourishment from the vine, we need a close relationship with God to grow. This means dedicating time to reading God’s Word, praying, and reflecting on His will. Without these, we are like a disconnected branch—without a source of life, we cannot produce anything.
A question for us to reflect on is: Is our life bearing fruit that glorifies God? If not, maybe it’s time to reexamine our relationship with Christ. Are we truly abiding in Him, or do we only seek Him when we have problems? Remember, sweet and ripe fruit can only come from a strong and healthy tree. Likewise, a life that makes an impact comes only from a faith that grows.
Let’s learn to remain in Christ and make Him the center of every aspect of our lives. When we do, our lives will become a true testimony of His love and power, bringing go
WHAT TO DO:
Live a life that bears fruit through Christlike character and behavior.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 4-7

Truth Youth 24 Maret 2025 - BERBUAH
2025-03-25 12:48:31
”Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:5)
Kalau kita lihat sebuah pohon yang sehat dan subur, tanda yang paling nyata dari kematangannya adalah buah yang dihasilkannya. Begitu juga dengan hidup kita sebagai orang percaya. Firman Tuhan di Yohanes 15:5 mengajarkan bahwa kita adalah ranting, sedangkan Kristus adalah pokok anggur. Selama kita tinggal di dalam Dia, hidup kita akan menghasilkan buah. Tapi apa sebenarnya arti dari “berbuah” dalam konteks pertumbuhan iman?
Berbuah adalah tanda nyata bahwa iman kita bukan sekadar teori, tetapi sesuatu yang kita praktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Buah itu bisa terlihat dari sikap kita terhadap orang lain—apakah kita penuh kasih, sabar, dan murah hati? Atau dari cara kita menghadapi tantangan—apakah kita tetap mengandalkan Tuhan dalam segala situasi? Buah yang dihasilkan seorang percaya mencerminkan karakter Kristus yang terus tumbuh dalam dirinya.
Namun, berbuah tidak terjadi begitu saja. Sama seperti ranting yang membutuhkan nutrisi dari pokok anggur, kita juga membutuhkan hubungan yang erat dengan Tuhan untuk bertumbuh. Ini berarti meluangkan waktu untuk membaca firman Tuhan, berdoa, dan merenungkan kehendak-Nya. Tanpa itu, kita seperti ranting yang terputus— tanpa sumber kehidupan, kita tidak bisa menghasilkan apa-apa.
Pertanyaan refleksi untuk kita adalah: apakah hidup kita sudah menghasilkan buah yang memuliakan Tuhan? Jika belum, mungkin ini waktunya untuk memeriksa kembali hubungan kita dengan Kristus. Apakah kita benar-benar tinggal di dalam Dia, atau hanya sesekali datang mendekat saat menghadapi masalah? Ingat, buah yang matang dan manis hanya bisa dihasilkan dari pohon yang kuat dan sehat, demikian juga hidup yang berdampak hanya bisa muncul dari iman yang bertumbuh.
Mari kita belajar untuk terus tinggal di dalam Kristus dan menjadikan-Nya pusat dari segala aspek hidup kita. Dengan begitu, hidup kita akan menjadi kesaksian nyata dari kasih dan kuasa- Nya, membawa kebaikan bagi sesama dan memuliakan nama-Nya di dunia ini.
WHAT TO DO:
Hidup yang menghasilkan buah dari kepribadian dan perilaku kita yang serupa dengan Kristus
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 4-7

Quote Of The Day - 24 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono )
2025-03-24 21:52:38
Pertobatan yang benar membuat hati dan kehidupan kita menjadi media untuk dapat menerima kebenaran Injil atau menerima keselamatan.

Mutiara Suara Kebenaran - 24 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-24 21:37:31
Banyak orang Kristen telah tertipu oleh suara hatinya yang sesat karena pengaruh dunia sekitarnya, di mana ia selalu menunda apa yang seharusnya dilakukan untuk membangun kehidupan

LOGIKA ROHANI - 24 Maret 2025
2025-03-24 21:29:10
Kita harus camkan bahwa tidak ada cara mudah dan jalan cepat untuk menjadi orang Kristen yang benar, menjadi anak-anak Allah. Oleh sebab itu, kita harus membedakan antara transformasi dan konversi agama. Berpindahnya suatu kelompok atau seseorang masuk agama Kristen itu disebut sebagai konversi; perpindahan keyakinan. Bahkan sekalipun berpindahnya keyakinan itu karena suatu kesaksian yang spektakuler, seperti bertemu Tuhan, melihat malaikat, kesembuhan ilahi, atau melalui sarana yang luar biasa, itu tidak menjamin seseorang benar-benar menjadi orang Kristen yang sejati. Untuk menjadi orang Kristen yang sejati dibutuhkan transformasi, yaitu perubahan pola pikir atau mindset yang dikerjakan oleh Roh Kudus dengan menggunakan sarana firman Tuhan.
Beberapa dekade yang lalu, banyak orang Kristen bicara mengenai transformasi dan berharap negara ini menjadi membaik lewat sebuah proses transformasi. Kenyataannya, kita tidak melihat transformasi yang dimaksud. Kita tidak boleh hanya berharap terjadinya transformasi, harus ada perubahan keadaan manusia sehingga terjadi pula perubahan moral, mental, ekonomi, keamanan, politik, dan berbagai aspek atau bidang lain. Transformasi harus dijalani dan tidak pernah berhenti sampai membangun manusia batiniah. Dalam 2 Korintus 4:16, Paulus menulis, “Sebab itu kami tidak tawar hati. Tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.” Ini bentuk paralel yang bertolak belakang: manusia lahiriah makin merosot namun manusia batiniahnya malah semakin kuat. Kemerosotan manusia lahiriah merupakan proses yang bertahap. Demikian pula dengan pembaharuan atau terbentuknya manusia batiniah, juga lewat proses.
Jadi, perubahan kita ini adalah sebuah perubahan yang bertahap; tidak ada jalan mudah, tidak ada paket instant, atau paket kilat. Maka dalam ini, waktu sangatlah berharga. Banyak orang Kristen telah tertipu oleh suara hatinya yang sesat karena pengaruh dunia sekitarnya, di mana ia selalu menunda apa yang seharusnya dilakukan untuk membangun kehidupan imannya. Sementara dia menunda melakukan yang lain, sejatinya dia sedang menukar hak kesulungan dengan semangkuk makanan. Proses penukaran itu juga bukan dalam satu hari, melainkan lewat sebuah proses: dari hari ke hari, dari minggu ke minggu, dari bulan ke bulan sampai utuh dimana dia tidak lagi memiliki kesempatan untuk meraih berkat rohani. Tidak memiliki kesempatan itu bukan hanya kehabisan waktu, melainkan tidak lagi memiliki kemampuan untuk bisa mencapai apa yang harus dia capai.
Maka jangan sampai logika kita itu sudah tidak bisa berubah. Jadi, perubahan logika kita dari logika duniawi ke logika rohani harus berlangsung dalam proses. Sampai pada titik tertentu, tidak akan pernah bisa terjadi perubahan lagi. Mengapa? Karena manusianya sudah dalam satu keadaan tidak bisa berubah. Logika adalah pola atau landasan berpikir. Logika rohani berarti landasan berpikir yang tidak bersifat fana, ini merupakan pola pikir yang berbasis atau berlandaskan dunia yang akan datang. Orang yang memiliki logika rohani itu adalah orang yang tidak memperhatikan hal-hal yang kelihatan, seperti yang dikatakan dalam 2 Korintus 4 tadi.
Tanda kita memiliki kelenturan untuk berubah adalah, jika setiap kali kita berbuat sesuatu yang nurani kita katakan salah, lalu kita berkata, “Bapa, ampunilah dosaku,” tetapi kemudian di dalam pikiran kita—yang berkecamuk dalam jiwa—bukan hanya keinginan untuk diampuni, melainkan keinginan untuk tidak melakukannya lagi; keinginan yang kuat untuk benar-benar berubah. Kalau dulu kita berkata, “Tuhan, ampuni dosa kesalahanku,” fokus kita adalah dosa itu sendiri bagaimana dibereskan. Tetapi ketika kita makin dewasa, maka permintaan ampun kita kepada Tuhan, membuat jiwa kita bergolak, yaitu bagaimana kita tidak melakukan kesalahan itu lagi.
Kita harus mengerti ini, dan ini harus terpatri di dalam jiwa, bahwa salib Tuhan menghapus dosa dunia. Tetapi yang belum beres itu di jiwa dan di karakter kita. Maka ini yang kita persoalkan: kenapa kita masih melakukan kesalahan itu? Kenapa kita masih sombong? Kenapa kita masih ucapkan kata-kata itu? Kenapa kita masih mengingini hal ini dan hal itu? Hal inilah yang membuat jiwa kita itu sebenarnya bergolak. Di sini logika kita sebenarnya sudah mulai berubah. Logika rohani kita haruslah logika yang berbasis pada dunia yang akan datang, logika yang berbasis pada kesucian Tuhan. Yang membuat perasaan kita menjadi berbeda dengan perasaan kita sebelum kita mengalami perubahan ini.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
LOGIKA ROHANI BERARTI LANDASAN BERPIKIR YANG TIDAK BERSIFAT FANA, INI MERUPAKAN POLA PIKIR YANG BERBASIS ATAU BERLANDASKAN DUNIA YANG AKAN DATANG.

Bacaan Alkitab Setahun - 24 Maret 2025
2025-03-24 13:07:22
Yosua 9-11

Truth Kids 23 Maret 2025 - GELISAH DAN KHAWATIR
2025-03-23 20:40:21
Filipi 4:7
”Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.”
Pada suatu hari, Sarah merasa sangat cemas menjelang ujian di sekolah. Ia khawatir jika ia tidak bisa mengerjakannya dengan baik. Setiap kali memikirkan ujian itu, hatinya terasa berat dan kepalanya penuh dengan pikiran. Namun, Sarah ingat bahwa Tuhan selalu ada untuk menolongnya. Ia pun memutuskan untuk berdoa. Dalam doa, ia meminta Tuhan agar memberi ketenangan dan pengertian saat mengerjakan ujian. Setelah berdoa, Sarah merasa ada kedamaian yang menyelimuti hatinya. Ia lebih tenang dan percaya diri. Ketika ujian dimulai, meskipun soal-soalnya sulit, Sarah tetap berusaha dengan tenang, karena ia tahu Tuhan selalu menjaga hati dan pikirannya.
Sobat Kids, ketika kita merasa khawatir atau takut, ingatlah bahwa Tuhan memberi kita damai-Nya yang luar biasa. Berdoalah, dan rasakan ketenangan yang hanya bisa diberikan oleh Tuhan. Tuhan akan menjaga hati dan pikiran kita dari rasa cemas, dan memberi kita kekuatan untuk menghadapi segala hal dengan damai. Jangan lupa untuk selalu berdoa, ya!

Truth Junior 23 Maret 2025 - TENANG
2025-03-23 20:38:15
Filipi 4:7
”Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.”
Saat liburan yang lalu, Della pergi bersama keluarganya. Mereka menginap di sebuah pondok kayu yang ada di dalam hutan. Ini merupakan pertama kali mereka mencoba tempat yang berbeda. Della dan keluarganya ingin merasakan kembali ke alam. Mobil mereka pun harus diparkirkan di lapangan parkir yang tempatnya lumayan jauh dari pondok Della menginap. Saat mama ingin memasak makan malam, mama baru teringat ada beberapa alat yang masih ada di dalam mobil. Walaupun hujan sudah mulai turun, mama dan papa harus berjalan kembali ke mobil untuk mengambil perlengkapan yang tertinggal. Della terpaksa harus tinggal di pondok sendirian. Payung yang mereka bawa hanya satu, dan itu hanya cukup untuk mama dan papa.
Setelah mama dan papa pergi, hujan bertambah deras. Kilat dan petir saling menyambar dan menggelegar di langit yang gelap. Della mulai merasa cemas. Bagaimana keadaan mama dan papa di luar? Bagaimana kalau ada yang masuk ke dalam pondoknya? Jangan-jangan listrik di pondoknya akan padam karena hujan yang deras. “Ah…tidak! Mama dan papa akan aman-aman saja. Aku juga akan aman saja di dalam pondok ini. Tuhan selalu dapat diandalkan. Ia pasti akan menjaga aku,” ujar Della dalam hatinya. Ia mencoba untuk menghilangkan kecemasan yang ia rasakan. Ia pun mulai berdoa dan Della akhirnya dapat merasakan ketenangan yang dari Tuhan.
Sobat Junior, Tuhan menjaga hati dan pikiran kita dengan damai-Nya. Berdoalah, dan rasakan ketenangan dari-Nya.

Truth Youth 23 Maret 2025 - HAS YOUR LIFE BECOME A LIGHT?
2025-03-23 20:36:50
“You are the light of the world. A city set on a hill cannot be hidden. Neither do people light a lamp and put it under a basket, but on a stand, and it gives light to everyone in the house. In the same way, let your light shine before others, that they may see your good deeds and glorify your Father in heaven.” (Matthew 5:14-16)
Have you ever felt like your life doesn’t make much of an impact? Sometimes, we get so caught up in our daily routines that we forget our lives have a much greater calling. Matthew 5:14-16 reminds us that we are the light of the world. Light isn’t meant to be hidden—it is placed where it can shine for others. Just like a lamp that lights up a room, our lives are called to bring Christ’s light to those around us.
But you might think, “I’m not perfect. How can I be a light?” The light we shine comes from our relationship with Christ, not from our own strength. Just as a lamp needs oil to keep burning, our lives need God’s Word and prayer as fuel. As we continue to grow in Christ, His light will shine through us, sometimes without us even realizing it.
The reflection we need to make today is: Do our actions reflect Christ’s love? Can others see joy and peace in our lives, even when we face challenges? If the answer is no, don’t be discouraged. God always gives us the opportunity to grow deeper in Him. Every small step we take—loving others, helping those in need, or even simply offering a smile—plays a part in being a light to the world.
So, let’s start today. Be a light in your community, in your family, and wherever God places you. Remember, even a small light can shine brightly in the darkness. And when others see your good deeds, they won’t just be inspired—they will glorify God, who has called you to be a light.
WHAT TO DO:
Be a light through your actions and words wherever you are.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 1-3

Truth Youth 23 Maret 2025 - APAKAH HIDUPMU SUDAH MENJADI TERANG?
2025-03-23 20:33:36
”Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” (Matius 5:14-16)
Kamu pernah enggak merasa bahwa hidupmu enggak banyak memberikan dampak? Kadang kita terlalu sibuk dengan rutinitas sehari-hari sampai lupa bahwa hidup kita punya panggilan yang jauh lebih besar. Matius 5:14-16 mengingatkan kita bahwa kita adalah terang dunia. Terang itu enggak dibuat untuk disembunyikan, melainkan diletakkan di tempat yang bisa menerangi orang lain. Sama seperti pelita yang menerangi ruangan, hidup kita dipanggil untuk membawa terang Kristus ke lingkungan sekitar kita.
Tapi, mungkin kamu berpikir, “Aku kanbukan orang yang sempurna. Gimana bisa jadi terang?” Terang yang kita pancarkan berasal dari hubungan kita dengan Kristus, bukan dari kekuatan kita sendiri. Sama seperti pelita membutuhkan minyak untuk tetap menyala, hidup kita membutuhkan firman Tuhan dan doa sebagai bahan bakar. Saat kita terus bertumbuh di dalam Kristus, terang itu akan memancar dengan sendirinya, bahkan tanpa kita sadari.
Refleksi yang perlu kita lakukan hari ini adalah: apakah perbuatan kita sudah mencerminkan kasih Kristus? Apakah orang lain bisa melihat sukacita dan damai sejahtera dalam hidup kita, meskipun kita menghadapi tantangan? Kalau jawabannya belum, jangan berkecil hati. Tuhan selalu memberi kesempatan untuk bertumbuh lebih dalam di dalam-Nya. Setiap langkah kecil yang kita ambil—mengasihi sesama, membantu yang membutuhkan, atau bahkan sekadar memberi senyuman kepada orang lain— itu semua adalah bagian dari menjadi terang bagi dunia.
Jadi, yuk mulai dari sekarang. Jadilah terang di lingkunganmu, di keluargamu, dan di mana pun Tuhan menempatkanmu. Ingat, terang kecil pun bisa memberikan cahaya besar di tengah kegelapan. Dan ketika orang lain melihat perbuatan baikmu, mereka enggak cuma akan terinspirasi, tapi juga akan memuliakan Tuhan yang memanggilmu untuk menjadi terang.
WHAT TO DO:
Menjadi terang dalam perbuatan dan perkataan di mana pun kita berada .
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Samuel 1-3

Renungan Pagi - 23 Maret 2025
2025-03-23 20:28:40
Ketika kita sudah menyerahkan hidup untuk pelayanan, janganlah sakit hati dan kecewa ketika menghadapi persoalan; kita tahu bahwa segala sesuatu yang Tuhan izinkan terjadi adalah untuk mendatangkan kebaikan bagi yang mengasihi Dia.
Dalam melayani Tuhan tantangan dan masalah pasti ada, tapi ketika hati tertuju kepada pelayanan, kita akan tenang dan sabar menghadapi segala sesuatu, sehingga tetap hidup bersukacita dan penuh syukur karena hati yang tertuju kepada pelayanan.

Quote Of The Day - 23 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-23 20:22:25
Kehidupan Yesus adalah model hidup yang tidak dicemari oleh unsur-unsur dunia, tidak ada unsur-unsur kekafiran dalam diri Yesus.

Mutiara Suara Kebenaran - 23 Maret 2025 (Pdt. Erastus Sabdono)
2025-03-23 20:20:47
Penyesatan adalah sebuah struktur bangunan berpikir, maka memerlukan proses atau waktu yang cukup lama untuk dapat mendaratkannya di pikiran seseorang.

THE TRUTH THAT ENLIGHTENS - 23 Maret 2025 (English Version)
2025-03-23 20:15:40
The human mind can become a vehicle for the Devil's mind and his plans. In this regard, a speaker on the pulpit carries a heavy responsibility. However, many people do not realize this. They think that as long as they can preach, it is enough-especially if they have personal gains behind their sermons. Therefore, we must use logic as much as possible, reason as much as possible, which is enlightened by the word of truth to understand the truth of the Bible. So, the mind must be activated to wrestle with God's truth continuously. If people do not use logic to its maximum potential, they will surely regress. But aside from using logic to its fullest, we must also set aside at least thirty minutes to an hour to sit in stillness at the feet of the Lord.
Many Christians are intelligent in many areas, but not intelligent in understanding the Bible. Some are skilled in business, work as executives in offices, yet fail to grasp the truth of the Bible correctly. Such people experience stagnation. They may be great in their professional fields but not in their lives as children of God. Why? Because they have not undergone renewal of the mind. Our intelligence in specific fields - IT, medicine, law, etc.- should be paired with intelligence in understanding the truth of His word, so that we become extraordinary and will be effective for God's work.
Misleading cannot be shared only once or twice to be able to lead people astray, but it certainly takes a long time. A lie-like calling red "white"-can be told quickly. However, because misguidance is a structure of thinking, it takes a long process or time to be able to land it in someone's mind. So we must be smart, because intelligence brings changes. It enables us to distinguish between pure truth and falsehood. The nature of truth is that it always has implications-it is flexible and dynamic. Now, as God’s chosen children, we must choose the truth that makes us princes of the Kingdom of God, like Jesus. Do not choose worldly thoughts that make us into children of the world.
Redemption in Jesus Christ gives God the right to shape believers into His likeness. This is what the Devil fears the most. We are the ones chosen for this purpose. If we have such an extraordinary opportunity but fail to use or take advantage of it, how wasteful it would be. The fall of mankind into sin has made humans incapable of reaching perfection—this is known as "missing the mark." However, this does not mean that humans have lost their value. Since the Law is written in the heart, , people can still reach a certain point, but they can't reach the point of perfection. Because, only through salvation in Jesus Christ is it possible for a person to reach the maximum point, namely having a divine conscience. This leads to a precise understanding of the truth of the Word, ensuring that everything one does aligns with His will.
Good people can help the poor, defend the oppressed, parents and the country. They can also not repay evil with evil, can forgive enemies and even give in when beaten. That is possible. The good and right things they do are in accordance with culture, education and so on. Or it could also be from the habit and practice of suing oneself until one has a good mentality. However, that is not necessarily in accordance with the standards of what God wants. On the contrary, the children of the Kingdom of Heaven do all of that based on the standards of what God wants, not based on the law. That is why we understand that there are non-Christians who can be truly good according to their culture, education, and environmental influences, as well as their moral and inner training. But the real question is: do they act according to God's will, or simply their own?
The reality today is that many Christians—including pastors and theologians—come from poor cultural, educational, and social backgrounds. They fail to understand God's Word, let alone His will. What will become of them? They claim, "We are saved not by good works, but by faith." But what is faith? What is salvation? We can be restored to the original image of God not because of good deeds, but because we are redeemed and equipped with the Holy Spirit so that we understand the word and our conscience is corrected. So actually, as believers, we become good not because of law, culture, morals-although they clearly have an influence-but from understanding the truth that enlightens our minds.
From the truth we possess, our conscience is formed. A righteous conscience naturally leads to good outward behavior-not merely goodness in the eyes of humans, but goodness aligned with God's will. The Word of God states, "The eye is the lamp of the body. If your eyes are healthy, your whole body will be full of light. But if your eyes are unhealthy, your whole body will be full of darkness." This verse highlights the profound impact of God's Word on a person's life. We must continually cultivate God's way of thinking through understanding. Now that we have been set free and granted forgiveness, our purpose in life is to fill our minds with the truth so that our conscience reaching becoming divine standard.
THE NATURE OF TRUTH IS THAT IT ALWAYS HAS IMPLICATIONS, IT IS FLEXIBLE AND DYNAMIC.

KEBENARAN YANG MENCERDASKAN - 23 Maret 2025
2025-03-23 20:42:53
Pikiran manusia dapat menjadi kendaraan pikiran Iblis dan rencananya. Dalam hal ini, dapat ditemukan bahwa seorang pembicara di mimbar memiliki tanggung jawab yang berat. Tetapi banyak orang tidak menyadari hal ini. Mereka berpikir yang penting bisa khotbah, apalagi kalau di balik khotbah itu dia mau mendapatkan sesuatu. Oleh sebab itu, kita harus menggunakan logika semaksimal mungkin, akal budi semaksimal mungkin, yang diterangi oleh firman kebenaran untuk memahami kebenaran Alkitab. Jadi, pikiran harus diaktifkan untuk menggumuli kebenaran Tuhan secara terus-menerus. Kalau orang tidak menggunakan logika secara maksimal, itu pasti kemunduran. Tetapi selain logika yang kita gunakan maksimal, kita juga harus memberi waktu minimal tiga puluh menit sampai satu jam untuk duduk diam di kaki Tuhan.
Banyak orang Kristen yang cerdas dalam banyak bidang, tetapi tidak cerdas dalam memahami Alkitab. Orang yang pintar dalam bisnis, eksekutif di kantor, namun tidak dapat memahami kebenaran Alkitab dengan benar. Orang seperti itu mengalami yang namanya stagnan. Dia tidak bisa agung sebagai anak-anak Allah. Dia agung di bidangnya, akan tetapi tidak agung dalam kehidupan sebagai anak-anak Allah. Kenapa? Karena ia tidak mengalami pembaharuan pikiran. Mestinya kecerdasan kita di bidang tertentu—IT, kedokteran, hukum dll—disandingkan dengan kecerdasan dalam memahami kebenaran firman-Nya, sehingga kita menjadi luar biasa dan akan efektif bagi pekerjaan Tuhan.
Penyesatan tidak mungkin hanya dibagikan satu atau dua kali untuk dapat membuat orang tersesat, tetapi pasti membutuhkan waktu yang panjang. Kalau menipu, merah disebut jadi putih, itu bisa dalam waktu singkat. Namun karena penyesatan adalah sebuah struktur bangunan berpikir, maka memerlukan proses atau waktu yang cukup lama untuk dapat mendaratkannya di pikiran seseorang. Maka kita harus cerdas, sebab kecerdasan itu mengubah. Sehingga kita bisa membedakan mana kebenaran yang murni dan mana yang bukan. Ciri kebenaran adalah selalu ada implikasinya, bersifat fleksibel dan dinamis. Sekarang, sebagai anak-anak Allah yang dipilih sebagai umat pilihan, kita harus memilih kebenaran yang menjadikan kita pangeran-pangeran Kerajaan Allah, seperti Yesus. Jangan sampai memilih pikiran dunia yang membuat seseorang jadi anak dunia.
Penebusan dalam Yesus Kristus membuat Allah berhak untuk membentuk orang percaya menjadi serupa dengan Dia. Dan itu merupakan hal yang paling ditakuti oleh Iblis. Kita adalah orang-orang yang terpilih untuk itu. Jadi kalau kita punya kesempatan yang begitu luar biasa namun tidak kita gunakan, tidak kita manfaatkan, betapa sia-sianya. Kejatuhan manusia dalam dosa membuat manusia tidak mampu mencapai titik sempurna—namanya "meleset." Tetapi bukan berarti manusia tidak ada nilainya lagi. Karena Taurat tertulis di dalam hati, orang masih bisa mencapai titik tertentu, namun dia tidak bisa sampai di titik sempurna. Sebab, hanya lewat keselamatan dalam Yesus Kristus yang memampukan seseorang sampai di titik maksimal yaitu memiliki nurani ilahi. Sehingga terbangun ketepatan dari kecerdasan memahami kebenaran firman, sehingga apa pun yang dilakukan sesuai dengan kehendak-Nya.
Orang baik bisa menolong orang miskin, membela yang tertindas, orang tua dan negara. Mereka juga bisa tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, bisa mengampuni musuh bahkan dipukul pun mengalah. Itu bisa. Baik dan benar yang mereka lakukan sesuai dengan budaya, pendidikan dan lain-lain. Atau bisa juga dari kebiasaan dan latihan memperkarakan diri sampai bermental baik. Namun itu belum tentu sudah sesuai dengan standart apa yang Allah inginkan. Sebaliknya, anak-anak Kerajaan Surga melakukan semua itu berdasarkan standart apa yang Allah ingini, bukan berdasarkan hukum. Itu sebabnya, kita jadi mengerti bahwa ada orang non-Kristen yang bisa betul-betul baik sesuai dengan budaya, pendidikan, dan pengaruh-pengaruh lingkungan, serta pelatihan-pelatihan moral dan batiniahnya. Tetapi pertanyaannya, apakah dia berbuat itu sesuai dengan keinginan Tuhan atau hanya karena apa yang dia ingini?
Kenyataan hari ini, ada banyak orang Kristen termasuk pendeta dan para teolog, berbudaya buruk, berpendidikan buruk, lingkungan buruk, firman Tuhan tidak dimengerti, apalagi kehendak Allah, lalu mau jadi apa? Mereka berkata, “Kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik, melainkan karena iman.” Iman itu apa? Selamat itu apa? Kita bisa dikembalikan pada gambar Allah semula bukan karena perbuatan baik, melainkan karena kita ditebus dan diperlengkapi Roh Kudus sehingga mengerti firman lalu nurani kita diperbaiki. Maka sebenarnya, sebagai orang percaya, kita menjadi baik bukan karena hukum, budaya, moral—walaupun itu jelas punya pengaruh—melainkan dari mengerti kebenaran yang mencerdaskan pikiran kita.
Dari kebenaran yang kita miliki akan membangun nurani. Dari nurani yang benar itu, kelakuan luarnya akan jadi baik. Baiknya bukan sekadar baik di mata manusia, namun sesuai dengan keinginan Allah. Firman Tuhan mengatakan, “Mata itu pelita tubuh, kalau matamu gelap, gelaplah seluruh tubuhmu. Kalau matamu baik, baiklah seluruh tubuhmu.” Jadi, betapa luar biasa pengaruh daripada firman itu dalam hidup seseorang. Kita harus terus mengembangkan pikiran Allah lewat pengertian. Sekarang kita telah dimerdekakan, pengampunan diberikan. Jadi, hidup ini hanya untuk mengisi pikiran kita dengan kebenaran, supaya nurani kita sampai menjadi nurani ilahi.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
CIRI KEBENARAN ADALAH SELALU ADA IMPLIKASINYA, BERSIFAT FLEKSIBEL DAN DINAMIS.

Bacaan Alkitab Setahun - 23 Maret 2025
2025-03-23 10:03:45
Ulangan 5-8

Bacaan Alkitab Setahun - 22 Maret 2025
2025-03-23 09:52:49
Yosua 1-4

Bacaan Alkitab Setahun - 21 Maret 2025
2025-03-23 10:03:12
Ulangan 32-34
Mazmur 91

Truth Kids 21 Maret 2025 - JATUH DAN BANGKIT
2025-03-21 21:37:58
Mazmur 37:24
”apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangannya.”
Saat bermain bola, Tio tiba-tiba terjatuh dan lututnya terasa sakit. "Aduh, kenapa bisa jatuh begini?" pikir Tio sambil memegang lututnya. Semua teman-temannya menghampiri dan bertanya, "Tio, kamu baik-baik saja?" Tio merasa sedih karena dia merasa seperti tidak bisa melanjutkan permainan. Namun, teman terbaiknya, Rina, datang mendekat dan berkata, "Jangan khawatir, Tio, kamu pasti bisa bangkit lagi. Coba lihat, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Dia selalu siap mengangkat kita kalau kita jatuh." Tio mulai tenang dan bangkit perlahan. Dengan bantuan teman-temannya, dia bisa melanjutkan permainan dengan semangat.
Sobat Kids, kita semua pasti pernah jatuh, baik itu jatuh secara fisik atau merasa terjatuh dalam dosa. Namun, Tuhan tidak akan membiarkan kita tergeletak. Dia selalu siap untuk mengangkat kita dan memberi kekuatan. Seperti Tio yang jatuh tetapi bisa bangkit lagi, begitu juga dengan kita. Ketika kita merasa lemah, Tuhan akan menopang kita dengan kasih-Nya yang besar. Jadi, jika kamu merasa terjatuh, ingatlah bahwa Tuhan selalu ada untuk menolongmu. Bangkitlah dan terus maju, karena Tuhan tidak akan meninggalkanmu!

Truth Junior 21 Maret 2025 - TUHAN YANG MENOPANGKU
2025-03-21 21:33:58
Mazmur 37:24
”apabila ia jatuh, tidaklah sampai tergeletak, sebab Tuhan menopang tangannya.”
Sobat Junior, bayangkan kalian sedang belajar sepeda untuk pertama kalinya. Rasanya seru sekaligus mendebarkan, lalu tiba-tiba kalian kehilangan keseimbangan, sepeda oleng, dan kalian jatuh ke tanah. Rasanya sakit dan malu, tetapi ayah kalian segera datang, membantu kalian berdiri, dan berkata dengan lembut, “Tidak apa-apa, ayo coba lagi. Ayah akan memegang sepedanya.”
Nah, kira-kira seperti itulah cara Tuhan menopang kita ketika kita jatuh. Dia selalu ada di dekat kita untuk membantu kita bangkit.
Kalian tahu Petrus? Salah satu murid Yesus, Ia juga pernah mengalami hal ini. Suatu hari, Yesus berjalan di atas air menghampiri perahu para murid yang berada di tengah badai. Petrus dengan penuh keberanian berkata, “Tuhan, jika itu Engkau, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.” Yesus mengizinkannya, dan Petrus mulai melangkah di atas air. Awalnya, dia percaya diri, tetapi saat angin bertiup kencang, Petrus menjadi takut dan mulai tenggelam. “Tuhan, selamatkan aku!” teriak Petrus panik. Yesus segera mengulurkan tangan-Nya dan menarik Petrus keluar dari air.
Sobat Junior, kita juga mungkin jatuh dalam hidup. Kadang, kita gagal dalam ujian, merasa malu karena membuat kesalahan, atau kecewa karena tidak mencapai apa yang kita harapkan. Jangan takut dan menyerah, ya. Tuhan selalu ada untuk mengangkat kita, memberikan semangat baru, dan membimbing langkah kita.
Saat kalian merasa gagal, berdoalah. Ingat, kegagalan bukan akhir dari segalanya. Sama seperti Petrus yang dibangkitkan oleh Yesus, kita juga bisa bangkit dan mencoba lagi. Tuhan ingin kita terus maju dan percaya bahwa bersama-Nya, kita dapat mencapai hal-hal yang luar biasa. Semangat ya, Sobat Junior! Tuhan selalu ada untuk kalian!

Truth Youth 21 Maret 2025 (English Version) - NEON FRUIT
2025-03-21 21:30:22
"If you remain in Me and I in you, you will bear much fruit; apart from Me, you can do nothing." (John 15:5)
John 15:5 says, “I am the vine; you are the branches. If you remain in Me and I in you, you will bear much fruit...” Picture a healthy grapevine. The main stem is strong, the roots are deep, and the branches grow from it, producing plenty of fruit. Now, imagine if one branch got cut off from the main vine. What would happen? It would wither, unable to survive—let alone bear fruit. The same goes for our lives. If we are not connected to Jesus, we can’t expect to make a real impact on others.
Think of a neon light in a room. It only shines brightly because it’s connected to a power source. If you unplug the cord? Bye-bye light! The lamp becomes useless. Our lives work the same way. If we aren’t connected to Jesus, the True Vine, then all the amazing things we do might look good on the surface, but they won’t have any real impact on those around us. So, how can we be branches that not only shine but also bear sweet, life-giving fruit?
First, serve with sincerity. Start small—help a friend in need, encourage someone who’s feeling down, or simply listen. Don’t wait for a big stage to start serving. Second, be a role model. The world is desperate for people who live by strong values. You don’t need to preach a lot—just show God’s love through your actions: honesty, loyalty, and care. Third, be bold in sharing your faith. Many people hesitate to talk about Jesus because they fear judgment or rejection. But remember, the fruit you bear could change someone’s life! One small step to share about Jesus could make an incredible difference.
So, never forget—you are a branch of the True Vine. As long as you stay connected to Jesus, you will bear fruit that not only makes your life more meaningful but also blesses those around you. Keep growing, keep glowing, and let Jesus shine through you!
WHAT TO DO:
1. Serve with real action, starting from small things like helping a friend at school.
2. Share God’s Word—boldly talk about His love in public spaces so others can hear the Good News.
BIBLE MARATHON:
▪ Judges 20-21

Truth Youth 21 Maret 2025 - NEON FRUIT
2025-03-21 21:20:03
”Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:5)
Yohanes 15:5 bilang, “Akulah pokok anggur dan kamu ranting-rantingnya. Barang siapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia akan berbuah banyak...” Bayangin sebuah pohon anggur yang sehat. Batang utamanya kuat, akarnya kokoh, terus dari batang itu ada ranting-ranting yang menghasilkan buah lebat. Tapi coba pikirin, kalau salah satu rantingnya putus dari batang utama, kira-kira apa yang terjadi? Sudah pasti dia kering kerontang, nggak bisa hidup apalagi ɓɓbuah. Sama saja kayak hidup kita. Kalau kita nggak “nempel” sama Tuhan Yesus, jangan harap kita bisa berdampak besar buat orang lain.
Bayangin sebuah lampu neon di ruangan. Lampu itu bisa nyala dan menerangi seluruh ruangan cuma karena dia terhubung ke sumber listrik. Kalau kabelnya dicabut? Bye-bye cahaya! Lampunya jadi nggak ada gunanya. Nah, hidup kita juga kayak lampu itu. Kalau nggak connect sama Tuhan Yesus, Sang Pokok Anggur, maka semua yang kita lakukan mungkin bakal kelihatan keren di luar, tapi _nggak_ punya _impact_ yang sesungguhnya buat orang di sekitar kita. Tapi, _gimana_ caranya biar kita bisa jadi “ranting” yang _nggak_ cuma nyala tapi juga menghasilkan buah manis yang benar-benar memberkati orang lain?
Pertama, *melayani dengan tulus*. Mulai dari hal kecil, kayak bantu teman yang lagi kesusahan, _nyemangatin_ teman yang _down,_ atau sekadar mendengarkan mereka. Jangan tunggu sampai panggung besar datang untuk melayani. Kedua, *jadi teladan.* Dunia lagi haus banget sama orang-orang yang hidupnya punya nilai. _Enggak_ perlu ngomong banyak, tapi tunjukin kasih Yesus lewat sikap kamu, jujur, setia, dan peduli. Ketiga, *berani berbagi iman.* Kadang, ini yang bikin banyak orang minder. Takut di-judge, takut dikucilkan. Tapi ingat, buah yang kamu hasilkan bisa mengubah hidup seseorang! Satu langkah kecil untuk cerita soal Yesus bisa bikin perbedaan yang _amazing._
Jadi, ingat _ya, kamu itu ranting dari Pokok Anggur yang luar biasa. Selama kamu nempel kepada Tuhan Yesus, kamu pasti bisa menghasilkan buah yang nggak_ cuma membuat hidup kamu lebih berarti, tapi juga jadi jawaban buat orang-orang di sekitar kamu. _Keep growing, keep glowing, and let Jesus shine through you!_
WHAT TO DO:
1.Tunjukkan aksi nyata melayani, dari hal-hal kecil. Membantu teman di sekolah, dll.
2.Nyatakan firman Tuhan, bicarakan tentang kasih Tuhan di dunia sosial umum, dengan berani, agar orang-orang bisa mendengar juga kabar baik.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Hakim-hakim 20-21

Renungan Pagi - 21 Maret 2025
2025-03-21 21:07:18
Kasih setia Tuhan itu kekal sampai selama-lamanya dalam hidup kita, karena itu jangan bimbang dan kuatir, tetaplah menjalin keintiman dengan Yesus setiap hari dan tekun dalam menghadapi masalah apapun.
Tetap imani janji-janji Tuhan dan senantiasa hidup dalam ucapan syukur serta pujian kepada Tuhan, maka akan melihat perkara-perkara dahsyat dan luar biasa akan terjadi dalam hidup kita.

Quote Of The Day - 21 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-21 21:05:54
Iman yang sejati akan membuat seseorang berubah secara radikal dan total.

Mutiara Suara Kebenaran - 21 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-21 21:02:42
Apabila penghayatan akan realitas Allah itu mencengkeram hidup seseorang, sehingga dalam kesadarannya ia tahu bahwa ia hidup di dalam pemerintahan Allah, maka setiap kata yang dia ucapkan, setiap tindakan yang dia lakukan, pasti diperhitungkan dengan benar: apakah ini melukai hati Tuhan atau tidak?

A CHANGE IN LIFE DIRECTION - 21 Maret 2025 (English Version)
2025-03-21 20:59:12
A change in the way of thinking gives birth to a new understanding. So, it is not surprising that a servant of God can write so many books, because he continues to experience changes in the way of thinking. Likewise, sermons should always bring enlightenment. In essence, a sermon is not merely about dissecting or exposing the Bible. A sermon must carry a message for the present moment, and every truth conveyed must have practical implications. That is why true theology brings transformation—not only for the speaker but also for the listeners. This change will be felt and witnessed by those around us. Mere theological debates are endless because theology can be stretched in many directions like rubber, and people usually always claim to be the most correct.
So, a change in the way of thinking from the truths we hear, ultimately results in a change in the direction of life. This is more than just a moral transformation. This change in life direction affects our entire philosophy of life, our heart’s attitude, the attitude of the mind, our entire lifestyle, and it can direct us toward the world to come. And this is something we have never experienced before. Therefore, this change in mindset must occur continuously. In Hebrew, syub שׁוּב)), means to turn around. In Greek, metanoia (μετάνοια). And for believers, this change in mindset changes the entire philosophy of life, attitude of the heart, inner attitude, until we feel that we are not of this world. This is very important, because the root of all evil is the love of money. So what must be defeated is the love of money, until we feel that we are not of this world.
Transformation is a continuous and ongoing change; it is not merely a moment but a process that must take place every day. And God is amazing at changing us. From the logos (λόγος) that we hear, becomes the Word in the form of understanding. Then, through life experiences where we hear God speak based on the logos we have received, it becomes rhema (ῥῆμα). And this cuts deeper. For example, when we hear the Word, "love your enemies," it is recorded in our minds. But when we are actually treated as enemies, our hearts hurt. Then, we hear that voice again—"love your enemies"—and we practice it. At that moment, it cuts deeper and becomes part of our conscience. God cannot change us without events or experiences. That is why He works through all things for good.
History shows that every transformation almost always goes through a process, the result of each individual’s struggle. It is not instant. Europe was saved by hearing the Gospel through the hard work of the apostles, especially Paul, over a long period. The same applies to us. We, too, must go through a long process to experience transformation. The question is, why does God want believers to continuously undergo the renewal of their minds? Because what controls our minds controls us. If we go to church once a week to listen to a sermon—which may not even be clear—then we do not have a biblical mindset, the mind of God.
Essentially, in every spiritual gathering, something is always being prepared—there is a circuit that will eventually trigger an explosion. This explosion cannot happen after just one sermon. Therefore, every opportunity to hear a sermon should be taken seriously. However, to reach the depth of heart that can say, “Take me to heaven,” an explosion is needed. Changing one’s thinking pattern is not easy. It takes time, hard work, and God does not magically transform our way of thinking into the new mindset He desires in an instant.
One day, when we stand before God and see the law of truth, we will deeply regret not taking full advantage of this precious opportunity. We must not get caught up in organizational matters; instead, we must focus on the truth that transforms us. Renewal here means a continuous deepening of understanding so that we become fully aware of the reality of God. Each person experiences the reality of God differently. If the awareness of God's reality grips a person’s life, making them conscious that they are living under God's rule, then every word they speak and every action they take will be carefully considered: Does this hurt God's heart or not?
However, people's way of life has been misguided—they live as they please. In reality, every word we speak should be carefully weighed. Our reactions to every situation reveal whether we are children of God or children of the world. Remember! Our minds can be a place where the devil gains access to fulfill his will and execute his plans. But our minds can also be a stronghold where the Holy Spirit works and fulfills God's plan in our lives—leading us to become Corpus Delicti, perfect like Jesus, and helping others to become Corpus Delicti, perfect like Jesus.
CHANGES IN THINKING PATTERNS FROM THE TRUTHS WE HEAR, ACTUALLY RESULT IN CHANGES IN THE DIRECTION OF LIFE.

PERUBAHAN ARAH HIDUP - 21 Maret 2025
2025-03-23 10:01:43
Perubahan cara berpikir melahirkan pengertian yang baru. Jadi, tidak heran kalau seorang hamba Tuhan bisa menulis buku begitu banyak, karena dia terus mengalami perubahan cara berpikir. Juga materi khotbah yang selalu memberi pencerahan. Sejatinya, khotbah itu bukan hanya membedah Alkitab atau mengeksposisi Alkitab. Khotbah harus memuat pesan saat itu dan setiap kebenaran yang dikemukakan harus ada implikasinya. Itulah sebabnya teologi yang benar itu mengubah; baik si pembicara maupun yang mendengar. Dan perubahan itu akan dirasakan dan dibuktikan orang sekitar kita. Sebab kalau hanya perdebatan teologi, itu tidak ada habisnya sebab teologi itu bisa ditarik ke mana pun seperti karet, dan orang biasanya selalu mengaku dirinya paling benar.
Jadi, perubahan pola berpikir dari kebenaran-kebenaran yang kita dengar, sejatinya mengakibatkan perubahan arah hidup. Ini lebih dari perubahan moral. Perubahan arah hidup ini menyangkut seluruh filosofi hidup kita, menyangkut perubahan sikap hati, sikap batin, seluruh gaya hidup kita, dan arah hidup kita itu bisa ke arah dunia yang akan datang. Dan itu tidak pernah bisa kita alami dulu. Karena itu, perubahan pola berpikir ini harus terjadi terus-menerus. Kalau dalam bahasa Ibrani, syub (שׁוּב), artinya berbalik. Kalau di dalam bahasa Yunani, metanoia (μετάνοια). Dan bagi orang percaya, perubahan pola berpikir itu merubah seluruh filosofi hidup, sikap hati, sikap batin, sampai kita merasa bukan berasal dari dunia ini. Ini hal yang sangat penting, karena akar segala kejahatan adalah cinta uang. Jadi yang harus dikalahkan adalah cinta uang itu, sampai kita merasa bukan berasal dari dunia ini.
Maka, transformasi adalah perubahan yang berlangsung terus-menerus atau berkesinambungan; bukan sebuah momentum, melainkan sebuah proses yang harus berlangsung setiap hari. Dan Tuhan itu luar biasa mengubah kita. Dari logos (λόγος) yang kita dengar, jadi firman dalam bentuk pengertian. Lalu, melalui pengalaman-pengalaman hidup di mana kita mendengar Tuhan berbicara berdasarkan logos yang pernah kita terima tersebut, hingga menjadi rhema (ῥῆμα). Dan itu lebih menggores. Kalau kita mendengar firman, “kasihi musuhmu,” itu terekam di dalam pikiran kita. Namun pada saat kita dimusuhi, hati kita sakit, lalu kita mendengar suara itu “kasihi musuhmu” dan kita menjalaninya, maka itu menggores lebih dalam menjadi nurani kita. Allah tidak bisa mengubah kita tanpa peristiwa, tanpa kejadian. Itulah sebabnya Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan.
Dalam sejarah dapat dijumpai bahwa setiap perubahan hampir selalu melalui mekanisme proses, hasil perjuangan setiap individu. Bukan sesuatu yang instan. Eropa itu bisa diselamatkan karena mendengar Injil lewat kerja keras para rasul, khususnya rasul Paulus, lewat perjalanan waktu yang panjang. Demikian pula kita. Kita bisa mengalami perubahan itu juga harus melalui proses panjang. Pertanyaannya, mengapa Tuhan menghendaki orang percaya terus-menerus mengalami proses pembaharuan pikiran? Sebab apa yang menguasai pikiran kita, menguasai kita. Kalau kita ke gereja seminggu sekali mendengar khotbah—yang khotbahnya pun belum tentu jelas—maka kita tidak memiliki pikiran Alkitab, pikiran Tuhan.
Sejatinya, dalam setiap pertemuan rohani pasti ada sesuatu yang dipersiapkan atau sirkuit yang akan menjadi ledakan. Jadi, tidak bisa meledak dalam satu kali mendengar khotbah. Sehingga, mestinya setiap kali ada kesempatan mendengar khotbah, kita dengarkan. Namun, untuk menemukan getar hati yang bisa berkata, “bawa aku ke surga,” itu perlu ledakan. Mengubah pola berpikir bukan sesuatu yang mudah. Membutuhkan waktu, kerja keras, dan Tuhan tidak menyulap pola berpikir kita berubah menjadi pola berpikir yang baru seperti yang Dia inginkan, dalam sekejap.
Kalau kita nanti suatu hari menghadap Tuhan, lalu melihat hukum kebenaran ini, kita akan sangat menyesal kalau kita tidak memanfaatkan kesempatan yang berharga ini. Kita tidak boleh terjebak dengan urusan organisasi, sebaliknya, kita harus fokus kepada kebenaran yang mengubah kita. Pembaharuan di sini artinya sama dengan pembaruan pengertian yang terus-menerus berlangsung sehingga kita memiliki kesadaran terhadap realitas Allah. Realitas Allah dihayati berbeda oleh masing-masing kita. Apabila penghayatan akan realitas Allah itu mencengkeram hidup seseorang, sehingga dalam kesadarannya ia tahu bahwa ia hidup di dalam pemerintahan Allah, maka setiap kata yang dia ucapkan, setiap tindakan yang dia lakukan, pasti diperhitungkan dengan benar: apakah ini melukai hati Tuhan atau tidak?
Namun selama ini, irama hidup orang sudah salah; suka-sukanya sendiri. Seharusnya, setiap kata yang kita ucapkan harus dipertimbangkan. Juga reaksi kita terhadap setiap keadaan atau kejadian yang mana menunjukkan kita adalah anak-anak Allah atau anak dunia. Ingat! Pikiran kita bisa menjadi tempat di mana Iblis berakses untuk memenuhi dan melaksanakan kehendaknya guna menggenapi rencananya. Tetapi pikiran kita juga bisa menjadi pangkalan di mana Roh Kudus bekerja dan menggenapi rencana Allah dalam hidup kita, yaitu menjadi Corpus Delicti, sempurna seperti Yesus, dan menolong orang lain untuk menjadi Corpus Delicti sempurna seperti Yesus.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
PERUBAHAN POLA BERPIKIR DARI KEBENARAN-KEBENARAN YANG KITA DENGAR, SEJATINYA MENGAKIBATKAN PERUBAHAN ARAH HIDUP.

Truth Kids 20 Maret 2025 - TUHAN YANG DEKAT
2025-03-20 21:03:00
Mazmur 34:18
”Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.”
Sobat Kids, siapa yang pernah merasa sedih? Mungkin karena mainan kesayangan rusak, bertengkar dengan teman, atau mungkin ada hal lain yang membuat hati kalian terasa berat. Rasanya tidak enak, ya? Kadang kita ingin menangis dan merasa kesepian, namun tahukah kalian kalau ada satu Pribadi yang selalu ada dan menghibur kita? Ya, Tuhan! Artinya, saat kita sedih, Tuhan tidak jauh-jauh. Dia ada di dekat kita, memeluk kita dengan kasih-Nya. Seperti seorang sahabat yang setia, Tuhan ingin mendengar semua keluh kesahmu. Kamu bisa cerita apa saja kepada-Nya lewat doa. Bayangkan ini: saat kamu menangis, Tuhan hadir dan dengan lembut menghapus air matamu serta berkata, "Aku ada di sini. Jangan takut." Tuhan tidak hanya menghibur, tapi juga memberi kekuatan supaya kita bisa tersenyum lagi.
Jadi, Sobat Kids, kalau hati kalian sedih, ingatlah bahwa Tuhan itu selalu dekat. Dia mengasihimu dan peduli pada perasaanmu. Yuk, berdoa kepada Tuhan hari ini! Ceritakan isi hatimu dan biarkan Dia menghiburmu. Karena bersama Tuhan, kesedihan bisa berubah jadi sukacita!

Truth Junior 20 Maret 2025 - TIDAK LAGI KU SEDIH
2025-03-20 20:54:55
Mazmur 34:18
”Apabila orang-orang benar itu berseru-seru, maka TUHAN mendengar, dan melepaskan mereka dari segala kesesakannya.”
Sobat Junior, apa yang kalian lakukan ketika sedang sedih? Kesedihan itu seperti awan gelap yang menutupi sinar matahari. Namun, yang sering kita lupa, di balik awan itu ada matahari yang tetap bersinar. Begitu juga kita, ketika hati kita penuh kesedihan, sebenarnya ada Tuhan yang selalu dekat untuk memberikan penghiburan.
Hana adalah seorang wanita yang hatinya sangat sedih karena belum memiliki anak. Meski banyak yang mengejeknya, Hana tidak berhenti berdoa. Dia mencurahkan isi hatinya kepada Tuhan dengan penuh iman. Hingga akhirnya, Tuhan mendengar doanya dan memberkatinya dengan seorang anak bernama Samuel, yang kemudian menjadi nabi besar bagi bangsa Israel.
Ketika kalian merasa sedih, mungkin karena dimarahi, kehilangan mainan kesayangan, atau bertengkar dengan teman, jangan simpan semuanya sendiri. Kalian bisa datang kepada Tuhan. Berdoalah, ceritakan semuanya kepada-Nya seperti yang Hana sudah lakukan. Kalian bisa mengatakan, “Tuhan, aku sedih. Tolong hibur hatiku.” Tuhan akan memberi kalian damai di hati, bahkan mungkin melalui orang tua, guru, atau teman yang datang untuk menghibur kalian.
Sobat Junior, ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita, terutama saat kita bersedih. Dia adalah sumber penghiburan sejati yang selalu ada untuk menguatkan hati kita. Tuhan adalah tempat berlindung yang aman, terutama di saat-saat sulit. Mulai sekarang, jangan merasa sendiri dan bersedih lagi, ya!

Truth Youth 20 Maret 2025 (English Version) - I AM ROOT!
2025-03-20 20:51:56
"Blessed is the one who trusts in the LORD, whose confidence is in Him. They will be like a tree planted by the water that sends out its roots by the stream. It does not fear when heat comes; its leaves are always green. It has no worries in a year of drought and never fails to bear fruit." (Jeremiah 17:7-8)
Jeremiah 17:7-8 tells us that those who trust in God are like trees planted by the water. Their roots go deep into the ground to find water, so even when drought or heat comes, they stay strong, their leaves remain green, and they continue to bear fruit. If we compare this to our lives, our faith is like the roots. But honestly, in real life, we often get caught up in taking care of the "leaves"—things like trendy lifestyles, chasing worldly goals, or worrying about what others think of us. However, if our roots are weak, even the smallest problems can shake us.
Think about this: Have you ever seen a magnificent bridge, like the Golden Gate Bridge? We admire its grandeur, but we rarely pay attention to its foundation, buried deep in the ground. That foundation is what keeps the bridge standing strong, no matter the storms, earthquakes, or extreme weather. The same goes for our lives. If our faith foundation is shallow, we will collapse when trials come.
Unfortunately, distractions like social media and peer influence often keep us focused on external appearances rather than our spiritual growth in Christ. As a result, our roots in Him remain weak.
So, how can we grow strong roots in Christ? It’s simple—here are three things we can do. First, *pray*. Prayer is like charging your phone; you can’t function well if your heart isn’t connected to God. Second, read the Bible. God’s Word is food for our faith. If we only feed our hearts with worldly things (like endless social media scrolling), our faith will wither. Start small—just 5-10 minutes of Bible reading a day. Third, join a Christian community. Don’t walk this journey alone. Surround yourself with friends who love God because they are your real support system. They’ll help you stand when you start to fall.
So, focus on growing your roots deeper in Christ, rather than just decorating the "leaves" of your life. A strong faith won’t just keep you standing firm in the storms but will also make you a blessing to those around you. If Groot from Guardians of the Galaxy says, “I am Groot!” then we say, “I am Root!” (Okay, that was a bit cringy, but you get the point!)
WHAT TO DO:
1. Pray daily, at least 30 minutes.
2. Read God’s Word every day, at least one verse.
3. Find or create a Christian community, like a faith-based friend group or church small group.
BIBLE MARATHON:
▪ Judges 17-19

Truth Youth 20 Maret 2025 - I AM ROOT!
2025-03-20 19:16:58
”Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak khawatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” (Yeremia 17:7-8)
Yeremia 17:7-8 bilang bahwa orang yang berharap sama Tuhan itu seperti pohon yang ditanam di tepi air. Akar-akarnya menembus jauh ke dalam tanah untuk mencari sumber air, jadi meskipun musim panas atau kekeringan melanda, pohon itu tetap stay cool, daunnya hijau, dan tetap berbuah. Kalau diumpamakan ke hidup kita, akar itu ya iman kita. Dan jujur saja, di kehidupan nyata, sering banget kita sibuk banget ngurusin “daun-daun” alias hal-hal luar kayak gaya hidup kekinian, mengejar goals duniawi, atau ngepoin apa yang orang lain pikirkan soal kita. Padahal, kalau akar kita nggak kuat, pas ada masalah sedikit saja kita langsung goyah.
Coba deh pikirkan ini; pernah lihat jembatan besar yang keren banget? Contohnya, Golden Gate Bridge. Kita bisa nikmatin megahnya jembatan itu, tapi jarang banget kita ngeh sama struktur bawahnya, fondasi yang ditanam jauh banget ke dalam tanah. Fondasi itulah yang bikin jembatan bisa stay strong, nggak peduli ada badai, gempa, atau cuaca ekstrem. Sama dengan hidup kita. Kalau akar alias fondasi iman kita dangkal, ya siap-siap saja roboh pas cobaan datang.
Tetapi terkadang, kita suka ter-distract dengan hal-hal yang sebenarnya tidak penting dalam kehidupan rohani kita, karena media sosial dan pergaulan yang fokusnya hanya pada penampilan luar. Akibatnya, pertumbuhan akar kita di dalam Kristus jadi terbengkalai.
Pertanyaannya sekarang, _gimana caranya biar akar kita di Kristus tumbuh kuat? Simpel kok, ada tiga hal yang bisa kita lakukan. Pertama, doa. Doa itu kayak nge-charge HP. Enggak mungkin kita bisa menjalani hidup on point kalau hati kita nggak terhubung sama Tuhan. Kedua, baca firman Tuhan. Firman itu makanan buat iman kita. Kalau cuma kasih makan hati kita sama hal-hal duniawi (kayak scrolling media sosial nonstop), iman kita bakal kering kerontang. Mulailah baca Alkitab, walau cuma 5-10 menit sehari. Ketiga, komunitas rohani. Jangan sok jalan sendiri. Teman-teman yang cinta Tuhan itu the real support system, mereka yang bakal bantu kamu berdiri waktu kamu mulai jatuh.
Jadi, fokuslah buat menanam roots kamu makin dalam di Kristus. Jangan cuma sibuk ngehias “daun” hidupmu. Kalau iman kamu kuat,nggak cuma kamu bisa berdiri kokoh waktu badai datang, tapi kamu juga bakal jadi berkat buat orang di sekitarmu. Kalau Groot dari Guardian of the Galaxy bilang “I am Groot!”, kita bilang “I am Root! Hehe… gaje ya?”
WHAT TO DO:
1.Berdoa setiap hari, minimal 30 menit
2.Baca firman Tuhan setiap hari, minimal 1 ayat setiap hari
3.Carilah atau buatlah suatu komunitas rohani, seperti geng pertemanan yang kristiani, komsel gereja, dll.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Hakim-hakim 17-19

Renungan Pagi - 20 Maret 2025
2025-03-20 19:12:09
Iman yang benar adalah iman yang disertai dengan tindakan, karena iman yang benar adalah iman yang maju bukan iman yang bertahan, iman yang benar adalah iman yang lahir dari kehidupan yang benar.
Untuk memiliki iman yang benar, kita harus membangun dasar yang kokoh yaitu memiliki iman yang hanya tertuju kepada Allah.
Memiliki iman yang benar dan kokoh, artinya tidak bimbang, tidak menimbang-nimbang, tidak setengah hati, tapi teguh dan kokoh dalam keyakinan kepada Allah.

Quote Of The Day - 20 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono
2025-03-20 19:10:40
Kalau pertobatan seseorang masih setengah-setengah, sekadar formalitas agama, maka dia tidak akan bisa mengikut Yesus dan diubah oleh Yesus.

Mutiara Suara Kebenaran - 20 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-20 19:09:07
Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang harus terus berubah, seperti sebuah organisme. Jadi, kekristenan tidak boleh hanya menjadi lembaga organisasi, tetapi harus menjadi organisme yang hidup.

TRANSFORMATION - 20 Maret 2025 (English Version)
2025-03-20 19:07:17
The Christian life is a life that must constantly change, like a living organism. Therefore, Christianity should not merely be an organizational institution but must be a living organism. In this process of change, believers undergo transformation. This is an essential process that must take place in the life of every believer. Through this process, believers will increasingly understand God’s will—what is good, pleasing, and perfect—so that they become people who do the Father’s will. The Holy Spirit will actively transform believers into individuals of excellence in the eyes of God.
Therefore, if we do not undergo a process of change, if we do not experience transformation, it means we are not Christians. We may only be church members but not part of the living organism of God’s Kingdom. We must honestly examine ourselves, whether we have experienced changes according to the standards of change in the lives of God’s children or not? Indeed, the problem is that many people do not understand the standard of life for God’s children. However, we certainly have a conscience to see our own condition. Questions for introspection: Have we experienced a significant change; a change that makes us not the same as this world?
Romans 12:1-2: "Therefore, brothers and sisters, in view of God’s mercy, I urge you to offer your bodies as a living sacrifice, holy and pleasing to God—this is your true and proper worship. Do not conform to the pattern of this world, but be transformed by the renewing of your mind. Then you will be able to test and approve what God’s will is—his good, pleasing, and perfect will."
The first verse cannot be separated from the second. The essence is that the Christian life is that the Christian life is a life that is dedicated entirely to God. So, there is no part for other purposes. And true worship will be marked by a person's condition that is not the same as the world. It is indeed a challenge when people do not yet understand the standard of living as God’s children. However, our conscience will still speak: Do we find ourselves in the same condition as those around us, or do we possess a distinct excellence that they do not have?
The word “transformation” refers to a process of change (Greek: metamorfoste μεταμορφωσθε). We cannot deny the reality that many Christians, in principle, do not experience any change at all.
Even if life experiences make a person mentally mature, this is not the spiritual maturity that God intends. What God desires is transformation through renewal (Greek: anakainosis ἀνακαίνωσις)—renewing, renovation. This refers to something being changed, renewed, or made into another form. And this change begins with the mind. In the original language, "mind" comes from the word knows, which means mind. Paul wrote it in 2 Corinthians 3:18, "And we all, who with unveiled faces reflect the Lord’s glory, are being transformed into his image with ever-increasing glory, which comes from the Lord, who is the Spirit."
We are transformed, metamorphoo, to become like His image. This confirms what we often declare: salvation is God's effort or process upon humanity to restore humanity to God's original design. We always voice this, and we must truly pay attention to the fact that our life journey is a journey of transformation—like a living organism. Not to conform to the world, but to be conformed to Jesus, until we fully radiate God's perfect glory.
Honestly, many of us feel that we have not radiated the strong glory of God. But we are grateful, through the experiences we have gone through, we learn how to wear the character of Christ. And be prepared, for those of us who really want to be changed. We can have a 'bitter experience,' like the Lord Jesus experienced, in fact at that time we are challenged to respond to the situation with actions like the Lord Jesus did. And if such situations can happen several times and repeatedly, continue to act like Christ. So, nothing happens by chance and nothing happens automatically; everything must go through struggle.
God Himself is bound by His law. He cannot or will not change people mystically, spectacularly. The blind can see, the lame can walk, but changing the way of thinking so as to change the way of life of a person requires a process. From the side of the Holy Spirit, He works to change each individual to become what the Father wants; and from the individual side, we must give ourselves to be changed. So, changing the way of thinking is a continuous process of God's hard work through the Holy Spirit, and our hard work.
THE HOLY SPIRIT WILL ACTIVELY TRANSFORM BELIEVERS INTO INDIVIDUALS OF EXCELLENCE IN THE EYES OF GOD.

TRANSFORMASI - 20 Maret 2025
2025-03-20 19:05:30
Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang harus terus berubah, seperti sebuah organisme. Jadi, kekristenan tidak boleh hanya menjadi lembaga organisasi, tetapi harus menjadi organisme yang hidup. Di dalam proses perubahan tersebut, orang percaya mengalami transformasi. Ini proses penting yang harus terjadi dalam kehidupan setiap orang percaya. Dengan proses ini, orang percaya akan semakin mengerti kehendak Tuhan—apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna—sehingga menjadi orang-orang yang melakukan kehendak Bapa. Roh Kudus akan giat mentransformasi orang percaya untuk menjadi pribadi unggul di mata Allah.
Jadi, kalau kita tidak mengalami proses perubahan, tidak mengalami proses transformasi, berarti kita bukan orang Kristen. Kita baru hanya menjadi anggota gereja, tetapi bukan organisme Kerajaan Allah. Kita harus jujur memeriksa diri kita, apakah kita mengalami perubahan sesuai dengan standar perubahan kehidupan anak-anak Allah atau tidak? Ya, memang masalahnya, banyak orang tidak mengerti standar kehidupan anak-anak Allah itu. Namun, pasti kita memiliki nurani untuk melihat keadaan diri kita sendiri. Pertanyaan untuk introspeksi: Apakah kita mengalami sebuah perubahan yang signifikan; perubahan yang membuat kita tidak menjadi sama dengan dunia ini?
Roma 12:1-2, “Karena itu, Saudara-saudara, demi kemurahan Allah, aku menasihatkan kamu supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah. Itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna.”
Ayat pertama ini tidak bisa dilepas dari ayat yang kedua. Ya intinya adalah bahwa kehidupan Kristen adalah kehidupan yang dipersembahkan sepenuhnya bagi Allah. Jadi, tidak ada bagian untuk maksud yang lain. Dan ibadah yang sejati akan ditandai dengan keadaan seseorang yang tidak sama dengan dunia. Memang menjadi masalah kalau orang belum mengerti standar hidup anak-anak Allah tersebut. Namun bagaimanapun, nurani kita akan berbicara: Apakah kita berkeadaan sama dengan orang di sekitar kita, atau kita memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh mereka? Kata “transformasi” berarti suatu proses perubahan (Yun. metamorfoste μεταμορφωσθε). Kita tidak menyangkal kenyataan, bahwa banyak orang Kristen yang pada prinsipnya tidak mengalami perubahan sama sekali.
Kalaupun pengalaman hidup membuat seseorang menjadi dewasa mental, itu bukanlah kedewasaan rohani yang dimaksudkan oleh Tuhan, sebab yang Tuhan mau adalah berubah oleh pembaharuan (Yun. anakainosis
ἀνακαίνωσις), renewing, pembaharuan, renovasi. Hal ini menunjuk kepada sesuatu yang diubah, diperbarui, atau dibuat dalam bentuk lain. Dan perubahan itu dimulai dari budi. Dalam bahasa aslinya, “budi” berasal dari kata knows, yang artinya pikiran. Paulus menuliskannya dalam 2 Korintus 3:18, “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa...”
Kita diubah, di-transform, kita di-metamorphoo menjadi serupa dengan gambar-Nya. Jadi memang benar, yang sering kita kemukakan, bahwa keselamatan merupakan usaha atau proses dari Allah atas manusia untuk mengembalikan manusia ke rancangan Allah semula. Kita selalu menyuarakan hal ini, dan kita harus benar-benar memperhatikan bahwa perjalanan hidup kita adalah perjalanan perubahan seperti sebuah organisme yang hidup. Tidak serupa dengan dunia, tetapi serupa dengan Yesus. Sampai kita benar-benar memancarkan kemuliaan Tuhan yang sempurna.
Sejujurnya, banyak di antara kita yang merasa belum memancarkan kemuliaan Allah yang kuat. Namun kita bersyukur, melalui pengalaman-pengalaman yang kita jalani, maka kita belajar bagaimana mengenakan karakter Kristus. Dan bersiaplah, bagi kita yang sungguh-sungguh mau diubah. Kita bisa memiliki ‘pengalaman pahit,’ seperti yang dialami Tuhan Yesus, sejatinya pada saat itulah kita ditantang untuk merespons keadaan tersebut dengan tindakan seperti yang dilakukan Tuhan Yesus. Dan kalau itu bisa terjadi beberapa kali dan berulang, teruslah bersikap seperti Kristus. Jadi, tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan dan tidak ada sesuatu yang terjadi secara otomatis; semua mesti melalui perjuangan.
Allah sendiri terikat dengan hukum-Nya. Ia tidak bisa atau tidak mau mengubah orang secara mistis, secara spektakuler. Orang buta bisa melihat, timpang bisa jalan, tetapi mengubah cara berpikir sehingga mengubah gaya hidup, cara hidup seseorang perlu proses. Dari pihak Roh Kudus, Ia bekerja untuk mengubah setiap individu untuk menjadi seperti yang Bapa mau; dan dari pihak individu, kita harus memberi diri untuk diubah. Jadi, perubahan pola berpikir merupakan proses berkesinambungan dari kerja keras Tuhan melalui Roh Kudus, dan kerja keras kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ROH KUDUS AKAN GIAT MENTRANSFORMASI ORANG PERCAYA UNTUK MENJADI PRIBADI UNGGUL DI MATA ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 20 Maret 2025
2025-03-20 19:02:48
Ulangan 30-31

Truth Kids 19 Maret 2025 - TUHAN MELUKIS HIDUP KITA
2025-03-19 21:46:16
Yeremia 29:11
”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
"Lili, menurutmu, bagaimana masa depan kita nanti?" tanya Dito kepada temannya ketika sedang bermain di taman. "Aku kadang takut, Dito. Bagaimana kalau aku gagal di sekolah atau tidak bisa menjadi seperti yang mama papa harapkan?" jawab Lili sambil memandangi langit. Dito tersenyum dan berkata, "Aku pernah dengar guru Sekolah Minggu bilang kalau Tuhan sudah punya rencana yang indah buat kita semua. Tuhan itu seperti Pelukis hebat, Lili. Dia sedang melukis hidup kita dengan warna-warna yang indah. Kadang kita hanya melihat warna gelap atau coretan yang tidak kita mengerti. Tapi suatu hari nanti, kita akan melihat lukisan indah itu!" Lili tersenyum kecil dan bertanya, "Jadi, kita nggak perlu khawatir, ya, Dito?" "Benar, Lili! Tugas kita percaya kepada Tuhan, rajin berdoa, dan melakukan yang terbaik. Selebihnya, serahkan sama Tuhan. Dia nggak pernah salah," jawab Dito penuh semangat.
Sobat Kids, Tuhan punya rencana yang sangat indah untuk masa depan kita. Kadang kita tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi percayalah, Tuhan selalu menyertai kita. Yuk, kita belajar percaya sepenuhnya kepada Tuhan dan lakukan yang terbaik setiap hari!

Trurh Junior 19 Maret 2025 - RENCANA INDAHMU
2025-03-19 21:43:51
Yeremia 29:11
”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
Sobat Junior, hidup sering terasa seperti menyusun puzzle. Potongannya terlihat berantakan, tidak jelas bentuk akhirnya, dan kadang kita bingung dari mana harus memulai. Namun ingatlah, Tuhan adalah Perancang yang sudah tahu hasil akhirnya. Seperti dalam ayat Alkitab kita hari ini, Tuhan berkata bahwa rancangan-Nya untuk kita adalah damai sejahtera, bukan kecelakaan.
Yusuf adalah contoh nyata dari rencana Tuhan yang luar biasa. Saat dia dijual oleh saudara-saudaranya, dipenjara karena fitnah, dan hidup jauh dari keluarga, Yusuf mungkin merasa seperti potongan puzzle yang hilang. Tapi Yusuf tidak menyerah. Dia tetap setia kepada Tuhan, hingga akhirnya, Tuhan memakai Yusuf untuk menjadi pemimpin besar di Mesir, menyelamatkan banyak orang dari kelaparan, termasuk keluarganya sendiri.
Sobat Junior, kalian juga mungkin pernah merasakan situasi di mana rencana kalian tidak berjalan sesuai harapan, seperti gagal dalam ujian atau merasa kesulitan mencapai cita-cita. Jangan menyerah! Tuhan juga punya rencana indah untuk hidup kalian. Saat kalian bingung, berdoalah kepada Tuhan, “Tuhan, tunjukkan rencana-Mu dalam hidupku.”
Percayalah, seperti puzzle yang akhirnya tersusun indah, Tuhan juga sedang bekerja menyusun hidup kalian menjadi luar biasa. Tuhan sudah melihat gambaran besar yang belum bisa kita lihat saat ini. Jangan sampai kita merasa ragu dan khawatir akan masa depan kita, karena Tuhan memiliki rencana yang indah dan ajaib. Tugas kita hanya berdoa, percaya, dan terus berusaha melakukan hal yang terbaik. Tetap semangat ya, Sobat Junior!

Truth Youth 19 Maret 2025 - REFLECTING CHRIST
2025-03-19 21:37:36
“You are the light of the world. A town built on a hill cannot be hidden. Neither do people light a lamp and put it under a bowl. Instead, they put it on its stand, and it gives light to everyone in the house.” (Matthew 5:14-15)
Friends, you must know what a mirror is, right? Especially for the ladies, it’s hard to live without a mirror! But do you know what a mirror is and its function? Essentially, a mirror is used as a tool to help tidy up our appearance. It’s also used to see intersections or rear areas, like in vehicle mirrors for motorcycles, cars, trucks, and buses. A mirror also reflects light without distorting it.
As Christians, we have a calling from God to be the light of the world. Jesus Himself said, “You are the light!” This shows that each of us is meant to be a light in this dark world. The light we have doesn’t come from our own strength or abilities but from God, who lives in us.
Being a light isn’t an option for God’s children; it’s an identity that’s attached to us from the moment we are born into this world. When we realize that our true identity is to be a light, we should naturally shine in our surroundings. Whether at home, school, college, work, or anywhere else, we must reflect Christ, who is the Source of Light.
However, it’s undeniable that many young Christians aren’t aware of this identity. It’s no wonder that their lives become stumbling blocks to others—disrespectful to parents, disinterested in ministry, or even ashamed to admit they are followers of Christ. It’s crucial to awaken and reclaim our true identity. To do this in a dark world, we need a total transformation from our sinful nature to a divine nature. We must put on the mind and heart of Christ in every aspect of our lives, which is how we reflect His light to the world and become a reflection of Christ.
Therefore, the statement “you are the light of the world” reminds us that every Christian carries the light of Christ, which must be reflected to others. This light should shine through our lives, words, and actions. Start with small things at home by caring for your parents, excel in school through good means, and in your social or community life, avoid being a toxic person.
WHAT TO DO:
1. First, realize that we are created by God and live for His glory. Whatever the world says about us isn’t true; only God’s Word is true.
2. The awareness that we are the light can only come from having a close relationship with God, where He dwells in us. This is done through prayer and reading the Bible.
BIBLE MARATHON:
▪ Judges 14-16

Truth Youth 19 Maret 2025 - CERMINAN KRISTUS
2025-03-19 20:21:47
”Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.” (Matius 5:14-15)
Teman-teman pasti tahu apa itu cermin, khususnya yang perempuan pasti hampir tidak bisa lepas dari cermin, kan? Tapi, kalian tahu gak apa itu cermin dan apa fungsinya? Pada dasarnya keberadaan cermin memang dipakai sebagai alat bantu merapikan penampilan, selain itu juga melihat jalan persimpangan hingga melihat area belakang seperti pada spion kendaraan bermotor, mobil hingga truk dan bus. Cermin juga berfungsi untuk memantulkan cahaya tanpa membiaskannya.
Suatu panggilan yang mutlak dari Tuhan bagi setiap kita orang Kristen yakni harus menjadi terang bagi dunia ini. Tuhan Yesus sendiri dalam perkataan-Nya menyatakan, “Kamu adalah terang!” Hal ini menunjukkan bahwa setiap kita hadir di dalam dunia yang gelap ini memang harus menjadi terang. Terang yang diperoleh bukan karena kekuatan atau kehebatan diri sendiri, melainkan oleh karena Tuhan yang hidup di dalam kehidupan kita.
Menjadi terang bukanlah sebuah pilihan untuk anak-anak Tuhan, melainkan sebuah identitas yang melekat sejak kita hadir di bumi ini. Ketika kita sadar bahwa identitas kita yang sesungguhnya adalah terang, maka sudah seharusnya kita menerangi sekeliling kita. Baik kita di rumah, di sekolah, di tempat kuliah, di tempat kerja, dan di mana pun keberadaan diri kita, harus menjadi cerminan Kristus yang merupakan Sang Sumber Terang itu.
Namun tidak bisa dipungkiri banyak anak-anak muda Kristen yang tidak menyadari akan identitasnya ini. Maka tidak heran jika hidupnya menjadi batu sandungan bagi orang lain, tidak hormat kepada orang tua, tidak suka dengan lingkungan pelayanan, bahkan malu untuk mengaku jika dirinya adalah pengikut Kristus. Maka penting untuk segera sadar dan mengenakan kembali identitas kita yang sesungguhnya ini. Untuk mengenakan kembali identitas ini di tengah dunia yang gelap adalah dengan perubahan yang total dari kodrat dosa menjadi kodrat ilahi. Mengenakan pikiran dan perasaan Tuhan Yesus dalam segala aspek kehidupan kita, ini merupakan cara kita memancarkan terang Kristus bagi dunia, sehingga kita akan disebut sebagai cerminan Kristus.
Oleh sebab itu, tentang “kita adalah terang dunia” itu menyadarkan bahwa setiap orang Kristen memiliki terang Kristus yang harus direfleksikan kepada orang lain. Terang Kristus ini harus memancar melalui kehidupan, perkataan, dan perbuatan. Mulai dari hal-hal kecil di rumah dengan peduli kepada orang tua, jika di sekolah harus berprestasi dengan cara yang baik, dan saat di lingkungan pertemanan atau masyarakat tidak menjadi pribadi yang toxic.
WHAT TO DO:
1.Sadari terlebih dahulu jika kita ini diciptakan Tuhan dan hidup untuk kemuliaan-Nya. Maka apa pun yang dunia katakan tentang diri kita itu tidaklah benar, yang benar hanya perkataan Tuhan.
2.Kesadaran jika kita adalah terang hanya bisa diperoleh dengan kita punya hubungan erat dengan Tuhan, dan Ia harus tinggal di dalam diri kita. Ini dilakukan dengan doa dan baca Alkitab.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Hakim-hakim 14-16

Renungan Pagi - 19 Maret 2025
2025-03-19 20:17:22
Kita boleh saja berkata saya kristen dan cinta Yesus, saya anggota gereja dan pelayan Tuhan digereja, tetapi kalau hati tidak melekat pada Tuhan, tidak memiliki keintiman dengan Tuhan, maka apa yang kita lakukan tidak berarti apa-apa.
Kalau kita hidup melekat pada Tuhan, maka tidak akan hidup sembarangan, akan selalu mengerjakan yang terbaik buat Tuhan, sehingga apa yang Tuhan janjikan menjadi bagian kita.

Quote Of The Day - 19 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-19 20:16:24
Roh Kudus akan pimpin dan tolong kita, tapi niat untuk benar-benar bertobat dan menghasilkan buah-buah pertobatan harus dari kita sendiri.

Mutiara Suara Kebenaran - 19 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-19 20:12:50
Kalau seseorang sudah tidak memiliki atmosfer Kerajaan Surga, maka ia pasti tidak mengingini surga. Sebab suasana dunia mencengkeram dirinya yaitu keinginan daging, keinginan mata, keangkuhan hidup.

UNFAITHFULNESS - 19 Maret 2025 (English Version)
2025-03-19 20:10:35
If someone no longer possesses the atmosphere of the Kingdom of Heaven, then they surely do not long for heaven. This is because the atmosphere of the world has gripped them—the lust of the flesh, the lust of the eyes, and the pride of life. Naturally, they also do not long to meet Jesus or return to heaven. They usually think that life is only given once on this earth, and there is no life in another world. For them, heaven is a different kind of life—though they may believe it is beautiful, they do not truly desire to enter the Kingdom of Heaven and enjoy it because it seems unclear to them. In reality, life there is a continuation of life on earth, only without sin and wickedness, for there is no power of darkness.
With worldly minds, many people do not want to have a life like the life in heaven. Even though they believe life is beautiful, they don't want to go back to heaven because heaven doesn't suit their tastes, which are the tastes of the world. That's the problem, so it can't connect. It is true that no one wants to go to hell, but they consider heaven as a comfortable place of exile, but actually undesirable. And this is betrayal. This is the influence of dark powers. Therefore, believers should have started to change their tastes since they were on this earth. Thus, to start changing this taste in life, we must dare to shift the focus of life from the focus of life on this earth to life in the new heaven and the new earth. The opportunity to live for only seventy years must be used as an opportunity to prepare ourselves so that we are worthy to enter the Kingdom of Heaven. It is impossible for God to put people who do not desire to go to heaven.
Psalm 1:2 says, “Blessed is the one whose delight is in the law of the LORD, and who meditates on his law day and night.” And Psalm 84:5 says, “Blessed are those whose strength is in You, whose hearts are set on pilgrimage.” The pilgrimage of the New Covenant people is to the New Jerusalem; the New Heaven and the New Earth. So, since we become Christians, we can't help but pack up, we have to be travelers. It is no wonder that Paul desired to return to heaven more than to live on earth. This is the biblical standard. There is no other choice—we must change the desires of our souls. If our soul’s desires have not changed, then talking about the new heaven and new earth is meaningless. It is not that we are forbidden from having possessions, but we must no longer take pleasure in worldly things or make them the source of our happiness. If we do not need something, we should let it go. Do not become attached. In reality, this life is terrible—tragic. What are we really seeking?
People who live under the influence of the power of darkness certainly do not desire the land that God promised. In the context of Christianity, this means they do not long to return to heaven or to meet the Lord Jesus. Yet, Jesus desires that where He is, we may also be. So, if we have no longing to return to heaven, it means we are betraying Him. In truth, we have spent many days without any real desire to meet the Lord. We do not intend to betray Him, and we certainly do not want to go to hell, but at the same time, we lack a deep longing to meet Him. Or at least, our desire is weak. There must be an affair of the heart here. Our hearts must be attached, bound, and drawn to something else. If we do not long to meet and dwell with the Lord Jesus, that is unfaithfulness—because it is a sign that there is another "lover" in our lives. The Lord Jesus is our Bridegroom, and we are His bride.
Believers should long to meet Him. However, Christians who live under the influence of darkness often feel more comfortable staying on this earth than returning to heaven. We were all once like this. Even now, we sometimes still feel this way— when we are enjoying something. This is wrong. Many Christians think that discussing heaven in depth is unnecessary, as if it is a matter for the distant future. For many, the goal is to make life on earth as comfortable as possible, asking for God’s intervention to make this world feel like heaven. Therefore, when Christianity became the state religion, Christianity has been declining since then. Even the church experienced the dark ages.
Since the fifth century, there have only been theological debates, killings, excommunications, and mutual condemnations. Yet, God has always preserved a remnant—people who sincerely uphold the purity of the Gospel. We must honestly examine ourselves: are we truly worthy to be received into the eternal dwelling place? If we do not long for heaven yet still want to enter it, then we are essentially desiring heaven without truly yearning for it. That is audacious. It is like a husband who does not actually want to go home because he has a mistress, but since he has no other choice, he reluctantly returns. If we do not desire to return to heaven, we must honestly examine ourselves: what is binding our soul? As long as we still have the opportunity to change, let us change.
IF WE DO NOT LONG TO MEET AND DWELL WITH THE LORD JESUS, THAT IS UNFAITHFULNESS-BECAUSE IT IS A SIGN THAT THERE IS ANOTHER "LOVER" IN OUR LIVES.

KETIDAKSETIAAN - 19 Maret 2025
2025-03-19 18:13:07
Kalau seseorang sudah tidak memiliki atmosfer Kerajaan Surga, maka ia pasti tidak mengingini surga. Sebab suasana dunia mencengkeram dirinya yaitu keinginan daging, keinginan mata, keangkuhan hidup. Tentu saja mereka juga tidak berkerinduan bertemu dengan Yesus atau pulang ke surga. Mereka biasanya berpikir bahwa kesempatan hidup hanya satu kali di bumi ini, dan tidak ada kehidupan di dunia lain. Bagi mereka surga adalah kehidupan yang berbeda. Yang walaupun diyakini indah, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh mengingini masuk Kerajaan Surga itu dan menikmatinya, sebab tidak jelas. Padahal kehidupan di sana merupakan pengulangan kehidupan di bumi, hanya tidak ada dosa dan kejahatan, karena tidak ada kuasa kegelapan.
Dengan pikiran duniawi, banyak orang tidak ingin memiliki kehidupan seperti kehidupan di surga. Walaupun mereka yakini kehidupan itu indah, tetapi mereka tidak mengingini pulang ke surga sebab surga tidak sesuai selera mereka, yang adalah selera dunia. Itu masalahnya, jadi tidak bisa nyambung. Memang benar, tidak ada orang mau masuk neraka, namun mereka menilai surga hanya sebagai tempat pembuangan yang nyaman, tetapi sebenarnya tidak diingini. Dan ini pengkhianatan. Ini pengaruh kuasa gelap. Oleh sebab itu, seharusnya orang percaya sudah mulai mengubah selera sejak di bumi ini. Dengan demikian, untuk memulai perubahan selera hidup ini, kita harus berani memindahkan fokus hidup dari fokus hidup di bumi ini kepada kehidupan di langit yang baru dan bumi yang baru. Kesempatan hidup yang hanya tujuh puluh tahun harus dijadikan sebagai kesempatan untuk persiapan diri agar kita layak masuk Kerajaan Surga. Tidak mungkin Allah memasukkan orang-orang yang tidak berhasrat ke surga.
Mazmur 1:2 mengatakan, “Berbahagialah orang yang kesukaannya Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” Dan Mazmur 84:5 mengatakan, “Berbahagialah manusia yang kekuatannya di dalam Engkau, yang berhasrat mengadakan ziarah.” Ziarah umat Perjanjian Baru adalah ke Yerusalem Baru; LB3. Jadi, sejak kita menjadi orang Kristen, tidak bisa tidak kita harus berkemas-kemas, harus jadi musafir. Tidak heran kalau Paulus lebih mengingini pulang ke surga daripada hidup di bumi. Ini standar Alkitab. Tidak ada pilihan, kita harus merubah selera jiwa. Kalau selera jiwa belum diubah, omong kosong kita bicara tentang langit baru bumi baru. Bukan tidak boleh punya ini dan itu, namun jangan lagi punya kesukaan dunia, jangan jadikan itu sebagai kebahagiaan hidup kita. Kalau itu tidak kita perlukan, tidak usah. Jangan menjadi ikatan. Sejatinya, mengerikan hidup ini, tragis. Apa sih yang kita cari?
Orang yang hidup di bawah pengaruh kuasa kegelapan pasti tidak mengingini negeri yang Tuhan janjikan. Atau dalam konteks orang Kristen, tidak ingin pulang ke surga, tidak ingin bertemu dengan Tuhan Yesus. Padahal Yesus mengingini di mana Dia berada, kita pun ada. Jadi kalau kita tidak punya kerinduan pulang ke surga, itu berarti, kita mengkhianati Dia. Dan sejujurnya, kita telah melewati hari-hari di mana kita memang tidak ingin bertemu dengan Tuhan. Kita tidak maksud berkhianat. Dan kita memang tidak ingin masuk neraka, tetapi berkerinduan bertemu dengan Tuhan juga tidak ada. Atau kurang. Pasti ada perselingkuhan di sini. Hati kita ini pasti terikat, melekat, tertarik kepada sesuatu. Kalau kita tidak mengingini bertemu dan tinggal bersama-sama dengan Tuhan Yesus, itu berarti ketidaksetiaan, sebab itu sebuah indikasi adanya kekasih lain di dalam hidup kita. Tuhan Yesus adalah mempelai pria kita dan kita adalah mempelai wanita.
Mestinya orang percaya merindukan untuk bertemu dengan Dia. Orang-orang Kristen yang hidup dalam pengaruh kuasa kegelapan, akan merasa lebih betah tinggal di bumi ini daripada pulang ke surga. Dan kita semua dulu rata-rata begitu. Bahkan kadang-kadang sekarang, yakni saat kita sedang menyenangi sesuatu. Ini meleset. Banyak orang Kristen merasa surga itu tidak perlu dibicarakan terlalu ekstrem, karena itu dianggap urusan nanti. Bagi banyak orang Kristen, bumi ini diusahakan jadi tempat senyaman-nyamannya, dan mereka meminta campur tangan Tuhan untuk bisa membuat bumi ini seperti surga. Makanya, ketika kekristenan menjadi agama negara, sejak itu kekristenan menjadi merosot. Bahkan gereja mengalami abad kegelapan.
Sejak abad kelima yang ada hanya perdebatan-perdebatan teologi, saling bunuh-membunuh, mengucilkan, kutuk-mengutuk. Akan tetapi Tuhan selalu menyisakan orang-orang yang dengan tulus menjaga kemurnian Injil. Kita sebenarnya harus jujur melihat diri kita: apakah kita ini terhitung sebagai orang yang layak diterima di kemah abadi atau tidak. Kalau kita tidak merindukan surga, lalu kita ingin masuk surga, artinya kita menghendaki masuk surga tanpa kita merindukan surga, itu sebenarnya kurang ajar. Seperti seorang suami yang tidak ingin pulang sebenarnya karena ada selingkuhan, namun karena tidak ada jalan lain, maka dia pulang. Kalau kita tidak mengingini pulang ke surga, coba jujur kita periksa: ada ikatan apa dalam jiwa kita? Selama kita masih memiliki kesempatan untuk berubah, mari kita berubah.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU KITA TIDAK MENGINGINI BERTEMU DAN TINGGAL BERSAMA-SAMA DENGAN TUHAN YESUS, ITU BERARTI KETIDAKSETIAAN, SEBAB ITU SEBUAH INDIKASI ADANYA KEKASIH LAIN DI DALAM HIDUP KITA.

Bacaan Alkitab Setahun - 19 Maret 2025
2025-03-19 18:09:56
Ulangan 28-29

Truth Kids 18 Maret 2025 - THE TRUE HEALER
2025-03-19 13:13:35
Mazmur 103:3
”Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu.”
Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang anak bernama Jono. Suatu hari, Jono merasa tubuhnya panas dan lemas. Ia hanya bisa berbaring di tempat tidur, tidak bisa bermain atau belajar seperti biasanya. Jono merasa sedih dan bertanya-tanya, "Kapan aku sembuh, ya? Aku rindu bermain bersama teman-temanku." Melihat Jono yang gelisah, ibunya mendekat dan berkata, "Nak, ayo kita berdoa kepada Tuhan. Dia penyembuh yang ajaib. Percaya saja, Tuhan selalu mendengarkan kita." Meski tubuhnya lemah, Jono menggenggam tangan ibunya dan berdoa, "Tuhan, aku percaya Engkau akan menyembuhkanku. Terima kasih sudah selalu menjaga aku." Beberapa hari kemudian, tubuh Jono mulai membaik. Ia merasa lebih kuat dan ceria. Saat itu, ia sadar bahwa Tuhan memang mendengar doanya dan menyembuhkannya.
Sobat Kids, saat kita sakit atau menghadapi masalah, ingatlah bahwa Tuhan adalah Penyembuh yang ajaib. Jangan takut, percaya saja kepada-Nya. Berdoa dan percaya itu seperti memberi Tuhan kunci untuk membantu kita. Seperti Jono, Tuhan ingin kita tetap berserah dan percaya kepada-Nya karena Tuhan selalu punya cara terbaik untuk menolong kita!

Truth Junior 18 Maret 2025 - PENYEMBUH YANG AJAIB
2025-03-19 13:06:50
Mazmur 103:3
”Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu.”
Sobat Junior, tubuh kita kadang seperti mesin yang perlu diperbaiki. Misalnya ketika jatuh sakit, rasanya lelah, tidak bersemangat, bahkan sulit tersenyum. Namun, jangan khawatir, ada kabar baik! Tuhan adalah dokter terbaik yang tidak hanya menyembuhkan tubuh kita, tetapi juga hati kita yang sedih dan terluka.
Mari kita ingat kembali kisah dalam Markus 5 tentang perempuan yang sudah sakit selama 12 tahun. Dia telah mencoba berbagai cara untuk sembuh, tetapi tidak ada yang berhasil. Namun, ketika dia mendengar bahwa Yesus lewat, dia memutuskan untuk mendekat. Dengan penuh iman, dia berkata dalam hatinya, “Jika aku hanya menjamah jubah-Nya saja, aku akan sembuh.” Ketika dia menjamah jubah Yesus, keajaiban terjadi: dia langsung sembuh! Sungguh hebat, bukan? Kisah perempuan ini mengingatkan kita bahwa Tuhan adalah Sang Penyembuh yang ajaib.
Sobat Junior, saat kalian merasa lemah atau sakit, ingatlah bahwa Tuhan peduli. Berdoalah dengan iman, seperti perempuan dalam kisah ini, dan percaya bahwa Tuhan dapat bekerja melalui dokter, obat, atau apa pun sehingga tubuh kita dipulihkan. Misalnya, saat kamu demam, katakan, “Tuhan, aku percaya Engkau bisa menyembuhkanku.” Setelah itu, lakukan bagianmu dengan beristirahat dan mengikuti nasihat orang tua.
Jangan pernah merasa sendirian, karena Tuhan selalu ada untuk menjaga dan memulihkan kita. Sama seperti pelangi yang muncul setelah hujan, penyembuhan dari Tuhan membawa sukacita dan semangat baru dalam hidup kita.

Renungan Pagi - 18 Maret 2025
2025-03-18 22:32:57
Kita boleh saja berkata saya kristen dan cinta Yesus, saya anggota gereja dan pelayan Tuhan digereja, tetapi kalau hati tidak melekat pada Tuhan, tidak memiliki keintiman dengan Tuhan, maka apa yang kita lakukan tidak berarti apa-apa.
Kalau kita hidup melekat pada Tuhan, maka tidak akan hidup sembarangan, akan selalu mengerjakan yang terbaik buat Tuhan, sehingga apa yang Tuhan janjikan menjadi bagian kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 18 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-18 22:26:44
Standar hidup sebagai anak-anak Allah yang memindahkan hati ke dunia yang akan datang adalah Tuhan Yesus. Tidak ada standar lain.

Bacaan Alkitab Setahun - 18 Maret 2025
2025-03-18 22:25:05
Ulangan 24-27

ENJOYING THE ATMOSPHERE OF THE KINGDOM OF HEAVEN - 18 Maret 2025 (English Version)
2025-03-18 22:23:25
Most Christians do not dare to believe that the Kingdom of Heaven is a natural way of life. It is as if life in the New Heaven and New Earth is incompatible with human existence. With this kind of thinking, they actually do not believe in the resurrection of the dead. The resurrection of the dead with a glorified body is the same body that Jesus demonstrated when His Majesty was on earth—He could eat and drink. The resurrection of the dead is the return of believers who once lived on this earth to enter another life, namely the real life. Heaven is a repetition of this world, with the key difference being that there is no power of darkness and no sin. It is exactly like what we experience on earth, just without evil. Therefore, we should not doubt it at all. We should have the courage to say, "I believe, Lord, even though I do not fully understand." And that becomes our strength.
If someone has moved his heart in the Kingdom of Heaven, it means that his dealings with this world are "finished". This is because we do not live for this earth, but rather for the New Heaven and New Earth (LB3). Therefore, the principle of life on earth is: "as long as there is food and clothing, it is enough." However, people today want big houses and lots of money; they want to embellish and enhance their lives with all the the facilities available. If they don’t, they consider it abnormal. But we must shift our hearts to the New Heaven and New Earth. This is the consequence of being a believer. If we are unwilling to follow this path until death, we will never become truly spiritual Christians. No matter how great our theology is, we will not be known by God if we we are bound by worldly romance.
The standard of living for God's children, who have shifted their hearts to the world to come, is Jesus Christ. There is no other standard. Many intelligent theologians give the impression that only those with academic degrees are worthy of speaking to the congregation. But God is not bound by such standards. Of course, it is good for preachers to study theology, but those who study theology must first shift their hearts to the Kingdom of Heaven. The higher the degree, the more spiritual a person should be—not just more skilled at crafting theological formats and definitions. Otherwise, theology can become unspiritual, resulting in an unspiritual congregation as well, as if God is dictated by academic degrees. Honestly, this is often what keeps congregations worldly. They only want to fill their minds with theological arguments while neglecting the most fundamental principle—shifting their hearts to the Kingdom of Heaven.
They lack the instinct that this world is not their home. Instead, they pursue recognition as famous theologians, seek admiration, and aim for prestigious positions in synods or theological seminaries—all of which are influenced by the devil. The deception at play is redirecting human focus away from the New Heaven and New Earth (LB3). There is no longing to return to heaven. There is no yearning for the resurrection from the dead. That is why, at times, God allows us to experience heartbreak in this world or suffer from incurable illnesses—so that our focus may return to LB3.
Someone who embezzles state funds, causing an estimated loss of 16 trillion, faces the threat of a life sentence. However, 16 trillion means nothing compared to eternity. For those who have corrupted God's time and wealth, the punishment is not just a lifetime in an earthly prison but eternal separation from God. Why aren't we afraid? If we truly understand this truth, we will no longer debate about tithes or firstfruits, because our entire lives belong to God. We must have sensitivity to what we must do for Him. So why do people not long to return to heaven? The answer is because they don't enjoy the atmosphere of the Kingdom of Heaven on earth. They do not enjoy the presence of God's Kingdom in their lives because they do not feel the need for it. Their joy is sustained by money, worldly facilities, praise, honor, and flattery.
In other words, their inner atmosphere is worldly, influenced by the power of darkness—specifically, by Satan. They may not worship the devil directly, but they admire the beauty of the world and desire it. If our spiritual atmosphere is not transformed, then the idea of the New Heaven and New Earth becomes nothing more than empty words, because we do not genuinely desire to go there. We must strive to truly long for our return to heaven. And that is not easy. Perhaps today, people do not fully realize how extraordinary eternity is. But now, we must begin to understand just how profound and overwhelming eternity truly is.
IF SOMEONE HAS MOVED HIS HEART IN THE KINGDOM OF HEAVEN, IT MEANS THAT HIS DEALINGS WITH THIS WORLD ARE "FINISHED".

MENIKMATI SUASANA KERAJAAN SURGA - 18 Maret 2025
2025-03-18 22:19:24
Kebanyakan orang Kristen tidak berani meyakini Kerajaan Surga sebagai kehidupan yang wajar. Seakan-akan kehidupan di Langit Baru Bumi Baru adalah kehidupan yang tidak cocok untuk makhluk yang disebut manusia. Dengan pikiran seperti ini, maka sebenarnya mereka tidak yakin adanya kebangkitan orang mati. Kebangkitan orang mati dengan tubuh kemuliaan adalah tubuh yang sama seperti yang Yesus peragakan sewaktu Yang Mulia ada di bumi— bisa makan dan minum. Kebangkitan orang mati adalah kehidupan kembali atas orang-orang percaya yang pernah hidup di bumi ini untuk memasuki kehidupan yang lain yaitu kehidupan yang sesungguhnya. Surga adalah pengulangan dunia ini, hanya perbedanya di sana tidak ada kuasa kegelapan dan tidak ada dosa. Persis seperti yang kita alami di bumi ini. Jadi, kita tidak perlu meragukannya sama sekali. Mestinya, kita berani berkata, "Aku percaya, Tuhan, walau aku tidak mengerti." Dan itu menjadi kekuatan kita.
Kalau seseorang sudah memindahkan hatinya di Kerajaan Surga, berarti urusannya dengan dunia ini ‘sudah selesai.’ Karena kita hidup bukan untuk di bumi ini, melainkan kita hidup untuk di LB3 (Langit Baru Bumi Baru). Maka prinsip hidup selama di bumi adalah: “asal ada makanan dan pakaian, cukup.” Namun manusia hari ini mau rumahnya besar, duitnya banyak, bagaimana bisa mengelaborasi, membuat berbunga-bunga hidupnya dengan segala fasilitas yang ada. Kalau tidak begitu, tidak normal menurut mereka. Tapi kita harus memindahkan hati kita di langit baru dan bumi baru. Ini adalah konsekuensi orang percaya. Kalau kita tidak mau mengikuti jalan ini sampai mati, kita tidak pernah menjadi orang Kristen yang rohani. Silakan mau berteologi hebat bagaimanapun, tetapi kita tidak akan dikenal oleh Tuhan jika kita terikat dengan percintaan dunia.
Standar hidup sebagai anak-anak Allah yang memindahkan hati ke dunia yang akan datang adalah Tuhan Yesus. Tidak ada standar lain. Banyak teolog pintar yang mengesankan bahwa orang yang layak berbicara kepada umat haruslah orang yang berijazah. Padahal, Allah tidak dibelenggu oleh standar itu. Setuju, sebaiknya orang yang berkhotbah harus belajar teologi, tetapi orang yang belajar teologi harus memindahkan hatinya lebih dahulu di Kerajaan Surga. Makin tinggi gelarnya, makin rohani. Jadi bukan hanya makin pintar membuat format dan definisi teologi saja. Sebab itu bisa membuat tidak rohani, akibatnya jemaat juga tidak rohani. Seakan-akan Tuhan diatur oleh ijazah. Sejujurnya, ini yang sering membuat jemaat tetap duniawi. Mereka hanya mau mengisi pikiran dengan berbagai argumentasi pandangan teologi, sementara hal yang mestinya prinsip—yaitu bagaimana orang memindahkan hati di Kerajaan Surga—tidak dimiliki.
Mereka tidak memiliki naluri bahwa dunia ini bukan rumahnya, sebaliknya, mereka mengelaborasi dengan menjadi seorang teolog yang terkenal, yang dihargai orang, yang punya posisi di sinode atau di Sekolah Tinggi Teologi—ini semua adalah pengaruh dari si Iblis. Penyesatan yang diluncurkan adalah membuat fokus manusia tidak diarahkan ke Langit Baru Bumi Baru (LB3). Tidak ada kerinduan untuk pulang ke surga. Tidak ada kerinduan untuk memiliki kebangkitan dari antara orang mati. Maka kadang Tuhan izinkan kita mengalami patah hati terhadap dunia, sakit tidak tersembuhkan, agar fokus kita kembali ke LB3.
Seseorang yang menggelapkan uang negara yang ditaksir mencapai kerugian sebesar 16 triliun diancam hukuman seumur hidup. 16 triliun itu tidak ada artinya dibanding dengan kekekalan. Bagi orang yang telah mengkorupsi waktu Tuhan, mengorupsi harta Tuhan, maka hukumannya bukan seumur hidup di penjara dunia, tetapi kekal terpisah dari Allah. Kok tidak takut? Kalau kita mengerti kebenaran ini, kita sudah tidak lagi mempersoalkan persepuluhan, buah sulung, namun segenap hidup kita milik Tuhan. Kita harus punya kepekaan akan apa yang harus kita lakukan untuk Dia. Lalu mengapa orang tidak ingin pulang ke surga? Jawabnya adalah karena suasana Kerajaan Surga tidak dia nikmati di bumi. Dia tidak menikmati atmosfer Kerajaan Allah yang dihadirkan Tuhan di dalam hidupnya, karena memang dia tidak membutuhkan. Sukacitanya ditopang oleh uang, fasilitas dunia, pujian, kehormatan, sanjungan.
Dengan kata lain, atmosfer jiwanya itu duniawi, dan ini pengaruh dari kuasa kegelapan. Tepatnya, ini pengaruh dari setan. Mereka tidak menyembah Iblis secara langsung, tetapi memandang keindahan dunia lalu mengingininya. Kalau atmosfer jiwa kita tidak diubah, maka langit baru bumi baru hanya hiasan bibir, karena kita tidak ingin sungguh-sungguh ke sana. Kita harus berjuang untuk benar-benar merindukan kepulangan kita ke surga. Dan itu tidak mudah. Mungkin hari ini orang tidak terlalu menyadari betapa dahsyatnya kekekalan itu. Namun sekarang sungguh-sungguh kita harus mulai menyadari dahsyatnya kekekalan itu.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU SESEORANG SUDAH MEMINDAHKAN HATINYA DI KERAJAAN SURGA, BERARTI URUSANNYA DENGAN DUNIA INI SELESAI.

Truth Kids 17 Maret 2025 - SAHABAT SEJATIKU
2025-03-18 22:16:29
Yohanes 15:15
”Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.”
Sobat Kids, bayangkan kalian memiliki seorang sahabat yang selalu ada untuk kalian, kapan saja dan di mana saja. Dia tidak pernah meninggalkan kalian, bahkan pada saat merasa sendirian. Wah, pasti menyenangkan sekali, ya? Nah, itulah Yesus!
Coba kita dengar cerita ini. Ada seorang anak bernama Andi. Suatu hari, Andi merasa sedih karena mainannya rusak. Ia tidak tahu harus bercerita kepada siapa. Dengan hati yang berat, Andi duduk di tempat tidurnya dan berdoa, "Tuhan Yesus, aku sedih sekali. Aku butuh teman." Tiba-tiba, Andi merasa hatinya lebih tenang, seperti ada yang memeluknya. Esok harinya, seorang temannya datang membawa mainan baru dan berkata, "Aku ingin berbagi ini denganmu." Andi pun tersenyum.
Sobat Kids, Tuhan Yesus adalah Sahabat Sejati yang selalu setia. Saat kita sedih, Dia mendengar doa kita. Saat kita butuh pertolongan, Dia menolong kita, sering kali melalui orang-orang di sekitar kita. Jadi, ingat, ya, kapan pun kalian merasa kesepian, Tuhan Yesus selalu ada untuk kalian. Ayo, mulai hari ini, kita juga belajar menjadi sahabat yang baik untuk orang lain, seperti Tuhan Yesus kepada kita.

Truth Junior 17 Maret 2025 - SAHABAT TAK TERLIHAT
2025-03-18 22:14:37
Yohanes 15:15
”Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.”
Mia dan Yona adalah sahabat sejak kecil. Mereka selalu bersekolah di tempat yang sama, dan rumahnya pun berdekatan. Setiap saat, Mia dan Yona selalu terlihat bersama dan melakukan berbagai aktivitas berdua. Walaupun berbeda kelas, setiap jam istirahat, salah satu dari mereka selalu mengunjungi kelas sahabatnya untuk bersama-sama pergi ke kantin atau berkeliling sekolah. Jika Mia atau Yona terlihat seorang diri saja, pasti ada yang bertanya pada mereka, ke mana sahabat yang satunya. Kebersamaan mereka sangat dikenal oleh orang-orang di sekitarnya.
Apakah Sobat Junior pernah melihat dua sahabat yang demikian? Di sekolahmu atau di gereja, bahkan di tempat les? Apakah Sobat Junior salah satunya? Seperti Yona yang memiliki Mia sebagai sahabat, apakah kalian juga punya teman akrab yang selalu menemani dan ada bersama-sama dengan kalian? Jika tidak, jangan bersedih hati karena kita juga punya Sahabat seperti itu meskipun Ia tak terlihat. Tuhan Yesus adalah Sahabat Sejati kita, yang tidak pernah meninggalkan kita sedetik pun. Kalau Yona dan Mia tidak bisa bersama-sama 24 jam, kita selalu ditemani Tuhan Yesus 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, dan sepanjang waktu.
Setiap Yona ingin cerita kepada Mia, atau sebaliknya, mereka harus membuat janji dan mencari waktu yang cocok. Tapi kalau kita dengan Tuhan Yesus, kapan pun dan di mana pun, kita bisa menyampaikan isi hati dan pikiran kita kepada-Nya secara bebas. Mari kita menghargai Sahabat kita yang tak terlihat ini dengan selalu mengajak-Nya berbicara dan bertanya kepada-Nya.

Renungan Pagi - 17 Maret 2025
2025-03-18 21:33:12
Setiap kita memiliki panggilan untuk menjadi berkat, karena itu tidak mungkin kita berkhianat, sebab kalau berkhianat berarti sedang mempermalukan Tuhan dalam hidup kita.
Boleh saja kita disakiti orang lain dan dikhianati, tetapi janganlah membalasnya dengan menyakiti dan berkhianat, tetapi hendaknya tetaplah berlaku setia dalam keadaan apapun.

Quote Of The Day - 17 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono
2025-03-18 21:32:16
Tidak berhenti dari perbuatan dosa berarti tidak percaya Yesus.

Mutiara Suara Kebenaran - 17 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-17 21:26:05
Ketika seseorang tidak memiliki kerinduan pulang ke surga, sejatinya dia terhilang atau terpisah dari rumah abadinya.

TRAPPED IN MATERIALISM - 17 Maret 2025 (English Version)
2025-03-17 21:24:50
When someone has no longing to return to heaven, they are essentially lost or separated from their eternal home. And if we honestly admit it, maybe our hearts have also not been captivated by the Father's House. But God in His patience is still waiting for us to return home. Ironically, deception teaches that it is natural for people's hearts to be separated from the Father's house. Because, it is seen as something natural because almost no human being truly has an orientation towards the world to come or the new heaven and new earth. To have stability in placing one's heart in the Kingdom of God is not easy. Often, we drift away from the Father’s House when something disturbs our emotions or when we desire something—especially if that desire contradicts God's holiness. Our hearts automatically become detached.
In reality, in this case many Christians are poisoned by worldly thinking or humans in general. A life like this must be a materialistic, worldly or secularistic life. However, we are the ones awaited by the righteous to make them complete (Hebrews 11:40 since God had planned something better for us so that only together with us would they be made perfect). We have been given the grace to be the chosen people who can enter the race that has been set before us. If our focus and life orientation are solely on material or physical things, it is truly tragic. Hebrews 12:1 states, "a great cloud of witnesses surrounds us." Who are they? It could be angels, including righteous people who are waiting for us to complete our duties as Christ's messengers, but it could also be dark powers, evil spirits who are also watching this race. That is why Satan plays there, influencing the minds of Christians not to move their hearts in heaven. Then it could also be the humans around us.
So if Christians are trapped in materialism and secularism, they must be bound by material things. They are trapped in a life bound by the desires of the flesh, the lust of the eyes, and the pride of life (1 John 2:15-17). Let us not take this for granted. We must see that this is the work of the Devil. We are under the influence of the power of darkness. In Matthew 16:21-23, Jesus rebuked Peter, "Get behind me, Satan! You are a stumbling block to me, because you think not the things of God, but the things of men!" What was rebuked was his thoughts, his ideas. Peter represented His disciples who wanted to make Jesus their version of King. Apparently Peter still adopted the thoughts of the Jews who saw the Messiah who freed them from the power of the Roman nation. They wanted the Messiah to bring the nation of Israel to external glory and worldly glory. And this thoughts and ideas, possessed by Satan!
Therefore, the right understanding of God’s Word can dispel wrong thoughts. When Jesus says in John 17:17, "Sanctify them by the truth; Your word is truth," it means that the truth of God’s Word is what dispels falsehood. Casting out demons in an exorcism—where physical manifestations such as rolling eyes, screaming, and shrieking occur—is relatively easy. However, when demonic influence enters the mind, it is far more challenging. Even after Jesus had risen from the dead, Peter and the other disciples still asked, "Lord, are You at this time going to restore the kingdom to Israel?" Their mindset was still worldly. This is not an easy battle.
So, let's be aware. We may do theology, but our theological thoughts do not necessarily dispel worldly thoughts. We must remember this. So, if the preacher of the word is still influenced by worldly philosophy, is still under the influence of dark powers, then no matter how true the doctrine taught is, it will not change. History proves this. Without belittling the meaning of doctrine or theology, let's move our hearts to heaven, understanding the pure truth. We are the ones who must equip the righteous to be able to find the land promised by God. Let's think that what is called life is not only on this earth, in fact our real life is in another world. The reward referred to in Hebrews 11:6 is not on earth.
If we don't start now to seriously study the word to be sanctified, then we will still be worldly until we die. High theology, talking about Soteriology, Pneumatology, talking about Christology, Trinity, and so on, but the worldly mind is not lacking. Even stronger! Talking about the new heaven and new earth is considered by people who do not think completely, are mentally ill, delusion, utopian fantasy, or mere dreaming. However, the new heaven and new earth should not be foreign concepts. Unfortunately, for many Christians, life is only about this world; they do not believe in another realm, making the new heaven and new earth feel like something unfamiliar and irrelevant to their lives on earth. So, to be honest, the new heaven and new earth are foreign worlds to them.
WHEN SOMEONE HAS NO LONGING TO RETURN TO HEAVEN, THEY ARE ESSENTIALLY LOST OR SEPARATED FROM THEIR ETERNAL HOME.

TERJEBAK DALAM MATERIALISTIS - 17 Maret 2025
2025-03-17 21:22:30
Ketika seseorang tidak memiliki kerinduan pulang ke surga, sejatinya dia terhilang atau terpisah dari rumah abadinya. Dan kalau jujur mengakui, mungkin pernah hati kita juga tidak terpikat dengan Rumah Bapa. Tetapi Tuhan dalam kesabaran-Nya masih menunggu kita pulang. Ironis, penyesatan mengajarkan bahwa adalah wajar bila hati orang terpisah dari rumah Bapa. Sebab, hal itu dipandang sebagai sesuatu yang wajar karena hampir tidak ada manusia yang sungguh-sungguh memiliki orientasi dunia yang akan datang atau langit baru bumi baru. Untuk memiliki stabilitas menaruh hati di Kerajaan Allah, itu tidak mudah. Sebab sering kita terlepas dari rumah Bapa kalau sudah ada sesuatu yang mengganggu perasaan kita atau kita mengingini sesuatu—apalagi kalau sesuatu itu bertentangan dengan kekudusan Allah. Hati kita otomatis terpisah.
Sesungguhnya, dalam hal ini banyak orang Kristen yang teracuni oleh cara berpikir duniawi atau manusia pada umumnya. Kehidupan seperti ini pastilah kehidupan yang materialistis, duniawi atau sekuleristis, bersifat sekuler. Padahal kita adalah orang yang dinantikan oleh orang-orang saleh untuk membuat mereka lengkap. Kita yang mendapat kasih karunia untuk menjadi umat pilihan yang bisa masuk dalam perlombaan yang diwajibkan. Maka kalau fokus dan orientasi hidup kita hanyalah hal-hal materi atau bendawi, sangat menyedihkan. Dikatakan dalam Ibrani 12:1, “banyak saksi yang mengelilingi kita,” siapa itu? Bisa para malaikat, termasuk orang-orang saleh yang menantikan kita untuk menyelesaikan tugas sebagai utusan Kristus, namun bisa juga kuasa gelap, roh-roh jahat yang juga melihat perlombaan ini. Itu sebabnya Iblis bermain di situ, mempengaruhi pikiran orang-orang Kristen untuk tidak memindahkan hatinya di surga. Kemudian bisa juga manusia di sekitar kita.
Maka kalau orang Kristen terjebak dalam materialistis dan sekuleristis, pasti mereka terikat dengan hal-hal bendawi, material things. Mereka terjebak dalam kehidupan yang terikat dengan keinginan daging, keinginan mata, serta keangkuhan hidup (1Yoh. 2:15-17). Jangan kita menganggap ini hal sepele. Kita harus memandang bahwa ini merupakan pekerjaan Iblis. Kita ada di dalam pengaruh kuasa kegelapan itu. Di Matius 16:21-23, Yesus menghardik Petrus, "Enyahlah Iblis! Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau memikirkan bukan yang dipikirkan oleh Allah, tetapi yang dipikirkan oleh manusia!" Yang dihardik adalah pikirannya, idenya. Petrus mewakili murid-murid-Nya ingin menjadikan Yesus sebagai Raja versi mereka. Rupanya Petrus masih mengadopsi pikiran orang-orang Yahudi yang memandang Mesias yang membebaskan mereka dari kekuasaan bangsa Roma. Mereka ingin Mesias itu membawa bangsa Israel kepada kejayaan lahiriah dan kemuliaan duniawi. Dan ini, kerasukan Iblis!
Jadi, pengertian-pengertian firman yang benar itu bisa menghalau pikiran yang salah. Sehingga, kalau Tuhan Yesus berkata di Yohanes 17:17, "Kuduskan mereka dalam kebenaran; firman-Mu adalah kebenaran," ini berarti, firman yang menghalau adalah kebenaran. Mengusir setan dalam konteks exorcism (pengusiran) yang manifestasinya secara fisik kelihatan—seperti mendelik-mendelik mata, teriak-teriak, jerit-jerit—itu mudah. Namun kalau sudah masuk dalam pikiran, itu tidak mudah. Ketika Yesus sudah bangkit dari kubur pun, Petrus dan murid-murid-Nya masih menuntut, "Bilakah Tuhan memulihkan kerajaan bagi Israel?" Mereka masih duniawi. Jadi, ini tidak mudah.
Maka, mari kita sadar. Kita boleh berteologi, tapi pikiran berteologi kita belum tentu menghalau pikiran duniawi. Mesti diingat hal ini. Jadi, jika pemberita firman masih terpengaruh oleh filsafat dunia, masih ada di bawah pengaruh kuasa gelap, maka mau sebenar apa pun doktrin yang diajarkan, tidak mengubah. Sejarah membuktikan hal itu. Tanpa mengecilkan arti doktrin atau teologi, ayo kita memindahkan hati kita di surga, memahami kebenaran yang murni. Kita adalah orang-orang yang harus melengkapi orang-orang saleh untuk bisa menemukan negeri yang dijanjikan oleh Allah. Mari kita berpikir bahwa yang namanya kehidupan bukan hanya di bumi ini, justru kehidupan kita yang sesungguhnya ada di dunia lain. Upah yang dimaksud di Ibrani 11:6 ternyata bukan di bumi.
Kalau kita tidak mulai sekarang sungguh-sungguh belajar firman untuk dikuduskan, maka kita sampai mati masih duniawi. Berteologi tinggi, bicara soal Soteriologi, Pneumatologi, bicara soal Kristologi, Tritunggal, dan lain sebagainya, tetapi pikiran duniawinya tidak kurang. Bahkan bertambah kuat! Bicara mengenai langit baru dan bumi baru dianggap orang-orang yang tidak berpikir lengkap, sakit jiwa, utopis, pemimpi. Mestinya, langit baru dan bumi baru bukanlah kehidupan yang asing. Namun bagi banyak orang Kristen, yang namanya kehidupan itu hanya di bumi ini, dan tidak ada dunia lain, sehingga langit baru dan bumi baru bukanlah kehidupan yang mereka miliki dan rasakan di bumi. Jadi, kalau mau jujur, langit baru bumi baru menjadi dunia yang asing bagi mereka.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KETIKA SESEORANG TIDAK MEMILIKI KERINDUAN PULANG KE SURGA, SEJATINYA DIA TERHILANG ATAU TERPISAH DARI RUMAH ABADINYA.

Bacaan Alkitab Setahun - 17 Maret 2025
2025-03-17 21:16:05
Ulangan 21-23

Truth Junior 16 Maret 2025 - KETIKA MENGANDALKAN TUHAN
2025-03-17 21:08:09
1 Korintus 10:13
"Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu la tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai la akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."
"Bu, aku ingin sekolah di situ, tapi pasti mahal sekali ya, Bu. Kita bukan orang berkecukupan, biaya untuk sekolah di situ pasti tidak terjangkau," ujar seorang anak kepada ibunya ketika melewati sebuah bangunan sekolah yang megah. Sang ibu tersenyum dan menjawabnya, "Kita doakan, ya, Nak. Bila Tuhan izinkan, pasti la akan membuka jalannya. Tugasmu adalah belajar yang rajin dan tekun mengerjakan semua tugas, serta semangat dalam bersekolah, oke?" Sang anak dengan ceria menyetujui, "Siap, Bu! Aku akan berprestasi di sekolah supaya membanggakan Ibu dan Ayah," katanyasambil tersenyum.
Sobat Junior, terkadang kita melihat tantangan dan masalah dalam hidup kita seperti sebuah lautan luas yang harus diseberangi. Tanpa perahu atau kapal, tidak mungkin kita bisa melewati lautan itu. Tapi, ingatkah kalian atas apa yang pernah Tuhan lakukan bagi bangsa Israel? Ya, la membelah Laut Teberau supaya bangsa Israel bisa lewat! Apa yang bagi manusia tidak mungkin dilakukan, ternyata tidak ada yang mustahil bagi Allah. Kita harus tekun berdoa dan mencari tahu kehendak-Nya supaya pertolongan-Nya nyata dalam hidup kita.
Dan jangan berkecil hati, sebesar apa pun tantangan dan masalah yang ada dalam hidup kita, seperti ayat di atas tertulis, tidak mungkin semua itu tidak sanggup kita atasi. Ia tidak mungkin memberikan masalah yang terlalu besar buat kita. Sebab, selama kita mengandalkan Tuhan, la terlebih besar dan Maha Besar, lebih dari apa pun!

Truth Youth 16 Maret 2025 (English Version) - STAY FOCUSED ON CHRIST AMID DISTRACTIONS
2025-03-17 21:03:34
"But Jesus immediately said to them: 'Take courage! It is I. Don’t be afraid.'" (Matthew 14:27)
Distractions are often the biggest enemy to our spiritual growth. In Matthew 14:22-33, we read about Peter being given the courage by Jesus to walk on water. At first, Peter could step forward because his eyes were fixed on Jesus. But when he started noticing the strong wind and waves, fear took over, and he began to sink. When Peter cried out, “Lord, save me!” Jesus immediately reached out His hand and saved him.
This story teaches us that focusing on Christ is the key to standing firm amid life’s storms. Fear and distractions often make us lose confidence and start sinking in problems. However, Jesus is always there to help us. He never leaves us, even when our faith feels weak. Like Peter, we only need to call on Him, and He will reach out with His love.
The story of Martha and Mary in Luke 10:38-42 also gives us a similar lesson. When Jesus visited their home, Martha was busy serving and became overwhelmed with many concerns, while Mary chose to sit at Jesus' feet, listening to His words. Jesus praised Mary for choosing "the better part," which was focusing on Him rather than on busyness.
These two stories remind us to direct our attention to God, not to the distractions around us. Challenges, busyness, and worries may try to pull us away from Him, but Jesus is always there to strengthen and guide us. He is our source of peace in the storm and our strength in weakness.
Today, let’s reflect: Are we caught in fear like Peter or in busyness like Martha? Whatever your situation, remember that Jesus calls you to focus on Him. When we choose to dwell in Him, we find peace, strength, and true spiritual growth. Don’t hesitate to draw near to Him, because His love is always enough.
WHAT TO DO:
Do not fear in facing life and continue building a close relationship with God.
BIBLE MARATHON:
▪ Judges 6-8

Truth Youth 16 Maret 2025 - KETIKA MENGANDALKAN TUHAN
2025-03-17 21:01:25
1 Korintus 10:13
"Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu la tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai la akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya."
"Bu, aku ingin sekolah di situ, tapi pasti mahal sekali ya, Bu. Kita bukan orang berkecukupan, biaya untuk sekolah di situ pasti tidak terjangkau," ujar seorang anak kepada ibunya ketika melewati sebuah bangunan sekolah yang megah. Sang ibu tersenyum dan menjawabnya, "Kita doakan, ya, Nak. Bila Tuhan izinkan, pasti la akan membuka jalannya. Tugasmu adalah belajar yang rajin dan tekun mengerjakan semua tugas, serta semangat dalam bersekolah, oke?" Sang anak dengan ceria menyetujui, "Siap, Bu! Aku akan berprestasi di sekolah supaya membanggakan Ibu dan Ayah," katanyasambil tersenyum.
Sobat Junior, terkadang kita melihat tantangan dan masalah dalam hidup kita seperti sebuah lautan luas yang harus diseberangi. Tanpa perahu atau kapal, tidak mungkin kita bisa melewati lautan itu. Tapi, ingatkah kalian atas apa yang pernah Tuhan lakukan bagi bangsa Israel? Ya, la membelah Laut Teberau supaya bangsa Israel bisa lewat! Apa yang bagi manusia tidak mungkin dilakukan, ternyata tidak ada yang mustahil bagi Allah. Kita harus tekun berdoa dan mencari tahu kehendak-Nya supaya pertolongan-Nya nyata dalam hidup kita.
Dan jangan berkecil hati, sebesar apa pun tantangan dan masalah yang ada dalam hidup kita, seperti ayat di atas tertulis, tidak mungkin semua itu tidak sanggup kita atasi. Ia tidak mungkin memberikan masalah yang terlalu besar buat kita. Sebab, selama kita mengandalkan Tuhan, la terlebih besar dan Maha Besar, lebih dari apa pun!

Renungan Pagi - 16 Maret 2025
2025-03-17 20:59:20
Seorang pengecut adalah seorang yang senang hidup dalam dusta, seorang yang tidak siap untuk menerima resiko dari kebenaran; memang kebenaran itu kadangkala sakit, berat dan ada harga yang harus kita bayar dalam melakukannya.
Ada banyak orang menjadi pengecut karena tidak siap bayar harga atas suatu kebenaran, itulah sebabnya ia memilih berdusta dan mengambil sikap kompromi. Padahal kebenaran adalah hikmat untuk menuntun kita kepada keberhasilan dan kemajuan.

Quote Of The Day - 16 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-17 20:58:24
Sulitnya menjadi umat pilihan dengan cara hidup yang harus berbeda dengan dunia ini adalah keberuntungan yang tak ternilai ketika kita ada di kekekalan nanti.

Mutiara Suara Kebenaran - 16 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-17 20:57:18
Orientasi orang Kristen harus pada negeri yang dijanjikan itu, yang sekarang nyaris tidak pernah dikampanyekan secara proporsional.

REWARD - 16 Maret 2025 (English Version)
2025-03-17 20:56:20
Hebrews 11:6
"But without faith it is impossible to please God, because anyone who comes to Him must believe that He exists and that He rewards those who earnestly seek Him."
We find that believers who have truly demonstrated true faith never receive rewards on earth. Even if it seems that they have received a reward, it is not the kind of reward referred to—the reason they had faith in the first place. In the final verses, it is clearly stated, "And all these, though commended through their faith, did not receive what was promised" (Hebrews 11:39). This means that the reward promised because of the faith they had—although their faith gave them a good testimony—was not received by them on earth. For God had prepared something better for us, so that apart from us, they would not be made perfect.
So, what God promised them can be realized or come true—the reward intended for the faith they have—if we complete it. Of course it must be preceded by God's work of salvation in Jesus Christ, who atoned for all human sins by dying on the cross in obedience to the Father in heaven, and then followed by His resurrection. It is He—or Jesus—who becomes King in the promised land, in the world to come. And we, God's children, who also have the firstborn gift of the spirit, as Romans 8 says, will reign together with Jesus. If in Hebrews 11:40 the words perfect, complement are used; "apart from us, they would not be made perfect." This is an extraordinary statement. We are the ones who complete them (Greek: teleo - Τελέω). How incredible is our role in fulfilling what God has promised them!
That is why, in Hebrews 12:1 it says that there is a race that is mandatory. We are the ones who are in this race. Furthermore, Hebrews 12:2 explains that this race is about having perfect faith like Jesus, having obedience like the obedience of the Lord Jesus. So, we cannot possibly live normally—there is a race that must be run. Therefore, everything we do, whatever it may be, is for the sake of this race, which is perfect faith. That is why Hebrews 12:2 says, "Fixing our eyes on Jesus, the pioneer and perfecter of faith." However, the reality today is that we rarely find people who are truly in this race. This helps us better understand why Jesus said that we must let go of everything, store up treasures in heaven, and set our hearts there.
However, in general, humans—including many Christians, and even a significant number of clergy or pastors—live under the influence of the power of darkness, lacking focus on the Kingdom of Heaven. They are unable to realize and live that this world is not their home. Yet, many verses in the Bible emphasize that this world is indeed not our home. Jesus Himself said that we are not of this world, just as He is not of this world. That is why Jesus said, "Store up treasures in heaven, not on earth. For where your treasure is, there your heart will be also." Jesus said that He went to prepare a place for us, and after He had prepared it, He would return, so that where God is, we may be also.
Paul also stated that our citizenship is in heaven, not on earth. That is why Paul also said that we must set our minds on things above, not on earthly things (Col. 3:1-4). Likewise, Peter also said that our treasure is not on earth, but in heaven (1 Pet. 1:3-4). Therefore, he advised us to put all our hope in the revelation of Jesus' coming (1 Pet. 1:13-14). Furthermore, in verse 17, Peter stated that we are sojourners, temporary residents (Greek: παροικί, paroiki), living in a place where we are merely passing through. The focus of Christians should be on that promised land, but today, this message is rarely emphasized proportionally.
This contrasts with the time of the apostles. Paul himself said, "I am willing to endure all things just so that I may attain the resurrection from the dead." Before the authorities, he declared, "I am willing to be imprisoned for these chains for the sake of the resurrection from the dead." His hope was set on the future. Today, many people scoff when we speak about the new heaven and new earth. But we must not waver in the slightest. Christians who live under the influence of the power of darkness have hearts that are separated from the Kingdom of Heaven. This characteristic alone is enough to indicate that such a person is lost. It is, therefore, naïve to assume that being lost only applies to those who leave a church group, never attend church, or have corrupt morals or are perceived as morally deviant.
WE CANNOT LIVE NORMALLY. THERE IS A MANDATORY RACE. SO, EVERYTHING WE DO, WHATEVER IT MAY BE, IS FOR THE SAKE OF THIS RACE, WHICH IS PERFECT FAITH.

U P A H - 16 Maret 2025
2025-03-17 20:53:37
Ibrani 11:6
"Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia."
Kita dapati bahwa orang percaya yang telah sungguh-sungguh menunjukkan iman yang benar, ternyata tidak pernah mendapat upah di bumi. Kalaupun mereka seakan-akan menerima upah, itu bukan sesuatu yang dianggap sebagai upah yang dimaksud, yang karenanya mereka memiliki iman tersebut. Di ayat-ayat yang terakhir jelas dikatakan, "Dan mereka semua tidak memperoleh apa yang dijanjikan itu” (Ibr. 11:39). Artinya upah yang dijanjikan oleh karena iman yang telah mereka miliki—sekalipun iman mereka telah memberikan kepada mereka suatu kesaksian yang baik—ternyata upahnya itu tidak mereka terima di bumi. Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita, sebab tanpa kita, mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan.
Jadi, apa yang dijanjikan Allah kepada mereka dapat terealisir atau terwujud—upah yang dimaksud oleh karena iman yang mereka miliki—kalau kita melengkapi. Tentu harus didahului oleh karya keselamatan Allah di dalam Yesus Kristus, yang menebus semua dosa manusia dengan mati di kayu salib dalam ketaatan-Nya kepada Bapa di surga, dan kemudian disusul oleh kebangkitan-Nya. Dialah—atau Yesuslah—yang menjadi Raja di negeri yang dijanjikan itu, di dunia yang akan datang. Dan kita, anak-anak Allah, yang juga memiliki karunia sulung roh, seperti yang dikatakan dalam Roma 8, akan memerintah bersama-sama dengan Yesus. Kalau di dalam Ibrani 11:40 dipakai kata menyempurnakan, melengkapi; tanpa kita, mereka tidak sampai kepada kesempurnaan. Ini satu pernyataan yang luar biasa. Kitalah yang melengkapi mereka (Yun. teleo Τελέω). Jadi betapa luar biasa peran kita untuk mewujudkan apa yang telah dijanjikan Allah kepada mereka.
Itulah sebabnya, di dalam Ibrani 12:1 dikatakan bahwa ada perlombaan yang wajib. Kitalah orang-orang yang masuk dalam perlombaan tersebut. Selanjutnya, Ibrani 12:2 mengatakan bahwa perlombaan itu adalah memiliki iman yang sempurna seperti Yesus, memiliki ketaatan seperti ketaatan Tuhan Yesus. Jadi, kita tidak mungkin bisa hidup wajar. Ada perlombaan yang wajib. Sehingga semua yang kita lakukan, apa pun, adalah demi perlombaan itu, yaitu iman yang sempurna. Maka dikatakan dalam Ibrani 12:2, "Mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman dan membawa iman kita itu kepada kesempurnaan." Namun faktanya, hari ini kita jarang menemukan orang yang sungguh-sungguh ada di dalam perlombaan ini. Kita akan lebih mengerti mengapa Yesus berkata bahwa kita harus melepaskan segala sesuatu; kumpulkan harta di surga, pindahkan hati di sana.
Tetapi pada umumnya, manusia, termasuk banyak orang Kristen—dan tidak sedikit para rohaniwan atau pendeta—hidup dalam pengaruh kuasa kegelapan yang tidak memiliki fokus ke Kerajaan Surga. Mereka tidak mampu menyadari dan menghayati bahwa dunia ini bukan rumahnya. Padahal banyak ayat dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa dunia ini memang bukan rumah kita. Yesus sendiri berkata bahwa kita bukan berasal dari dunia ini, sama seperti Dia bukan berasal dari dunia ini. Itulah sebabnya Yesus berkata, "Kumpulkan harta di surga, bukan di bumi. Sebab di mana ada hartamu, di situ hatimu berada." Yesus berkata bahwa Ia pergi menyediakan tempat bagi kita, dan setelah Ia menyediakan, Dia akan kembali, supaya di mana Tuhan berada, kita juga ada.
Paulus juga mengatakan bahwa kewargaan kita ada di surga, bukan di dunia. Itulah sebabnya Paulus juga mengatakan bahwa kita harus memikirkan perkara-perkara yang di atas, bukan yang di bumi (Kol. 3:1-4). Petrus pun berkata bahwa harta kita bukan di bumi, tetapi di surga (1Ptr. 1:3-4). Maka, ia menasihati agar kita menaruh seluruh pengharapan pada penyataan kedatangan Yesus (1Ptr. 1:13-14). Selanjutnya, Petrus juga menyatakan di ayat ke-17 bahwa kita adalah orang yang menumpang, orang yang tinggal di paroki (παροικί), tempat menumpang sementara. Orientasi orang Kristen harus pada negeri yang dijanjikan itu, yang sekarang nyaris tidak pernah dikampanyekan secara proporsional.
Beda dengan zaman rasul-rasul, Paulus sendiri mengatakan, "Aku rela mengalami semua itu hanya supaya aku dapat kebangkitan dari antara orang mati." Di depan penguasa, ia berkata, "Aku rela dipenjara karena belenggu ini demi kebangkitan dari antara orang mati." Pengharapan ke depan. Hari ini, tidak sedikit orang yang mencibir ketika kita bicara soal langit baru dan bumi baru. Tetapi kita tidak boleh surut sedikit pun. Orang Kristen yang ada dalam pengaruh kuasa kegelapan, hatinya terpisah dari Kerajaan Surga. Dan ciri itu sudah cukup menunjukkan bahwa orang tersebut terhilang. Jadi sangat naif kalau ciri orang terhilang itu hanya keluar dari kelompok gereja atau kelompok orang-orang Kristen, tidak pernah ke gereja, atau yang bermoral rusak atau dianggap melanggar moral.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA TIDAK MUNGKIN BISA HIDUP WAJAR. ADA PERLOMBAAN YANG WAJIB. SEHINGGA SEMUA YANG KITA LAKUKAN, APA PUN, ADALAH DEMI PERLOMBAAN ITU, YAITU IMAN YANG SEMPURNA.

Bacaan Alkitab Setahun - 16 Maret 2025
2025-03-16 20:37:26
Ulangan 17-20

Truth Kids 15 Maret 2025 - MALAIKAT TUHAN
2025-03-16 20:34:17
Mazmur 91:11
”sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.”
Pada suatu pagi, Nia sedang berjalan menuju sekolah. Langit tampak cerah, dan burung-burung bernyanyi riang. Tiba-tiba, sebuah anjing besar muncul dari gang kecil. Anjing itu menggonggong keras dan tampak menakutkan. Nia sangat takut dan tidak tahu harus berbuat apa. "Tuhan, tolong aku," bisik Nia sambil gemetar. Tiba-tiba, seorang pria tua muncul dari arah berlawanan. Ia memegang tongkat dan dengan tenang menghalau anjing itu. Anjing tersebut segera pergi, dan Nia pun merasa lega. "Terima kasih, Pak," ujar Nia sambil tersenyum. Pria itu hanya mengangguk dan melanjutkan jalannya. Saat Nia menoleh lagi, pria tua itu sudah menghilang. Sesampainya di sekolah, Nia teringat pada pelajaran Sekolah Minggu bahwa Tuhan mengutus malaikat-Nya untuk melindungi kita. "Mungkin pria tua tadi adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk menolongku!" pikir Nia dengan hati penuh syukur.
Sobat Kids, kita tidak perlu takut karena Tuhan selalu menjaga kita. Malaikat-malaikat-Nya siap melindungi kita dari bahaya. Percayalah, Tuhan peduli dan selalu bersama kita. Yuk, tetap berdoa dan percaya bahwa Tuhan adalah Pelindung kita!

Truth Junior 15 Maret 2025 - ANAK PEMBERANI
2025-03-16 20:31:30
Mazmur 91:11
”sebab malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan-Nya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu.”
Aku tak takut di malam yang g’lap
Aku tak takut jika sendiri
Kar’na ku tahu Tuhan beserta
Malaikat Bapaku menjaga
Ke mana ‘ku pergi, Tuhanku ada
Tak pernah ditinggalkan
Hatiku bahagia jadi anak-Nya
Bapa di surga
Di atas adalah lirik sebuah lagu yang mengajarkan kita untuk berani, Sobat Junior. Saat kita berada di malam yang gelap atau pun saat sedang sendirian, kita tidak perlu takut karena malaikat Bapa menjaga. Sobat Junior, percayalah bahwa Bapa selalu melindungi kita dari segala bahaya.
Bagaimana keadaan Sobat Junior saat ini? Apakah kalian sering merasakan ketakutan saat sekitar kalian gelap? Saat sedang takut menyerang, kalian bisa menyanyikan lagu di atas, Sobat Junior. Itu akan membantu kalian berlatih dan meningkatkan rasa berani kalian. Ingat juga untuk berdoa kepada Bapa di surga.
Yuk, kita ubah rasa takut kita. Walaupun hari sudah mulai gelap dan kalian harus sendirian karena orang tua perlu pergi sebentar, kalian tidak perlu takut. Atau saat kalian harus mulai tidur di kamar sendirian, terpisah dari orang tua, janganlah takut. Latihlah diri kalian untuk jadi anak pemberani. Pasti kalian bisa!

Truth Youth 15 Maret 2025 (English Version) - SETTING SPIRITUAL PRIORITIES
2025-03-16 20:29:20
"Make the most of every opportunity because the days are evil." (Ephesians 5:16)
In the midst of today’s fast-paced world, have you ever felt too busy to make time for God? School assignments, work, social media, and entertainment often fill our days without us realizing it, causing our spiritual priorities to shift. Ephesians 5:16 reminds us to use our time wisely because these days are full of distractions that can draw us away from God.
Setting spiritual priorities is an essential step in staying rooted and growing in Christ. One simple way to start is by dedicating daily time for God. This could be reading the Bible, meditating on His Word, or praying. It doesn’t have to be long; what matters is the quality. Treat this time as irreplaceable, just like meeting your best friend.
To make this time truly effective, we must also minimize distractions. For instance, set limits on social media usage or turn off notifications during devotion time. Social media often traps us in a cycle of comparison or consumes our attention on things that don’t build us up. By reducing its usage, we create more room for spiritual growth.
Additionally, surrounding yourself with a positive community significantly impacts your faith journey. Having friends who support your faith will help you stay focused on spiritual priorities. Good friends are those who encourage you to grow closer to God, not drift away from Him.
Today, let’s evaluate whether our time reflects our priorities. Don’t let worldly matters take over the attention that should be given to God. By making Him our top priority, we will find joy, peace, and clear direction in life. Let’s start reorganizing our time and growing deeper in Christ.
WHAT TO DO:
Focus on spiritual priorities and make God your top priority.
BIBLE MARATHON:
▪ Judges 4-5

Truth Youth 15 Maret 2025 - MEMBUAT PRIORITAS ROHANI
2025-03-15 23:28:55
”Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” (Efesus 5:16)
Di tengah kesibukan dunia yang serba cepat, pernahkah kamu merasa terlalu sibuk hingga sulit meluangkan waktu untuk Tuhan? Tugas sekolah, pekerjaan, media sosial, hingga hiburan sering kali mengisi hari kita tanpa terasa, sehingga prioritas rohani mudah tergeser. Efesus 5:16 mengingatkan kita untuk menggunakan waktu dengan bijak karena hari-hari ini penuh tantangan yang bisa menjauhkan kita dari Tuhan.
Membuat prioritas rohani adalah langkah penting untuk tetap berakar dan bertumbuh di dalam Kristus. Salah satu cara sederhana untuk memulainya adalah dengan meluangkan waktu harian untuk Tuhan. Ini bisa berupa membaca Alkitab, merenungkan firman-Nya, atau berdoa. Tidak perlu waktu yang panjang; yang penting adalah kualitasnya. Jadikan momen ini sebagai waktu yang tak tergantikan, seperti saat kamu bertemu dengan sahabat terbaikmu.
Namun, agar waktu ini benar-benar efektif, kita juga perlu mengurangi hal-hal yang bisa memecah fokus. Misalnya, atur batas waktu penggunaan media sosial atau matikan notifikasi selama waktu devosi. Media sosial sering kali membuat kita terjebak dalam siklus membandingkan diri dengan orang lain atau menyita perhatian kita pada hal yang tidak membangun. Dengan membatasi penggunaannya, maka kita bisa memberikan ruang lebih untuk hal-hal yang membawa pertumbuhan rohani.
Selain itu, memilih lingkungan yang positif juga berpengaruh besar. Bergaul dengan orang-orang yang mendukung imanmu akan membantu kamu tetap fokus pada prioritas rohani. Teman-teman yang baik adalah mereka yang mendorongmu untuk semakin dekat kepada Tuhan, bukan menjauh dari-Nya.
Hari ini, mari kita evaluasi kembali, sudahkah waktu kita mencerminkan prioritas kita? Jangan biarkan hal-hal duniawi mengambil alih perhatian yang seharusnya diberikan kepada Tuhan. Dengan membuat Tuhan sebagai prioritas utama, kita akan menemukan sukacita, kedamaian, dan arah hidup yang jelas. Yuk, mulai atur ulang waktumu dan bertumbuh semakin dalam di dalam Kristus.
WHAT TO DO:
Fokus kepada bukan hal duniawi dan menjadikan Tuhan priotitas utama
BIBLE MARATHON:
▪︎ Hakim-hakim 4-5

Renungan Pagi - 15 Maret 2025
2025-03-15 20:52:35
Ada banyak orang yang sebenarnya pintar dan hebat, tetapi karena dia menyimpan niat jahat dalam hatinya, maka kegagalan demi kegagalan dan air mata yang dia temui dalam hidupnya.
Tetapi orang-orang yang tulus dan berlaku benar dalam hidupnya dialah yang akan melihat kemuliaan Tuhan dinyatakan.

Quote Of The Day - 15 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-15 20:49:39
Kegagalan orang Kristen sebagai orang beriman adalah ketika ia gagal hidup dalam penguasaan dan kontrol Tuhan, yang adalah pemilik hidup ini.

Mutiara Suara Kebenaran - 15 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-15 20:47:23
Orang yang telah ditebus, berarti kepemilikan hidupnya diambil supaya ia benar-benar menjadi benar.

DIVINE CONSCIENCE - 15 Maret 2025 (English Version)
2025-03-15 20:46:28
If we believe that Jesus is the Redeemer, it means we are talking about ownership. But why are many people unwilling to be owned by God? In fact, when someone says, "Forgive my sins, Lord," he must improve his life. We should not treat God as merely a "sin sweeper"—making a mess again, asking for forgiveness, and getting cleaned up again. Why can't Satan's sins be forgiven? Because he can't be fixed anymore. So, if we cannot be corrected, then Satan is our father. That is why we must remain in His Word so that we can truly grow. A disciple learns, grows, and develops. Only then will we know the truth, and the truth will set us free. This is a struggle.
Therefore, in Christianity, the discussion of salvation includes both redemption and justification. Praise God, we have been justified by the Lord Jesus, meaning that we are sinners, we are justified so that we can truly be righteous.We are sanctified so that we truly become holy. However, this does not mean we become passive. In fact, the person who has been redeemed, means that ownership of his life is taken so that he truly becomes righteous. What has been our response so far to the redemption of the blood of the Lord Jesus? Unfortunately, many people are ignorant and do not understand. They think that if God has forgiven them, then their sins have simply disappeared, as if a debt had been erased. But the Bible says, "We are all debtors—not to live according to the flesh, but to live according to the Spirit." So, we must live under the guidance of the Spirit. And in order to do so, a person must have a divine conscience.
So, as long as we are still willing to repent, there is still a chance to be forgiven. But if we are dead, the soul and spirit are united, there is no more chance to be fixed. That is the final achievement of a person's life, our life. So, if God says, "You must be perfect as your heavenly Father is perfect," it means that our conscience must be clean. How can we have a clean conscience? By always listening to the pure Word, because the Word sets us free.
Conscience is the human ability, derived from moral awareness, to determine and decide what is good and bad from a subjective perspective. Here, the conscience functions as both a rule-maker and a judge, determining what is right and wrong, what is good and evil.
In Hebrew, the word conscience is kilyah כִּלְיָה, which means kidney. The function of the kidney is to separate what should be discarded and what can enter the body. Similarly, if a person's conscience is damaged, they lose the ability to distinguish between what is good and bad, what is pleasing and displeasing, and what is perfect and imperfect. Humanity's fall into sin has led to a condition where the conscience can no longer mature or be perfected according to the level that the Father desires. This is what is meant by "man has lost the glory of God." Losing the glory of God does not mean losing human dignity entirely. Humans still possess a level of glory higher than that of animals or any other creatures. However, they can no longer attain perfection like God—that is the issue. Losing the glory of God does not mean that man is completely damaged. However, there is human glory that is also considered good to a certain extent.
Our response to truth shapes our conscience. If we listen to God's voice—because "man does not live by bread alone, but by every word that comes from the mouth of God"—then as we absorb God's thoughts and feelings, our conscience becomes a divine conscience. The Holy Spirit is given to us so that He may guide us into all truth, enabling us to understand the truth, and thus transforming our conscience into a divine one. Therefore, if we desire to have a divine conscience, we must listen to the pure Word and be willing to abandon worldly ways of living. We must not be materialistic at all. The Lord Jesus taught this when He said, "Do not store up for yourselves treasures on earth, but store up treasures in heaven. For where your treasure is, there your heart will be also. The eye is the lamp of the body." Ironically, in reality, most of us are still materialistic—or at the very least, we want to live a normal life.
Even if we were to have all the wealth, honor, and our life span was still a hundred years, but we must remember that everything has an end, there is an end. And at the end of our life, aren't we afraid if we still live carelessly? Perhaps we only have ten years left—or even less—so why do we dare take such a risk? So, the fall of man into sin caused man to be sold under the power of sin. The word sin here means "to miss the mark", preventing humanity from living precisely as God intended. Redemption in Jesus Christ makes it possible for a person to receive the seal of the Holy Spirit, and the seal is not a passive seal, but an active one. The seal can be activated through our response in learning the Word. Thus, the paralysis of the conscience that prevents it from reaching God's holiness can be reversed, because the means for restoration have been provided.
Conscience is the human ability, derived from moral awareness, to determine and decide what is good and bad from a subjective perspective.

NURANI ILAHI - 15 Maret 2205
2025-03-15 20:43:51
Kalau kita percaya bahwa Yesus adalah Sang Penebus, berarti kita bicara soal kepemilikan. Namun mengapa banyak orang tidak bersedia dimiliki oleh Tuhan? Sejatinya saat seseorang berkata, “Ampuni dosaku, Tuhan,” mau tidak mau, dia harus perbaiki hidupnya. Jangan hanya menjadikan Tuhan sebagai “tukang sapu dosa.” Dikotori lagi, minta ampun, bersihkan lagi. Kenapa Iblis tidak bisa diampuni dosanya? Karena tidak bisa diperbaiki lagi. Jadi, kalau kita tidak bisa diperbaiki, Iblislah bapa kita. Maka kita harus tetap dalam firman-Nya, supaya kita benar-benar bisa berkembang. Murid belajar dan bertumbuh atau berkembang. Sehingga kita akan mengenal kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan. Ini sebuah perjuangan.
Oleh sebab itu, dalam kekristenan, pokok-pokok bahasan mengenai keselamatan itu termasuk penebusan, dan juga pembenaran. Puji Tuhan, kita telah dibenarkan oleh Tuhan Yesus, artinya kita orang berdosa, kita dibenarkan supaya benar-benar menjadi benar. Kita disucikan supaya benar-benar menjadi suci. Namun kemudian, bukan berarti kita menjadi pasif. Justru orang yang telah ditebus, berarti kepemilikan hidupnya diambil supaya ia benar-benar menjadi benar. Apa respons kita selama ini terhadap penebusan darah Tuhan Yesus? Sayangnya, betapa banyak orang bodoh dan tidak mengerti. Mereka berpikir kalau Allah telah mengampuni, berarti Allah sudah menganggap dosanya hilang dan lenyap. Seperti seorang yang berutang, lalu dianggap beres utangnya. Padahal Alkitab berkata, “Kita semua adalah orang berutang, bukan untuk hidup menurut daging, melainkan hidup menurut Roh.” Jadi kita harus hidup dipimpin Roh, dan untuk bisa hidup dipimpin oleh Roh, orang harus punya nurani ilahi.
Jadi, selama kita masih mau bertobat, masih ada kesempatan diampuni. Namun kalau sudah mati, jiwa dan roh menyatu, tidak ada lagi kesempatan untuk diperbaiki. Itu merupakan prestasi terakhir hidup seseorang, hidup kita. Jadi, kalau Tuhan berkata, "Haruslah kamu sempurna seperti Bapa di surga sempurna," artinya hati nurani kita harus bersih. Bagaimana kita bisa memiliki kebersihan hati nurani? Kalau kita selalu mendengar firman yang murni, karena firman itu memerdekakan. Hati nurani adalah kemampuan yang dimiliki manusia dari fenomena moralnya untuk menetapkan dan memutuskan apa yang baik dan buruk secara subjektif. Di sini, hati nurani berfungsi sebagai pembuat peraturan, tetapi sekaligus menentukan yang baik dan yang tidak baik, yang benar dan yang tidak benar.
Dalam bahasa Ibrani, kata hati nurani itu kilyah כִּלְיָה, yang artinya ginjal. Fungsi ginjal adalah untuk memisahkan apa yang harus dibuang dan mana yang bisa masuk ke dalam tubuh. Kalau nurani orang sudah rusak, dia tidak bisa memisahkan mana yang baik dan tidak baik, mana yang berkenan dan tidak berkenan, juga mana yang sempurna dan yang tidak sempurna. Kejatuhan manusia dalam dosa membawa manusia pada kondisi di mana hati nuraninya tidak bisa didewasakan atau disempurnakan sesuai dengan level yang Bapa inginkan. Inilah yang disebut dengan “manusia telah kehilangan kemuliaan Allah.” Kehilangan kemuliaan Allah, bukan kemuliaan manusia. Sebab manusia tetap memiliki kemuliaan yang lebih dari hewan atau makhluk mana pun. Akan tetapi manusia tidak bisa menjadi sempurna seperti Allah. Itu masalahnya. Hilangnya kemuliaan Allah bukan berarti manusia jadi rusak sama sekali. Namun ada kemuliaan manusia yang dalam batas-batas tertentu juga dinilai baik.
Reaksi kita terhadap kebenaran akan membangun nurani. Kalau yang didengar adalah suara Allah—karena manusia bukan hanya hidup dari roti, melainkan dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah—maka pikiran perasaan Allah yang diserap, nuraninya menjadi nurani ilahi. Jadi Roh Kudus diberikan kepada kita, agar Roh Kudus menuntun kita kepada segala kebenaran, agar kita mengerti kebenaran, lalu nurani kita menjadi nurani ilahi. Sehingga, kalau kita mau memiliki nurani ilahi, kita harus mendengar firman yang murni, dan harus berani meninggalkan kewajaran hidup. Kita nggak boleh materialistis sama sekali. Tuhan Yesus sudah mengajarkannya ketika Ia berkata, “Jangan kumpulkan harta di bumi, kumpulkanlah harta di surga. Sebab di mana hartamu di situ hatimu berada. Mata adalah pelita tubuh.” Ironis, sejujurnya, rata-rata kita masih materialistis, paling tidak, mau hidup wajar.
Seandainya kita bisa punya segala kekayaan, kehormatan, dan usia hidup kita masih seratus tahun lagi, namun harus diingat bahwa semua ada ujungnya, ada akhirnya. Dan di ujung umur hidup kita, tidakkah kita takut jika masih hidup sembarangan? Padahal mungkin saja sisa umur kita tinggal sepuluh tahun, atau kurang, tetapi mengapa kita berani ambil resiko? Jadi, kejatuhan manusia ke dalam dosa membawa manusia terjual di bawah kuasa dosa. Dosa di situ artinya "luncas" atau "meleset," yang membuat manusia tidak bisa tepat seperti yang Allah kehendaki. Penebusan dalam Yesus Kristus memungkinkan seseorang mendapat meterai Roh Kudus dan meterai itu bukan meterai pasif, melainkan aktif. Meterai itu bisa diaktifkan melalui respons kita belajar firman. Sehingga kelumpuhan hati nurani yang tidak bisa mencapai kesucian Allah akan bisa jalan atau bangkit, karena fasilitasnya disediakan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
HATI NURANI ADALAH KEMAMPUAN YANG DIMILIKI MANUSIA DARI FENOMENA MORALNYA UNTUK MENETAPKAN DAN MEMUTUSKAN APA YANG BAIK DAN BURUK SECARA SUBJEKTIF.

Truth Kids 14 Maret 2025 - A GOOD SHEPHERD
2025-03-14 21:05:40
Mazmur 23:1
”Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.”
Pagi itu, Lisa dan adiknya, Daniel, bermain di halaman. Daniel melihat seekor burung kecil sedang mencari makan. Burung itu mematuk-matuk tanah, lalu terbang ke pohon untuk mengambil biji. Daniel bertanya, "Kak Lisa, burung itu punya makanan dari mana, ya? Kan dia tidak pergi ke pasar." Lisa tersenyum dan menjawab, "Tuhan yang menyediakan, Daniel. Tuhan tahu burung itu butuh makanan, jadi Dia memberi mereka biji-bijian dan serangga untuk dimakan." Daniel memandang burung itu dengan kagum, lalu bertanya lagi, "Kalau kita, Kak? Apakah Tuhan juga menyediakan buat kita?" "Tentu, Daniel," jawab Lisa. "Tuhan itu seperti gembala yang baik. Gembala selalu menjaga dan memberi makan domba-dombanya. Kita adalah 'domba-domba' Tuhan. Dia tahu apa yang kita butuhkan dan selalu menyediakan tepat pada waktunya."
Sobat Kids, Tuhan adalah Gembala yang baik. Dia tahu semua kebutuhan kita: makanan, pakaian, rumah, bahkan teman. Kita tidak perlu khawatir, karena Tuhan selalu mencukupi. Saat kita percaya dan bersyukur, hati kita akan damai dan sukacita. Mari kita ingat: "Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku" (Mzm. 23:1). Apa pun yang kita butuhkan, Tuhan sudah siapkan!

Truth Junior 14 Maret 2025 - GEMBALA
2025-03-14 21:02:49
Mazmur 23:1
”Mazmur Daud. TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.”
Adakah di antara Sobat Junior yang menyenangi hal-hal berhubungan dengan peternakan? Biasanya dalam sebuah peternakan, ada orang yang mengurus segala kebutuhan hewan ternaknya. Orang yang mengurus ternak disebut gembala. Walaupun hanya mengurusi hewan ternak, tugas seorang gembala sangatlah penting, Sobat Junior. Gembala harus memastikan semua kebutuhan hewan ternaknya tercukupi dengan baik. Kebutuhan makan, minum, kandang yang nyaman, tidak ada kutu atau wabah penyakit, bahkan mandinya hewan ternak diurus oleh seorang gembala. Tanggung jawab seorang gembala sangat banyak dan penting.
Raja Daud sering kali mengumpakan Tuhan sebagai Gembalanya. Dalam hidupnya, Daud merasakan dan mengalami pemeliharaan dan tuntunan dari Tuhan. Oleh sebab itu, dalam ayat hari ini Daud berkata, “TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.”
Seperti gembala yang baik, Tuhan selalu menyediakan apa yang kita butuhkan. Kebutuhan yang dimaksudkan di sini adalah benar-benar kebutuhan yang sangat kita butuhkan, ya, Sobat Junior. Semua keinginan kita belum tentu kebutuhan. Misalnya kita ingin jalan-jalan ke luar negeri, ingin membeli mainan yang sedang viral, atau bahkan ingin membeli baju dengan model yang sedang digemari anak-anak zaman now; itu semua bukanlah kebutuhan. Tuhan, Sang Gembala kita, akan memelihara kita setiap saat.

Truth Youth 14 Maret 2025 (English Version) - OVERTHINKING?
2025-03-14 21:00:03
"Whatever is true, whatever is noble, whatever is right, whatever is pure, whatever is lovely, whatever is admirable—if anything is excellent or praiseworthy—think about such things." (Philippians 4:8)
Sometimes, we get too caught up in our own thoughts. We think about all the worst possibilities, imagine things that may never happen, and keep questioning, "Am I good enough? Will I succeed? What do people think of me?" Overthinking is like a dead-end road that exhausts us but is hard to escape from. This kind of lingering thought often traps us in anxiety and uncertainty.
The problem with overthinking is that it doesn’t just affect our minds; it influences our hearts too. We become easily anxious, struggle to trust God, and even lose the peace we should be experiencing. Instead of surrendering our worries to God, we carry them alone, as if we must bear all of life’s burdens by ourselves. However, Philippians 4:8 reminds us to focus on things that are true, noble, and uplifting: "Whatever is true, whatever is noble, whatever is right, whatever is pure, whatever is lovely, whatever is admirable—if anything is excellent or praiseworthy—think about such things." This verse is the key for those of us trapped in overthinking. When our minds are filled with anxiety and worry, God invites us to replace those negative thoughts with positive ones.
Focus on God’s goodness in our lives, His sure promises, and all things that can uplift our spirit and faith. Reflect on this: When was the last time you paused and consciously chose to think about positive and uplifting things? God never asks us to handle everything alone. He just wants us to trust Him and surrender our burdens to Him. So, when overthinking creeps in again, take a moment to pause. Redirect your thoughts to God and let Him bring peace to your heart. You are enough because you belong to Him.
WHAT TO DO:
1. Redirect your focus from worries by thinking about what is true and positive according to Philippians 4:8.
2. Pause for a moment and surrender your worries to God in prayer.
3. Trust everything to God because He is in control of your life.
BIBLE MARATHON:
▪ Judges 1-3

Truth Youth 14 Maret 2025 - OVERTHINKING ?
2025-03-14 18:40:25
”Semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Filipi 4:8)
Kadang, kita terlalu sibuk dengan pikiran kita sendiri. Kita memikirkan semua kemungkinan buruk, membayangkan hal-hal yang mungkin nggak akan pernah terjadi, dan terus bertanya, “Apa aku cukup baik? Apa aku akan berhasil? Apa yang orang pikirkan tentang aku?” Overthinking itu seperti jalan buntu yang bikin kita lelah, tapi sulit keluar. Pikiran yang berlarut-larut ini sering kali membuat kita terjebak dalam kecemasan dan ketidakpastian.
Masalahnya, overthinking bukan cuma soal pikiran. Itu bisa memengaruhi hati kita juga. Kita jadi mudah merasa cemas, sulit percaya pada Tuhan, bahkan kehilangan damai sejahtera yang seharusnya kita rasakan. Alih-alih menyerahkan kekhawatiran kepada Tuhan, kita malah sibuk memikirkan segala hal sendirian, seakan-akan kita harus memikul semua beban hidup ini sendirian. Namun, dalam Filipi 4:8, Tuhan mengingatkan kita untuk fokus pada hal-hal yang benar, mulia, dan membangun: “Semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Ayat ini menjadi kunci untuk kita yang sering terjebak dalam _overthinking_. Saat pikiran kita dipenuhi kecemasan dan kekhawatiran, Tuhan mengajak kita untuk mengganti semua pikiran negatif dengan yang positif.
Fokuslah pada kebaikan Tuhan dalam hidup kita, pada janji-janji-Nya yang pasti, dan pada segala hal yang bisa membangkitkan semangat serta iman kita. Renungkan ini: kapan terakhir kali kamu berhenti sejenak dan benar-benar memilih untuk memikirkan hal-hal yang positif dan membangun? Tuhan nggak pernah meminta kita untuk menyelesaikan segala sesuatunya sendirian. Dia hanya ingin kita percaya dan menyerahkan semua beban kita kepada-Nya. Jadi, saat overthinking datang lagi, berhentilah sejenak. Alihkan perhatianmu pada Tuhan dan biarkan Dia membawa kedamaian dalam hatimu. Kamu cukup, karena kamu adalah milik-Nya.
WHAT TO DO:
1.Alihkan fokus dari kekhawatiran dengan memikirkan hal-hal yang benar dan positif menurut Filipi 4:8.
2.Berhenti sejenak dan serahkan kekhawatiranmu kepada Tuhan dalam doa.
3.Percayakan segala hal kepada Tuhan, karena Dia memegang kendali atas hidupmu.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Hakim-hakim 1-3

Renungan Pagi - 14 Maret 2025
2025-03-14 18:19:37
Orang yang tinggi hati akan selalu punya musuh, karena dimanapun dia berada selalu membuat banyak keributan, awalnya mungkin segala sesuatu kelihatannya baik dan menyenangkan, tetapi lama kelamaan kesombongannya akan membuat orang tidak lagi respek terhadap dia.
Jadi jelas bagi kita bahwa orang yang tinggi hati akan dikelilingi oleh musuh, tetapi orang yang rendah hati selalu akan mendapat sahabat dan Tuhan mengajari kita untuk hidup berdamai dengan semua orang.

Quote Of The Day - 14 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-14 18:18:36
Setiap rencana kita harus dimulai dengan kalimat: Bila Tuhan menghendakinya. Inilah kehidupan wajar orang beriman.

Mutiara Suara Kebenaran - 14 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-14 18:17:08
Kalau Alkitab berkata kita harus mengalami pembaharuan pikiran supaya kita mengerti kehendak Allah—apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna—itu berarti ada potensi untuk mengerti apa yang diingini Tuhan.

CONSCIENCE - 14 Maret 2025 (English Version)
2025-03-14 18:15:13
Understanding the matter of conscience is very important because it relates to the process of living under the guidance of the Spirit and to becoming perfect like the Father. This is the very heart of Christian life—a fundamental issue. People whose consciences are formed or awakened by the truths of God will have a divine conscience. This process can take decades until someone will understand the will of God—what is good, pleasing, and perfect. Here, the divine conscience can truly represent the voice of God. In all its considerations and decisions, it will be in accordance with what God wants. Remember, the Word of God says, "Not everyone who says to Me, ‘Lord, Lord,’ will enter the Kingdom of Heaven, but only the one who does the will of My Father." Doing the will of the Father is something abstract. When it comes to obeying laws, there is clearly a written formula, there is a written description, there is an interpretation of the law that can make each person have uniformity.
However, when we talk about doing God's will—doing what He desires—it is abstract. If a child wants to do what his father desires, or if a wife wants to fulfill her husband's wishes, she must truly know who her father or husband is. If she does not know him well, she might say, "I don't understand what he wants." But we cannot say this to God: "I don’t understand what God wants." Knowing and understanding a person is difficult. Humans can be full of intrigue, deception, and hypocrisy. As the saying goes, "The depths of the ocean can be measured, but who can understand the human heart?" Even after decades of marriage, a wife might still say, "I don’t understand my husband; I feel like I don’t really know him." If understanding human desires is already difficult, how much more so when it comes to the unseen God?
But God is different. He has no intrigue, no hypocrisy. He has promised, "Whoever seeks Me will find Me." This means that it is possible for us to know God and understand what He desires. So when the Bible says we must experience a renewal of mind so that we understand God's will—what is good, acceptable, and perfect—that means there is the potential to understand what God desires. A matured conscience will reach a level where it comprehends God's will. This possibility exists because God Himself said, "Be transformed by the renewal of your mind, so that you understand the will of God, what is good, acceptable, and perfect."
God possesses perfection within Himself. His Spirit, which is His divine essence, and His consciousness are perfectly united in holiness and in moral perfection. In God's nature, there is no evil intent whatsoever, and He can never make a mistake. He does not change. Conversely, Satan also has a spirit, which is the element of life, and a soul, which is the element of consciousness, but they are perfectly united in evil and darkness. Satan is incapable of doing what is right. He also cannot change. This means he can only do what is evil. The Lord Jesus said, "When he lies, he speaks from his own nature." Satan commits sin because it is born from within himself and cannot change anymore, meaning it cannot be fixed; whereas humans can still be fixed. Therefore, the forgiveness that God gives must be accompanied by change. This means that there must be improvement. If someone repents and asks for forgiveness, it means that he is willing to be fixed.
When the Lord Jesus said, "You belong to your father, the devil, and you want to carry out your father's desires," in John 8:44, He was speaking to a group of Jews who could no longer be changed. However, in the preceding verses, John 8:31-32, He said, "If you hold to My teaching, you are truly My disciples. Then you will know the truth, and the truth will set you free. And if the Son sets you free, you will be truly free." The problem is, do we want to be set free or not?
Paul warned the Corinthians in 2 Corinthians 11:2-3, "But I am afraid that just as Eve was deceived by the serpent’s cunning, your minds may somehow be led astray from your sincere and pure devotion to Christ." In this verse, Paul emphasizes the importance of the mind and conscience. If our conscience is damaged or darkened, then our entire life will be in darkness. This aligns with the verse that says, "The eye is the lamp of the body. If your eyes are unhealthy, your whole body will be full of darkness." If a person's conscience is darkened and dulled, their entire life will be dark. Imagine a man riding a motorcycle with his wife, and they get hit by a truck. The motorcycle is wrecked, the man lies unconscious on the ground, and his wife, barely alive, struggles to crawl to the side of the road. Then, someone approaches as if to help—but instead, they steal the woman's bag and run away. This person’s conscience has completely deviated from the conscience of a normal, good-hearted person. What about us?
PEOPLE WHOSE CONSCIENCES ARE FORMED OR AWAKENED BY THE TRUTHS OF GOD WILL HAVE A DIVINE CONSCIENCE.

HATI NURANI - 14 Maret 2025
2025-03-14 18:10:49
Memahami hal hati nurani sangat penting, sebab hal ini berkaitan dengan proses hidup dipimpin Roh, juga berkenaan dengan sempurna seperti Bapa. Jadi, ini adalah jantung hidup kekristenan, masalah yang sangat fundamental. Orang yang hati nuraninya terbentuk atau terbangun oleh kebenaran-kebenaran Allah akan menjadi hati nurani ilahi. Dan prosesnya bisa berpuluh tahun, sampai seseorang akan mengerti kehendak Allah—apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna. Di sini, hati nurani ilahi tersebut, sungguh dapat mewakili suara Allah. Dalam segala pertimbangan serta keputusannya, akan sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Ingat, firman Tuhan mengatakan, "Bukan orang yang berseru kepada-Ku, ‘Tuhan, Tuhan,’ masuk Kerajaan Surga, tetapi orang yang melakukan kehendak Bapa." Melakukan kehendak Bapa sesuatu yang abstrak. Kalau melakukan hukum, jelas ada rumusan tertulis, ada deskripsi tertulis, ada penafsiran hukum yang bisa membuat masing-masing orang memiliki keseragaman.
Berbicara mengenai melakukan kehendak Allah, atau sama dengan melakukan apa yang diingini-Nya, itu abstrak. Kalau seorang anak melakukan apa yang diingini bapaknya, atau seorang isteri melakukan apa yang diingini suami, maka ia harus mengenal betul siapa orang tua atau siapa suaminya. Kalau tidak kenal, ia akan berkata, "Aku nggak ngerti, loh, maunya dia itu apa." Namun kita tidak bisa berkata begitu kepada Tuhan, "Aku tidak ngerti apa maunya Tuhan." Mengenal dan memahami seseorang itu sulit. Apalagi manusia bisa penuh intrik, kelicikan dan munafik, "Dalam laut dapat diduga, hati orang siapa tahu?" Sudah menikah beberapa puluh tahun, isteri bisa berkata, "Aku tidak mengerti suamiku; aku rasanya tidak mengenal dia." Memahami apa yang dimaui dan mengerti apa yang diingini oleh manusia saja sulit, apalagi yang tidak kelihatan.
Berbeda dengan Tuhan. Tuhan tidak ada intrik, Tuhan tidak ada kemunafikan. Dia berjanji, "Siapa yang mencari Aku, akan menemukannya." Itu berarti kita dimungkinkan mengenal Allah dan memahami apa yang dimaui-Nya. Jadi, kalau Alkitab berkata kita harus mengalami pembaharuan pikiran supaya kita mengerti kehendak Allah—apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna—itu berarti ada potensi untuk mengerti apa yang diingini Tuhan. Hati nurani yang didewasakan akan sampai pada level di mana dia memahami apa yang diingini oleh Tuhan. Dan kemungkinan itu ada, sebab Tuhan sendiri yang berkata, "Berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga engkau mengerti kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna."
Allah memiliki kesempurnaan di dalam diri-Nya. Roh, yaitu unsur keilahian-Nya, dan kesadaran telah menyatu sempurna dalam kesucian, menyatu sempurna dalam kesempurnaan moral. Pada pribadi Allah, tidak ada niat jahat sama sekali, dan Dia tidak akan dapat berbuat suatu kesalahan. Ia tidak berubah. Tetapi sebaliknya, Iblis juga memiliki roh yang adalah unsur kehidupan dan jiwa yang adalah unsur kesadaran telah menyatu dalam kejahatan atau kegelapan yang sempurna. Iblis tidak akan bisa berbuat sesuatu yang benar. Ia pun juga tidak bisa berubah. Artinya, ia hanya bisa berbuat apa yang jahat. Tuhan Yesus mengatakan, "Kalau ia mengucapkan dusta, ia melakukan dari dalam dirinya." Iblis melakukan kesalahan, dosa itu terlahir dari dalam dirinya dan tidak bisa berubah lagi, artinya tidak bisa diperbaiki; sedangkan kalau manusia masih bisa diperbaiki. Oleh sebab itu, pengampunan yang Tuhan berikan itu pasti disertai dengan perubahan. Artinya, harus ada perbaikan. Jika seseorang bertobat minta ampun berarti ia bersedia untuk diperbaiki.
Ketika Tuhan Yesus berbicara, "Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu," di Yohanes 8:44, Dia berkata kepada sekelompok orang Yahudi yang tidak bisa diubah lagi. Namun ayat sebelumnya, ayat 31-32 katakan, "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu. Dan apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka." Masalahnya, kita mau dimerdekakan atau tidak?
Paulus berkata kepada jemaat Korintus, di 2 Korintus 11:2-3, "Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya.” Dalam ayat ini Paulus menekankan betapa pentingnya pikiran, hati nurani. Kalau hati nurani kita sudah rusak atau gelap, maka gelaplah hidup kita. Sejajar dengan ayat yang mengatakan, “Mata adalah pelita tubuh. Kalau matamu gelap, gelaplah seluruh tubuhmu.” Kalau hati nurani seseorang sudah gelap, sudah tumpul, gelaplah seluruh hidupnya. Coba bayangkan, ada seorang bapak yang membonceng isteri, tertabrak truk, motornya ringsek. Si bapa tergeletak tak sadarkan diri, ibunya setengah mati mencoba untuk meraya ke pinggir jalan. Lalu, seseorang datang seolah-olah mau menolong, namun ternyata malah mengambil tas ibu itu, lalu kabur. Hati nuraninya sudah sangat terbalik dari nurani orang baik pada umumnya. Bagaimana dengan kita?
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG HATI NURANINYA TERBENTUK ATAU TERBANGUN OLEH KEBENARAN-KEBENARAN ALLAH AKAN MENJADI HATI NURANI ILAHI.

Bacaan Alkitab Setahun - 14 Maret 2025
2025-03-14 18:03:01
Ulangan 11-13

Truth Kids 13 Maret 2025 - DIA TIDAK INGKAR JANJI
2025-03-13 21:05:21
Bilangan 23:19
”Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?”
Tom menagih janji ayahnya untuk membelikan sebuah lampu belajar. Namun, ayahnya sangat sibuk bekerja dan selalu pulang malam. Tom sering mengingatkan ayahnya supaya cepat membelikan lampu belajar. "Kalau Ayah sibuk, bisa pesan online saja," kata Tom sambil menahan air mata. "Iya, Tom. Maafkan Ayah. Ayah sering lupa."
Ayah Tom akhirnya membelikan lampu melalui toko online. Sebenarnya ayah Tom menunda permintaan Tom karena memang keluarga mereka sedang mengalami masalah ekonomi.
Sobat Kids, ayah kita di dunia ini pasti akan mengupayakan yang terbaik bagi anak-anaknya, apalagi Bapa kita di surga. Ia akan selalu memberikan yang terbaik bagi kita dan selalu menepati janji-janji-Nya untuk menyertai dan memberkati kita. Oleh karena itu, yakinlah bahwa Bapa di surga akan memelihara hidup kita sampai akhirnya kita kembali ke rumah Bapa.

Truth Junior 13 Maret 2025 - THE REAL ONE
2025-03-13 21:02:56
Bilangan 23:19
”Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?”
Dengan semakin majunya zaman dan teknologi, AI (Artificial Intelligence) sudah merajalela di mana-mana. Kita bisa bertanya macam-macam. Kita juga bisa mencari banyak informasi yang ingin kita ketahui. Namun, semua jawaban yang diberikan oleh AI tidak berasal dari hati manusia. AI tidak dapat mengetahui isi hati manusia. AI tidak dapat mengetahui kita berbohong atau tidak, Sobat Junior. AI memang demikian, karena AI bukanlah manusia. AI tidak memiliki hati nurani seperti manusia. Itu yang menjadikan AI berbeda dengan manusia.
Sedangkan, Allah dapat mengetahui ketika kita berbohong atau ingkar janji. Ketika Allah berjanji, Allah pasti akan selalu menepati janji-janji-Nya. Kemahatahuan Allah melebihi kecerdasan AI. Allah adalah Pencipta dunia beserta isinya, termasuk menciptakan manusia yang membuat teknologi AI.
Allah bukan manusia, tapi bisa merasakan perasaan dan isi hati manusia karena Ia Maha Tahu. Ketika kita berdoa dan mencurahkan isi hati kita kepada-Nya, Allah akan setia mendengar setiap seruan kita. Yuk, Sobat Junior, kita curhat ke Allah dan bukannya ke AI.

Truth Youth 13 Maret 2025 (English Version) - BIG IMPACT
2025-03-13 21:00:39
"Let your light shine before others, that they may see your good deeds and glorify your Father in heaven." (Matthew 5:16)
Have you ever felt like your life is stagnant? You’ve prayed, read the Bible, and attended church, yet nothing seems to change? Sometimes, we forget that spiritual growth isn’t just about what we absorb but also what we produce. Like a tree, the more it grows, the more fruit it bears.
Take Joseph, for example. You’ve probably heard of him—one of the young figures in the Bible whose growth had a huge impact. He started with big dreams but was sold by his brothers, imprisoned, and faced numerous hardships. What made Joseph different? He never stopped growing in character and faith, even in unfavorable circumstances. He remained faithful to God, and in the end, he not only saved Egypt but also his own family.
What about us? Life often feels like a roller coaster—full of ups and downs. But in these tough times, God is "fertilizing" us to grow stronger. When we choose to remain faithful, patient, and learn from each experience, we are preparing ourselves to be a blessing to others.
Start small. Be a light in your surroundings—whether by showing love, sharing your time, or helping a friend in need. Don’t wait for the perfect conditions. God can use you right now, wherever you are. True growth always leads to impact. So, the question is: Is your life bearing fruit? Don’t just focus on growing—become a young person who makes a big impact on this world.
WHAT TO DO:
1. Stay faithful and patient in difficult times, as they are part of your spiritual growth.
2. Be a light in your surroundings through simple acts of love and kindness.
3. Don't wait for perfect conditions—allow God to use your life to make an impact now.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Joshua 23-24

Truth Youth 13 Maret 2025 - BIG IMPACT
2025-03-13 20:59:00
”Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” (Matius 5:16)
Kamu pernah merasa hidup ini jalan di tempat? Sudah doa, baca Alkitab, dan ikut ibadah, tapi kok rasanya nggak ada yang berubah, ya? Kadang, kita lupa bahwa pertumbuhan rohani bukan cuma soal apa yang kita serap, tapi juga apa yang kita hasilkan. Sama seperti pohon, semakin dia bertumbuh, semakin besar pula buah yang dia hasilkan.
Misalnya kita lihat Yusuf. Pasti sudah tahu Yusuf kan? Yusuf adalah salah satu contoh anak muda di Alkitab yang pertumbuhannya menghasilkan dampak besar. Dia mulai dari mimpi besar, tapi malah dijual saudara-saudaranya, masuk penjara, dan mengalami berbagai kesulitan. Tapi apa yang bikin Yusuf beda? Dia nggak pernah berhenti bertumbuh dalam karakter dan iman, bahkan di tengah situasi yang nggak ideal. Yusuf terus setia pada Tuhan, sehingga di titik akhirnya, dia bukan cuma jadi penyelamat Mesir, tapi juga keluarganya sendiri.
Bagaimana dengan kita? Hidup kita juga sering kayak roller coaster—ada naik, ada turun. Tapi justru dalam masa-masa sulit itulah, Tuhan lagi ngasih “pupuk” supaya kita bertumbuh lebih kuat. Ketika kita memilih untuk tetap setia, sabar, dan terus belajar dari setiap pengalaman, maka kita sedang mempersiapkan diri untuk menjadi berkat bagi orang lain.
Mulailah dengan langkah kecil. Jadilah terang di lingkunganmu—entah dengan menunjukkan kasih, berbagi waktu, atau membantu teman yang lagi kesulitan. Jangan tunggu sampai keadaan sempurna. Tuhan bisa pakai kamu sekarang, di mana pun kamu berada. Ingat, pertumbuhan yang sejati akan selalu menghasilkan dampak. Jadi, pertanyaannya: apakah hidupmu sudah menghasilkan buah? Jangan cuma jadi anak muda yang sibuk tumbuh, tapi jadilah anak muda yang berdampak besar bagi dunia ini.
WHAT TO DO:
1.Tetap setia dan sabar dalam menghadapi masa sulit, karena itu adalah bagian dari proses pertumbuhan rohani.
2.Mulailah menjadi terang di lingkunganmu dengan tindakan sederhana seperti menunjukkan kasih dan membantu sesama.
3.Jangan tunggu keadaan sempurna, biarkan Tuhan memakai hidupmu untuk berdampak mulai dari sekarang.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yosua 23-24

Renungan Pagi - 13 Maret 2025
2025-03-13 18:42:37
Hati kita merupakan cerminan kehidupan, apabila hati jahat maka pola hidup juga akan jahat dan apabila pola hidup jahat, maka Kristus tidak dipermuliakan dalam kehidupan kita.
Hati merupakan pusat dari kehidupan setiap manusia, itu sebabnya pemazmur mengatakan, "ujilah aku ya Tuhan, dan cobalah aku; selidikilah batinku dan hatiku" karena dari hati timbul segala yang jahat".

Quote Of The Day - 13 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-13 18:41:02
Pertobatan sejati artinya berhenti dari perbuatan salah—ini adalah sebuah kemutlakan—dan menghasilkan buah-buah pertobatan sesuai keinginan Bapa.

Mutiara Suara Kebenaran - 13 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-13 18:39:45
Tuhan menginginkan kita berubah menjadi manusia seperti yang Dia kehendaki. Di antaranya adalah bagaimana kita menjadi orang yang menyerahkan diri kepada Tuhan sebagai makhluk yang menyadari bahwa ia tidak berhak atas dirinya.

A CLEAN HEART - 13 Maret 2025 (English Version)
2025-03-13 18:38:50
Many elderly Christians perceive God as a parent who spoils His children, as if our purpose in life is merely to be pampered, and as if God simply desires recognition from those who believe in His power. As long as one does not visit a shaman or convert to another religion, that is enough. It is as if God is merely seeking a large following, and as long as we become Christians and praise Him, that satisfies Him. But remember! God has millions of angels who praise Him, far more perfectly than we ever could. What God truly desires is for us to transform into the kind of human beings He intends us to be. This includes surrendering ourselves to God, recognizing that we do not have the right to claim ownership over our own lives. If God provides us with His blessings, it is so that God's children can develop their talents, skills, and abilities to be used for God's purposes and plans.
If we are aware of this truth, understand it, and yet still reject it, then we share the same passion as Lucifer, who fell because he sought glory for himself. Therefore, do not build your own kingdom by saying, "I have control over my mouth. I have control over my hands. I have control over my body, I want to move it wherever I want. I have control over my talents, my gifts, my money—everything I have belongs to me." The reality is, there are Christians who are stingier, more evil than non-Christians. The devil does not mind if we are good people, as long as we are not controlled by God. So, a deception that really damages and kills the life of faith, if someone is given the impression as if he has the right to have an interest in this life. In church, we may worship God, but outside of church, we do not. Yet, true worship is not just about lifting our hands, but worshiping (Greek. προσκυνέω proskuneo) means to give the highest value to God through everything we say, think, and do.
If a person does not mortify his flesh, he cannot worship God in spirit and truth. Worshiping God in spirit and truth is worship that is not limited by space, time, system, or ceremony. Our whole life is worship. It is a deception that really damages and kills the life of faith if someone is given the impression as if he has the right to have an interest. In truth, every step we take must be calculated. Because whether we eat or drink or do something else, do it all for the glory of God. So, as soon as we open our eyes we start to worship, start to serve. Everything we do must take God's feelings into account.
If Jews or religions in general have laws, when they have carried out the religious laws, that means it is enough. But for Christians, it is not just about having good morals or following the law—it is also about the attitude of the heart. Every word we speak must be true. That is the essence of true worship. When we pray, “Your kingdom come, Your will be done on earth as it is in heaven,” it means that no area of our lives should be free from God's intervention. This is an extraordinary life. The problem today is that many teachings encourage believers to demand things from God—to insist that He fulfill their desires. This teaching has spread widely and taken deep root in many churches. For those who are spiritually immature or do not yet understand the true purpose of life—that our lives exist solely for God and His Kingdom, and that we were created for Him alone-it is still understandable if they make their own interests their goal.
So in the book of James 4:13-15 it says, "So now, you who say, "Today or tomorrow we go to such and such a city, and there we will stay a year and trade and make a profit," while you don't know what will happen tomorrow. What is the meaning of your life? Your life is like steam that appears for a moment and then disappears. Actually you have to say: "If God wills, we will live and do this and that." We must be willing to be shackled by God, but if we break free from God's shackles, we will be increasingly shackled by the world.
A person who places God's interests behind their own or merely alongside them is mistaken. We must not have our own personal interests—our lives exist solely for God’s purpose. If we have lived wrongly in the past, now we must no longer live in error. We want to live only for God's interests. That is why our morality must be corrected, and our holiness must be restored. The Word of God says, “Blessed are the pure in heart, for they shall see God.” From a clean heart, we understand what God wants us to do. Living for God's glory is not just about singing praises or attending church. True worship is when every aspect of our lives aligns with God's thoughts and feelings—that is what truly glorifies Him.
WE WANT TO LIVE ONLY FOR GOD'S INTERESTS. THAT IS WHY OUR MORALITY MUST BE CORRECTED, AND OUR HOLINESS MUST BE RESTORED.

HATI YANG BERSIH - 13 Maret 2025
2025-03-13 18:37:15
Banyak orang Kristen usia lanjut yang memandang Tuhan seperti orang tua yang memanjakan anaknya, di mana seakan-akan kita hidup ini hanya untuk dimanjakan, dan seakan-akan Tuhan mau dihargai oleh orang-orang yang memercayai kuasa-Nya. Dengan tidak pergi ke dukun, tidak pindah agama, itu cukup. Seperti Tuhan yang menginginkan banyak pengikut, maka yang penting jadi Kristen, memuji-muji Dia. Ingat! Tuhan punya berjuta malaikat yang memuji-muji Dia, jauh lebih sempurna dari kita. Tuhan menginginkan kita berubah menjadi manusia seperti yang Dia kehendaki. Di antaranya adalah bagaimana kita menjadi orang yang menyerahkan diri kepada Tuhan sebagai makhluk yang menyadari bahwa ia tidak berhak atas dirinya. Jadi, kalau Tuhan menyediakan fasilitas berkat-Nya, itu maksudnya supaya anak-anak Tuhan mengembangkan talenta, bakat, dan segala kemampuannya, yang itu nantinya digunakan untuk maksud dan rencana Tuhan.
Kalau kita sadar akan hal ini, tahu hal ini, dan kita menolak, berarti kita memiliki gairah yang sama dengan Lucifer yang jatuh karena mengupayakan kemuliaan bagi dirinya sendiri. Maka, jangan membuat kerajaan dengan berkata, "Aku berkuasa atas mulutku, aku berkuasa atas tanganku, aku berkuasa atas tubuhku, aku mau gerakkan ke mana pun aku mau. Aku berkuasa atas talentaku, bakatku, uangku, semua yang ada padaku adalah milikku." Dan faktanya, ada orang-orang Kristen yang lebih pelit, lebih jahat dari orang non-Kristen. Iblis tidak masalah kalau kita menjadi orang baik, asalkan jangan dikendalikan oleh Allah. Jadi, suatu penyesatan yang benar-benar merusak dan mematikan kehidupan iman, kalau seseorang diberi kesan seakan-akan ia berhak memiliki suatu kepentingan dalam hidup ini. Ketika ada di gereja kita menyembah Tuhan, namun sehari-hari tidak. Menyembah itu bukan angkat tangan, namun menyembah (Yun. προσκυνέω proskuneo) itu artinya memberi nilai tinggi melalui semua yang kita ucapkan, pikirkan, dan lakukan.
Jika orang tidak mematikan dagingnya, dia tidak bisa menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Menyembah Allah dalam roh dan kebenaran adalah ibadah yang tidak dibatasi oleh ruangan, waktu, sistem, atau seremonial. Segenap hidup kita ini adalah ibadah. Adalah suatu penyesatan yang benar-benar merusak dan mematikan kehidupan iman kalau seseorang diberi kesan seakan-akan ia berhak memiliki kepentingan. Sejatinya, setiap langkah kita harus diperhitungkan. Sebab baik kita makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua itu untuk kemuliaan Allah. Jadi, begitu buka mata kita sudah mulai menyembah, mulai berbakti. Apa pun yang kita perbuat harus mempertimbangkan perasaan Tuhan.
Kalau orang Yahudi atau agama-agama pada umumnya punya hukum, ketika mereka sudah melakukan hukum agama, berarti sudah cukup. Namun kalau orang Kristen, bukan hanya punya moral yang baik, tidak melanggar hukum, tetapi juga sikap hatinya. Setiap kata yang diucapkan, semua harus benar. Itulah ibadah yang sejati. Maka kalimat doa, "Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga," maksudnya adalah tidak ada wilayah dalam hidup kita yang Tuhan tidak intervensi. Ini hidup yang luar biasa. Masalahnya, ajaran yang mengajarkan umat bisa “menuntut” Tuhan agar Tuhan melakukan sesuatu bagi dirinya, sudah sangat luas dan sangat kuat diajarkan kepada jemaat. Bagi mereka yang belum dewasa atau belum memahami tujuan hidup—bahwa tujuan hidup kita untuk Tuhan saja dan Kerajaan-Nya, dan kita tercipta hanya untuk Tuhan—memang masih bisa dimengerti kalau mereka menjadikan kepentingan sendiri itu sebagai tujuan.
Maka dalam kitab Yakobus 4:13-15 dikatakan, “Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: "Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung," sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. Sebenarnya kamu harus berkata: "Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu." Kita harus mau dibelenggu Tuhan, tetapi kalau kita keluar dari belenggu Tuhan, kita akan semakin dibelenggu dunia.
Jadi, orang yang meletakkan kepentingan Tuhan di belakang atau kepentingan Tuhan di sisi kepentingannya, itu salah. Kita tidak boleh punya kepentingan, hidup kita hanya untuk kepentingan Tuhan. Kalau dulu kita sudah salah, sekarang kita tidak mau salah lagi. Kita mau hidup hanya untuk kepentingan Tuhan saja. Makanya moral kita harus diperbaiki, kesucian hidup kita harus diperbaiki. Firman Tuhan katakan, "Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena dia akan melihat Allah.” Dari hati yang bersih, kita mengerti apa yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan. Jadi, hidup untuk kemuliaan Allah itu bukan sekadar memuji-muji Tuhan lalu kita ke gereja. Tetapi hidup untuk kemuliaan Tuhan adalah dalam segala hal yang kita lakukan, sesuai dengan pikiran perasaan Tuhan; itu baru memuliakan Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA MAU HIDUP HANYA UNTUK KEPENTINGAN TUHAN SAJA. MAKANYA MORAL KITA HARUS DIPERBAIKI, KESUCIAN HIDUP KITA HARUS DIPERBAIKI.

Bacaan Alkitab Setahun - 13 Maret 2025
2025-03-13 18:34:18
Ulangan 8-10

Truth Kids 12 Maret 2025 - KELEGAAN DALAM TUHAN
2025-03-12 22:45:21
Matius 11:28
”Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”
Malam itu, mama Sasy mendengar tangisan dari balik pintu kamar Sasy. Tanpa ragu, Mama Sasy langsung mengecek dan menghampiri Sasy yang sedang menangis di kamarnya.
"Ada apa, Sasy?" tanya mamanya. Sasy tidak menjawab dan terus menangis. Mama Sasy tidak memaksa, tetapi mendampingi dan memeluk Sasy. Pelan-pelan Sasy bercerita apa alasan dia menangis. Sasy merasa malu karena ia tidak dapat mengerjakaan soal saat gurunya menunjuk Sasy maju ke depan. Hasilnya, teman-temannya menyoraki Sasy. "Tidak usah malu, Sasy. Hal itu bisa menjadi motivasi kamu untuk menjadi lebih baik," hibur mamanya. Lalu mama Sasy mengajak Sasy berdoa bersama supaya ia lebih tenang.
Sobat Kids, seperti cerita di atas, mama Sasy mengajarkan untuk selalu datang kepada Tuhan dan berseru kepada-Nya dalam situasi sedih atau takut, karena Tuhan akan memberi ketenangan dan kelegaan dalam hati.

Truth Junior 12 Maret 2025 - FATAMORGANA
2025-03-12 22:42:11
Matius 11:28
”Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.”
Suhu di gurun pasir biasanya sangat panas, bahkan bisa mencapai 80 derajat Celcius. Wow… hampir mendekati titik didih air! Karena perbedaan suhu udara di dekat permukaan tanah dan di atasnya, fatamorgana sering terjadi di padang gurun. Fatamorgana adalah ilusi optik yang terjadi ketika cahaya matahari dibiaskan oleh lapisan udara yang berbeda kepadatannya. Orang yang berada di gurun pasir sering melihat seperti danau atau air di kejauhan. Padahal, yang ia lihat sebenarnya adalah pantulan dari udara panas. Fatamorgana seperti ini bisa berbahaya karena dapat menyebabkan seseorang tersesat, bahkan halusinasi. Ketika sedang haus, mengharapkan mendapatkan sumber air, mereka tiba-tiba melihat sebuah danau atau genangan air. Saat didekati, ternyata itu hanyalah fatamorgana; tumpukan pasir di padang pasir.
Untungnya kita memiliki Tuhan Yesus yang tidak pura-pura atau palsu. Tuhan Yesus itu _real_, bukan fatamorgana. Termasuk ucapan Tuhan Yesus yang berkata bahwa Ia akan memberikan kelegaan kepada kita yang letih lesu dan memiliki beban yang berat. Tuhan Yesus sungguh-sungguh akan memberikan kita kelegaan. Bagaimana caranya? Caranya adalah datang kepada Tuhan ketika kalian merasa lelah, Sobat Junior! Dalam doa, kita bisa curhat bahkan menangis atas kesulitan yang kita hadapi saat ini. Tuhan pasti mendengar dan memberikan kita solusi atas kelelahan dan kesulitan yang sedang dihadapi. Yuk, kita curhat kepada Tuhan.

Truth Youth 12 Maret 2025 (English Version) - THE STRENGTH IN GOD
2025-03-12 22:38:43
"I can do all things through Him who gives me strength." (Philippians 4:13)
Nowadays, social media is flooded with advertisements for beauty and skincare products. These ads often promote the idea that a beautiful woman must be slim, fair-skinned, with straight black hair, and so on. Many women adhere to this standard and strive to achieve it. As a result, some become insecure, overthink, and feel unworthy because they do not match the advertised ideal. Among teenagers and young adults, this can lead to a negative self-image, sometimes even pushing them toward excessive treatments or plastic surgery. The point is not to prohibit anyone from doing these things, but to encourage self-reflection: What is the purpose? Often, this pursuit makes us less grateful for the way God has created us.
Beyond appearance, many young people today feel they must become someone else to be considered cool. They push themselves to have the same talents as their idols while overlooking their own unique gifts. This weakens their confidence. Many of us use worldly values as the standard for our lives.
Philippians 4:13 declares, "I can do all things through Him who gives me strength." This verse reminds us that our lives are filled with potential, and we are called to depend on Him. God constantly strengthens us to discover and develop our potential through the people around us and enables us to fulfill our calling.
WHAT TO DO:
1. Reflect on the potential you have.
2. If you haven't discovered it yet, seek guidance from the right people.
3. When you feel weak or fail, continue relying on God—He will renew your strength.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Joshua 21-22

Truth Youth 12 Maret 2025 - THE STRENGTH IN GOD
2025-03-12 22:36:47
”Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4:13)
Hari-hari ini banyak sekali iklan yang tayang di media sosial tentang berbagai produk kecantikan dan perawatan tubuh/wajah, yang sering disebut skincare. Di dalam iklan tersebut, stigma tentang wanita yang cantik adalah yang langsing, berkulit putih, berambut hitam lurus, dan lainnya. Tidak sedikit kaum hawa yang berpatokan pada stigma tersebut sehingga berlomba-lomba untuk mengupayakan supaya kulitnya seperti itu. Alhasil, banyak juga yang menjadi insecure, overthinking, dan membuat dirinya menjadi tidak berharga atau dirinya kurang positif karena dirasa tidak sesuai dengan stigma yang ada. Hal-hal tersebut di kalangan remaja dan dewasa muda membuat mereka memiliki gambar diri yang kurang positif sehingga tidak jarang mereka juga banyak yang melakukan perawatan extra hingga operasi plastik. Dalam hal ini, penulis tidak melarang teman-teman melakukan hal itu semua, namun pertanyakanlah ke dalam diri kita tujuannya untuk apa? Tidak jarang menjadikan kita kurang bersyukur atas hal-hal yang Tuhan sudah berikan dalam hidup kita.
Selain hal di atas, banyak anak muda sekarang merasa harus menjadi orang lain supaya keren, harus memaksakan diri memiliki potensi seperti idolanya. Padahal dirinya memiliki segudang potensi, namun ia tidak sadari dan kurang syukuri. Hal itu membuatnya menjadi mudah lemah. Banyak dari antara kita yang menjadikan value dunia sebagai patokan hidup.
Filipi 4:13 menyatakan, “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” Firman ini meneguhkan bahwa hidup kita, diberikan banyak sekali potensi dan kita diminta untuk bergantung kepada-Nya. Dia senantiasa memberikan kekuatan untuk kita menemukan potensi melalui orang sekitar serta memampukan kita menjalankan bagian kita.
WHAT TO DO:
1.Refleksikan potensi yang kita miliki
2.Jika kita belum menemukan, konsultasikanlah dengan orang yang tepat untuk membantu
3.Saat gagal atau lemah, tetaplah bergantung kepada Tuhan karena Dia akan memberikan kekuatan yang senantiasa baru.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yosua 21-22

Renungan Pagi - 12 Maret 2025
2025-03-12 17:55:22
Cinta Tuhan tidak cukup hanya ada didalam hati, tetapi cinta Tuhan yang sebenarnya adalah dari hati harus berdampak jelas lewat perbuatan nyata dalam hidup kita.
Firman Tuhan mengatakan, "Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati". Tetapi iman yang disertai dengan perbuatan itulah yang membuat hidup bertumbuh".

Quote Of The Day - 12 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-12 17:48:22
Kalau orang tidak seperti Yesus—hidupnya tidak makin lemah lembut, rendah hati—pasti dia tidak mengerti Injil dengan benar.

Mutiara Suara Kebenaran - 12 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-12 17:47:19
Ketika kita mau belajar kebenaran, bukan hanya kita harus cerdas, jujur dan tulus, namun juga bersedia untuk mengenakannya dalam hidup kita.

WITHOUT LIMITS - 12 Maret 2025 (English Version)
2025-03-12 17:45:16
We must have the intelligence to understand the contents of the Bible correctly, but also honesty, sincerity, and lastly, we must have the willingness to do if it is God's command or will. So when we want to learn the truth, not only must we be intelligent, honest and sincere, but also willing to wear it in our lives. This is the value of life—measured by how much we are filled with God's truth, and God's truth gives birth to us as children of God (1 Peter 1:23 For you have been born again, not of perishable seed, but of imperishable, through the living and enduring word of God). For that we must be intelligent, honest, and sincere, and passionate to wear that truth. Among the truths we must understand is our relationship with God, which must align with His will, not our own desires. It is a relationship that God intends and desires.
As parents, we want to have a proper relationship with our children—not based on what the children want, but on what is appropriate for parents. Indeed, parents will understand their children according to their capacity, as they grow and mature over time. When children are still young, parents know how to position themselves as parents and also how to position the child. However, as time passes and maturity grows, parents expect their children to take their proper place, and children must also place their parents in the appropriate position. A 25-year-old child treats their parents differently than a 5-year-old does. So, we should not only be spoiled by concepts about God's grace and His power as if they are merely facilities for us to use whenever and however we want. Some believe that the more faith one has, the more they receive; the stronger their belief, the more abundant their blessings. But God is not like that.
Many people build their relationship with God based on these "facilities"—because God is full of grace and power. They believe they can use His grace and power as they wish, as long as they acknowledge and believe that Jesus is Lord and Savior. It is as if faith can dictate God. We all agree that God's blessings are provided for His chosen people, but they exist for the purpose of serving Him. Romans 11:36 states, "For from Him and through Him and for Him are all things." God provides His blessing facilities so that His children can use all of them for His purposes and plans, or the same as for His glory.
A 3- or 4-year-old child may think that whatever belongs to their parents also belongs to them. They demand things, sometimes even coercing their parents with crying, screaming, throwing tantrums, or making threats. Parents may tolerate such behavior at that age. But if a 25-year-old acted that way, they would be sent to a psychiatric hospital. Yet, many Christian communities and sermons guide believers to think in such a way. Of course, God cannot be treated arbitrarily. Unlike a child who can threaten their parents, the situation is different. But the essence remains: the child does not position themselves correctly, nor do they position their parents correctly. Likewise, a child of God does not position himself correctly before God and does not position God correctly.
We must not perceive God in such a way. God is leading us toward a purpose. Christians must understand His purpose. Although this may sound simple, it is not. We were created solely for God. Everything is from Him, through Him, and for Him. No creature has the right to pursue glory for themselves. That glory could take the form of self-worth or personal pleasure. If someone seeks that, their passion aligns with Lucifer, who fell because he sought glory for himself. Even unbelievers, those who do not know God, can share with others and thus find their place in the world to come, as the Scripture says: "When I was hungry, you gave Me something to eat; when I was thirsty, you gave Me something to drink."
God sees these people as those who share their lives. In reality, there are people who live this way.
As believers, we must do more than just share our lives—we must surrender our lives without limits for God. We must reach the level of saying, "I exist for God," rather than "God exists for me." If in the past we lived as we pleased, we must no longer do so.
AS BELIEVERS, WE MUST DO MORE THAN JUST SHARE OUR LIVES-WE MUST SURRENDER OUR LIVES WITHOUT LIMITS FOR GOD.

TANPA BATAS - 12 Maret 2025
2025-03-12 17:43:20
Kita harus memiliki kecerdasan untuk mengerti isi Alkitab dengan benar, tetapi juga kejujuran, ketulusan hati, dan yang terakhir, kita harus memiliki kesediaan untuk melakukan jika itu merupakan perintah atau kehendak Tuhan. Jadi ketika kita mau belajar kebenaran, bukan hanya kita harus cerdas, jujur dan tulus, namun juga bersedia untuk mengenakannya dalam hidup kita. Inilah berharganya hidup, dinilai dari seberapa kita dipenuhi oleh kebenaran Tuhan, dan kebenaran Tuhan itu melahirkan kita menjadi anak-anak Allah. Untuk itu kita harus cerdas, jujur, dan tulus, serta bergairah untuk mengenakan kebenaran itu. Di antara kebenaran-kebenaran yang kita harus pahami merujuk pada hubungan kita dengan Allah, yang harus sesuai dengan apa yang Dia ingini, bukan sesuai dengan apa yang kita ingini. Sebuah bentuk hubungan yang Allah inginkan dan kehendaki.
Sebagai orang tua, kita ingin memiliki hubungan sebagaimana mestinya menurut orang tua, bukan menurut anak. Memang, orang tua akan memahami anak sesuai dengan kapasitas yang dimiliki anak itu, seiring dengan perjalanan waktu dan usia. Jadi, ketika anak masih kecil, orang tua tahu menempatkan dirinya sebagai orang tua dan juga menempatkan anak. Tetapi seiring perjalanan waktu, bertumbuhnya kedewasaan, orang tua mau anaknya di tempat yang patut, dan anak juga menempatkan orang tua di tempat yang patut. Anak usia 25 tahun menempatkan orang tuanya di tempat yang berbeda dari anak umur 5 tahun menempatkan orang tuanya. Jadi, kita jangan hanya dimanjakan oleh konsep-konsep mengenai kasih karunia Allah dan kuasa-Nya yang menjadi jaminan bagi kita, seakan-akan itu fasilitas yang bisa kita pakai kapan saja, sebanyak apa pun. Di mana jika seseorang makin percaya, makin dapat banyak; makin beriman, makin berlimpah. Tuhan kita bukanlah Tuhan macam itu.
Jadi, orang-orang ini membangun hubungan dengan Tuhan karena fasilitas tersebut, karena Tuhan penuh kasih karunia dan mempunyai kuasa. Lalu, seakan-akan orang percaya bisa menggunakan kasih karunia dan kuasa itu sesuai dengan keinginannya, yang penting meyakini, memercayai bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat. Seakan-akan iman itu bisa mengatur Tuhan. Tentu kita setuju bahwa berkat-berkat Tuhan disediakan bagi umat pilihan-Nya, tetapi dalam rangka untuk mengabdi kepada-Nya. Roma 11:36 mengatakan, "Segala sesuatu dari Dia, oleh Dia, dan bagi Dia." Tuhan menyediakan fasilitas berkat-Nya agar anak-anak-Nya dapat menggunakan semua itu untuk maksud dan rencana-Nya, atau yang sama dengan untuk kemuliaan-Nya.
Jadi, ketika anak umur 3-4 tahun bahwa dia merasa bahwa apa yang orang tua miliki. Dia boleh miliki, dia bisa minta, dia kadang-kadang bahkan memaksa, mengintimidasi orang tua dengan tangisan, teriakan, banting-banting badan, benturkan kepala di tembok, lari keluar rumah dan mengancam. Dan orang tua kadang-kadang memaklumi. Coba kalau umur 25 tahun masih seperti itu, tentu dibawa ke rumah sakit jiwa. Dan ternyata banyak komunitas Kristen dan khotbahnya mengarahkan jemaat berpikir demikian. Ya tentu saja Tuhan tidak bisa diperlakukan semena-mena. Tidak seperti seorang anak yang bisa mengancam orang tua, beda. Tetapi intinya sama: yaitu si anak tidak menempatkan diri secara benar dan tidak menempatkan orang tua secara benar; dalam hal ini, anak Tuhan tidak menempatkan diri secara benar dan tidak menempatkan Tuhan secara benar.
Jangan kita menggambarkan Tuhan begitu. Tuhan mau mengarahkan kita ke satu tujuan. Orang Kristen harus mengerti tujuan-Nya. Walau ini mungkin kedengarannya sederhana, tetapi tidak. Bahwa kita diciptakan hanya untuk Tuhan, segala sesuatu dari Dia, oleh Dia, bagi Dia, bahwa tidak ada satu makhluk pun yang berhak mengupayakan sesuatu untuk kemuliaannya sendiri. Kemuliaan itu bisa berupa harga diri, kesenangan. Kalau seseorang melakukan itu, berarti gairahnya sama dengan oknum Lucifer yang jatuh, yang mengupayakan kemuliaan bagi dirinya sendiri. Orang-orang kafir yang tidak kenal Tuhan, bisa berbagi kepada sesama, sehingga mereka bisa masuk dunia yang akan datang sebagai anggota masyarakat, sesuai dengan firman yang mengatakan, "Ketika Aku lapar, engkau berikan Aku makan; ketika Aku haus, kau berikan Aku minum."
Tuhan menilai mereka sebagai orang-orang yang membagi hidupnya. Dan faktanya, memang ada orang-orang yang membagi hidupnya demikian. Kita sebagai orang percaya harus lebih dari sekadar membagi hidup, tetapi menyerahkan hidup tanpa batas untuk Tuhan. Kita harus sampai tingkat: "aku ada untuk Tuhan," bukan "Tuhan ada untuk aku." Kalau kemarin kita sudah biasa hidup sesuka kita sendiri, maka sekarang kita tidak boleh begitu lagi.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA SEBAGAI ORANG PERCAYA HARUS LEBIH DARI SEKADAR MEMBAGI HIDUP, TETAPI MENYERAHKAN HIDUP TANPA BATAS UNTUK TUHAN.

Bacaan Alkitab - 12 Maret 2025
2025-03-12 17:39:57
Ulangan 5-7

Truth Kids 11 Maret 2025 - ADA PERTOLONGAN DALAM TUHAN
2025-03-11 18:45:43
Yeremia 29:12
”Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu;”
Sabtu sore ini, Doni dan keluarganya akan menghabiskan waktu weekend-nya di pesta rakyat yang diadakan di halaman balai kota tempat Doni tinggal. Doni sangat senang karena Doni ingin menikmati makanan tradisional dan permainan tradisional di pesta rakyat.
Sesampainya di sana, Doni dan keluarganya sangat berantusias dan terbawa suasana di malam itu yang ramai. Di tengah keramaian, tidak sengaja Doni terlepas dari pandangan orang tuanya. Saat sadar, Doni merasa gelisah dan ketakutan. Walaupun Doni teriak-teriak, ia masih tidak menemukan papa mamanya. Di saat Doni merasa takut dan gelisah, dalam hati Doni berdoa minta pertolongan Tuhan. Lama-kelamaan hati Doni tenang dan teringat pesan mamanya, apabila suatu saat Doni tersesat atau kehilangan papa mama, ia harus langsung pergi ke satpam dan menyebutkan nama papa dan mama. Seketika Doni langsung berlari menghampiri satpam dan melapor. Satpam pun langsung memanggil nama papa mama Doni. Tak lama kemudian, datanglah papa mama Doni menghampiri dan memeluk Doni.
Sobat Kids, dalam situasi sedih atau takut, ada ketenangan saat kita berdoa kepada Tuhan. Hanya di dalam Tuhanlah ada pertolongan. Jangan jemu-jemu untuk berdoa kepada Tuhan, sebab Tuhan yang setia pasti mendengar setiap doa kita.

Truth Junior 11 Maret 2025 - BERSERU DAN DATANG PADA-KU
2025-03-11 18:40:21
Yeremia 29:12
”Dan apabila kamu berseru dan datang untuk berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mendengarkan kamu;”
Pernahkah kalian merasa sedih, Sobat Junior? Saat merasa sedih, biasanya kita akan berdoa dan bercerita kepada Tuhan, apa yang kita rasakan, kecewa, ataupun menangis dalam doa. Sobat Junior, ketika kita menangis di dalam doa, percayalah bahwa Ia mendengar setiap tangisan air mata. Ia juga ikut merasakan rasa sakit hati kita dan tak meninggalkan kita.
Ketika kita memiliki masalah, misalnya ada teman suka mengganggu di kelas dan selalu membuat jantung kita berdebar lebih kencang, setelah kita bercerita kepada guru, marilah juga kita berdoa kepada Tuhan. Ia satu-satunya tempat kita berserah dan percaya.
Firman yang telah kita baca mengajari kita untuk berseru kepada Tuhan di dalam doa. Berserah kepada waktu-Nya yang terbaik. Bukan tentang apa yang kita mau, tetapi pesan apa yang Tuhan ingin sampaikan dalam masalah kita hadapi. Seperti bermusuhan dengan teman, mungkin Tuhan ingin mengingatkan kita untuk mengurangi pertemanan yang membuat kita bermain games hingga lupa waktu. Tuhan ingin kita tidak lupa berdoa dan belajar tentang-Nya. Jadi Sobat Junior, tetaplah utamakan Tuhan dalam hidup kita.

Truth Youth 11 Maret 2025 (English Version) - GROWING THROUGH TRIALS
2025-03-11 18:38:43
"My brothers and sisters, consider it pure joy whenever you face trials of many kinds, because you know that the testing of your faith produces perseverance. Let perseverance finish its work so that you may be mature and complete, not lacking anything." (James 1:2-4)
One afternoon, I was joking around with my coworkers. We often complained about the many difficulties, trials, tests, and challenges we faced. From bosses who didn’t align with our expectations, overwhelming workloads, colleagues who were hard to get along with, to various life struggles. Then, one of us asked, "When will these life tests end?" Another colleague answered, "As long as we are still alive in this world, trials and challenges will always be there—unless we close our eyes forever (read: pass away)."
In James 1:2-4, we are called to consider it joy when we face trials, challenges, or life tests. This is certainly not easy for us to understand as humans, because trials often bring feelings of disappointment, sadness, and even anger. However, this verse invites us to reflect and view challenges from a positive perspective. Through trials and tests, we are reminded that we are nothing without God and need to rely on Him. These trials produce perseverance, which ultimately leads to the maturity of our faith in God.
Life challenges come in various forms—from relationships with friends, family, partners, and even spiritual figures. These challenges can make us doubt God’s promises and lead us to temptation. Stay close to God and His promises; do not rely on people because they can disappoint. If we face trials, let us persevere in God and seek the positive lessons within them. One of those lessons might be the transformation of our character that God is working on through those trials. Stay strong!
WHAT TO DO:
1. Reflect on all of God's goodness in your life.
2. Focus on finding the positive in every trial you face.
3. Seek a positive and spiritual community to support you.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Joshua 18-20

Truth Youth 11 Maret - BERTUMBUH DALAM PENCOBAAN
2025-03-11 18:36:35
”Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.” (Yakobus 1:2-4)
Suatu siang saya bersenda gurau bersama dengan rekan kerja, tidak jarang kami mengeluhkan begitu banyaknya kesulitan, pencobaan, ujian atau tantangan yang kami hadapi. Dimulai dari atasan yang kurang pas di hati, beban kerja yang overload, kadang rekan kerja yang kurang sehati, dan berbagai kesulitan hidup lainnya. Lalu muncullah sebuah pertanyaan dari kami “Kapan selesainya ujian-ujian hidup ini?”. Kemudian seorang rekan lain menjawab “selama kita masih hidup di dunia, segala ujian atau tantangan akan selalu ada, kecuali kita sudah menutup mata untuk selamanya (baca: meninggal dunia)”.
Dalam Yakobus 1:2-4, kita diminta untuk menganggapnya sebagai suatu kebahagiaan saat kita ada dalam pencobaan atau tantangan atau ujian hidup. Hal ini pasti tidak mudah untuk kita pahami secara manusiawi karena di dalam ujian hidup pasti kita merasakan berbagai emosi kecewa, sedih dan mungkin marah. Akan tetapi dari ayat ini kita juga diajak untuk berefleksi dan melihat dari sudut pandang positif. Melalui pencobaan dan ujian itu, kita semakin disadarkan bahwa kita bukan siapa-siapa dan perlu bersandar kepada Tuhan. Bahkan saat masa itu, ternyata menghasilkan buah ketekunan sehingga menumbuhkan keimanan kita sempurna kepada Tuhan.
Tantangan hidup sangat beragam, bisa datang dari relasi kita dengan teman, keluarga, pasangan bahkan dari figur rohani. Hal-hal itu dapat membuat kita menjadi ragu terhadap janji Tuhan sehingga akhirnya kita terpikat dengan dosa. Tetaplah melekat kepada Tuhan dan janji-Nya, jangan bersandar pada manusia karena manusia bisa sangat mengecewakan. Kalaupun kita mendapat tantangan tersebut, teruslah bertekun dalam Tuhan dan mencari hal positif dari pencobaan tersebut. Salah satunya ada karakter yang Tuhan sedang ubahkan dalam diri kita melalui pencobaan tersebut. Tetaplah kuat!
WHAT TO DO:
1.Renungkan segala kebaikan Tuhan dalam hidup kita
2.Fokuslah untuk terus melihat hal positif dari setiap pencobaan yang dihadapi
3.Carilah komunitas positif dan rohani yang dapat mendampingi kita.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yosua 18-20

Renungan Pagi - 11 Maret 2025
2025-03-11 18:34:27
Ketika hati bersih, otomatis kita akan mudah bergandengan tangan, mudah bersatu. Orang yang merasa dirinya paling hebat, paling rohani, paling benar, sulit memelihara kesatuan Roh.
Karena ia pikir roh dia yang paling benar, paling peka, sedangkan apapun yang orang lain perbuat selalu salah, selalu tidak rohani. Sebagai orang percaya, mari setiap kita harus memelihara kesatuan Roh.

Quote Of The Day - 11 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-11 18:30:20
Keselamatan tidak bisa dipisahkan dengan kesempurnaan.

Mutiara Suara Kebenaran - 11 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-11 18:28:45
Segala keputusan yang kita lakukan itu menjadi irama jiwa yang permanen.

REDEEMING THE TIME - 11 Maret 2025 (English Version)
2025-03-11 18:27:04
Ephesians 5:15-17 "Be very careful, then, how you live—not as unwise but as wise, making the most of every opportunity, because the days are evil. Therefore do not be foolish, but understand what the Lord’s will is."
We must realize that time is an invaluable gift. Time cannot be bought with money, nor can it be exchanged for anything. When someone is at the brink of death, they finally understand how precious time truly is. Even one minute is priceless—let alone an hour, a day, a week, or a year. If a person at death’s door wishes to extend their life by just one minute, but God says, "No!" then no one can change that. Therefore, if we have been given an abundance of time today, we must use it as an opportunity to learn. So, if we have such abundant time today, we must use this as an opportunity to learn. There are kairos (events or opportunities) arranged in a chronos (sequence of events) that are so perfect to build the divine nature within us. In fact, this is the essence of the Gospel or the good news.
In Ephesians 5:15, two extraordinary Greek words are used: peripateite (περιπατεῖτε), which refers to one’s daily way of life or habitual conduct, and akribos (ἀκριβῶς), which implies precision and diligence. God desires us to be wise—not unwise, not asofos (ἄσοφος), which is the opposite of sofos (σοφος) or sofia (σοφία), meaning wisdom. Here, wisdom refers to spiritual intelligence. “Do not be unwise, but be wise.” In this context, spiritual intelligence is the wisdom being referred to, ensuring that everything we do can always be in accordance with the will of the Father; meaning to be perfect like the Father. But everything must go through a process.
Just like learning mathematics, we start with simple problems. Over time, the problems become more difficult, and only when we can solve them all do we reach perfection. Each person has their own measure of perfection, which is why their life challenges differ. If someone loves God, it means he is ready to face any problem and please the Father with all the problems that occur. Never say, "God, I can't face this problem anymore." Because God cannot give problems that we can't handle. Only evil teachers give questions that students can't answer. Exams are given us in order to be tested, to assess and simultaneously improve our quality.
Secondly, never say, "Until when, Lord?" We leave it to God's time and ways. That's why we have to be steadfast and strong. Instead of complaining, we we must say, “Lord, teach me to understand what You want to teach me through this problem.” As human beings, God allows us to go through a long journey in the school of life. So, if we are facing problems today, face it without complaining. Later we will know how much God loves us, He helps us to build the divine nature which is an eternal treasure.
It says in verse 15, “Make the most of the time.” The word “make the most of the time” is a translation of the word exagorazomenoi (Ἐξαγοραζόμενοι), from the root word exagorazo (ἐξαγοράζω). This word means to redeem. It can also mean to buy back. So, because we once had time that we sold cheaply by doing various activities and pleasures that did not bring us to experience changes in wearing the divine nature, then God said, “Redeem it. Redeem!” The Bible is amazing. All the events that pass without any impact on building the divine nature in our lives, we must redeem them. Now we just realize that there is something wrong in this life. We learn from small things. Don’t be arrogant. When we close our eyes, then we see the reality of how regretful it is for people who have not developed a divine nature in their short lives, so that nothing of value has been produced in their short lives.
In verse 17 it says, "Therefore do not be foolish." The word foolish here is a translation of the word afrones (ἄφρονες), which means indifferent or careless, or frivolous. Honestly, we often carelessly respond to life events that contain spiritual lessons, which should be able to build the divine nature. But because we respond recklessly, so that it does not build the man of God. So we must change. It goes on to say, "But make every effort to understand the will of the Lord." So how valuable are the minutes to minutes, hours to hours, days to days, where there are momentums that are structured like a curriculum to shape and build us.
ALL THE EVENTS THAT PASS WITHOUT ANY IMPACT ON BUILDING THE DIVINE NATURE IN OUR LIVES, WE MUST REDEEM.

MENEBUS KEMBALI - 11 Maret 2025
2025-03-11 18:10:51
Efesus 5:15-17
“Karena itu, perhatikanlah dengan seksama bagaimana kamu hidup. Janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif. Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu, janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.”
Harus disadari bahwa waktu adalah anugerah yang tidak ternilai. Waktu tidak dapat dibeli dengan uang, dan tidak dapat ditukar dengan apa pun. Ketika seseorang ada di ujung maut, maka ia baru menyadari betapa berharganya waktu yang dia miliki. Satu menit saja berharga, apalagi satu jam, satu hari, satu minggu, dan satu tahun. Ketika seseorang berada di ujung maut, mau memperpanjang hidupnya satu menit, kalau Tuhan berkata, "Tidak!" maka tidak ada yang bisa membantu kita. Jadi, kalau kita memiliki waktu yang begitu limpah hari ini, kita harus gunakan ini sebagai kesempatan untuk belajar. Ada kairos-kairos (peristiwa atau kesempatan) yang tersusun dalam kronos (urutan peristiwa) yang begitu sempurna untuk membangun kodrat ilahi di dalam diri kita. Sejatinya, inilah inti Injil atau berita kabar baik itu.
Di dalam Efesus 5:15, ada dua kata yang luar biasa, yaitu peripateite (περιπατεῖτε), kata ini menunjuk keadaan diri seseorang dalam kehidupan setiap hari atau kebiasaannya. Dan kata akribos (ἀκριβῶς). Tuhan menghendaki agar kita bijaksana. Jangan seperti orang tidak bijaksana, jangan seperti orang yang asofos (ἄσοφος). Asofos merupakan kebalikan dari sofos (σοφος) atau sofia. Tentu, pengertian bijaksana di sini kita pahami sebagai kecerdasan roh. “Janganlah kamu tidak bijaksana, tetapi jadilah bijaksana.” Dalam hal ini, kecerdasan roh inilah yang dimaksud dengan kebijaksanaan. Hal ini dimaksudkan agar segala sesuatu yang kita lakukan dapat selalu sesuai dengan kehendak Bapa; berarti menjadi sempurna seperti Bapa. Semua harus lewat proses.
Seperti orang belajar matematik, dimulai dari soal-soal sederhana. Dan nanti akan lebih sulit lagi, sampai kita bisa menyelesaikan semua, baru sempurna. Dan masing-masing orang punya porsi kesempurnaan yang berbeda. Makanya masalah hidupnya juga berbeda. Kalau seseorang mengasihi Tuhan, berarti dia siap menghadapi soal apa pun dan menyenangkan hati Bapa dengan segala persoalan yang terjadi. Jangan pernah berkata, "Tuhan, aku tidak sanggup lagi menghadapi masalah ini." Sebab Tuhan tidak mungkin memberikan persoalan yang kita tidak bisa tangani. Hanya guru yang jahat yang memberi soal yang murid tidak bisa menjawab. Ujian diberikan supaya diuji, menguji sekaligus meningkatkan kualitas.
Yang kedua, jangan sekali-kali berkata, "Sampai kapan, Tuhan?" Kita serahkan pada waktu dan cara-Nya Tuhan. Makanya kita harus teguh dan kuat. Sebaliknya kita harus berkata, "Tuhan, ajar aku mengerti lewat masalah ini apa yang Tuhan mau ajarkan padaku?" Manusia seperti kita ini, Tuhan izinkan masuk sekolah kehidupan yang cukup panjang. Jadi, kalau kita punya masalah hari ini, hadapi tanpa bersungut-sungut. Nanti kita tahu betapa Tuhan sayang, Ia membantu kita untuk membangun kodrat ilahi yang adalah harta kekal.
Dikatakan dalam ayat 15, "Pergunakanlah waktu yang ada." Kata ‘pergunakanlah’ merupakan terjemahan dari kata exagorazomenoi (Ἐξαγοραζόμενοι), dari akar kata exagorazo (ἐξαγοράζω). Kata ini berarti menebus, redeem. Juga bisa berarti buy back, membeli kembali. Jadi, karena kita pernah memiliki waktu yang kita jual murah dengan melakukan berbagai kesibukan dan kesenangan yang tidak membawa kita mengalami perubahan dalam mengenakan kodrat ilahi, maka Tuhan berkata, "Tebus kembali. Redeem!" Alkitab itu luar biasa. Semua kejadian demi kejadian yang berlalu tanpa ada dampak membangun kodrat ilahi dalam hidup kita, harus kita tebus kembali. Sekarang kita baru sadar ada yang salah dalam hidup ini. Kita belajar dari perkara-perkara kecil. Jangan sombong. Ketika kita menutup mata, baru kita melihat kenyataan betapa menyesalnya orang-orang yang disingkat umur hidupnya tidak membangun kodrat ilahi, sehingga di singkat umur hidupnya tidak dihasilkan sesuatu yang bernilai.
Di ayat 17 dikatakan, "Sebab itu, janganlah kamu bodoh." Kata bodoh di sini terjemahan dari kata afrones (ἄφρονες), yang berarti tidak peduli atau sembarangan, atau sembrono. Sejujurnya, seringkali kita sembarangan meresponi peristiwa-peristiwa hidup yang di dalamnya mengandung pelajaran rohani, yang mestinya bisa membangun kodrat ilahi, tetapi karena kita tanggapi secara sembarangan, secara ceroboh, sehingga tidak membangun manusia Allah. Maka kita mesti berubah. Selanjutnya dikatakan, “Tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." Jadi betapa berharganya menit ke menit, jam ke jam, hari ke hari, di mana ada momentum-momentum yang tersusun seperti kurikulum untuk membentuk dan membangun kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SEMUA KEJADIAN DEMI KEJADIAN YANG BERLALU TANPA ADA DAMPAK MEMBANGUN KODRAT ILAHI DALAM HIDUP KITA, HARUS KITA TEBUS KEMBALI.

Bacaan Alkitab Setahun - 11 Maret 2025
2025-03-11 17:55:49
Ulangan 3-4

Truth Youth 10 Maret 2025 - STEP CLOSER
2025-03-10 21:47:56
”Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.” (2 Timotius 3:16-17)
Hidup di dalam Tuhan memang berat, tetapi menyenangkan jika dijalani dengan penuh sukacita. Dua hal penting yang harus menjadi rutinitas sekaligus irama hidup orang Kristen adalah membaca Alkitab dan berdoa. Ibarat manusia yang membutuhkan udara untuk bernapas, begitu pula pentingnya membaca firman Tuhan dan berkomunikasi dengan Tuhan melalui doa. Tanpa kedua hal ini, roh manusia bisa mati. Dalam arti, hidupnya tidak seirama lagi dengan Tuhan dan ia akan sulit untuk melakukan kehendak Tuhan.
Apa pentingnya membaca dan merenungkan firman Tuhan? Pertama, kita mengenal kebenaran. Ada banyak sekali buku-buku pengetahuan di luar sana yang bisa kita temukan dengan mudahnya, tetapi tidak akan ada yang bisa menandingi hebatnya firman Tuhan dalam menuntun jalan hidup kita. Di dalam Alkitab, ada banyak hikmat yang bisa menjadi penuntun hidup bagi kita di bumi ini. Kedua, kita menjadi kuat. Dalam badai hidup ini, kita membutuhkan pegangan agar kita tidak jatuh ke dalam pencobaan. Membaca Alkitab akan menjaga kita dari pikiran-pikiran dan tindakan yang tidak seirama dengan kehendak Tuhan.
Selain itu, kita pun diharuskan untuk selalu berdoa. Bukan sebagai sebuah kewajiban, tetapi diusahakan setiap harinya sehingga kita pun merasa kering bila kita tidak menjumpai Tuhan melalui doa. Doa adalah cara kita melihat Tuhan, dan cara Tuhan untuk menjenguk kita. Dengan doa, kita terhubung dengan Dia. Oleh karena itu, buatlah waktu-waktu khusus di mana kita bisa teduh di dalam hadirat-Nya. Jumpailah Tuhan sesering mungkin, selagi masih ada waktu dan kesempatan.
Pada akhirnya, jika kita terus hidup di dalam kedua irama ini, membaca Alkitab dan berdoa, maka kita akan one step closer dengan Tuhan. Usahakanlah terus melakukan hal-hal baik seperti berdoa dan membaca Alkitab. Suatu hari nanti, kita akan mengerti dan bersyukur kalau kita memulai semuanya dari hari ini.
WHAT TO DO:
1.Berusaha setiap waktu untuk tetap dekat dengan Tuhan.
2.Menghayati kehadiran-Nya di waktu kosong maupun ketika kita sibuk.
3.Membiasakan diri untuk berdoa dan membaca Alkitab dengan rutin.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yosua 14-17

Renungan Pagi - 10 Maret 2025
2025-03-10 21:36:51
Kesetiaan tidaklah selamanya mendatangkan senyuman; terkadang kesetiaan mendatangkan air mata.
Dunia penuh dengan orang yang tidak setia, dunia penuh dengan orang yang berkhianat, tapi kita percaya di manapun Tuhan menempatkannya, orang percaya akan tetap setia.
Meskipun terkadang kesetiaan harus dibayar mahal, tapi orang yang setia sampai akhir akan melihat kemenangan yang luar biasa.

Quote Of The Day - 10 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-10 21:35:37
Tidak ada hal yang paling prinsip dalam hidup kita selain berkenan di hadapan Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 10 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-10 21:34:02
Berkodrat ilahi artinya berkeadaan diri di mana kita tidak berbuat suatu kesalahan apa pun di hadapan Tuhan, bukan karena tidak mau, tetapi karena tidak bisa lagi melakukan kesalahan, dan itu lewat sebuah proses dari perkara kecil.

Bacaan Alkitab Setahun - 10 Maret 2025
2025-03-10 21:30:19
Ulangan 1-2

SPIRITUAL INTELLIGENCE - 10 Maret 2025 (English Version)
2025-03-10 21:28:21
There is an important principle in life that we must understand: in this reality, we are faced with two choices—heaven or hell, God or Satan, light or darkness, perfection or imperfection. Our lives as believers must be measured by this principle, and it is a matter of choice. For example, when we wake up on a Sunday morning, do we choose to go to a shopping center for a meal, or do we go to church to listen to God’s word? When we say, “I want to go to church, I want to hear the word,” that is perfection. When we are hated, mistreated, and have the opportunity to take revenge, but instead we say, “I forgive them,” that is perfection. Remember, every decision we make becomes a permanent rhythm of the soul. Having a divine nature means reaching a state where we do not commit any mistakes before God—not because we do not want to, but because we are no longer capable of doing so. This is achieved through a process that starts with small matters. Therefore, every matter must be unraveled.
That is why we often pray, "Lord, I want to be perfect, I want to be like the Lord Jesus. If You ask me, 'what can I ask for,' I only ask, I want to be perfect like You." We are the ones who have to choose, whether we want to be perfect or imperfect. We are the ones who have to analyze from simple things until later God allows more complicated things and greater challenges. To achieve this, we must possess what is called spiritual intelligence. How can we analyze whether something is God’s will or not if we do not have spiritual intelligence? And to have spiritual intelligence, one must study the word. Studying the Word is not about learning religious doctrines, as understood in Abrahamic religions, concerning what is permitted and prohibited, what is lawful and unlawful. The truth is not like that.
Perhaps we have never truly experienced the touch of truth, which is why we have never felt addicted to it. We do not hunger and thirst for the truth because we have never truly tasted or enjoyed it. But once we hear, hear, and hear again, we will begin to understand how extraordinary the Word is. This enables us to analyze every event in our lives. If we do not study the truth, we will not become spiritually intelligent. Through the events of everyday life we can gain spiritual intelligence, with the truth that we learn as capital, so that we can find what God wants. If we continuously practice this, becoming a permanent rhythm, then that is where our divine nature is worn.
Life is a school of learning. However, many churches do not teach this. Instead, they offer services for sale. For example, a congregation member might say, “Pastor, my husband has not repented yet; please pray for his repentance.” But there is no scripture that supports this. A husband can repent because of his wife’s conduct, not because of a pastor’s prayer. When people face problems, they often ask for prayers to resolve them. Yet, life itself is a school of learning where the problems we encounter are opportunities for us to discover our divine nature. That is why the church must preach the pure truth of God’s Word. If not, it is like a hospital giving out fake medicine or poison. Without spiritual intelligence, life’s events may seem like mere waste, when in reality, they carry deep meaning for the transformation of our nature.
In this context, how precious is the time we have in life! We only have seventy to eighty years. The value of our time lies in the moments called kairos (καιρός)—God’s appointed times. God knows how to bring us problems, challenges, and experiences—what we see, hear, and go through—all designed to shape our divine nature. God arranges events in a sequence, like a curriculum, which is known as khronos (χρόνος) or chronology. In school or college, everyone follows the same curriculum. However, in life, each individual has a unique curriculum designed specifically for them.
So, when we say, “I love You, Lord,” God creates a personalized curriculum for each of us. We become incredibly valuable in God's eyes. Once we love Him, God seals us with the Holy Spirit. Then, God arranges our curriculum, orchestrating situations one after another. That is why, in this moment, let us make the decision to love God. At first, we may face small challenges, but as time passes, greater challenges will come. Bigger challenges involve wealth, life and death, dignity, and emotions. Through these, we are taught to deny ourselves and then wear God's thoughts and feelings. And if that continues, the divine nature becomes permanent in us.
TO HAVE SPIRITUAL INTELLIGENCE, ONE MUST STUDY THE WORD.

KECERDASAN ROH - 10 Maret 2025
2025-03-10 21:26:05
Ada prinsip penting dalam hidup yang kita harus tahu, bahwa dalam kenyataan hidup ini kita diperhadapkan kepada dua hal: yang pertama, surga atau neraka, Tuhan atau setan, terang atau gelap, sempurna atau tidak sempurna. Kehidupan kita sebagai orang percaya harus diukur dari hal ini. Dan ini adalah pilihan. Misalnya, ketika kita bangun tidur minggu pagi, apakah kita memilih ke pusat perbelanjaan untuk makan atau pergi ke gereja mendengarkan firman Tuhan? Ketika kita berkata, "Aku mau ke gereja, aku mau mendengar firman," itu sempurna. Ketika kita dimusuhi, kita dijahati dan punya kesempatan membalas kejahatan itu, tetapi kita berkata, "Kumaafkan dia," itu sempurna. Ingatlah, segala keputusan yang kita lakukan itu menjadi irama jiwa yang permanen. Berkodrat ilahi artinya berkeadaan diri di mana kita tidak berbuat suatu kesalahan pun di hadapan Tuhan, bukan karena tidak mau, tetapi karena tidak bisa lagi melakukan kesalahan, dan itu lewat sebuah proses dari perkara kecil. Jadi, setiap perkara itu harus diurai.
Itu sebabnya kita sering berdoa, "Tuhan, aku mau sempurna, aku mau serupa dengan Tuhan Yesus. Kalau Engkau tanya padaku, ‘apa yang aku boleh minta,’ aku hanya meminta, aku mau sempurna Engkau." Kita yang harus memilih, mau sempurna atau tidak sempurna. Kita yang harus mengurai dari perkara-perkara sederhana sampai nanti Tuhan izinkan hal-hal yang lebih pelik dan perkara-perkara yang lebih besar. Untuk itu, kita harus memiliki yang namanya kecerdasan roh. Bagaimana kita bisa menganalisa sesuatu itu kehendak Tuhan atau tidak, kalau kita tidak memiliki kecerdasan roh? Dan untuk memiliki kecerdasan roh, seseorang harus belajar firman. Belajar firman itu bukan belajar ilmu agama seperti yang dipahami agama-agama Samawi, antara yang boleh dan tidak, yang halal dan yang haram. Kebenaran itu tidak demikian.
Jangan-jangan kita tidak pernah menemukan sentuhan kebenaran sehingga tidak pernah merasa kecanduan atau addict. Kita juga tidak pernah lapar dan haus akan kebenaran karena tidak pernah menikmati atau merasakan kebenaran itu. Kalau kita sudah mendengar, mendengar, mendengar, maka kita akan bisa mengerti betapa luar biasanya firman itu. Hal itu membuat kita bisa menganalisa setiap kejadian. Jadi, kalau kita tidak belajar kebenaran, maka kita tidak akan menjadi cerdas. Lewat peristiwa kehidupan setiap hari kita dapat memperoleh kecerdasan roh, dengan bermodalkan kebenaran yang kita pelajari, sehingga kita bisa menemukan apa yang Tuhan kehendaki. Jika kita lakukan terus-menerus, menjadi irama permanen, maka di situlah kodrat ilahi kita kenakan.
Hidup ini adalah sekolah kehidupan. Namun di banyak gereja, tidak diajarkan begitu. Gereja malah jual jasa. Misalnya, jemaat berkata, "Pak Pendeta, suami saya belum bertobat, doakan supaya bertobat." Itu tidak ada ayatnya. Suami bisa bertobat oleh kelakuan istri, bukan karena doa pendeta. Kalau ada masalah, minta didoakan supaya selesai. Padahal hidup ini adalah sekolah kehidupan dimana masalah-masalah yang kita alami merupakan kesempatan untuk kita menemukan kodrat ilahi. Itulah sebabnya gereja harus menyampaikan kebenaran firman yang murni. Jika tidak, maka gereja seperti rumah sakit yang memberi obat palsu atau racun. Jadi, kalau kita tidak memiliki kecerdasan roh, maka peristiwa-peristiwa yang terjadi itu seperti sampah, padahal itu punya arti yang tinggi untuk perubahan kodrat kita.
Dalam hal ini, betapa berharganya waktu hidup kita. Kita hanya punya tujuh puluh sampai delapan puluh tahun. Berharganya waktu kita ada momentum-momentum yang disebut kairos (καιρός). Tuhan tahu bagaimana memberikan kepada kita masalah, perkara, kejadian yang kita lihat, dengar, dan alami yang akan dapat membangun kodrat ilahi. Dan Tuhan membuat susunan peristiwa demi peristiwa itu semacam kurikulum yang namanya khronos (χρόνος) atau kronologi. Kalau kita sekolah atau kuliah, semua punya kurikulum yang sama. Tetapi dalam kehidupan setiap individu, kita punya kurikulum yang khusus, yang tidak sama dengan yang lain.
Jadi, ketika kita berkata, "Aku mengasihi Engkau, Tuhan," Tuhan akan bikin kurikulum untuk masing-masing kita. Kita menjadi begitu berharga di mata Tuhan. Begitu kita mengasihi Dia, Tuhan meteraikan dengan Roh Kudus. Lalu, Tuhan membuat kurikulum, mengatur situasi demi situasi. Itulah sebabnya pada kesempatan ini, mari kita ambil keputusan untuk mengasihi Tuhan. Nanti, dari kadar yang rendah, karena masalahnya masih masalah kecil, sampai kadar yang tinggi, karena masalah-masalah mulai besar. Masalah besar karena menyangkut uang banyak, menyangkut nyawa, menyangkut harga diri, menyangkut perasaan, kita diajar untuk menyangkal diri lalu mengenakan pikiran dan perasaan Tuhan. Dan kalau itu berlangsung terus-menerus, kodrat ilahi menjadi permanen dalam kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
UNTUK MEMILIKI KECERDASAN ROH, SESEORANG HARUS BELAJAR FIRMAN.

Truth Kids 09 Maret 2025 - DISERTAI
2025-03-09 21:49:56
Yesaya 41:10
”janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.”
"Dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa, yang percaya katakan: Amin!" Demikian doa kak Alce mengakhiri kebaktian Sekolah Minggu. Gaby salah satu muridnya kak Alce yang sangat bersyukur bisa mengikuti kebaktian Sekolah Minggu. Ia dapat bermain dan juga belajar firman Tuhan.
Usai dari gereja, Gaby bersama orang tuanya pergi ke sebuah tempat makan untuk makan siang. Setelah sampai di tempat makan, mereka pun langsung memesan makanan dan minuman. Namun, beberapa saat kemudian, ada pelayan yang menumpahkan minuman ke Gaby. Kejadian itu membuat Gaby ingin marah dan menangis. Namun, ia teringat dengan firman Tuhan yang diajarkan oleh kak Alce di Sekolah Minggu. Kak Alce mengajarkan kalau Tuhan hadir di mana pun dan kapan pun. Kita harus membangun hubungan yang baik dengan Tuhan yang Maha Hadir. Gaby pun tidak jadi marah dan menangis.
Sobat Kids, membangun hubungan dengan Tuhan tidak hanya di lakukan di gereja pada waktu kebaktian atau waktu doa saja. Membangun hubungan dengan Tuhan itu di mana pun dan kapan pun. Ketika kita berada dalam situasi takut dan bimbang, pasti Allah menyertai kita, anak-anak-Nya.

Truth Junior 09 Maret 2025 - BE BRAVE
2025-03-09 21:45:25
Yesaya 41:10
”janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan.”
Lydia duduk di bangku kelas 6 SD dan berada di kelas unggulan. Teman-teman Lydia di kelas itu adalah murid-murid yang unggul dalam kecerdasan. Di kelas 6 ini, Lydia harus mengikuti ujian sekolah supaya dapat melanjutkan ke kelas 7, dan Lydia sangat takut sekali karena begitu banyak materi yang harus dipelajari. Lydia takut tidak dapat mengerjakan ujian sekolah saat harinya tiba. Lydia anak yang rajin, ia belajar dari jauh-jauh hari sebelum ujian. Lydia juga selalu mengulang pelajaran yang diberikan oleh guru-gurunya.
Belum lagi, Lydia juga banyak saingan di dalam kelas karena berada di kelas unggulan. Namun, terkadang Lydia melihat temannya menyontek saat ulangan supaya tidak mendapat nilai yang jelek. Puji Tuhan, Lydia tidak mau mengikuti teman-temannya untuk menyontek, karena Lydia tahu Allah tidak suka jika melihat anak-Nya mengerjakan ulangan dan mendapat nilai bagus dengan menyontek. Lydia memegang teguh imannya walaupun temannya terkadang menawari jawaban atau meminta jawaban darinya.
Namun, sekarang Lydia sedang takut karena ujian sekolah tidak akan lama lagi. Lydia cerita kepada mamanya tentang kegelisahan di hatinya ini. Mamanya mendengarkan Lydia bercerita. Selesai Lydia bercerita, mamanya mengingatkan Lydia kalau Lydia sudah belajar dengan rajin untuk mempersiapkan ujian sekolahnya. Ia tidak perlu merasa takut karena sudah melakukan apa yang menjadi tanggung jawabnya sebagai murid. Lydia harus berdoa kepada Tuhan agar memberikan ketenangan. Lydia pun teringat, mamanya pernah katakan: “Jangan takut, karena Tuhan selalu menyertai.” Lydia menjadi lebih percaya diri untuk menghadapi ujian di kelas 6 ini. Sobat Junior juga, ya. Jangan takut, tetapi jangan lupa juga bagian kita untuk belajar, mempersiapkan yang terbaik.

Truth Youth 09 Maret 2025 (English Version) - COMFORT ZONE
2025-03-09 21:43:25
“For we are God's handiwork, created in Christ Jesus to do good works, which God prepared in advance for us to do." (Ep
hesians 2:10)
In psychology, there is a term called impostor syndrome—a condition where a person constantly feels unworthy of their achievements. Those who experience this tend to deny the reality that they are talented, capable, and deserving of success. Ironically, while others praise their accomplishments, they see themselves as inadequate. Feeling this way occasionally is normal because life can be tough. However, if it becomes excessive, it is important to manage it wisely.
A similar struggle exists in Christianity, though it is not entirely the same. Some Christians feel so unworthy that they believe they can no longer seek God. They feel burdened by their sins, convinced that there is no more hope for repentance or returning to God’s path. While acknowledging one's sins is good, dwelling too long in guilt can be harmful. These individuals recognize their need for God but struggle to see the light of His grace.
When we understand that we are God's handiwork, we begin to see how valuable we truly are. God always offers opportunities, but we must also be willing to step out of our comfort zones. Start by accepting yourself, recognizing your worth, and believing that you were created by God Himself. When we embrace our identity in Christ, our perspective on life will change. The world we see, once we learn to accept and understand ourselves, will become a place filled with purpose and joy—because God is in it.
WHAT TO DO:
1. Be sensitive to God’s voice.
2. Accept and love yourself as God loves His people.
3. Repent and continually pursue holiness.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Joshua 11-13

Truth Youth 09 Maret 2025 - COMFORT ZONE
2025-03-09 21:41:55
”Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Efesus 2:10)
Ada sebuah istilah psikologis dalam menggambarkan seseorang yang selalu merasa tak pantas akan pencapaian dirinya, yakni impostor syndrome. Orang-orang yang mengalami sindrom ini akan cenderung menolak sebuah fakta bahwa dia hebat, layak untuk menang, cerdas, dan semacamnya. Mirisnya, orang-orang ini melihat diri mereka dengan begitu rendah di saat orang lain malah menyanjung betapa hebat pencapaian yang telah mereka raih. Pernah ada di posisi ini adalah hal yang wajar, karena sebagai manusia pasti akan banyak dihantam oleh badai hidup. Namun jika berlebihan, sepertinya kita harus bijak dalam mengatasinya juga.
Di dalam kekristenan, sepertinya kita menemukan hal yang serupa juga. Sedikit mirip, walau tidak sepenuhnya sama. Ada orang-orang Kristen yang merasa dirinya begitu rendah dan tidak layak untuk mencari Tuhan. Mereka merasa hidup mereka terlalu berat dengan dosa, sehingga tidak ada lagi kesempatan untuk mereka bertobat dan kembali ke jalan Tuhan. Mungkin, ini hal yang baik, tetapi buruk juga. Orang-orang ini sadar bahwa mereka pendosa, tetapi mereka terlalu berlarut-larut di dalam kesedihan sehingga mereka sulit untuk melihat titik cerah dalam beriman kepada Tuhan.
Ketika kita menyadari kalau kita adalah buatan tangan Allah, maka kita akan bisa menghayati betapa berharganya keberadaan kita di bumi ini. Allah akan selalu memberi kesempatan, tetapi kita juga harus berani keluar dari zona nyaman. Mulailah menerima diri, memandang betapa berharganya diri kita sebab kita diciptakan oleh Allah sendiri. Saat kita sadar dengan identitas kita, pandangan kita tentang dunia ini akan menjadi sangat berbeda. Dunia yang kita lihat ketika akhirnya kita berhasil menerima dan mengenal diri akan menjadi dunia yang begitu hebat dan menyenangkan. Lagi-lagi, karena Tuhan berada di situ.
WHAT TO DO:
1.Berusaha peka akan suara Tuhan.
2.Terima diri, sayangi diri sebagaimana Tuhan menyayangi umat-Nya.
3.Bertobat dan terus mengupayakan kesucian.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yosua 11-13

Renungan Pagi - 09 Maret 2025
2025-03-09 15:14:41
Ada orang yang dipuji karena mengatakan kebenaran, tapi ada juga orang yang dimaki karena mengatakan kebenaran; ada orang yang diterima karena mengatakan kebenaran, tapi ada juga yang ditolak karena mengatakan kebenaran.
Sebagai orang percaya kita tidak punya pilihan lain; apapun resikonya, tetap harus mengatakan kebenaran; hanya saja, caranya harus tepat, saatnya harus tepat, sikapnya harus tepat dan kata-katanya harus tepat.

Quote Of The Day - 09 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-09 15:13:34
Harus ada pembuktian atas kesetiaan kita kepada-Nya.

Mutiara Suara Kebenaran - 09 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-09 15:12:05
Harus ada peristiwa-peristiwa kehidupan di mana manusia yang terpilih, yang mengasihi Tuhan, dapat menemukan kodrat Ilahi.

DISCOVERING THE DIVINE NATURE - 09 Maret 2025 (English Version)
2025-03-09 15:10:23
Romans 8:28-29 “And we know that in all things God works for the good of those who love him, who have been called according to his purpose. For those he foreknew he also predestined to be conformed to the image of his Son, that he might be the firstborn among many brothers.”
One day many will discover—and sadly not fully realize—that their short years of life have produced nothing in eternity. And that will bring a very painful regret. Regret that can only be expressed in weeping and gnashing of teeth. This is a disaster above all disasters. This is a horror of the utmost magnitude. The separation of man from the loving Father God, the God of life, is terrible. May we be spared that state. Therefore, do not take this lightly. As people chosen by God, as people who are allowed to hear the Gospel, we have the opportunity to wear the divine nature.
And in fact, this is the essence of the Gospel. This is the content of the good news. This divine nature is the eternal treasure that must be sought. Why seek it? Because we cannot have it by ourselves. We cannot obtain it automatically. How can we seek it, and where can we find it? We can find it in our lives every day, through all the events in every incident that we experience in our lives every day. That is why the word of God says, "In all things, in all events, in all matters, God works for our good," namely we who are called by God. We are determined to be like the Lord Jesus. What is predestined is not the individual person, but rather the likeness or the target.
The work of salvation done by the Lord Jesus on the cross on Calvary gave power, gave opportunities and potential for humans to be saved. And being saved means being returned to the original design, similar to the Lord Jesus. The target is that we become in the image and likeness of God. This means living a life that is flawless and without blemish or perfect like the Father. It is the same as wearing the divine nature. So there must be life events where the chosen humans, who love God, can find the divine nature.
Regarding this, the Word of God says, "As iron sharpens iron, so one person sharpens another." This is why we must live among society, experiencing various events in life, because through all these, God wants us to find the divine nature. Those who withdraw from the crowd, isolate themselves, or seclude themselves far from others in an attempt to achieve perfection will not find true perfection. That is an unnatural and forced kind of perfection.
Putting on this divine nature is actually the same as being perfect like the Father. Since each person's perfection is different, each person receives God's cultivation in a special way. Here, each person is discipled by the Lord Jesus through the Holy Spirit in a special way, and how extraordinary everyone who receives God's cultivation is, namely of course those who love the Lord (Romans 8:28).
We are enabled to have a life like the life worn by the Lord Jesus. This is the essence of the Gospel, this is the good news. A person may not yet be perfect, but he can still truly love God. So, along with the passage of time and the process of God's cultivation that takes place in his life, finally his love for God becomes whole or his love becomes perfect. Therefore, we should not be unfamiliar with the word "perfect"—a blameless and spotless life, which is the same as putting on the divine nature.
AS THOSE CHOSEN BY THE LORD, AS PEOPLE GRANTED THE PRIVILEGE OF HEARING THE GOSPEL, WE HAVE THE OPPORTUNITY TO PUT ON THE DIVINE NATURE.

MENEMUKAN KODRAT ILAHI - 09 Maret 2025
2025-03-09 15:01:13
Roma 8:28-29
“Kita tahu sekarang bahwa Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab, semua orang yang dipilih-Nya dari semula, mereka juga ditentukan-Nya untuk menjadi serupa dengan gambaran Anak-Nya, supaya Dia, Anak-Nya itu menjadi yang sulung di antara banyak saudara.”
Suatu hari nanti banyak orang akan menemukan kenyataan—dan sayangnya saat itu mereka baru menyadari sepenuhnya—bahwa tahun umur hidupnya yang singkat ternyata tidak menghasilkan apa-apa di kekekalan. Dan hal itu akan menimbulkan penyesalan yang sangat menyakitkan. Penyesalan yang hanya dapat diekspresikan dengan ratap tangis dan kertak gigi. Ini bencana di atas segala bencana. Ini kengerian maha dahsyat. Keterpisahan manusia dari Allah Bapa yang begitu mengasihi, Allah sumber kehidupan, itu sangat mengerikan. Kiranya kita terhindar dari keadaan itu. Oleh sebab itu, jangan anggap remeh hal ini. Sebagai orang yang dipilih oleh Tuhan, sebagai umat yang diperkenan mendengar Injil, kita memiliki kesempatan untuk mengenakan kodrat ilahi.
Dan sebenarnya, inilah inti Injil. Inilah isi kabar baik itu. Kodrat ilahi inilah harta kekal yang harus dicari. Mengapa dicari? Karena tidak dapat kita miliki dengan sendirinya. Kita tidak dapat memperolehnya secara otomatis. Bagaimana kita bisa mencari dan di mana kita mendapatkannya? Hal ini dapat kita temukan dalam kehidupan kita setiap hari, melalui segala peristiwa di dalam setiap kejadian yang kita alami dalam hidup kita setiap hari. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, "Allah bekerja dalam segala hal, dalam segala peristiwa, dalam segala perkara, untuk mendatangkan kebaikan bagi kita,” yaitu kita yang dipanggil oleh Tuhan. Kita ditentukan untuk serupa dengan Tuhan Yesus. Yang ditentukan itu bukan manusianya, melainkan keserupaannya atau targetnya.
Penyesatan yang terjadi dalam hidup banyak orang Kristen yang masif, yang meluas selama ratusan tahun, bahkan ribuan tahun adalah ketika diajarkan bahwa karya keselamatan Tuhan Yesus yang dikerjakan di bukit Golgota otomatis membuat seseorang selamat, asal menyetujui bahwa Yesus mati di kayu salib untuk dosa-dosa manusia, asal menyetujui dan mengakui status Yesus sebagai Juru Selamat. Ini penyesatan yang membuat banyak orang Kristen tidak mengalami keselamatan. Sebagai bukti, kita melihat begitu banyak orang Kristen yang kehidupannya tidak berbeda dengan orang yang tidak mendengar Injil. Jadi jangan karena kita setuju bahwa Yesus Kristus itu Anak Allah, mati di kayu salib menebus dosa manusia, maka otomatis kita selamat. Itu sesat, itu bodoh.
Karya keselamatan yang dikerjakan Tuhan Yesus di kayu salib di bukit Kalvari itu memberi kuasa, memberi peluang dan potensi manusia untuk selamat. Dan selamat itu artinya dikembalikan ke rancangan semula, serupa dengan Tuhan Yesus. Yang menjadi target adalah kita menjadi segambar dan serupa dengan Allah. Artinya, sama dengan hidup tidak bercacat dan tidak bercela atau sempurna seperti Bapa. Sama dengan mengenakan kodrat ilahi. Jadi harus ada peristiwa-peristiwa kehidupan dimana manusia yang terpilih, yang mengasihi Tuhan, dapat menemukan kodrat ilahi.
Terkait dengan hal ini, firman Tuhan mengatakan, "besi menajamkan besi, manusia menajamkan sesamanya." Itulah sebabnya kita harus hidup di tengah-tengah masyarakat, kita harus mengalami berbagai peristiwa hidup, sebab melalui semua itu Tuhan mau kita menemukan kodrat ilahi. Orang yang meninggalkan keramaian, menyepi, atau menyendiri jauh dari manusia lain dan keramaian dengan maksud mau mencapai kesempurnaan, tidak akan menemukan kesempurnaan yang sesungguhnya. Itu kesempurnaan yang tidak natural, kesempurnaan yang dipaksakan.
Mengenakan kodrat ilahi ini sebenarnya sama dengan menjadi sempurna seperti Bapa. Berhubung kesempurnaan masing-masing orang berbeda, maka masing-masing menerima penggarapan Allah secara khusus. Di sini, setiap orang dimuridkan oleh Tuhan Yesus melalui Roh Kudus secara khusus, dan betapa istimewanya setiap orang yang menerima penggarapan Allah tersebut, yaitu tentu mereka yang mengasihi Tuhan (Rm. 8:28).
Kita dimungkinkan untuk memiliki kehidupan seperti kehidupan yang dikenakan Tuhan Yesus. Inilah inti Injil, ini kabar baik itu. Seseorang bisa belum sempurna, tetapi ia tetap bisa sungguh-sungguh mengasihi Tuhan. Maka, seiring dengan perjalanan waktu dan proses penggarapan Allah yang berlangsung dalam hidupnya, akhirnya cintanya kepada Tuhan menjadi utuh atau cintanya menjadi sempurna. Jadi kita jangan menjadi asing terhadap kata "sempurna," hidup tak bercacat tak bercela, yang sama dengan mengenakan kodrat ilahi.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SEBAGAI ORANG YANG DIPILIH OLEH TUHAN, SEBAGAI UMAT YANG DIPERKENAN MENDENGAR INJIL, KITA MEMILIKI KESEMPATAN UNTUK MENGENAKAN KODRAT ILAHI.

Bacaan Alkitab Setahun - 09 Maret 2025
2025-03-10 21:31:22
Bilangan 35-36

Truth Kids 08 Maret 2025 - SERAHKAN KEPADA TUHAN
2025-03-08 22:25:47
1 Petrus 5:7
”Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”
Sobat Kids, kalau kita mau lebih dekat kepada mama papa, kita harus sering-sering ngobrol dengan mereka. Kita mencari tahu apa kesukaan dan ketidaksukaan papa mama. Semakin sering kita berkomunikasi dengan orang tua kita, hubungan ktia dengan mereka pun akan semakin bagus.
Seperti hubungan kita yang baik dengan papa mama, seperti itulah seharusnya hubungan kita dengan Tuhan Yesus. Memang hubungan orang Kristen dengan Tuhan, tidak hanya dapat terlihat dengan kata-kata dalam doa saja, melainkan dari hidup kita sehari-hari yang mengandalkan Tuhan dan percaya kepada-Nya. Bisa saja kita berdoa setiap hari, tapi rasa cemas dan takut kita terus datang.
Jadi mulai sekarang, milikilah jam doa yang dilakukan di waktu dan tempat yang khusus. Pagi hari adalah waktu yang baik untuk kita berdoa. Kita ambil waktu 5-10 menit untuk berdoa. Sampaikan ucapan syukur dengan tulus dan hormat. Serahkanlah kekhawatiran kita hari ini kepada Tuhan. Mungkin Sobat Kids akan ujian sekolah, mengikuti lomba, dan lain-lain, serahkanlah semuanya kepada Tuhan.

Truth Junior 08 Maret 2025 - DON’T WORRY
2025-03-08 22:24:06
1 Petrus 5:7
”Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”
Rudy dan Riri sedang gelisah, bolak balik di lorong rumah sakit. Mereka menunggu mamanya yang sedang menjalani operasi usus buntu. Mamanya menderita infeksi di usus buntu, sehingga harus dioperasi. Keadaan infeksinya sudah parah sehingga harus segera ditindak. Papa Rudy dan Riri juga sedang gelisah menunggu operasi selesai. Mereka bertiga saling terdiam dengan kondisi kuatir dan takut. Riri memeluk erat papanya dan mengatakan kalau dia khawatir.
Ketika sedang menunggu di lorong rumah sakit, tanpa sengaja ada dokter lain yang melewati tempat mereka menunggu. Dokter itu melihat mereka bertiga sedang gelisah dan Riri sesekali menitikan air mata. Dokter itu datang menghampiri dan menanyakan sedang menunggu siapa. Mereka pun bercerita kalau mamanya sedang menjalankan operasi usus buntu dan mereka takut karena belum selesai operasinya. Dokter ini bercerita juga dan menanyakan apakah sudah berdoa kepada Tuhan, memohon perlindungan Tuhan untuk mama yang sedang dioperasi. Tentunya mereka menjawab sudah berdoa untuk mamanya.
Dokter ingatkan firman Tuhan yang mengatakan, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” “Jadi, kalian jangan khawatir, ya. Serahkan sama Tuhan. Berdoalah juga untuk para dokter yang melakukan operasi. Ketika kita serahkan khawatir kepada Tuhan, kita akan merasakan damai sejahtera, dan iman kita kembali kuat. Allah yang memelihara anak-anak-Nya.” Mereka merasa lebih damai ketika bertemu dan mengobrol dengan dokter tersebut. Tidak berapa lama, dokter dalam ruangan operasi keluar menjumpai Rudy, Riri, dan papanya. Dokter memberitahukan kalau operasi sudah selesai dilakukan, dan kondisi mama Rudy dan Riri sudah mulai stabil. Mereka sangat bersyukur karena Tuhan sudah menyertai dan menolong. Don’t worry, pasti Tuhan menyertai.

Truth Youth 08 Maret 2025 - ENJOYING GOD’S CARE
2025-03-08 22:20:06
“But grow in the grace and knowledge of our Lord and Savior Jesus Christ. To Him be glory both now and forever! Amen." (2 Peter 3:18)
There is a story about a little boy waiting for a tree seed to grow. The boy planted a seed in his yard by digging the soil and placing the seed inside. He watered it and then sat nearby, eagerly watching to see it sprout. Later that afternoon, his older brother returned from school and saw his little brother sitting under the hot sun, resting his chin on his hands. His brother asked, “What are you doing here?” The boy replied, “I’m waiting for the seed I planted to grow into a tree,” (as he enthusiastically mimicked the shape of a big tree). His brother smiled, patted his head, and chuckled, “Oh, you’re so funny.” He then went inside, while the little boy remained seated, arms crossed, still waiting. After changing out of his school uniform, the older brother returned and sat beside him. He said, “My sweet, funny, and adorable little brother, even if you wait here for a whole week, that tree won’t grow instantly,” (as he playfully pinched his brother’s chubby cheeks).
This illustration teaches us that everything in life requires a process. There is a time for everything. Just like the seed that the little boy planted, it cannot instantly become a big tree. Life works the same way. We need time to grow and mature. We need the “fertilizer” of life, we need care, we need “watering,” and sometimes we even need to be pruned—just like a growing tree.
So, let us embrace every process in life. Let us enjoy the nourishment God provides, the care He gives, the refreshing water He pours, and even the pruning He allows for our growth.
WHAT TO DO:
1. Cultivate a peaceful heart in daily life.
2. Surrender and rely on God.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Joshua 8-10

Truth Youth 08 Maret 2025 - MENIKMATI PERAWATAN TUHAN
2025-03-08 19:54:09
”Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya.” (2 Petrus 3:18)
Ada satu cerita tentang anak kecil yang sedang menunggu benih sebuah pohon untuk tumbuh. Anak kecil tersebut menabur sebuah benih di pekarangannya, dia menggali tanah tersebut dan menaruh benih pohon di dalam tanah itu. Lalu anak kecil itu memberinya air dan menunggu di sekitar benih pohon tersebut untuk melihatnya tumbuh. Kemudian di sore hari, kakaknya baru pulang dari sekolah dan melihat adiknya duduk bertopang dagu kepanasan. Kakaknya bertanya, “Sedang apa kau di sini Adik?”. Adiknya menjawab, “Aku sedang menunggu benih yang aku tabur untuk bertumbuh menjadi pohon” (dengan memperagakan pohon yang besar). Lalu kakaknya tersenyum dan menyentuh kepala adiknya seraya mengatakan “Ada-ada saja”. Kakaknya masuk ke rumah, dan adiknya tetap menunggu di sekitar benih pohon yang ia tabur sambil bersila tangan. Setelah kakak tersebut mengganti pakaian sekolahnya, kakak itu duduk di samping adiknya itu. Ia mengatakan, “Adik aku yang sangat manis, lucu, dan menggemaskan. Kamu mau menunggu di sini sampai seminggu juga, itu pohon tidak akan tumbuh dengan cepat sayang” (sambil menjewer pipinya yang menggemaskan)
Dalam ilustrasi tersebut, kita bisa menyadari bahwa segala sesuatu dalam hidup ini memerlukan proses dengan waktu tertentu. Ada waktu untuk segala sesuatu dalam hidup ini. Seperti benih pohon yang adik tersebut tabur, tentu tidak dengan instan menjadi pohon yang tumbuh dengan besar. Hidup ini juga seperti itu. Kita perlu proses untuk menjadi dewasa dalam hidup ini. Kita perlu pupuk kehidupan, kita perlu dirawat, kita perlu diberi air, kita perlu dipangkas sama halnya dengan proses pertumbuhan pohon. Maka, mari kita nikmati setiap proses hidup kita. Kita nikmati setiap pupuk yang Tuhan berikan, kita nikmati setiap perawatan yang Tuhan berikan, kita nikmati setiap air yang Tuhan berikan dan kita nikmati juga setiap hal yang mungkin harus dipangkas dalam hidup kita.
WHAT TO DO:
1.Memiliki keteduhan hati menjalani hari-hari hidup
2.Berserah dan mengandalkan Tuhan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yosua 8-10

Renungan Pagi - 08 Maret 2025
2025-03-08 13:01:53
Ada orang yang dipuji karena mengatakan kebenaran, tapi ada juga orang yang dimaki karena mengatakan kebenaran; ada orang yang diterima karena mengatakan kebenaran, tapi ada juga yang ditolak karena mengatakan kebenaran.
Sebagai orang percaya kita tidak punya pilihan lain; apapun resikonya, tetap harus mengatakan kebenaran; hanya saja, caranya harus tepat, saatnya harus tepat, sikapnya harus tepat dan kata-katanya harus tepat.

Quote Of The Day - 08 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-08 13:00:46
Jangan melawan Tuhan dengan tidak memberi diri diatur Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 08 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-08 12:58:31
Kita harus ingat bahwa Iblis itu bukan hanya mampu melingkar di pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat, namun Iblis juga bisa melingkar di mimbar-mimbar gereja.

THE TRUE GOODNESS OF GOD - 08 Maret 2025 (English Version)
2025-03-08 12:57:08
John 6:26
"Jesus answered, ‘Very truly I tell you, you are looking for me, not because you saw the signs I performed, but because you ate the loaves and had your fill.’”
The common logic of people is to go to school, attend university, earn degrees, find a job, meet a life partner, build a career, grow a business, have children, raise them, find spouses for them, have grandchildren, take care of them, and so on. This has become a lifestyle that seems unchangeable. Even God is often used merely to sustain this existence. This is why there are "shamans" in churches—not using the name of Satan, but using the name of Jesus. What is terrifying is that God often appears to remain silent. This is a religious way of life that has become widespread. Today, many churches are no different from other religions. The religious system has infiltrated the church environment. But is this what Jesus taught? Ministry is often reduced to mere activities, while the focus on people themselves is neglected because it is assumed that they are already "saved"—since Jesus died on the cross, they have been redeemed, and when they die, they will enter heaven. This is wrong, misleading, and heretical.
This situation is truly concerning. If we hold to the principle, "The only world I have is Jesus," then our way of seeking God will be different. Our struggle will also be different. Up until now, God has often only been given leftovers. Of course, not everyone is like this—there are those who have begun to focus and become truly devoted. However, the reality is that many still live this way. Remember, God does not beg for our time, energy, thoughts, money, or possessions. Our God is sovereign and glorious. If new Christians have this wrong understanding, we can be patient and help guide them. But if someone has been a Christian for years and still holds this incorrect mindset, it surely grieves God's heart.
We must remember that Satan is not only able to coil around the tree of the knowledge of good and evil, but Satan can also coil around church pulpits. If we truly study the Gospel, we will see and recognize that much of what is being preached is not the Gospel that Jesus taught. Even Paul condemned those who preached a different gospel, calling them "dogs." Therefore, those of us who hear this truth must wake up and be alert. We need to start fasting from watching unnecessary things, fasting from socializing with people who do not bring us closer to God, and fasting from engaging in unproductive activities. God wants us to grow. Do not think that just because Jesus died on the cross, everything is automatically settled.
God desires to improve the quality of life of believers according to His will. He wants to invite us into matters of eternity. However, many Christians instead invite God into their own business—into temporary, worldly affairs. In John 6:26, God firmly reminds us not to seek Him merely because we have been filled with bread, prioritizing our perceived needs over understanding His plan. A true Christian has no personal plans of their own—God Himself will place His plans in their minds. How? By seeking Him continuously and learning, so that we will come to understand. Jesus came to give His life, but if we continue to hold on to our own lives or listen to the voice of a false shepherd, we will never truly understand.
One characteristic of those with a low spiritual quality is that they always ask for God’s protection over their lives, hoping that they and their families will be kept away from anything that disrupts their well-being. For such people, anything that threatens their dreams and desires is seen as a disaster because they view misfortune as anything that diminishes their sense of comfort, security, and happiness. As a result, God is merely used as a safeguard. Of course, we do need God’s protection—that is undeniable. However, let’s pause and think: If Job had not been stripped of everything, he would never have emerged as refined gold. God purified Job, delivering him from eternal destruction through the suffering he endured in life. That was God’s true protection for Job.
So if we say, “Lord, protect me so that I won’t face this problem or that difficulty,” it means we have not yet understood. Ideally—and if possible—we would not have to experience suffering because we would already be aware and obedient. But rather than letting us fall into destruction, God sometimes allows us to face challenges to awaken us. And this will become an eternal testimony when we enter eternity, just as Job said, “My ears had heard of You, but now my eyes have seen You.”
Many people want to prove God's goodness in their own way or model, but God teaches us through all the problems where He proves His goodness in our lives. If we only measure God’s goodness by finding a spouse, owning a house, or having successful children, that is not yet the true goodness of God—because these things can be given to all humans. However, if we see God Himself, know Him, grow in the truth until we can be worthy to enter the family of the Kingdom of God, that is God's true goodness.
IF WE SEE GOD HIMSELF, KNOW HIM, GROW IN HIS TRUTH, AND BECOME WORTHY TO ENTER HIS KINGDOM, THAT IS THE TRUE GOODNESS OF GOD.

KEBAIKAN TUHAN YANG SEJATI - 08 Maret 2025
2025-03-08 12:55:33
Yohanes 6:26
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.”
Logika orang pada umumnya adalah sekolah, kuliah, berpendidikan dan bergelar, mencari nafkah, menemukan pasangan hidup, lalu membangun karir, membesarkan perusahaan, lalu punya anak, anak menjadi besar, mencari menantu, punya cucu, menjaga cucu, dan seterusnya. Dan itu sudah menjadi gaya hidup yang tidak bisa diubah. Tuhan pun dipakai untuk mempertahankan eksistensi itu. Maka muncullah dukun-dukun di dalam gereja. Mereka tidak pakai nama setan, tapi pakai nama Tuhan Yesus. Dan yang mengerikan, Tuhan sering seakan-akan diam. Itulah cara beragama dan itu sudah merajalela. Hari ini banyak gereja yang tidak beda dengan agama lain. Sistem keberagamaan sudah masuk dalam lingkungan gereja. Apakah itu yang diajarkan Tuhan Yesus? Pelayanan diartikan dengan kegiatan-kegiatan, sementara fokus manusianya diabaikan karena menganggap manusianya sudah beres. Tuhan Yesus sudah mati di kayu salib, ditebus, kalau mati masuk surga. Ini salah, keliru, sesat.
Keadaan ini sungguh memprihatinkan. Kalau kita punya prinsip "the only world I have is Jesus," maka cara kita mencari Tuhan pasti beda. Perjuangan kita juga beda. Selama ini Tuhan sering hanya dikasih remah-remah. Tentu tidak semua seperti itu, sebab ada yang sudah mulai fokus dan militan. Namun sejujurnya, banyak yang masih seperti itu. Ingat, Tuhan juga tidak minta-minta, mengemis waktu, tenaga, pikiran, uang, atau harta kita. Tuhan kita itu agung sekali. Kalau pengertian yang salah ini ada pada orang Kristen yang masih baru, kita cukup mengerti dan bisa ditolerir. Tetapi kalau terus-menerus begitu, bertahun-tahun menjadi orang Kristen dengan cara berpikir yang salah ini, tentu hal ini menyedihkan hati Tuhan.
Kita harus ingat bahwa Iblis itu bukan hanya mampu melingkar di pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat, namun Iblis juga bisa melingkar di mimbar-mimbar gereja.* Sebab kalau kita belajar Injil yang benar, maka kita bisa melihat, menemukan bahwa yang diajarkan itu bukan Injil yang Tuhan Yesus ajarkan. Bahkan Paulus mengutuk orang yang memberitakan Injil tidak seperti yang ia beritakan. Bahkan memanggil mereka dengan sebutan, anjing. Oleh sebab itu kita yang mendengar kebenaran ini harus siuman, harus berjaga. Mulai puasa nonton yang tidak perlu ditonton, puasa bergaul dengan orang yang tidak perlu kita bergaul, puasa untuk hal yang tidak perlu kita lakukan. Tuhan mau kita bertumbuh. Jangan merasa bahwa Yesus telah mati di kayu salib, maka sudah beres semua.
Tuhan mau meningkatkan kualitas hidup orang percaya sesuai dengan yang dikehendaki-Nya. Tuhan mau mengajak kita masuk di urusan kekekalan. Tetapi banyak orang Kristen mengajak Tuhan masuk dalam bisnis urusannya sendiri, bisnis kefanaan. Dalam Yohanes 6:26 Tuhan tegas mengingatkan, jangan karena kita sudah makan roti sampai kenyang, sehingga kita lebih mementingkan apa yang kita pandang kebutuhan daripada mengerti rencana-Nya. Jadi, Kristen yang benar itu tidak punya rencana apa-apa. Nanti Tuhan yang akan taruh rencana-Nya di pikiran kita. Caranya? Cari Dia dengan terus belajar, maka nanti kita akan mengerti. Karena Tuhan datang untuk memberi hidup-Nya, tetapi kalau kita masih mempertahankan hidup kita sendiri, atau kita mendengarkan suara gembala yang jahat, maka kita tidak akan bisa mengerti.
Adapun ciri orang yang kualitasnya masih rendah adalah selalu minta perlindungan Tuhan atas hidupnya, berharap agar dirinya dan keluarganya dijauhkan dari apa yang bisa merusak kesejahteraan hidup. Bagi orang-orang seperti ini, segala sesuatu yang merusak cita-cita dan keinginan mereka adalah malapetaka, sebab yang dipandang malapetaka itu semua yang mengurangi apa yang dianggap oleh mereka sebuah hidup yang nyaman, aman, bahagia. Maka Tuhan dipakai untuk perlindungannya. Perlindungan Tuhan kita butuhkan, itu pasti. Namun coba kita berpikir sejenak, seandainya Ayub tidak dirontokkan Tuhan, Ayub tidak akan pernah muncul seperti emas. Ayub dibersihkan Tuhan, diloloskan dari malapetaka kekal melalui malapetaka hidup. Dan ini adalah bentuk perlindungan Tuhan bagi Ayub.
Jadi kalau kita berkata, "Tuhan lindungi saya supaya enggak ada masalah ini, enggak ada masalah itu," itu berarti kita belum mengerti. Tentu sebaiknya—kalau boleh, dan seharusnya—kita tidak perlu mendapat malapetaka, sebab kita sadar dengan sendirinya. Tetapi daripada kita jatuh ke jurang, maka Tuhan menimpuk kita dengan masalah, supaya kita sadar. Dan ini akan menjadi kenangan abadi waktu kita nanti di kekekalan. Sehingga setelah menyelesaikan semua pergumulan itu, dia berkata, "Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau.”
Banyak orang hendak membuktikan kebaikan Tuhan dengan cara atau modelnya sendiri, tetapi Tuhan mengajarkan kita lewat semua masalah di mana Ia membuktikan kebaikan-Nya dalam hidup kita. Kalau hanya hal dapat jodoh, punya rumah, anak-anak sukses, itu belumlah kebaikan Tuhan, karena hal itu juga bisa diberikan kepada semua manusia. Namun, apabila kita melihat Tuhan sendiri, mengenal Dia, bertumbuh di dalam kebenaran sampai kita bisa layak masuk dalam keluarga Kerajaan Allah, itulah kebaikan Tuhan yang sejati.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
APABILA KITA MELIHAT TUHAN SENDIRI, MENGENAL DIA, BERTUMBUH DI DALAM KEBENARAN SAMPAI KITA BISA LAYAK MASUK DALAM KELUARGA KERAJAAN ALLAH, ITULAH KEBAIKAN TUHAN YANG SEJATI.

Bacaan Alkitab Setahun - 08 Maret 2025
2025-03-08 12:39:04
Bilangan 33-34

Truth Kids 07 Maret 2025 - TIDAK AKAN DIBIARKAN
2025-03-07 21:00:45
Ibrani 13:5b
”Karena Allah telah berfirman: ”Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”.”
Siang itu bel istirahat sekolah berbunyi, tanda siswa siswi akan istirahat. Bergegas, Hendri dan teman-temannya membawa makan siang yang disiapkan dari rumah. Mereka menuju kantin untuk makan bersama. Dalam perjalanan menuju kantin, Hendri berlari dan tidak sengaja menabrak Anto, adik kelasnya. Anto terjatuh dan makan siangnya tumpah di tangga sekolah. Anto pun menangis dan marah karena makanannya tumpah semua.
Hendri merasa takut akan kesalahannya. Semua baju Anto kotor karena tumpahan makanan. Saat itu Hendri merasa takut, lalu ada dalam hati Hendri seperti ada suara berkata, "Jangan takut, minta maaflah, Aku menyertai kamu." Lalu Hendri meminta maaf dan memberikan bekalnya kepada Anto sebagai bukti penyesalannya.
Sobat Kids, dalam situasi apa pun kita bisa bercakap-cakap dengan Tuhan Yesus. Kita bisa berbicara dengan Tuhan kapan pun dan di mana pun. Begitu pun sebaliknya. Tentu kita bercakap-cakap dengan Tuhan melalui hati kita dan melalui doa yang setiap kali kita panjatkan. Jadi saat Sobat Kids merasa takut dan khawatir, percayalah ada Tuhan bersama kita.

Truth Junior 07 Maret 2025 - TIDAK PERNAH SENDIRI
2025-03-07 20:57:28
Ibrani 13:5b
”Karena Allah telah berfirman: ”Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”.”
Teman kita Sinta, adalah salah satu anak yang ada di Panti Asuhan Kasih Anugerah. Sinta sudah lama tinggal di panti, karena Sinta sudah tidak memiliki orang tua. Sejak Sinta kelas 1 SD, ia menjadi salah satu penghuni panti. Sekarang Sinta duduk di kelas 5 SD. Walaupun banyak teman di panti, terkadang Sinta merasa kesepian. Dan kalau melihat ada anak yang berkunjung ke panti dengan orang tuanya, hati Sinta sedih sekali rasanya. Tidak jarang Sinta pergi ke kamar dan menitikan air mata karena rindu kepada kedua orang tuanya.
Suatu ketika, saat Sinta sedang sedih di kamar, kakak Fani, kakak panti asuhan, menghampiri Sinta dan membelai lembut kepala Sinta. Ia menanyakan penyebab Sinta menangis. Sinta bercerita kalau ia merasa sedih dan kangen ingin bertemu papa dan mamanya. Sinta merasa sendirian, tidak punya keluarga lain lagi. Kakak Fani menghibur Sinta dengan mendengarkan keluh kesahnya supaya ia lega. Kakak Fani mengambil Alkitab dan mengajak Sinta membaca ayat firman yang sama dengan ayat hari ini Ibrani 12:5b: “Aku sekali-sekali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-sekali tidak akan meninggalkan engkau.”
Kakak Fani membacakan ayat firman ini dengan memberikan pengertian kepada Sinta. Memang Sinta hidup sendiri, tidak ada keluarga, tetapi Sinta punya teman yang selalu menemani, tidak pernah meninggalkan dan membiarkan Sinta sendirian.Teman itu adalah Tuhan Yesus. Tuhan Yesus berjanji akan selalu menemani dan selalu tinggal bersama Sinta. Sinta yang tadinya sedih, kembali mendapat penghiburan. Ia diingatkan kalau Tuhan tidak akan meninggalkannya sendirian. Sobat Junior juga, jangan sedih kalau merasa sendirian karena selalu ada Tuhan Yesus yang bersama-sama dengan kita.

Renungan Pagi - 07 Maret 2025
2025-03-07 20:55:36
Ada banyak orang telah merendahkan nilai sebuah doa, namun tahukah bahwa doa adalah kuasa terbesar dalam hidup ini, karena waktu berdoa sesuatu yang besar dan luar biasa dapat terjadi.
Alkitab berkata, ketika kamu berseru kepada-Ku, maka Aku akan menyahut kepadamu". Itu berarti ketika kita berdoa sorga akan bertindak, itulah sebabnya jangan memandang rendah nilai sebuah doa, karena selama masih berdoa berarti masih ada harapan.
Tidak ada kuasa apapun yang dapat menaklukkan doa, selama kita masih berdoa pasti ada mukjizat yang masih tersedia didepan pintu kehidupan, karena itu milikilah kehidupan doa.

Truth Youth 07 Maret 2025 (English Version) - WHAT IS THE MEANING OF MY LIFE?
2025-03-07 21:10:03
“The seed falling on rocky ground refers to someone who hears the word and at once receives it with joy. But since they have no root, they last only a short time. When trouble or persecution comes because of the word, they quickly fall away." (Matthew 13:20-21)
In today’s world, mental health has become a major topic on social media and in society. Many people advocate for mental well-being, emphasizing the importance of maintaining both psychological and physical health. However, one downside of this trend is that it has, in some ways, made the younger generation more fragile when facing life’s challenges.
Nowadays, people are quick to label experiences as "trauma" or "wounds," which sometimes leads to an inability to develop resilience. The world will always be difficult. It will remain frustrating, disappointing, and exhausting. The world will continue to operate in ways that do not always align with our expectations and desires. If we do not strengthen our inner selves, and instead rely solely on maintaining our mental health without building resilience, we risk becoming too weak to endure life’s difficulties.
Despite life’s many struggles, every generation must learn to survive and adapt. Life will teach us resilience—the ability to respond well to difficulties, to remain calm amid chaos, and to navigate a world filled with endless debates and challenges. These hardships should ultimately bring us closer to God. In moments of weakness and disappointment, when life does not meet our expectations, we are reminded that only God can truly satisfy us. He alone is the answer to our worries, fears, and inner turmoil.
So, take a moment to ask yourself: What is the meaning of my life? Reflect deeply—why am I here in this world?
WHAT TO DO:
1. Reflect on the meaning of your life in this world.
2. Pray and seek God’s guidance as you walk through life.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Joshua 5-7

Truth Youth 07 Maret 2025 - APA ARTI HIDUPKU ?
2025-03-07 20:49:49
”Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira. Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad.” (Matius 13:20-21)
Di era hidup zaman saat ini, mental health menjadi sorotan di social media dan masyarakat. Banyak orang mengampanyekan tentang mental health, di mana kehidupan harus berjalan dengan baik secara psikis maupun secara fisik. Namun, ada kelemahan yang muncul dari generasi saat ini. Memang hal tersebut sangat terpengaruh oleh generasi yang tumbuh di eranya masing-masing. Tetapi suatu sorotan agar mental health terjaga membuat generasi saat ini menjadi lemah akan tantangan dan rintangan hidup. Sedikit-sedikit, trauma. Sedikit-sedikit, luka, yang membuat generasi saat ini menjadi tidak tangguh dalam menghadapi tantangan hidup. Dunia akan selalu seperti ini. Dunia akan selalu menyebalkan, menjengkelkan, dan melelahkan. Dunia tetap dengan karakteristiknya yang sering kali di luar dari ekspektasi dan keinginan kita. Namun ketika hal tersebut terjadi dan _mental health_ kita tidak menjadi tameng agar selalu terjaga, maka membuat anak muda menjadi lemah menjalani hidup.
Walau banyak tantangan dan rintangan dalam hidup ini, anak muda generasi mana pun harus bisa survive dalam segala keadaan hidup. Dunia akan melatih kita memiliki ketangguhan yang luar biasa dalam menjalani hidup. Bagaimana meresponi kehidupan dengan baik. Bagaimana tetap teduh menjalani hari-hari di tengah kondisi dunia yang riuh akan berbagai perdebatan dan persoalan hidup. Dan itu juga yang mengajarkan kita untuk tetap berpegang teguh pada Tuhan dan membawa diri kita kepada-Nya. Saat-saat lemah dalam hidup dan ketidaksesuaian antara keinginan dan kenyataan membuat kita berpaling pada-Nya dan menyadari bahwa hanya Tuhanlah satu-satunya kebutuhan kita. Tuhanlah jawaban dari setiap gundah, gelisah, dan gemuruh dalam pikiran kita. Maka kita perlu memaknai dengan benar, apa arti hidup ini? Coba tanyakan dalam dirimu, apa arti hidupmu? Renungkan dan pikirkan untuk apa aku ada di dunia ini?
WHAT TO DO:
1.Merenungkan arti hidupku dalam dunia ini
2.Berdoa dan minta pimpinan Tuhan dalam menjalani hidup ini
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yosua 5-7

Quote Of The Day - 07 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-07 20:45:14
Jika orang sungguh-sungguh berlabuh kepada Tuhan, tidak mungkin tidak menyiapkan waktu untuk datang kepada Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 07 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-07 20:43:23
Satu kehormatan kalau kita bisa menderita bersama dengan Tuhan, sebab kalau kita menderita bersama dengan Tuhan, kita dimuliakan bersama-sama dengan Dia.

LOGIC OF WORLDLY REASONING - 07 Maret 2025 (English Version)
2025-03-07 20:41:34
Spiritual reasoning, or spiritual logic, is the complete opposite of worldly reasoning—the logic we have absorbed since childhood. Changing this logic is extremely difficult, but not impossible. If we truly strive, we can transform the deeply rooted worldly mindset within us into spiritual logic—the logic of the Gospel. One of the core principles of worldly reasoning ingrained in our lives is the belief that we live to achieve a specific goal: a life that aligns with human desires and societal expectations. People are trapped in a cycle of imitation. From the moment we become aware, we are taught this worldly logic. But now that we have come to know the Creator—especially He who is the source of all things, to whom, the glorious Lord, our Lord, Jesus Christ, said, "Yours is the kingdom and the power and the glory forever and ever."
The Creator, whom we call Father, wants to teach us a way of life that is different from what we have always pursued. Instead of being focused on earthly life, we must shift to a different focus—one that cannot be split between two worlds. The general standard of human life consists of going to school, getting a degree, earning a living, finding a life partner, having children, raising them, finding them spouses, having grandchildren, and taking care of them. Even in old age, people still strive to accumulate wealth—whether for themselves or for their children. And many people live their lives for this standard; a standard that is fought for to the death without limits. And to be honest, this is what Paul said in 1 Corinthians 15:32, "Let us eat and drink, for tomorrow we die." The Lord Jesus wants to change the world's life system and teach His lifestyle; spiritual logic, the logic of the children of the Kingdom.
We must continually struggle to change our mindset, even if it feels like untangling a knotted thread or hitting a brick wall. However, God has preserved a remnant—those who have begun to realize that something is wrong with their lives. When they start learning the truth, they are amazed by it and begin to turn away from their old ways. Ironically, many churches still teach people to maintain this flawed way of life while merely involving God in it. They focus on achieving their earthly dreams while making deals with God—using Him rather than truly following Him. They do not partake of His body or drink His blood, but they seek His power and goodness for their own benefit. Yes, God's power remains unchanged from the past to the present. His love also remains unchanging. However, the way God works definetely change according to the times without damaging His essence or His nature.
So, the important thing is how we become one with God, united with what aligns with His death—meaning, living for God. How great is the Lord with His patience in guiding us; He blesses, protects, and leads us. In our foolishness, God continues to remind us. But if we persist in our stubbornness, He will let us be. As children of God, we no longer doubt His care. Even when it seems like we are abandoned or forgotten, we still believe that He is with us. We trust that the Father knows all our needs, yet Matthew 6:33 teaches, "But seek first the Kingdom of God and His righteousness, and all these things will be added to you."
However, this verse is often distorted. Seeking the Kingdom of God and His righteousness is interpreted as serving God in the church and supporting the funds for those activities. In fact, not only that, serving God means serving His feelings, that is what is meant by putting the Kingdom of God first. That is, struggling to become a member of the Kingdom family. The problem is, many people already have this wrong logic and don't want to change. Moreover, this wrong teaching is increasingly rampant. Each of us has a life journey, from birth to around eighty years old. If, throughout this journey, we continue to indulge ourselves and fail to grow spiritually, we will never reach the level we are meant to attain. And at the end of our lives, we will surely regret it.
Therefore, hold on to this principle: "The only world I have is Jesus." My only world is the Lord Jesus. So, whether we work, run a business, take care of our health, exercise, or get married, everything should be for the Lord. Our concern should be how to become the person He desires us to be because we are on a journey toward His Kingdom. Everything in our lives should support our pursuit of God. Our worldly mindset must be transformed.
IF WE TRULY STRIVE, WE CAN TRANSFORM THE DEEPLY ROOTED WORLDLY MINDSET WITHIN US INTO SPIRITUAL LOGIC-THE LOGIC OF THE GOSPEL.

LOGIKA NALAR DUNIAWI - 07 Maret 2025
2025-03-07 19:14:57
Logika rohani atau nalar rohani berposisi terbalik dari logika duniawi; logika yang sudah kita serap dalam kehidupan sejak kita kecil. Sejatinya, betapa sulitnya kita merubah logika ini. Sulit, bukan berarti tidak bisa. Jika kita berjuang dengan sungguh-sungguh, maka kita bisa merubah logika duniawi yang sudah mengakar di dalam diri kita menjadi logika rohani, logika Injil. Salah satu prinsip logika duniawi yang sudah mengakar dalam hidup kita adalah kita hidup untuk memiliki sebuah tujuan, yaitu sebuah kehidupan seperti yang dikehendaki atau yang diinginkan manusia pada umumnya. Sebab manusia terjebak dalam proses tiru meniru. Begitu kita melek, kita diajari logika, nalar duniawi itu. Namun sekarang kita mengenal Sang Pencipta, khususnya Dia yang menjadi sumber, yang kepada-Nya, yang mulia, Tuhan kita, Yesus Kristus, berkata, " Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya."
Sang Pencipta, yang kita panggil Bapa, mau mengajarkan kita gaya hidup yang berbeda dengan kehidupan yang kita kehendaki selama ini. Dari fokus hidup di bumi ini, berubah ke fokus yang lain. Dan tidak bisa dua. Standar hidup yang dimiliki manusia pada umumnya adalah sekolah, kuliah, berpendidikan dan bergelar, mencari nafkah, menemukan pasangan hidup, punya anak, membesarkan anak, mencari menantu, punya cucu, menjaga cucu. Bahkan sudah tua pun masih terus memperkaya diri, entah untuk dirinya, entah untuk anaknya. Dan banyak orang menjalani hidup untuk standar ini; standar yang diperjuangkan mati-matian tanpa batas. Dan kalau jujur, ini dibahasakan Paulus dalam 1 Korintus 15:32, "Mari kita makan minum, sebab besok kita mati." Tuhan Yesus mau merubah sistem hidup dunia dan mengajarkan gaya hidup-Nya; logika rohani, logika anak Kerajaan.
Untuk itu, kita harus terus bergumul untuk bisa merubahnya sekalipun kita seperti menghadapi benang kusut, atau seperti menabrak tembok. Namun tentu Tuhan pasti masih menyisakan orang-orang yang mulai menyadari adanya sesuatu yang salah dalam hidupnya. Dan ketika mereka mulai belajar kebenaran, mereka dibuat takjub terhadap kebenaran-kebenaran itu, lalu mulai berpaling. Namun ironis, gereja mengajarkan untuk mempertahankan eksistensi hidup yang salah itu dengan berurusan dengan Tuhan. Mereka mempertahankan fokus ini dan mencapai apa yang dianggap sebagai idaman hidup dengan berurusan dengan Tuhan. Tuhan dimanfaatkan. Mereka tidak makan tubuh-Nya dan tidak minum darah-Nya, tetapi memanfaatkan kuasa dan kebaikan-Nya. Memang, kuasa-Nya tidak berubah, dahulu sampai sekarang. Kasih-Nya juga tidak berubah. Namun *cara bekerja Tuhan pasti berubah sesuai dengan zaman tanpa merusak hakekat Tuhan, tanpa merubah hakekat-Nya.*
Maka yang penting adalah bagaimana kita menjadi satu dengan Tuhan, menjadi satu dengan apa yang sama dengan kematian-Nya. Artinya, hidup bagi Allah. Betapa hebat Tuhan dengan kesabaran-Nya mau membimbing kita, Ia memberkati, Ia melindungi, Ia menuntun. Dalam kebodohan kita, Tuhan terus mengingatkan. Tapi kalau kita berkeras, Tuhan akan membiarkan. Sebagai anak-anak Allah, tentu kita sudah tidak lagi meragukan pemeliharaan-Nya. Bahkan ketika kita seakan-akan ditinggal atau dilupakan, kita tetap percaya Dia menyertai. Kita percaya bahwa Bapa tahu semua kebutuhan kita, namun dalam Matius 6:33 mengajarkan, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya akan ditambahkan kepada-Mu."
Namun sering kali ayat ini diselewengkan. Mencari Kerajaan Allah dan kebenarannya diartikan dengan kegiatan melayani Tuhan di gereja dan mendukung dana kegiatan tersebut. Padahal bukan hanya begitu, melayani Tuhan berarti melayani perasaan-Nya, itu yang dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Allah. Artinya, berjuang bagaimana menjadi anggota keluarga Kerajaan. Masalahnya, banyak orang sudah memiliki logika yang salah tersebut dan tidak mau berubah. Apalagi pengajaran yang salah ini makin merajalela. Setiap kita punya perjalanan waktu, dari nol sampai delapan puluh tahun. Kalau dalam waktu perjalanan hidup ini kita terus memanjakan diri, tidak bertumbuh, maka kita tidak akan sampai di tingkat yang seharusnya kita berada. Dan pada akhir hidup, kita pasti akan menyesal.
Maka, miliki prinsip ini: "The only world I have is Jesus;" duniaku satu-satunya adalah Tuhan Yesus. Jadi kalau kita kerja, bisnis, jaga kesehatan, olahraga, menikah, semua untuk Tuhan. Sehingga yang kita gumulkan adalah bagaimana kita menjadi seperti yang Dia kehendaki, sebab kita sedang berjalan menuju Kerajaan-Nya. Jadi, semua itu mendukung perburuan dan pencarian kita akan Tuhan. Logika nalar duniawi kita harus dirubah.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
JIKA KITA BERJUANG DENGAN SUNGGUH-SUNGGUH, MAKA KITA BISA MERUBAH LOGIKA DUNIAWI YANG SUDAH MENGAKAR DI DALAM DIRI KITA MENJADI LOGIKA ROHANI, LOGIKA INJIL.

Bacaan Alkitab Setahun - 07 Maret 2025
2025-03-07 21:02:29
Bilangan 31-32

Truth Kids 06 Maret 2025 - KAMU TIDAK SENDIRIAN
2025-03-06 22:12:26
Yohanes 14:27
”Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.”
Sobat Kids, pernahkah kamu merasakan gelisah, cemas, khawatir akan sesuatu hal? Biasanya ketika kita menghadapi masalah, akan timbul perasaan-perasaan seperti itu. Jika sudah mengalami yang namanya gelisah, cemas, khawatir atau takut, kita jadi tidak bisa berpikir dengan jernih, bahkan perasaan kita rasanya kacau. Kita menjadi tidak tenang. Duduk diam, salah; jalan-jalan, salah; mau belajar atau mengerjakan tugas pun tidak bisa, karena sulit fokus. Ini memang salah satu cara yang dipakai Iblis untuk membuat kita sibuk sendiri dan lupa dengan Tuhan.
Lalu, apa yang harus kita lakukan jika sedang mengalami hal yang seperti itu? Jika kita mulai merasa khawatir, cemas, takut, gelisah, ingatlah Tuhan. Tuhan kita Maha Kuasa. Laut saja bisa terbelah menjadi dua ketika bangsa Israel dikejar oleh Firaun saat keluar dari Mesir. Luar biasa, bukan? Jangan sampai masalah yang kita hadapi membuat kita mengecilkan kuasa Tuhan. Tuhan lebih besar daripada masalah kita. Jangan sampai kalah dengan rasa takutmu sendiri. Kita bisa menghadapinya bersama-sama dengan Tuhan. Kamu tidak sendirian!

Truth Junior 06 Maret 2025 - DAMAI SEJAHTERA
2025-03-06 22:10:42
Yohanes 14:27
”Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.”
Anto berlari masuk ke dalam rumah sepulang dari sekolah dan langsung masuk ke kamarnya. Ada apa dengan Anto? Ternyata, Anto baru saja tanding basket di sekolahnya dan tim Anton kalah dari tim lawan sekolah lain. Anto kesal karena menurut Anto, tim lawan tidak bermain dengan jujur. Anto tidak menerima kekalahan timnya, apalagi Anto adalah kapten basketnya. Kesal bercampur dengan sedih, karena Anto tidak berhasil membawa timnya menang. Anto berusaha menenangkan diri di dalam kamar, dan memutuskan untuk mandi supaya lebih jernih pikirannya.
Setelah mandi, Anto kembali masuk ke kamar. Anto merenungkan apa yang terjadi, dan di dalam perenungan itu tiba-tiba Anto teringat ayat firman Tuhan: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu.” Tiba-tiba Anto merasakan hatinya tenang. Rasa kesal dan sedihnya perlahan berganti menjadi ketenangan. Anto langsung berdoa. Ia bersyukur kepada Tuhan karena Roh Kudus mengingatkannya dengan firman Tuhan yang menguatkan dan memberikan kelegaan. Anto merasakan damai dalam hatinya.
Anto juga merasa seperti diberikan pengertian oleh Tuhan. Mengapa tim basketnya kalah dalam pertandingan hari ini? Supaya Anto dan timnya tidak menjadi sombong karena selalu menang dalam setiap pertandingan. Ada kalanya tim basketnya harus juga menerima kekalahan. Melalui kekalahan, justru membuat belajar dan lebih baik di kemudian hari. Anto benar-benar bersyukur dengan kejadian hari itu dan pengalamannya dengan Tuhan. Memang hanya Tuhanlah sumber damai sejahtera bagi Anto, tidak ada yang lain. Begitu juga dengan kita semua, Sobat Junior. Kalau hati sedang tidak menentu, datang berdoa sama Tuhan, maka Tuhan akan memberikan damai sejahtera-Nya bagi kita.

Truth Youth 06 Maret 2025 (English Version) - IMMANUEL, GOD WITH US
2025-03-06 22:08:39
“Do not fear, for I am with you; do not be dismayed, for I am your God. I will strengthen you and help you; I will uphold you with My righteous right hand." (Isaiah 41:10)
An illustration tells of a baby eagle being trained by its mother to fly. The mother eagle teaches its young by dropping it from the nest, forcing the eaglet to flap its wings and learn to fly. Every day, the mother eagle repeats this process, helping its child strengthen its wings and adapt to the wind. Throughout this training, the mother eagle always stays close, watching, guarding, and protecting its child. If the eaglet is about to hit the ground, the mother eagle swoops in to lift it back up, preventing it from falling.
Our lives are much like this baby eagle’s journey. God allows us to go through life’s trials to shape, refine, and mature us. Sometimes, life's realities bring us to the brink of despair, but we must remember that God is always watching over us, protecting and keeping us safe. We are secure because we are His children. He wants only what is best for us, which is why He trains us so that our "wings" grow strong enough to soar through the challenges of this world.
So, do not be afraid, for He is with us. Do not be discouraged, for He is our God, ready to help and uphold us. He has declared Himself as Immanuel—God with us. Walk with Him, for everything will be alright under His great and wise love. He is our ultimate source of strength, and He will remain with us in every season of life.
WHAT TO DO:
1. Take time to sit in stillness, pray, and reflect on God’s goodness.
2. Take a step forward with courage once again.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Joshua 1-4

Truth Youth 06 Maret 2025 - IMANUEL, ALLAH BESERTA KITA
2025-03-06 22:06:39
”Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan” (Yesaya 41:10)
Sebuah ilustrasi tentang anak burung Elang yang dilatih oleh ibunya untuk terbang. Ibu burung Elang melatih anaknya terbang dengan cara menjatuhkan anak dari sarangnya kemudian anak burung Elang tersebut belajar untuk mengepakkan sayapnya supaya anak burung Elang itu bisa terbang. Setiap hari ibu burung Elang akan menjatuhkan anaknya dan setiap hari anak burung Elang tersebut belajar mengepakkan sayapnya agar sayapnya kuat untuk beradaptasi dengan angin. Selama latihan terbang, ibu burung Elang tetap berada di sisi anaknya, untuk megawasi, menjaga, dan melindungi anak burung Elang. Jika anak burung Elang sudah hampir jatuh ke dasar tanah, ibu burung Elang langsung mengangkat anaknya agar ia tetap naik dan tidak terjatuh.
Seperti ilustrasi anak burung Elang yang belajar terbang. Kehidupan kita pun demikian. Dalam hidup ini, Tuhan memproses hidup kita dengan berbagai macam peristiwa hidup yang melatih, mengasah, dan mendewasakan kita. Kadang kenyataan hidup membuat kita nyaris jatuh ke dasar tanah, tapi tenanglah karena Tuhan yang akan mengawasi, menjaga, dan melindungi kita. Kita aman karena kita adalah anak-Nya. Dia hanya ingin kita baik-baik saja, maka Ia melatih kita agar sayap kita kuat untuk terbang di belantara dunia. Maka, jangan takut sebab Dia menyertai kita, jangan bimbang karena Dia adalah Allah kita yang akan menolong dan menggenggam tangan kita untuk membawa kemenangan yang berarti untuk-Nya. Seperti yang Dia katakan bahwa Dia adalah Imanuel, Allah yang menyertai hidup kita. Teruslah berjalan bersama-Nya karena semua akan baik-baik saja dalam kawasan cinta kasih- Nya yang agung dan bijaksana. Dialah satu-satunya penyertaan hidup kita. Dia akan terus bersama dengan kita dalam setiap musim kehidupan kita.
WHAT TO DO:
1.Mengambil waktu untuk duduk diam, berdoa, dan merenungkan kebaikan Tuhan
2.Mulai berani melangkah lagi
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yosua 1-4

Renungan Pagi - 06 Maret 2025
2025-03-06 22:04:30
Ada banyak orang menyebut dirinya sebagai orang percaya, sebagai hamba Tuhan, namun pikirannya selalu negatif, selalu berpikir yang buruk tentang orang lain, sehingga hidupnya tidak berdampak bagi orang lain.
Hidup yang berdampak adalah hidup yang selalu mempraktekkan firman dan menjaga perkataannya.
Artinya apa yang kita tahu, apa yang dimengerti, apa yang bisa dipraktekkan, jika semua itu dilakukan dengan setia dan terus berjuang untuk melakukan apa yang berkenan kepada Tuhan, maka hidup kita dapat memberkati orang lain.

Quote Of The Day - 06 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-06 18:31:11
Unsur pertama yang bisa mengganggu pelayanan adalah diri kita sendiri.

Mutiara Suara Kebenaran - 06 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-06 18:30:04
Kalau kita tidak mulai sejak sekarang mencintai Tuhan, maka kita tidak akan pernah bisa punya cinta yang benar kepada Tuhan.

PROOF OF OUR FAITHFULNESS - 06 Maret 2025 (English Version)
2025-03-06 18:27:09
Galatians 1:10 “Do I now please men, or God? Do I please men? If I were still pleasing men, I would not be a servant of Christ.”
In the previous verse, Galatians 1:8, Paul said, “But even if we, or an angel from heaven, preach a gospel other than what we have preached to you, let him be accursed.” That shows how angry Paul was with false teachings. So what should we do? We must preach the true gospel, even if people don’t like it. But first, our lives must change. We must abandon all worldly logical thinking, and replace it with spiritual logic. We must be filled with the truth, then walk with God every day, only then can we truly change. Therefore, our faithfulness in following the Lord Jesus is not only when the Lord changed water into wine, not only when He made the blind see, the lame walk, the lepers were healed, but when we do not experience any blessings, we remain faithful.
So, if we truly want to follow God, we must be willing to eat His flesh and drink His blood—which means uniting with ourselves, put to death all sin within us, and devote ourselves entirely to God. Ironically, many Christian communities only want to take advantage of God, then go to church to praise and worship God. If we had lived at the time when the Lord Jesus lived on earth, perhaps we would have been among those who said, “Crucify Him!” If we were one of the disciples of the Lord Jesus, we would have also left the Lord. But remember—back then, they did not yet understand, whereas we now know the truth.
Therefore, let's not only be with God when He turned water into wine or when God opened the blind, healed the sick, and was hailed by the crowds, but also when entering the Garden of Gethsemane, when walking along the Via Dolorosa, and also when ascending to Mount Calvary. Indeed, at that time not a single disciple participated. Even John the Baptist was disappointed. But now we know: He is the King of kings. How do we concretely implement and apply our faithfulness to God? Our faithfulness to the Lord Jesus is proven when we walk with Him into Gethsemane, when we walk along the Via Dolorosa, even to the cross.
In the past we said, “Oh, God is good, wonderful! I love You. He healed me and helped me." But now, we love God even when it feels like He has left us, when He seems silent and does not respond. One thing that makes us strong is remembering when the Lord Jesus on the cross said, “Eloi, Eloi, lama sabachthani (My God, my God, why have you forsaken me)?” but He ended with the sentence, “Into Your hands I commit My spirit.” That is proof of trust, of extraordinary faithfulness. Trusting God is not easy, especially when it seems as if God has turned His face away from us, when in fact He has not. The question is, how serious are we in putting our trust in Him, and how brave are we in shedding our last drop of sweat and blood, as He did on the cross?
Just like when we love someone, then whatever we do is done with pleasure, even our lives are excited in all aspects. Why don't we sublimate all that passion, move it to be more noble? Like flowers that are distilled through a process to become perfume. We sublimate all our passion to love God. When we love someone who ignores or rejects us, we still try to win their heart. So why can’t we do the same for God—who will never turn His face away from us or reject our love? He knows that we love Him, He feels it. The problem is, maybe this is our last chance. If we don't start loving God now, then we will never be able to have true love for God. The God we believe in is the living God.
This is a choice. Learn and understand His way of thinking or His spiritual logic. Don't just take advantage of His power. The world is not our home. We live only to prepare for the real life later, not on this earth. Happiness is not on this earth, but in the new heaven and the new earth. On this earth, we only experience peace that surpasses all understanding in our souls. There will surely be a cross we must bear. Our character must first be transformed before God entrusts us with the cross. It is an honor to suffer with Christ, for if we suffer with Him, we will also be glorified with Him.
Our faithfulness in following the Lord Jesus is not only when the Lord changed water into wine, not only when He made the blind see, the lame walk, the lepers were healed, but when we do not experience any blessings, we remain faithful.

BUKTI KESETIAANNYA - 06 Maret 2025
2025-03-06 18:19:36
Galatia 1:10
Jadi bagaɓimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.”
Di ayat sebelumnya, Galatia 1:8, Paulus mengatakan, “Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia.” Hal itu menunjukkan betapa murkanya Paulus terhadap ajaran sesat. Lalu bagaimana? Kita harus memberitakan Injil yang benar, walaupun orang tidak suka. Namun sebelumnya, hidup kita harus berubah. Kita harus tanggalkan semua cara berpikir logika duniawi, lalu kita ganti dengan logika rohani. Disuntikkan kebenaran, lalu setiap hari berjalan dengan Tuhan, baru kita benar-benar bisa berubah. Oleh sebab itu, kesetiaan kita ikut Tuhan Yesus bukan hanya pada waktu Tuhan mengubah air menjadi anggur, bukan hanya pada waktu Ia membuat orang buta melihat, timpang berjalan, orang kusta sembuh, tetapi ketika kita tidak mengalami berkat apa pun, kita tetap setia.
Maka, jika kita mau ikut Tuhan, kita harus mau makan daging dan minum darah-Nya; yang artinya menyatu dengan diri kita, mematikan semua dosa dalam diri kita, mengabdi sepenuh bagi Tuhan. Ironis, banyak komunitas Kristen yang hanya mau memanfaatkan Tuhan, lalu ke gereja memuji menyembah Allah. Seandainya kita hidup pada zaman Tuhan Yesus hidup di bumi, jangan-jangan kita termasuk orang yang berkata, “Salibkan Dia!” Seandainya kita adalah salah satu murid Tuhan Yesus, kita juga ikut meninggalkan Tuhan. Namun ingat, saat itu mereka belum tahu, sementara saat ini kita sudah tahu. Oleh sebab itu, jangan sampai kita melakukan kesalahan yang sama seperti mereka yang berkata, “Salibkan Dia!” atau menjadi murid tetapi tidak setia sampai mati.
Jadi mari kita bukan hanya bersama Tuhan pada waktu Ia mengubah air jadi anggur atau pada waktu Tuhan mencelikkan orang buta, menyembuhkan penyakit, dan dielu-elukan, melainkan juga ketika masuk Taman Getsemani, ketika berjalan di sepanjang Via Dolorosa, juga ketika naik ke Bukit Kalvari. Memang waktu itu tidak ada seorang murid pun yang ikut. Yohanes Pembaptis pun kecewa. Namun kita sekarang sudah tahu: Dia Raja dari segala raja. Bagaimana mengimplementasikan, mengaplikasikan konkret kesetiaan kita kepada Tuhan? *Kesetiaan kita kepada Tuhan Yesus terbukti ketika kita bersama-sama dengan Dia masuk Getsemani, berjalan di sepanjang Via Dolorosa, bahkan sampai di kayu salib.*
Kalau dahulu kita berkata, “Oh, Tuhan baik, luar biasa! Aku mencintai Engkau. Dia menyembuhkan dan menolongku.” Namun sekarang, kita mencintai Tuhan walau kadang-kadang Tuhan seperti meninggalkan kita, tidak merespons. Satu hal yang membuat kita kuat adalah pada waktu Tuhan Yesus di kayu salib berkata, “Eloi, Eloi, lama sabakhtani (Allahku, Allahku, mengapa Kau tinggalkan Aku)?” namun Dia mengakhiri dengan kalimat, “Ke dalam tangan-Mu Kuserahkan Roh-Ku.” Itu adalah bukti kepercayaan, kesetiaan yang luar biasa. Menaruh percaya itu tidak mudah, apalagi seakan-akan Allah memalingkan muka-Nya dari kita, padahal sebenarnya tidak. Pertanyaannya, seberapa kita serius menaruh percaya kepada-Nya, dan seberapa kita berani menumpahkan tetes keringat dan tetes darah kita yang terakhir, seperti yang dilakukan-Nya di kayu salib?
Sama seperti kalau kita mencintai seseorang, maka apa pun kita lakukan dengan senang, bahkan hidup kita tergairahkan dalam segala aspek. Kenapa semua gairah itu tidak kita sublim, kita pindahkan menjadi lebih mulia? Seperti bunga-bunga yang disuling lewat proses untuk menjadi minyak wangi. Kita sublim semua gairah kita untuk mencintai Tuhan. Saat ada orang yang kita cinta namun dia menolak dan membuang muka. Namun tetap saja kita berusaha. Kenapa kita tidak bisa begitu kepada Tuhan, yang mana Tuhan pasti tidak mungkin memalingkan muka-Nya dari kita, apalagi menolak cinta kita? Dia tahu kalau kita mencintai-Nya, itu dirasakan-Nya. Masalahnya, jangan-jangan ini adalah kesempatan kita yang terakhir. Kalau kita tidak mulai sejak sekarang mencintai Tuhan, maka kita tidak akan pernah bisa punya cinta yang benar kepada Tuhan. Allah yang kita percayai Allah yang hidup.
Ini adalah pilihan. Pelajari lalu pahami cara berpikir-Nya atau logika rohani-Nya. Jangan hanya memanfaatkan kuasa-Nya. Dunia bukan rumah kita. Kita hidup hanya untuk persiapan hidup yang sesungguhnya nanti, bukan di bumi ini. Kebahagiaan bukan di bumi ini, melainkan di langit yang baru dan bumi yang baru. Di bumi ini, kita hanya mengalami damai sejahtera melampaui segala akal dalam jiwa kita. Pasti ada salib yang kita harus pikul. Watak, karakter kita harus diubah dulu, baru Tuhan memercayai kita memikul salib. Satu kehormatan kalau kita bisa menderita bersama dengan Tuhan, sebab kalau kita menderita bersama dengan Tuhan, kita dimuliakan bersama-sama dengan Dia.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
*Kesetiaan kita ikut Tuhan Yesus bukan hanya pada waktu Tuhan mengubah air menjadi anggur, bukan hanya pada waktu Ia membuat orang buta melihat, timpang berjalan, orang kusta sembuh, tetapi ketika kita tidak mengalami berkat apa pun, kita tetap setia.*

Bacaan Alkitab Setahun - 06 Maret 2025
2025-03-06 18:00:36
Bilangan 28-30

Truth Kids 04 Maret 2025 - TETAP DALAM PERLINDUNGAN TUHAN
2025-03-05 19:52:28
Mazmur 121:3
”Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap.”
Sobat Kids, jika kalian cari di internet, banyak sekali kisah kesaksian orang-orang yang diselamatkan oleh Tuhan dari kecelakaan dan marabahaya secara aneh, ajaib, bahkan tidak masuk logika. Ini adalah bukti bahwa Tuhan hadir, nyata, dan Ia selalu melindungi kita.
Kita tidak pernah tahu kapan kita mengalami hal yang buruk, tetapi kalau kita dekat dengan Tuhan, Tuhan pasti memberi tanda-tanda sebagai warning (peringatan) agar kita waspada dan berhati-hati.
Lalu, bagaimana dengan anak-anak yang mengalami kecelakaan dan mungkin ada juga yang tidak selamat, apakah Tuhan tidak melindungi mereka, apa Tuhan tidak mengasihi mereka? Tentu Tuhan mengasihi semua anak-anak tanpa terkecuali. Namun, terkadang ada rencana Tuhan, atau ada pelajaran dan kemuliaan lebih besar yang akan ditunjukkan lewat kejadian itu, seperti di kisah Ayub kemarin. Jadi, tetaplah yakin bahwa Tuhan akan menopang hidup kita karena Ia sangat mengasihi kita semua.

Truth Junior 04 Maret 2025 -TUHAN MENJAGA DENGAN SETIA
2025-03-05 19:50:36
Mazmur 121:3
”Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap.”
Sobat Junior, semoga semuanya baik-baik saja dan penuh sukacita, ya. Hari ini kita akan belajar tentang betapa setianya Tuhan menjaga setiap langkah kita. Pernahkah kamu merasa takut saat malam hari karena gelap, atau saat hujan deras dengan suara petir yang keras? Jangan khawatir! Mazmur 121:3 mengingatkan kita bahwa Tuhan selalu menjaga kita. Dia tidak pernah tertidur atau lalai. Bahkan saat kita sedang tidur nyenyak, Tuhan tetap berjaga untuk melindungi kita.
Bayangkan, seperti rumah yang melindungi kita dari badai, Tuhan juga melindungi kita dari hal-hal yang menakutkan atau berbahaya. Dia selalu ada di dekat kita, memastikan bahwa langkah-langkah kita aman. Itulah sebabnya kita bisa merasa tenang dan tidak perlu khawatir, karena Tuhan setia menjaga kita setiap waktu.
Sobat Junior, saat kamu merasa takut atau gelisah, ingatlah bahwa Tuhan selalu ada untukmu. Dia tahu segala hal yang kamu butuhkan, dan Dia ingin kamu merasa aman di dalam kasih-Nya. Sebelum tidur, jangan lupa berdoa dan ucapkan syukur kepada Tuhan yang sudah menjaga kita sepanjang hari.
Yuk, Sobat Junior, kita belajar percaya penuh kepada Tuhan yang setia menjaga kita. Dengan begitu, kita bisa menjalani hari-hari kita dengan hati yang damai dan penuh sukacita. Tuhan memberkati!

Truth Youth - 04 Maret 2025 (English Version)ROOTED IN GOD
2025-03-05 19:47:37
“Rooted and built up in Him, strengthened in the faith as you were taught, and overflowing with thankfulness." (Colossians 2:7)
Being rooted in God is not easy. The many temptations and distractions of the world often lead young people to follow worldly ways rather than the path of Jesus Christ. What the world offers seems more tangible than what God offers. However, the truth is that the world only provides temporary and fleeting satisfaction, while what God offers is eternal.
To be truly rooted in God, young people must have commitment and perseverance. Commitment means making life choices that lead to eternity, and perseverance means faithfully doing things that bring us closer to eternal life—such as prayer. Christianity cannot exist without prayer; for Christians, prayer is the breath of life. If we do not pray, it is a sign that our spiritual life is dying.
Another way to be rooted in God is by reading His Word. The Bible must be our guide in life—it is our "Google Maps" for navigating this world.
A crucial step in staying rooted in God is choosing the right community or circle of friends. The right community is one that helps us grow in faith, not one that pulls us away from God. A godly community should ignite our passion for seeking God, not for chasing worldly pleasures. Surround yourself with people who help you grow, not those who keep you stuck in temporary worldly happiness.
WHAT TO DO:
1. Be consistent in prayer.
2. Read the Bible regularly.
3. Surround yourself with the right community.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Deuteronomy 30-31

Truth Youth 04 Maret 2025 - ROOTED IN GOD
2025-03-05 19:45:45
”Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.” (Kolose 2:7)
Untuk bisa berakar di dalam Tuhan bukanlah hal yang mudah, banyaknya tantangan dan godaan dari dunia yang membuat anak muda lebih memilih untuk ikut cara dunia daripada mengikuti jalan hidup Tuhan Yesus. Apa yang dunia tawarkan terasa lebih nyata daripada yang Tuhan tawarkan. Padahal sebenarnya, yang ditawarkan oleh dunia hanyalah semu/sementara, sedangkan yang Tuhan tawarkan bersifat kekal.
Untuk bisa hidup berakar di dalam Tuhan kita sebagai anak muda harus memiliki komitmen dan ketekunan. Komitmen untuk membuat pilihan-pilihan dalam hidup ini yang mengarah kepada kekekalan, dan tekun menjalani hal-hal yang membawa kita kepada hidup kekal seperti berdoa. Kekristenan tidak dapat lepas dari yang namanya doa, bagi orang Kristen doa adalah nafas kehidupan, jika kita tidak berdoa maka bisa dipastikan bahwa rohani kita sudah mati. Hal lain yang bisa membuat kita berakar di dalam Tuhan adalah dengan membaca firman Tuhan, firman Tuhan harus kita jadikan pedoman untuk menjalani hidup (Google Maps hidup kita).
Pilihan selanjutnya untuk kita bisa berakar di dalam Tuhan adalah dengan memilih dan memiliki komunitas/circle yang benar. Komunitas yang benar itu adalah komunitas yang bisa membawa kita bertumbuh di dalam Tuhan, bukan komunitas yang membuat kita jauh dari Tuhan. Komunitas yang bisa memberikan spirit/ gairah hanya untuk mencari Tuhan bukan gairah untuk menikmati dunia. Milikilah komunitas yang “surround yourself with people who help you grow” bukan yang bikin kamu stuck dengan kesenangan dunia.
WHAT TO DO:
1.Konsisten berdoa
2.Membaca Alkitab
3.Memiliki komunitas yang benar
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ulangan 30-31

Renungan Pagi - 04 Maret 2025
2025-03-04 19:35:43
Ada banyak orang perkataannya sembarangan, tidak peduli dengan perasaan orang lain, ketika tersinggung sedikit, perkataannya menjadi jahat dan sangat menyakiti orang lain.
Alkitab berkata, bahwa hidup dan mati seseorang dikuasai oleh lidah, berarti kalau kita pandai menjaga perkataan, maka hidup bukan hanya berhasil, tetapi hidup kita juga menjadi berkat bagi banyak orang.

Quote Of The Day - 04 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-04 19:28:18
Kesalahan banyak orang Kristen disebabkan karena kemalasannya berjuang untuk ikut Yesus.

Mutiara Suara Kebenaran - 04 Maret 2025 (Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-04 19:26:55
Kekristenan itu sebenarnya sederhana, tetapi mustahil kalau tanpa Roh Kudus.

PARADOKS - 04 Maret 2025 (English Version)
2025-03-04 19:23:43
The more we understand the pure Gospel, the more we realize that the logic of the Gospel is the opposite of the world's logic— a paradox (which generally means a statement that seems contradictory or contrary to common belief or general truth, yet in reality contains truth). The problem is, we have absorbed much of what the world teaches. Our physical body today is an expression or manifestation of what we consume through our mouths. Likewise, the condition of our soul is an expression of what we consume—what we see and hear. This is what the world teaches, which contradicts spiritual logic. The life of the Lord Jesus Himself is a paradoxical life with the lives of religious figures, contrary to the lives of humans in general.
If we do not understand this, one day we will definitely be disappointed and can leave God. Indeed, not leaving the church or changing religions, but leaving God. Having a logic that can never meet God's logic. To the stage where someone cannot understand the logic of the Gospel, or spiritual logic, or God's logic. If we read the Bible, the story of John the Baptist, it is said that he was a man who knew who Jesus was. It is also very likely that Elizabeth, the mother of John the Baptist, was the sister of Mary, the mother of Jesus. When he baptized Jesus, John the Baptist heard a voice from heaven: "This is my beloved Son, with whom I am well pleased."
John the Baptist said that He would baptize with fire and the Spirit. And John the Baptist himself said to Jesus, "The Lord baptizes me, not I." John the Baptist realized who he was and said, "I am not worthy to untie the strap of His sandals." Openly in front of the public, John the Baptist said, "This is the Lamb of God who takes away the sin of the world." But when John was in prison, he heard about the work of Christ, then he sent His disciples to ask the Lord Jesus: "Are You the Coming One? Are You the Christ, or should we look for someone else?" (Matthew 11:2-3). John could be suspicious, doubting what he himself had stated. Truly, this is a difficult thing to understand.
In the next verse, the Lord Jesus answered, "Go and tell John what you hear and see: the blind receive their sight, the lame walk, those who have leprosy are cleansed, the deaf hear, the dead are raised, and the poor have the good news preached to them." And the Lord Jesus ended with the sentence: "And blessed is anyone who does not become offended and reject Me." It is possible that John had already begun to be somewhat disappointed or was already disappointed. While he was in prison, he did not see anything that convinced him that Jesus was the Messiah. While he was in prison, he saw nothing that could convince him that Jesus was the Messiah. He only heard about Christ’s works, but he did not receive any direct confirmation that Jesus was indeed the Messiah. That is why he sent his disciples to ask, “Are You the Messiah, or should we wait for someone else?”.
It seems that each of us surely believes that Jesus is Lord and Savior. However, if we do not understand the logic of the Gospel, God’s way of thinking, spiritual logic, or God’s way of working, then one day we can be disappointed. John the Baptist had a format in his mind, what the Messiah was like. And apparently what the Lord Jesus did did not align with John’s expectations. He knew the Lord Jesus as the Lamb of God, but did not know how the Lord Jesus worked. His disciples were also disappointed. And there was a time when none of the 12 disciples were willing to accompany the Lord anymore. They all left the Lord when the Lord Jesus faced His suffering and death on the cross. Even though the Lord Jesus had already said, “I must go to Jerusalem, I must die." But the Lord also said, "I will rise" (Matthew 16)
But that was an unacceptable scenario. That is why when they faced that reality, they were disappointed and left God. The hopes they had were overturned by reality when they witnessed that the person they had hoped would be a warrior, a hero (in their version), had actually bowed down in a pagan court and died in a very lowly way. Why were they helpless? In truth, the Lord Jesus did not bow down. But in their eyes, the Lord Jesus had lost, and they could not accept that defeat. As a reaction to their unpreparedness to accept that reality, they left God. Even though just a few hours earlier, Peter had said, “Lord, I am willing to go to prison and even die for You.”
Spiritual logic is contrary to worldly logic. In the Gospel of John 6, the Lord Jesus said, "My body is truly food and My blood is truly drink." And that is unacceptable, incomprehensible. So they, the people who listened, said or responded with the statement: "This saying was hard, so the disciples began to leave Him" (John 6:66) They wanted to use the Lord's body, the power of God in His blood for their own interests. They wanted the Lord Jesus to be a warrior, a hero in their version. It is easy and advantageous to make use of God’s power, but taking up His life is difficult.
It seems that each of us surely believes that Jesus is Lord and Savior. However, if we do not understand the logic of the Gospel, God’s way of thinking, spiritual logic, or God’s way of working, then one day we can be disappointed.

PARADOKS - 04 Maret 2025
2025-03-04 19:21:33
Semakin kita mengenal Injil yang murni, maka kita semakin tahu bahwa logika Injil itu bertolak belakang dengan logika dunia; "paradoks" (yang secara umum berarti pernyataan yang seolah-olah bertentangan atau berlawanan dengan pendapat umum atau dengan kebenaran umum, tetapi kenyataannya sebenarnya mengandung kebenaran). Masalahnya, banyak dari apa yang diajarkan dunia telah kita serap. Tubuh kita hari ini adalah ekspresi atau perwujudan dari apa yang kita konsumsi melalui mulut. Adapun kondisi jiwa kita adalah ekspresi dari apa yang kita konsumsi, yaitu apa yang kita lihat dan dengar. Itulah yang diajarkan dunia, yang bertolak belakang dengan logika rohani. Kehidupan Tuhan Yesus sendiri adalah kehidupan yang paradoks dengan kehidupan tokoh-tokoh agama, bertentangan dengan kehidupan manusia pada umumnya.
Kalau kita tidak mengerti hal ini, suatu hari kita pasti menjadi kecewa dan bisa meninggalkan Tuhan. Memang, tidak meninggalkan gereja atau pindah agama, tetapi meninggalkan Tuhan. Memiliki logika yang tidak pernah bisa bertemu dengan logika Tuhan. Sampai pada stadium di mana seseorang tidak bisa mengerti logika Injil, atau logika rohani, atau logika Tuhan. Kalau kita membaca Alkitab, kisah mengenai Yohanes Pembaptis, dikatakan bahwa ia adalah seorang yang tahu siapa Yesus. Sangat besar kemungkinan juga karena Elisabeth, ibunda Yohanes Pembaptis, adalah saudara dari Maria, ibu Yesus. Ketika ia membaptis Yesus, Yohanes Pembaptis mendengar suara dari surga: "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan."
Yohanes Pembaptis yang mengatakan bahwa Dialah yang akan membaptis dengan api dan Roh. Dan Yohanes Pembaptis sendiri berkata kepada Yesus, "Tuanlah yang seharusnya membaptis saya, bukan saya yang harus membaptis Tuan." Yohanes Pembaptis sadar siapa dirinya dan mengatakan, "Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak." Secara terang-terangan di depan publik, Yohanes Pembaptis berkata, "Inilah Anak Domba Allah yang mengangkut dosa dunia." Namun ketika Yohanes di dalam penjara, ia mendengar tentang pekerjaan Kristus, lalu ia menyuruh murid-murid-Nya untuk bertanya kepada Tuhan Yesus: "Engkaukah yang akan datang itu? Engkaukah Mesias itu, atau haruskah kami menantikan orang lain?" (Mat.11:2-3). Yohanes bisa curiga, meragukan apa yang dia sendiri pernah nyatakan. Sungguh, ini adalah satu hal yang sukar dimengerti.
Di ayat selanjutnya, Tuhan Yesus menjawab, "Pergilah dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik." Dan Tuhan Yesus mengakhiri dengan kalimat: "Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku." Kemungkinan Yohanes sudah mulai agak kecewa atau sudah kecewa. Sementara ia dalam penjara, dia tidak melihat sesuatu yang meyakinkan dirinya bahwa Yesus adalah Mesias. Sementara ia dalam penjara, ia hanya mendengar tentang pekerjaan Kristus dan ia tidak mendapat verifikasi bahwa Dialah Mesias. Maka, ia mulai menyuruh orang untuk bertanya: “Engkaukah Mesias itu, atau kami menunggu yang lain?"
Rasanya setiap kita pasti percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat. Namun jika kita tidak tahu logika Injil, logika berpikir Tuhan, logika rohani, cara kerja Tuhan, maka suatu kali kita bisa kecewa. Yohanes Pembaptis memiliki format di dalam pikirannya, bagaimana Mesias itu. Dan rupanya apa yang dikerjakan Tuhan Yesus tidak cocok atau tidak sesuai dengan apa yang dia pikirkan. Ia mengenal Tuhan Yesus sebagai Anak Domba Allah, tetapi tidak mengenal cara bekerja Tuhan Yesus. Murid-murid-Nya pun juga pernah kecewa. Dan ada saat dimana tidak seorang pun dari 12 murid yang bersedia mengiring Tuhan lagi. Mereka semua meninggalkan Tuhan ketika Tuhan Yesus menghadapi sengsara dan kematian-Nya di kayu salib. Padahal Tuhan Yesus sudah berkata, "Aku harus ke Yerusalem, Aku harus mati." Tapi Tuhan juga berkata, "Aku akan bangkit" (Mat. 16).
Namun itu skenario yang tidak bisa diterima. Itu sebabnya saat mereka menghadapi realitas itu, mereka kecewa dan meninggalkan Tuhan. Pengharapan yang ada pada mereka dijungkirbalikkan oleh kenyataan ketika mereka menyaksikan ternyata orang yang mereka sangat harapkan menjadi pendekar, menjadi pahlawan (versi mereka), ternyata telah bertekuk lutut di pengadilan kafir dan mati dengan cara yang sangat rendah. Kenapa tidak berdaya? Sejatinya, Tuhan Yesus tidak bertekuk lutut. Tapi di mata mereka, Tuhan Yesus kalah, dan mereka tidak bisa menerima kekalahan itu. Sebagai reaksi terhadap ketidaksiapan menerima realitas tersebut, mereka meninggalkan Tuhan. Padahal baru beberapa jam sebelumnya, Petrus berkata, "Tuhan, jangankan penjara, mati pun aku rela."
Logika rohani bertentangan dengan logika duniawi. Di Injil Yohanes 6, Tuhan Yesus berkata, "Tubuh-Ku benar-benar makanan dan darah-Ku benar-benar minuman." Dan itu tidak bisa diterima, tidak bisa dimengerti. Sehingga mereka, orang-orang yang mendengarkan berkata atau merespons dengan pernyataan: "Perkataan ini keras, maka murid-murid mulai meninggalkan Dia” (Yoh. 6:66) Mereka mau pakai tubuh Tuhan, kekuatan Tuhan di dalam darah-Nya untuk kepentingan mereka. Mereka mau Tuhan Yesus jadi pendekar, jadi pahlawan versi mereka. Kalau memanfaatkan kekuatan Tuhan, itu gampang dan menguntungkan. Tapi kalau mengenakan hidup-Nya, itu yang berat.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
RASANYA SETIAP KITA PASTI PERCAYA BAHWA YESUS ADALAH TUHAN DAN JURU SELAMAT. NAMUN JIKA KITA TIDAK TAHU LOGIKA INJIL, LOGIKA BERPIKIR TUHAN, LOGIKA ROHANI, CARA KERJA TUHAN, MAKA SUATU KALI KITA BISA KECEWA.

Bacaan Alkitab Setahun - 04 Maret 2025
2025-03-04 19:09:32
Bilangan 23-25

Truth Kids 03 Maret 2025 - AKU BISA LOW-BAT?
2025-03-03 12:56:56
Filipi 4:13
”Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”
Sobat Kids, pernahkah kalian mendengar istilah lowbat? Mungkin yang sering didengar adalah, "Aduh, ponselku lowbat, nih." Kata lowbat adalah kependekan dari low battery yang berarti baterai dari benda yang kita pakai dalam kondisi lemah daya. Nah, apa yang biasanya kalian atau mama papa kalian lakukan ketika handphone-nya lowbat? Tentu mereka akan menghubungkannya ke charger agar dayanya terisi penuh kembali sehingga bisa dipakai secara maksimal.
Nah, ternyata yang bisa lemah itu bukan hanya benda, loh, Sobat Kids. Manusia pun bisa merasa lemah, capek, lelah, bahkan putus asa. Lalu bagaimana? Tubuh kita, kan tidak mungkin disambungkan ke charger? Kalau handphone disambungkan ke charger untuk mengisi daya, manusia harus tersambung atau terhubung kepada Penciptanya, yaitu Tuhan sendiri. Tuhanlah sumber yang tidak akan pernah habis dan yang paling mengerti kondisi manusia. Dia akan memberikan kekuatan, harapan, dan pertolongan. Yang perlu kita lakukan adalah terhubung dengan-Nya lewat puji sembah dan doa. Apakah kalian sudah terhubung dengan Tuhan hari ini? Jangan tunggu sampai kamu lemah dulu, ya. Ayo, semangat untuk mencari Tuhan!

Truth Junior 03 Maret 2025 - TUHAN MEMBERI KEKUATAN
2025-03-03 12:51:56
Filipi 4:13
”Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”
Sobat Junior, Apa kabar hari ini? Semoga selalu sehat, ya! Hari ini kita akan belajar tentang kekuatan luar biasa yang Tuhan berikan kepada kita. Apa itu? Penasaran, kan? Ayo, sama-sama kita bahas!
Pernahkah kamu merasa lelah saat mengerjakan PR atau kesulitan saat belajar sesuatu yang baru? Atau mungkin kamu merasa takut untuk mencoba hal yang belum pernah kamu lakukan? Jangan khawatir! Dalam Filipi 4:13, Tuhan berkata bahwa kita dapat melakukan segala sesuatu dengan kekuatan yang diberikan-Nya.
Bayangkan, seperti superhero yang punya kekuatan istimewa untuk melawan rintangan, kita juga punya kekuatan itu! Namun, kekuatan kita berasal dari Tuhan. Dia akan memberikan kita semangat dan keberanian untuk bisa menghadapi tantangan apa pun. Yang perlu kita lakukan adalah berdoa, percaya, dan mengandalkan-Nya. Bahkan ketika kamu merasa lelah atau tidak yakin, ingatlah bahwa kamu tidak sendirian. Tuhan ada bersamamu dan siap menolong. Seperti ketika kamu belajar naik sepeda, mungkin kamu terjatuh berkali-kali. Tetapi dengan bantuan orang tua atau teman, akhirnya kamu bisa! Begitu juga dengan Tuhan, Dia selalu ada untuk mendukung dan menguatkanmu.
Sobat Junior, mari kita selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap langkah kita. Dengan kekuatan dari-Nya, kita dapat melakukan apa saja, dan tidak ada yang tidak bisa kita hadapi. Semangat, ya! Tuhan memberkati.

Truth Youth 01 Maret 2025 (English Version) - LIVING SIMPLY
2025-03-03 12:48:43
“Similarly, encourage the young men to be self-controlled in everything." (Titus 2:6)
There is no denying that the challenges faced by young people today are much greater. Even maintaining good mental health is difficult, let alone living deeply rooted in Christ. The many temptations and distractions offered by the world make it challenging for today’s youth to live as God desires. One of the biggest influences is social media. Social media exposes young people to countless comparisons, as they constantly see others displaying their happiness online. This creates a fear of missing out (FOMO), where they feel pressured to keep up with trends to avoid being left behind.
In their attempt to stay relevant, many young people today go to great lengths—even beyond their means. Some resort to online loans, buy-now-pay-later schemes, or other financial shortcuts to satisfy their desires. Others fall into gambling, hoping to make quick money. With so many distractions, young people often lose focus on seeking God. Instead, they prioritize staying relevant, following worldly trends, traveling, indulging in luxurious meals, and purchasing expensive branded goods.
However, these trends are far from what God desires. Jesus taught us to live simply, yet the world’s attractions make us forget this principle. God wants us to live as He did—not by following what the world offers, but by embracing simplicity and contentment.
WHAT TO DO:
1. Learn to distinguish between needs and wants.
2. Stop comparing yourself to others. Instead, compare who you are today with who you were before, so you can grow into a better person.
3. Practice simple living and be mindful of those who are struggling more than you.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Deuteronomy 28-29

Truth Youth 03 Maret 2025 - HIDUP SEDERHANA
2025-03-03 12:47:09
”Demikian juga orang-orang muda; nasihatilah mereka supaya mereka menguasai diri dalam segala hal.” (Titus 2:6)
Tidak dapat dipungkiri tantangan yang dihadapi anak muda di zaman sekarang lebih sulit. Untuk memiliki mental yang sehat saja sulit apalagi untuk hidup berakar di dalam Kristus. Banyaknya godaan dan tantangan yang ditawarkan oleh dunia membuat anak muda pada masa ini sangat sulit hidup seperti yang Tuhan mau. Faktor yang paling berpengaruh adalah social media. Social media memberikan banyak tawaran yang membuat anak muda khususnya sering membandingkan hidupnya dengan orang lain, kesenangan-kesenangan yang ditunjukkan oleh orang lain di social media membuat anak muda saat ini takut ketinggalan tren atau yang sering disebut FOMO (Fear of Missing Out/takut ketinggalan).
Untuk mengikuti tren tersebut sering sekali anak muda pada masa sekarang memakai segala cara agar bisa tetap eksis, tidak punya uang tapi keinginan banyak membuat para anak muda memakai pinjol, paylater dan lain sebagainya agar semua keinginannya terpenuhi. Tidak sedikit juga anak muda terjerat judol demi hanya memperoleh uang dengan cara cepat. Banyaknya tawaran yang dunia berikan membuat para pemuda tidak lagi fokus mencari Tuhan. Yang dicari hanya bagaimana supaya hidupnya tetap eksis, bisa mengikuti tren zaman ini, menikmati hidup dengan traveling, makan makanan yang enak, beli barang-barang branded dan lain sebagainya.
Tren-tren yang seperti ini sangat jauh dari apa yang Tuhan inginkan. Padahal Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita untuk hidup sederhana, tapi dunia dengan segala keindahannya membuat kita lupa bahwa sebenarnya Tuhan mau kita hidup seperti Dia hidup, bukan hidup mengikuti apa yang dunia tawarkan.
WHAT TO DO:
1.Belajar membedakan antara kebutuhan dan keinginan
2.Tidak membandingkan diri kita dengan orang lain, tapi bandingkanlah diri kita saat ini dengan diri kita yang sebelumnya, agar kita menjadi pribadi yang lebih baik
3.Belajar untuk hidup sederhana dan melihat keadaan orang lain yang lebih sulit dari kita
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ulangan 28-29

Renungan Pagi - 03 Maret 2025
2025-03-03 12:44:36
Setiap orang Kristen harus tampak ciri khas kekristenannya, yaitu menjadi terang dan garam dunia. Dimanapun berada, kita harus dapat menjadi saksi yang hidup.
Berani tampil beda dengan orang lain, artinya berani berkata tidak terhadap dosa dan tawaran-tawaran dosa.
Jangan pernah mengambil jalan pintas untuk meraih keberhasilan, tetapi sabarlah dalam Tuhan, serahkanlah setiap usaha dan pekerjaan kita didalam tangan-Nya.

Quote Of The Day - 03 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-03 12:43:40
Kesediaan melakukan apa pun yang Tuhan perintahkan adalah syarat untuk menerima keselamatan.

Mutiara Suara Kebenaran - 03 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-03 12:42:32
Sebagai anak-anak Bapa di surga, kita yakin Allah pasti pelihara dan jaga kita. Maka kita harus tenang dalam segala situasi. Tenang yang bertanggung jawab. Bahkan di ujung maut sekalipun, kita bisa tersenyum.

LIVING BY RELYING ON THE POWER OF THE HOLY SPIRIT - 03 Maret 2025 (English Version)
2025-03-03 12:41:05
Many people view heaven as just a comfortable place of exile. During their lives, they do not long for heaven, because they still enjoy the comforts of the world. The characteristics of people like this are: afraid of death. On the other hand, for people who long to meet the Lord Jesus, long to return to heaven, then death is not a problem. Because their longing has truly been built since they lived on this earth. So, let's together make death a beauty. The problem is, not many people think seriously about this. So it is not surprising that people who are truly devoted to God will experience what is called social withdrawal; distancing themselves from socializing. Because they will not be able to "connect" with people who do not agree with their thoughts; who still love the world. Remember! We are heavenly nobility. Know your identity.
Therefore, do not fight, argue, leak words, slander each other because of small matters. We are heavenly nobles who one day God will declare (ὁμολογέω; homologeo), "This is my beloved son." May we always question this matter, whether we are worthy to enter the Kingdom of Heaven or not. Because our target is not only to enter heaven, but to enter the Kingdom of Heaven. The problem is, have we lived pleasingly? Our "program" as children of God is to return to the Kingdom of the Father. So for children of God who are considered paranoid, there is no need to be afraid, no need to be ashamed and anxious. The Lord Jesus stated that, "Let them see your deeds and see the city set on a hill." Which means, let the people around us see heaven through our lives. However, if our longing for heaven is not strong, then people cannot see heaven. It must be strong, it must be strong, until people say, "What is this person looking for, why is it like this?" That is where they can see heaven.
Such individuals may appear somewhat strange, even extremely peculiar, because they feel a power ruling over them. In general, this is how people perceive true believers—those who have embraced a counter-logical way of life. Believers declare that they have received the seal of the Holy Spirit, as promised by the Lord Jesus. They are confident that God is with them in all circumstances, according to His promises. The life of a believer who relies on the power of the Holy Spirit and depends proportionally on God, will reflect this in their lifestyle. It can be seen in their courage in facing threats—not by recklessly putting themselves in danger, but by remaining calm and steadfast when confronted with difficulties, hardships, or great needs. They have faith that the Father protects them, that a power beyond themselves is watching over them.
However, do not forget, there are those who claim to be led by the Holy Spirit and hold onto the principle: "God fights for us." Yet, they fail to take responsibility for their own lives. They do not maximize their potential, using the excuse that the Holy Spirit will take over or that God will fight on their behalf. As a result, they become ineffective and lack the potential to be true witnesses for God. The reality is that many of them fail to grow in the truth of the Word because they do not study the pure Word of God. Ironically, when it comes to financial needs, they rely on human strength. They proclaim, "God fights for us," yet they fear facing problems. If God fights for us, just simply trust that God will protect us. Whatever happens, God will surely take care of us. As children of the Father in heaven, we also have confidence that God will sustain and guard us. So we must be calm in all situations - a calmness that is responsible. Even at the edge of death, we can smile.
According to research and observations recognized as empirical facts, people suffering from paranoia often experience intense hallucinations. These hallucinations are so intense that they perceive them as real experiences. To paranoid individuals, their fantasies become facts. This is why they are often misunderstood by others or their surroundings. Similarly, true believers—those seen as normal in God’s eyes—are also sometimes perceived as dreamers. They strongly believe in what God's Word says: that the world will be destroyed by fire, and there will be a new heaven and a new earth (2 Peter 3:9-13: "The heavens will disappear with a roar, the elements will be destroyed by fire"). Their conviction is so strong that they live as though this event will happen soon. To them, what the Word of God says is absolute fact-which it truly is.
Believers who have strong faith in God and what He says, their lives will be colored, influenced, and firmly gripped by God's words. The question is, how deeply does God’s Word influence our lives? If we truly honor God, we will honor His Word and fully trust in what He says, surrendering our lives to His truth. This will form a different behavior from those who do not believe God's words correctly. Such Christians live with a sense of urgency, preparing for the great day, much like Noah building the ark—despite the fact that rain had never fallen before. We must also be busy building the "ark" of our lives. Just as Noah followed precise measurements for the ark’s length, width, and height, we must shape our lives according to God’s exact desires.
THE LIFE OF A BELIEVER WHO RELIES ON THE POWER OF THE HOLY SPIRIT AND DEPENDS PROPORTIONALLY ON GOD, WILL REFLECT THIS IN THEIR LIFESTYLE.

HIDUP MENGANDALKAN KEKUATAN ROH KUDUS
2025-03-03 12:39:37
Banyak orang memandang surga masih hanya tempat pembuangan yang nyaman. Selama hidup, mereka tidak merindukan surga, karena masih menikmati kenyamanan dunia. Ciri orang seperti ini adalah: takut mati. Sebaliknya, bagi orang yang merindukan bertemu Tuhan Yesus, merindukan pulang ke surga, maka kematian bukanlah masalah. Sebab kerinduannya betul-betul sudah dibangun sejak ia hidup di bumi ini. Maka, mari bersama-sama kita menjadikan kematian sebagai sebuah keindahan. Masalahnya, tidak banyak orang yang serius memikirkan hal ini. Jadi tidak heran jika orang yang sungguh-sungguh dalam Tuhan akan mengalami apa yang disebut social withdrawal; menjauhi pergaulan. Karena dia tidak akan bisa “nyambung” dengan orang-orang yang tidak sepaham dengan pikirannya; yang masih mencintai dunia. Ingat! kita adalah bangsawan surgawi. Kenali pribadimu.
Oleh sebab itu, jangan karena soal kecil kita berantem, ribut, bocor mulut, saling memfitnah. Kita adalah bangsawan-bangsawan surgawi yang satu hari kelak Tuhan akan menyatakan (ὁμολογέω; homologeo), “Inilah anak-Ku yang Kukasihi.” Kiranya kita harus selalu memperkarakan hal ini, apakah kita layak masuk Kerajaan Surga atau tidak. Karena target kita bukan hanya masuk surga, melainkan masuk Kerajaan Surga. Masalahnya, apakah kita sudah hidup berkenan? “Program” kita sebagai anak-anak Allah adalah kembali ke Kerajaan Bapa. Maka bagi anak-anak Allah yang dianggap sebagai paranoid, tidak perlu takut, tidak perlu malu dan gelisah. Tuhan Yesus menyatakan bahwa, “Biarlah mereka melihat perbuatanmu dan melihat kota yang terletak di atas bukit.” Yang artinya, biar orang sekitar melihat surga melalui hidup kita. Akan tetapi kalau kerinduan kita akan surga tidak kuat, maka orang tidak bisa melihat surga. Harus kencang, harus kuat, sampai orang berkata, “Orang ini nyari apa sih kok sampai begini?” Di situlah mereka bisa melihat surga.
Mereka biasanya menjadi agak aneh, bahkan sampai sangat aneh. Sebab merasa ada satu kekuatan menguasai dirinya. Penilaian orang pada umumnya terhadap orang percaya yang normal, yang selesai dari sikap hidup logika terbalik juga demikian. Orang percaya menyatakan bahwa dirinya mendapat meterai Roh Kudus seperti yang dijanjikan oleh Tuhan Yesus. Orang percaya yakin bahwa Tuhan menyertai mereka dalam segala keadaan sesuai dengan janji-Nya. Hidup orang percaya yang mengandalkan kekuatan Roh Kudus dan bergantung secara proporsional terhadap Tuhan, akan nampak dalam gaya hidupnya. Terlihat dari keberaniannya menghadapi ancaman. Bukan berarti membawa dirinya dalam ancaman, tetapi saat dia menghadapi ancaman, kesulitan, kebutuhan besar, maka ia bisa tetap tenang dan kokoh karena dia percaya ada Bapa yang melindungi dia; ada kekuatan di luar dirinya yang melindungi dia.
Namun jangan lupa, ada orang-orang yang merasa Roh Kudus pimpin dia, lalu punya prinsip: “Allah berperang ganti kita.” Namun dia sendiri tidak bertanggung jawab atas hidupnya, kurang atau tidak memaksimalkan potensi dengan alasan Roh Kudus akan bekerja mengambil alih, atau Allah yang berperang ganti dirinya. Mereka justru malah menjadi tidak efektif dan tidak potensial menjadi saksi Tuhan. Faktanya, tidak sedikit mereka yang tidak bertumbuh dalam kebenaran firman, sebab tidak belajar firman yang murni. Dan ironisnya, dalam kebutuhan finansial, mereka mengandalkan kekuatan manusia. Menyuarakan "Allah berperang ganti kita," tetapi takut menghadapi segala masalah. Kalau Allah berperang ganti kita, percaya saja Tuhan lindungi. Apa pun yang terjadi, Tuhan pasti jaga kita. Sebagai anak-anak Bapa di surga, kita juga yakin Allah pasti pelihara dan jaga kita. Maka kita harus tenang dalam segala situasi. Tenang yang bertanggung jawab. Bahkan di ujung maut sekalipun, kita bisa tersenyum.
Berdasarkan penelitian dan observasi yang diakui sebagai fakta empiris, didapati bahwa penderita paranoid memiliki halusinasi yang kuat. Begitu kuatnya halusinasi tersebut sampai dikesankan bahwa mereka telah benar-benar mengalami apa yang dikhayalkan tersebut. Bagi penderita paranoid, fantasi mereka adalah fakta. Demikianlah orang-orang paranoid ini menjadi orang yang sukar dimengerti orang lain atau lingkungannya karena fantasinya. Bertalian dengan hal ini orang percaya yang benar dan normal di mata Allah juga dianggap sebagai pemimpi. Mereka sangat yakin terhadap apa yang firman Tuhan katakan, bahwa dunia akan dihancurkan menjadi lautan api dan akan adanya langit baru dan bumi baru (2Ptr. 3:9-13, "Langit akan lenyap dengan gemuruh yang dahsyat dan unsur-unsur dunia akan hangus dalam nyala api"). Keyakinan itu begitu kuat sampai seakan-akan akan terjadi dalam waktu dekat. Bagi mereka, apa yang dikatakan oleh firman Tuhan itu merupakan fakta. Dan memang demikian.
Orang percaya yang memiliki keyakinan kuat terhadap Tuhan dan apa yang difirmankan-Nya, hidupnya akan diwarnai, dipengaruhi, dan dicengkeram secara kuat oleh perkataan Tuhan. Pertanyaannya, seberapa kuat pengaruh atau warna perkataan Tuhan di dalam diri kita? Kalau kita menghormati Tuhan, kita menghormati perkataan-Nya, dan kita yakin sepenuhnya atas apa yang dikatakan, sehingga menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada kebenaran yang diucapkan. Hal ini akan membentuk perilaku yang berbeda dengan mereka yang tidak memercayai perkataan Tuhan dengan benar. Orang-orang Kristen seperti ini, seperti memiliki khayalan atau fantasi untuk membuat persiapan akan hari besar itu sejak sekarang. Ia seperti Nuh yang sibuk membuat bahtera, walau saat itu belum pernah ada hujan. Kita harus sibuk membuat bahtera hidup. Bahtera Nuh dibuat dengan panjang, lebar, tinggi yang tepat. Kita juga harus sibuk membuat diri tepat seperti apa yang Allah kehendaki.
Tuhan Yesus memberkati
HIDUP ORANG PERCAYA YANG MENGANDALKAN KEKUATAN ROH KUDUS DAN BERGANTUNG SECARA PROPORSIONAL TERHADAP TUHAN, AKAN NAMPAK DALAM GAYA HIDUPNYA.

Bacaan Alkitab Setahun - 03 Maret 2025
2025-03-03 12:36:03
Bilangan 21-22

Truth Kids 02 Maret 2025 - TUHAN BENER ADA, GAK, SIH?
2025-03-02 22:14:13
Matius 6:33
”Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”
Sobat Kids, pernahkah kalian berpikir "Apa Tuhan tidak mendengar doaku, ya? Kok apa yang aku inginkan, tidak terwujud?" atau "Tuhan sebenarnya ada nggak, sih? Kok Tuhan membiarkan aku dalam kesusahan?" Sobat Kids, janganlah ragu akan kehadiran Tuhan. Tuhan tahu, kok, apa yang kamu doakan, yang kamu inginkan, serta kondisimu. Ketika kamu dalam kesusahan, Tuhan pun tahu. Tetapi perlu kita ingat bahwa Tuhan juga tahu yang terbaik untuk kita. Ia akan menolong kita dan memberikan apa yang kita butuhkan pada waktu yang tepat, bukan waktu yang kita inginkan.

Truth Junior 02 Maret 2025 - PERCAYA KEPADA TUHAN YANG MEMELIHARA
2025-03-02 21:40:39
Matius 6:33
”Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”
Halo, Sobat Junior! Semoga tetap ceria dan semangat, ya! Kali ini kita akan belajar tentang satu hal yang luar biasa dari Tuhan, yaitu Dia selalu tahu apa yang kita butuhkan.
Pernahkah kamu merasa khawatir, seperti takut tidak mendapatkan nilai bagus di sekolah atau khawatir mainanmu rusak? Terkadang, kita terlalu memikirkan hal-hal kecil dan lupa bahwa Tuhan selalu memelihara kita. Dalam Matius 6:33, Tuhan mengingatkan kita untuk mencari-Nya terlebih dahulu. Artinya, kita harus mengutamakan Tuhan dalam setiap hal yang kita lakukan. Misalnya, sebelum memulai belajar atau bermain, kita bisa berdoa kepada Tuhan agar diberikan hikmat dan sukacita. Dengan begitu, kita menyerahkan semua kekhawatiran kita kepada-Nya. Tuhan tahu apa yang terbaik untuk kita, dan Dia akan memberikan segala yang kita butuhkan pada waktu yang tepat.
Maka dari itu, Sobat Junior, seperti burung yang tidak menanam tetapi tetap diberikan makanan oleh Tuhan, begitu juga kita. Tuhan sangat peduli pada setiap detil hidup kita. Jadi, jangan khawatir, ya! Tetaplah percayalah dan andalkan Dia setiap hari.
Mulai dari sekarang, yuk belajar mengutamakan Tuhan dalam hidup kita. Percayalah, ketika kita mendahulukan Dia, semua kebutuhan kita akan dipenuhi sesuai dengan kehendak-Nya. Jangan lupa berdoa dan selamat menjalani hari ini dengan penuh sukacita. Tuhan memberkati.

Truth Youth 02 Maret 2025 (English Version) - STRONG FOUNDATION
2025-03-02 21:28:47
“Therefore, everyone who hears these words of Mine and puts them into practice is like a wise man who built his house on the rock. The rain came down, the streams rose, and the winds blew and beat against that house; yet it did not fall, because it had its foundation on the rock. But everyone who hears these words of Mine and does not put them into practice is like a foolish man who built his house on sand. The rain came down, the streams rose, and the winds blew and beat against that house, and it fell with a great crash."* (Matthew 7:24-27)
Before building a house foundation, a soil test is required to assess the soil’s suitability, density, layers, moisture content, and strength—factors that determine the stability of a building. Loose and soft soil makes it difficult to construct a strong foundation, while dense soil like clay provides better support for a solid structure. This test is necessary because natural conditions constantly change, and soil undergoes shifts over time. Therefore, it is crucial to have the right ground to build a sturdy foundation.
As written in Matthew 7:24-27, a strong foundation strengthens faith, while a weak foundation causes faith to collapse. We must be mindful of where we place our hearts and build our lives. If we rely on worldly things that are temporary, our faith will not grow—it may even crumble. If we depend on the pleasures the world offers, we will constantly chase after fleeting happiness. We will always follow ever-changing trends, leading our lives to be dictated by worldly influences.
When the storms of life come—whether in the form of toxic relationships, peer pressure, or insecurity—we will not be able to withstand them if our foundation is weak. The world teaches us to satisfy our fleshly desires, but when we take time to examine our life’s foundation, like a soil test, we will question its stability and seek the truth that leads to eternal salvation. This truth is only found in Christ. Making Christ the foundation of our lives is like building a house on solid, reliable ground. It ensures that when storms come, we will not be easily shaken. Our faith will remain firm because we know that Christ is our strong foundation.
WHAT TO DO:
A strong foundation in life is built through perseverance and a continuous pursuit of Christ in our daily lives.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Deuteronomy 26-27

Truth Youth 02 Maret 2025 - STRONG FOUNDATION
2025-03-02 18:53:19
”Oleh karena itu, setiap orang yang mendengar ajaran-Ku dan melakukannya ibarat orang bijak yang membangun rumah di atas batu yang padat dan sangat besar sebagai fondasinya. Ketika hujan deras turun, lalu banjir dan angin kencang melandanya, rumah itu tetap berdiri tegak karena dibangun di atas batu fondasi yang kuat. Tetapi setiap orang yang mendengar ajaran-Ku dan tidak melakukannya ibarat orang bodoh yang membangun rumahnya di atas pasir. Ketika hujan deras turun, lalu banjir dan angin kencang melandanya, rumah itu pun roboh dan rusak berat.” (Matius 7:24-27)
Sebelum membangun fondasi sebuah rumah, diperlukan adanya soil test, menguji kelayakan, kepadatan tanah, lapisan tanah, kadar air, kekuatan, dsb karena ini menentukan kokohnya sebuah bangunan. Tanah yang kurang padat dan gembur akan lebih sukar untuk membangun fondasi bangunan kokoh. Tanah yang padat seperti tanah liat akan lebih kuat untuk membangun fondasi bangunan yang kokoh. Tes ini diperlukan karena kondisi alam kita terus berubah, begitu pun dengan tanah yang akan mengalami pergeseran setiap masa. Oleh karena itu, penting untuk memiliki media/tanah yang tepat untuk membangun suatu fondasi bangunan yang kokoh.
Seperti yang dicatat dalam Matius 7:24-27, dasar yang kokoh meneguhkan iman, tapi dasar yang mudah goyah, merobohkan iman. Kita harus kristis kepada di mana kita menempatkan hati dan dasar kehidupan kita. Kalau kita bergantung pada hal-hal di dunia yang bersifat fana, iman kita tidak akan bertumbuh, bahkan bisa roboh dan rusak. Kalau kita bergantung kepada kesenangan-kesenangan hidup yang dunia tawarkan, ya kita akan terus mengejar kesenangan-kesenangan yang tidak kekal. Kita selalu mengikuti tren yang terus berubah-ubah, alhasil hidup kita ditentukan oleh tren dunia. Saat ada badai kehidupan, mungkin yang kerap terjadi dalam pergaulan anak muda seperti toxic relationship, peer-pressure, atau rasa insecure menerpa kita tidak akan bisa menghadapinya, karena semua yang dunia ajarkan hanya untuk memuaskan keinginan daging kita. Tapi saat kita betul-betul memperhatikan dasar kehidupan kita, seperti soil test, kita menguji dan mempertanyakan kelayakan dasar kehidupan kita, tentunya kita mau mencari yang benar dan membawa kita kepada keselamatan kekal. Tentunya kita hanya bisa peroleh dari Kristus. Menjadikan Kristus sebagai dasar kehidupan kita seperti membangun rumah di tanah yang tepat dan kokoh. Yang menjamin hari esok, kita gak gampang goyah saat diterpa badai kehidupan apa pun. Iman kita tak akan goyah, karena kita tahu Kristus adalah strong foundation.
WHAT TO DO:
Dasar hidup yang kokoh diperoleh dengan perjuangan dan proses untuk mau terus menemui Kristus dalam kehidupan kita sehari-hari.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ulangan 26-27

Renungan Pagi - 02 Maret 2025
2025-03-02 18:40:51
Apalah artinya hidup diberkati, kita sukses tapi hanya menjadi batu sandungan orang dan hidup hanya mengecewakan orang.
Yang penting hidup berguna; menjadi suami yang berguna, menjadi isteri yang berguna, menjadi anak-anak yang berguna dan menjadi berkat bagi sesama.
Mari kita mau jadikan hidup berguna dan bermanfaat, karena sewaktu hidup berguna dan bermanfaat, maka kemuliaan Tuhan semakin nyata dalam hidup kita.

Quote Of The Day - 02 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-02 18:38:57
Allah ingin punya sahabat yang hatinya tidak terikat siapapun, tapi terikat pada-Nya saja.

Mutiara Suara Kebenaran - 02 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-02 18:35:02
Orang percaya yang memiliki keyakinan kuat terhadap Tuhan dan apa yang difirmankan-Nya, hidupnya akan diwarnai, dipengaruhi, dan dicengkeram secara kuat oleh perkataan Tuhan.

PARANOID - 02 Maret 2025 (English Version)
2025-03-02 18:27:46
For most people, the world is beauty, a friend, the answer to their soul's needs and a harbor or resting place for the soul. This is the rhythm and instinct of human life in general. However, for believers it can be the opposite. This is what is called reverse logic. Believers can be considered paranoid because they do not agree with the children of the world. True believers, namely those who truly know the truth, will begin to see the evil of the world as extraordinary. Even then, they find teachings in many churches that contradict what the Lord Jesus taught. This will greatly disturb their hearts. It is very clear how they feel threatened by this situation, and sees a threat to many people. Of course, they can be seen as paranoid.
Take Martin Luther, for example. He was considered paranoid when he expressed his concerns about the teachings of the church at that time. He tormented himself, climbing stairs on his knees, hoping that through such suffering, he would be pleasing to God. But he honestly admitted that he had no peace. Even monks and bishops told him, "You are strange. You should feel at peace. You should feel calm." Because Martin Luther’s devotion exceeded that of most monks, yet, in his sincerity and honesty, he realized that he was not in the right place in God's eyes. As a young monk, he demonstrated his unrest by opposing the deeply rooted conservative teachings of the church. As a result, he was labeled a heretic, a rebel, and a traitor to the church. His life was even threatened, forcing him to move from place to place to save himself. Yet, for the sake of the truth he believed in, Martin Luther stood firm in his convictions, ultimately sparking a protest that led to the birth of many Protestant churches today.
This is the same as believers who understand the pure truth of the LordJesus Christ. They are not only troubled by the world's wickedness but also by the impure teachings within the church. They feel distressed about the church's deviations and threatened by these deceptions. They see a tremendous danger in the lives of many people, and such individuals will struggle against it. Their struggles will be noticed by others, and they will be labeled as paranoid. Those who dare to proclaim the truth and thus oppose teachings that are contrary to the Bible, will be considered paranoid. They are seen as breaking away from conservative norms or existing traditions. And usually, this group will remain small because those who love the world and compromise with it far outnumber them.
Based on research and observations recognized as empirical facts, it has been found that those who suffer from paranoia have false beliefs—where they feel there is a threat—but also false beliefs where they think they possess a special ability or are an "important person." This will be permanently expressed in various actions they take. A diagnosis of such a mental condition is considered final when the behavior becomes permanent. They are deemed mentally ill because they believe they have a certain superiority or see themselves as important figures. Believers, too, may be perceived this way by those around them. This is because believers see themselves as children of God, destined to be glorified with Jesus Christ, members of the Kingdom of God, and heavenly nobility. And this belief will have a very real impact—their entire philosophy of life and behavior will certainly differ from those around them. With a conviction so strong that it is expressed in all their actions and conduct, this normal believers are considered abnormal or paranoid.
Many Christians do believe that they are children of God, destined to be glorified with Christ, and so on, but this belief often remains only in their minds—an intellectual agreement rather than a truth that truly grips their lives. So, it is no surprise that their "faith" has not yet permanently transformed their behavior. They merely express it in words or through worship songs. But in reality, they have not truly entered into the reality of what they claim to believe. Phrases like "My longing, my thirst is for You. When will I dwell there forever?" are only spoken from their lips. They sing "Oh, Jerusalem, the glorious city, my heart longs to be there," yet their actions do not reflect a true longing for Jerusalem. They do not demonstrate that they genuinely belong to heavenly nobility. If they still argue about money and fight over positions, it shows they have not yet experienced their reality as heavenly nobles whose value is more than the value of a presidential position on earth.
The question is, to what extent do we live it? Have we truly entered that realm? If someone claims to be a child of God, he must be like his Father. He must seriously strive to have a character like the Father, even though in doing so, he may still stumble and fall. But his efforts are maximal. As believers, we all acknowledge, "I am not perfect. I also struggle," but the real issue is that we are not giving our maximum effort. That is why we do not truly live our condition as children of the Heavenly Father. How can someone live themselves as children of God if they are not striving with all their strength to be like the Father? Christians with this kind of mindset do not truly have the mentality of children of God. They must still love the world. To them, the world is their harbor. They still enjoy the world. And yet, they may not even be rich in financial terms. Even if they are rich does not necessarily mean they can enjoy it. Unconsciously, such people actually consider heaven as a place of exile. When they die, they have no choice but to go there. But there is no longing for it.
THOSE WHO DARE TO PROCLAIM THE TRUTH AND THUS OPPOSE TEACHINGS THAT ARE CONTRARY TO THE BIBLE, WILL BE CONSIDERED PARANOID.

PARANOID - 02 Maret 2025
2025-03-02 18:23:46
Bagi orang pada umumnya, dunia adalah keindahan, sahabat, jawaban bagi kebutuhan jiwa mereka dan pelabuhan atau perhentian jiwa. Inilah irama dan naluri hidup manusia pada umumnya. Namun bagi orang percaya bisa sebaliknya. Ini yang disebut sebagai logika terbalik. Orang percaya bisa dianggap paranoid karena tidak sepaham dengan anak-anak dunia. Orang percaya yang benar yaitu mereka yang sungguh-sungguh mengenal kebenaran, akan mulai memandang kejahatan dunia itu luar biasa. Bahkan kemudian, dia menemukan adanya pengajaran-pengajaran di dalam banyak gereja yang bertentangan dengan apa yang Tuhan Yesus ajarkan. Hal ini akan sangat menggelisahkan hatinya. Nampak sekali bagaimana ia merasa terancam oleh keadaan ini, dan melihat ancaman bagi banyak orang. Tentu saja, ia bisa dipandang sebagai paranoid.
Seperti Martin Luther yang dianggap sebagai paranoid ketika ia menunjukkan kegelisahannya terhadap ajaran gereja pada waktu itu. Dia menyiksa diri, dia berjalan naik dengan lututnya. Karena dia berharap, lewat penderitaan itu dia berkenan kepada Tuhan, tetapi dia jujur mengakui bahwa dia tidak punya ketenangan. Sampai rahib dan uskup berkata, “Kamu aneh. Mestinya kamu sudah merasa sejahtera. Mestinya kamu sudah merasa tenang.” Sebab kesungguhan Martin Luther melebihi rahib-rahib pada umumnya. Namun, Martin Luther dengan kejujuran dan kepolosannya, menyadari bahwa ia belum ada di tempat yang benar di mata Tuhan. Sebagai biarawan muda, ia menunjukkan kegalauannya dengan mengadakan perlawanan kepada ajaran konservatif gereja yang sudah mengakar dalam gereja. Sebagai akibatnya, ia dianggap penyesat, pemberontak, pembelot gereja. Nyawanya pun sempat terancam, sehingga dia harus pergi dari satu tempat ke tempat lain untuk menyelamatkan dirinya. Akan tetapi demi kebenaran yang diyakininya, Martin Luther tetap pada pendiriannya, sehingga akhirnya bergulirlah protes yang melahirkan banyak gereja Protestan hari ini.
Hal ini sama dengan orang percaya yang memahami kebenaran yang murni dari Tuhan Yesus. Dia bukan hanya galau oleh kejahatan dunia, melainkan juga galau oleh pengajaran gereja yang tidak murni. Ia merasa galau terhadap gereja yang menyimpang, sehingga merasa terancam oleh penyesatan itu. Dia lihat ancaman yang begitu hebat dalam hidup banyak orang, dan orang-orang seperti ini akan menggeliat, dan geliatnya akan dibaca orang sehingga dia dianggap paranoid. Orang yang berani memberitakan kebenaran sehingga menentang pengajaran-pengajaran yang bertentangan dengan Injil, akan dianggap paranoid. Mereka dianggap keluar dari pola konservatif atau pola yang sudah ada. Dan biasanya kelompok ini tidak akan banyak. Sebab, orang yang mencintai dunia, yang kompromi dengan dunia, jauh lebih besar jumlahnya.
Berdasarkan penelitian dan observasi yang diakui sebagai fakta empiris, didapati bahwa penderita paranoid memiliki keyakinan palsu, dimana dia merasa ada ancaman, tetapi juga keyakinan palsu, dimana dia merasa memiliki satu kelebihan atau menjadi “orang penting." Hal ini akan terekspresi secara permanen dalam berbagai tindakan yang mereka lakukan. Diagnosis atas orang yang berkejiwaan seperti ini final kalau perilaku tersebut sudah permanen. Mereka dianggap menderita sakit jiwa karena merasa ada satu kelebihan dalam dirinya atau menjadi orang penting. Orang percaya pun bisa dipandang oleh orang di sekitarnya demikian. Sebab orang percaya merasa diri sebagai anak-anak Allah, akan dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus, anggota keluarga Kerajaan Allah, bangsawan-bangsawan surgawi. Dan keyakinan ini akan membawa dampak yang sangat nyata, dan seluruh filosofi hidup dan perilakunya pasti berbeda dengan orang di sekitarnya. Dengan keyakinan yang sangat kuat, yang terekspresi dalam seluruh tindakan dan perilakunya, orang percaya yang normal ini dianggap sebagai tidak normal atau paranoid.
Memang banyak orang Kristen memiliki keyakinan bahwa dirinya adalah anak-anak Allah, percaya akan dimuliakan bersama dengan Kristus, dan seterusnya, tetapi itu hanya keyakinan dalam pikiran atau semacam pengaminan akali, bukan sesuatu yang sungguh-sungguh mencengkeram hidupnya. Jadi, jangan heran kalau ‘percayanya’ itu belum merubah kelakuannya secara permanen. Dia hanya mengucapkan dalam kata-kata atau lantunan pujian. Namun sebenarnya mereka belum sungguh-sungguh masuk wilayah apa yang dipercayainya itu. Kalimat "rinduku, hausku akan Diri-Mu. Bilakah ku diam di sana selamanya," itu hanya di mulut saja. Ikut menyanyikan lagu "Oh, Yerusalem kota mulia, hatiku rindu ke sana," akan tetapi tingkah lakunya tidak menunjukkan kalau dia merindukan Yerusalem. Tidak menunjukkan dia sungguh-sungguh bangsawan surgawi. Kalau soal duit masih ribut, soal kedudukan masih berantem, itu berarti mereka belum menghayati realitasnya sebagai bangsawan surgawi yang nilainya lebih dari nilai jabatan seorang presiden di dunia.
Pertanyaannya, seberapa kita menghayati itu? Apakah kita sudah sungguh-sungguh masuk wilayah itu? Kalau seorang mengaku sebagai anak-anak Allah, ia harus seperti Bapanya. Dia harus serius berusaha memiliki karakter seperti Bapa, walaupun dalam usahanya itu dia masih jatuh bangun. Namun usahanya maksimal. Sebagai orang percaya, setiap kita pasti punya usaha dan juga mengaku, "Saya belum sempurna. Saya juga jatuh bangun," padahal masalahnya adalah karena kita tidak maksimal sehingga kita tidak menghayati keadaan kita sebagai anak-anak Bapa di surga. *Bagaimana seseorang bisa menghayati diri sebagai anak-anak Allah kalau tidak berusaha dengan sekuat tenaga menjadi seperti Bapa?* Mental orang Kristen seperti ini, bukanlah mental anak-anak Allah. Pasti mereka masih mencintai dunia. Dunia baginya adalah pelabuhan. Dia masih menikmati dunia. Padahal belum tentu dia juga kaya secara finansial. Kaya pun belum tentu dia bisa menikmati. Tanpa disadari, sebenarnya orang-orang seperti ini menganggap surga itu tempat pembuangan. Kalau sudah mati, mau tidak mau harus ke sana. Namun tidak ada kerinduan.
Tuhan Yesus memberkati
ORANG YANG BERANI MEMBERITAKAN KEBENARAN SEHINGGA MENENTANG PENGAJARAN-PENGAJARAN YANG BERTENTANGAN DENGAN INJIL, AKAN DIANGGAP PARANOID.

Bacaan Alkitab Setahun - 02 Maret 2025
2025-03-02 18:14:36
Bilangan 18-20

Truth Kids 01 Maret 2025 - ALLAH SELALU ADA UNTUK KITA
2025-03-02 18:04:59
Mazmur 46:1-2
”Untuk pemimpin biduan. Dari bani Korah. Dengan lagu: Alamot. Nyanyian. Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.”
Sobat Kids, pernahkah kalian melihat video burung betina dan jantan bergantian menjaga sarang untuk melindungi telur mereka? Atau bahkan ada yang lebih dari itu, contohnya seekor gurita betina selalu menjaga sarangnya ketika sudah selesai bertelur. Dia menjaga sarang tanpa henti bahkan tanpa makan, sampai telur-telur itu menetas. Hewan saja bisa mengasihi dan melindungi anak-anaknya dengan sedemikian rupa, apalagi Bapa kita yang di surga.
Seorang ayah tidak mungkin memberi batu kepada anak-anaknya yang meminta roti, kan, Sobat Kids? Allah tidak akan membiarkan kita sendirian. Ia tidak pernah tidur dan selalu bekerja, melindungi dan membawa kebaikan bagi anak-anak yang mengasihi Dia. Jadi, jangan takut dan gentar karena walaupun Allah tidak kelihatan oleh mata, Ia selalu ada menyertai dan menjaga kita. Tugas kita adalah tidak lupa akan kehadiran Tuhan di setiap langkah hidup ini. Teruslah menjadi anak-anak yang taat dan mengasihi Tuhan di mana pun kita berada dan bagaimanapun keadaan kita.

Truth Junior 01 Maret 2025 - TUHAN SELALU MENOLONG
2025-03-01 18:57:16
Mazmur 46:1-2
”Untuk pemimpin biduan. Dari bani Korah. Dengan lagu: Alamot. Nyanyian. Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.”
Halo, Sobat Junior! Apa kabarnya hari ini? Semoga dalam keadaan sehat dan penuh semangat, ya! Kali ini kita akan membahas tentang sebuah kebenaran yang sangat indah yang terdapat dalam Mazmur 46:1. Tahukah kamu bahwa Tuhan selalu ada untuk menolong kita, terutama saat kita merasa dalam kesulitan? Mari sama-sama kita bahas.
Bayangkan saat kamu sedang bermain di lapangan dan tiba-tiba hujan deras turun. Apakah yang biasanya kamu lakukan? Kamu mungkin segera mencari payung atau tempat berteduh, bukan? Sama seperti payung yang melindungi kita dari hujan, Tuhan juga selalu melindungi dan menolong kita saat kita menghadapi masalah, loh, Sobat Junior.
Sobat Junior, hidup kadang bisa terasa sulit. Mungkin kamu pernah merasa sedih karena bertengkar dengan teman, kecewa karena mainanmu rusak, atau takut saat menghadapi sesuatu yang baru. Di saat seperti itu, ingatlah bahwa Tuhan selalu ada bersama dengan kamu. Dia seperti Sahabat yang setia, siap menolong kapan saja. Yang perlu kita lakukan adalah berdoa dan percaya kepada-Nya. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Dia akan memberikan kekuatan dan keberanian untuk menghadapi apa pun yang terjadi.
Jadi, Sobat Junior, mulai hari ini, yuk kita belajar untuk tidak takut atau khawatir. Sebaliknya, kita bisa mengandalkan Tuhan dan percaya kepada Tuhan bahwa Dia adalah Penolong yang setia. Dengan begitu, kita akan merasa lebih tenang dan damai. Selamat menjalani hari ini dengan penuh sukacita! Tuhan memberkati.

Truth Youth 01 Maret 2025 (English Version) ROOTED IN CHRIST
2025-03-01 18:42:34
“So then, just as you received Christ Jesus as Lord, continue to live your lives in Him, rooted and built up in Him, strengthened in the faith as you were taught, and overflowing with thankfulness." (Colossians 2:6-7)
To grow a strong tree, it requires suitable soil and a long process of time. The taller the tree grows, the deeper its roots spread into the ground, penetrating through layers of soil with great strength. Trees can stand for decades or even centuries, becoming nearly impossible to uproot because their roots have grown so deep and firm in the earth. While the leaves and fruits of a tree change according to the seasons, its roots remain steadfast and unshaken. For example, in countries with four seasons, many trees shed their leaves in autumn, remain bare in winter, and regrow their foliage in spring and summer. However, the tree’s roots and trunk remain firmly in place.
Our life in Christ is just the same. As Colossians 2:6-7 states, since we have received Christ, we should be rooted and built up in Him, growing stronger in faith. Our lives must be planted in the right "soil"—which is Christ—so that we may grow deeper and stronger in Him. Like a sturdy tree, our spiritual growth should penetrate deeper into Christ, just as tree roots break through layers of soil. As our roots deepen, our trunk will grow taller, our branches will spread wide to provide shade, and our fruits will flourish abundantly, benefiting others and contributing to the well-being of the world. When our lives are deeply rooted in Christ, our faith will strengthen and become unshakable. Our lives will bear fruit for others, and if many of God's children live this way, they will bring the Kingdom of God to life here on earth.
If we are rooted in a firm foundation, our faith will remain steadfast and will not be easily swayed by the seasons of life. We can be like a tree that has stood for thousands of years—so deeply rooted that it cannot be moved. Let us strive to grow ever deeper in Christ so that nothing in this world can shake us.
WHAT TO DO:
A firm foundation is the key to a faith that is not easily influenced by the world.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Deuteronomy 23-25

Truth Youth 01 Maret 2025 - BERAKAR DALAM KRISTUS
2025-03-01 18:30:02
”Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.” (Kolose 2:6-7)
Untuk menanam pohon kayu yang kuat, diperlukan media tanah yang memadai dan proses waktu yang lama. Semakin tinggi pohon, akarnya semakin menjalar kuat ke dalam tanah, semakin kuat menembus lapisan-lapisan di bawah tanah. Pohon bisa berdiri sampai puluhan dan ribuan tahun, hingga begitu susah untuk dipindahkan, karena akarnya sudah begitu menjalar dan kuat dalam tanah. Walaupun tumbuh dedaunan pohon dan buahnya bergantung pada musim, tapi akarnya tetap kokoh dan kuat. Misal di negara 4 musim, banyak daun pohon berguguran pada saat musim gugur, saat winter tidak ada daun sama sekali, dan kembali bertumbuh saat musim semi dan musim panas. Tapi, akar dan batang pohon tetap berdiri tegak.
Sama seperti kehidupan kita dalam Kristus. Seperti yang Kolose 2:6-7 catat, bahwa kita telah menerima Kristus, hendaknya kita berakar dan dibangun dalam Kristus, dan tetap bertambah teguh dalam iman. Kehidupan kita harus tumbuh di ‘tanah’ yang tepat, yaitu dalam Kristus. Sehingga kita bisa semakin berakar dalam Kristus, semakin menjalar kuat ke dalam Kristus. Seperti pohon yang kuat, pertumbuhan akarnya akan mampu menembus lapisan-lapisan tanah. Dan saat ia semakin berakar, batangnya akan tumbuh semakin tinggi, daun-daun semakin rindang, meneduhkan jalan-jalan kota, buahnya bisa kita nikmati, dan dalam jumlah yang banyak, menjadi paru-paru dunia. Kehidupan kita yang semakin berakar dalam Kristus, akan menumbuhkan iman kita yang semakin kuat dan teguh, kehidupan kita semakin berbuah bagi sesama, dan jika banyak anak-anak Tuhan yang seperti itu, berarti bisa menghidupkan Kerajaan Allah sejak di bumi. Kalau kita berakar dalam dasar yang kokoh, iman kita pun semakin teguh dan tidak mudah digoyahkan oleh apa pun musim kehidupan kita. Kita bisa seperti pohon yang sudah ribuan tahun berdiri, hingga tidak bisa dipindahkan karena sudah begitu mengakar. Kita mau sepanjang hidup, semakin berakar hingga kita tidak lagi mudah digoyahkan oleh dunia.
WHAT TO DO:
Dasar yang kokoh adalah kunci iman kita tidak mudah dipengaruhi oleh dunia.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ulangan 23-25

Renungan Pagi - 01 Maret 2025
2025-03-01 18:21:52
Salah satu hal yang paling dibutuhkan setiap orang dalam hidup ini adalah kepastian, seringkali kepastian itu menjadi sesuatu yang paling sukar didapatkan oleh seseorang. Yesus itu cukup bagi kita, karena Dia adalah jaminan kepastian, sebab diatas kayu salib Yesus berkata, "Sudah selesai".
Segala harga dosa, harga kutuk dan penderitaan sudah diselesaikan oleh Yesus diatas kayu salib, karena itu tinggal mengimani dan praktekkan firman Tuhan didalam hidup kita, maka satu hal yang kita percaya bahwa kepastian akan menjadi jaminan didalam Kristus.

Quote Of The Day - 01 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-01 18:17:50
Salah satu ukuran bahwa kita bertumbuh dewasa adalah semakin tidak ada yang kita harapkan dalam hidup dan dunia ini.

Mutiara Suara Kebenaran - 01 Maret 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-03-01 18:15:12
Kalau kita tidak mengenal kebenaran murni, kita tidak akan menyadari bagaimana posisi kita di hadapan Tuhan.

MELALUI PERUBAHAN TERUS MENERUS - 01 Maret 2025
2025-03-01 18:08:15
Roma 12:2
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Kehidupan Tuhan Yesus dari kelahiran sampai kematian-Nya adalah kehidupan dengan logika terbalik. Allah Yang Maha Tinggi mengutus putra-Nya lahir di kandang binatang. Menyampaikan kebenaran tanpa pedang atau senjata, meraih kemuliaan dengan kehinaan mati di kayu salib. Cara berpikir Tuhan inilah yang harus menjadi cara berpikir orang percaya. Untuk itu, kita harus belajar dengan teliti apa yang diajarkan Tuhan Yesus dan kehidupan yang dikenakan-Nya. Jangan menjadikan Perjanjian Lama menjadi dasar pemikiran hidup Kristen kita. Perjanjian Lama harus menjadi dasar pemikiran awal saja, tetapi bukan episentrum atau pusat pusaran kebenaran. Para pembicara yang memanipulasi Alkitab, khususnya ayat-ayat dalam Perjanjian Lama, keluar dari konteksnya, tidak akan pernah menemukan kebenaran orisinal yang diajarkan oleh Tuhan Yesus Kristus. Mereka masih berstandar orang beragama, tidak berdiri atas kebenaran Injil yang murni.
Logika terbalik ini bisa terwujud dalam kehidupan orang percaya melalui perubahan terus-menerus, perubahan yang berkesinambungan tiada henti. Inilah yang dimaksud kata “perubahan” di dalam Roma 12:2, yang berasal dari kata metamorphoo (μεταμορφόω), kata kerjanya metamorphoo. Perubahan ini terjadi dalam pikiran (Yun. anakainosis tou noos ἀνακαίνωσις τοῦ νοός). Perubahan tersebut seperti proses perubahan metamorfosis. Jadi, kata metamorfosis pasti diambil dari bahasa Yunani. Perubahan dari telur menjadi ulat kecil, lalu menjadi ulat dewasa, kemudian jadi kepompong, sampai akhirnya menjadi kupu-kupu. Perubahan yang signifikan akan membuat seseorang mengalami penyimpangan pikiran. Penyimpangan pikiran artinya tidak seperti pikiran orang pada umumnya. Penyimpangan pikiran inilah yang dianggap sebagai kebodohan, bahkan dianggap sebagai ancaman bagi kehidupan normal.
Paulus menyebutkan di dalam 1 Korintus 1:18 dan 23, 1 Korintus 2:14 bahwa pemberitaan salib adalah kebodohan bagi dunia. Salib adalah simbol penderitaan, kesengsaraan, maka seseorang yang mengikut Tuhan Yesus pikul salib: “bodoh.” “Kenapa kamu ikut orang yang disalib? Kenapa kamu menjadi orang yang membuat dirimu sengsara?” Jadi, sampai tingkat tertentu orang yang benar-benar mengerti kebenaran Injil dan mengenakan kebenaran Injil, termasuk di dalamnya memikul salib seperti Paulus pasti dianggap gila oleh orang lain. Paulus itu dianggap gila, sama seperti Tuannya atau Majikannya, yaitu Tuhan Yesus, yang juga dianggap gila oleh orang-orang sezaman-Nya. Sebab apa yang diajarkan adalah logika terbalik. Seperti ayat yang mengatakan, “Serigala punya liang, burung punya sarang, Anak Manusia tidak punya tempat meletakkan kepala-Nya,” bukan hanya tidak wajar, tetapi bertentangan dengan naluri orang. Rata-rata orang mau menyelamatkan nyawa, tetapi ikut Tuhan Yesus malah kehilangan nyawa.
Kalau Injil yang diajarkan belum dianggap sebagai satu kebodohan dan belum dianggap sebagai ancaman bagi kehidupan normal atau wajar, itu belum kebenaran yang murni. Ajaran seperti ini menjadi ancaman bagi orang yang tidak mau diungsikan ke Kerajaan Allah untuk menjadi anggota keluarga Allah dan ancaman bagi mereka yang hanya mau menjadi orang baik-baik. Dalam hal ini pasti terjadi kompromi-kompromi di mana seseorang masih mau menikmati dunia, tujuan hidup atau telos-nya (τέλος) masih dunia. Akan tetapi kalau kita sungguh-sungguh, maka kita akan mencari kebenaran yang sesuai dengan cita rasa, naluri keilahian. Jadi, kalau pemberitaan Injil masih belum menjadi ancaman bagi kehidupan normal, berarti terjadi kompromi; dimana orang masih mau menikmati dunia dan tujuan hidupnya masih dunia. Padahal Tuhan Yesus sendiri mengatakan, “Di mana ada hartamu, di situ hatimu berada.” Memang sampai tingkat tertentu melalui proses metamorfosis (μεταμορφοῦσθε; metamorfosthe), orang percaya yang menyerahkan hidupnya bagi Tuhan dan hidup sesuai dengan Injil yang dikenakan oleh Tuhan Yesus—yaitu kehidupan yang dikenakan Tuhan Yesus—akan dianggap paranoid.
Kata ‘paranoid’ terdiri dari 2 kata, yaitu para (Παρά) yang merupakan sebuah preposisi dalam bahasa Yunani yang artinya beside dan noid (Νόια; noia), yang berarti knows, pikiran. Jadi paranoid artinya di samping pikiran atau penyimpangan pikiran. Memang dengan mendengar firman yang murni, kita akan dibawa kepada logika terbalik, akan terjadi paranoid, penyimpangan pikiran. Dalam Psikologi, kata ini memiliki konotasi yang sangat negatif, tetapi dalam kehidupan anak Tuhan justru kebalikan. Orang percaya yang benar, ketika mengenal kebenaran yang murni, maka ia akan menyadari betapa fasik dan jahatnya dunia. Kalau orang tidak mengenal kebenaran murni, dia tidak menyadari keadaan yang sesungguhnya dari dirinya dan keadaan orang di sekitarnya. Ketika Yesaya disentuh Tuhan, dia berkata, “Aku najis!” Dia baru sadar kenajisannya ketika ia membandingkan dirinya dengan kekudusan Allah. Dan dia berkata, “Aku tinggal di tengah-tengah orang yang najis bibirnya.”
Kalau kita tidak mengenal kebenaran murni, kita tidak akan menyadari bagaimana posisi kita di hadapan Tuhan. Namun orang yang mengenal kebenaran yang murni akan menyadari betapa fasik dan jahatnya dunia. Baginya, pengaruh dunia adalah ancaman bagi kemurnian iman kristiani. Reaksinya adalah mulai meninggalkan cara hidup anak-anak dunia yang tidak sesuai dengan kebenaran iman Kristen. Sikapnya terhadap dunia yang mulai resisten akan mudah sekali dilihat oleh orang-orang di sekitarnya.
Tuhan Yesus memberkati
LOGIKA TERBALIK INI BISA TERWUJUD DALAM KEHIDUPAN ORANG PERCAYA MELALUI PERUBAHAN TERUS-MENERUS, PERUBAHAN YANG BERKESINAMBUNGAN TIADA HENTI.

Bacaan Alkitab Setahun - 01 Maret 2025
2025-03-01 18:03:39
Bilangan 16-17

Bacaan Alkitab Setahun 28 Februari 2025
2025-03-01 18:01:40
Bilangan 11-15
Mazmur 60

Truth Kids 28 Februari 2025 - MENGUCAP SYUKUR
2025-02-28 20:35:04
1 Tesalonika 5:18
”Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
Yeay, akhirnya kita berada di hari terakhir bulan ini. Tuhan sudah menjaga kita selama satu bulan ini. Bulan ini kita sudah belajar mengenai blessed boundaries (aturan atau batasan-batasan yang memberkati kita). Aturan terkadang rasanya membatasi kita bergerak bebas. Namun, dengan adanya batasan dari Tuhan, kita jadi terjaga untuk tetap berada di jalan Tuhan.
Bersyukurlah untuk setiap aturan atau batasan-batasan yang dibuat untuk diri kalian, Sobat Kids. Itu tandanya orang tua dan Tuhan menyayangi dan peduli terhadap kalian. Justru kalian harus merasa was-was jika tidak ada batasan atau aturan dalam hidup kalian atau jika kalian dibiarkan sesuka hati dan kehendak kalian.
Batasan adalah bukti kasih Tuhan agar kita tetap berada dalam jalan-Nya. Bersyukurlah untuk batas-batas itu, karena di dalamnya ada berkat yang melimpah. Jadi mulai sekarang, berterimakasihlah kepada orang tua kalian jika diberikan batasan, itu tandanya mereka sayang kepada kalian.

Truth Junior 28 Februari 2025 - BERSYUKUR
2025-02-28 20:33:10
1 Tesalonika 5:18
”Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
Sudah sebulan ini kita belajar bersama mengenai blessed boundaries, batasan-batasan yang memberikan berkat. Sekilas, batasan-batasan yang ada tekesan memberikan kita larangan, membuat kita tidak bebas, atau tidak asyik. Namun, jika kita mau lihat lebih dalam, Tuhan memberikan batasan yang sesungguhnya bertujuan untuk menyelamatkan kita, Sobat Junior.
Batasan adalah bukti kasih Tuhan, agar kita tetap berada dalam jalan-Nya. Bersyukurlah untuk batas-batas itu, karena di dalamnya ada berkat yang melimpah. Apa yang menjadi kesulitan kalian dalam mengikuti batasan-batasan yang ditetapkan oleh Tuhan, Sobat Junior? Kalian dapat berdiskusi dengan orang tua kalian, guru Sekolah Minggu, atau mentor seiman kalian. Bicarakan dan carilah solusi untuk mengatasi kesulitan kalian tersebut. Pasti mereka akan mencoba membantu kalian untuk dapat mengatasi kesulitan tersebut. Kalau sampai kalian tidak mempunyai seorang pun untuk bertukar pendapat, berdoalah kepada Tuhan. Tuhan pasti akan memberikan kalian jalan keluar melalui hal-hal yang tidak terpikirkan oleh kita.
Tetap semangat untuk menjaga dan menjalankan batasan-batasan yang akan memberikan kalian berkat, ya, Sobat Junior! Dan ingatlah untuk selalu bersyukur atas batasan-batasan yang Tuhan berikan.

Truth Youth 28 Februari 2025 (English Version) - LOVE WITH BOUNDARIES
2025-02-28 20:36:08
"The second is this: 'Love your neighbor as yourself.' There is no commandment greater than these." (Mark 12:31)
Mark 12:31 reminds us to love our neighbor as ourselves. However, this love does not mean neglecting our own well-being or giving everything without limits. True love is wise—it builds up others and helps them grow, not enabling them to become dependent. Loving ourselves means taking care of our faith, health, and personal needs, so that we can be a blessing to others.
When we give—whether it's our time, attention, or material help—remember that our goal is to educate and empower. We can provide resources, guidance, or mentorship, but we shouldn't create dependency or do things for others that they need to learn to do for themselves.
Boundaries in love are a sign of mature love. By giving others the space to grow and take responsibility, we help them come to know God personally. Boundless love can become an obstacle, preventing others from learning to rely on God.
True love also directs others to spiritual maturity, so they can live independently in faith and responsibility. So, learn to love wisely, as it is the kind of love that truly reflects Christ’s love. With mature love, we not only become a blessing, but we also become tools God uses to build lives that grow in Him.
WHAT TO DO:
1. Learn to love wisely.
2. Always remember that love teaches.
*mBIBLE MARATHON:
▪︎ Deuteronomy 20-22

Truth Youth 28 Februari 2025 - KASIH DENGAN BATASAN
2025-02-28 20:24:59
”Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama daripada kedua hukum ini.” (Markus 12:31)
Markus 12:31 mengingatkan kita untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri. Namun, kasih ini tidak berarti kita mengabaikan diri kita atau memberikan segalanya tanpa batas. Kasih sejati adalah kasih yang bijaksana, yang membangun dan membawa orang lain untuk bertumbuh, bukan membuat mereka bergantung. Mengasihi diri sendiri berarti menjaga iman, kesehatan, dan kebutuhan pribadi, sehingga kita mampu menjadi berkat bagi orang lain. Ketika kita memberikan sesuatu entah itu waktu, perhatian, atau bantuan materi, ingatlah kita perlu melakukannya dengan tujuan mendidik dan memandirikan. Kita dapat memberikan modal, mendidik, atau membimbing, tetapi tidak untuk membuat orang tersebut manja atau menggantungkan hidup sepenuhnya kepada kita.
Batasan dalam kasih adalah tanda kasih yang dewasa. Dengan memberikan ruang bagi orang lain untuk bertumbuh dan bertanggung jawab, maka kita membantu mereka mengenal Tuhan secara pribadi. Kasih tanpa batasan justru bisa menjadi penghalang bagi orang lain untuk belajar bersandar kepada Tuhan.
Kasih yang sejati juga mengarahkan orang kepada kedewasaan rohani, sehingga mereka mampu hidup mandiri dalam iman dan tanggung jawab. Jadi, belajarlah untuk mengasihi dengan bijaksana, karena itu adalah bentuk kasih yang benar-benar mencerminkan kasih Kristus. Dengan kasih yang dewasa, kita tidak hanya menjadi berkat, tetapi juga menjadi alat Tuhan untuk membangun kehidupan yang bertumbuh dalam-Nya.
WHAT TO DO:
1.Belajar kasih yang bijaksana
2.Selalu tanamkan dalam pikiran bahwa kasih itu mendidik
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ulangan 20-22

Renungan Pagi - 28 Februari 2025
2025-02-28 18:04:12
Ketika kita membawa persembahan kepada Tuhan, belajarlah untuk memberi yang terbaik, bukan seperti memberi kepada tukang parkir, jadi kalau tidak punya respek, lebih baik jangan memberi.
Tuhan tidak akan menderita disorga kalau kita tidak memberi, Tuhan tidak membutuhkan, tetapi kitalah yang membutuhkan Tuhan, jadi harus tahu bahwa yang membutuhkan Tuhan adalah kita, bukan Tuhan yang butuh kita.

Quote Of The Day - 28 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-28 18:02:44
Kalau seseorang benar-benar percaya Allah itu ada, memiliki kekuatan dan kekuasaan yang tidak terbatas, mestinya ia bisa teduh dan tenang menghadapi segala keadaan hidupnya.

Mutiara Suara Kebenaran - 28 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-28 18:00:14
Lawan segala sesuatu dengan kesucian, maka kita menjadi kekasih Tuhan, dan tidak ada yang bisa lawan kita.

ONLY GOD IS ABSOLUTE - 28 Februari 2025 (English Version)
2025-02-28 17:57:35
Psalm 66:18 "If I had cherished sin in my heart, the Lord would not have listened."
A question arises: Does God hear our prayers when we are in a critical situation? If, in our daily lives, we don’t feel we are facing a crisis that compels us to pray, it may seem as though our prayers are not answered, as if they are not granted. So we must bring ourselves to a critical or crisis situation, which is why we pray. And should our prayers be for something that absolutely must be granted, because it is a matter of principle. What is the principle in our lives? There is nothing more principled in our lives than pleasing God. For a pastor, pleasing God is the map that will be seen when he is in the pulpit. If he is sincere in the pulpit every day, he must be sincere every day. If one is humble on the pulpit, he must be humble every day. Every word he says is salted by the word, so in his sermon his words are also salted by the word. If we have a dialogue with the Holy Spirit every day, then when we are in the pulpit there will be a continuous dialogue.
Therefore, our sense of urgency and crisis must be directed toward matters of principle—things that must be granted and that God will surely fulfill. Do not make anything else absolute, something that must be heard, answered, or granted—except for being pleasing before God. Other prayers may be answered, granted, or even left unanswered, and that is fine. But one request must be fulfilled: "Lord, I ask that my life be pleasing to You. I want to live a holy life, blameless and pure. I only want to bring joy to Your heart. Write my name in Your heart, Lord. Give me a place before You." Nothing else should be considered more important than this, let alone urgent. Otherwise, we would be disrespectful. What is always important and urgent is pleasing God—and that must always be our critical priority. Because sin can bring us down at any moment, anytime, anywhere.
Thus, we must always live with a sense of urgency and crisis. Do not consider anything else as absolute, critical, or urgent. The only thing that is truly important and urgent is pleasing God, not sinning, living a holy life, and always being in His favor. What people think of us does not matter. We await God's judgment, and we understand that this is the mystery of life. The road ahead may be foggy, but there is no need to question it—because God is within that fog. If life were governed by speculation and chance, then God would not be wise. But the God who created life is wise; He designed life with order. He created life perfectly. The real question is: Can we live life the right way or not?
Let us follow the lives of Abraham, David, Daniel, Shadrach, Meshach, Abednego, and the Lord Jesus. Do not take as examples those around us who still live by the standards of this world. God is wise in creating life. If we sincerely live in holiness—meaning we harbor no evil intentions—then God hears our prayers and will surely help us. If we have evil intentions, even before acting on them, our prayers will not be heard. We must fear sinning. And when we do, everything else will be added to us—without a doubt! God will never put us to shame. However, if we turn non-essential matters into essentials, we may end up with nothing at all. The truth is, if we ask for one thing, it will surely be granted. And if we receive this one thing, it means we have everything. What is that one thing? God.
We ask for God to dwell in us, and for us to dwell in Him—to walk with Him and delight in Him. That is what gives us all blessings. For we cherish and need God more than the air we breathe and the blood in our veins. God is more precious than our very lives. We should not feel inferior for not having a private car or an expensive bag. Our honor does not come from those things. Walking with God—that is our honor. That is the absolute and certain thing. And if we ask for it, it will surely be granted. That is what matters most.
Looking ahead, with so many responsibilities, burdens, and needs, life may seem covered in fog. But we must say, "God is in that fog. He will hold my hand. I will step into the fog, and I will see ahead. From a distance, the fog seems impenetrable, but as I walk into it, I find that I can still see ahead—and God’s hand is there. Do not worry. Fight everything with holiness, then we become God's lovers, no one will be able to stand against us. So, do not seek after other things as if they are what guarantee our security. The only absolute thing is God.
WHAT IS ALWAYS IMPORTANT AND URGENT IS PLEASING GOD-AND THAT MUST ALWAYS BE OUR CRITICAL PRIORITY.

YANG MUTLAK ITU HANYA TUHAN - 28 Februari 2025
2025-02-28 17:54:31
Mazmur 66:18
“Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar.”
Menjadi pertanyaan, apakah Tuhan mendengar doa di saat kita mengalami kritis? Kalau hari-hari kita tidak merasa memiliki sesuatu yang kritis yang karenanya kita menaikkan doa, rasanya tidak dijawab oleh Tuhan, rasanya tidak dikabulkan. Maka kita harus membawa diri kita ke suasana kritis atau krisis, yang karenanya kita menaikkan doa, dan doa itu harus sesuatu yang tidak bisa tidak harus dikabulkan, karena hal yang prinsip. Apa kira-kira yang prinsip di dalam hidup kita? Tidak ada hal yang paling prinsip dalam hidup kita selain berkenan di hadapan Tuhan. Kalau bagi pendeta, keberkenanan di hadapan Tuhan itu petanya akan kelihatan waktu di mimbar. Kalau tiap hari tulus di mimbar, pasti tulus tiap hari. Rendah hati di mimbar, pasti rendah hati tiap hari. Setiap perkataannya itu digarami oleh firman, maka di khotbah perkataannya juga digarami oleh firman. Kalau tiap hari berdialog dengan Roh Kudus, maka ketika di mimbar ada dialog terus menerus.
Jadi, perasaan kritis dan krisis itu harus kita bawa untuk hal yang prinsip, yang harus dikabulkan dan Tuhan pasti mengabulkan. Jangan membuat sesuatu itu mutlak harus didengar, harus dijawab, harus dikabulkan kecuali hal berkenan di hadapan Tuhan. Yang lain dijawab boleh, dikabulkan boleh, tidak dikabulkan juga tidak apa-apa. Tapi yang satu ini mesti dikabulkan: "Aku minta agar hidupku berkenan kepada Tuhan, aku mau hidup suci, tak bercacat, tak bercela, aku hanya mau menyenangkan hati Tuhan. Tulis namaku di hati-Mu, Tuhan. Beri aku tempat di hadapan-Mu." Yang lain jangan kita anggap penting lebih dari ini, apalagi mendesak. Kurang ajar jadinya kita. *Yang selalu penting dan mendesak adalah menyenangkan Tuhan, dan itu harus kita jadikan hal yang selalu kritis.* Karena dosa bisa menjatuhkan kita setiap saat, kapan saja, di mana saja.
Jadi, kita selalu ada dalam suasana kritis dan krisis. Jangan menganggap sesuatu itu absolut, mutlak, penting, mendesak. Yang penting dan mendesak hanya satu: menyenangkan Tuhan, tidak berbuat dosa, hidup suci, selalu berkenan di hadapan Allah. Orang menilai kita apa, terserah. Kita menunggu pengadilan Tuhan, dan kita tahu ini adalah rahasia kehidupan. Kita tahu jalan di depan itu berkabut, tapi tidak perlu tanda tanya karena Tuhan ada di dalam kabut itu. Kalau hidup ini dijalani dengan hukum spekulasi, hukum untung-untungan, maka Tuhan itu tidak cerdas. Padahal Allah yang menciptakan hidup ini cerdas, membuat hidup dengan tatanan. Tuhan menciptakan hidup itu sempurna. Masalahnya, kita bisa menjalani hidup dengan benar atau tidak?
Mari ikuti hidupnya Abraham, Daud, Daniel, Sadrakh, Mesakh, Abednego, dan Tuhan Yesus. Jangan mencontoh tetangga yang masih hidup dalam kewajaran anak dunia. Tuhan itu cakap menciptakan hidup. Dengan kesungguhan kita hidup dalam kesucian, artinya tidak ada niat jahat, maka Tuhan mendengar doa kita, dan Tuhan pasti menolong. Belum dilakukan, niat jahat saja doanya tidak didengar. Kita harus takut untuk berbuat dosa. Maka semua ditambahkan kepada kita. Pasti! Tuhan tidak akan mempermalukan kita. Tapi kalau yang tidak prinsip dijadikan prinsip, akhirnya malah kita tidak dapat apa-apa. Sebab pada dasarnya, kalau kita minta satu ini pasti dikabulkan. Dan kalau sudah dapat yang satu ini, berarti kita punya semuanya. Apa itu? Tuhan.
Kita minta Tuhan tinggal dalam kita, dan kita tinggal di dalam Dia, berjalan bersama Tuhan, menikmati Tuhan, itu yang membuat kita memiliki semua berkat. Sebab Tuhan kita hayati dan kita butuhkan lebih dari napas dan darah di tubuh kita. Tuhan lebih berharga dari nyawa kita. Kita tidak usah minder karena tidak naik mobil pribadi, atau tidak pakai tas mahal. Kehormatan kita bukan di situ. Berjalan bersama dengan Tuhan, itulah kehormatan kita. Itu adalah hal yang mutlak dan pasti. Dan kalau kita minta, pasti dikabulkan. Itu dulu yang penting.
Kalau kita melihat ke depan, dengan begitu banyak tanggung jawab, beban, dan begitu banyak kebutuhan, rasanya hidup berkabut. Tapi kita harus berkata, "Ada Tuhan di kabut itu. Dia akan pegang tanganku. Aku masuki kabut itu. Ternyata aku bisa melihat di depan. Kalau dari jauh kabut, tapi masuk kabut itu ternyata aku masih bisa lihat di depan, dan ada tangan Tuhan di sana.” Jangan khawatir. Lawan segala sesuatu dengan kesucian, maka kita menjadi kekasih Tuhan, dan tidak ada yang bisa lawan kita. Jadi, jangan kita mencari yang lain, seakan-akan kalau itu tidak terpenuhi, maka tidak aman, tidak terjamin. Yang mutlak itu hanya Tuhan.
Teriring salam dan doa,
Dr. Erastus Sabdono
YANG SELALU PENTING DAN MENDESAK ADALAH MENYENANGKAN TUHAN, DAN ITU HARUS KITA JADIKAN HAL YANG SELALU KRITIS.

Truth Kids 27 Februari 2025 - BANTAL PENJAGA
2025-02-27 20:21:17
Yesaya 26:
”Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.”
Sobat Kids, apakah kalian pernah melihat ranjang bayi? Biasanya di sekeliling ranjang bayi dipasangi bantalan. Bantalan itu akan menjagai bagian dalam ranjang, sehingga saat bayi mulai belajar bergerak, ia tidak terantuk pinggir ranjang yang keras. Bantal penjaga itu untuk melindungi kepala bayi agar tidak benjol, maupun anggota tubuh lainnya supaya tidak memar.
Tuhan juga memberikan bantal penjaga bagi kita, Sobat Kids. Tuhan memberikan batasan-batasan dalam hidup ini agar kita tidak "benjol." Saat kita belajar berjalan dalam firman Tuhan, terkadang kita terjatuh dalam dosa. Bantal penjaga kita bisa berupa orang tua, guru, kakak Sekolah Minggu, atau bahkan teman-teman. Mereka akan mengingatkan kita jika kita mulai melenceng dari jalan Tuhan.
Tuhan begitu sayang kepada kita, sehingga Ia memberikan orang-orang yang mengasihi kita untuk menjaga hati kita tetap teguh. Yuk, tetap dalam batasan Tuhan, maka kita tidak akan "benjol."

Truth Junior 27 Februari 2025 - KEBAKARAN HUTAN
2025-02-27 20:19:47
Yesaya 26:3
”Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.”
Saat musim kering atau kemarau yang panjang, biasanya banyak terjadi kebakaran hutan. Kebakaran hutan dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia. Salah satu cara tradisional untuk mengatasi kebakaran hutan yang belum begitu besar adalah dengan membuat batasan, biasanya berbentuk lingkaran. Penduduk setempat yang di tinggal di dekat hutan akan membuat batasan seperti galian tanah dengan bentuk lingkaran. Tujuannya api yang membakar hutan tersebut tidak akan merambat ke daerah lain di luar dari batasan tersebut, sehingga daerah di luar lingkaran akan aman dari si jago merah.
Sobat Junior, dalam kehidupan rohani, kita juga memiliki batasan seperti kondisi kebakaran hutan tersebut. Jika kita ada dalam lingkaran kebakaran tersebut, kita akan habis terbakar. Sama, jika kita ada di dalam lingkaran api dosa, kita akan habis terbakar. Ada batasan dimana kita harus berada di luar lingkaran api dosa, Sobat Junior. Ketika kita hidup dalam batasan yang Tuhan tetapkan, kita akan merasakan damai sejahtera. Tinggal di dalam rencana-Nya adalah tempat yang paling aman bagi kita.

Truth Youth 27 Februari 2025 (English Version) - IN CHRIST
2025-02-27 20:16:29
"For you died, and your life is now hidden with Christ in God." (Colossians 3:3)
Colossians 3:3 teaches that our life is hidden with Christ in God. However, we often find ourselves trapped in living according to the standards of others. We feel the need to meet their expectations, losing sight of the true identity that God desires for us. Sometimes, we treat others as “trophies” to be won, thinking that proving our worth is what matters most. As a result, we stray from the path that God has set for us. God doesn’t call us to live under the pressure of proving ourselves to the world. Instead, He invites us to live according to His calling, guided by His love and truth.
Listening to feedback and criticism is important, but we must be wise in discerning what builds our faith and what leads us away from God’s will. Remember, our standard is not what others think, but what God’s Word says. When we realize that our life is hidden in Christ, we are freed from the chains of worldly expectations. We no longer live to please people, but to please God. This is where we find our true identity—as children of God, loved by Him, and living only for His glory.
Live confidently in Christ, making Him the ultimate goal of your life. In Him, we don’t need to prove anything to the world because we are already priceless in His eyes.
WHAT TO DO:
1. Don’t live by the standards of others.
2. Commit your identity to God in prayer.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Deuteronomy 16-19

Truth Youth 27 Februari 2025 - TERSEMBUNYI DALAM KRISTUS
2025-02-27 20:12:40
”Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.” (Kolose 3:3)
Kolose 3:3 mengajarkan bahwa hidup kita tersembunyi bersama Kristus di dalam Allah. Namun, sering kali kita terjebak dalam hidup berdasarkan standar orang lain. Kita merasa harus memenuhi ekspektasi mereka, sehingga kehilangan jati diri sejati yang dikehendaki Tuhan. Bahkan, kita sering memperlakukan orang lain seolah-olah mereka adalah “trophy” yang harus diraih untuk membuktikan nilai diri kita. Akibatnya, kita terhilang dari jalur yang Tuhan tetapkan. Tuhan tidak memanggil kita untuk hidup dalam tekanan membuktikan diri kepada dunia. Sebaliknya, Dia mengundang kita untuk hidup sesuai panggilan-Nya, dengan standar kasih dan kebenaran-Nya.
Mendengarkan masukan dan kritik memang penting, tetapi kita perlu bijaksana dalam memilah mana yang membangun iman dan mana yang menjauhkan kita dari kehendak Tuhan. Ingatlah, standar kita bukanlah apa yang orang lain pikirkan, melainkan apa yang Tuhan firmankan. Ketika kita menyadari bahwa hidup kita tersembunyi dalam Kristus, maka kita akan bebas dari belenggu ekspektasi dunia. Kita tidak lagi hidup untuk menyenangkan manusia, tetapi untuk menyenangkan Tuhan. Dengan begitu, kita menemukan jati diri sejati kita yaitu anak-anak Allah yang dikasihi-Nya, yang hidup hanya untuk kemuliaan-Nya.
Hiduplah dengan percaya diri dalam Kristus, dan jadikan Dia satu-satunya tujuan hidup kita. Di dalam-Nya, kita tidak perlu membuktikan apa pun kepada dunia, karena kita sudah berharga di mata-Nya.
WHAT TO DO:
1.Jangan hidup dari standar orang lain
2.Perkarakan jati dirimu kepada Tuhan dalam doa
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ulangan 16-19

Renungan Pagi - 27 Februari 2025
2025-02-27 20:10:56
Tuhan akan mengangkat kita, bukan hanya pada waktu jatuh, tapi waktu difitnah orang, waktu direndahkan orang, ketika merasa gagal dan ketika merasa tidak mampu.
Ketika kita dihujat orang, tidak perlu membela diri atau berkecil hati, tetapi naikkanlah pujian dan syukur bagi Tuhan, karena Dia yang akan mengangkat dan Dia yang akan membela.
Alkitab berkata, "Orang yang merendahkan diri akan ditinggikan oleh Tuhan tetapi orang yang meninggikan diri akan direndahkan oleh Tuhan.

Bacaan Alkitab Setahun - 27 Februari 2025
2025-02-27 19:03:09
Bilangan 8-10

Quote Of The Day - 27 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-27 19:01:46
Memercayai Allah berarti menghentikan semua keinginan diri sendiri, cita-cita dari diri sendiri yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.

Mutiara Suara Kebenaran - 27 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-27 19:00:31
Jangan salah memetakan waktu. Biasanya, orang yang tidak memetakan waktu hidupnya pasti sembarangan.

THE COLOR OF GOD’S CHILDREN - 27 Februari 2025 (English Version)
2025-02-27 18:59:02
Romans 12:2 "Do not be conformed to this world, but be transformed by the renewing of your mind, so that you may discern what is God's will: what is good, what is pleasing to God and what is perfect."
How do we declare a war cry against the powers of darkness? First, don't commit any more sins. Second, stop desiring happiness in the world anymore. And thirdly, let's save souls. We diligently go to church, become church activists, even become pastors, but if we become the same color as the world, then Satan is not afraid! So we have to appear with different colors. Meanwhile, what the power of darkness does is color humans to become their brides. Romans 12:2 says, “Do not be conformed to this world,” meaning we must be conformed to Jesus, the color of the Son of God, the color of the Person who is not of this world. This is the color of the Son of God, the color of life in those whom Jesus declared as not of this world. With different colors, it means we are calling out a war cry.
While many people are colored by the world, and they feel comfortable with that color, because they feel they are not breaking the law, so they are good people, and still go to church. Some may even take part in ministry, let alone become pastors. But in the eyes of God, the color of the world is terrible. Our color must be the color of the Son of God, and that judgment must come from God. This is a threat to the power of darkness because it will influence and salt the world. While Satan also tries to color as many people as possible and drag them into eternal fire.
Let's start from ourselves. We must have the color of the Son of God. The Holy Spirit will help us so that we are truly the same color as Jesus, similar to Jesus. Meanwhile, the power of darkness will try to color humans. So the word of God reminds us, "Come out of her, my people ..." When? Right now. While we continue to struggle to separate ourselves from the world, we will also pull as many people as possible out of the mire of the world. How beautiful the day of life is, where we are not bound by sickness, or by something that can hinder our spiritual growth. Imagine being in prison or in a hospital, where we have no opportunity to build ourselves up. If right now we can go to church, we can pray in the morning, let's map out the time for that.
Do not mismap your time. People who fail to map out their time properly often live carelessly. Because their time leaks away on unnecessary things. Plan your time wisely so you do not get swept away by the world. We are grateful, we have a worship schedule, and we can also have a personal prayer time. Make use of these, especially if we can dedicate personal prayer time just as our Lord Jesus Christ did when He was in the flesh. Make use of these, especially if we can dedicate personal prayer time just as our Lord Jesus Christ did when He was in the flesh. Map your time and make our lives beautiful, because we have opportunities to be alone with God. It is impossible for us not to hear God's voice, it is impossible. We will get brilliant ideas. Surely God gives us wisdom, a heart that fears God, a heart that honors Him, and the beautiful thing is a heart that loves God. Do not wait until you "have more time" to seek God, because time is something we create, design, and map out ourselves.
Therefore, in our daily lives, we should not create any space for dialogue with the world. Even in our thoughts about something, we should not drift or sink. This applies to all of us. For example, thinking about our children's school fees, we must think about it and find a way out. But, don't grip it until we are stressed. After thinking about it, we say, "God, open the way. What should I do?" That's it. Don't grip our minds with life's problems, especially if it interferes with our relationship with God.
Let’s make this a way of life, until meeting God becomes the rhythm of life. We should cultivate the Kingdom of Heaven as our habitat which we present in our lives. Do not bring the habitat of the world into our lives with spectacles and wrong habits of life. Instead, build and create a habitat for the Kingdom of God in our lives. The Word of God says, "Go," does not mean we isolate ourselves in a place where we are not met by people. "Go" means we are not tied to all the pleasures of the world, even though we live in the midst of this world.
"DO NOT BE CONFORMED TO THIS WORLD", MEANS WE MUST BE SIMILAR TO JESUS, THE COLOR OF THE SON OF GOD, THE COLOR OF THE PERSON OF GOD WHO IS NOT OF THIS WORLD.

WARNA ANAK ALLAH - 27 Februari 2025
2025-02-27 18:24:44
Roma 12:2
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Bagaimana kita menyerukan pekik perang terhadap kuasa kegelapan? Pertama, jangan lakukan dosa lagi. Kedua, jangan ingini kebahagiaan di dunia lagi. Dan yang ketiga, ayo kita selamatkan jiwa. Kita rajin ke gereja, jadi aktivis gereja, bahkan jadi pendeta, tapi kalau kita menjadi sewarna dengan dunia, maka setan tidak takut! Maka kita harus tampil dengan warna beda. Sementara yang dilakukan oleh kuasa kegelapan adalah mewarnai manusia supaya menjadi mempelainya. Roma 12:2 mengatakan, “Jangan serupa dengan dunia ini,” artinya kita harus serupa dengan Yesus, warna Anak Allah, warna Pribadi yang bukan berasal dari dunia ini. Itu adalah dari Anak Allah, warna kehidupan dari orang-orang yang dikatakan Tuhan Yesus adalah bukan dari dunia ini. Dengan warna yang berbeda, artinya kita menyerukan pekik perang.
Sementara banyak orang berwarna dunia, dan mereka merasa nyaman dengan warna itu, karena merasa tidak melanggar hukum, jadi orang baik-baik, dan masih ke gereja. Bahkan mungkin masih mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan, apalagi menjadi pendeta. Tetapi di mata Tuhan, warna dunia itu mengerikan. Warna kita harus warna Anak Allah, dan penilaian itu harus dari Tuhan. Ini menjadi ancaman kuasa kegelapan sebab ini akan mempengaruhi dan menggarami dunia. Sementara Iblis juga berusaha mewarnai manusia sebanyak mungkin dan menyeretnya ke dalam api kekal.
Mari kita mulai dari diri kita sendiri. Kita harus memiliki warna Anak Allah. Roh Kudus akan menolong kita agar kita benar-benar sewarna dengan Yesus, serupa dengan Yesus. Sementara, kuasa kegelapan akan berusaha mewarnai manusia. Maka firman Tuhan ingatkan, “Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari padanya ...” Kapan? Sekarang ini. Sementara kita terus berjuang untuk memisahkan diri dari dunia, kita juga akan menarik sebanyak mungkin orang keluar dari kubangan dunia. Betapa indahnya hari hidup, di mana tidak terikat oleh sakit penyakit, atau oleh sesuatu yang bisa menghambat pertumbuhan rohani kita. Bayangkan kita di penjara atau di rumah sakit, di mana kita tidak punya kesempatan untuk membangun diri. Kalau saat ini kita bisa ke gereja, bisa doa pagi, ayo petakan waktu untuk itu.
Jangan salah memetakan waktu. Biasanya, orang yang tidak memetakan waktu hidupnya pasti sembarangan. Sebab waktunya bocor untuk hal yang tidak perlu dilakukan. Petakan waktu supaya kita tidak hanyut oleh dunia ini. Kita bersyukur, kita memiliki jadwal ibadah, dan kita bisa juga memiliki jam doa pribadi. Lakukan itu, apalagi kalau kita bisa punya waktu doa pribadi seperti Yang Mulia Tuhan kita Yesus Kristus lakukan waktu masih mengenakan tubuh daging. Petakan waktu dan jadikan hidup kita indah, karena kita memiliki peluang-peluang untuk menyendiri dengan Tuhan. Tidak mungkin kita tidak mendengar suara Tuhan, tidak mungkin. Kita akan mendapatkan ide-ide yang cemerlang. Pasti Tuhan memberi kita hikmat-hikmat, hati yang takut akan Allah, hati yang menghormati Dia, dan yang indah, hati yang mencintai Tuhan. Jangan menunggu punya banyak waktu baru kita mencari Tuhan. Sebab waktu itu kita yang ciptakan, kita yang desain, kita yang petakan.
Makanya, dalam kehidupan setiap hari tidak boleh ada ruangan yang kita buat untuk berdialog dengan dunia. Kita memikirkan sesuatu saja, tidak boleh sampai hanyut atau tenggelam. Ini berlaku bagi semua kita. Misalnya, memikirkan uang sekolah anak, harus dipikirkan dan cari jalan keluarnya. Tapi, jangan mencengkeram sampai stres. Sudah dipikirkan lalu berkata, "Tuhan, bukalah jalan. Apa yang harus kulakukan?" Sudah. Jangan mencengkeram pikiran kita dengan masalah hidup, apalagi jika sampai mengganggu hubungan kita dengan Tuhan.
Ayo kita lakukan ini, sampai bertemu dengan Tuhan menjadi irama hidup. Kita punya habitat Kerajaan Surga, yang kita hadirkan dalam hidup kita. Jangan membawa habitat dunia di dalam hidup kita dengan tontonan dan kebiasaan-kebiasaan hidup yang salah. Tapi bangunlah, ciptakan habitat Kerajaan Allah di dalam hidup kita. Firman Tuhan mengatakan, “Pergilah,” bukan berarti kita menyepi di tempat di mana kita tidak dijumpai orang. “Pergilah” berarti kita tidak terikat dengan segala kesenangan dunia, walaupun kita hidup di tengah-tengah dunia ini.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
“JANGAN SERUPA DENGAN DUNIA INI,” ARTINYA KITA HARUS SERUPA DENGAN YESUS, WARNA ANAK ALLAH, WARNA PRIBADI ALLAH YANG BUKAN BERASAL DARI DUNIA INI.

Bacaan Alkitab Setahun - 27 Februari 2024
2025-02-27 18:18:12
Bilangan 8-10

Truth Youth 26 Februari 2025 - LUPAKAN, KEJAR, MENANG
2025-02-26 18:25:43
”Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus.” (Filipi 3:13-14)
Filipi 3:13-14 mengingatkan kita untuk meninggalkan masa lalu dan fokus mengejar tujuan surgawi dalam Kristus. Ini menjadi dorongan bagi kita yang sedang berjuang mengubah rutinitas hidup. Misalnya, saat berdoa terasa berat, kita perlu memaksa diri untuk berkomitmen meski awalnya terasa seperti kewajiban. Proses ini lambat laun menjadi kebutuhan.
Begitu juga dengan overthinking. Mengubah pola pikir dari negatif menjadi positif adalah perjuangan, namun dengan belajar menyerahkan kekhawatiran kepada Tuhan, maka kita bisa menikmati kedamaian. Mengonsumsi lebih banyak hal rohani, seperti membaca firman, mendengarkan lagu pujian, atau berdoa yang dapat menguatkan iman dan memperbarui cara pandang kita.
Perubahan ini bukan hanya berdampak pada diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Ketika hati kita diubahkan, kasih Kristus mengalir dalam setiap tindakan kita. Kita berhenti bersikap oportunis atau hanya mencari keuntungan pribadi. Sebaliknya, kita mulai memperhatikan kebutuhan sesama dengan tulus.
Dengan melupakan yang di belakang dan mengejar yang di depan, berarti kita bergerak menuju panggilan Tuhan yang mulia. Perjalanan ini tidak mudah, tetapi setiap langkah akan membawa kita lebih dekat kepada-Nya, sekaligus memampukan kita untuk mengasihi dengan benar.
WHAT TO DO:
1.Menetapkan fokus
2.Mengubah rutinitas menjadi positif
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ulangan 12-15

Renungan Pagi - 26 Februari 2025
2025-02-26 18:21:21
Hari-hari ini fitnah sudah menjadi hal yang biasa, bahkan yang lebih parah, fitnah dijadikan strategi untuk kemajuan, ada orang karena ingin maju, rela memfitnah orang lain.
Bagi kita jangan sampai memfitnah siapapun, sebab memfitnah adalah kejahatan dihadapan Tuhan dan pemfitnah tidak ada tempat dalam kerajaan sorga.
Kita boleh saja aktif dalam pelayanan, tetapi kalau dalam hidup keseharian melakukan fitnah dan jangan biarkan hidup kita dipakai setan untuk mendatangkan perpecahan bagi banyak orang.

Quote Of The Day - 26 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-26 18:15:07
Iman percaya kita harus memiliki isi, yaitu ketaatan.

Mutiara Suara Kebenaran - 26 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-26 18:13:00
Lebih dari segala sesuatu yang dapat kita peroleh dalam hidup ini adalah menemukan Tuhan dan dalam hubungan yang benar dengan Tuhan.

NOW! - 26 Februari 2025 (English Version)
2025-02-26 18:08:41
Revelation 18:4-5
"Then I heard another voice from heaven say: 'Come out of her, my people, so that you will not share in her sins, so that you will not receive any of her plagues. For her sins are piled up to heaven, and God has remembered her crimes.'"
Believe what the Word of God says—that more than anything we can attain in this life, the most important thing is to find God and have a right relationship with Him. Before we lose the opportunity to find God and walk in a true relationship with Him, this truth must deeply stir our souls. Because one day, when we realize that all we need is God, we cannot pretend to be close to Him. We must already be close and intimate with Him while we are still living on this earth, throughout our days, until we take our last breath. Right now, the world is entering a time of sifting and separation. The wicked will continue in their wickedness, while the holy will be sanctified. The world will experience a division—evil will reach its fullness, but so will holiness.
So, we cannot be in neutral territory. We must have integrity or we must have positioning. What we read here is a picture of the end of the world. One day, this world will become a lake of fire (Greek. limne to puros), and those who do not fear God and live in sin will be in this lake of fire. But those who are worthy to be the people of God, who are worthy to be the bride of the Lord Jesus, will be caught up to the new heaven and the new earth. Notice what it says in this word, “Come out of her, my people, that you may not share in her sins and that you may not receive of her plagues.”
Don't let ourselves fall into the trap of this world, let alone be unable to free ourselves. Don't think that one day, we will be serious and able to escape from the shackles of the world. It is like someone suffering from a chronic illness—if it had been diagnosed 20 years earlier, it could have been treated. But now, it is beyond saving because the heart has already hardened. This is the point of no return. Remember, Judas was warned by the Lord once, twice, three times—until the final moment. The Bible records that Satan whispered to Judas, and Judas could hear him. It was not the Holy Spirit whispering—it was Satan. Judas had become deaf to the voice of the Holy Spirit, and he was lost. Even though Judas knew he was wrong, he could no longer repent.
So, “Go, my people, go…” When is that? Now. Don’t think that there will be a time later when we can be serious; —“One day I will repent, go to church, pray every morning, live a holy life, and even serve God. But later.” The devil will always try to make us delay what we should be doing now. Do not assume that the decision you make later will be the same as the decision you make today. It will not be the same. That is why the Word of God says, “If you hear the voice of the LORD today, repent.” We must have the courage to separate ourselves from the world. Let us not be swept away by anything or anyone in this world. Instead, let us be carried away in the Lord.
Satan also targets us to keep us from being immersed in God. Sometimes, even busyness in ministry can make us forget to be truly connected with God. This is difficult and challenging. That is why we need to map out our time each day—what we must do daily. We must be intentional about this. Do not take it lightly or underestimate it. Plan your day, what you must do daily, even hour by hour. Do not let your eyes see things that are not appropriate. Do not let your ears hear things that are not appropriate. Do not engage in conversations with people who do not bless you—unless your intention is to be a blessing to them. Even in hobbies or pleasures, do not entertain anything that God does not delight in.
Paul says in 1 Corinthians 6:12, “Everything is permissible for me, but not everything is beneficial. Everything is permissible for me, but I will not be mastered by anything.” It may be allowed, but if it does not benefit our spiritual growth, then avoid it. It may not break the law, but if it becomes a bondage, then it is still a no. Because we should only be bound to God. If we do not start breaking free from worldly attachments now, then at some point, we will no longer be able to escape from them. Do not assume that your spiritual state in the future will be the same as it is today. Right now, there is still a chance to break free—there is still a desire to go to church, to pray. But one day, if we become spiritually frozen—if our spiritual life hardens like cirrhosis of the liver—then we will no longer have the desire to seek God. We will no longer have the strength to lift our heads to look at Him. And it was designed by Satan. Come on, immediately separate ourselves from this world.
WE MUST BE CLOSE AND INTIMATE WITH GOD WHILE WE ARE STILL LIVING ON THIS EARTH, THROUGHOUT OUR DAYS, UNTIL WE TAKE OUR LAST BREATH.

SEKARANG - 26 Februari 2025
2025-02-26 18:06:20
Wahyu 18:4-5
“Lalu aku mendengar suara lain dari surga berkata: "Pergilah kamu,
hai umat-Ku, pergilah dari padanya supaya kamu jangan mengambil bagian
dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-
malapetakanya. Sebab dosa-dosanya telah bertimbun-timbun sampai ke langit,
dan Allah telah mengingat segala kejahatannya.”
Percayalah apa yang dikatakan firman Tuhan, bahwa lebih dari segala sesuatu yang dapat kita peroleh dalam hidup ini adalah menemukan Tuhan dan dalam hubungan yang benar dengan Tuhan. Maka sebelum kita kehilangan kesempatan untuk menemukan Tuhan dalam hubungan yang benar dengan Dia, hal ini harus benar-benar menggetarkan jiwa kita. Sebab ketika suatu saat nanti ternyata yang kita butuhkan hanya Tuhan, kita tidak bisa sok akrab, sok dekat dengan Tuhan. Kita harus akrab dan dekat sejak kita hidup di bumi dan menjalani hari-hari hidup kita, sampai kita menutup mata. Dan saat ini dunia sedang masuk dalam masa penampian dan pemisahan. Di mana orang fasik akan berlaku fasik, tapi orang kudus akan dikuduskan. Dunia akan mengalami pemisahan. Kejahatan akan dimatangkan, tapi kesucian juga akan dimatangkan.
Jadi, kita tidak bisa ada di daerah netral. Kita harus memiliki integritas atau kita harus memiliki posisi (Ingg. positioning). Apa yang kita baca ini adalah gambaran dari akhir dunia. Suatu hari nanti, dunia ini akan menjadi lautan api (Yun. limne to puros), dan orang-orang yang tidak takut akan Allah yang hidup dalam dosa akan ada di lautan api ini. Tetapi orang-orang yang layak menjadi umat Allah, yang layak menjadi mempelai Tuhan Yesus, akan diangkat ke langit baru dan bumi baru. Perhatikan apa yang dikatakan di dalam firman ini, “Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah dari padanya supaya kamu jangan mengambil bagian dalam dosa-dosanya, dan supaya kamu jangan turut ditimpa malapetaka-malapetakanya.”
Jangan sampai kita membiarkan diri masuk dalam perangkap dunia ini, apalagi sampai tidak dapat melepaskan diri. Jangan berpikir bahwa suatu hari nanti, kita akan sungguh-sungguh dan bisa terlepas dari belenggu dunia. Ibarat orang yang sakit kronis, seandainya 20 tahun yang lalu keadaan penyakit sudah diketahui, maka masih bisa diselamatkan. Tapi sekarang sudah tidak bisa diselamatkan, karena hatinya sudah mengeras. Ini sama dengan titik tidak balik, point of no return. Ingat, Yudas diperingatkan Tuhan sekali, dua kali, tiga kali, dan terakhir. Alkitab mencatat bahwa Iblis berbisik kepada Yudas, sampai dia bisa mendengar. Iblis berbisik, bukan Roh Kudus yang berbisik. Dia sudah tuli terhadap suara Roh Kudus, dan Yudas terhilang. Walaupun Yudas tahu dirinya salah, tapi tidak bisa bertobat.
Jadi, “Pergilah kamu, hai umat-Ku, pergilah ...” Kapan itu? Sekarang. Jangan berpikir kalau nanti ada waktu di mana kita bisa sungguh-sungguh; “Nanti aku mau bertobat, ke gereja, berdoa tiap pagi, hidup suci, kalau bisa bahkan melayani Tuhan, nanti.” Setan akan berusaha membuat kita menunda apa yang kita harus lakukan sekarang. Jangan berpikir keputusan nanti sama dengan keputusan hari ini. Tidak akan sama. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, "Jika engkau mendengar suara TUHAN hari ini, bertobatlah kamu.” Maka kita harus berani memisahkan diri dari dunia. Jangan kita hanyut oleh siapa pun dan apa pun dari dunia ini. Tetapi marilah kita hanyut di dalam Tuhan.
Setan juga menarget supaya kita tidak hanyut dengan Tuhan. Bisa saja dengan kesibukan pelayanan sehingga kita lupa hanyut dengan Tuhan. Ini memang berat dan sulit. Maka kita harus memetakan waktu kita setiap hari, apa yang harus kita lakukan setiap hari. Tidak boleh tidak, kita harus memetakan. Dan jangan anggap ini hal ringan, jangan remehkan. Petakan hari kita, apa yang kita harus lakukan hari lepas hari, bahkan dari jam ke jam. Jangan beri kesempatan mata kita melihat apa yang tidak patut, dan jangan biarkan telinga kita mendengar apa yang tidak patut. Jangan berdialog dengan orang yang tidak membuat kita terberkati, kecuali kita mau memberkati orang itu. Bahkan jangan punya hobi atau kesenangan apa pun yang Tuhan tidak ikut menikmatinya.
Paulus mengatakan dalam 1 Korintus 6:12, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi tidak semua berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba.” Boleh, tapi jika tidak berguna untuk pertumbuhan iman kita, jangan. Sepertinya tidak melanggar hukum, tetapi kalau menjadi ikatan, juga jangan. Sebab kita harus terikat dengan Tuhan. Kalau kita tidak mulai sekarang melarikan diri dari ikatan-ikatan dunia, maka sampai titik tertentu kita tidak akan bisa keluar dari kubangan itu. Jangan kita ukur keadaan kita nanti seperti keadaan sekarang. Sebab keadaan kita sekarang, masih ada kemungkinan untuk keluar, masih ada hasrat ke gereja, hasrat berdoa. Tapi suatu saat, kalau kita menjadi beku, kehidupan rohani kita mengalami serosis, maka kita tidak akan punya kerinduan mencari Tuhan. Kita tidak sanggup mengangkat kepala memandang Tuhan. Dan itu memang dirancang oleh Iblis. Ayo, segera pisahkan diri kita dari dunia ini.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA HARUS AKRAB DAN DEKAT DENGAN TUHAN SEJAK KITA HIDUP DI BUMI DAN MENJALANI HARI-HARI HIDUP KITA, SAMPAI KITA MENUTUP MATA.

Bacaan Alkitab Setahun - 26 Februari 2025
2025-02-26 18:01:29
Bilangan 7

Truth Kids 25 Februari 2025 - DONGENG VS ALKITAB
2025-02-25 18:18:45
2 Timotius 4:3-4
”Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”
Indonesia memiliki kebudayaan yang bermacam-macam, sesuai dengan asal daerahnya. Salah satu kebudayaan yang dimiliki masing-masing daerah adalah dongeng. Dongeng adalah cerita karangan manusia, tidak benar-benar terjadi. Biasanya dongeng ingin mengajarkan kebaikan bagi anak-anak. Sebut saja dongeng "Si Kancil Pencuri Ketimun" dan "Malin Kundang." Kalau Sobat Kids tidak tahu kisah dongeng tersebut, kalian bisa meminta orang tua untuk menceritakannya, ya.
Sebagai anak-anak Allah, kita memiliki Alkitab yang penuh dengan cerita. Berbeda dengan dongeng, semua cerita yang ada di Alkitab adalah peristiwa yang benar-benar terjadi. Kisah di Perjanjian Lama sudah lama terjadi dan ada bukti sejarahnya. Firman Tuhan yang ada di dalam Alkitab mengajarkan kita kebenaran yang sesungguhnya. Jangan terpengaruh dengan berita atau cerita yang tidak benar mengenai Tuhan. Kembalilah kepada ajaran yang ada di dalam Alkitab. Sobat Kids bisa berdoa terlebih dahulu agar dapat mengerti kebenaran yang ada di dalam Alkitab.

Truth Junior 25 Februari 2025 - BENAR-BENAR BENAR
2025-02-25 18:14:50
2 Timotius 4:3-4
”Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng.”
Sobat Junior, kalian lahir di zaman teknologi yang sudah maju. Banyak sekali pilihan media sosial yang ditawarkan oleh dunia, baik secara audio maupun audio visual. Begitu banyak informasi yang kalian dapatkan di dunia maya. Dalam hitungan detik, kita bisa mendapatkan informasi yang kita cari.
Dengan kemajuan zaman dan kemudahan informasi di sosial media, sebenarnya kalian dihadapkan pada tantangan yang luar biasa hebat, Sobat Junior. Kalian bisa mendengarkan dan melihat yang kalian mau. Jika ada yang kurang ataupun tidak menarik untuk kalian, tinggal gerakkan jari kalian untuk menggesernya dari layar gawai kalian.
Tuhan mengingatkan kita untuk berhati-hati terhadap ajaran yang salah. Firman-Nya adalah batas yang memandu kita untuk tetap berada dalam kebenaran. Kalau di smartphone kita dapat memilih tayangan yang menarik, tetapi di Alkitab kita tidak dapat memilih ayat yang menarik atau memberi berkat bagi kita saja. Kita harus mengikuti semua perintah Tuhan yang ada di dalam Alkitab. Jangan hanya mencari pengajaran yang enak di telinga kita, yang memuaskan keinginan telinga kita, tetapi carilah kebenaran firman Tuhan yang benar-benar benar.

Truth Youth 25 Februari 2025 (English Version) - LOVED FIRST
2025-02-25 18:10:43
"We love because He first loved us." (1 John 4:19)
Today's reading comes from 1 John 4:19: "We love because He first loved us." This verse reminds us that love is not something we invented ourselves, but it comes from God. Because He loved us first, we are invited to share that love with others, especially with our friends, family, and those in need of support.
When we realize that we are loved unconditionally, we can learn to appreciate both ourselves and others more sincerely. Sometimes, we may feel undeserving of love because of our mistakes or weaknesses. Yet, God still accepts us as we are. He invites us to rise from our failures, improve ourselves, and continue walking in His love.
God's love not only makes us feel accepted, but it also encourages us to become more sensitive to the needs of those around us. For example, we can start with small actions, like listening to a friend’s struggles, offering encouragement, or helping those who are going through a tough time. These simple actions reflect God's great love.
Sometimes, we might think that we’re not ready to love others because we’re still dealing with our own issues. However, love truly grows when we give it. Believe that God will help and guide us to love sincerely. Through God’s love, we can build strong relationships, forgive, and accept one another, just as God has accepted us.
When we understand how real God’s love is, we no longer feel alone. His love empowers us to keep moving forward, face the future with courage, and be a blessing to others who are in need of hope in difficult times.
WHAT TO DO:
1. Invite a friend to talk and listen to their struggles sincerely.
2. Take time to pray for those who are going through tough times.
3. Offer simple help to those around you who need it.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Deuteronomy 9-11

Truth Youth 25 Februari 2025 - LOVED FIRST
2025-02-25 18:08:25
”Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.” (1 Yohanes 4:19)
Bacaan kita hari ini diambil dari 1 Yohanes 4:19: “Kita mengasihi karena Allah lebih dulu mengasihi kita.” Ayat ini mengingatkan bahwa kasih bukanlah ide yang kita ciptakan sendiri, tapi berasal dari Allah. Karena Dia terlebih dahulu mengasihi kita, kita pun diajak untuk membagikan kasih itu kepada orang lain, terutama teman-teman, keluarga, dan orang-orang yang membutuhkan dukungan.
Saat kita sadar bahwa kita dikasihi tanpa syarat, maka kita bisa belajar menghargai diri sendiri dan orang lain dengan lebih tulus. Kadang, kita merasa tidak pantas mendapat kasih karena kesalahan atau kelemahan kita. Namun, Allah tetap menerima kita apa adanya. Dia mengundang kita untuk bangkit dari kegagalan, memperbaiki diri, dan terus berjalan dalam kasih.
Kasih Allah tidak hanya membuat kita merasa diterima, tetapi juga mendorong kita agar lebih peka terhadap kebutuhan orang di sekitar kita. Misalnya, kita bisa mulai dengan hal-hal kecil seperti mendengarkan curhat teman, memberikan semangat, atau membantu mereka yang sedang kesulitan. Tindakan-tindakan sederhana itu menjadi cerminan kasih Allah yang besar.
Terkadang, kita mungkin berpikir kalau kita belum siap untuk mengasihi orang lain karena masih berjuang dengan masalah pribadi. Namun, kasih itu sejatinya tumbuh ketika kita melakukannya. Percayalah bahwa Allah akan menolong dan menuntun kita untuk mengasihi dengan tulus. Melalui kasih Allah, kita dapat membangun hubungan yang kokoh, mengampuni, dan menerima satu sama lain, sebagaimana Tuhan sudah menerima kita.
Ketika kita mengerti bahwa kasih Allah begitu nyata, maka kita tidak lagi merasa sendirian. Kasih-Nya memampukan kita untuk terus maju, berani menghadapi masa depan, dan menjadi berkat bagi sesama yang membutuhkan pengharapan di masa sulit.
WHAT TO DO:
1. Ajak seorang teman mengobrol dan dengarkan keluh kesahnya dengan tulus.
2. Sempatkan berdoa bagi orang yang sedang bergumul.
3. Berikan bantuan sederhana kepada orang di sekitar yang membutuhkannya.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ulangan 9-11

Renungan Pagi - 25 Februari 2025
2025-02-25 18:01:45
Orang rajin yang selalu punya kerinduan untuk menjadi pelaku-pelaku firman yang setia, orang yang rajin tidak bisa berdiam diri saja, karena selalu melihat kesempatan untuk berbuat sesuatu.
Kalau kita malas, tidak mendapat apa-apa dan tidak menjadi berkat, bahkan menjadi pergunjingan orang lain, itulah sebabnya orang malas tidak dapat menjadi saksi Tuhan.
Bebaskan diri dari kemalasan, karena orang yang malas akan dekat dengan kemiskinan, tetapi orang yang rajin akan selalu meraih berkat-berkat Tuhan yang melimpah.

Quote Of The Day - 25 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-25 17:53:51
Orang Kristen yang percayanya kepada Tuhan hanya di dalam pikiran, pasti hanya melirik perasaannya sendiri di mana dia hanya melihat apa yang dapat membuat dirinya bahagia dan senang.

Mutiara Suara Kebenaran - 25 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-25 17:51:15
Berdoa itu bukan kewajiban, melainkan kebutuhan, dan menyenangkan. Kita tercandui, kita menikmati hadirat Tuhan. Sebab tempat yang paling nyaman adalah di hadirat Tuhan.

SURRENDERING WORRIES - 25 Februari 2025 (English Version)
2025-02-25 17:49:09
Matthew 6:34 "Therefore do not worry about tomorrow, for tomorrow will worry about itself. Each day has enough trouble of its own."
How do we surrender our worries? Abstract, right? So, when we come to pray, we question, tell, express all our worries, fears, anxieties. There we can surrender our worries. In that dialogue we can make commitments, promises, determinations, statements before God. From that encounter, we build love. God is a living and real Person. This will grow alongside our trust in Him. There is no suspicion toward God. When we trust God, so that the encounter with God makes us able to surrender our worries, and make God our only happiness.
How can enjoying God be the only happiness when, at first, it seems like a fantasy? For many Christians, it still feels like a fantasy. However, for those of us who come before God daily, we will be filled with His presence. Truly, such experiences become a novelty, become new discoveries for our lives personally. And every day there are new discoveries. And we can prove that God is alive, that God is real. Do not depend on pastors or anyone else, but we must depend on God. Pastors provide guidance, brief explanations, and mentorship, but in the end, we must experience our own personal encounters with God. Do it.
Force ourselves to sit still at the feet of God, to wait on God. If we do not start now, we will never understand what it means to anchor ourselves in God. It will all remain theory, mere empty words. We will not be able to distinguish between true servants of God and false ones because we lack the ability to discern spirits. Honestly, we may see people we consider spiritually upright, only to realize later that they have strayed. Too much use of thought, too much use of theology, but do not encounter God. Because more than the theological knowledge that we learn, we must experience an encounter with God. Every day there must be an encounter, and that is an absolute.
People find it hard to wake up early to pray, yet they can wake up at dawn to watch football or catch a flight. Why? It all depends on how strong their intention is. If we truly desire to anchor ourselves in God, if He becomes our ultimate goal, then we can do anything. However, we must push ourselves—we must seek and experience God. Many people today are like ships drifting aimlessly in the vast ocean, unsure of where they will dock. Life is about choices. If someone does not choose to anchor themselves in God, then someone or something else will choose for them—the waves, the wind, and the forces around them will decide their fate. How unfortunate. Even those who diligently attend church are not necessarily anchored correctly, let alone those who see going to church as unimportant. They prefer watching entertainment news, dramas, soap operas, and other distractions. Where will their lives lead? With each passing day, they grow older, yet as they age, they move closer to making a final decision of choosing a place to anchor that determines his eternal fate.
Let’s not choose the wrong harbor. God is the answer to all our needs. People who anchor in God do not just struggle to succeed—they become incapable of failing, as long as they remain anchor themselves correctly. It is possible to drift away from the harbor at times, facing temptations to leave, but we immediately return to the harbor. We may go back and forth until, eventually, we cast our anchor and decide to stay. We plant ourselves firmly at the feet of the Lord. So, when we are stressed and confused, we should not seek refuge elsewhere but call upon God and sit quietly before Him. That is where we anchor ourselves-bringing our personal struggles, concerns about our children, family problems, financial difficulties. Yet, God does not always answer immediately. Often, He tests how sincerely we are willing to wait on Him and trust Him. God is alive; He is real.
If we truly anchor ourselves in God, it means we must truly come to meet God. Basically, the answer is only prayer, prayer, prayer, prayer, prayer. Some people are so burdened with thoughts that they lose their appetite and cannot eat. But why don’t we long for God with that same intensity? When we truly focus on God, then God becomes glorious to us, we worship Him. If we can make time to meet God, then praying will become a pleasure. Praying is not an obligation, but a necessity, and it is enjoyable. We are addicted, we enjoy the presence of God. Because the most comfortable place is in the presence of God. Let’s immerse ourselves in God.
WHEN WE TRUST GOD, SO THAT THE ENCOUNTER WITH GOD MAKES US ABLE TO SURRENDER OUR WORRIES, AND MAKE GOD OUR ONLY HAPPINESS.

Bacaan Alkitab Setahun - 25 Februari 2025
2025-02-25 17:47:16
Bilangan 5-6

Truth Kids 24 Februari 2025 - KUASA LIDAH
2025-02-24 21:58:08
Amsal 21:23
”Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran.”
Lidah yang ada di dalam mulut kita memang memiliki ukuran yang kecil. Sering kali tidak terlihat dari luar karena kita lebih sering tutup mulut. Namun, lidah memiliki kuasa yang besar, Sobat Kids. Salah satu fungsi lidah adalah membantu manusia berbicara. Jika lidah seseorang pendek, orang tersebut akan mengalami sedikit kesulitan untuk berbicara dengan benar. Terkadang mereka terkendala untuk menyebutkan beberapa huruf terutama huruf "r."
Lidah yang kecil juga memiliki dua kemungkinan saat berbicara; berbicara yang baik atau buruk. Jika kita tidak memberikan batasan-batasan (boundaries) dalam mengucapkan kata-kata, pasti kita yang akan menanggung akibatnya. Contohnya saat kita berbicara kasar kepada orang lain, orang tersebut bisa jadi menangis karena merasa tersakiti lewat kata-kata yang kita ucapkan. Hebat, bukan, kuasa lidah kita? Begitu juga sebaliknya, saat kita mengucapkan kata-kata yang memberi semangat dan memuji orang lain, orang tersebut akan menjadi senang dan semangat lagi.
Jadi, kuasai lidah kita, ya, Sobat Kids. Walaupun lidah kecil, tetapi memiliki kuasa yang besar. Gunakanlah lidah kita untuk menyenangkan hati Tuhan.

Truth Junior 24 Februari 2025 - MULUT DAN LIDAH
2025-02-24 21:56:16
Amsal 21:23
”Siapa memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri dari pada kesukaran.”
Lidah adalah salah satu contoh organ manusia yang tidak memiliki tulang. Lidah merupakan organ manusia yang terdiri dari beberapa otot yang bergabung menjadi satu dan dilapisi jaringan berwarna merah muda. Walaupun lidah tidak memiliki tulang, lidah memiliki kekuatan yang sangat besar, Sobat Junior. Mulut dan lidah dapat mengeluaran kata-kata yang dapat membuat hidup seseorang berubah.
Kita harus memelihara mulut dan lidah kita agar tidak mendapatkan kesukaran. Coba saja kalian berani berkata yang tidak sopan kepada guru ataupun orang tua, pasti kalian akan mendapat terguran dari mereka. Ada batasan-batasan dalam berbica kepada orang yang lebih tua dari kita. Bahkan berbicara kepada setiap orang, baik tua maupun muda, pasti juga ada batasannya.
Zaman sekarang ini banyak sekali istilah baru yang diciptakan dalam bahasa pergaulan. Tidak semua kata-kata tersebut baik, ya, Sobat Junior. Kalian harus tahu batasan yang baik dan benar dalam berkata-kata. Kata-kata yang kita ucapkan harus dijaga dalam batas yang baik, agar tidak menyakiti orang lain. Tuhan ingin kita menggunakan lidah untuk memberkati, bukan melukai. Jadi, hati-hati saat berbicara. Gunakan kata-kata yang baik dan sopan, ya, Sobat Junior.

Truth Youth 24 Februari 2025 (English Version) - IS THE MEANING OF SELF-LOVE?
2025-02-24 21:50:45
"Therefore, as God’s chosen people, holy and dearly loved, clothe yourselves with compassion, kindness, humility, gentleness, and patience. Bear with each other and forgive one another if any of you has a grievance against someone. Forgive as the Lord forgave you. And over all these virtues put on love, which binds them all together in perfect unity." (Colossians 3:12-14)
When we hear the term "love yourself," many may think it means being selfish or focusing too much on our own desires. However, in the Christian perspective, loving yourself is about valuing the work God has done in your life. God created each one of us uniquely, with different strengths, weaknesses, and potential. Loving yourself means accepting who you are as God created you to be, not trying to become someone that does not align with His plan for you.
Colossians 3:12-14 reminds us that we are God's chosen people, loved and sanctified. Understanding this helps us see ourselves the way God sees us—not defined by worldly success, but by who we are in Christ. When we put on love and compassion, it starts with how we treat ourselves. How can we love others if we cannot accept God's love for us?
Loving yourself also means taking care of your body, mind, and soul. Our bodies are temples of the Holy Spirit, so caring for them is an act of honoring God. Similarly, our minds and souls need to be filled with God’s Word, prayer, and reflection to help us grow in faith. Actions like taking time to rest, forgiving ourselves, and learning from our mistakes are all parts of healthy self-love.
The love God gives us is unconditional. He accepts us as we are, despite our flaws. Learning to love ourselves as God loves us is an important step toward living a life full of peace and love, both for ourselves and others. Let’s learn to see ourselves as God’s masterpiece and love ourselves the way He loves us—with acceptance and unconditional love.
WHAT TO DO:
Learn to love yourself by following the guidance of God’s Word.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Deuteronomy 5-8

Truth Youth 24 Februari 2025 - ARTI MENGASIHI DIRI SENDIRI?
2025-02-24 21:48:49
”Kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran. Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain. Sebagaimana Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian. Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.” (Kolose 3:12-14)
Ketika mendengar istilah “mengasihi diri sendiri,” banyak yang mengira itu berarti bersikap egois atau terlalu mementingkan diri sendiri. Padahal, dalam perspektif Kristen, mengasihi diri sendiri adalah tindakan menghargai karya Tuhan dalam hidup kita. Tuhan menciptakan setiap kita unik, dengan potensi, kelemahan, dan kelebihan yang berbeda. Mengasihi diri sendiri berarti menerima diri sebagaimana Tuhan menciptakan kita, bukan berusaha menjadi seseorang yang tidak sesuai dengan rencana-Nya.
Kolose 3:12-14 mengingatkan bahwa kita adalah umat pilihan Tuhan, dikasihi dan dikuduskan. Pemahaman ini membantu kita melihat diri dengan cara yang benar, bahwa identitas kita bukan ditentukan oleh kesuksesan dunia, tetapi oleh siapa kita di dalam Kristus. Ketika kita mengenakan kasih dan belas kasihan, itu dimulai dari cara kita memperlakukan diri sendiri. Bagaimana kita bisa mengasihi orang lain jika kita sendiri tidak mampu menerima kasih Tuhan dalam hidup kita?
Mengasihi diri sendiri juga berarti merawat tubuh, pikiran, dan jiwa kita. Tubuh adalah bait Roh Kudus, sehingga menjaganya adalah bentuk penghormatan kepada Tuhan. Begitu juga dengan pikiran dan jiwa— mengisinya dengan firman Tuhan, doa, dan refleksi membantu kita bertumbuh dalam iman. Tindakan seperti memberi waktu untuk istirahat, memaafkan kesalahan diri sendiri, dan belajar dari kegagalan adalah bagian dari mengasihi diri dengan cara yang sehat.
Kasih yang Tuhan berikan kepada kita tidak bersyarat. Dia menerima kita apa adanya, meskipun kita penuh kekurangan. Belajar mengasihi diri sendiri seperti Tuhan mengasihi kita adalah langkah penting untuk menjalani hidup yang lebih damai dan penuh kasih, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Jadi, mari kita belajar melihat diri kita sebagai karya agung Tuhan, dan mengasihi diri kita sebagaimana Tuhan mengasihi kita— dengan penuh penerimaan dan kasih tanpa syarat.
WHAT TO DO:
Belajar mengasihi diri sendiri dengan tuntunan firman Tuhan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ulangan 5-8

Renungan Pagi - 24 Februari 2025
2025-02-24 12:57:08
Lidah adalah pena yang menentukan kesaksian hidup, kita boleh saja aktif di gereja bahkan aktif dalam pelayanan pekerjaan Tuhan, namun jika lidah jahat, maka kita akan menjadi bahan tertawaan orang.
Jika lidah penuh dengan kata-kata yang baik dan memberkati, maka hidup kita akan menjadi kesaksian yang hidup. Karena itu firman Tuhan berkata, "Apa yang dari dalam akan terpancar keluar".

Quote Of The Day - 24 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-24 12:55:13
Kalau kita benar-benar percaya Alkitab adalah kebenaran dan menyerap kebenaran Alkitab dengan benar, mengakui Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat, pengakuan iman dan keyakinan yang benar tersebut akan mewarnai hidup kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 24 Februari 2025 - (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-24 12:54:03
Tetaplah kita menjaga hubungan yang dekat dengan Tuhan, karena hanya dengan begitulah kita dapat terus terjaga dari dunia ini.

Bacaan Alkitab Setahun - 24 Februari 2025
2025-02-24 12:52:21
Bilangan 3-4

GOD IS THE ANSWER - 24 Februari 2025 (English Version)
2025-02-24 12:50:09
1 Samuel 30:6 "David was greatly distressed because the men were talking of stoning him; each one was bitter in spirit because of his sons and daughters. But David found strength in the Lord his God."
A serious servant of God will definitely be trained by God, brought to difficult and truly helpless situations, so that he looks to God, makes God his only refuge, and experiences God's presence, experiences God's help. It's easy to say to the congregation, “Brothers, God will definitely help us. He is our refuge.” If he has never been trapped, he does not know what it means to make God a refuge. A servant of God who has not truly killed his worldly desires cannot possibly make God his anchorage, because there are still other harbors.
Remember, the older we get, the more impactful and risky our decisions become. When we were children, we were busy with just toys. When we were teenagers, we were still busy with things that were not in principle. But as we mature, our decisions become more principled. The peak of this is the decision that will determine our eternal destiny. Choosing the wrong spouse is tragic. And the peak is the choice that will determine our eternal destiny. Choosing the wrong partner is tragic, but choosing the wrong object of worship is fatal. That is why, at this stage of our lives, we must put to death our worldly desires and fix our eyes on God. In doing so, we will become people whom God will not put to shame in any aspect of life. So that we become truly effective servants of God, truly trusted by God, truly blessing people. Remember this sentence that God is the answer to all our needs. So, do not doubt God.
There will be temptations that make us doubt God—especially in difficult and critical times when we do not see His hand at work. But let’s look at the life of David. Even at the peak of his suffering, he still placed his trust in the Lord, his God. After enduring life's storms, David was eventually promoted by God to be king. David strengthened his trust in the Lord. So, when we face difficulties, let us close our eyes, rise above our problems, and look to God. Let us say: “You are alive, You are real, O God. My problems are before me, difficulties are threatening me. But I trust in You. I anchor my heart in You.”
When it comes to emotional and heart needs, God will fulfill them as well. That’s why, before you—young people—start looking for a life partner, your heart must first be filled by God. When you meet someone who is not filled with God, you will recognize that they are not worthy to be your life companion. However, because many people are filled with the world, they lack discernment. They end up encountering men and women who are not spiritually mature, leading to relationships that do not bring true happiness. God is the answer to all our needs. Yet ironically, many people still live in fantasy regarding their relationship with God—they have not yet experienced Him in real life. Their dependence on God and their trust in Him, or in the context of us anchoring in God, is still in fantasy (remain abstract ideas, not lived-out realities). But through life experiences, God trains us, because "God works in all things, bringing good to those who love Him."
Through this, we will experience God as our Helper—in both physical and material challenges. More than that, He will fill our inner needs with love and affection, leading us to a deep and beautiful relationship with Him. A true Christian must reach the level of novelty—not just fantasizing about God, but experiencing Him in a real and personal way. A novelty-level believer has a unique, direct relationship with God, an intimacy that delights Him. The word novelty means discovering something new—something never written or found before. In faith, this means discovering a new depth in our relationship with God. Such people will be tested in purity, brave in facing life’s challenges, willing to sacrifice, and unshaken in their trust in God.
Let us not fail to make God our anchor. Let us come to God every day. Because if people truly anchors their life in God, it is impossible for them not to set aside time to come to God. A person without a consistent prayer life has not anchored themselves in God. Even those who do set aside time to pray are not necessarily anchored—let alone those who do not pray at all. So, come to God, express your heart, talk to God. Give all our worries to Him because God cares about us.
GOD IS THE ANSWER TO ALL OUR NEEDS. SO, DO NOT DOUBT GOD.

TUHAN ADALAH JAWABAN - 24 Februari 2025
2025-02-24 12:46:27
1 Samuel 30:6
“Dan Daud sangat terjepit, karena rakyat mengatakan hendak melempari dia dengan batu. Seluruh rakyat itu telah pedih hati, masing-masing karena anaknya laki-laki dan perempuan. Tetapi Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya.”
Seorang pelayan Tuhan yang sungguh-sungguh, pasti akan dilatih Tuhan, dibawa kepada keadaan-keadaan yang sulit dan benar-benar tidak tertolong, sehingga dia memandang Tuhan, menjadikan Tuhan tempat perlindungan satu-satunya, dan mengalami kehadiran Tuhan, mengalami pertolongan Tuhan. Mudah berkata kepada jemaat, “Saudaraku, Tuhan pasti menolong kita. Dia tempat perlindungan kita.” Kalau dia belum pernah kepepet, dia belum tahu artinya menjadikan Tuhan tempat perlindungan. Seorang pelayan Tuhan yang belum benar-benar mematikan keinginan-keinginan duniawinya tidak mungkin bisa menjadikan Tuhan tempat berlabuh, sebab masih ada tempat pelabuhan lain.
Ingat, semakin tua, maka keputusan kita itu makin berdampak dan berisiko. Kalau waktu kanak-kanak, sibuk hanya soal mainan. Di masa remaja juga masih sibuk untuk hal-hal yang tidak prinsip. Tapi kalau sudah mulai dewasa, itu makin prinsip. Dan puncaknya adalah pilihan yang akan menentukan nasib kekal kita. Salah pilih jodoh, tragis. Tapi kalau salah pilih sembahan, itu fatal. Oleh sebab itu, di usia umur hidup kita ini, kita harus sudah mematikan keinginan-keinginan duniawi dan hanya memandang Tuhan, sehingga kita bisa melihat bagaimana kita akan jadi orang-orang yang tidak dipermalukan Tuhan dalam segala aspek. Supaya kita menjadi pelayan-pelayan Tuhan yang benar-benar efektif, benar-benar dipercayai Tuhan, benar-benar memberkati orang. Ingat kalimat ini bahwa Tuhan adalah jawaban dari semua kebutuhan kita. Maka, jangan meragukan Tuhan.
Ada godaan-godaan di mana kita meragukan Tuhan, apalagi saat-saat yang sulit, kondisi-kondisi yang kritis, dan kita tidak melihat tangan Tuhan terulur. Kita lihat kehidupan Daud ketika ia di puncak penderitaannya, namun ia tetap menaruh percayanya kepada TUHAN, Allahnya. Dan setelah itu, Daud dipromosikan Tuhan menjadi raja, setelah ia melewati berbagai badai kehidupan. Daud menguatkan percayanya kepada Tuhan. Jadi, kalau keadaan kita sulit, mari kita tutup mata, terbang tinggi, memandang Tuhan. Kita katakan, “Engkau hidup, Engkau nyata, ya Allah. Masalah di depan mata, problem di depan mata, kesulitan mengancam. Tetapi aku percaya kepada-Mu. Aku labuhkan hatiku kepada-Mu.”
Soal pemenuhan kebutuhan batin atau hati, Tuhan juga akan memenuhinya. Maka, sebelum kalian—anak muda—mencari jodoh, mestinya hatimu dipenuhi oleh Allah dulu, supaya ketika engkau bertemu dengan seseorang dan orang itu bukan orang yang dipenuhi Allah, engkau tahu bahwa dia bukan orang yang layak dan pantas menjadi teman hidupmu. Tetapi karena banyak orang dipenuhi oleh dunia, maka dia tidak peka. Pria-pria yang dijumpai juga pria-pria yang tidak rohani, yang akhirnya tidak membahagiakan. Tuhan itu jawaban dari semua kebutuhan kita. Namun ironis, tidak jarang kita masih berfantasi dalam kaitan hubungan dengan Tuhan, belum mengalami realitas hidup. Sehingga, sebenarnya yang namanya bergantung kepada Tuhan, percaya kepada Tuhan, atau dalam konteks kita berlabuh pada Tuhan, itu masih dalam fantasi. Nanti lewat pengalaman hidup, Tuhan melatih kita, karena “Allah bekerja dalam segala hal, mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia.”
Di situ kita akan mengalami Tuhan, yaitu bagaimana Tuhan menjadi penolong dalam masalah-masalah hidup secara fisik, jasmani, atau lahiriah. Dan selanjutnya, bagaimana Tuhan mengisi kebutuhan batin dengan cinta, kasih sayang, sehingga kita memiliki hubungan dengan Tuhan yang luar biasa indahnya. Kristen yang sungguh-sungguh harus sampai kelas _novelty,_ artinya orang yang punya hubungan dengan Tuhan, yang tidak berfantasi tentang Tuhan, yang mengalami Tuhan secara riil, yang punya pengalaman pribadi dengan Tuhan, yang membangun cinta yang dinikmati Tuhan, ada interaksi langsung dengan Tuhan. Novelty artinya menemukan sesuatu yang baru, yang belum pernah ditulis atau ditemukan orang, atau dalam bahasa Indonesia dikenal ‘kebaruan.’ Dan orang seperti ini akan teruji kesuciannya, keberaniannya menghadapi hidup, keberaniannya berkorban, keberaniannya membayar harga pelayanan, tidak meragukan Tuhan sama sekali.
Jangan kita tidak menjadikan Tuhan tempat berlabuh. Mari kita datang kepada Tuhan setiap hari. Sebab jika orang sungguh-sungguh berlabuh kepada Tuhan, tidak mungkin tidak menyiapkan waktu untuk datang kepada Tuhan. Jadi, kalau orang tidak punya jam doa, pasti dia tidak berlabuh kepada Tuhan. Yang memiliki jam doa bertemu dengan Tuhan saja belum tentu berlabuh, apalagi yang tidak berdoa. Jadi, datanglah kepada Tuhan, ungkapkan isi hati, berbicara kepada Tuhan. Serahkanlah segala khawatir kita kepada-Nya karena Tuhan yang memedulikan kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
TUHAN ADALAH JAWABAN DARI SEMUA KEBUTUHAN KITA. MAKA, JANGAN MERAGUKAN TUHAN.

Truth Kids 23 Februari 2025 - GARIS PEMBATAS
2025-02-23 21:18:12
Ibrani 12:1
”Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.”
Suatu hari, Dika dan Riko sedang bermain sepak bola di halaman sekolah. Dika mencoba menendang bola keras-keras, tapi bola justru melenceng jauh ke luar lapangan. Riko pun berkata, "Dika, kamu harus menendang bola ke arah yang tepat, supaya bola tidak keluar dari batas garis." Dika berpikir sejenak dan menjawab, "Iya, Riko. Aku memang harus fokus pada garis batas supaya aku tidak kehilangan arah."
Riko tersenyum dan melanjutkan, "Begitu juga dalam hidup kita. Tuhan memberikan batasan agar kita tidak mudah teralihkan dari tujuan hidup yang sudah Dia tetapkan. Kalau kita mengikuti batasan itu, kita akan lebih fokus dan tetap berada di jalan yang benar."
Sobat Kids, hidup kita memang penuh dengan pilihan dan godaan. Tetapi, Tuhan memberi kita petunjuk dan batasan agar kita tidak tersesat. Dengan mengikuti batas yang Dia berikan, kita bisa fokus pada tujuan yang Tuhan sudah rencanakan untuk kita. Ayo, ikuti petunjuk-Nya dan jadilah anak yang fokus pada tujuan yang baik!

Truth Junior 23 Februari 2025 - BATASAN
2025-02-23 21:17:02
Ibrani 12:1
”Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita.”
Menurut para ilmuwan, bumi memiliki total luas sekitar 510 juta kilometer persegi. Dari luas tersebut, 71% di antaranya ditutupi oleh air, sedangkan 29% lagi berupa daratan. 195 negara berbagi daerah kekuasaan, dari 29% luas daratan di bumi ini. Setiap negara memiliki batasan wilayah, baik dari sisi Utara, Selatan, Barat, dan Timur. Bahkan setiap negara memiliki posisi yang diukur melalui garis lintang dan garis bujur. Jadi, mereka memiliki batasan-batasan dari setiap sisi yang diakui oleh negara-negara lainnya, sehingga mereka tidak akan berebut wilayah kekuasaan.
Batasan-batasan itu sangat penting dalam hidup kita, Sobat Junior. Tuhan juga memberikan kita batas agar kita tidak mudah teralihkan oleh kesenangan yang ada di dunia ini. Batasan yang Tuhan berikan bertujuan membawa kita semua ke langit baru dan bumi yang baru.
Ayat firman Tuhan hari ini juga mengingatkan kita bahwa ada perlombaan yang diwajibkan bagi kita, perlombaan untuk sampai ke langit baru dan bumi yang baru. Dan yang namanya perlombaan, pasti perlu persiapan. Kita sebagai peserta lomba, harus siap-siap dari sekarang. Ikutilah batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Kalian dapat mengetahui batasan yang ditetapkan Tuhan dalam Alkitab. Oleh sebab itu, kita harus rajin membaca Alkitab supaya kita dapat mengerti blessed boundaries yang Tuhan telah tetapkan bagi hidup kita. Selamat membaca Alkitab, Sobat Junior!

Truth Youth 23 Februari 2025 (English Version) - FACING OVERTHINKING WITH TRUST IN GOD
2025-02-23 21:15:39
"Trust in the Lord with all your heart, and lean not on your own understanding; in all your ways acknowledge Him, and He will make your paths straight." (Proverbs 3:5-6)
We’ve all experienced overthinking, right? It’s like your mind can’t stop, constantly spinning with thoughts, often about things that aren’t important or haven’t even happened yet. Questions like, "What if I fail?" or "What will others think of me?" or "Why can’t I be better?" These thoughts snowball, making us anxious, exhausted, and unable to focus. But what really causes us to overthink? Often, it's because we rely too much on our own strength instead of surrendering everything to God.
Proverbs 3:5-6 reminds us to fully trust in the Lord and stop leaning on our own understanding. Our minds are limited, but God has a much bigger and perfect plan. When we constantly try to solve everything ourselves, we only trap ourselves in anxiety. God has already promised to straighten our paths if we surrender everything to Him.
Isaiah 26:3 says, “You will keep in perfect peace those whose minds are steadfast, because they trust in You.” Peace comes not because all our problems are solved, but because we trust that God is in control. So, when overthinking creeps in, pause. Take a deep breath, pray, and surrender your thoughts to God. Say, “Lord, I don’t know what to do, but I trust that You know what’s best.” Believe me, a heart full of trust will find peace that can’t be explained.
God loves us, even when we’re weak and full of doubts. So, let’s learn to surrender all our worries to Him. Because in the end, our faithful God will always be there to guide and protect us in every step.
WHAT TO DO:
Learn to live without worry in your life.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Deuteronomy 3-4

Truth Youth 23 Februari 2025 - MENGHADAPI OVERTHINKING DENGAN KEPERCAYAAN KEPADA TUHAN
2025-02-23 21:11:37
”Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” (Amsal 3:5-6)
Kita semua pasti pernah ngalamin overthinking, kan? Kayak pikiran yang nggak bisa diam, muter terus, mikirin hal-hal yang sering kali nggak penting atau bahkan belum tentu terjadi. Misalnya, “Gimana kalau nanti gagal?”, “Apa orang lain bakal menilai aku buruk?”, atau “Kenapa aku nggak bisa lebih baik?” Pikiran-pikiran itu kayak bola salju yang terus membesar, membuat kita cemas, capek, bahkan sulit fokus. Tapi, apa sebenarnya yang membuat kita jadi sering overthinking? Salah satunya karena kita terlalu bersandar pada kekuatan diri sendiri, bukannya menyerahkan semuanya kepada Tuhan.
Amsal 3:5-6 ngingetin kita untuk percaya penuh kepada Tuhan dan berhenti mengandalkan pengertian kita sendiri. Pikiran kita terbatas, sementara Tuhan punya rencana yang jauh lebih besar dan sempurna. Waktu kita terus-menerus mencoba memecahkan semuanya sendiri, kita malah bikin diri kita terjebak dalam kecemasan. Padahal, Tuhan sudah janji buat meluruskan jalan kita kalau kita menyerahkan semuanya pada-Nya.
Yesaya 26:3 bilang, “Yang hatinya teguh Kau jagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.” Damai itu datang bukan karena semua masalah kita selesai, tapi karena kita percaya Tuhan yang memegang kendali. Jadi, saat overthinking datang, coba berhenti sejenak. Tarik napas, berdoa, dan serahkan pikiranmu kepada Tuhan. Katakan, “Tuhan, aku nggak tahu harus gimana, tapi aku percaya Engkau tahu apa yang terbaik.” Percaya deh, hati yang penuh kepercayaan akan menemukan damai yang nggak bisa dijelaskan.
Tuhan mengasihi kita, bahkan saat kita lemah dan penuh keraguan. Jadi, yuk belajar menyerahkan semua kekhawatiran kita kepada-Nya. Karena pada akhirnya, Tuhan yang setia akan selalu ada untuk membimbing dan menjaga kita dalam setiap langkah.
WHAT TO DO:
Belajar untuk tidak memiliki kekhawatiran dalam hidup kita
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ulangan 3-4

Renungan Pagi - 23 Februari 2025
2025-02-23 21:06:09
Salah satu persoalan yang serius dalam kehidupan hari-hari ini adalah hidup dengan kebohongan, kepalsuan dan kemunafikan; hal ini bisa terjadi ditengah kehidupan keluarga dan pekerjaan.
Dan yang lebih menakutkan lagi, terjadi didalam pelayanan, sehingga ada banyak orang yang menyebut dirinya pelayan Tuhan, Tetapi masih hidup dalam kebohongan, kepalsuan dan kemunafikan. Mari kita hidup dengan kejujuran sehingga hidup dapat menjadi kesaksian yang hidup.

Quote Of The Day - 23 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-23 21:04:05
Percaya Yesus adalah Juru Selamat artinya memercayai Dia sebagai jalan satu-satunya yang dapat membuat kita masuk surga, diperdamaikan dengan Allah, dan kita harus mengikuti jejak-Nya; yang berarti ada urusan dengan Tuhan setiap hari, dimana Tuhan Yesus memuridkan kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 23 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-23 21:02:02
Satu hal yang perlu kita ketahui, jika kita terus memiliki kedekatan dengan Tuhan, kita pasti akan terus dimampukan untuk bisa berjuang dan menemukan cara hidup sebagai anak-anak Allah.

ANCHORING THE HEART - 23 Februari 2025 (English Version)
2025-02-23 20:57:59
Psalm 91:1 "He who dwells in the shelter of the Most High and spends the night in the shadow of the Almighty will say to the LORD, My refuge and my fortress, in whom I trust."
Life is about making choices. We cannot avoid choosing. If we do not choose, we are essentially deciding not to choose, which means others or external forces will make the choice for us. When we were children, we chose the toys we liked and the friends we played with. As teenagers, we had to choose which school to attend. If we pursued high school, which high school would we go to? If we opted for vocational school, which major should we take? Who would be our close friends? Later on, we would also choose a special friend of the opposite sex, someone who could be called a boyfriend or girlfriend. As young adults stepping into maturity, we would choose a life partner. And we see the reality, as we grow older, our choices come with greater risks. If we only choose toys, there is not much risk.
Choosing close friends is certainly risky, if close friends during adolescence, childhood, or pre-adolescence can already influence one's mental state, character, disposition, nature. If you start choosing a boyfriend, the risk is greater, and the peak is when you have to choose a life partner or soul mate. But this choice is greatly influenced by the journey of life since childhood. If from an early age, a person makes poor choices in reading materials, friendships, and social circles, those choices will color their life, shape their mindset, and construct their paradigm. Eventually, the way they think will determine the choices that impact eternity. So, how important is early education, children's education. From an early age, human children have actually directed their eternal destiny, to whom or to what their hearts are anchored, and that determines their eternal destiny.
Today, we see that very few people truly anchor their hearts in God. Many identify as Christians, yet their hearts have not truly anchored in Him. Let us take a moment to reflect on our own lives: Have we sincerely anchored our hearts in God? To anchor means to stop a journey. When we talk about anchoring, it usually relates to sailing—a ship or boat at sea. Along the vast ocean, there are harbors where ships dock. Many people have not yet anchored in God; they are still on their journey or have docked at the wrong harbor. If someone merely makes a mistake in choosing a life partner, it is tragic, but it is not the ultimate failure, not the climax, not necessarily fatal.
This world teaches people to anchor their lives in the wrong harbors, with various pleasures of life, wrong ways of thinking. From childhood, many have been shaped by gadgets, sown with deception by the devil, and given a false foundation. As a result, when they grow up, they seek the same patterns and templates they were conditioned with from a young age. This explains why it is so difficult for people to truly repent and wholeheartedly love God—their hearts are divided, and the essence of their souls has been corrupted. Even within the church, where people should be spiritually mature, many fail to realize their own pride and thirst for recognition. They remain unaware of their hidden desires for popularity. They are not aware that they are actually still worldly, stingy or calculating for God's work. They have not killed their fleshly desires. This is because of wrong upbringing.
And if the mistake exists within the church, it is because the pastors or churches fail to lead people to the peak. Their target is not the highest goal. But when someone aims for the peak, their sermons and their life will clearly reflect that they are striving toward the summit. They will lead others to only one harbor—God. "God is my goal, my joy, my delight, my honor, my glory." Churches and ministries should be guiding people toward this peak, not allowing the world to provide happiness-because this world is not our home. We must not sin anymore, no matter how small, no matter how subtle. We must not have worldly pleasures, hobbies, or whatever they are called, because our pleasure is only God. We must not take pleasure in worldly things, hobbies, or any form of earthly enjoyment because our only true joy should be in God alone.
If we do not get here, then we can't anchor our hearts in heaven. There's no way we can miss God. Church, ministry also doesn't become our happiness. Our happiness is only God personally. Because He is our joy, we serve Him, and we long to bring souls to Him. Seeing souls saved brings joy to God, and only then can we fully anchor our hearts to God. He is the only rock of help and our only stronghold.
ANCHOR OUR HEARTS TO GOD. HE IS THE ONLY ROCK OF HELP AND OUR ONLY STRONGHOLD.

MELABUHKAN HATI - 23 Februari 2025
2025-02-23 20:54:24
Mazmur 91:1
"Orang yang duduk dalam lindungan Yang Maha Tinggi dan bermalam dalam naungan Yang Maha Kuasa akan berkata kepada TUHAN: Tempat perlindunganku
dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai."
Hidup harus memilih. Kita tidak bisa tidak memilih. Jika kita tidak memilih, berarti kita memutuskan untuk tidak memilih, berarti pula orang lain atau pihak lain yang memilihkannya untuk kita. Ketika kita masih kanak-kanak, kita memilih mainan apa yang menjadi kesukaan kita, siapa teman-teman kita. Memasuki remaja, kita memilih sekolah lanjutan yang kita harus pilih. Kalau Sekolah Menengah Atas, kita mau masuk Sekolah Menengah Atas di mana? Kalau Sekolah Menengah Kejuruan, kita harus mengambil jurusan apa? Siapa yang menjadi teman-teman dekat kita? Lalu, seseorang juga akan memilih siapa yang menjadi teman paling dekat, yang adalah lawan jenis yang bisa disebut sebagai pacar. Menginjak pemuda, memasuki masa dewasa muda, kita memilih teman hidup. Dan kita melihat kenyataan, makin berumur, pilihan kita makin memiliki risiko tinggi. Kalau hanya memilih mainan, tidak berisiko banyak.
Memilih teman dekat tentu berisiko, kalau teman dekat masa remaja, kanak-kanak, atau kanak-kanak menjelang remaja sudah bisa mempengaruhi mental, karakter, watak, sifat. Kalau sudah mulai memilih pacar, itu risikonya lebih besar, dan puncaknya ketika harus memilih teman hidup atau jodoh. Tetapi pilihan ini sangat dipengaruhi oleh perjalanan hidup sejak kanak-kanak. Kalau sejak kanak-kanak orang salah memilih pilihan bacaannya, pilihan temannya, pilihan pergaulan, yang akan mewarnai hidup, membentuk _mindset_, cara berpikir, membangun paradigma, cara berpikir nanti menentukan pilihan yang menyangkut kekekalan. Jadi, betapa pentingnya pendidikan sejak dini, pendidikan anak-anak. Sejak dini, sebenarnya anak manusia sudah mengarahkan nasib kekalnya, kepada siapa atau kepada apa hatinya dilabuhkan, dan itu menentukan nasib kekalnya.
Hari ini kita melihat kenyataan, sangat sedikit orang yang melabuhkan hatinya pada Tuhan. Banyak orang beragama Kristen, tetapi hatinya belum berlabuh pada Tuhan. Coba kita merenungkan keadaan hidup kita sendiri, apakah kita sungguh-sungguh telah melabuhkan hati kita kepada Tuhan? Berlabuh artinya menghentikan perjalanan. Bicara soal berlabuh, ini biasanya bicara di area pelayaran, kapal atau perahu di lautan. Di tepi lautan luas ada pelabuhan-pelabuhan, tempat perhentian kapal. Banyak manusia yang belum berlabuh pada Tuhan, sekarang masih ada dalam pelayaran atau mungkin berlabuh di pelabuhan yang salah. Kalau hanya salah memilih pasangan hidup, tragis, tetapi belum puncak, bukan klimaks, belum bisa dikatakan fatal.
Dan dunia ini mendidik manusia untuk meletakkan pelabuhan di pelabuhan yang salah, dengan berbagai kesenangan hidup, cara berpikir yang salah. Apalagi sejak kanak-kanak sudah diwarnai oleh gadget, mereka sudah disemai oleh Iblis, diberi landasan yang salah. Sehingga ketika dia dewasa, dia mencari bentuk yang sama dari template atau landasan yang dia miliki sejak kecil itu. Kita bisa mengerti hari ini betapa sulitnya orang sungguh-sungguh bertobat, sungguh-sungguh mencintai Tuhan, karena hatinya sudah terbagi, cita rasa jiwanya sudah rusak. Sulit, bahkan kalau ada di lingkungan gereja, orang-orang yang mestinya memiliki kualitas rohani yang baik, dia tidak sadar kalau dirinya itu sombong dan gila hormat. Dia tidak sadar kalau dia itu sebenarnya masih ingin popularitas. Dia tidak sadar kalau sebenarnya dia masih duniawi, untuk pekerjaan Tuhan pelit atau perhitungan. Dia belum mematikan keinginan dagingnya. Ini karena salah asuh.
Dan kalau kesalahan itu terjadi di gereja, karena pendeta atau gereja tidak membawa dia ke puncak. Targetnya tidak puncak. Tetapi kalau seorang membawa dirinya ke puncak, maka khotbah-khotbahnya, hidup yang dikesankan, jelas, dia mau ke puncak. Dia membawa kepada satu pelabuhan saja, yaitu Tuhan. “Tuhan tujuanku, Tuhan kebahagiaanku, Tuhan kesenanganku, Tuhan kehormatanku, Tuhan kemuliaanku.” Maka mestinya gereja dan pelayanan membawa jemaat itu ke puncak. Tidak memberi ruangan dunia membahagiakan, sebab dunia bukan rumah kita. Kita tidak boleh berbuat dosa lagi, sekecil apa pun, sehalus apa pun. Kita tidak boleh punya kesenangan dunia, hobi, atau apa pun namanya, sebab kesenangan kita hanya Tuhan.
Kalau tidak sampai di sini, maka kita tidak bisa melabuhkan hati di surga. Tidak mungkin kita bisa merindukan Tuhan. Gereja, pelayanan juga tidak menjadi kebahagiaan kita. Kebahagiaan kita hanya Tuhan pribadi. Karena Tuhan kebahagiaan kita, maka kita ada dalam pelayanan ini, maka kita merindukan jiwa-jiwa. Sebab jiwa-jiwa yang diselamatkan itu membahagiakan, menyenangkan Tuhan. Baru kita melabuhkan hati kita kepada Tuhan. Dia satu-satunya gunung batu pertolongan dan satu-satunya kubu pertahanan kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
LABUHKAN HATI KITA KEPADA TUHAN. DIA SATU-SATUNYA GUNUNG BATU PERTOLONGAN DAN SATU-SATUNYA KUBU PERTAHANAN KITA.

Bacaan Alkitab Setahun - 23 Februari 2025
2025-02-23 14:49:04
Bilangan 1-2

Truth Kids 22 Februari 2025 - BERAT, NAMUN BENAR
2025-02-23 14:46:33
Matius 7:13-14
”Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”
"Kenapa, sih, jalan Tuhan itu susah banget?" pikir Dika sambil berjalan kaki pulang dari sekolah. Setiap hari, dia merasa tantangan hidup semakin berat. Teman-temannya sering mengajak melakukan hal-hal yang tidak baik, tetapi Dika tahu, Tuhan tidak suka jika dia ikut serta. Dia teringat ayat yang pernah dia pelajari di Sekolah Minggu, "Masuklah melalui pintu yang sempit, karena pintu yang lebar menuju kebinasaan" (Mat. 7:13). Dika berhenti sejenak, mengingat kata-kata itu.
Sobat Kids, kadang-kadang jalan yang benar terasa berat dan penuh tantangan, bahkan terlihat seperti jalan yang sempit. Banyak godaan yang bisa membuat kita ingin memilih jalan yang lebih mudah. Namun, ingatlah bahwa jalan yang sempit itu adalah jalan menuju kehidupan kekal. Jalan yang benar mungkin sulit, tetapi itu adalah jalan yang membawa kita kepada keselamatan. Jangan tergoda untuk meninggalkan jalan ini karena godaan sementara. Tuhan sudah menyiapkan jalan terbaik bagi kita dan Dia selalu menyertai kita dalam setiap langkah. Tetaplah teguh di jalan-Nya, ya, Sobat Kids!

Truth Junior 23 Februari 2025 - JALAN SEMPIT YANG KUPILIH
2025-02-23 14:44:46
Matius 7:13-14
”Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.”
Apakah Sobat Junior masih ingat kisah Nuh dari Alkitab? Saat itu, hampir semua orang di dunia melakukan hal-hal yang jahat di mata Tuhan. Mereka hidup sesuka hati mereka, mengikuti jalan yang mudah dan lebar, yaitu jalan dosa. Tapi, Nuh berbeda. Ia memilih jalan yang sulit dan sempit, yaitu jalan ketaatan kepada Tuhan. Tuhan menyuruh Nuh membangun sebuah bahtera besar, karena akan ada air bah yang menghancurkan dunia.
Orang-orang di sekitar Nuh menertawakannya. “Hujan? Tidak mungkin!” kata mereka sambil mengejek. Tetapi, Nuh tidak peduli dengan ejekan mereka. Ia tetap taat kepada Tuhan dan menyelesaikan bahtera itu. Ketika air bah datang, Nuh dan keluarganya diselamatkan karena mereka memilih berjalan di jalan sempit yang penuh ketaatan bersama Tuhan.
Sobat Junior, seperti kisah Nuh, Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk memilih jalan yang sempit yaitu jalan kebenaran. Jalan ini memang tidak selalu mudah. Kadang-kadang kita harus berkata “tidak” pada dosa, tetap jujur meskipun sulit, atau bersabar ketika teman mengejek. Tapi, jalan sempit ini adalah jalan yang membawa kita kepada kehidupan kekal bersama Tuhan.
Ada jalan yang lebar dan tampak menyenangkan, tetapi sebenarnya itu adalah jalan menuju kebinasaan. Tuhan mengingatkan kita: jangan tergoda untuk mengikuti jalan yang dilalui banyak orang, karena hanya jalan sempit yang membawa kita kepada keselamatan dan kehidupan kekal bersama Tuhan Yesus.
Ketika kamu merasa sulit untuk memilih jalan yang benar, ingat kisah Nuh. Mintalah kekuatan kepada Tuhan. Tetap berjuang dalam kebenaran, ya, Sobat Junior, karena mengikut Tuhan pasti akan berakhir indah!

Truth Youth 22 Februari 2025 - SCARLET HOPE
2025-02-23 14:20:07
"He heals the brokenhearted and binds up their wounds." (Psalm 147:3)
Have you ever felt like your life was falling apart? All the hopes you’ve built suddenly shattered, and you’re left sitting amidst the rubble, not knowing what to do. Psalm 147:3 reminds us, “He heals the brokenhearted and binds up their wounds.” This is a promise that God will never leave us, even in our darkest times.
Think about Scarlet Witch in Doctor Strange and the Multiverse of Madness. Wanda lost everything—her family, her children, even her own identity. In the midst of her pain, she fell into darkness, trying to find a way out by relying on her own power and Chaos Magic, which only made things worse. But no matter how much she tried to heal herself, the wounds inside her heart remained.
God’s healing isn’t like Chaos Magic. Psalm 34:18 says, *“The Lord is close to the brokenhearted.”* When we are at our lowest point, God isn’t watching from afar. He is near, binding up our wounds with His love—a love that is real, not an illusion. Wanda searched for her children in the multiverse, but she forgot that she needed healing for her heart, not a new world. Often, we do the same—we look for quick fixes, like a new relationship, a new hobby, or other distractions. But what we truly need is God.
If you’re feeling broken, remember that God never leaves us in the ruins. He is rebuilding us, slowly but surely. Surrender your heart to Him, and let Him be the light that restores your soul. Hope is real, and it starts with Him.
WHAT TO DO:
Always be mindful to depend on and place your hope in God the Father for peace and everlasting joy.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Deuteronomy 1-2

Truth Youth 22 Februari 2025 - SCARLET HOPE
2025-02-22 23:26:41
”Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka.” (Mazmur 147:3)
Pernah nggak ngerasa hidup kayak runtuh total? Semua harapan yang sudah kita bangun tiba-tiba hancur, dan kita cuma bisa duduk di tengah reruntuhan, nggak tahu harus gimana lagi. Mazmur 147:3 bilang, “Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka.” Ini janji yang ngingetin kita bahwa Tuhan nggak pernah ninggalin kita, bahkan di saat tergelap sekalipun. Coba bayangin Scarlet Witch di Doctor Strange and the Multiverse of Madness Si Scarlet Witch, atau Wanda kehilangan segalanya; keluarganya, anak-anaknya, bahkan identitas dirinya. Di tengah rasa sakitnya, dia tenggelam dalam kegelapan, mencari jalan keluar yang salah dengan mengandalkan kekuatan dirinya sendiri, dan mengandalkan kekuatan Chaos Magic, yang membuat Wanda menjadi gila. Tapi apa yang dia cari nggak pernah benar-benar menyembuhkan hatinya. Luka di dalam diri Wanda itu kayak jeritan hati kita waktu kecewa, hancur, atau depresi.
Bedanya, Tuhan nggak kayak kekuatan Chaos Magic yang cuma memperburuk keadaan bagi Wanda dan orang-orang di sekitar Wanda. Mazmur 34:18 bilang, “TUHAN itu dekat kepada orang-orang yang patah hati.” Saat kita di titik terendah, Tuhan nggak cuma ngeliatin dari jauh. Dia dekat, membalut luka-luka kita dengan kasih-Nya, kasih yang bukan ilusi, tapi nyata dan menyembuhkan. Wanda mencari anak-anaknya di multiverse, tapi lupa bahwa dia butuh pemulihan buat hatinya, bukan dunia baru. Sama kayak kita, sering kali kita nyari solusi cepat: hubungan baru, hobi baru, atau pelarian lain. Tapi yang kita butuhkan sebenarnya cuma satu; Tuhan. Dia yang bisa bawa harapan sejati di tengah keputusasaan. Kalau lagi merasa hancur, ingatlah bahwa Tuhan nggak pernah meninggalkan kita di reruntuhan itu sendirian. Dia membangun kita kembali, perlahan tapi pasti. Serahkanlah hatimu pada- Nya, dan biarkan Dia jadi cahaya yang memulihkan jiwa. Hope is real, and it starts with Him.
WHAT TO DO:
Selalu sadar untuk bergantung dan berharap hanya kepada Tuhan Allah Bapa untuk mendapatkan kedamaian dan sukacita kekal.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ulangan 1-2

Renungan Pagi - 22 Februari 2025
2025-02-22 23:20:48
Orang yang hidup takut akan Tuhan, anak cucunya tidak akan meminta-roti, karena itu mari kita semua hidup benar, karena apapun yang kita tabur dalam hidup ini, itulah yang akan kita tuai.
Jika menabur benih yang baik, maka akan menuai hasil yang luar biasa, jika menabur benih yang jahat, maka akan menuai kehancuran dalam masa depan kita.

Quote Of The Day - 22 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-22 13:05:44
Jika kita makin serupa dengan Yesus berarti kita makin mengalami keselamatan.

Mutiara Suara Kebenaran - 22 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-22 13:04:08
Keputusan yang kita buat hari ini akan memberikan dampak besar bagi kehidupan kita di masa depan.

NEEDS OF THE SOUL
2025-02-22 12:59:02
Psalm 130:5-6
"I wait for the LORD, my soul waits; I wait for his word. My soul waits for the LORD more than a watchman waits for the morning, more than a watchman waits for the morning."
In reality, it is impossible for us not to wait for the Lord. Firstly, because we all have problems, and we do not expect help from anyone else. Our problems may be personal or related to ministry. However, the eternal blessing we receive is that we are brought into the new heaven and new earth. That is why we must realize that life is tragic. Some people may find it difficult to accept this because they have long lived with the mindset of the world, where their perspective is focused on the temporary rather than eternity. However, we are forced to think about eternity, even though it may feel bitter, painful, and disappointing. But in the end, the eternal blessing is found in waiting for the Lord. We promise to live holy, not to have worldly pleasures, we are actually being led to the peak of spiritual life—which if possible is as high as possible, even though now we are not yet. If we have waited on God, whether for personal issues or ministry concerns, then it is impossible for us to be separated from Him.
Secondly, there is a need of the soul, just like a deer longs for streams of water. We can even become spiritually addicted to God, just as a deer thirsts for water, which is essential for its survival. Let us make God our everything—our life and death. Just like when we are hungry and have an urgent need for food, why do we not feel the same need for God? The need for God, the thirst for Him. If this need exists in our lives, then our spiritual metabolism is healthy. On the other hand, a sick person does not feel like eating; they lack appetite and desire for food. Similarly, we should have a deep need for God, and this need should drive us to wait for Him and set aside time to meet with Him. Therefore, we have to map out the day that we have wisely. Prayer should not be seen as an obligation but as a necessity, and going to church should also be a need.
We will always wait upon the Lord because we need Him. Our souls thirst for God. We are grateful for the process that God works in our lives, which keeps us seeking Him—starting from asking for His help with personal matters, until we reach the point where we truly thirst for Him. Psalm 73 illustrates the psalmist's journey of faith, which begins with disappointment, even blaming God. However, in the end, he declares, "Whom have I in heaven but You? And besides You, I desire nothing on earth." Many people feel confused when God suddenly allows things to happen that they don’t understand, asking, “Why is this happening?”. Psalm 73 is extraordinary—it shows how God guided the psalmist through difficult times. In the end, the psalmist says, "Yet I am always with You; You hold me by my right hand. I am like a beast before You, yet I am always with You." The phrase “like a beast” means lacking reason, unable to analyze.
Sometimes, God brings us into such situations, where we don’t know what to do. But like the psalmist, we must remain close to Him. And God will guide us, counsel us, and bring us into His glory. The psalmist continues, "Whom have I in heaven but You? And besides You, I desire nothing on earth. My flesh and my heart may fail, but God is the strength of my heart and my portion forever". One thing we should fear is if we no longer thirst for God—when we no longer desire to pray, don't like hearing the word. So it is impossible for us to be loyal to God. So, the onslaught of problems makes us wait on God.
We cannot help but wait upon the Lord because only He can satisfy our souls. And we must be afraid, if we do not thirst for God. For young people, there are still many things that make them able to live without prayer, able to live without waiting for God, because the pleasures of the world still fill their hearts and minds. But that must not be allowed to continue, because you will perish. For older individuals, we must start emptying the vessels of our hearts, so that God can fill the space of our lives. Maybe some of us are exhausted by God in the economy, household, career, but know that it is actually a special gift from God. But, once again, God must be our happiness. We always wait for God, because we need Him, who fills our hearts. We cannot help but wait for God every day.
Then the third, holiness. This one cannot be done by anyone, only God can do it. So, if we really want to live a holy life, only God can help us. In truth, if a person does not pray, it is impossible for him to become more holy. If he does not approach God and wait for Him, it is impossible for him to want to live a holy life. So, a person who is not satisfied with the holiness he has achieved, then he will definitely wait for God. Waiting for God is in the heart, not only when we fold our hands and bend our knees. But after we finish praying, our hearts still look to God, "I wait for You, Lord."
IF WE HAVE WAITED ON GOD, WHETHER FOR PERSONAL ISSUES OR MINISTRY CONCERNS, THEN IT IS IMPOSSIBLE FOR US TO BE SEPARATED FROM HIM.

KEBUTUHAN JIWA - 22 Februari 2025
2025-02-22 12:56:12
Mazmur 130:5-6
"Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku mengharapkan Tuhan lebih daripada pengawal mengharapkan pagi, lebih daripada pengawal mengharapkan pagi.”
Sejatinya, tidak mungkin kita tidak menantikan Tuhan. Karena, yang pertama, kita pasti punya persoalan, dan kita tidak mengharapkan pertolongan dari siapa-siapa. Persoalan kita bisa persoalan pribadi atau persoalan pelayanan. Tetapi, berkat abadi yang kita peroleh adalah kita dibawa masuk ke langit baru bumi baru. Makanya, sadari bahwa hidup ini tragis. Sebagian orang mungkin agak sulit menerimanya, karena sudah lama hidup dalam cara pandang anak dunia yang sudut pandang atau perspektifnya itu kefanaan, belum sampai kekekalan. Namun kita dipaksa untuk memikirkan kekekalan, walau terasa pahit, pedih, kecewa. Tapi ternyata berkat kekalnya di situ, menantikan Tuhan. Kita berjanji hidup suci, tidak punya kesenangan dunia, itu sudah membawa kita kepada puncak kehidupan rohani, yang kalau bisa setinggi-tingginya, walaupun sekarang kita belum. Kalau kita sudah menantikan Tuhan, baik untuk persoalan pribadi maupun persoalan pelayanan, maka kita tidak mungkin lepas dari Tuhan.
Yang kedua, ada kebutuhan jiwa, seperti rusa yang merindukan sungai yang berair. Dan kita bisa sampai pada kecanduan kepada Tuhan. Seperti rusa merindukan sungai yang berair, di mana air itu adalah hidup matinya. Jadikan Tuhan itu mati hidup kita, segalanya. Seperti pada waktu kita lapar, ada kebutuhan untuk makan yang mendesak. Mengapa kita tidak merasa memiliki kebutuhan itu kepada Tuhan? Kebutuhan akan Tuhan, kehausan akan Tuhan. Jika itu ada dalam hidup kita, maka metabolisme hidup rohani kita sehat. Sebaliknya, orang sakit tidak ingin makan, ia tidak punya gairah dan keinginan untuk makan. Jadi, mestinya kita punya kebutuhan akan Allah, dan itu yang membuat kita menantikan Tuhan, menyediakan waktu untuk bertemu dengan-Nya. Maka kita harus memetakan hari yang kita miliki. Jadi, berdoa itu bukan kewajiban, melainkan kebutuhan, ke gereja juga kebutuhan.
Kita akan selalu menantikan Tuhan, karena kita membutuhkan Dia. Jiwa kita haus akan Tuhan. Bersyukur, atas proses yang Tuhan kerjakan dalam hidup kita membuat kita terus mencari Tuhan, dari minta pertolongan-Nya untuk masalah pribadi, sampai kemudian kita bisa merasa haus akan Tuhan. Mazmur 73 menggambarkan perjalanan iman pemazmur, yang diawali dengan kekecewaan bahkan sampai mempersalahkan Tuhan, namun pada akhirnya ia berkata, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” Banyak orang masih bingung ketika tiba-tiba Tuhan membuat sesuatu yang membuat mereka menjadi bingung, “Kenapa hal ini terjadi?” Mazmur 73 itu luar biasa, Tuhan ternyata menuntun pemazmur melewati keadaan sulit itu, dan puji Tuhannya pemazmur berkata, “Aku tetap di dekat-Mu, seperti hewan. Aku tetap di dekat-Mu.” Seperti hewan, artinya tidak punya akal, tidak bisa menganalisis.
Terkadang Tuhan membawa kita juga pada keadaan seperti itu. Di mana kita tidak tahu harus bagaimana, tapi seperti yang dilakukan oleh pemazmur, kita harus tetap ada di dekat-Nya. Dan Tuhan menuntun kita, menasihati kita, dan Ia membawa kita kepada kemuliaan. Selanjutnya pemazmur berkata, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya.” Satu hal yang harus kita takuti adalah kalau kita tidak haus lagi akan Allah. Di mana kita tidak ingin berdoa, tidak suka mendengar firman. Maka tidak mungkin kita menjadi setia kepada Tuhan. Jadi, gempuran masalah membuat kita menantikan Tuhan.
Kita tidak mungkin tidak menanti-nantikan Tuhan karena jiwa kita hanya bisa dipuaskan oleh Tuhan. Dan kita harus takut, kalau sampai kita tidak haus akan Tuhan. Bagi kaum muda, masih banyak hal yang membuat mereka bisa hidup tanpa doa, bisa hidup tanpa menanti-nantikan Tuhan, karena kesenangan-kesenangan dunia yang masih banyak memenuhi hati pikirannya. Tapi itu tidak boleh dibiarkan terus, karena kalian akan binasa. Bagi orang tua, kita sudah harus mulai mengosongkan bejana hati, supaya Tuhan memenuhi ruangan hidup kita. Mungkin juga di antara kita dihabisi Tuhan dalam ekonomi, rumah tangga, karier, tapi ketahuilah itu sebenarnya anugerah Tuhan yang istimewa. Tapi, sekali lagi, Tuhan harus menjadi kebahagiaan kita. Kita selalu menanti-nantikan Tuhan, karena kita membutuhkan Dia, yang mengisi hati kita. Tidak bisa tidak, kita menantikan Tuhan setiap hari.
Lalu yang ketiga, kesucian. Yang ini memang tidak bisa dikerjakan oleh siapa pun, hanya bisa dikerjakan oleh Tuhan. Jadi, kalau kita benar-benar mau hidup suci, hanya Tuhan yang bisa menolong kita. Sejatinya, kalau orang tidak berdoa, tidak mungkin dia bertambah suci. Kalau dia tidak menghampiri Tuhan, dan menantikan Dia, tidak mungkin dia mau hidup suci. Jadi, orang yang tidak puas dengan kesucian yang telah dia capai, maka dia pasti akan menantikan Tuhan. Menanti-nantikan Tuhan letaknya di hati, bukan hanya pada waktu kita melipat tangan dan menekuk lutut kita. Namun setelah kita usai doa, hati kita tetap memandang Tuhan, “Aku menantikan Engkau, Tuhan.”
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Kalau kita sudah menantikan Tuhan, baik untuk persoalan pribadi maupun persoalan pelayanan, maka kita tidak mungkin lepas dari Tuhan.

Bacaan Alkitab Setahun - 22 Februari 2025
2025-02-22 12:48:47
Imamat 26-27

Truth Kids 21 Februari 2025 - BERANI BILANG ”TIDAK” PADA DOSA
2025-02-22 12:47:32
Roma 6:12
”Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.”
Setiap hari, Timotius berusaha menjalani hidup sesuai dengan ajaran Tuhan. Ia selalu berdoa sebelum tidur dan berusaha melakukan yang terbaik di sekolah. Suatu hari, teman-teman Timotius mengajaknya menyontek saat ujian. Walaupun semua teman-temannya melakukannya, Timotius merasa ragu dan tidak nyaman. Ia tahu bahwa menyontek adalah hal yang salah di mata Tuhan.
Dengan berani, Timotius berkata, "Aku tidak bisa ikut menyontek, itu tidak benar." Teman-temannya terkejut, tetapi Timotius merasa damai karena telah memilih untuk melakukan yang benar. Ia percaya bahwa Tuhan akan membantunya dan memberinya kekuatan untuk menghadapi ujian dengan jujur. Meskipun tidak mudah, Timotius merasa bangga karena ia telah mengikuti kehendak Tuhan.
Sobat Kids, kita harus berani berkata "tidak" pada hal-hal yang tidak sesuai dengan ajaran Tuhan. Membuat batasan dalam hidup adalah cara kita untuk menjaga diri agar tidak jatuh dalam dosa. Ingat, Tuhan selalu memberi kita keberanian untuk melakukan yang benar, bahkan ketika itu sulit.

Truth Junior 21 Februari 2025 - ”TIDAK” PADA DOSA
2025-02-22 12:46:01
Roma 6:12
”Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.”
Sobat Junior, kalian tahu kan, tidak semua hal yang tampak menarik itu benar atau baik untuk dilakukan? Misalnya, saat teman-temanmu menawarkan sesuatu yang terlihat seru, tapi kamu tahu itu salah, seperti mengajak menyontek atau berbicara kasar. Dalam situasi seperti itu, apa yang akan kamu lakukan?
Tuhan ingin kita membuat batasan dalam hidup supaya tidak terjebak dalam dosa. Kita harus berani berkata “tidak” pada hal-hal yang salah, walaupun itu tidak mudah. Tapi jangan khawatir, Tuhan akan memberikan kekuatan kepada kita untuk tetap taat kepada-Nya.
Contohnya, lihat kisah Yusuf dalam Alkitab. Ketika dia bekerja di rumah Potifar, ada godaan besar yang menghampirinya. Istri Potifar mencoba membujuk Yusuf untuk melakukan hal yang salah, tapi Yusuf tidak tergoda. Ia tahu bahwa itu adalah dosa di hadapan Tuhan, jadi ia memilih untuk berkata “tidak,” bahkan melarikan diri dari godaan itu.
Mungkin Yusuf harus menghadapi masalah besar setelahnya, sampai harus dipenjara tanpa alasan yang benar. Tapi Tuhan tetap setia! Dia melihat keberanian Yusuf untuk hidup benar dan memberkatinya. Akhirnya, Yusuf menjadi pemimpin besar di Mesir.
Sobat Junior, seperti Yusuf, kita juga bisa memilih kebenaran. Kalau ada sesuatu yang salah, kita harus berani berkata “tidak,” karena itu tanda kita hidup untuk Tuhan. Saat kita membuat batasan dan berani berkata “tidak” pada dosa, itu menunjukkan kita memilih untuk hidup dalam kehendak Tuhan.
Kalau kamu menghadapi godaan untuk melakukan hal yang salah, ingat lagi dan katakan di hatimu bahwa “aku memilih Tuhan!” Dengan berani berkata “tidak” pada dosa, itu adalah cara kita menunjukkan bahwa kita hidup untuk Tuhan. Semangat, ya, Sobat Junior! Pasti kita bisa melakukannya karena Tuhan selalu bersama kita.

Truth Youth 21 Februari 2025 (English Version) - CEREBRO
2025-02-22 12:32:46
"You will keep in perfect peace those whose minds are steadfast, because they trust in You." (Isaiah 26:3)
Hey, bro! How’s it going today? Mental health in check? In the middle of life’s chaos and drama, our mental health often takes a hit. But Isaiah 26:3 tells us, “You will keep in perfect peace those whose minds are steadfast, because they trust in You.” When our minds are at peace, we can face life’s storms with a lot more chill.
Think about Professor Xavier from Marvel for a moment. He’s got this super brain that can read and control other people’s minds. His mental power is off the charts, right? But here’s the thing that helps him stay focused and not “explode”: Cerebro. It’s like this futuristic meditation room where Xavier connects with the world. In that room, he can reset, focus, and manage his powers. Without it, his mind would get messy with too much information.
Now, think of Cerebro like our time with God through prayer and reflection. Just like Xavier needs Cerebro to clear his mind, we need time to focus on God to keep our thoughts grounded. As believers, our bodies are the temple of the Holy Spirit (1 Corinthians 6:19-20). That means we need to take care of our mental health too, not just our physical health. If we let life’s problems keep overwhelming us without taking a pause, our souls can get overloaded.
When we pray, meditate on God’s Word, or even just take a moment to thank Him, that’s like entering our spiritual Cerebro. It’s essential to recognize that mental health is part of worship. God desires for us to live in peace (Isaiah 26:3). So let’s take care of our bodies and minds, so we can not just survive, but truly thrive!
WHAT TO DO:
Make time for prayer and meditating on God’s Word to care for your mental health.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 33-36

Truth Youth 21 Februari 2025 - CEREBRO
2025-02-22 12:24:36
”Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.” (Yesaya 26:3)
Bro, gimana kabar kalian hari ini? Mental aman? Di tengah hidup yang sering kali penuh drama dan chaos, kesehatan mental kita kadang jadi korban pertama. Padahal, Yesaya 26:3 bilang, “Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.” Kalau pikiran kita penuh damai, kita bisa lebih chill menghadapi badai kehidupan. Coba bayangin Profesor Xavier dari Marvel. Dia punya otak super yang bisa baca dan kontrol pikiran orang lain. Kekuatan mentalnya luar biasa ya? Tapi ada satu hal penting yang buat dia tetap fokus dan tidak “meledak”: ruangan Cerebro. Cerebro ini semacam ruangan meditasi futuristik, tempat Xavier terhubung sama seluruh dunia. Di ruangan ini, dia bisa reset, fokus, dan mengontrol kekuatannya. Tanpa cerebro, pikirannya bisa jadi berantakan karena terlalu banyak informasi. Nah, cerebro buat Xavier itu mirip banget sama waktu doa dan refleksi kita bersama Tuhan buat jaga pikiran tetap grounded.
Sebagai orang percaya, tubuh kita adalah bait Roh Kudus (1 Korintus 6:19-20). Artinya, bukan cuma fisik yang harus dijaga, tapi juga mental. Kalau kita terus-terusan membiarkan pikiran kita “dihujani” masalah dunia tanpa pernah pause, maka jiwa kita bisa overload. Sama seperti Xavier butuh cerebro buat “merapikan” pikirannya, kita juga butuh waktu buat fokus ke Tuhan. Saat kita doa, merenungkan firman, atau bahkan sekadar pause untuk bersyukur, itu seperti masuk ke ruangan cerebro rohani kita. Penting banget buat sadar kalau menjaga kesehatan mental itu bagian dari ibadah. Tuhan rindu kita hidup dengan damai sejahtera (Yesaya 26:3). Jadi, yuk rawat tubuh dan pikiran kita, biar hidup kita bisa maksimal, enggak cuma survive tapi benar-benar thrive!
WHAT TO DO:
Menyempatkan waktu untuk berdoa dan merenungkan firman Tuhan, untuk menjaga kesehatan mental.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 33-36

Renungan Pagi - 21 Februari 2025
2025-02-21 20:56:51
Rancangan Tuhan buat orang percaya sangat jelas yaitu bukan menjadi sama dengan dunia ini, tetapi menjadi terang, menjadi garam, menjadi berkat, menjadi teladan yang baik dalam iman, dalam kasih dan dalam perbuatan, serta membawa pengaruh positif dan luar biasa bagi banyak orang.
Kita harus menjadi panutan bagi banyak orang, berarti harus memiliki kualitas hidup yang layak diikuti oleh banyak orang, karena mereka melihat Kristus nyata dalam hidup kita dan dengan semakin berkualitasnya kita, maka orang lain juga akan berkata, sungguh, dia hidup seperti yang Tuhan inginkan.

Quote Of The Day - 21 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-21 20:54:53
Orang Kristen yang benar adalah orang Kristen yang pasti mengalami perubahan setiap hari.

Mutiara Suara Kebenaran - 21 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-21 20:53:04
Jika seseorang makin dewasa, dia tidak lagi fokus pada diri sendiri, seiring dengan kebutuhan kesucian maka hidupnya berpusat pada Tuhan.

WAITING FOR THE LORD - 21 Februari 2025
2025-02-21 20:48:59
Psalm 42:2-3 "As the deer longs for flowing streams, so my soul longs for You, O God. My soul thirsts for God, for the living God."
There are many verses that say, "I wait for the Lord." Of course, the meaning of waiting for the Lord is waiting for God to act, waiting for God to be present. Actually, the sentence "Waiting for the Lord" contains in it the need for God that never stops, which is continuous. Usually, our need for God is God's help in solving problems. We can group life's problems into two parts. First, personal problems; for those who are still immature, whose lives are still centered on themselves. Second, ministry-related problems; for those who are already theocentric, already centered on God, their lives are like poured wine and broken bread. Then we wait for the Lord because of the needs of the soul. Every day we wait for the Lord with His visitation, just as we thirst for water.
We need God to achieve holiness. We need guidance, God's guidance, to increase our holiness, because no one can help us live holy, except God. And finally, we wait for the second coming of the Lord. So if people do not wait for God, how ruined their lives must be. Many people wait for the Lord only in relation to their personal problems. In reality, such a Christian life is impoverished. Let us examine ourselves—are we truly waiting for the Lord? And for what purpose?
Because when someone grows up, he no longer focuses on himself, along with the need for holiness, his life is centered on God. God will not burden that person with personal problems, although personal problems will always be in our lives, and personal problems are a safety valve for us.
If we have no personal struggles at all, we tend to become careless because we are in our comfort zone. Having personal struggles allows us to feel the need for solutions to our problems, which in turn helps us empathize with the struggles of others. This is part of ministry—there will always be personal struggles. However, these struggles should not burden us to the point of disrupting our service. Personal struggles act as a safeguard, preventing us from becoming complacent in our comfort zone and ensuring that we maintain empathy for the suffering of others. We enter into the problem of ministry, where we care for others (ministry is about focusing on others).
If someone is already involved in ministry and God entrusts them with great projects for His work, they will inevitably face ministry-related challenges. God does not make our service easy; in fact, there are times when we may feel as though He is not helping us—as if He is letting us struggle on our own. It is in these moments that God teaches us perseverance, to continue trusting in Him, to maintain pure motives in ministry, and to avoid seeking personal gain. Through this process, we come to witness God’s glory and enter into what is known as suffering for the Lord. For suffering for the Lord leads to glory. *-9312In the midst of difficulties in ministry, we may find ourselves thinking, "Why did I start this ministry? This is making my life difficult. If only I had never made this decision to take on this ministry, how free and comfortable my life would be.
However, since we have chosen to take on God’s work—to take up our cross—we must carry it. God does not lighten the cross. He does not make our path easy, but in the midst of suffering, we find that it grants us the opportunity to have His glory. Romans 8:17 says, “Now if we are children, then we are heirs—heirs of God and co-heirs with Christ, if indeed we share in His sufferings in order that we may also share in His glory.”Unfortunately, very few people enter into this level of faith. When we read the Book of Acts, we see the suffering of the apostles—they endured persecution, and it seemed as if God allowed it to happen. The disciples were arrested, and James was beheaded.
In Acts 2-3, the disciples prayed, waiting for God’s help-not for their personal problems, but for the challenges they faced in ministry. Yet, the Holy Spirit surely led them. Even in moments of discouragement, disappointment, and bitterness due to the weight of ministry, we are drawn to the hope of the Lord’s coming-parousia (Greek). Once we reach this level of faith, there is nothing we expect from the world anymore, except that we want to enjoy God, and we want to live holy.
WHEN SOMEONE GROWS UP, HE NO LONGER FOCUSES ON HIMSELF, ALONG WITH THE NEED FOR HOLINESS, HIS LIFE IS CENTERED ON GOD.

MENANTI-NANTIKAN TUHAN - 21 Februari 2025
2025-02-21 18:14:59
Mazmur 42:2-3
“Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah, kepada Allah yang hidup.”
Ada banyak ayat yang berbunyi, "Aku menanti-nantikan Tuhan." Tentu maksud menanti-nantikan Tuhan ini adalah menunggu Tuhan bertindak, menunggu Tuhan hadir. Sebenarnya kalimat "Menanti-nantikan Tuhan" ini di dalamnya tersimpul kebutuhan akan Allah yang tidak pernah berhenti, yang terus-menerus berkesinambungan. Biasanya, kebutuhan kita akan Allah itu adalah pertolongan Tuhan dalam menyelesaikan persoalan. Persoalan hidup dapat kita kelompokkan dalam dua bagian. Pertama, persoalan pribadi; bagi yang masih belum dewasa, yang masih hidupnya berpusat pada diri sendiri. Kedua, persoalan pelayanan; bagi yang sudah teosentris, sudah berpusat pada Allah, hidupnya sudah seperti anggur yang tercurah dan roti yang terpecah. Lalu kita menanti-nantikan Tuhan karena kebutuhan jiwa. Setiap hari kita menantikan Tuhan dengan lawatan-Nya, seperti air yang kita teguk.
Kita membutuhkan Tuhan untuk mencapai kesucian. Kita membutuhkan bimbingan, tuntunan Tuhan, untuk meningkatkan kekudusan, kesucian kita, karena tidak ada yang bisa menolong kita hidup suci, kecuali Tuhan. Dan yang terakhir, kita menantikan kedatangan Tuhan yang kedua kali. Jadi kalau sampai orang tidak menantikan Tuhan, betapa rusaknya hidup orang itu. Banyak orang menantikan Tuhan hanya sampai persoalan pribadi. Sejatinya, betapa miskinnya orang Kristen seperti ini. Coba kita memeriksa diri sendiri, apakah kita menantikan-nantikan Tuhan? Untuk apa?
Sebab jika seseorang makin dewasa, dia tidak lagi fokus pada diri sendiri, seiring dengan kebutuhan kesucian maka hidupnya berpusat pada Tuhan. Tuhan tidak akan membebani orang itu dengan persoalan-persoalan pribadi, walau persoalan-persoalan pribadi akan selalu ada di dalam hidup kita, dan persoalan-persoalan pribadi itu merupakan katup pengaman bagi kita.
Kalau kita sama sekali tidak punya persoalan pribadi, maka kita memiliki kecenderungan untuk menjadi ceroboh, karena kita memiliki zona nyaman. Dengan adanya persoalan pribadi, kita bisa merasakan kebutuhan, jalan keluar dari masalah-masalah yang ada, maka kita bisa berempati terhadap persoalan-persoalan sesama. Hal ini masuk di dalam pelayanan, jadi selalu ada persoalan pribadi. Tetapi, kita tidak akan dibebani oleh persoalan-persoalan pribadi yang sampai mengganggu pelayanan. Selalu ada persoalan pribadi, karena persoalan pribadi akan menjadi katup pengaman, menjaga kita tidak lupa diri, tidak nikmat di zona nyaman, supaya kita masih memiliki empati terhadap penderitaan orang lain. Kita masuk di masalah pelayanan, di mana kita memperhatikan orang lain.
Kalau orang sudah masuk di pelayanan, dan Tuhan memercayakan proyek-proyek pekerjaan Tuhan yang besar, maka dia pasti menghadapi persoalan pelayanan. Tuhan tidak membuat pelayanan kita berjalan mudah, bahkan kadang-kadang kita bisa berpikir, seakan-akan Tuhan tidak membantu kita, Tuhan seperti membiarkan kita dalam kesulitan. Di situ Tuhan mengajar kita untuk bertekun, untuk tetap memercayai Dia, untuk memiliki motivasi yang murni dalam pelayanan, dan untuk tidak mencari keuntungan pribadi, sehingga kita bisa melihat kemuliaan Allah dan masuk dalam apa yang disebut penderitaan bagi Tuhan. Karena penderitaan bagi Tuhan itu mendatangkan kemuliaan. Dalam kesulitan yang kita hadapi dalam pelayanan, bisa-bisa kita berkata, "Kenapa saya membuat pelayanan ini? Ini menyusahkan hidup saya. Seandainya waktu itu saya tidak mengambil keputusan, mengadakan, atau membuat pelayanan ini, betapa merdekanya hidup saya, betapa nyamannya.”
Tetapi, karena kita sudah memilih melakukan suatu pekerjaan Tuhan atau memilih salib, maka kita harus pikul. Tuhan tidak membuat ringan salib itu. Tuhan tidak membuat jalan kita mudah, tapi di saat penderitaan berlangsung, ternyata penderitaan tersebut memberi kita kesempatan untuk memiliki kemuliaan. Roma 8:17 mengatakan, “Kalau kita anak, maka kita juga adalah ahli waris, artinya orang-orang yang menerima janji-janji Allah yang akan menerimanya bersama-sama dengan Yesus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dimuliakan bersama-sama dengan Dia.” Sayangnya, jarang orang masuk di sini. Kalau kita membaca Kisah Para Rasul, kita melihat penderitaan rasul-rasul, di mana mereka mengalami aniaya, dan Tuhan seperti membiarkan penganiayaan itu. Murid-murid ditangkap, Yakobus dipancung kepalanya.
Dalam Kisah Para Rasul 2-3, para murid berdoa, menantikan pertolongan Tuhan, bukan untuk masalah pribadi mereka melainkan masalah pelayanan. Namun, pasti Roh Kudus pimpin. Jadi dalam keadaan setengah putus asa, kecewa, pahit, karena masalah pelayanan yang berat, kita dibawa kepada pengharapan akan kedatangan Tuhan; _parousia_ (Yun.). Kalau kita sudah masuk ke sini, tidak ada yang kita harapkan dari dunia, kecuali kita mau menikmati Tuhan, kita mau hidup suci.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
JIKA SESEORANG MAKIN DEWASA, DIA TIDAK LAGI FOKUS PADA DIRI SENDIRI, SEIRING DENGAN KEBUTUHAN KESUCIAN MAKA HIDUPNYA BERPUSAT PADA TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 21 Februari 2025
2025-02-21 18:07:32
Imamat 24-25

Truth Kids 20 Februari 2025 - TIDAK LEBIH BESAR!
2025-02-20 22:18:23
1 Korintus 10:13
”Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”
Setelah Sekolah Minggu, Dina bermain di halaman rumah. Tiba-tiba ia terpeleset dan jatuh. Lututnya terluka, dan Dina mulai menangis. "Kenapa aku selalu jatuh, Ma? Aku lemah sekali," keluh Dina sambil mengusap air matanya. Mama lalu menghampiri Dina dengan lembut, "Dina, kamu tahu anak elang juga jatuh berkali-kali sebelum akhirnya bisa terbang tinggi?" Dina terdiam dan mendengarkan.
Mama melanjutkan, "Tuhan tahu seberapa kuat kamu, Dina. Dia mengizinkan kamu jatuh supaya kamu belajar bangkit. Luka di lututmu memang sakit sekarang, tetapi itu tanda bahwa kamu sedang belajar dan bertumbuh. Tuhan tidak pernah memberikan cobaan lebih dari yang kamu mampu." Dina mulai tersenyum dan berkata, "Jadi, ini cara Tuhan membuatku jadi lebih kuat, ya, Ma?" Mama mengangguk sambil membalut luka Dina.
Sobat Kids, mungkin kita pernah merasa ujian yang kita alami terlalu berat. Tapi ingat, Tuhan selalu tahu kemampuan kita. Dia ingin kita bertumbuh dan menjadi pribadi yang lebih kuat. Yuk, jangan menyerah dan terus bersemangat! Tuhan selalu menyertai kita!

Truth Junior 20 Februari 2025 - TUHAN TAHU KITA KUAT!
2025-02-20 22:15:53
1 Korintus 10:13
”Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”
Pernahkah Sobat Junior merasa mengalami sesuatu yang sulit sekali? Mungkin PR yang susah, teman yang tidak mau bermain denganmu, atau kamu diminta bersabar saat harus menunggu giliran. Rasanya berat, ya? Tapi tahu tidak, Tuhan Yesus tahu seberapa besar kita bisa menghadapi masalah itu.
Dalam 1 Korintus 10:13, Tuhan berjanji bahwa Dia tidak akan memberi ujian yang terlalu berat untuk kita. Setiap ujian atau pencobaan yang kita alami, Dia tahu kita sanggup menanggungnya. Bahkan, Dia akan selalu memberi jalan keluar!
Mari kita ingat kisah Daud melawan Goliat. Bayangkan, Daud hanya seorang anak muda yang kecil dibandingkan Goliat, seorang raksasa besar yang kuat. Semua orang berpikir, “Daud pasti kalah!” Tapi Daud percaya bahwa Tuhan bersamanya dan tidak akan membiarkannya menghadapi sesuatu yang tidak bisa dia tanggung. Dengan iman, keberanian, dan bantuan Tuhan, Daud mengalahkan Goliat hanya dengan sebuah batu dan ketapel. Luar biasa, bukan?
Seperti Daud, kita juga bisa percaya bahwa Tuhan akan membantu kita dalam situasi sulit. Ingat, kalau kita merasa berat atau sedih, jangan takut untuk berdoa dan minta kekuatan dari Tuhan. Dia akan selalu memberi jalan keluar yang terbaik untuk kita. Tuhan tahu kemampuan kita, dan Dia tidak akan membiarkan kita menghadapi sesuatu yang terlalu berat. Seperti Daud yang berani melawan Goliat, kita juga bisa mengandalkan Tuhan untuk membantu kita melewati ujian apa pun.
Kalau kamu menghadapi kesulitan hari ini, coba berhenti sejenak dan berdoa kepada Tuhan. Katakan, “Tuhan, aku percaya Engkau membantuku!” Lihatlah bagaimana Tuhan bekerja dalam hidupmu. Semangat, ya, Sobat Junior! Tuhan itu setia. Dia tahu kita kuat, karena Dia yang memberi kekuatan!

Truth Youth 20 Februari 2025 (English Version) - ACCEPTING SELF
2025-02-20 22:14:27
"But God demonstrates His own love for us in this: While we were still sinners, Christ died for us." (Romans 5:8)
In the world we live in today, it’s not unusual to hear or talk about young people experiencing frustration, depression, or, in some tragic cases, even ending their lives at a young age. This reality is deeply concerning. According to the World Health Organization (WHO), over 700,000 people die by suicide each year. In Indonesia, police data shows that in 2023, the number of suicide cases increased to 1,350, up from 826 the previous year. (source: sehatnegeriku.kemkes.go.id)
This statistic reflects the harsh reality that many people, especially young ones, are facing today. It's possible that some of us may even be going through similar struggles, where we feel like things aren’t going well. The pressure from social media only worsens this situation, as it creates unattainable standards and adds more confusion and insecurity. Young people today are often caught in the race to meet these societal standards, forgetting the unique and intentional plan God has for each of us.
Friends, one important thing we need to remember is that although the world may reject us, not accept us as we are, and demand things that are impossible to achieve, this is not the truth. The truth is that God accepts us as we are. He never rejects us, and He never demands us to be someone else. Each one of us was created uniquely and specially by God, and our existence is not a random occurrence or merely a desire of our parents. We are here because God wanted us to be, and He had a plan for us long before this world even existed.
As it says in Psalm 139:14: *“I praise You because I am fearfully and wonderfully made.”* God designed us with great care, with no flaws, and with perfect intention. We need to listen to and believe what God says about us. Therefore, it’s crucial for us to accept ourselves, love ourselves in God’s love, and remember how He has already accepted us just as we are.
WHAT TO DO:
1. Never compare yourself to others, for you were created uniquely and specially by God for His purpose.
2. Practice accepting yourself by taking good care of your needs, surrounding yourself with a God-fearing community, and avoiding negative worldly influences.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 30-32

Truth Youth 20 Februari 2025 - MENERIMA DIRI SENDIRI
2025-02-20 22:12:02
”Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Roma 5:8)
Pada kondisi anak-anak muda seperti kita hari-hari ini, sudah tidak menjadi hal yang tabu untuk didengar atau diperbincangkan, jika ada orang muda sudah mengalami frustrasi, depresi, bahkan tidak sedikit berakhir pada kematian di usia muda. Keadaan demikian sangatlah mengkhawatirkan sebenarnya, bersumber dari data informasi WHO, lebih dari 700.000 orang meninggal akibat bunuh diri setiap tahun. Di Indonesia sendiri data dari POLRI menunjukkan bahwa angka kematian akibat bunuh diri pada 2023 meningkat menjadi 1.350 kasus, dari 826 kasus pada tahun sebelumnya. (sumber: sehatnegeriku.kemkes.go.id)
Fakta di atas menjadi gambaran nyata kondisi banyak orang saat ini, tidak menutup kemungkinan di antara kita sedang mengalami kondisi demikian. Kondisi di mana keadaan diri kita sedang tidak baik-baik saja. Bahkan dunia makin memperkeruh dengan standar-standar yang diciptakan oleh sosial media, yang bukannya membaik malah menambah keadaan menjadi buruk. Sehingga orang muda berlomba menjadi apa yang dunia ini mau, melupakan apa yang Tuhan telah rancangkan bagi setiap manusia.
Teman-teman, satu hal yang penting untuk kita ketahui, mungkin memang secara kenyataan dunia saat ini menolak kita, tidak menerima kita apa adanya, bahkan menuntut kita untuk menjadi yang tidak bisa kita raih. Namun itu semua tidaklah benar, kebenarannya adalah Tuhan menerima kita apa adanya, Ia tidak pernah menolak kita, bahkan tidak pernah menuntut kita untuk menjadi orang lain. Sebab setiap kita Ia ciptakan unik dan spesial, adapun kehadiran kita di dunia ini bukan tanpa alasan atau kebetulan, apalagi hanya keinginan mama dan papa kita. Kita ada di dalam dunia ini karena Tuhan yang menginginkannya dan kita sudah ada dalam pikiran Tuhan, jauh sebelum bumi ini ada.
Sesuai dengan ayat dalam Mazmur 139:4 yang berkata: “Aku bersyukur kepada- Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib.” Tuhan telah merancang kita dengan sangat baik tanpa ada keburukan di dalamnya. Kita harus mendengar dan percaya apa yang Tuhan katakan untuk diri kita. Oleh sebab itu, terimalah diri sendiri, kasihilah diri sendiri di dalam kasih Tuhan. Ingatlah bagaimana Tuhan telah menerima kita terlebih dahulu apa adanya, maka penting bagi kita untuk menerima diri sendiri.
WHAT TO DO:
1.Jangan pernah membandingkan diri kita dengan orang lain. Sebab kita diciptakan Tuhan khsusus dan spesial untuk pekerjaan-Nya.
2.Berlatih menerima diri sendiri dengan cara penuhi kebutuhan sendiri dengan baik, kelilingi diri dengan komunitas yang takut Tuhan, dan jauhi infomasi yang buruk dari dunia.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 30-32

Renungan Pagi - 20 Februari 2025
2025-02-20 22:10:14
Orang yang mengenal Allah pasti tidak hanya ingin menerima berkat dari Tuhan saja, tetapi selalu ingin melayani Tuhan, dalam hatinya selalu berkata dengan apa dapat kubalas segala kebaikan Tuhan kecuali dengan melayani Tuhan.
Jangan bilang mengenal Tuhan kalau kita sendiri masih hitung-hitungan dengan Tuhan. Orang yang mengenal Tuhan dengan benar pasti akan selalu memiliki kerinduan untuk melayani Tuhan.

Quote Of The Day - 20 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-20 22:08:38
Keberanian menghadapi kematian sangat ditentukan oleh kualitas persekutuan yang benar dan harmoni dengan Allah.

Mutiara Suara Kebenaran - 20 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-20 22:06:13
Seseorang yang memberi diri dibaptis, harus meninggalkan cara hidup yang lama, yang sama dengan anak-anak dunia, lalu mengenakan gaya hidup baru; gaya hidup-Nya Tuhan Yesus. Maka, Tuhan Yesus akan membaptis mereka dengan Roh Kudus.

BELIEF IS ACTION - 20 Februari 2025 (English Version)
2025-02-20 22:01:09
Matthew 28:19-20
"Therefore go and make disciples of all nations, baptizing them in the name of the Father and of the Son and of the Holy Spirit, and teaching them to obey everything I have commanded you. And surely I am with you always, to the very end of the age."
Jesus commanded His disciples to make all nations His disciples and baptize them. What kind of baptism is this? It involves two things: first, the willingness to do what God desires. This is a commitment or determination or willingness. So if a person is baptized, it signifies his willingness to die to his old self and live a new life. This certainly involves the Holy Spirit. If someone wanted to become a Jew from being a non-Jew, he had to be baptized into Judaism, signifying a new life as a Jew. John the Baptist’s baptism was for those who were religious in a formalistic, legalistic sense—where the focus was on not breaking the law and maintaining a good outward appearance. However, to become a person with true inward righteousness and a willingness to do what God desires, this required a new life through the Holy Spirit. Moving from living as an ordinary human being to living as a child of God. From being bound by the nature of sin to now possessing a divine nature.
At that time, when Christianity was persecuted, people who dared to believe in Jesus could be slaughtered, their throats slit. But that was precisely what made the determination to become a believer firm, and the work of the Holy Spirit could be present, meaning transforming believers into new creations. However, today, baptism comes without the risk of being arrested, killed, or persecuted. Instead, people are congratulated: "Congratulations on your new life." But what exactly is this new life, and in what way is it lived out? People often debate about whether baptism should be by immersion or sprinkling, yet all of that is a sign. What is actually important is the application in life. In the past, when someone said, "I believe," then it included action; where believing is risking one's whole life, surrendering oneself to the object of one's belief, in this case God. So the word "believe" referred to in the Bible must be true belief. The belief of the congregation at that time, not the belief of Christians today who do not yet have the same quality of life as them.
In fact, there are many fake or false Christians, but they are not aware of it. For example, the Bible says, "Blessed be the God and Father of our Lord Jesus Christ, who according to His great mercy has given us new birth to a living hope through the resurrection of Jesus from the dead, to an inheritance that cannot be destroyed." This verse was specifically for the congregation at that time who were waiting for the coming of the Lord. Today, where are there any Christians waiting for the coming of the Lord? Few, and almost none. "In this you rejoice, though now for a little while you have had to suffer sorrow in various trials," what trials are we experiencing? At that time, believers had to risk their whole lives for the Lord. So, if the Bible says "believe," it already includes the content of believing. The problem today is that when people say "I believe," it might only be in their minds or reasoning, without any corresponding action—because there is no real action behind it.
If Jesus said, "Baptize them in the name of the Father, Son and Holy Spirit," it meant that they had a willingness to follow Jesus. Willing to die, willing to lose anything, then they can be changed, so that the Holy Spirit can work effectively in their lives. If you are only baptized for fun, the Holy Spirit cannot form a person. Baptism in Christianity is a symbol of death. And the Holy Spirit will help a person to the level of death of the old man to take on the divine nature. But this willingness must come first. John the Baptist prepared people to be willing to do whatever God commanded—that is the faith of Abraham. Can it be said that merely believing in Jesus as Lord and Savior is the faith of Abraham? No, that is only a belief in the mind.
Someone who is baptized must leave their old way of life, which is the same as the children of the world, and then put on a new lifestyle; the lifestyle of the Lord Jesus. Then, the Lord Jesus will baptize them with the Holy Spirit. So, people who give themselves to be baptized in the name of the Lord Jesus must learn to live the same as the Lord Jesus. The true teaching of salvation is like this, not only formulated in sentences, then debated, but without any implications, rigid, and unrealistic, cannot be related to the dynamics of this life in real terms. We must straighten it out, so that we work out salvation with fear and trembling (Philippians 2:12). And frankly, many people who are baptized are just playing around. Just the liturgy, because this is the command of the Lord Jesus. But at that time, it was different, there was content; namely the willingness to do whatever God commands. Remember, "prepare the way for the Lord."
SOMEONE WHO IS BAPTIZED MUST LEAVE THEIR OLD WAY OF LIFE, WHICH IS THE SAME AS THE CHILDREN OF THE WORLD, AND THEN PUT ON A NEW LIFESTYLE; THE LIFESTYLE OF THE LORD JESUS.

Bacaan Alkitab Setahun - 20 Februari 2024
2025-02-20 13:04:09
Imamat 22-23

Truth Kids 19 Februari 2025 - NASIHAT PENUH KASIH
2025-02-19 18:38:41
Efesus 4:15
”tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.”
Suatu hari, Rina melihat temannya, Didi, membuang sampah sembarangan di halaman sekolah. Awalnya, Rina ragu untuk mengatakan apa-apa. Ia berpikir, "Kalau aku menegur, nanti Didi marah atau malah tidak mau berteman denganku." Namun, di Sekolah Minggu, kakak pembina bercerita tentang bagaimana Tuhan ingin kita saling mengasihi, termasuk menasihati dengan kasih jika teman kita melakukan kesalahan. "Jika kita peduli, kita harus berani berbicara, tetapi dengan lembut dan penuh kasih," kata kakak pembina.
Rina merenungkan hal itu. Dia tidak ingin Didi merasa tersinggung, tetapi dia juga tahu bahwa membuang sampah sembarangan adalah perbuatan yang salah. Keesokan harinya, Rina mendekati Didi dan berkata, "Didi, aku tahu kamu mungkin tidak sengaja, tapi membuang sampah sembarangan itu bisa merusak lingkungan, lho. Yuk, kita jaga kebersihan sekolah kita." Didi sempat terdiam, tetapi kemudian tersenyum dan berkata, "Terima kasih sudah mengingatkan, Rina. Aku akan lebih hati-hati."
Sobat Kids, Tuhan ingin kita saling mengasihi, dan salah satu caranya adalah menasihati dengan lembut saat ada yang berbuat salah. Mari kita belajar untuk saling peduli dengan cara yang baik, supaya kita bisa menjadi terang dan membawa perubahan di sekitar kita!

Trurh Junior 19 Februari 2025 - BERANI MENGINGATKAN
2025-02-19 18:36:44
Efesus 4:15
”tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala.”
Sobat Junior, siapa di sini yang pernah melihat teman melakukan sesuatu yang salah? Misalnya, temanmu memotong antrean saat membeli makanan di kantin, atau dia berkata kasar kepada orang lain. Apa yang biasanya kalian lakukan? Apakah kalian diam saja karena takut mereka marah?
Tuhan mengajarkan kita untuk mengasihi semua orang. Tapi, mengasihi bukan berarti membiarkan teman kita terus berbuat salah. Jika kita benar-benar peduli, kita harus berani menasihati mereka, tetapi tentunya dengan cara yang lembut dan penuh kasih.
Bayangkan begini, jika kamu melihat temanmu hampir jatuh ke dalam lubang besar, apa yang akan kamu lakukan? Tentu kamu akan memperingatkan mereka, bukan? Sama seperti itu, ketika teman kita melakukan kesalahan, menasihati mereka dengan baik ibarat menyelamatkan mereka dari hal buruk.
Namun, cara kita menasihati sangat penting. Jangan memarahi atau mempermalukan mereka. Katakan dengan lembut dan tunjukkan bahwa kamu ingin mereka menjadi lebih baik karena kamu peduli. Itulah yang Tuhan maksud dengan “berpegang kepada kebenaran di dalam kasih.”
Kasih dan kebenaran harus berjalan bersama. Saat temanmu salah, jangan takut menasihati mereka, tetapi pastikan kamu melakukannya dengan cara yang lembut dan penuh kasih. Contohnya dengan mengatakan “Aku tahu kamu tidak sengaja, tapi yuk, coba kita perbaiki ini bersama.”
Dengan begitu, teman-teman kita tahu kalau kita menegur karena mengasihi dan peduli dengan mereka. Yuk, Sobat Junior, sama-sama kita belajar berani untuk menegur dengan kasih, karena mengasihi berarti membantu teman kita menjadi lebih baik. Semangat, ya!

Truth Youth 19 Februari 2025THERE IS STILL GOD
2025-02-19 18:34:31
"For the director of music. Of the Sons of Korah. According to Alamoth. A song. God is our refuge and strength, an ever-present help in trouble." (Psalm 46:1-2)
Have you ever felt anxious? It's a normal feeling for us as humans, and I'm sure we've all experienced it. In a world full of challenges and uncertainties, it's easy for us to feel anxious and fearful. However, as Christians, we are not people without hope; we are encouraged to face these feelings by surrendering all our worries and fears to God, who cares for and protects us.
One reality we must face in this world is that at times, fear, anxiety, and worry will overwhelm us. There are many triggers for our anxiety, but when these feelings become frequent or linger for too long, they can seriously disrupt our peace. In the Bible, there are many figures who faced anxiety, such as Jacob, who feared when he heard that his brother Esau was coming to meet him (Genesis 32). Jacob's anxiety was rooted in guilt and a fractured relationship. Another example is Queen Esther, who was also anxious when she learned of Mordecai's grief over the king's decree to annihilate the Jews (Esther 4).
From the stories of Jacob and Esther, we can learn a practical key to overcoming anxiety. In the midst of their worry, they took concrete actions. Jacob immediately divided his people into two groups and sought God’s help. Esther called for all the Jews to fast while she did her part. Anxiety motivated both Jacob and Esther to take the right steps to solve their problems by involving God.
Anxiety will always be a part of life, but how we respond and act determines how it affects us. As God's Word says in Philippians 4:6-7: “Do not be anxious about anything, but in every situation, by prayer and petition, with thanksgiving, present your requests to God.” Whatever anxiety you’re facing right now, surrender it to God through prayer while doing the best you can in the situation. Remember, there is still a God who loves and cares for each of us.
WHAT TO DO:
1. If you're feeling anxious, take a moment to breathe deeply and center your thoughts on Jesus. Then, share your anxieties with God through a conversation with Him.
2. Avoid people who don’t draw you closer to God, as they may lead you further into wrong paths. Instead, seek out a healthy community of believers who fear and love the Lord.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 27-29

Truth Youth 19 Februari 2025 - MASIH ADA TUHAN
2025-02-19 18:29:48
”Untuk pemimpin biduan. Dari bani Korah. Dengan lagu: Amalot. Nyanyian. Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangatlah terbukti. ” (Mazmur 46:1-2)
Tahukah teman-teman perasaan cemas merupakan hal yang normal sebagai manusia, pasti setiap kita pernah merasakannya. Di dalam dunia yang penuh tantangan dan ketidakpastian seperti ini, mudah sekali bagi kita merasa cemas dan takut. Namun sebagai orang Kristen, kita bukanlah orang yang tidak memiliki pengharapan, setiap kita diajak untuk menghadapinya dengan sikap menyerahkan segala kecemasan dan ketakutan kita kepada Tuhan, yang memelihara dan mengasihi kita.
Sebuah kenyataan yang akan kita hadapi di dunia ini ialah ada kalanya rasa takut, cemas, bahkan kekhawatiran yang melanda. Ada banyak hal yang bisa menjadi pemicu kecemasan kita, namun jika rasa cemas itu sering muncul bahkan berlangsung dalam waktu yang lama, ini akan sangat menggangu diri kita. Di dalam Alkitab banyak tokoh-tokoh yang juga mengalami kecemasan, salah satunya saat Yakub yang takut ketika mendengar kakaknya Esau akan menemuinya (Kejadian 32), dalam hal ini kecemasan Yakub disebabkan perasaan bersalah dan hubungan yang rusak. Tokoh lainnya adalah Ester yang juga merasa cemas ketika mengetahui kesedihan Mordekhai atas titah raja yang hendak membinasakan orang Yahudi (Ester 4).
Belajar dari kisah Yakub dan Ester, ada satu kunci praktis yang dapat kita teladani. Di setiap kecemasan yang mereka alami, mereka tetap mengambil langkah-langkah konkret. Yakub segera membagi orang-orangnya menjadi dua bagian dan segera mencari Allah. Ester segera meminta semua orang Yahudi untuk berpuasa sembari ia melakukan bagiannya. Rasa cemas justru memotivasi Yakub dan Ester memecahkan masalah dengan cara yang paling tepat, yaitu melibatkan Tuhan.
Rasa cemas memang akan selalu menjadi bagian hidup kita sebagai manusia. Namun bagaimana respons dan tindakan kita menentukan akhir dari kecemasan itu. Seperti firman Tuhan dalam Filipi 4:6- 7, yang berkata: “Janganlah hendaknya kamu khawatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kapada Allah.” Oleh sebab itu, kecemasan apa pun yang melanda kita saat ini, serahkanlah segala kekhawatiran kepada Tuhan melalui doa, sambil tetap melakukan upaya terbaik yang dapat kita lakukan. Sebab masih ada Tuhan yang sangat mengasihi setiap kita.
WHAT TO DO:
1.Jika sedang merasa cemas, coba berdiam diri sejenak untuk menarik napas dalam dan pusatkan pikiran pada Tuhan Yesus. Lalu sampaikan kecemasan kepada Tuhan, melalui dialog dengan-Nya.
2.Hindari orang-orang yang tidak membawa kita dekat dengan Tuhan agar tidak membawa makin jatuh dalam kesalahan. Namun carilah komunitas yang sehat dan yang takut akan Tuhan juga.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 27-29

Renungan Pagi - 19 Februari 2025
2025-02-19 18:27:14
Orang yang hidup dalam kesucian, ketaatan dan kebenaran, dia bisa menghadapi badai tapi dia tidak pernah bisa ditaklukkan oleh badai.
Sebaliknya orang yang hidup dalam kebusukan, orang yang hidup dalam kemunafikan, orang yang hidup dalam kejahatan, bisa kelihatan hebat tapi ujungnya pasti hancur.

Quote Of The Day - 19 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-19 18:25:33
Jangan menjadi orang yang tidak berguna untuk pekerjaan Tuhan; berjuanglah untuk Kerajaan Surga.

Mutiara Suara Kebenaran - 19 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-19 18:23:50
Dimensi kita harus dimensi Tuhan bukan dimensi anak dunia.

NEW LIFE - 19 Februari 2025 (English Version)
2025-02-19 18:01:37
Romans 6:4 "We were therefore buried with Him through baptism into death, in order that, just as Christ was raised from the dead through the glory of the Father, we too may live a new life."
Life is dynamic, and God can grant more accurate truths according to the times. Truth must be based on the Bible, not on human assumptions or any premises. The key question now is: Do we want to do the will of the Father or not? That is the issue. Ironically, those who arrogantly uphold doctrines of salvation often do not truly understand salvation. They take pride in their beliefs, yet their behavior does not reflect the majesty of someone who is to become a member of the Kingdom of Heaven. In the medieval era, people may have held certain doctrines, but the world was not as corrupt as it is today, and there were many good people. However, if we hold onto the wrong doctrine of salvation today, we will surely be led astray. Salvation is not resolved in the area of doctrine, but in concrete living.
Salvation is only found in Christ-period. We must not claim that salvation exists outside of Christ. There is none, because Jesus bore the sins of all humanity. The discussion on correcting teachings of salvation revolves around repentance. First, repentance for the nation of Israel or the people of the Old Testament before the Law was given. What did this mean? A change or cessation from actions that were not commanded by God, since there was no written law yet. If they engaged in anything outside of God's commands, they had to stop and change. Second, repentance for Israel in the Old Testament after the Law was given meant turning away from breaking the Law, ceasing to worship other gods, and instead obeying the Law and worshiping Yahweh. Third, repentance for nations outside of Israel. They repented from what they already knew they should do. The people of Nineveh, for example, must have had some form of law, culture, or moral standards they were supposed to uphold, but they failed to do so. This aligns with the book of Romans, which states that God has written His law in the hearts of all people (Romans 2:15).
These people will be judged according to the deeds written in their hearts. If there is a judgment, it means there is a reckoning. Surely, some will be deemed worthy of entering the world to come because they will be judged by their actions. Fourth, the repentance preached by John the Baptist—this was a call to faithfulness in doing what God desires. This is what is meant by "preparing the way for the Lord"—preparing oneself before hearing the Gospel. And it turns out that repentance required faithfulness in obeying whatever God commanded. Abraham had this kind of faith. Whatever God commanded, he did. That is why a person must first have faithfulness before following Jesus. Only when one is willing to let go of everything can they truly be transformed.
Repentance is a must, but it is not just about turning away from common moral transgressions—it must be accompanied by a willingness to do whatever God desires. Only then can one become a disciple. John the Baptist called people to repentance to bring them to this level, particularly the chosen people of Israel at that time. Meanwhile, Gentiles who converted to Judaism or followed the Law of Moses became part of the Jewish faith. A person must first have the willingness to obey whatever God commands before following Jesus. That is what the Bible teaches. It is unclear why, nowadays, some equate Christianity with other religions, thinking that repentance-becoming a good person-automatically leads to salvation. When Jesus preached the Gospel, He was actually continuing the baptism of John the Baptist. Then, He revealed the truth of the Gospel, which would lead believers to perfection, just as the Father is perfect. However, this journey begins with a willingness to do whatever God commands.
Through John’s baptism, the people of Israel were taught to have the same faith as their ancestors, like Abraham. Abraham’s faith was demonstrated through action. This is why, when Zacchaeus gave half of his wealth to the poor and repaid four times the amount to those he had wronged, Jesus declared, “This man is a son of Abraham.” Not because of his Jewish heritage, but because of his actions. Many Christians mistakenly believe that baptism alone signifies a new life. However, Paul states in Romans 6:4, “We will live a new life.” What does "new" mean here? If it simply means converting from being a Gentile to a Jew, that is not the full picture. If "new" only refers to receiving John’s baptism—gaining the willingness to obey God's will—then that is just the beginning. New life means living according to the standard of Jesus. So the word of God says we must have the mind and feelings of Christ.
SALVATION IS NOT RESOLVED IN THE AREA OF DOCTRINE, BUT IN CONCRETE LIVING.

HIDUP BARU - 19 Februari 2025
2025-02-19 13:13:28
Roma 6:4
“Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.”
Hidup ini berdinamika, dan Allah bisa menganugerahkan kebenaran-kebenaran yang lebih akurat sesuai dengan zaman. Kebenaran harus didasarkan pada Alkitab, bukan pada asumsi manusia atau premis mana pun. Sekarang yang penting, mau melakukan kehendak Bapa atau tidak? Itu masalahnya. Ironisnya, justru orang-orang yang memiliki arogansi mengenai doktrin keselamatan ini, mereka tidak mengenal keselamatan. Bangga dengan keyakinan yang mereka miliki, tapi perilakunya tidak menunjukkan keagungan seorang yang akan masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga. Jadi, kalau di abad-abad pertengahan orang-orang memiliki doktrin ini, mungkin dunia belum jahat seperti hari ini, dan banyak orang-orang baik. Tapi hari ini, kalau kita pegang doktrin keselamatan yang salah, pasti rusak. Jadi, keselamatan tidak diselesaikan di dalam area doktrin, tetapi dalam kehidupan secara konkret.
Keselamatan hanya dalam Kristus, titik. Jangan kita mengatakan ada keselamatan di luar Kristus. Tidak ada, karena semua dosa manusia itu dipikul oleh Yesus. Yang kita bahas untuk meluruskan ajaran keselamatan adalah mengenai pertobatan. Pertama, pertobatan bagi bangsa Israel atau umat Perjanjian Lama, sebelum Taurat diberikan. Apa itu? Perubahan atau berhenti dari perbuatan yang tidak diperintahkan oleh Allah. Karena memang tidak ada hukum. Tetapi kalau ada perbuatan di luar yang diperintahkan Allah, harus berhenti, harus berubah. Kedua, pertobatan bagi bangsa Israel di Perjanjian Lama setelah Taurat diberikan adalah perubahan dari melanggar Taurat, tidak menyembah Yahweh, jadi melakukan hukum Taurat dan beribadah kepada Yahweh. Ketiga, pertobatan bangsa-bangsa di luar Israel. Mereka bertobat dari apa yang sebenarnya mereka tahu harus dilakukan. Jadi, bangsa Niniwe itu pasti memiliki semacam hukum atau budaya atau ukuran moral yang seharusnya mereka tegakkan, tapi mereka tidak melakukan. Ini sinkron dengan Kitab Roma yang mengatakan bahwa Allah menulis Taurat di hati semua orang (Rm 2:15).
Orang-orang ini akan dihakimi menurut perbuatan yang tertulis di hati mereka. Kalau sampai ada pengadilan, berarti ada perhitungan. Tentu ada orang-orang yang akan bisa dipertahankan masuk dunia yang akan datang karena mereka akan dihakimi menurut perbuatan. Keempat, pertobatan yang diserukan oleh Yohanes Pembaptis, ini pertobatan untuk memiliki kesetiaan melakukan yang diingini oleh Allah. Ini dimaksud dengan “mempersiapkan jalan bagi Tuhan,” artinya mempersiapkan diri sebelum mendengar Injil. Dan ternyata, mereka harus memiliki pertobatan, yang intinya kesetiaan melakukan apa pun yang Allah perintahkan. Abraham memiliki iman seperti ini. Yang Allah perintahkan, dia lakukan. Makanya seseorang harus memiliki kesetiaan dulu, baru mengikut Yesus. Kesediaan untuk melepaskan segala sesuatu baru bisa diubah.
Pertobatan harus, tetapi bukan hanya meninggalkan pelanggaran moral umum, harus dengan kesediaan melakukan apa pun yang Allah kehendaki, baru jadi murid. Yohanes Pembaptis mengajak bertobat untuk membawa manusia pada level ini, dalam hal ini umat pilihan orang Israel pada waktu itu. Dan orang-orang kafir yang menjadi orang Yahudi atau beragama Musa, jadi beragama Yahudi. Kesediaan melakukan apa pun yang Allah perintahkan, baru mengikut Yesus. Alkitab berkata begitu. Tidak tahu, bagaimana sekarang ini orang menyamakan kekristenan dengan agama lain. Bertobat, jadi baik, lalu selamat. Ketika Yesus memberitakan Injil, sebenarnya Yesus meneruskan baptisan Yohanes Pembaptis. Lalu dilanjutkan kebenaran Injil yang akan membawa umat kepada kesempurnaan seperti Bapa. Tapi harus memiliki dulu kesediaan melakukan apa pun yang Allah perintahkan.
Jadi melalui baptisan Yohanes, bangsa Israel diajar untuk memiliki iman seperti nenek moyangnya, seperti Abraham. Iman Abraham itu tindakan. Maka Zakheus setelah memberi separuh hartanya kepada orang miskin, kalau ada orang pernah dia peras, dia kembalikan empat kali lipat. Tuhan Yesus berkata, “Orang ini anak Abraham.” Bukan karena Yahudinya, melainkan karena tindakannya. Kesalahan banyak orang Kristen, mereka merasa kalau sudah dibaptis, berarti sudah hidup baru. Paulus mengatakan di Roma 6:4, “Kita akan hidup dalam hidup yang baru.” Kata ‘baru’ di sini artinya apa? Kalau ‘baru’ hanya sekelas, sejajar dengan orang non-Yahudi menjadi Yahudi, tidak tepat. Kalau ‘baru’ hanya sekadar dibaptis seperti baptisan Yohanes Pembaptis, untuk memiliki kesediaan melakukan apa yang Allah kehendaki, itu baru permulaan. Hidup baru berarti kehidupan yang standarnya Yesus. Maka firman Tuhan mengatakan kita harus memiliki pikiran dan perasaan Kristus.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KESELAMATAN TIDAK DISELESAIKAN DI DALAM AREA DOKTRIN, TETAPI DALAM KEHIDUPAN SECARA KONKRET.

Truth Kids 18 Februari 2025 - TAHU ISI HATI MANUSIA
2025-02-18 21:12:38
Matius 7:1
”Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.”
Sobat Kids, pernah tidak, kalian merasa tergoda untuk menghakimi teman hanya karena mereka berbeda atau melakukan kesalahan? Kadang, kita merasa tahu segalanya dan langsung menilai orang lain. Tapi ingat, Tuhan meminta kita untuk tidak melewati batas dengan menghakimi.
Tuhan Yesus mengajarkan kita bahwa hanya Dia yang benar-benar tahu isi hati setiap orang. Apa yang kita lihat di luar, belum tentu menggambarkan apa yang terjadi di dalam. Mungkin saja teman kita sedang berjuang menghadapi hal yang sulit, tetapi kita tidak mengetahuinya. Kalau kita cepat menghakimi, kita malah bisa melukai hati mereka.
Sobat Kids, daripada sibuk menghakimi, lebih baik kita belajar untuk berempati dan mendoakan teman-teman kita. Tuhan ingin kita mengasihi, bukan menghakimi. Kalau kita merasa ada yang salah, serahkan semuanya kepada Tuhan. Biarkan Dia yang bekerja dan menuntun hati kita.
Yuk, Sobat Kids, kita belajar mengasihi tanpa syarat, seperti Tuhan mengasihi kita. Ingat, hanya Tuhan yang berhak menjadi Hakim, dan tugas kita adalah menjadi saluran kasih-Nya.

Truth Junior 18 Februari 2025 - MENJADI SAHABAT, BUKAN HAKIM
2025-02-18 21:10:28
Matius 7:1
”Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi.”
Hai, Sobat Junior! Pernahkah kalian melihat teman melakukan sesuatu yang menurut kalian salah? Misalnya, ada teman yang terlambat masuk kelas, dan kalian berpikir, “Pasti dia malas belajar!” atau mungkin ada teman yang terlihat sedih, lalu kalian berpikir, “Dia pasti aneh, makanya tidak punya teman.” Wah, hati-hati, lho! Kadang kita terlalu cepat menghakimi orang lain tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tuhan Yesus mengingatkan kita dalam Matius 7:1 untuk tidak mudah menghakimi orang lain. Mengapa begitu? Karena hanya Tuhan yang tahu isi hati dan alasan seseorang melakukan sesuatu. Kita tidak bisa melihat seluruh cerita hidup mereka.
Bayangkan jika ada seorang teman terlambat ke sekolah. Kita mungkin berpikir dia malas. Tapi ternyata dia terlambat karena membantu ibunya di rumah yang sedang sakit. Kalau kita langsung menghakimi, kita jadi salah, bukan?
Tuhan ingin kita belajar menjadi anak yang sabar, penuh kasih, dan selalu berpikir baik tentang orang lain. Daripada menghakimi, lebih baik kita mendoakan mereka atau bahkan membantu mereka kalau bisa. Ketika kita tidak tahu alasan di balik tindakan seseorang, jangan cepat-cepat menghakimi. Hanya Tuhan yang tahu isi hati mereka.
Yuk, Sobat Junior, belajar untuk mengasihi dan mendukung teman-teman kita, seperti yang Tuhan ajarkan. Ingat, ya, tugas kita adalah mengasihi, bukan menghakimi!

Renungan Pagi - 18 Februari 2025
2025-02-18 20:22:17
Ketika yang kita lihat berbeda dengan yang diharapkan, itu bukan berarti Tuhan meninggalkan kita dan Tuhan tidak menepati janji-janji-Nya.
Alkitab sudah berkata jalanmu bukanlah jalan-Ku, rancanganmu bukanlah rancangan-Ku, Allah punya sesuatu yang jauh lebih baik dari kita.
Hari ini kita mungkin belum tahu dan belum mengerti, tetapi pada akhirnya akan mengerti jalan Tuhan adalah jalan yang terbaik, yang Dia siapkan buat kita.

Quote Of The Day - 18 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-18 20:21:26
Kita bisa dimiliki Tuhan sepenuhnya kalau kita memiliki Dia saja dalam hidup, maka rambut kepala kita pun terhitung.

Mutiara Suara Kebenaran - 18 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-18 20:18:17
Dalam segala hal Tuhan harus terus kita bawa. Karena orang yang masuk surga itu adalah orang yang didapati Tuhan berkenan dalam segala hal.

Truth Youth 18 Februari 2025 (English Version) - UNDER SOCIAL PRESSURE
2025-02-18 20:13:02
"Come to Me, all you who are weary and burdened, and I will give you rest. Take My yoke upon you and learn from Me, for I am gentle and humble in heart, and you will find rest for your souls. For My yoke is easy and My burden is light." (Matthew 11:28-30)
In the age of social media, the pressure to appear perfect or successful has become part of daily life. We often see other people’s achievements on our screens and, without realizing it, compare them to ourselves. This can make us feel like we’re not good enough, not successful enough, or even not worthy enough. But as children of God, we are called to live in freedom, not under the pressures of this world.
Matthew 11:28-30 is a direct invitation from Jesus for those who feel weary from the burdens of the world. Jesus reminds us that life is not about meeting worldly standards but walking in peace with Him. When we surrender the social pressure to God, we will find true rest. The yoke He offers is not one that crushes us, but one that guides us to walk according to His plan.
One biblical figure who faced social pressure is David. When he was young, he was overlooked by his family and belittled by Saul when he wanted to fight Goliath. Yet, David didn’t let social pressure stop him. He trusted in God and held onto his identity as God’s chosen one. With faith, he surpassed worldly expectations and achieved great things.
In our daily lives, we can also overcome social pressure by relying on God. First, stop comparing yourself to others. Focus on the unique journey God has set for you. Second, find your identity in Christ, not in achievements or appearance. Third, surrender all your worries to God through prayer. He cares about every detail of your life and is ready to give you peace in the midst of chaos.
Remember, you don’t need to meet the world’s standards to be valuable. God’s love is enough to affirm who you are. So, when social pressure comes, look to Jesus, who is always ready to guide you through every challenge with a peace that surpasses understanding.
WHAT TO DO:
Focus on what God is doing in your life.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 25-26

Truth Youth 18 Februari 2025 - DI BAWAH TEKANAN SOSIAL
2025-02-18 20:10:16
”Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati, dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan. ” (Matius 11:28-30)
Di era media sosial, tekanan untuk terlihat sempurna atau sukses sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Kita sering melihat pencapaian orang lain di layar ponsel dan tanpa sadar membandingkannya dengan diri kita sendiri. Ini bisa membuat kita merasa bahwa kita tidak cukup baik, tidak cukup berhasil, atau bahkan tidak cukup layak. Tapi, sebagai anak-anak Tuhan, kita dipanggil untuk hidup dalam kebebasan, bukan dalam tekanan dunia ini.
Matius 11:28-30 adalah undangan langsung dari Tuhan Yesus bagi mereka yang merasa letih karena beban dunia. Yesus mengingatkan kita bahwa hidup bukan tentang memenuhi standar dunia, melainkan berjalan dalam damai bersama-Nya. Ketika kita menyerahkan tekanan sosial kepada Tuhan, maka kita akan menemukan kelegaan yang sejati. Kuk yang Ia pasang bukanlah kuk yang menekan, melainkan kuk yang memandu kita untuk berjalan sesuai rencana-Nya.
Salah satu contoh tokoh Alkitab yang menghadapi tekanan sosial adalah Daud. Ketika masih muda, dia diabaikan oleh keluarganya dan diremehkan oleh Saul saat ingin melawan Goliat. Namun, Daud tidak membiarkan tekanan sosial menghentikannya. Dia percaya kepada Tuhan dan berpegang pada identitasnya sebagai orang yang dipilih Tuhan. Dengan iman, dia berhasil melampaui ekspektasi duniawi dan mencapai hal yang besar.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga bisa melampaui tekanan sosial dengan mengandalkan Tuhan. Pertama, berhenti membandingkan diri dengan orang lain. Fokuslah pada perjalanan unik yang Tuhan tetapkan untukmu. Kedua, temukan identitasmu dalam Kristus, bukan dalam pencapaian atau penampilan. Ketiga, serahkan segala kecemasanmu kepada Tuhan melalui doa. Dia peduli pada setiap detail hidupmu dan siap memberikan damai di tengah kekacauan.
Ingatlah, kamu tidak perlu memenuhi standar dunia untuk berharga. Kasih Tuhan sudah cukup untuk meneguhkan siapa dirimu. Jadi, ketika tekanan sosial datang, lihatlah kepada Yesus yang selalu siap membimbingmu melewati segala tantangan dengan damai sejahtera yang melampaui pengertian.
WHAT TO DO:
Fokuslah kepada apa yang Tuhan kerjakan dalam hidup kita
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 25-26

DOCTRINAL ARROGANCE - 18 Februari 2025 (English Version)
2025-02-18 14:34:19
Romans 3:9 "What then? Are we any better? Not at all! For we have already charged that both Jews and Greeks are all under the power of sin."
The debates among Christian theologians on social media today often make them appear more like people of the world who lack the gentleness of Christ. These debates also clearly reveal arrogance and hatred toward others. They may be eloquent in speaking about salvation, yet their behavior does not reflect that they are people worthy of respect. However, God desires that we possess righteousness—dikaiosunē—or spirituality and morality that exceed that of the religious leaders, who at that time were represented by the scribes, the Pharisees, and the chief priests of Judaism. This raises the question: “Where is the role of the Holy Spirit in the lives of believers, who was promised to lead them into all truth?”
The doctrine of “salvation only in Christ” is the most proud doctrine in the lives of Christians. And many Christians, when they say that sentence, feel that they are defending God and are on God’s side. And it turns out, that triggers many Christians to feel that they are saved and have the certainty of going to heaven. Meanwhile, people outside of Christianity and whoever they are determined by God do not experience salvation, do not get a share in the Kingdom of God. Here arises the arrogance of doctrine which blinds the eyes of understanding and thought, so that people do not think intelligently and are not realistic in seeing life with all its dynamics. Thus, many Christians do not question whether the doctrine of salvation that they understand is complete and truly in accordance with biblical truth or not.
Typically, Christian, laypeople simply accept whatever has been formulated by past theologians, and considering it to be absolutely true, unquestionable. However, in the unfolding dynamics of life, God continues to reveal truth to His people. He still desires to grant truth to His followers. Believing that Jesus is the only way to salvation is just a small part of the broader and deeper doctrine of salvation, known as soteriology. Soteriology is the study of salvation, and has a wide scope and various aspects that must be understood completely. So the teachings about salvation must be built from correct knowledge about the main topics related to this salvation, such as grace, sin, justification, atonement, holiness, perfection.
However, what is the meaning of boasting about an understanding of the doctrine of salvation if religious life, spirituality, and morality do not radiate specialness? In fact, we see that non-Christians—who do not have the doctrine of salvation—can exhibit greater moral excellence than some Christians. Many people fail to view life realistically. Indeed, doctrines that do not align with biblical truth often have unclear implications—or none at all. This has led many Christians, especially theologians, to remain preoccupied in the realm of intellect—debating doctrine—without addressing the necessity of a transformed character that meets the perfect standard of the Father or conforms to Christ. Clearly, if the teaching states that “individual salvation is determined solely by God” and requires no response, then it has no practical implications. As a result, such people lack a realistic perspective on life.
Many Christians have become narrow-minded due to doctrines that are both impractical and rigid, making them difficult to apply to real life. These doctrines are often inherited from European theological traditions, where Christianity is now in decline. As a result, many Christians disregard the realities of life. Viewing salvation exclusively in Christ as a mark of superiority—one that automatically makes them children of God and places them above people of other religions—fosters arrogance regarding the doctrine of salvation. While it is an absolute truth that there is no salvation outside of Christ, non-Christians still have the opportunity to enter heaven if they genuinely love their neighbors as themselves, even if they are not part of the elect.
Those who exhibit doctrinal arrogance view fellow Christians who hold different beliefs as heretics. They treat the doctrines they have inherited from their theologians as equal to Scripture. One clear sign of this is that their theological discussions are deeply rooted in human perspectives from thousands of years ago, which may have been effective in their own time but are no longer applicable today. This alone reveals that the concept of salvation that they believe in and teach is not genuinely aligned with biblical truth. After all, their behavior reflects the quality and essence of their doctrine.
Viewing salvation exclusively in Christ as a mark of superiority-one that automatically makes them children of God and places them above people of other religions-fosters arrogance regarding the doctrine of salvation.

AROGANSI DOKTRIN - 18 Februari 2025
2025-02-18 14:32:25
Roma 3:9
“Jadi bagaimana? Adakah kita mempunyai kelebihan daripada orang lain?
Sama sekali tidak. Sebab di atas telah kita tuduh baik orang Yahudi,
maupun orang Yunani, bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa.”
Perdebatan para teolog Kristen di ruang media sosial hari ini lebih menunjukkan mereka seperti orang-orang dunia yang tidak memiliki kelemahlembutan Kristus. Dan perdebatan-perdebatan itu juga tampak sekali menunjukkan kesombongan dan kebencian terhadap orang lain. Piawai berbicara mengenai keselamatan, tetapi perilaku mereka tidak menunjukkan bahwa mereka adalah orang-orang yang pantas dihormati. Padahal Tuhan menghendaki kita memiliki kebenaran atau dikaiosunei atau kerohanian atau moralitas yang lebih dari tokoh-tokoh agama, yang pada waktu itu konteksnya diwakili oleh ahli Taurat, orang Farisi, imam-imam kepala agama Yahudi. Lalu timbul pertanyaan, “Di mana peran Roh Kudus dalam kehidupan orang percaya yang dijanjikan akan membawa orang percaya kepada seluruh kebenaran?”
Doktrin “keselamatan hanya dalam Kristus” adalah doktrin yang paling membanggakan dalam hidup orang Kristen. Dan banyak orang Kristen kalau sudah mengucapkan kalimat itu merasa sedang membela Tuhan dan ada di pihak Tuhan. Dan ternyata, hal itu memicu banyak orang Kristen merasa sudah selamat dan memiliki kepastian masuk surga. Sedangkan orang di luar Kristen dan siapa pun mereka yang ditentukan Allah tidak mengalami keselamatan, tidak mendapatkan bagian dalam Kerajaan Allah. Di sini timbul arogansi doktrin, dan arogansi doktrin ini membutakan mata pikiran dan pengertian, sehingga orang tidak berpikir cerdas dan tidak realistis melihat kehidupan dengan segala dinamikanya. Sehingga, banyak orang Kristen tidak mempersoalkan apakah doktrin mengenai keselamatan yang mereka pahami itu sudah lengkap dan benar-benar sesuai dengan kebenaran Alkitab atau belum.
Sebab biasanya orang Kristen, jemaat awam, menerima saja apa yang dirumuskan oleh para teolog masa lalu, dan itu dianggap sebagai sudah mutlak benar, tidak boleh diganggu gugat. Padahal, dalam dinamika hidup ini Allah masih akan memberikan kebenaran bagi orang percaya. Tuhan masih mau menganugerahkan kebenaran kepada umat-Nya. Meyakini Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan itu baru sebagian kecil dari rangkaian besar doktrin mengenai keselamatan atau soteriologi. Soteriologi adalah studi mengenai keselamatan, dan memiliki jangkauan yang luas dan berbagai aspek yang harus dipahami secara lengkap. Jadi ajaran mengenai keselamatan harus dibangun dari pengetahuan yang benar mengenai pokok-pokok bahasan yang terkait dengan keselamatan ini, seperti anugerah, dosa, pembenaran, pendamaian, kesucian, kesempurnaan.
Namun apa artinya pengertian mengenai doktrin keselamatan yang dibanggakan tersebut kalau ternyata hidup keberagamaan, kerohanian moralitas tidak memancarkan keistimewaan? Bahkan kita melihat, orang-orang non-Kristen yang tidak memiliki ajaran keselamatan, bisa memiliki keagungan moralitas dibanding sebagian orang Kristen. Banyak orang yang berpikir tidak realistis melihat kehidupan ini. Dan memang biasanya doktrin-doktrin yang tidak sesuai kebenaran Alkitab itu, tidak jelas implikasinya, bahkan sama sekali tidak jelas. Ini yang membuat banyak orang Kristen, khususnya para teolog, hanya sibuk dalam tataran area nalar; mempersoalkan doktrin, tetapi tidak mempersoalkan perilaku yang harus berubah dengan standar sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus. Jelas tidak ada implikasi kalau pengajarannya bahwa “keselamatan individu ditentukan secara sepihak oleh Allah,” sehingga tidak perlu respons. Sehingga mereka kurang realistis memandang hidup.
Banyak orang Kristen menjadi picik karena doktrin yang implikasinya miskin dan yang tidak dinamis, sehingga sulit direlasikan dengan kehidupan. Doktrin seperti ini biasanya warisan dari Eropa, yang mana sekarang kekristenan di sana menjadi sekarat. Banyak orang Kristen yang tidak peduli terhadap fakta kehidupan. Merasa memiliki eksklusivitas keselamatan hanya dalam Kristus, dan itu merupakan satu keunggulan yang secara otomatis menempatkan mereka menjadi anak-anak Allah yang lebih dari orang beragama lain, memunculkan arogansi doktrin keselamatan. Tidak ada keselamatan di luar Kristus, itu mutlak. Tetapi orang-orang non-Kristen pun masih punya peluang masuk surga, kalau mereka memang tidak atau bukan umat pilihan, yaitu jika mereka mengasihi sesama seperti diri sendiri.
Orang yang memiliki arogansi doktrin ini memandang orang lain (sesama orang Kristen) yang tidak memiliki ajaran yang sama, dianggap bidat. Mereka memandang doktrin yang mereka warisi dari para teolognya sebagai sejajar dengan Alkitab. Maka cirinya, kalau mereka membahas ajaran dan doktrin, tidak lepas dari pandangan manusia, yang umurnya sudah ribuan tahun dan sangat mungkin hanya efektif pada zamannya. Hal ini sudah jelas menunjukkan bahwa konsep keselamatan yang mereka yakini dan mereka ajarkan sejatinya tidak sesuai dengan kebenaran Alkitab. Sebab, perilaku mereka menunjukkan kualitas atau keberadaan doktrinnya.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Merasa memiliki eksklusivitas keselamatan hanya dalam Kristus, dan itu merupakan satu keunggulan yang secara otomatis menempatkan mereka menjadi anak-anak Allah yang lebih dari orang beragama lain, memunculkan arogansi doktrin keselamatan.

Truth Kids 17 Februari 2025 - WAKTU UNTUK MEKAR
2025-02-17 21:38:28
Pengkhotbah 3:1
”Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.”
Di sebuah desa kecil, ada seorang anak bernama Sari yang suka menanam bunga di kebun rumahnya. Setiap pagi, ia menyiram dan merawat bunga-bunganya dengan penuh kasih. Namun, ada satu pot yang bunganya tak kunjung tumbuh. Sari merasa kecewa dan hampir menyerah.
Suatu sore, neneknya melihat Sari termenung. Dengan lembut nenek berkata, "Sari, bunga-bunga punya waktu mereka sendiri untuk tumbuh. Kamu sudah merawatnya dengan baik. Sekarang, bersabarlah dan tunggu waktu Tuhan." Mendengar itu, Sari kembali semangat. Ia terus merawat bunga itu sambil berdoa. Beberapa minggu kemudian, bunga yang ditunggu-tunggu akhirnya mekar dengan indah. Sari sangat bahagia dan menyadari bahwa semuanya terjadi pada waktu yang tepat.
Dalam Pengkhotbah 3:1 tertulis, "Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya." Sama seperti Sari menunggu bunga mekar, kita juga diajarkan untuk sabar menunggu rencana Tuhan dalam hidup kita. Mari kita belajar bersabar dan percaya bahwa waktu Tuhan selalu yang terbaik! Dengan kesabaran, kita akan melihat keindahan yang Tuhan siapkan.

Truth Junior 17 Februari 2025 - TIK TOK TIK TOK
2025-02-17 21:34:36
Pengkhotbah 3:1
”Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.”
Kodi memandangi beberapa buah mangga yang ada di meja makan. Buah itu terlihat begitu segar dan menggoda Kodi untuk memakannya. Ia pun meminta pada ibunya untuk memotongkan buah mangga tersebut. “Mangganya belum matang, Kodi. Kita tunggu beberapa hari lagi, ya,” jawab Ibu Kodi. Dengan sedih, Kodi mengurungkan niatnya untuk mencicipi kelezatan buah mangga itu.
Esok harinya, Kodi kembali meminta ibunya untuk mengupas dan memotong buah mangga yang mereka punya. Ibu Kodi kembali menenangkannya, “Masih keras, Kodi. Belum bisa dimakan sekarang,” Ibu Kodi menanggapinya. Karena kesal dan tidak sabaran, Kodi diam-diam mengambil satu buah mangga dan membawanya ke kamar kakaknya. “Kak, kata ibu, mangga ini tolong dikupas,” Kodi membohongi kakaknya. “Ini masih keras, masa dikupas sekarang? Nanti rasanya tidak enak,” jawab kakak Kodi. “Tidak tahu, Ibu suruhnya begitu,” Kodi meyakinkan kakaknya.
Akhirnya mangga tersebut dikupas dan dipotong, kemudian Kodi dengan sangat semangat menggigitnya. “Ahhh.!! Asam sekali!!” Ujar Kodi kaget. Mangga yang dipotong sangat keras dan kecut, tidak bisa dinikmati. Kodi pun menyesal karena tidak mau mendengarkan perkataan ibunya.
Sobat Junior, segala sesuatu ada waktunya. Bila kita tidak bersabar seperti Kodi, maka kita tidak bisa menikmati berkat yang Tuhan sediakan. Kita percaya saja. Apabila ada hal yang kita inginkan atau doakan belum terjadi, mungkin karena itu memang belum waktunya terjadi. Mari kita senantiasa menaruh keyakinan bahwa waktu Tuhan pasti yang terbaik.

Truth Youth 17 Februari 2025 (English Version) - CHANGING COMPARISON TO INSPIRATION
2025-02-17 21:31:58
"And let us consider how we may spur one another on toward love and good deeds." (Hebrews 10:24)
Have you ever felt envious or insecure when you see other people's achievements on social media? Maybe your friend just landed their dream job, got married, or succeeded in their career while you feel left behind. These feelings are natural, but if we let them, they can trap us in an unhealthy cycle of comparison.
Hebrews 10:24 gives us a different perspective on how we should view other people's achievements. This verse reminds us to encourage one another in love and good works. It means that other people’s successes are not a threat but an opportunity to learn and be inspired. God created each of us with a unique journey. When we stop comparing ourselves negatively, we can start to see that other people's journeys can motivate us to grow.
The first way to turn comparison into inspiration is by being grateful for what you have. Gratitude helps us focus on the blessings God has given us, instead of feeling like we’re falling behind. Next, ask yourself: “What can I learn from them?” Maybe they have incredible discipline, courage to try new things, or patience in facing challenges. Instead of feeling small, use that as a drive to improve yourself.
It’s also important to remember that your identity isn’t determined by your achievements. God loves us not because of what we achieve, but because of who we are in Christ. So, when you see others succeed, instead of feeling envious, let it remind you that God is also working in your life, perhaps in a different way but still perfect.
Today, let’s learn to appreciate our own journey and use other people’s accomplishments as inspiration, not as a threat. Trust that God has a beautiful plan for your life, and that journey starts with embracing His perfect love for you.
WHAT TO DO:
Learn to trust God with our future.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 22-24

Truth Youth 17 Februari 2025 - MENGUBAH PERBANDINGAN MENJADI INSPIRASI
2025-02-17 21:29:39
”Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik.” (Ibrani 10:24)
Apakah kamu merasa iri atau minder saat melihat pencapaian orang lain di media sosial? Mungkin temanmu baru saja mendapatkan pekerjaan impian, menikah, atau sukses dalam kariernya, sementara kamu merasa tertinggal jauh di belakang. Perasaan ini manusiawi, tapi kalau dibiarkan, bisa membuat kita terjebak dalam siklus perbandingan yang tidak sehat.
Ibrani 10:24 memberikan perspektif berbeda tentang bagaimana kita seharusnya memandang pencapaian orang lain. Ayat ini mengingatkan kita untuk saling mendorong dalam kasih dan pekerjaan baik. Artinya, pencapaian orang lain bukanlah ancaman, tetapi kesempatan untuk belajar dan terinspirasi. Tuhan menciptakan setiap kita dengan perjalanan unik. Saat kita berhenti membandingkan diri secara negatif, maka kita bisa mulai melihat bahwa perjalanan orang lain bisa menjadi motivasi untuk terus bertumbuh.
Cara pertama untuk mengubah perbandingan menjadi inspirasi adalah dengan bersyukur atas apa yang kamu miliki. Syukur membantu kita fokus pada berkat yang Tuhan berikan dalam hidup kita, alih-alih merasa kurang dibandingkan orang lain. Kedua, tanyakan pada diri sendiri: “Apa yang bisa aku pelajari dari mereka?” Mungkin mereka memiliki disiplin yang luar biasa, keberanian untuk mencoba hal baru, atau kesabaran dalam menghadapi tantangan. Daripada merasa kecil, gunakan hal itu sebagai pemacu untuk memperbaiki diri.
Yang tidak kalah penting, ingatlah bahwa identitasmu tidak ditentukan oleh pencapaian. Tuhan mencintai kita bukan karena apa yang kita capai, tetapi karena siapa kita di dalam Kristus. Jadi, saat kamu melihat keberhasilan orang lain, alih-alih iri, jadikan itu pengingat bahwa Tuhan juga bekerja dalam hidupmu, mungkin dengan cara yang berbeda tapi tetap sempurna.
Hari ini, mari kita belajar untuk menghargai perjalanan kita sendiri dan menjadikan pencapaian orang lain sebagai inspirasi, bukan ancaman. Percayalah, Tuhan punya rencana indah untuk hidupmu, dan perjalanan itu dimulai dengan menerima kasih-Nya yang sempurna untukmu.
WHAT TO DO:
Belajar mempercayai kepada Tuhan untuk masa depan kita
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 22-24

Renungan Pagi - 17 Februari 2025
2025-02-17 18:39:08
"0rang yang sabar akan memiliki banyak sahabat, karena orang yang sabar akan disukai oleh banyak orang, orang sabar tenang dan bisa menguasai diri dan disenangi banyak orang.
Orang sabar akan memiliki banyak sahabat, orang sabar jika dia membangun keluarga, maka keluarganya akan penuh damai dan tenang, karena dia akan menghadapi segala sesuatunya dengan sabar.

Quote Of The Day - 17 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono 17 Februari 2025
2025-02-17 18:37:55
Kalau kita mengaku bahwa segenap hidup kita milik Tuhan, mestinya tidak ada yang kita pertahankan.

Mutiara Suara Kebenaran - 17 Februari 2025 (Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-17 18:31:51
Suci itu bukan sesuatu yang abstrak tetapi sesuatu yang riil, dari perkara-perkara kecil.

THE REPENTANCE OF THE NEW TESTAMENT PEOPLE - 17 Februari 2025
2025-02-17 18:26:52
Matthew 23:27
"Woe to you, teachers of the law and Pharisees, you hypocrites! You are like whitewashed tombs, which look beautiful on the outside but on the inside are full of the bones of the dead and everything unclean."
The fifth aspect is the repentance proclaimed by Jesus and continued by believers. This is the standard repentance of the children of God. When Jesus taught among the people of Israel, the repentance He preached was still a continuation of the repentance proclaimed by John the Baptist: "Turn away from sin and abandon legalistic formalities." Jesus firmly rebuked the religious leaders: "You are like tombs; on the outside, you appear white, but inside you are full of bones. How can you believe if you still seek honor from one another?" This was because they continued practicing legalistic formalities. However, Jesus Himself did not baptize, but His disciples did, because Jesus would later baptize with the Holy Spirit. This is the pinnacle of a person's spirituality. John the Baptist said, "I baptize with water, but He who comes after me is more powerful than I, and I am not worthy to carry His sandals. He will baptize you with the Holy Spirit and with fire." Water baptism is only a sign—remember this. "I baptize you with water as a sign of repentance, but He who comes after me is mightier than I, and I am not worthy to untie His sandals. He will baptize you with the Holy Spirit and with fire." This is crucial.
So, when Jesus preached the Gospel and baptized people, He Himself did not baptize because He had a special role—the pinnacle of spiritual life: moral perfection and character. John's baptism was a sign of willingness to follow God's law—not for the sake of the law itself, but for God's sake—a willingness to do whatever God desires. In this sense, the law was given. John's baptism was meant to guide the people of Israel to live in obedience to God's will—not for the sake of the law, but for God Himself. This was the characteristic of Abraham, who demonstrated and expressed his faith. That is why, if we are called the children of Abraham, we must have the same attitude. But remember, we must be of one mind and one heart with God. Whatever we do must not contradict God's will. Abraham's life was dedicated solely to fulfilling God's will. If Abraham had done anything outside of God's will, it would have been a sin. However, he remained obedient. Through John's baptism, the people of Israel were taught to have faith like their ancestor, Abraham—faith that is ultimately expressed in a willingness to do whatever God desires.
Water baptism in the life of a believer is a vow to have a new life like the life of Jesus, the standard of holiness is the standard of Jesus. So we can understand what is meant by "justified by faith." That does not mean that our life is the same standard as Abraham, no. What is meant is his extraordinary obedience. Believers must first pass this stage. That is why John the Baptist prepared the way for the Lord. John the Baptist taught only up to the point of repentance, but Jesus taught all the way to perfection. Therefore, we cannot become children of God if we have not first become children of Abraham. If we are not willing to let go of everything, we cannot move to a higher level. Many Christians remain stuck at the initial stage.
But the undeniable fact is that many Christians feel that they have repented and accepted Jesus at the beginning of their conversion. In fact, they do not necessarily have the faith of Abraham. What is important is to be a good person. If that is the case, then we are returning to the Old Testament. That was how the people of Nineveh repented. We must not close our eyes to what the Gospel teaches—having a heart ready to receive grace. Once we reach this stage, the process of being baptized in the Holy Spirit is truly extraordinary. The Holy Spirit cannot lead a person whose heart is not yet flexible. Remember, the seed of the Word is true, but the medium determines whether the seed grows or not. We must avoid making this mistake. Many Christians, after being baptized, feel they have been born again. However, being born again does not happen at the moment of water baptism but when a person is willing to continually undergo the renewal of the mind. A new life is only realized when, day by day, a person experiences transformation from a sinful nature to a divine nature. In this process, the role of the Holy Spirit is to enable believers to become like Jesus.
Of course, it is clear that we must not engage in actions that violate the law or general moral standards. But simply following the law or avoiding legal wrongdoing is also not enough. If it is only about legal compliance, then we are no different from the Israelites in John the Baptist’s time, who were focused on formal legalism—prioritizing appearances and avoiding being caught in wrongdoing. The message John the Baptist wanted to convey was, "You are not yet like your ancestor, Abraham." Abraham obeyed God because of who God is, not because of the Law—there was no Law at the time—yet Abraham always did what God willed. Once we reach this point, then comes the transformation of the mind—metanoia. Only then can we enter the process of the baptism of the Holy Spirit, living a new life according to the Spirit, which means living according to the thoughts and feelings of Christ. If a non-Jew converts to Judaism, he must conform to Jewish law. But if a believer follows Christ, he must conform to the thoughts and feelings of Christ.
IF A NON-JEW CONVERTS TO JUDAISM, HE MUST CONFORM TO JEWISH LAW. BUT IF A BELIEVER FOLLOWS CHRIST, HE MUST CONFORM TO THE THOUGHTS AND FEELINGS OF CHRIST.

PERTOBATAN UMAT PERJANJIAN BARU - 17 Februari 2025
2025-02-17 13:05:37
Matius 23:27
“Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan pelbagai jenis kotoran.”
Yang kelima, pertobatan yang diserukan oleh Yesus dan diteruskan oleh orang percaya. Ini adalah pertobatan standar anak-anak Allah. Pada waktu Yesus mengajar di tengah-tengah masyarakat Israel, pertobatan yang diajarkan Yesus masih meneruskan sebagian pertobatan yang diserukan Yohanes Pembaptis, “Tinggalkan dosa, praktik-praktik legalistik formalitas.” Yesus pun dengan tegas menegur tokoh-tokoh agama, “Kamu seperti kuburan; di luarnya kelihatannya putih, dalamnya tulang-belulang. Bagaimana kamu bisa percaya, kalau kamu masih mencari hormat satu dengan yang lain?” Sebab mereka masih menjalankan praktik legalistik formalitas. Namun Yesus tidak membaptis, tapi murid-murid-Nya, karena Yesus membaptis dengan Roh Kudus, nanti. Ini puncak dari kerohanian seseorang. Yohanes Pembaptis berkata, “Aku membaptis dengan air, tetapi Dia yang akan datang, membaptis kamu dengan api dan Roh Kudus.” Baptisan air hanyalah tanda, ingat ini. “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.” Ini penting.
Jadi ketika Yesus memberitakan Injil lalu membaptis orang, ternyata Dia sendiri tidak membaptis karena Dia punya bagian khusus, itu puncak dari hidup kerohanian; kesempurnaan moral, karakter. Baptisan Yohanes adalah tanda kesediaan untuk melakukan hukum sesuai kehendak Allah, bukan karena hukum itu melainkan karena Allah; kesediaan melakukan apa pun yang Allah kehendaki. Dalam hal ini, hukum yang diberikan. Jadi, baptisan Yohanes dimaksudkan agar bangsa Israel hidup dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Bukan demi hukum, melainkan demi Allah itu. Inilah karakteristik Abraham yang menunjukkan atau mengekspresikan imannya. Makanya kalau kita disebut anak-anak Abraham itu harus memiliki sikap seperti itu. Tapi ingat, kita harus sepikiran dan seperasaan dengan Allah. Apa pun yang kita lakukan, tidak bertentangan dengan kehendak Allah. Hidup Abraham adalah hidup hanya untuk melakukan yang Allah kehendaki. Tidak ada yang dilakukan oleh Abraham di luar kehendak-Nya. Kalau Abraham melakukan sesuatu di luar kehendak Allah, itu dosa, tetapi ternyata Abraham taat. Melalui baptisan Yohanes ini, bangsa Israel diajar untuk memiliki iman seperti moyang mereka, Abraham, yang intinya adalah bersedia melakukan apa pun yang Allah kehendaki.
Baptisan air dalam kehidupan orang percaya adalah ikrar untuk memiliki kehidupan baru seperti kehidupan Yesus, standar kesuciannya yaitu standar Yesus. Sehingga kita bisa mengerti yang dimaksudkan “dibenarkan oleh iman.” Itu bukan berarti lalu hidup kita standarnya seperti Abraham, tidak. Maksudnya adalah penurutannya yang luar biasa. Di sini, orang percaya harus lulus dulu. Maka Yohanes Pembaptis mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Kalau Yohanes Pembaptis, mengajarkannya hanya sampai pertobatan, tapi Yesus mengajarkan terus sampai kesempurnaan. Maka kita tidak bisa jadi anak-anak Allah kalau belum jadi anak Abraham. Kalau kita belum memiliki kesediaan melepaskan segala sesuatu, maka tidak bisa masuk ke level yang lebih tinggi. Banyak orang Kristen hanya sampai di level awal.
Namun fakta yang tidak bisa dibantah, banyak orang Kristen merasa sudah bertobat dan menerima Yesus di awal pertobatannya. Padahal, belum tentu mereka sudah punya iman Abraham. Yang penting, jadi orang baik. Kalau begitu, kita kembali ke Perjanjian Lama. Pertobatan mereka begitu. Orang Niniwe pun bisa berbuat itu. Jangan kita tutup mata terhadap apa yang dikatakan di dalam Injil, yaitu kesiapan hati untuk menerima anugerah. Sebab, kalau sudah masuk ke sini, proses dibaptis Roh Kudus, itu luar biasa. Roh Kudus tidak bisa memimpin orang yang hatinya belum lentur. Ingat, benih firman itu benar, tapi medianya yang menentukan benih itu tumbuh atau tidak. Maka, jangan kita melakukan kesalahan ini. Orang Kristen kalau sudah dibaptis, merasa sudah lahir baru. Padahal lahir baru bukan waktu dia dibaptis air, melainkan ketika memiliki kesediaan, terus diproses dalam pembaruan pikiran. Proses hidup baru, barulah terwujud, yaitu ketika dari hari ke hari mengalami perubahan dari kodrat dosa ke kodrat ilahi. Dalam hal ini, fungsi Roh Kudus adalah memberi kemampuan orang percaya untuk serupa dengan Yesus.
Tentu jelas, kita tidak boleh melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum atau norma umum. Tapi juga tidak cukup hanya melakukan hukum, atau tidak melanggar hukum secara norma umum tadi. Kalau hanya demi hukum, berarti kita kembali ke bangsa Israel zaman Yohanes Pembaptis yang formalitas legalistik itu. Yang penting penampilan baik, yang penting tidak kedapatan berbuat dosa. Pesan yang mau disampaikan, Yohanes Pembaptis mau berkata, “Kamu itu belum seperti nenek moyangmu, Abraham.” Abraham melakukan kehendak Allah karena Allah itu sendiri, tidak ada hukum Taurat, tetapi Abraham selalu melakukan apa yang Allah kehendaki. Setelah masuk ke sini, baru perubahan pikiran; metanoia. Lalu bisa masuk dalam proses baptisan Roh Kudus; hidup baru sesuai dengan Roh, artinya hidup baru sesuai dengan pikiran, perasaan Kristus. Kalau orang non-Yahudi masuk agama Yahudi, harus menyesuaikan diri dengan hukum Yahudi. Tapi kalau orang percaya, masuk pada pikiran dan perasaan Kristus.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
Kalau orang non-Yahudi masuk agama Yahudi, harus menyesuaikan diri dengan hukum Yahudi. Tapi kalau orang percaya, masuk pada pikiran dan perasaan Kristus.

Bacaan Alkitab Setahun - 17 Februari 2025
2025-02-17 12:57:57
Imamat 14-15

Truth Kids 16 Februari 2025 - RIRI, SI KELINCI
2025-02-16 21:46:43
1 Korintus 6:19
”Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, – dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?”
Di sebuah hutan kecil, tinggal seekor kelinci bernama Riri. Riri suka sekali makan makanan manis seperti kue dan permen yang ia temukan di desa dekat hutan. Ia sering lupa makan sayur dan buah-buahan yang lebih sehat. Awalnya, Riri merasa tidak ada masalah. Namun, lama-kelamaan tubuhnya menjadi lemas dan ia sulit berlari secepat teman-temannya. Ketika teman-temannya bermain lompat-lompatan di padang rumput, Riri hanya bisa duduk kelelahan.
Suatu hari, Riri bertemu dengan seekor rusa tua yang bijak. "Mengapa kamu terlihat lemah, Riri?" tanya rusa itu. Riri menceritakan kebiasaannya memakan makanan manis. Rusa tersenyum dan berkata, "Riri, Tuhan memberi kita tubuh yang luar biasa. Tubuhmu adalah hadiah dari Tuhan, seperti bait-Nya. Jika kamu tidak menjaganya dengan baik, tubuhmu akan menjadi lemah. Mulailah makan yang sehat dan berolahraga agar kamu bisa kembali kuat." Mendengar itu, Riri merasa sadar. Ia mulai mengurangi makanan manis dan makan lebih banyak sayur serta buah. Tidak lupa, ia juga berolahraga dengan teman-temannya.
Sobat Kids, seperti Riri, kita juga harus menjaga tubuh kita. Jangan lakukan hal yang merusak tubuh, karena tubuh kita adalah bait Tuhan. Mari kita rawat tubuh kita dengan baik!

Truth Junior 16 Februari 2025 - TUBUHKU; RUMAHKU
2025-02-16 21:44:54
1 Korintus 6:19
”Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri?”
“Uhuk..uhuk..” Suara batuk Chilla terdengar setiap beberapa detik sekali di sekolah. Bu Guru sangat prihatin melihat kondisi Chilla yang sedang batuk parah, tetap bersekolah. “Chilla, kenapa batukmu tidak sembuh juga? Apakah kamu sudah ke dokter? Ini sudah sebulan kamu batuk terus,” ujar Bu Guru prihatin. “Sudah, Bu. Chilla sudah sering ke dokter, tapi memang batuknya masih saja ada,” jawab Chilla. “Kata dokter, ini karena Chilla sering makan es krim, Bu. Walaupun Chilla sedang batuk, tetap saja jajan es krim. Habisnya enak, Bu, Chilla suka sekali es krim,” lanjut Chilla menjelaskan.
Sobat Junior, bulan ini kita belajar untuk mengerti batasan dalam hidup. Chilla memberikan contoh yang buruk, karena ia tidak bisa membatasi diri dalam memakan es krim. Es krim itu tidak boleh dimakan terlalu sering, apalagi kalau kita sedang batuk. Tentu saja kita jadi sulit sembuh kalau kita tidak membatasi diri dalam menikmati jajanan ketika sakit.
Sama seperti rumah yang harus dirawat agar tetap bersih dan nyaman ditinggali, tubuh kita pun harus dirawat dan dijaga, salah satunya dengan membatasi asupan makanan yang kurang baik atau tidak sehat. Sesekali boleh, pasti orang tua kalian mengizinkan. Namun, kalau terlalu sering, pasti berdampak buruk bagi kesehatanmu. Jangan sampai kalian merusak ‘rumah’ atau tubuhmu karena tidak bisa membatasi diri, ya.

Truth Youth 16 Februari 2025 - ACCEPTING SELF WITH GRACE
2025-02-16 13:56:53
"You will keep in perfect peace those whose minds are steadfast, because they trust in you." (Isaiah 26:3)
Have you ever felt like you’re not good enough? Maybe because you didn’t reach a goal, because you were compared to others, or because you feel like you’re not as talented or successful as those around you. These feelings often make us forget that we were uniquely created by God for a purpose. Isaiah 26:3 reminds us that God keeps in perfect peace those whose hearts trust in Him. But how can we receive that peace if we struggle to accept ourselves?
The first step to accepting yourself is to remember who you are in God's eyes. You are His precious creation, loved unconditionally by Him. God doesn’t measure you by your achievements or appearance; He sees you for who you are as His child. When we learn to value ourselves the way God values us, we begin to see our lives with gratitude instead of feelings of inadequacy.
Gratitude is a powerful tool in overcoming the feeling of not being enough. When you start thanking God for the little things in your life—your talents, opportunities, or even your weaknesses that help you grow—you begin to see how God is working in you. Focusing on what you have, not what you lack, learning to fully trust God. We may not be perfect, but God is continually shaping us each day. This process requires patience, grace, and trust in Him. When we surrender, we find the peace that only God can give, despite any shortcomings or challenges we face.
So, let’s learn to appreciate ourselves as God appreciates us. Start by being thankful each day for His grace, and trust that in Him, we are always enough. When we accept ourselves with God’s love, we not only experience peace but also become vessels of love for others.
WHAT TO DO:
1. Learn to accept yourself as you are.
2. Give thanks for what God has given you in life.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 19-21

Truth Youth 16 Februari 2025 - MENERIMA DIRI SENDIRI DENGAN KASIH KARUNIA
2025-02-16 13:50:43
”Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.” (Yesaya 26:3)
Pernah nggak kamu merasa nggak cukup baik? Entah itu karena gagal mencapai sesuatu, dibandingkan dengan orang lain, atau merasa nggak seberbakat dan sehebat mereka di sekitarmu. Perasaan ini sering kali bikin kita lupa bahwa kita diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan yang unik. Yesaya 26:3 mengingatkan bahwa Tuhan menjaga hati yang percaya kepada-Nya dengan damai sejahtera. Tapi bagaimana caranya menerima damai itu kalau kita sulit menerima diri sendiri?
Langkah pertama untuk menerima diri sendiri adalah mengingat siapa kita di mata Tuhan. Kita adalah ciptaan-Nya yang berharga, yang Ia kasihi tanpa syarat. Tuhan tidak melihat kita berdasarkan prestasi atau penampilan, tetapi berdasarkan siapa kita sebagai anak-anak-Nya. Ketika kita menghargai diri sendiri seperti Tuhan menghargai kita, maka kita bisa mulai melihat hidup kita dengan rasa syukur, bukan perasaan kurang.
Rasa syukur adalah senjata ampuh melawan perasaan tidak cukup baik. Ketika kamu bersyukur untuk hal-hal kecil dalam hidup—bakat, kesempatan, atau bahkan kelemahan yang membuatmu belajar—kamu mulai melihat betapa Tuhan bekerja dalam dirimu. Fokus pada apa yang kamu miliki, bukan apa yang kurang, akan membantu menggantikan ketidakpuasan dengan damai sejahtera.
Menerima diri sendiri juga berarti belajar memercayai Tuhan sepenuhnya. Kita mungkin tidak sempurna, tetapi Tuhan sedang bekerja membentuk kita setiap hari. Proses ini memerlukan kesabaran, kasih karunia, dan kepercayaan kepada-Nya. Ketika kita berserah, berarti kita menemukan damai yang hanya Tuhan bisa berikan, terlepas dari segala kekurangan atau tantangan yang kita hadapi.
Jadi, mari kita belajar untuk menghargai diri sendiri seperti Tuhan menghargai kita. Mulailah dengan bersyukur setiap hari atas kasih karunia-Nya, dan percayalah bahwa di dalam Dia, kita selalu cukup. Karena ketika kita menerima diri sendiri dengan kasih Tuhan, kita tidak hanya mengalami damai, tetapi juga bisa menjadi saluran kasih bagi orang lain.
WHAT TO DO:
1.Belajar untuk menerima diri kita apa adanya
2.Mengucap syukur dengan apa yang Tuhan kasih dalam hidup kita
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 19-21

Renungan Pagi - 16 Februari 2025
2025-02-16 13:46:31
Hal-hal yang positif dari lidah adalah jika lidah mengucapkan kebenaran, menyampaikan firman Tuhan dengan kuasa, membangun harapan dalam hidup kita dan harapan bagi orang lain.
Lidah yang positif adalah lidah yang penuh penghargaan, ketika ucapan penuh dengan penghargaan, maka dimanapun Tuhan tempatkan kita, hidup pasti berdampak dan nama Tuhan dipermuliakan.

Quote Of The Day 16 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-16 13:44:59
Kalimat "rambut kepalamu pun terhitung," bukan untuk semua orang Kristen, melainkan untuk mereka yang disebut sebagai sahabat-sahabat-Nya.

Mutiara Suara Kebenaran - 16 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-16 13:43:38
Tidak perlu orang menunggu orang minta maaf kepada kita terlebih dahulu baru kita mengampuni.

REPENTANCE OF THE OLD TESTAMENT PEOPLE - 16 Februari 2025 (English Version)
2025-02-16 10:19:17
Romans 2:13
"For it is not those who hear the Law who are righteous in God’s sight, but it is those who obey the Law who will be declared righteous."
Second, repentance for the Israelites in the Old Testament after the Torah was given. After the Torah was given, repentance meant a change in behavior, from breaking the Torah and abandoning worship of Yahweh, to returning to keeping the Torah and worshiping Yahweh. In the history of the Israelites, the nation was repeatedly influenced by the lifestyle of the pagan society around them, so that they worshipped other gods and did not live according to the Torah that Moses gave. God called for repentance through His prophets so that the nation would repent.
Third, the conversion of nations outside Israel. For example, the ancient Assyrians, whose capital was Nineveh. Repentance is a change in behavior that is considered evil or not good. When the people of Nineveh received the call of the Prophet Jonah, threatening that the city would be overturned by God, they repented. Indeed, we do not find complete data on the standards of conversion of these people. But if we examine Jonah 3:5, “The people of Nineveh believed in God, so they proclaimed a fast and they, both adults and children, wore sackcloth.” Even the king himself took off his robe, covered himself with ashes, and sat down in the ashes. It's like Job. Jonah 3:9-10, "Who knows, maybe God will turn and repent and turn away from His burning wrath, so that we do not perish." When God saw their deeds, namely how they turned from their evil behavior, then God regretted because of the disaster that He had planned for them, and He did not carry it out."
The pagans, the Assyrians, very likely had some kind of law or culture or moral standard that they were supposed to uphold. And when they broke those laws, they had to turn around or repent. Even if it wasn’t written, there was a culture, there was a moral standard. And if we read Romans 2:12-15, God did write His law on the hearts of people, all nations. Surely the ancient Assyrians or the Ninevites understood that marriage should be honored, respecting other people’s property, not lying, honoring parents. When the Ninevites broke the law or moral standard that they understood, they received a call to repentance from God through the prophet Jonah. Apparently there was a repentance of nations outside of Israel who were not Christians and who did not know the Torah. This means that God has a reckoning with those who are not the chosen people. If we read Romans 2:12-16, they too will be judged according to the law that they understand. So we read in the Book of Revelation, there are many books that are opened, and people are judged according to what is written in those books. So, there is an awareness of the need for change among people outside of the Israelites, outside of Christians, outside of the chosen people.
The fourth is the repentance proclaimed by John the Baptist. This is a repentance that calls for a willingness to do what God desires. That is, for the people of Israel to have the willingness to do what God wants. And God wants the people of Israel to keep the law not for the sake of the law, but for the sake of God who gave the law. Here, the center must be God, not the law itself. And this is the attitude of life adopted by Abraham. Abraham has obedience, obedience to the will of God. At that time, Abraham lived without the law, but Abraham was willing to do whatever God wanted. His entire life was seized because he did what God wanted; leaving Ur of the Chaldeans, never returning to Ur of the Chaldeans, etc. Even to the point of having to sacrifice his own son, Abraham was willing to obey. Thus, God was the center of his life.
In the time of John the Baptist, he called the people of Israel to repentance because, although they were already living a religious life, their religiosity had become a matter of legalistic formalism. God was no longer the center, but rather the law itself (legalism) and human recognition (formalism). It is no surprise, then, that the religious leaders of that time sought to present themselves as pious individuals—through the accessories they wore, by praying at street corners, and by making offerings in a way that was meant to be seen by others. The question for us is: Does our Christianity still contain such elements? Through John the Baptist’s call, the people of Israel were called to a higher standard of religious life so that they would prepare the way for the Lord. This is very important in the teaching of salvation.
Therefore, our lives must always be in obedience to the will of the Father. Indeed, we are not yet perfect, but if God desires us to live without blemish and without fault, we should not say, "It is impossible. Even Abraham had a concubine, yet he was the father of faith." Do not forget that this was in the Old Testament era, before the time of grace, before the Gospel that saves and sets free, and before the Holy Spirit was given. So do not use the excuse, "Even Abraham was not perfect." Our standard is not Abraham, but the Lord Jesus.
OUR LIVES MUST ALWAYS BE LIVED IN OBEDIENCE TO THE WILL OF THE FATHER.

PERTOBATAN UMAT PERJANJIAN LAMA - 16 Februari 2025
2025-02-16 10:14:45
Roma 2:13
“Karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan.”
Yang kedua, pertobatan bagi bangsa Israel di Perjanjian Lama setelah Taurat diberikan. Setelah Taurat diberikan, *pertobatan berarti perubahan perilaku, dari melanggar hukum Taurat dan meninggalkan ibadah kepada Yahweh, kembali melakukan hukum Taurat dan beribadah kepada Yahweh. Dalam sejarah bangsa Israel, berulang kali bangsa itu terpengaruh oleh pola hidup masyarakat kafir di sekitar mereka, sehingga mereka menyembah ilah lain dan tidak hidup menurut Taurat yang Musa berikan. Allah menyerukan pertobatan melalui nabi-nabi-Nya agar bangsa itu bertobat.
Yang ketiga, pertobatan bangsa-bangsa di luar Israel. Misalnya bangsa Asyria purba, yang beribukota di Niniwe. Pertobatan itu perubahan perilaku yang dipandang jahat atau tidak baik. Ketika orang-orang Niniwe mendapat seruan Nabi Yunus, ancaman bahwa kota itu akan dijungkirbalikkan oleh Tuhan, mereka bertobat. Memang kita tidak menemukan data lengkap standar pertobatan orang-orang ini. Tetapi kalau kita memeriksa Yunus 3:5, “Orang Niniwe percaya kepada Allah, lalu mereka mengumumkan puasa dan mereka, baik orang dewasa maupun anak-anak, mengenakan kain kabung.” Bahkan rajanya sendiri menanggalkan jubahnya, diselubungkan kain abu, lalu duduklah ia di abu. Ini seperti Ayub. Yunus 3:9-10, “Siapa tahu, mungkin Allah akan berbalik dan menyesal serta berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu, sehingga kita tidak binasa." Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah karena malapetaka yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka, dan Ia pun tidak jadi melakukannya.”
Orang kafir, orang Asyria, sangat besar kemungkinan bangsa itu telah memiliki semacam hukum atau budaya atau ukuran moral yang mestinya mereka tegakkan. Dan ketika mereka melanggar hukum-hukum itu, mereka harus berbalik atau bertobat. Kalaupun tidak tertulis, ada budaya, ada ukuran moral. Dan kalau kita membaca Roma 2:12-15, memang Allah menulis hukum-Nya di hati orang-orang, semua bangsa. Pasti bangsa Asyria purba atau orang Niniwe mengerti bahwa perkawinan harus dihormati, menghargai milik orang, tidak berdusta, menghormati orang tua. Ketika orang-orang Niniwe melanggar hukum atau ukuran moral yang mereka pahami, mereka mendapat seruan untuk bertobat dari Allah melalui Nabi Yunus. Rupanya ada pertobatan bangsa di luar Israel yang bukan Kristen dan yang tidak mengenal Taurat. Ini berarti Allah memiliki perhitungan dengan mereka yang bukan umat pilihan. Kalau kita membaca Roma 2:12-16, mereka pun nanti akan dihakimi menurut hukum yang mereka pahami. Maka kita membaca dalam Kitab Wahyu, ada banyak kitab yang dibuka, dan orang dihakimi menurut yang tertulis di kitab-kitab itu. Jadi, ada kesadaran untuk berubah di kalangan orang-orang di luar bangsa Israel, di luar orang Krsten, di luar umat pilihan.
Yang keempat, pertobatan yang diserukan oleh Yohanes Pembaptis. Ini adalah pertobatan untuk memiliki kesediaan melakukan yang diingini oleh Allah. Yaitu agar umat Israel memiliki kesediaan melakukan apa yang diingini oleh Allah. Dan Tuhan menghendaki umat Israel melakukan hukum bukan demi hukum itu, melainkan demi Allah yang memberikan hukum. Di sini yang mejadi pusat haruslah Allah, bukan hukum itu sendiri. Dan ini adalah sikap hidup yang dikenakan oleh Abraham. Abraham memiliki penurutan, ketaatan terhadap kehendak Allah. Pada waktu itu, Abraham hidup tidak punya hukum Taurat, tetapi Abraham bersedia melakukan apa pun yang Allah kehendaki. Seluruh hidupnya disita karena melakukan apa yang diingini oleh Allah; keluar Ur-Kasdim, tidak pernah kembali ke Ur-Kasdim, dst. Bahkan sampai harus menyembelih anak kandungnya, Abraham bersedia melakukan. Jadi, Allah yang menjadi pusat kehidupannya.
Pada zaman Yohanes Pembaptis, ia menyerukan pertobatan kepada masyarakat Israel yang waktu itu memang sudah hidup dalam keberagamaan yang baik, tetapi keberagamaan yang formalitas legalistik. Allah tidak menjadi pusat, tetapi hukum itu sendiri yang menjadi pusat (legalistik), dan penilaian manusia (formalitas). Maka tidak heran kalau tokoh-tokoh agama pada zaman itu selalu mau menampilkan dirinya sebagai orang saleh; dengan aksesoris yang dia pakai, dengan tindakan berdoa di perempatan-perempatan jalan, dengan memberikan persembahkan yang sengaja dilihat. Pertanyaan untuk kita, apakah kekristenan yang kita miliki masih ada unsur itu? Melalui seruan Yohanes Pembaptis, bangsa Israel dinaikkan standar hidup keberagamaannya, supaya mereka mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Ini penting sekali dalam ajaran keselamatan.
Maka, hidup kita pun harus hanya selalu menuruti kehendak Bapa. Memang kita belum sempurna, tapi kalau Tuhan menghendaki kita hidup tidak bercacat, tidak bercela, jangan berkata, “Tidak mungkin. Abraham saja punya gundik padahal dia bapak orang percaya.” Jangan lupa, itu zaman Perjanjian Lama sebelum zaman anugerah, belum ada Injil yang menyelamatkan dan membebaskan, dan belum menerima Roh Kudus. Jadi jangan beralasan, “Abraham saja tidak sempurna.” Standar kita bukan Abraham, melainkan Tuhan Yesus.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
HIDUP KITA PUN HARUS HANYA SELALU MENURUTI KEHENDAK BAPA.

Bacaan Alkitab Setahun - 16 Februari 2025
2025-02-16 10:05:42
Imamat 11-13

Truth Kids 15 Februari 2025 - SENTER ALLAH MENERANGI JALANKU
2025-02-15 18:34:51
Mazmur 119:105
”Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”
Siapa di sini yang suka berjalan-jalan di tempat yang gelap? Pasti rasanya tidak nyaman, ya, karena kita tidak tahu apa yang ada di depan kita. Tapi coba bayangkan kalau kita punya senter atau lampu, jalan yang gelap itu jadi terlihat lebih jelas. Nah, Sobat Kids, Firman Tuhan itu seperti pelita atau senter untuk hidup kita. Firman Tuhan menerangi hati kita dan menunjukkan mana jalan yang benar.
Misalnya, ketika kita sedang bingung apakah kita harus berkata jujur atau tidak. firman Tuhan mengajarkan kita untuk berkata benar, walaupun itu mungkin tidak mudah. Ketika kita tergoda untuk melakukan sesuatu yang salah, firman Tuhan membantu kita mengingat apa yang baik dan berkenan bagi Tuhan.
Sobat Kids, firman Tuhan bukan hanya sekadar kata-kata di dalam Alkitab. Firman Tuhan adalah pedoman hidup kita. Jadi, yuk, biasakan membaca Alkitab setiap hari dan merenungkannya. Dengan begitu, hati kita akan selalu diterangi oleh kebenaran-Nya. Kita pun jadi tahu mana yang baik, mana yang salah, dan bisa hidup sesuai kehendak Tuhan. Jangan lupa, selalu berdoa supaya Tuhan menolong kita berjalan di jalan yang benar!

Truth Junior 15 Februari 2025 - PELITA
2025-02-15 18:30:02
Mazmur 119:105
”Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.”
Sebelum Michael Faraday menemukan listrik, orang-orang pada zaman dahulu hanya menggunakan lilin sebagai sumber cahaya. Selain lilin, ada juga pelita; lampu dengan bahan bakar minyak yang menjadi sumber cahaya. Dan jenis penerangan yang lebih besar dari pelita adalah obor. Sekarang ini pelita dan obor sudah jarang digunakan karena sudah ada listrik. Bahkan fungsi lilin yang awalnya sebagai benda penerang, sekarang sudah beralih fungsi karena lebih banyak digunakan di rumah makan untuk mengusir lalat.
Pada saat kitab Mazmur dituliskan, sumber cahaya yang mereka miliki adalah pelita. Oleh sebab itu, dalam ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini dikatakan bahwa firman Tuhan adalah pelita atau terang bagi jalan pemazmur.
Firman Tuhan memimpin jalan kehidupan kehidupan manusia sejak zaman dahulu hingga sekarang, bahkan sampai selama-lamanya. Tuhan telah memberikan batasan-batasan yang perlu ditaati dalam Alkitab. Tugas kita adalah membacanya dan melakukan sesuai dengan batasan yang Tuhan berikan dalam Alkitab. Batasan-batasan itulah yang akan membawa kita dalam jalan kebenaran. Yuk, kita baca Kitab Suci dan doa tiap hari, Sobat Junior.

Truth Youth 15 Februari 2025 - SPECIAL EDITION
2025-02-15 18:24:41
"I consider everything a loss because of the surpassing worth of knowing Christ Jesus my Lord, for whose sake I have lost all things. I consider them garbage, that I may gain Christ." (Philippians 3:8)
In our daily lives, we often feel pressured to meet the world’s standards—whether it’s our appearance, achievements, or what others think of us. We tend to define ourselves based on our accomplishments or how others perceive us, as though that’s what determines who we truly are. For example, having many friends, excelling in school, or showing a perfect life on social media is often seen as a measure of success and self-worth. However, if we rely on the world’s standards, we can easily become disappointed because all of these things are temporary and can change at any time.
When we focus too much on worldly accomplishments, we may forget who we truly are and the purpose of our lives. As children of God, our identity is not determined by those achievements. In Ephesians 2:10, we are reminded that we are God’s masterpiece, created with a specific purpose. God designed our lives with love, and our value is defined by Him, not by the world. We were created not just to achieve worldly success but to reflect Christ in our lives and serve His purpose.
Our identity as children of God gives us a strong foundation to view ourselves in a new way. Finding our identity in Christ means realizing that our worth was established by God from the very beginning. There’s no need to compare ourselves to others or be trapped by ever-changing standards. When we focus on who we are in God’s eyes, we become stronger in facing life’s challenges, knowing that our lives have a greater purpose than just worldly achievements. Our identity is part of God’s greater work, and that is an unshakable value.
WHAT TO DO:
1. Focus your identity on what God thinks of you, not on the judgment of the world.
2. Remember that your life was created with a special purpose that God has set, not just to meet the world’s standards.
3. Don’t compare yourself to others because your value has been determined by God from the start.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 16-18

Truth Youth 15 Februari 2025 - SPECIAL EDITION
2025-02-15 18:22:23
”Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus” (Filipi 3:8)
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering merasa tertekan untuk memenuhi standar dunia. Mulai dari penampilan, prestasi, hingga apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Kita sering kali mendefinisikan diri berdasarkan pencapaian atau penilaian orang lain, seolah-olah itulah yang menentukan siapa kita. Misalnya, memiliki banyak teman, sukses di sekolah, atau tampil sempurna di media sosial sering dianggap sebagai tolok ukur keberhasilan dan harga diri. Namun, jika kita hanya mengandalkan standar dunia, kita bisa mudah merasa kecewa, karena semua itu sifatnya sementara dan bisa berubah kapan saja.
Ketika kita terfokus pada pencapaian dunia, kita juga cenderung melupakan siapa kita sebenarnya dan apa tujuan hidup kita. Sebagai anak Tuhan, identitas kita tidak ditentukan oleh pencapaian tersebut. Dalam Efesus 2:10, kita diingatkan bahwa kita adalah karya ciptaan Tuhan, yang diciptakan dengan tujuan yang khusus. Tuhan merancang hidup kita dengan penuh kasih, dan nilai kita sudah ditentukan oleh-Nya, bukan oleh dunia. Kita diciptakan bukan hanya untuk mencapai hal-hal duniawi, tetapi untuk mencerminkan Kristus dalam hidup kita dan melayani tujuan-Nya.
Identitas kita sebagai anak Tuhan memberikan kita landasan yang kuat untuk melihat diri kita dengan cara yang berbeda. Menemukan identitas dalam Kristus berarti menyadari bahwa nilai kita sudah ditetapkan oleh Tuhan sejak awal. Tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain atau terjebak dalam standar yang terus berubah. Ketika kita fokus pada siapa kita di mata Tuhan, kita akan lebih kuat menghadapi tantangan hidup, karena kita tahu bahwa hidup kita punya tujuan yang lebih besar daripada sekadar pencapaian duniawi. Identitas kita adalah bagian dari karya besar Tuhan yang penuh arti, dan itu adalah nilai yang tidak tergoyahkan.
WHAT TO DO:
1.Fokuskan identitasmu pada apa yang Tuhan pikirkan tentangmu, bukan pada penilaian dunia.
2.Ingat bahwa hidupmu diciptakan dengan tujuan khusus yang Tuhan tetapkan, bukan sekadar untuk memenuhi standar dunia.
3.Jangan bandingkan dirimu dengan orang lain, karena nilai dirimu sudah ditentukan oleh Tuhan sejak awal.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 16-18

Renungan Pagi - 15 Februari 2025
2025-02-15 18:20:02
Seseorang bisa rendah hati karena dia mengenal Tuhan dengan benar, Paulus berkata, "Aku ada sebagaimana aku ada karena anugerah Tuhan". Dan Paulus juga berkata, "Aku kenal kepada siapa aku percaya, aku yakin Dia berkuasa."
Berarti orang sombong adalah orang yang tidak mengenal Tuhan, karena orang yang mengenal Tuhan, menyadari bahwa segala sesuatu yang dia terima datangnya dari Tuhan, karena itu dia tidak bisa sombong, tetapi dia berjalan dalam kerendahan hati dan menyadari bahwa semuanya hanya karena kebaikan Tuhan.

Quote Of The Day - 15 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-15 18:18:13
Prinsipnya bukan berapa banyak yang sudah kita berikan untuk Tuhan, melainkan apakah masih ada sisa yang kita pertahankan untuk diri kita sendiri.

Mutiara Suara Kebenaran - 15 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-15 18:16:54
Kalau kekristenan benar-benar istimewa, maka kekristenan akan membuahkan atau menghasilkan manusia-manusia unggul yang lebih dari manusia lain dalam hidup keberagamaan, kerohanian dan moral.

Bacaan Alkitab Setahun - 15 Februari 2025
2025-02-15 18:14:38
Imamat 8-10

EXCLUSIVITY OF SALVATION - 15 Februari 2025 (English Version)
2025-02-15 12:33:39
Acts 4:12
"And salvation is found in no one else, for there is no other name under heaven given to mankind by which we must be saved."
Unwittingly, the wrong concept of salvation—one that fosters arrogance—has led to the belief that the exclusivity of salvation lies in how easily it can be obtained and possessed, without good deeds, without demonstrating merit. It may appear theologically sound and doctrinally correct, but this is a misconception. Addressing this does not mean we deny that salvation is exclusively in Christ. Salvation is only in Christ. There is no salvation outside of Christ. Because Jesus bore all the sins of mankind. There is no salvation outside of Christ, because all sins were borne by the Lord Jesus. However, if one merely holds onto this belief without truly experiencing and possessing salvation, their Christian faith is ultimately in vain. The reality is that many who claim “salvation is only in Christ” do not actually experience or possess that salvation. Salvation is only in Christ, right. But salvation here means the return of humans to God's original plan. That's what it means. “Salvation is only in Christ” means that only those who are in Christ are returned to God’s original design.
Meanwhile, those who are outside of Christ can enter the world to come if they love their neighbor as themselves. However, it was Jesus who redeemed their sins; that is, Jesus who bore their sins on the cross. What is the difference with us? The difference with us is that we not only have to love our neighbor as ourselves, but we must be perfect like the Father, everything we do must always be in accordance with God's thoughts and feelings. Belief in salvation actually makes many people increasingly blind to the truth because belief in salvation that is only based on believing in Jesus as the only way of salvation, tends to assume that the process of salvation is easy. As long as you believe, you are saved. This is a false teaching. This raises the question: why does the understanding of salvation held by many Christians seem ineffective or powerless in transforming their lives so that they have a superior, special life?
Something must be wrong, something that is not realized. We must return to the pure truth about salvation. If someone’s understanding of salvation truly aligns with the Gospel, then that understanding will undoubtedly have the power to transform lives. If Christianity is truly special, then it should produce individuals who are outstanding—surpassing others in religious devotion, spirituality, and morality. Spirituality includes morality, work ethic, and all aspects of life. If Christians truly understand, experience, and possess salvation, their lives should be noble, excellent, and extraordinary in morality, work ethic, and every other aspect. But in reality, we often fail to see such distinctiveness. Therefore, it is not surprising that some non-Christians are not drawn to Christianity. In simple terms, they ask, “What’s so special about Christians?”
There are even Christians who convert to other religions because they do not see anything special in Christianity. We must correct this mistake. We need to recognize and then show what is true. One of the topics that must be discussed is repentance. Let us not be prejudiced when hearing the word “repentance” because we feel saturated, bored, and end up rejecting it. When we encounter the words “repent” or “repentance” in the Bible, we must carefully and thoroughly examine their context—when, where, and under what circumstances these words appear. It must align with the context. Up to now, many have viewed repentance in a general sense, detaching it from its context. In reality, the word “repentance” has a specific meaning, not just based on the word itself. The Hebrew words for “repent” or “repentance” are shub (שׁוּב) and nacham (נָחַם), while in Greek, it is metanoia (μετάνοια). Therefore, it should not be interpreted solely based on its etymology in a general sense, but rather by considering its context.
First, repentance for the nation of Israel in the Old Testament, before the Law was given, meant turning away from actions that were not commanded by God. Or ceasing to do things that were not ordained by God, since the Law did not yet exist. Remember, when Moses brought down the two stone tablets from Mount Sinai in Exodus 32, the Israelites had made a golden calf. Moses became angry and called the people to repent. The making of the golden calf while Moses was on Mount Sinai demonstrated that the Israelites were still influenced by the mindset of the Egyptians, who worshiped many gods. This was different from Abraham, who did not have the Law, as it had not yet been given. However, Abraham always did what God commanded, even though he was not perfect. As a result of his mistakes, Abraham had to bear the consequences.
“SALVATION IS ONLY IN CHRIST" MEANS THAT ONLY THOSE WHO ARE IN CHRIST ARE RETURNED TO GOD'S ORIGINAL DESIGN.

EKSKLUSIVITAS KESELAMATAN - 15 Februari 2025
2025-02-15 12:31:39
Kis. 4:12 Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia,
sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan
kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”
Tanpa disadari, konsep keselamatan yang salah yang membangun arogansi telah mengarahkan bahwa eksklusivitas keselamatan terletak pada mudahnya keselamatan dialami dan dimiliki, tanpa perbuatan baik, tanpa menunjukkan jasa. Kelihatannya begitu teologis dan begitu doktrinal sifatnya. Tapi itu salah. Mengemukakan hal ini bukan berarti kita tidak percaya eksklusivitas keselamatan hanya dalam Kristus. Keselamatan hanya ada dalam Kristus. Tidak ada keselamatan di luar Kristus. Sebab Yesus yang memikul semua dosa manusia. Tidak ada keselamatan di luar Kristus, sebab semua dosa dipikul oleh Tuhan Yesus. Tetapi kalau hanya keyakinan terhadap hal tersebut, sesungguhnya sia-sia iman kristianinya. Faktanya, mereka yang mengatakan hal itu—bahwa keselamatan hanya dalam Kristus—tapi mereka tidak mengalami dan memiliki keselamatan itu. Keselamatan hanya dalam Kristus, betul. Tetapi keselamatan di sini maksudnya adalah dikembalikannya manusia ke rancangan Allah semula. Itu maksudnya. “Keselamatan hanya dalam Kristus” artinya bahwa hanya orang-orang dalam Kristus yang dikembalikan ke rancangan semula Allah.
Sedangkan mereka yang di luar Kristus, bisa masuk dunia yang akan datang kalau mengasihi sesamanya seperti diri sendiri. Tetapi, Yesuslah yang menebus dosa mereka; artinya, Yesuslah yang memikul dosa mereka di kayu salib. Bedanya dengan kita apa? Bedanya dengan kita, kita bukan hanya harus mengasihi sesama seperti diri sendiri, melainkan kita harus sempurna seperti Bapa, segala sesuatu yang kita lakukan harus selalu sesuai dengan pikiran, perasaan Allah. Keyakinan mengenai keselamatan malah membuat banyak orang makin buta terhadap kebenaran karena keyakinan mengenai keselamatan yang hanya dilandaskan pada percaya Yesus satu-satunya jalan keselamatan, cenderung menganggap bahwa proses keselamatan itu mudah. Asal meyakini, selamat. Itu sesat. Sehingga timbul pertanyaan: mengapa keselamatan yang dipahami banyak orang Kristen kurang atau tidak berdaya guna mengubah hidup mereka sehingga mereka memiliki kehidupan yang unggul, yang istimewa?
Ini pasti ada sesuatu yang salah, yang tidak disadari. Kita harus kembali kepada kebenaran yang murni mengenai keselamatan. Kalau pemahaman seseorang mengenai keselamatan benar-benar sesuai dengan Injil, maka pastilah pemahaman itu berdaya guna mengubah hidup. Kalau kekristenan benar-benar istimewa, maka kekristenan akan membuahkan atau menghasilkan manusia-manusia unggul yang lebih dari manusia lain dalam hidup keberagamaan, kerohanian dan moral. Tentu kalau bicara kerohanian itu meliputi moral, etos kerja, dan segala aspeknya. Kalau orang Kristen benar-benar mengerti keselamatan dan mengalaminya serta memilikinya, pasti kehidupannya menjadi agung, unggul, luar biasa dalam moral, etos kerja, dan segala aspeknya. Tetapi ternyata kita selama ini tidak menemukan keistimewaan itu. Jadi, tidak heran kalau ada orang non-Kristen yang tidak tertarik terhadap kekristenan. Kalau dibahasakan, orang berkata, “Apa istimewanya orang-orang Kristen itu?”
Bahkan ada orang-orang Kristen yang pindah agama, karena tidak melihat keistimewaan dalam kekristenan. Kita harus meluruskan kesalahan ini. Kita harus mengenali lalu menunjukkan apa yang benar. Salah satu yang harus dibahas adalah mengenai pertobatan. Kiranya kita jangan apriori dulu mendengar kata “pertobatan,” karena kita sudah jenuh, bosan, lalu menolak. Jika kita bertemu dengan kata “bertobat” atau “pertobatan” di dalam Alkitab, kita harus benar-benar hati-hati dan teliti memperhatikan konteksnya; bilamana, kapan, dan di mana kata itu muncul atau berada. Harus sesuai konteks. Sebab selama ini, mereka memandang pertobatan secara umum dan melepaskan dari konteksnya. Padahal, kata “pertobatan” memiliki pengertian khusus, bukan hanya berdasarkan kata itu sendiri. Kata “bertobat” atau “pertobatan,” dalam bahasa Ibrani adalah shub (שׁוּב), nacham (נָחַם); dan dalam bahasa Yunani metanoia (μετάνοια). Jadi bukan hanya ditinjau dari etimologi kata tersebut, lalu secara umum diartikan, namun harus melihat konteks.
Pertama, pertobatan bagi bangsa Israel di Perjanjian Lama, sebelum Taurat diberikan, yaitu perubahan dari perbuatan yang tidak diperintahkan oleh Allah. Atau berhenti dari perbuatan yang tidak diperintahkan dari Allah, karena Taurat memang belum ada. Ingat, ketika Musa membawa dua loh batu dari atas Gunung Sinai di Keluaran 32, bangsa Israel membuat patung anak lembu. Musa menjadi marah dan menyerukan pertobatan kepada bangsa itu. Pembuatan patung anak lembu sementara Musa di atas Gunung Sinai menunjukkan bangsa Israel masih hidup dalam alam pikiran bangsa Mesir yang memiliki banyak dewa. Berbeda dengan Abraham yang tidak mengenal Taurat, karena belum ada Taurat. Tetapi Abraham selalu melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah. Walaupun tentu Abraham tidak sempurna. Akibat dari kesalahan-kesalahan itu, Abraham harus memikulnya.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KESELAMATAN HANYA DALAM KRISTUS ARTINYA BAHWA HANYA ORANG-ORANG DALAM KRISTUS YANG DIKEMBALIKAN KE RANCANGAN SEMULA ALLAH.

Truth Kids 14 Februari 2025 - SEPEDA BARU
2025-02-14 22:42:57
Lukas 12:15
”Kata-Nya lagi kepada mereka: ”Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.”
Hari ini, Kevin melihat tetangganya, Rafi, membawa sepeda baru yang keren. "Sepedanya bagus sekali! Aku ingin punya seperti itu," gumam Kevin dengan nada iri. Saat makan malam, Kevin menceritakan keinginannya kepada ayah. Ayah tersenyum dan berkata, "Kevin, Tuhan sudah memberikan kita apa yang kita butuhkan. Lihatlah sepedamu yang masih bagus dan bisa membawamu ke mana-mana. Daripada menginginkan apa yang orang lain punya, yuk kita syukuri apa yang sudah kita miliki." Kevin berpikir sejenak dan menyadari bahwa sepedanya masih baik dan sering membantunya pergi bermain dengan teman-teman. Ia pun mulai merasa lega dan tersenyum.
Sobat Kids, saat kita merasa iri atau ingin memiliki lebih dari yang sudah kita miliki, sering kali kita lupa bahwa Tuhan telah mencukupi kebutuhan kita. Ketamakan membuat hati kita tidak tenang dan menjauhkan kita dari sukacita. Tetapi, ketika kita belajar bersyukur, hati kita menjadi damai, dan kita bisa menikmati semua yang Tuhan telah berikan.
Mari kita belajar bersyukur atas berkat yang kita miliki dan percaya bahwa Tuhan selalu mencukupi kebutuhan kita setiap hari!

Truth Junior 14 Februari 2025 - KEBAKARAN
2025-02-14 22:40:44
Lukas 12:15
”Kata-Nya lagi kepada mereka: ”Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu.”
Dito dikenal sebagai anak yang sombong di sekolah maupun di lingkungan rumahnya. Teman-temannya sudah paham dengan kelakukan sombongnya itu. Dia bisa berlaku sombong karena kedua orang tuanya memiliki bisnis sendiri. Rumah Dito besar dan luas, mobilnya pun lebih dari satu. Semua keinginan dapat diwujudkan oleh orang tuanya dengan mudah. Apalagi Dito merupakan anak tunggal.
Karena merasa memiliki harta yang melimpah, Dito menjadi malas untuk belajar. Dia berpikir tidak perlu belajar lagi, karena pasti dialah yang akan mewarisi harta kekayaan orang tuanya. Bisnis yang dimiliki orang tuanya juga pasti ia yang akan meneruskannya. Jadi, tidak perlu bekerja keras karena semua sudah tersedia. Hingga suatu hari, terjadi kebakaran besar yang melenyapkan bisnis orang tuanya. Semua habis ludes oleh si jago merah. Tidak ada yang tersisa selain abu dan reruntuhan. Orang tua Dito terpaksa menjual rumah mewah dan mobil-mobil mereka untuk membayar utang akibat kebakaran tersebut. Dito pun tidak memiliki sesuatu yang dapat ia sombongkan.
Sobat Junior, kita tidak dapat bergantung dengan harta kekayaan sekalipun kita memilikinya dengan berlimpah-limpah. Seperti peristiwa yang menimpa Dito, kekayaan dapat habis dalam sekejap. Segala yang kita miliki berasal dari Tuhan, kita hanya dipercayakan untuk mengaturnya sesuai dengan kehendak-Nya.

Truth Youth 14 Februari 2025 (English Version) - STOP COMPARING YOURSELF
2025-02-14 22:38:03
“We do not dare to classify or compare ourselves with some who commend themselves. When they measure themselves by themselves and compare themselves with themselves, they are not wise.” (2 Corinthians 10:12)
Have you ever scrolled through social media and suddenly felt like your life isn’t as bright as others? On Instagram or TikTok, we often see friends or influencers who seem happy, successful, and living perfect lives. From luxurious vacation photos to career achievements that inspire, everything looks beautiful and fun. But what we see on the screen is often just a small part of their lives, carefully selected for others to see. The problem is, social media often makes us compare our lives to others. We compare our reality to the one we see in the timeline—and sometimes, it can be devastating. We start feeling inadequate, like we’ve failed, or that our lives aren’t cool enough.
In reality, comparing ourselves to others will only distract us from focusing on our own journey. When we compare too often, we become trapped by the pressure to be someone we’re not. This can harm our mental health. We start feeling worthless or stressed because we don’t meet the standards others have set. As a result, we lose our sense of gratitude for what we have and get caught up in our perceived shortcomings. But the truth is, everyone has a different purpose and process in life. Each person has their own challenges and pace. Focus on becoming the best version of yourself and trust that God has a beautiful plan for your life. Don’t let comparisons cloud the path God has set for you. When we stop comparing ourselves to others, life feels lighter.
WHAT TO DO:
1. Focus on your own journey and enjoy every process you go through.
2. Appreciate what you have and don’t get trapped in comparison with others.
3. Trust that God has a unique and beautiful plan for your life, according to His purpose.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 14-15

Truth Youth 14 Februari 2025 - STOP COMPARING YOURSELF
2025-02-14 21:13:01
Memang kami tidak berani menggolongkan diri kepada atau membandingkan diri dengan orang-orang tertentu yang memujikan diri sendiri. Mereka mengukur dirinya dengan ukuran mereka sendiri dan membandingkan dirinya dengan diri mereka sendiri. Alangkah bodohnya mereka!” (2 Korintus 10:12)
Pernahkah kalian scroll media sosial dan tiba-tiba merasa hidup kalian enggak secemerlang orang lain? Di Instagram atau TikTok, kita sering melihat teman-teman atau influencer yang tampaknya selalu bahagia, sukses, dan hidupnya serba sempurna. Dari foto liburan mewah hingga pencapaian karier yang menginspirasi, semuanya terlihat indah dan menyenangkan. Tapi apa yang kita lihat di layar sering kali cuma bagian kecil dari kehidupan mereka, yang telah dipilih dengan cermat untuk dilihat orang lain. Masalahnya, media sosial sering membuat kita membandingkan diri kita dengan orang lain. Kita membandingkan kehidupan yang kita jalani dengan kehidupan yang kita lihat di timeline—dan kadang, itu bisa sangat menghancurkan. Kita mulai merasa kurang, merasa gagal, atau merasa hidup kita enggak cukup keren.
Padahal, membandingkan diri dengan orang lain hanya akan membuat kita kehilangan fokus pada perjalanan kita sendiri. Ketika kita terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain, kita jadi terjebak dalam tekanan untuk menjadi sesuatu yang bukan diri kita. Ini bisa merusak kesehatan mental kita. Kita merasa kurang berharga atau tertekan karena merasa kita _enggak_ memenuhi standar yang ditetapkan orang lain. Dampaknya, kita kehilangan rasa syukur terhadap apa yang kita miliki dan malah sibuk dengan kekurangan kita. Padahal, dalam hidup ini kita punya tujuan dan proses yang berbeda-beda. Setiap orang memiliki tantangan dan kecepatan masing-masing. Fokuslah untuk menjadi versi terbaik dari dirimu sendiri dan percayalah bahwa Tuhan punya rencana indah untuk hidupmu. Jangan biarkan perbandingan dengan orang lain mengaburkan perjalanan hidup yang sudah Tuhan rencanakan untukmu. Percaya deh, ketika kita sudah bisa untuk tidak membandingkan diri kita dengan orang lain, maka hidup kita juga akan terasa lebih ringan.
WHAT TO DO:
1.Fokus pada perjalanan hidupmu sendiri dan nikmati setiap proses yang kamu jalani.
2.Hargai apa yang kamu miliki dan jangan terjebak dalam perbandingan dengan orang lain.
3.Percayalah bahwa Tuhan punya rencana unik dan indah untuk hidupmu, sesuai dengan tujuan-Nya
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 14-15

Renungan Pagi - 14 Februari 2025
2025-02-14 21:09:54
Apapun keadaan kita janganlah putus asa dengan keadaan, tetaplah maju dan tetap percaya bahwa mukjizat masih ada bagi setiap kita yang berharap kepada-Nya.
Tetap berdoa dan tetap menjadi terang sehingga orang lain bisa melihat terang Kristus ada didalam hidup kita, karena mereka dapat melihat perbuatan ajaib Tuhan dalam hidup kita.

Quote Of The Day - 14 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-14 21:08:38
Kesederhanaan hidup itu ternyata berakar pada satu hal: jangan mengingini apapun.

Mutiara Suara Kebenaran - 14 Februari 2025 (Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-14 21:07:03
Dengan meyakini bahwa tidak ada keselamatan di luar Kristus, banyak orang Kristen merasa telah benar-benar mengalami dan memiliki keselamatan.

TO BE PROUD OF SALVATION - 14 Februari 2025 (English Version)
2025-02-14 12:37:07
Matthew 5:20
"For I tell you that unless your righteousness surpasses that of the Pharisees and the teachers of the law, you will certainly not enter the kingdom of heaven."
A significant question arises regarding Christian life: why does the concept of salvation, as understood by many Christians, seem to lack the power to bring about a significant transformation in their lives? Have we ever pondered this question? In observing Christian life, we often find that the way salvation is understood fails to produce an extraordinary Christian way of living. In reality, we see many theologians, teachers, and pastors who preach about salvation but whose lives do not exhibit exceptional qualities compared to the general public. Why does Christianity not make us extraordinary? Yet, Jesus Himself said that our righteousness (Greek: dikaiosunei) must exceed that of religious figures (Matthew 5:20).
In fact, if we honestly look at the lives of many Christians and our own lives, we don't see anything truly special, meaning just general. It cannot be denied that what is most celebrated in Christianity is the concept of salvation. Usually the most proud thing for Christians is the doctrine that says there is no salvation outside of Christ, and we are the only religion that has Christ. Many Christians conclude that only Christians will enter heaven, when in fact the truth is that there is no salvation outside of “Christ,” not outside of “Christianity.” By believing that there is no salvation outside of Christ, many Christians feel that they have truly experienced and possessed salvation. And taking pride in it
, because they feel that it is the only thing that Christians have, so they feel that they have experienced and possessed salvation.
Let us reflect, what is the meaning of salvation that is so proudly proclaimed—salvation that exists only in Christ-if, in reality, the religious life, spirituality, and morality of those who boast about this doctrine fail to radiate anything extraordinary? We declare, "There is no salvation outside of Christ," with pride, yet our religious, spiritual, and moral lives as Christians do not reflect anything remarkable. As a result, our faith appears no different from other religions. So, our existence is the same as the religious life of other religions, in fact, many Christians often live religious lives, spiritual lives or spirituality and morals that are lower, worse than people of other religions. And this is a fact of life. But many Christians do not care about this fact. They feel that the exclusivity of salvation is only in Christ, and that is considered an advantage that automatically makes them not go to hell. Because it is considered an advantage that is greater than the religiousness of all religions, so that then arrogance is born—a self-righteous pride born out of doctrine.
Who has that doctrine? Only Christians. Usually based on the verse that says, "I am the way, the truth, and the life; no one comes to the Father except through Me," or in the Acts of the Apostles it says, "There is no name under heaven given to men by which they must obtain salvation." This is pride that can build arrogance. Arrogance is not only towards non-Christians, but also towards Christians whose concept or doctrine of salvation is different. Typically, those who display arrogance about salvation do not truly understand salvation. They take pride in salvation that seems easily obtained—simply by believing that Jesus is the only way to salvation. However, believing this does not automatically grant entrance to heaven.
Ironically, the influence of the doctrine and the lives of these people are toxic; poison. And this poison has spread widely in the lives of the congregation. As proof, almost all Christians also live naturally like the children of the world. Usually people who are arrogant about the doctrine of salvation solve the problem of salvation only in belief and the formulation of doctrinal sentences. Of course they are good at debating or arguing about doctrine. If someone understands that salvation is not just a belief, but a real struggle that must be experienced in real terms, then it is difficult for them to be arrogant. In fact, when they are arrogant, their concept of salvation is definitely wrong.
Salvation is not just a belief, but a hard and difficult struggle. Usually, people who are arrogant about their model of salvation try to defend their doctrine of salvation, because they feel they want to defend God's doctrine that salvation is done by God unilaterally. And this is wrong. Yet, this belief has poisoned many Christians. The effort to actively work on one's salvation is often dismissed by them as incorrect, even ridiculed, as if it were unnecessary. “Salvation is by grace,” they say. “God is the one who saves; you do not save yourself,” they claim. It is true that God saves, but it is the individual's response that determines that person's salvation.
IT IS TRUE THAT GOD SAVES, BUT IT IS THE INDIVIDUAL'S RESPONSE THAT DETERMINES THAT PERSON'S SALVATION.

KESELAMATAN YANG DIBANGGAKAN - 14 Februari 2025
2025-02-14 12:35:20
Matius 5:20
“Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.”
Pertanyaan yang timbul mengenai hidup kekristenan dalam kehidupan banyak orang Kristen adalah mengapa keselamatan yang dipahami oleh banyak orang Kristen kurang atau tidak berdaya guna mengubah mereka secara signifikan? Apakah pertanyaan ini pernah muncul di hati kita? Di tengah kehidupan orang Kristen, kita menemukan bahwa konsep keselamatan yang mereka pahami kurang berdaya guna melahirkan, membuahkan kehidupan Kristen yang istimewa. Pada kenyataannya, kita juga melihat banyak teolog, pengajar, pendeta yang berbicara mengenai keselamatan, yang tidak memiliki kualitas hidup yang istimewa jika dibanding dengan kehidupan orang pada umumnya, kelihatannya tidak beda jauh. Mengapa kekristenan kita tidak membuat kita menjadi istimewa? Padahal Tuhan Yesus berkata agar hidup keagamaan atau hidup kebenaran kita (Yun. _Dikaiosunei_) melebihi tokoh-tokoh agama lain (Mat. 5:20).
Faktanya kalau kita jujur melihat kehidupan banyak orang Kristen dan kehidupan kita sendiri, kita tidak melihat sesuatu yang benar-benar istimewa, artinya umum saja. Tidak dapat disangkali bahwa di dalam kekristenan yang paling dibanggakan adalah konsep keselamatan. Biasanya yang paling dibanggakan orang Kristen, doktrin yang mengatakan bahwa tidak ada keselamatan di luar Kristus, dan kita satu-satunya agama yang memiliki Kristus. Banyak orang Kristen menyimpulkan bahwa hanya orang Kristen yang masuk surga, padahal yang benar adalah tidak ada keselamatan di luar “Kristus,” bukan di luar “Kristen.” Dengan meyakini bahwa tidak ada keselamatan di luar Kristus, banyak orang Kristen merasa telah benar-benar mengalami dan memiliki keselamatan. Dan hal itu membanggakan, karena merasa itu satu-satunya yang dimiliki orang Kristen, maka dia merasa sudah mengalami dan memiliki keselamatan.
Coba kita renungkan, apa artinya keselamatan yang dibanggakan bahwa keselamatan hanya di dalam Kristus, tetapi ternyata hidup keagamaan, kehidupan rohani, dan moralitas orang Kristen yang bangga dengan konsep atau doktrin itu, ternyata tidak memancarkan keistimewaan? Kita berkata, “Tidak ada keselamatan di luar Kristus” dengan bangga, tetapi ternyata hidup keberagamaan, hidup rohani atau moralitas kita sebagai orang Kristen tidak memancarkan keistimewaan. Jadi, keberadaan kita sama seperti kehidupan keberagamaan agama lain, bahkan sering banyak orang Kristen yang hidup keberagamaan, hidup kerohanian atau spiritualitas dan moralnya lebih rendah, lebih buruk dari orang beragama lain. Dan ini adalah fakta hidup. Tetapi banyak orang Kristen tidak peduli terhadap fakta ini. Mereka merasa eksklusivitas keselamatan hanya ada di dalam Kristus, dan itu dianggap sebagai keunggulan yang membuat mereka otomatis tidak masuk neraka. Karena itu dianggap keunggulan yang lebih dari keberagamaan semua agama, sehingga kemudian lahir arogansi diri; kesombongan diri yang lahir dari doktrin itu.
Siapa yang memiliki doktrin itu? Hanya orang Kristen. Biasanya didasarkan pada ayat yang mengatakan, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak seorang pun sampai kepada Bapa kecuali melalui Aku,” atau dalam Kisah Rasul dikatakan, “Di bawah kolong langit ini tidak ada nama yang diberikan kepada manusia yang di dalamnya manusia dapat memperoleh keselamatan.” Ini kebanggaan yang bisa membangun arogansi. Arogansi bukan hanya terhadap orang-orang non-Kristen, namun juga kepada orang-orang Kristen yang konsep atau doktrin keselamatannya berbeda. Biasanya orang-orang yang memiliki arogansi mengenai keselamatan ini, justru tidak mengenal keselamatan dengan benar. Mereka bangga dengan keselamatan yang diperoleh dengan mudah, yaitu dengan meyakini bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan keselamatan. Padahal, dengan meyakini hal itu, tidak otomatis masuk surga.
Ironis, pengaruh doktrin dan kehidupan orang-orang tersebut itu menjadi toxic; racun. Dan racun ini sudah menyebar luas dalam kehidupan jemaat. Sebagai buktinya, hampir semua orang Kristen juga hidup wajar seperti anak-anak dunia. Biasanya orang-orang yang arogan mengenai doktrin keselamatan ini menyelesaikan masalah keselamatan hanya dalam keyakinan dan rumusan kalimat doktrin. Tentu mereka cakap dalam berdebat atau adu argumentasi mengenai doktrin. Kalau seseorang mengerti bahwa keselamatan bukan sekadar keyakinan, melainkan benar-benar perjuangan yang harus dialami secara riil, maka sulit baginya menjadi arogan. Justru ketika mereka arogan, itu pasti konsep keselamatannya salah.
Keselamatan itu bukan hanya keyakinan, melainkan perjuangan yang berat dan sukar. Biasanya orang-orang yang arogan mengenai keselamatan model mereka ini berusaha membela ajaran keselamatan mereka, sebab mereka merasa mau membela doktrin Allah bahwa keselamatan itu dilakukan Allah secara sepihak. Dan itu salah. Tetapi, ini yang telah meracuni banyak orang Kristen. Usaha mengerjakan keselamatan malah biasanya dianggap salah dan tidak jarang ditertawakan mereka, karena dianggap sebagai sikap mengada-ada. “Keselamatan, oleh anugerah, kok,” kata mereka. “Tuhan yang menyelamatkan, bukan kamu yang menyelamatkan diri kamu,” katanya. Memang Allah menyelamatkan, tetapi respons individu yang menentukan keselamatan orang tersebut.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
MEMANG ALLAH MENYELAMATKAN, TETAPI RESPONS INDIVIDU YANG MENENTUKAN KESELAMATAN ORANG TERSEBUT.

Bacaan Alkitab Setahun - 14 Februari 2025
2025-02-14 12:31:34
Imamat 5-7

Truth Kids 13 Februari 2025 - TIDAK MENYIMPANG
2025-02-13 21:17:21
1 Korintus 10:11
”Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.”
Pada saat semester satu, Dino malas belajar sehingga nilai di rapornya tidak bisa maksimal. Ia menyadari karena saat itu keluarganya sedang ada masalah dan tidak ada yang membimbingnya untuk belajar. Namun, Dino larut dalam masalah. Ia merasa bahwa tidak perlu berprestasi karena sudah putus asa dengan keadaan keluarganya.
Suatu ketika, di malam hari Dino berdoa kepada Tuhan. Ia memohon supaya memiliki pengharapan di tengah masalah yang ia hadapi, karena selama ini ia tidak bersyukur dengan setiap keadaan yang Tuhan izinkan. Ia selalu mengeluh dan menyalahkan keadaan yang ia alami. Akibat dari kemalasan itulah Dino hampir tidak naik kelas. Ia pun menyadari bahwa yang ia lakukan salah. Kegagalan yang dialami Dino menjadi sebuah pembelajaran bagi dirinya. Ia pun bangkit dari rasa kemalasan dan sikapnya yang menyalahkan Tuhan dalam keadaan yang ia alami. Ia mengambil keputusan untuk lebih giat belajar dan selalu bersyukur dalam segala hal.
Sobat Kids, kita dapat belajar dari kesalahan yang pernah kita lakukan. Namun, akan lebih baik jika kita tidak melakukan kesalahan dan mengecewakan Tuhan. Kita dapat belajar dari banyak tokoh Alkitab yang gagal karena menyimpang dari jalan Tuhan. Jangan sampai kita mengulangi kesalahan mereka.

Truth Junior 13 Februari 2025 - WARNING
2025-02-13 21:15:28
1 Korintus 10:11
”Semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.”
Siapa di antara Sobat Junior yang senang dengan pelajaran tentang sejarah? Ilmu sejarah adalah pengetahuan yang mempelajari peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi di masa lampau. Memang, biasanya sejarah banyak hafalannya. Banyak yang perlu diingat, dan tidak boleh salah dalam mengingat tentang peristiwa di masa lampau. Mengapa kita perlu belajar sejarah? Tujuannya selain untuk mengetahui asal usul tentang sesuatu, melalui sejarah kita juga dapat belajar untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. Kita dapat belajar dari kejayaan para pahlawan dan pendahulu-pendahulu kita.
Dalam kehidupan rohani, kita juga dapat belajar dari saksi iman yang terdapat di dalam Alkitab, Sobat Junior. Peristiwa zaman dahulu yang tercatat dalam Alkitab benar-benar terjadi, bahkan ada bukti sejarah yang mendukung peristiwa tersebut.
Selain peristiwa keberhasilan pahlawan iman, kita juga dapat menemukan cerita orang yang gagal karena melanggar batasan-batasan yang diberikan oleh Tuhan. Jika kita sudah mengetahui akibat yang akan didapat jika melanggar batasan yang Tuhan telah tetapkan, seharusnya kita tidak melakukan kesalahan yang sama. Peristiwa kegagalan di masa lampau menjadi warning (pengingat) bagi kita untuk melakukan yang lebih baik lagi. Semangat, Sobat Junior!

Truth Youth 13 Februari 2025 (English Version) - METANOIA
2025-02-13 21:12:36
“Do not conform to the pattern of this world, but be transformed by the renewing of your mind. Then you will be able to test and approve what God’s will is—His good, pleasing, and perfect will.” (Romans 12:2)
Hey friends, have you ever felt like, "I have to be like them" after scrolling through social media? The world often sets standards that make us feel inadequate: we need to be successful, popular, have the perfect appearance, or live a "cool" life. We get caught up in chasing all these things to be accepted and feel valuable. But think for a moment, does all that really bring us happiness?
Romans 12:2 is a clear reminder that we don’t need to follow the lies of the world. God has a much better standard, and He wants us to live by His truth, not what the world says. God doesn’t judge us by our achievements, appearance, or how many followers we have. Our value comes from the fact that God created us with love, and He considers us precious (Psalm 139:14). God's love is unconditional. He never says, "I love you if you're successful." He says, "I love you, period."
Instead of chasing the world’s validation that’s never enough, why not focus on renewing our minds as Romans 12:2 teaches? Find your identity in God, not in likes, comments, or worldly standards. Because God is the only source of true love. Remember, the world may offer many things that seem beautiful, but only God’s love gives us real purpose. He made you valuable, brave, and enough just as you are.
WHAT TO DO:
1. Don’t compare yourself to the world’s standards; find your value in God.
2. Renew your mind through God’s word so your life aligns with His will.
3. Live with the confidence that God’s love makes you enough and valuable just as you are.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 11-13

Truth Youth 13 Februari 2025 - METANOIA
2025-02-13 21:10:06
”Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2)
Teman-teman, pernah enggak sih kalian merasa “Aku harus seperti mereka” setelah scroll media sosial? Dunia sering banget kasih standar yang bikin kita merasa kurang: harus sukses, populer, punya penampilan sempurna, atau hidup yang kelihatan “keren”. Kita jadi sibuk mengejar semua itu biar bisa diterima dan merasa berharga. Tapi coba pikir deh, apa semua itu benar-benar bikin kita bahagia?
Roma 12:2 bilang, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna.” Ayat ini jelas banget ngingetin kita bahwa kebohongan dunia enggak perlu kita ikuti. Tuhan punya standar yang jauh lebih baik, dan Dia mau kita hidup berdasarkan kebenaran-Nya, bukan apa yang dunia bilang. Tuhan enggak menilai kita dari pencapaian, penampilan, atau seberapa banyak orang yang nge-follow kita. Nilai kita ada karena Tuhan sendiri menciptakan kita dengan kasih, dan Dia menganggap kita berharga (Mazmur 139:14). Kasih Tuhan itu nggak bersyarat. Tuhan nggak pernah bilang, “Aku cinta kamu kalau kamu sukses.” Tuhan bilang, “Aku cinta kamu, titik.”
Daripada terus mengejar pengakuan dunia yang enggak pernah cukup, kenapa enggak coba fokus memperbarui cara kita berpikir, seperti yang Roma 12:2 ajarkan? Temukan identitasmu di dalam Tuhan, bukan di likes, komentar, atau standar dunia. Karena Tuhan adalah satu-satunya sumber kasih yang sejati. Ingat, dunia mungkin menawarkan banyak hal yang tampaknya indah, tapi hanya kasih Tuhan yang bisa kasih kita arti hidup sejati. Dia yang menjadikan kamu berharga, berani, dan cukup apa adanya.
WHAT TO DO:
1.Jangan membandingkan dirimu dengan standar dunia; temukan nilai dirimu di dalam Tuhan.
2.Perbarui cara berpikirmu melalui firman Tuhan agar hidupmu selaras dengan kehendak-Nya.
3.Hiduplah dengan percaya bahwa kasih Tuhan membuatmu cukup dan berharga apa adanya.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 11-13

Renungan Pagi - 13 Februari 2025
2025-02-13 21:05:32
Kita boleh saja melayani, boleh saja menolong orang miskin, boleh saja mengulurkan tangan bagi setiap orang yang membutuhkan pertolongan.
Tetapi kalau melakukannya dengan kesombongan, maka perbuatan dan pengorbanan yang kita lakukan tidak akan ada artinya apa-apa.
Kalau melakukan perbuatan baik karena kesombongan, maka itu merupakan kejahatan di mata Tuhan, kesombongan akan membuat kita tidak menghargai anugerah Tuhan.

Quote Of The Day - 13 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-13 21:04:23
Persekutuan kita dengan Bapa akan menimbulkan keyakinan bahwa Allah sebagai Bapa pasti memelihara kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 13 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-13 21:02:22
Orang Kristen yang benar adalah orang Kristen yang pasti mengalami perubahan setiap hari. Tidak ada satu hari di mana tidak ada perubahan.

Bacaan Alkitab Setahun - 13 Februari 2025
2025-02-13 20:59:43
Imamat 1-4

EXPRESSED IN LIFE - 13 Februari 2025 (English Version)
2025-02-13 19:03:38
Romans 10:10
"For with the heart one believes and is justified, and with the mouth one confesses and is saved."
Someone may be a good person and can become a member of society of the Kingdom of Heaven, but never become a member of the family of God’s Kingdom or be glorified with Jesus—because he is not like Jesus. If someone is truly like Jesus, he will surely do the will of the Father and complete His work. Notice, Jesus told His disciples to leave their nets and boats to follow Jesus. Matthew had to leave his tax booth, the rich man in Matthew 19 had to sell all he had and give to the poor, the Lord commands that people must let go of everything before they can become His disciples or be changed. Paul had to abandon everything and consider it rubbish in order to gain Christ. And there are many more Bible verses that show this. Ironically, why is this teaching now gone? The teaching about preparing the way for the Lord is gone from the church. Let’s find it again.
So if we believe in Jesus, we must actually enter the realm of struggle, the struggle to become a man of God. Now the question is, are we willing to do whatever God commands? The "command" here is not only to carry out laws such as the laws given by Moses, but everything that God commands. Like Abraham had to slaughter his own son as a burnt offering. This is more than just carrying out the written law, but what God wants. This means serving God's feelings. The gospel is basically good news, where humans gain hope of being transformed into humans according to God's original design who can act according to God's thoughts and feelings. So don't associate it with the issue of healing, miracles, or physical blessings. Indeed, those things were signs to attract the attention of the Israelites to see Jesus or evangelism, must be marked by miracles. And there are servants of God who are used by God for that.
But to be transformed into the image of God, to be like Jesus or perfect like the Father, we must be willing to do whatever God commands. Zacchaeus had heard some of Jesus' teachings. Because, his fellow professional, Matthew, had also become a disciple of Jesus. It is impossible for Zacchaeus to know by himself. The Holy Spirit must have led him, or he heard some of what Jesus taught. "Leave everything, do not be attached to possessions." So, Zacchaeus put that into practice. But he was not yet perfect. That was just the beginning. That was the first day Jesus stayed at his house. Nothing yet. But after that, Zacchaeus would surely have been guided toward perfection. If we are not even willing to act as Zacchaeus did, how can we expect to be saved? Jesus said, “This man, too, is a son of Abraham.” Meaning, he acted like Abraham. That is why he was saved, and Jesus declared, “Salvation has come to this house.”
If we compare ourselves with the early Christians, they were extraordinary. For the sake of faith in Jesus, they gave up everything. Whatever God willed, including if it meant losing their lives. That's why Romans 10:10 says, “By the heart, one believes and is justified, and with the mouth, one confesses and is saved.” This is a life completely surrendered to God. If someone dared to confess that Jesus is Lord, it is at the risk of his life. Not like people today who confess their mouths and are safe. But the early Christians, the early church, their hearts believed, and they couldn't hide that belief. They couldn't keep their mouths shut. That's why testimony after testimony was delivered even though their lives were at stake.
But after going through councils and many debates, Christianity actually declined, until today. This means that something is wrong. True belief will certainly produce a testimony, and that is expressed in life. Believers in the early church were people who truly had a heart attitude that was willing to do whatever God wanted. The Word of God says, "Those who suffer in the flesh cease from sinning." This means that if people are willing to suffer physically in order to do what God wants, then they do not want to sin, because learning to defend their faith and life and blood is already difficult. Now we are not facing knives, machetes, spears, wild animals, or physical persecution, but we are facing a world that drags us to want many things. Therefore, what we should do now is how to make the Father's will everything to us.
Repentance is our willingness to do whatever God wills. Not just returning to the Torah and worshiping Yahweh, like the repentance of the Jews at that time. They had done it in the time of John the Baptist. But it became formalistic and legalistic. In the end, it is not centered on God, but on ourselves and the law. So, now if we want to become children of God, can be educated, can be changed by God, and have salvation, let us prepare the way for God, namely the willingness of the heart to do whatever God commands.
TRUE BELIEF WILL CERTAINLY PRODUCE A TESTIMONY, AND THAT IS EXPRESSED IN LIFE.

TEREKSPRESI DALAM KEHIDUPAN - 13 Februari 2025
2025-02-13 19:00:12
Roma 10:10
“Karena dengan hati orang percaya dan dibenarkan,
dan dengan mulut orang mengaku dan diselamatkan.”
Seseorang mungkin jadi orang baik dan bisa menjadi anggota masyarakat Kerajaan Surga, tapi tidak pernah menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah dan tidak pernah dimuliakan bersama Yesus, karena ia tidak serupa dengan Yesus. Kalau serupa dengan Yesus, ia pasti melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Perhatikan, Yesus menyuruh murid-murid-Nya meninggalkan jala dan perahunya untuk mengikut Yesus. Matius harus meninggalkan meja cukainya, orang kaya dalam Matius 19 harus menjual seluruh miliknya dan memberikannya kepada orang miskin, Tuhan memerintahkan bahwa orang harus melepaskan segala sesuatu baru bisa menjadi murid atau diubah. Paulus harus melepaskan semua dan menganggapnya sampah, baru memperoleh Kristus. Dan banyak lagi ayat Alkitab yang menunjukkan hal ini. Ironis, mengapa sekarang ajaran ini lenyap? Pengajaran mengenai mempersiapkan jalan bagi Tuhan hilang dari gereja. Mari, kita temukan kembali.
Jadi kalau kita percaya Yesus, justru kita mesti masuk dalam wilayah pergumulan, pergulatan untuk menjadi manusia Allah. Sekarang pertanyaannya, apakah kita bersedia melakukan apa pun yang Allah perintahkan? “Perintah” di sini bukan hanya melakukan hukum-hukum seperti hukum-hukum yang Musa berikan, melainkan segala sesuatu yang Allah perintahkan. Seperti Abraham harus menyembelih anak kandungnya sendiri sebagai kurban bakaran. Ini sudah lebih dari sekadar melakukan hukum yang tertulis, tetapi apa yang diingini Allah. Ini berarti melayani perasaan Allah. Injil itu pada dasarnya kabar baik, di mana manusia memperoleh pengharapan diubah menjadi manusia sesuai rancangan Allah semula yang bisa bertindak sesuai pikiran dan perasaan Allah. Maka jangan dikaitkan dengan persoalan kesembuhan, mukjizat, atau berkat-berkat jasmani. Intinya itu, dan memang untuk menarik perhatian supaya orang-orang Israel melihat Yesus atau penginjilan, harus ditandai dengan mukjizat. Dan ada hamba-hamba Tuhan yang dipakai Tuhan untuk itu.
Tetapi untuk bisa diubah segambar dengan Allah, untuk serupa dengan Yesus atau sempurna seperti Bapa, kita harus punya kesediaan untuk melakukan apa saja yang Allah perintahkan. Zakheus sudah mendengar sebagian ajaran Yesus. Karena, teman seprofesinya, Matius, juga sudah menjadi murid Yesus. Tidak mungkin Zakheus tahu dengan sendirinya. Pasti Roh Kudus pimpin, atau mendengar sebagian apa yang Yesus ajarkan. “Tinggalkan segala sesuatu, jangan terikat oleh harta.” Maka, Zakheus mempraktikkan itu. Tapi Zakheus belum sempurna. Itu baru awal. Itu hari pertama Yesus menumpang. Belum apa-apa. Tetapi setelah itu, Zakheus pasti dibimbing mencapai kesempurnaan. Kalau tindakan seperti Zakheus saja tidak kita lakukan, kok mau selamat? Yesus berkata, “Karena orang ini anak Abraham juga.” Orang ini telah bertindak seperti Abraham, itu maksudnya. Maka dia selamat, sehingga Yesus katakan bahwa “Keselamatan terjadi pada rumah ini.”
Kalau kita membandingkan dengan orang Kristen mula-mula, mereka itu luar biasa. Demi iman kepada Yesus, mereka melepaskan segala sesuatu. Apa pun yang Allah kehendaki, termasuk kehilangan nyawa. Makanya kalau di Roma 10:10 mengatakan, “Dengan hati, orang percaya dibenarkan; dengan mulut, orang mengaku, diselamatkan,” ini adalah kehidupan yang diserahkan sepenuh untuk Tuhan. Kalau orang berani mengaku Yesus adalah Tuhan, itu pertaruhannya nyawa. Tidak seperti orang hari ini yang mulutnya mengaku, dan aman-aman saja. Tetapi orang Kristen awal, gereja mula-mula, hati mereka percaya, dan mereka tidak dapat menyembunyikan percayanya itu. Mereka tak dapat menutup mulutnya. Makanya kesaksian demi kesaksian disampaikan walaupun nyawa pertaruhannya.
Tapi setelah melalui konsili-konsili dan banyak perdebatan, malah kekristenan mengalami kemunduran, sampai hari ini. Ini berarti ada yang salah. Percaya yang benar pasti membuahkan kesaksian, dan itu terekspresi dalam kehidupan. Orang percaya pada gereja mula-mula adalah orang yang benar-benar memiliki sikap hati yang bersedia melakukan apa pun yang Tuhan kehendaki. Firman Tuhan mengatakan, “Orang yang menderita penderitaan badani, berhenti berbuat dosa.” Artinya, kalau orang sudah bersedia menderita secara fisik demi melakukan apa yang Tuhan kehendaki, maka mereka tidak mau berbuat dosa, karena belajar untuk mempertahankan iman dan nyawa serta darahnya saja sudah sulit. Sekarang kita tidak menghadapi pisau, golok, tombak, binatang buas, atau penganiayaan secara fisik, tapi kita menghadapi dunia yang menyeret kita untuk mengingini banyak hal. Makanya, mestinya yang kita lakukan sekarang ini adalah bagaimana menjadikan keinginan Bapa segalanya bagi kita.
Pertobatan adalah kesediaan kita untuk melakukan apa pun yang Allah kehendaki. Bukan hanya kembali ke Taurat lalu menyembah Yahweh, seperti pertobatan orang Yahudi waktu itu. Mereka sudah melakukan di zaman Yohanes Pembaptis. Tetapi formalitas, legalistik. Akhirnya tidak berpusat pada Allah, tapi pada diri sendiri dan hukum itu. Jadi, kita sekarang ini kalau mau menjadi anak-anak Allah, bisa dididik, bisa diubah Tuhan, memiliki keselamatan, mari kita persiapkan jalan bagi Tuhan yaitu kesediaan hati untuk melakukan apa pun yang Allah perintahkan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
PERCAYA YANG BENAR PASTI MEMBUAHKAN KESAKSIAN, DAN ITU TEREKSPRESI DALAM KEHIDUPAN.

Bacaan Alkitab Setahun ‐ 13 Februari 2025
2025-02-13 18:22:51
Imamat 1-4

Truth Kids 12 Februari 2025 - BUAH DARI HIKMAT TUHAN
2025-02-12 22:27:12
1 Tesalonika 4:7
”Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus.”
Malam itu, Doni tiba-tiba memberontak saat papa menyarankan Doni untuk berhenti bermain handphone dan memintanya belajar. Biasanya Doni mengikuti perkataan papa mamanya, tetapi entah kenapa, malam itu Doni tiba-tiba membantah perintah papanya.
"Kenapa nggak di sekolah, di rumah, di gereja, selalu ada peraturan-peraturan yang Doni harus lakukan? Doni bosen, Pah, Mah. Kesukaan dan hobi Doni selalu dibatasi oleh aturan-aturan yang membuat Doni tidak bebas. Doni kesal dengan semua hal itu!" ungkap kekesalan hati Doni. Papa hanya menjawab dengan lembut, "Doni, kamu bayangin saja kalau hidup ini tidak ada aturan. Bagaimana hidup kamu? Mau seumur hidup kamu hanya diisi dengan hobi-hobi atau kesukaan kamu? Aturan atau batasan-batasan yang ada di rumah, di sekolah atau di gereja, itu untuk menjaga supaya hidup kita tertib, disiplin, dan teratur. Bahkan batasan hidup itu untuk menjaga kita supaya tidak jatuh dalam dosa dan jauh dari Tuhan."
Sobat Kids, kalian mungkin juga pernah berpikir seperti Doni yang bosan atau kesal dengan segala aturan atau batasan. Tuhan memberikan batasan atau aturan seperti 10 Perintah Allah, itu adalah bentuk kasih sayang Allah kepada umat-Nya supaya tidak jatuh.

Truth Junior 12 Februari 2025 - HITAM, PUTIH, ABU-ABU
2025-02-12 22:25:09
1 Tesalonika 4:7
”Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus.”
Sobat Junior, pasti kalian sudah belajar tentang perpaduan warna. Cat warna merah dan kuning jika dicampurkan, akan menjadi cat warna oranye. Kalau cat warna merah digabungkan dengan biru, maka warna yang dihasilkan adalah ungu. Selalu akan muncul warna yang baru. Begitu juga dengan cat warna hitam dan putih, akan menghasilkan warna abu-abu.
Sekarang kita umpamakan perbuatan yang buruk dilambangkan seperti warna hitam, dan perbuatan baik dilambangkan seperti warna putih. Jika kita masukkan perumpamaan di atas ke dalam ayat firman Tuhan hari ini, maka perbuatan cemar atau buruk adalah warna hitam, dan hal yang kudus adalah putih. Allah memanggil kita untuk melakukan perbuatan yang kudus, yang berwarna putih, bukan abu-abu.
Allah memanggil kita untuk hidup dalam kekudusan sesuai dengan standar Allah. Hidup dalam kekudusan adalah cara menghormati batasan-batasan yang telah ditetapkan oleh Allah. Seperti ada batasan antara warna hitam, putih, dan abu-abu.
Allah menghendaki hidup kita “berwarna putih,” bukan abu-abu; hidup kudus di hadapan-Nya. Tidak ada campuran kotor atau toleransi dengan dosa. Yuk, kita berjuang, hingga perbuatan, perkataan, dan pikiran kita “berwarna putih!”

Truth Youth 12 Februari 2025 (English Version) - BE CONFIDENT ALWAYS
2025-02-12 22:22:13
“For God has not given us a spirit of fear, but of power, love, and a sound mind.” (2 Timothy 1:7)
A psychologist once shared during a seminar that many teenagers struggle to identify their strengths. This leads to a lack of confidence in their daily roles and interactions. Perhaps some of you are experiencing this as well. When you're around others—at school, college, or anywhere—it might feel difficult to present yourself authentically. As a result, your potential can be stifled, and it becomes harder to explore positive experiences in your teenage years.
But remember, we are created in God's image, the most remarkable of His creations. We are given the power to be strong, brave, and capable of accomplishing great things. God has not given us a spirit of fear, but one that brings power, love, and discipline (2 Timothy 1:7). Let’s awaken our potential and embrace boldness in exploring positive opportunities.
Even Moses experienced a lack of confidence. He felt inadequate to lead the Israelites out of Egyptian slavery. Yet, by leaning on God, Moses became a mighty leader. Similarly, we might doubt our own potential, but we must stand firm and remember that we are made in God's image. His plans for us are full of peace and promise. So, step forward with confidence. Start by writing down your strengths, testing your talents, seeking guidance from an expert, and having honest discussions with trusted friends.
WHAT TO DO:
1. Reflect on yourself using the SWOT method (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) so you can better understand your strengths and weaknesses, and formulate a concrete strategy.
2. Join committees or communities to discover your potential.
3. Affirm your achievements with positive self-affirmations.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 8-10

Truth Youth 12 Februari 2025 - BE CONFIDENT ALWAYS
2025-02-12 22:18:35
”Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” (2 Timotius 1:7)
Salah seorang psikolog bercerita saat sedang menyampaikan materi di seminar. Ia mengatakan bahwa ada banyak sekali remaja yang sulit menemukan kelebihan dirinya. Hal tersebut membuat para remaja ini juga menjadi kurang percaya diri dalam menjalankan perannya sehari-hari. Bisa jadi hal ini juga sedang kalian alami. Saat berada di tengah masyarakat, teman-teman di sekolah, di kampus dan di mana pun, kalian merasa kurang percaya diri untuk tampil menjadi diri kalian apa adanya. Dengan demikian potensi kita menjadi terhambat dan menjadi sulit untuk melakukan banyak eksplorasi pengalaman yang positif dalam masa-masa remaja kita.
Padahal kita ini ciptaan yang paling serupa dengan gambar Allah. Kita diberikan kuasa untuk menjadi orang yang tangguh, berani, dan penuh kekuatan untuk melakukan hal-hal besar. Firman Tuhan dalam 2 Timotius 1:7 pun menyampaikan bahwa Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Berdasarkan firman Tuhan itu, mari kita bangkit menemukan potensi kita dan berani mengeksplor berbagai hal positif.
Memang hal yang kita alami juga pernah dialami oleh Nabi Musa, di mana ia merasa tidak percaya diri karena kurang cakap dalam memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir. Tapi dengan bersandar dan berserah kepada Tuhan, maka Tuhan memampukan Musa menjadi pemimpin yang hebat. Demikian juga dengan diri kita, mungkin banyak yang kurang percaya diri akan potensi yang dimilikinya. Tegaklah berdiri, ingat bahwa kita diciptakan serupa dan segambar dengan Allah. Rancangan-Nya adalah penuh damai sejahtera bagi hidup kita. Maka beranilah untuk memulai dengan lebih percaya diri. Paculah diri kita melalui menuliskan kelebihan kita, tes bakat minat dulu agar kita tahu potensi kita, konseling dengan ahli, sharing atau diskusi dengan teman yang bisa kita percaya.
WHAT TO DO:
1.Lakukan refleksi diri menggunakan metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats) sehingga kita tahu kelebihan dan kelemahan kita. Pada akhirnya mampu untuk mengatur strategi konkret
2.Ikutlah dalam kegiatan kepanitiaan atau komunitas sehingga kamu bisa mengetahui potensimu
3.Berikan afirmasi-afirmasi positif kepada pencapaian dirimu
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 8-10

Renungan Pagi - 12 Februari 2025
2025-02-12 22:16:02
Kita tahu menjalani hidup ini memang berat, tetapi kalau tetap setia, maka berkat Tuhan tetap dahsyat dalam hidup kita, karena itu tetaplah tegak! Jangan beri kesempatan kepada iblis, karena iblis selalu mencari celah dan cara.
Karena itulah kita harus kuat, karena hanya orang kuat yang dapat setia, yang dapat bertahan, yang dapat merebut kemenangan dan yang dapat menjadi pelaku-pelaku firman Tuhan dan akhirnya meraih mahkota yang Tuhan sudah janjikan.

Quote Of The Day - 12 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-12 22:14:29
Persekutuan kita dengan Bapa melahirkan bukan saja keyakinan, melainkan juga kesadaran dan penghayatan bahwa diri kita pasti diterima di Kemah Abadi.

Mutiara Suara Kebenaran - 12 Februari 2025 (. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-12 22:13:23
*Righteousness Of Christ:*
Pertobatan adalah kesediaan kita untuk melakukan apa pun yang Allah kehendaki.

BERKAT ABRAHAM - 12 Februari 2025
2025-02-12 22:09:57
Efesus 2:12-13
“Bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus tidak termasuk kewargaan Israel dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia. Tetapi sekarang di dalam Kristus Yesus, kamu yang dahulu jauh, sudah menjadi dekat oleh darah Kristus.”
Kalau kita melihat jejak Abraham, ia membawa serta keponakannya, Lot. Gembala Abraham dan gembala Lot berkelahi. Lot tidak mau mengalah, Abraham yang mengalah, “Kamu ke kanan, saya ke kiri. Kalau kamu ke kiri, saya ke kanan. Kau pilih sekarang, daerah mana yang subur.” Abraham selalu mengalah, karakter yang luar biasa. Maka kalau mengaku jadi anak Abraham itu, karakter kita juga harus seperti Abraham; mengalah. Sebagai anak-anak Abraham, kita akan dibawa terus kepada kehidupan yang sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah. Makanya harus jadi Israel dulu, baru selamat. Jadi anak Abraham dulu, baru selamat. Kalau perilaku Abraham saja tidak dikenakan, bagaimana mau sempurna seperti Yesus? Tidak bisa. Makanya kalau sekarang orang bicara soal berkat Abraham di mana fokusnya adalah berkat-berkat jasmani, itu sudah menyesatkan sekali.
Berkat Abraham adalah keselamatan dalam Yesus Kristus, itu yang utama. Tapi sebelum mengalami keselamatan dalam Yesus Kristus, belajar perilaku Abraham, bapa orang percaya. Ini model percayanya. Kalau percaya kita sudah sekelas Abraham, bersedia melakukan apa pun yang Allah kehendaki, baru kita digiring terus menjadi orang yang sempurna seperti Bapa dan memiliki pikiran, perasaan Kristus. Di zaman itu, Abraham itu belum memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Kalau Abraham punya pikiran dan perasaan Kristus, dia tidak akan punya banyak gundik. Tetapi kelebihan Abraham satu: dia taat apa pun yang Allah perintahkan. Ini yang mesti dimiliki. Lalu isi percayanya bertumbuh terus sampai seperti Yesus Kristus, melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.
Jadi, untuk menerima anugerah keselamatan, seseorang harus menjadi anak-anak Abraham dahulu. Artinya, memiliki kesediaan melakukan apa pun yang Allah perintahkan. Itu dulu. Bersedia, tidak? Kalau tidak, jangan jadi Kristen. Sebab Tuhan pun sudah menetapkan suatu syarat, “Jual segala milikmu. Lepaskan segala sesuatu.” Tapi sekarang diganti dengan begini, “Tuhan, Aku percaya pada-Mu, Engkau Tuhan dan Juru Selamat. Tidak usah macam-macam, saya percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Titik” “Tidak bisa,” kata Tuhan. “Kalau engkau mengaku Aku sebagai Tuhan dan Juru Selamat, jual segala milikmu, bagikan kepada orang miskin. Jangan punya ikatan-ikatan dunia. Bersedia melakukan apa pun yang Dia perintahkan.” Menjual segala milik, membagikannya kepada orang miskin, tidak ada hukumnya. “Tapi kalau kamu mau menjadi umat-Ku, kamu harus bersedia melakukan apa yang Kuperintahkan, seperti yang dilakukan Abraham.”
Pada zaman Yohanes Pembaptis, banyak orang Yahudi yang sebenarnya tidak memiliki kualifikasi sebagai anak-anak Abraham. Tapi mereka tidak menyadari. Kulitnya Yahudi, dalamnya kafir. Maka, Yohanes Pembaptis berkata, “Bertobat dan beri dirimu dibaptis.” Dengan kata lain ia berkata, “Kamu itu kafir. Kulitmu itu Yahudi, kelakuanmu kafir, karena kamu tidak memiliki kesediaan untuk melakukan apa yang Allah inginkan, yaitu seperti yang dilakukan Abraham.” Maka, mereka dibaptis. Ini baptisan proselit, namanya. Yang mestinya hanya untuk orang non-Yahudi yang mau masuk agama Yahudi. Sekarang, orang Yahudi sendiri dibaptis. Ini suatu pukulan bagi mereka. Jadi, baptisan yang diserukan Yohanes Pembaptis itu merupakan tantangan; apakah mereka mau merendahkan diri menjadi anak-anak Abraham yang sejati atau tidak. Jadi, seakan-akan mereka selama ini bukan orang Yahudi. Tapi karena mereka percaya Yohanes Pembaptis berasal dari Allah, karena latar belakang imam Zakharia-Elizabet, banyak orang mau. Ini mempersiapkan jalan bagi Tuhan.
Jadi, ketika mereka dibaptis, mereka bertobat, termasuk murid-murid-Nya, mereka punya kesediaan untuk melakukan apa pun yang Tuhan perintahkan. Jadi kalau Tuhan berkata, “Tinggalkan jalamu. Tinggalkan perahumu,” mereka tinggalkan. “Matius, tinggalkan meja cukaimu,” mareka tinggalkan. Tidak ada hukum yang meninggalkan perahu dan jala. Tapi, apa yang diucapkan Tuhan, harus dituruti dulu. Sebab, orang-orang ini nanti harus mempunyai pikiran dan perasaan Kristus. Itu anugerah keselamatan, intinya di situ. Pesan yang mau disampaikan Yohanes Pembaptis adalah agar mereka memiliki kemurnian hati, bersedia melakukan apa pun yang Allah kehendaki, seperti Abraham, baru mereka bisa menerima Injil. Kalau tidak, tidak akan pernah bisa. Kesediaan melakukan apa pun yang Tuhan perintahkan adalah syarat untuk menerima keselamatan.
Sekarang, orang kalau sudah maju ke depan mengaku bertobat, dianggap sudah selamat. Pertobatan umum ini belum menjawab. Pertobatannya pun harus standar Allah. Apa standarnya? Kesediaan melakukan segala sesuatu yang Allah perintahkan. Baru itu sejati. Setelah begitu, baru Tuhan mau goyang ke mana, tekuk ke mana, baru bisa. Maka Lukas 14:33 mengatakan, “Jikalau kamu tidak melepaskan dirimu dari segala sesuatu milikmu, kamu tak dapat jadi murid-Ku. Kalau kamu tidak melepaskan segala milikmu, kamu tak dapat Kubentuk, tak dapat jadi murid-Ku.” Luar biasa. Jadi bukan hanya tidak melakukan pelanggaran moral umum, namun apa pun yang Allah inginkan, membahagiakan hati Bapa, kita harus bersedia. Walaupun belum tentu bisa dipenuhi. Ingat, yang mustahil bagi manusia, tidak mustahill bagi Allah. Jadi, kalau kita tidak memiliki kesediaan melakukan apa yang Allah perintahkan, maka kita tidak akan selamat.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
BERKAT ABRAHAM ADALAH KESELAMATAN DALAM YESUS KRISTUS.

Bacaan Alkitab Setahun- 12 Februari 2025
2025-02-12 21:44:36
Keluaran 39-40

Truth Kids 11 Februari 2025 - HATI-HATI MEMILIH TEMAN
2025-02-11 21:50:44
1 Korintus 15:33
”Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.”
Beberapa hari ini, mama Sinta merasa ada perubahan yang tidak baik dalam sikap Sinta. Sinta lebih kasar dan sering bicara sambil bentak-bentak. Mama Sinta merasa khawatir akan perubahan Sinta beberapa hari ini, sehingga mama Sinta berusaha mencari tahu penyebabnya.
Diam-diam mama Sinta memperhatikan gerak-gerik Sinta dan melihat apa saja aktivitasnya di luar rumah. Mama Sinta tidak menemukan yang aneh dari aktivitas Sinta di luar. Namun, waktu mama Sinta melihat aktivitas Sinta di kamar, mama Sinta baru tahu alasannya kenapa Sinta berubah beberapa hari ini. Sinta memiliki teman di salah satu aplikasi online yang menurut mama Sinta sangat memengaruhi sikap Sinta. Biasanya Sinta suka berdoa dan baca Aliktab setiap malam, tetapi belakangan ini Sinta menggantinya dengan mengobrol atau chatting dengan teman onlinenya. Mama Sinta langsung sigap menegur Sinta dengan baik baik. Mama sinta tidak mau anaknya terjerumus lebih dalam lagi dalam pergaulan tidak baik yang akan merusak kehidupan anaknya.
Sobat Kids, dari pengalaman Sinta, kita bisa belajar untuk berhati-hati dalam memilih teman atau pergaulan. Jika pergaulanmu membawa hal-hal buruk atau negatif, atau menjadikan sikap dan tutur katamu menjadi tidak baik, pasti kamu menjadi anak yang jauh dari Tuhan, Jauhilah pergaulan yang buruk karena hal itu akan merusak kebaikan yang ada padamu.

Truth Junior 11 Februari 2025 - PERGAULAN
2025-02-11 21:48:13
1 Korintus 15:33
”Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.”
Sudah tidak asing lagi bagi kita mendengar bahwa teman yang buruk akan merusak kebiasaan baik kita. Hal ini menjadi lanjutan renungan kita kemarin, yaitu cara kita menjaga hati dan pikiran, dapat menentukan bagaimana kita memilih suatu pergaulan. Apakah membuat kita semakin dekat dengan Tuhan atau menjauh? Mari, Sobat Junior renungkan, sebagai anak-anak-Nya, seharusnya kita semakin serupa seperti-Nya.
Mulai dari pertemanan, apakah membuat kita bertumbuh dalam iman seperti saling sharing bersama, atau saling menjatuhkan satu dengan lainnya? Contoh lainnya, saat ada teman kita sedang bersedih karena mendapat nilai ujian yang tidak bagus, maka tindakan kita apakah mengejeknya atau menyemangatinya untuk tetap berjuang? Selain itu, biasanya dalam pergaulan yang baik dapat terlihat dari cara bicara yang bukan sekadar sopan, tetapi juga menjaga hati Tuhan.
Zaman sekarang ini, banyak kata-kata kasar yang menjadi hal yang wajar, bahkan kasar dengan orang tua. Oleh karena itu, juga kita harus berhati-hati memilih teman. Jika mereka sering mengucapkan kata kasar seperti “isi kebun binatang,” jadikan hanya teman, bukan sahabat. Sebab, semakin lama, pasti kita akan terpengaruh.
Jadi, Sobat Junior, temukan sahabat yang bisa menguatkan iman kita untuk semakin bertumbtuh dan berapi-api mencintai Tuhan, bukan sekadar saling mendoakan saja. Mari miliki pergaulan yang menyenangkan hati Tuhan. Mintalah kepada Tuhan, sahabat yang baik, dan kita bergantung pada Tuhan saja.

Truth Youth 11 Februari 2025 (English Version) - MENSANA IN CORPORE SANO
2025-02-11 21:45:27
“Or do you not know that your body is a temple of the Holy Spirit, who is in you, whom you have received from God? You are not your own; you were bought at a price. Therefore honor God with your body!” (1 Corinthians 6:19-20)
Lately, there has been a noticeable rise in gyms and fitness centers around us, and health-conscious coaches promoting healthy eating on social media. Many individuals are also participating in these programs. These lifestyle changes focus on physical health and have expanded to include mental health seminars, workshops, and activities. All these efforts are geared toward one goal: appreciating and loving ourselves, aligning with the teachings of God.
1 Corinthians 6:19-20 reminds us that our bodies are temples of the Holy Spirit, and they are not our own but have been bought at a great price. Therefore, we are called to honor God with our bodies. This means we must care for both our physical and mental health. When we understand that our bodies are temples of the Holy Spirit, the way we care for them becomes an act of love and reverence. This can be expressed through healthy living, such as exercising, eating nutritious food, avoiding harmful habits, and guarding our speech and actions.
We also need to prioritize mental well-being. This includes surrounding ourselves with positive communities, listening to uplifting content, and seeking help when we experience mental struggles. We should also set aside time for "me-time," engaging in activities that refresh and nurture our souls while maintaining our sanctity.
All of these actions reflect our responsibility to the life God has redeemed for us. Let’s commit to living healthily and honoring God with every part of our being.
WHAT TO DO:
1. Start adopting a healthy lifestyle with balanced nutrition, better sleep habits, and regular exercise.
2. Join communities that nurture positive thoughts, speech, and actions.
3. Continue praying and relying on God.
4. Enjoy "me-time" with wholesome, calming activities that preserve your sanctity.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 7

Truth Youth 11 Februsri 2025 - MENSANA IN CORPORE SANO
2025-02-11 21:41:50
”Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (1 Korintus 6:19-20)
Akhir-akhir ini, jika diperhatikan banyak sekali dibuka tempat fitness/gym di sekitar tempat tinggal kita. Tak hanya itu, tapi coach-coach pola makan sehat juga banyak diiklankan di sosial media. Selain itu, banyak juga individu yang ikut serta di dalamnya. Hal tersebut suatu program dan gaya hidup yang sangat baik buat diri kita. Selain tentang kesehatan fisik, semakin banyak juga seminar, workshop dan kegiatan lain yang berkaitan dengan kesehatan mental. Semua kegiatan tersebut bermuara kepada satu tujuan sebagai bentuk menghargai dan mencintai diri kita. Tentunya sejalan juga dengan firman Tuhan yang menyatakan bahwa tubuh kita adalah bait Roh Kudus dan bukan milik kita sendiri.
Demikian diterangkan pada 1 Korintus 6:19-20 juga, di mana kita sudah lunas dibayar dan kita wajib memuliakan Allah dengan tubuh kita. Oleh karena itu, kita harus menjaga dan merawatnya secara fisik maupun mental. Ketika kita mengasihi diri kita sebagai bait Roh Kudus yang telah lunas dibayar, maka bentuk konkret kita menjaganya yaitu dengan menjalankan pola hidup sehat, seperti: olahraga, makan makanan yang sehat, menghindari diri dari pergaulan yang buruk, tidak merokok dan minum alkohol, menghindari diri dari tontonan yang tidak baik serta menjaga perkataan kita juga.
Selain itu, kita juga wajib menjaga kesehatan mental kita. Salah satunya dengan memiliki komunitas yang positif, mendengarkan hal-hal positif dan kalaupun kita merasa ada hal yang kurang baik dalam psikis kita maka kita segera berusaha mencari bantuan untuk menolong diri kita. Cara lain untuk menjaga kesehatan mental adalah menentukan waktu _me time_ kita diisi dengan kegiatan bermanfaat. Semuanya ini sangat patut kita upayakan agar kita menunjukkan betapa kita bertanggung jawab atas hidup yang telah Tuhan bayar lunas ini. Selamat berjuang teman-teman.
WHAT TO DO:
1.Mulai untuk memmiliki pola hidup yang sehat dengan makan yang bergizi, pola tidur diperbaiki, berolahraga.
2.Bergabung di komunitas yang sehat secara pikiran, perkataan dan perbuatan
3.Tetap berdoa dan bersandar pada Tuhan
4.Boleh melakukan aktivitas me-time yang menyenangkan, menenangkan dan tetap menjaga kekudusan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 7

Renungan Pagi - 11 Februari 2025
2025-02-11 21:35:37
Hidup ini bukan bagaimana mendapatkan semua yang kita inginkan, tetapi bagaimana supaya hidup menjadi berkat.
Dengan memberkati kita diberkati, dengan menolong kita ditolong, dengan melakukan kehendak Tuhan kita melihat kemuliaan Tuhan dinyatakan.

Quote Of The Day - 11 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-11 21:34:35
Persekutuan kita dengan Bapa akan melahirkan damai sejahtera dan sukacita.

Mutiara Suara Kebenaran - 11 Februari 2025 (Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-11 21:33:14
Orang yang mau menjadi Kristen sejati, yang mau menerima keselamatan dalam Yesus Kristus, yang mau dikembalikan ke rancangan semula, yang mau mengenakan kodrat ilahi, adalah orang yang bersedia melakukan apa pun yang Allah perintahkan.

CHILDREN OF ABRAHAM - 11 Februari 2025 (English Version)
2025-02-12 22:23:03
Matthew 3:9
"And do not think you can say to yourselves, ‘We have Abraham as our father.’ I tell you that out of these stones God can raise up children for Abraham."
The scribes and Pharisees were not people whose behavior was depraved in the eyes of men. On the contrary, they were religious people who were known to be pious and had good religious standards. But John the Baptist categorized them as offspring of vipers; which is the same as the children of Satan. Here, in fact, there is a lesson that we learn that God wants someone to truly have the right attitude in living life for the sake of God's judgment, not formality (legality) before men-things that are official and legally correct, meaning, does not violate the law. Finally, the law is the center, or oneself is the center; not God. John the Baptist taught that God should be the center.
So if we repent, it is for the sake of God's feelings and God's judgment, not because of what people think of us. That's why those who truly repented, even though they were Jews, they gave themselves to be baptized. Normally, only Gentiles converting to Judaism were baptized. The people who were baptized and repented, aside from the scribes and Pharisees, were those who could be considered children of Abraham. When it is said that "God can raise up children for Abraham from these stones," it does not refer to physical stones. Clearly, stones are lifeless objects—how could they become children? The "stones" here are a metaphor referring to people who were not considered valuable in the eyes of religious figures. They were seen as unworthy of being called children of Abraham.
Those who were baptized were not only pagans, Roman soldiers, but also commoners. But John the Baptist categorized them as children of Abraham, while the scribes and Pharisees who felt they were children of Abraham were called by John the Baptist as offspring of vipers; children of Satan. John the Baptist turned their thinking upside down. This is important. If Abraham is called the “father of believers,” it means that those who are saved must become or have faith like Abraham, must behave like Abraham (children of Abraham). So, someone cannot become a child of God without first becoming a child of Abraham. This means that preparing oneself to be a child of Abraham is the first step before becoming a child of God. "Prepare the way for the Lord" in this context means becoming a child of Abraham first.
That is why when Zacchaeus repented (Luke 19:9), Jesus said, “Today salvation has come to this house, because this man too is a son of Abraham.” Was Zacchaeus not a Jew? His name was “Zacchaeus,” zakai which means true or pure. Of course, Zacchaeus’ parents expected Zacchaeus to be a true Jew who would defend the Torah and the Temple. But it turned out that Zacchaeus became a tax collector who sided with foreign rulers. A Jew who, in a sense, lost his Jewish identity—until he repented. We do not read that Zacchaeus was baptized by John the Baptist, but his repentance was marked by a drastic and radical life change. He gave half of his wealth to the poor, and if there were people he had extorted, he returned four times as much. This was the fruit of repentance.
This aligns with Abraham, who was commanded to offer his son Isaac as a burnt sacrifice. No civilized law required such a thing—only pagan nations practiced it. But because God commanded it, Abraham obeyed. The key point is that Abraham was willing to do whatever God desired. That is extraordinary. Thus, not all Jews can be called children of Abraham. Children of Abraham are those who behave like Abraham. So, people who want to become true Christians, who want to accept salvation in Jesus Christ, who want to be returned to their original design, who want to put on the divine nature, are people who are willing to do whatever God commands. Even if at first, it seems impossible. But once a person is willing, it becomes possible.
They believed that John the Baptist came from God, based on the history of John the Baptist. Then what about the scribes and Pharisees? They were cunning people who wanted to infiltrate the midst of the genuine revival. The Jews said, “Our father is Abraham,” (John 8:39-40). Jesus said, "If you were Abraham’s children, then you would do what Abraham did." What did Abraham do? Do what God wanted. Of course there is nothing that hurts others. And if we look at Abraham’s track record, he never harmed or hurt anyone else. Jesus continued by saying, “But what you do is try to kill me. I am a man who tells you the truth, the truth that I heard from God. Abraham did not do such works.”
GOD WANTS A PERSON TO TRULY HAVE THE RIGHT HEART ATTITUDE IN LIVING LIFE FOR THE SAKE OF GOD'S JUDGMENT, NOT FORMALITY (LEGALITY) BEFORE MEN.

ANAK ABRAHAM - 11 Februari 2025
2025-02-11 18:21:49
Matius 3:9
“Dan janganlah mengira, bahwa kamu dapat berkata dalam hatimu:
Abraham adalah bapa kami! Karena aku berkata kepadamu:
Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu ini!”
Para ahli Taurat dan orang Farisi bukanlah orang-orang yang kelakuannya bejat di mata manusia. Sebaliknya, mereka adalah orang-orang beragama yang dikenal sebagai saleh dan memiliki standar keberagamaan yang baik. Tetapi Yohanes Pembaptis mengategorikan mereka keturunan ular beludak; yang sama dengan anak-anak setan. Di sini sebenarnya, ada pelajaran yang kita petik bahwa *Allah menghendaki seseorang sungguh-sungguh memiliki sikap hati yang benar dalam menjalani hidup demi penilaian Allah, bukan formalitas (legalitas) di hadapan manusia, yang resmi, yang legal secara hukum maksudnya, tidak menyalahi hukum. Akhirnya, hukum yang menjadi pusat, atau diri sendiri yang menjadi pusat; bukan Allah. Yohanes Pembaptis mengajarkan bahwa pusat itu Allah.
Jadi kalau kita bertobat, itu demi perasaan Allah dan penilaian Allah, bukan karena apa pandangan orang terhadap kita. Makanya mereka yang sungguh-sungguh bertobat, walaupun mereka adalah orang Yahudi, mereka memberi diri untuk dibaptis. Padahal biasanya yang dibaptis itu orang kafir yang masuk agama Yahudi. Orang-orang yang bukan ahli Taurat dan bukan orang Farisi yang memberi diri dibaptis dan bertobat, adalah orang-orang yang bisa dikategorikan sebagai anak Abraham. Kalau dikatakan bahwa “Allah dapat menjadikan anak-anak Abraham dari batu-batu ini,” maksudnya bukan batu-batu secara fisik. Jelas, batu-batu itu benda mati, bagaimana bisa menjadi anak? Jadi, “batu-batu” di sini sebenarnya metafora, yang menunjuk orang-orang yang tidak diperhitungkan di kacamata atau pandangan orang beragama. Mereka tidak pantas disebut anak-anak Abraham.
Yang dibaptis itu selain orang-orang kafir, tentara-tentara Romawi, juga rakyat jelata. Tetapi Yohanes Pembaptis mengategorikan mereka sebagai anak-anak Abraham, sedangkan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang merasa sebagai anak-anak Abraham dikatai oleh Yohanes Pembaptis sebagai keturunan ular beludak; anak-anak setan. Yohanes Pembaptis menjungkirbalikkan pemikiran mereka. Ini penting. Kalau Abraham disebut sebagai “bapak orang percaya,” artinya orang-orang yang diselamatkan harus menjadi atau memiliki percaya seperti Abraham, harus berperilaku seperti Abraham (anak-anak Abraham). Jadi, seseorang tidak akan bisa menjadi anak-anak Allah kalau tidak menjadi anak Abraham. Jadi anak Abraham dulu. Ini persiapannya jadi anak Abraham, baru jadi anak Allah. “Persiapkan jalan bagi Tuhan itu” dalam hal ini berarti menjadi anak Abraham dulu.
Makanya ketika Zakheus bertobat (Luk. 19:9), Yesus berkata, _“Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang ini pun anak Abraham.” Apa Zakheus bukan orang Yahudi? Namanya saja “Zakheus,” zakai yang artinya sejati atau murni. Tentu orang tua Zakheus mengharapkan Zakheus menjadi orang Yahudi sejati yang membela Taurat dan Bait Allah. Tapi ternyata Zakheus menjadi pemungut cukai yang berpihak kepada penguasa asing. Orang Yahudi, tetapi orang Yahudi yang sempat kehilangan keyahudiannya, begitu kira-kira, lalu bertobat. Kita memang tidak membaca Zakheus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Tetapi pertobatannya ditandai dengan perubahan hidup yang begitu drastis dan radikal. Separuh hartanya diberikan kepada orang miskin, dan kalau ada orang yang pernah dia peras, dikembalikan empat kali lipat. Ini adalah buah pertobatan.
Sinkron dengan Abraham yang disuruh mempersembahkan anaknya, Ishak, menjadi kurban bakaran. Tidak ada hukum orang beradab begitu, kecuali bangsa-bangsa kafir. Tetapi demi Allah yang memerintahkan, dia lakukan. Intinya, Abraham bersedia melakukan apa pun yang Allah kehendaki. Itu luar biasa. Ternyata, tidak semua orang Yahudi dapat disebut anak Abraham. Anak Abraham adalah orang-orang yang berperilaku seperti Abraham. Jadi, orang yang mau menjadi Kristen sejati, yang mau menerima keselamatan dalam Yesus Kristus, yang mau dikembalikan ke rancangan semula, yang mau mengenakan kodrat ilahi, adalah orang yang bersedia melakukan apa pun yang Allah perintahkan. Walaupun pada mulanya tidak bisa. Tapi kalau sudah bersedia, sudah bisa.
Mereka percaya Yohanes Pembaptis berasal dari Allah, dilihat dari sejarah hidup Yohanes Pembaptis. Lalu bagaimana dengan ahli Taurat dan orang Farisi? Mereka adalah orang licik yang mau menyusup di tengah-tengah kebangunan rohani yang murni itu. Orang-orang Yahudi itu berkata, “Bapa kami adalah Abraham,” (Yoh. 8:39-40). Yesus berkata, “Kalau kamu anak-anak Abraham, kamu mengerjakan pekerjaan yang dikerjakan oleh Abraham,” apa? Melakukan apa yang Allah kehendaki. Tentu tidak ada sesuatu yang melukai orang lain. Dan kalau kita melihat rekam jejak Abraham, dia tidak pernah merugikan, menyakiti orang lain. Lanjut Yesus berkata, “Tetapi yang kamu kerjakan ialah berusaha membunuh Aku. Aku seorang yang mengatakan kebenaran kepadamu, yaitu kebenaran yang Kudengar dari Allah. Pekerjaan yang demikian tidak dikerjakan oleh Abraham.”
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ALLAH MENGHENDAKI SESEORANG SUNGGUH-SUNGGUH MEMILIKI SIKAP HATI YANG BENAR DALAM MENJALANI HIDUP DEMI PENILAIAN ALLAH, BUKAN FORMALITAS (LEGALITAS) DI HADAPAN MANUSIA.

Bacaan Alkitab Setahun - 11 Februari 2025
2025-02-11 18:17:40
Keluaran 36-38

Truth Kids 10 Februari 2025 - BERKORBAN
2025-02-11 18:16:31
Yudas 1:21
”Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal.”
Sobat Kids, untuk menjadi anak Allah, kita harus menjaga dan memelihara hidup kita. Mungkin kita pernah berbohong. Bagaimana perasaan kalian setelah berbohong? Tidak tenang, bukan? Saat kita berbohong, Roh Kudus mengingatkan bahwa perbuatan kita salah.
Jadi apa yang harus dilakukan sekarang? Setelah berdoa minta maaf, kita lanjut ke tindakan berikutnya. Bentuk hidup seturut kehendak Allah dengan menjadi anak yang dengar-dengaran dan taat kepada kehendak-Nya. Walaupun kalian masih kecil, setiap hari, setiap jam, dan setiap detik, kita harus sungguh-sungguh memakai hidup kita untuk hidup seturut maunya Tuhan.
Seperti Tuhan Yesus Kristus yang mengorbankan diri-Nya di kayu salib demi menghapus dosa kita, kita pun harus berani mengorbankan semua kemauan kita yang tidak baik dan tidak sesuai dengan kemauan Tuhan Yesus. Kita harus mau mengorbankan waktu nonton TV untuk membantu orang tua. Kita juga harus mau mengorbankan uang jajan kita untuk membantu teman yang sedang kesusahan. Berlatihlah terus setiap hari sampai kita pantas disebut sebagai anak-anak Allah.

Truth Junior 10 Februari 2025 - THE TRUE LIFE
2025-02-11 18:14:00
Yudas 1:21
”Peliharalah dirimu demikian dalam kasih Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita, Yesus Kristus, untuk hidup yang kekal.”
Hari ini kita telah membaca ayat firman Tuhan dari kitab Yudas yang memberikan pesan untuk selalu setia menanti dalam hadirat Tuhan. Kata “menanti” bukan berarti kita berhenti atau tidak melakukan apa pun seperti pergi ke suatu gua dan berdoa saja. Akan tetapi, Tuhan ingin kita menjadi anak-anak yang kuat menghadapi suatu tantangan yang membuat iman kita bertumbuh dan berhadiah hidup yang kekal. Misalnya waktu kita memilih untuk sungguh-sungguh belajar, bukan hanya untuk mendapat nilai bagus, tetapi juga karena ingin menyenangkan hati Tuhan. Ketika belajar, kalian pasti pernah merasa malas atau ada godaan yang mengganggu, seperti menonton, bermain, bahkan sering kali ketiduran saat belajar. Oleh karena itu, kita harus menjaga api semangat kita untuk rajin belajar.
Tuhan juga ingin kita menjaga hati dan pikiran untuk tetap berjuang mencintai Tuhan melalui membaca Alkitab, berdoa, dan saling mengasihi teman-teman. Waktu kita menanti, berarti kita tetap bergerak untuk menemukan tujuan atau pesan Tuhan dalam hidup kita. Apa pun yang Tuhan katakan, mari kita siapkan hati yang penuh kasih dan bijaksana. Jadikan godaan itu bukan membuat kita mundur, tetapi maju untuk Tuhan dan menanti hadiah untuk jiwa kita yaitu hidup yang kekal.

Truth Youth 10 Februari 2025 - KASIH YANG UTUH
2025-02-10 22:27:39
”Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Matius 22:39)
Setiap manusia diciptakan dengan begitu berharga, baik orang lain maupun diri kita sendiri. Tuhan tidak menciptakan manusia dengan nilai yang berbeda-beda, semuanya sama di mata-Nya, tapi memiliki keunikan tersendiri yang tidak mungkin dimiliki oleh orang lain. Mungkin kita akan menemukan orang yang tampak mirip dengan kita, tetapi dia tidak bisa menjadi seperti diri kita sekarang ini, pasti ada hal yang membedakan. Dengan demikian, mari kita terima fakta ini, bahwa kita memang unik dan memiliki nilai masing-masing. Semua kita, berharga di mata-Nya.
Matius 22:39 mengajarkan kita agar kita bisa mengasihi orang lain sama seperti kita mengasihi diri sendiri. Masalahnya adalah, apakah kita sudah mengasihi diri sendiri? Sedangkan, kita pun masih menganggap diri kita sebelah mata. Kalau kita berpegang pada Tuhan dan belajar dari-Nya, kita akan dituntun perlahan untuk mengerti kasih-Nya, dan dari sinilah kita pun belajar mengasihi diri sendiri termasuk mengasihi sesama. Mengasihi artinya memberikan diri kepada orang-orang di sekitar kita yang mau kita layani. Tidak boleh setengah-setengah, sebab kasih kita harus utuh, termasuk kepada Tuhan sendiri.
Kita perlu membedakan juga antara mencintai diri sendiri dan menjadi pribadi yang egois. Pada dasarnya, orang yang egois akan bertindak semaunya tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain. Orang-orang seperti ini akan merugikan orang lain, mereka hanya mementingkan diri sendiri. Sedangkan orang yang mengasihi diri, adalah ia yang bijak dalam melihat keadaan, seperti kapan ia harus mengutamakan kebutuhannya dan kapan ia harus mendahulukan orang lain. Sebab sejatinya, mengasihi diri pun selalu berkaitan dengan bagaimana cara kita mengasihi orang lain.
Selagi kita masih diberikan waktu untuk hidup di bumi ini, maka pergunakanlah dengan baik. Carilah Tuhan selagi Ia berkenan ditemui. Dari Dia, kita bisa diajar dan diberitahu bagaimana cara mengasihi dengan benar.
WHAT TO DO:
1. Menyediakan waktu untuk Tuhan dalam hal berdoa dan membaca Alkitab.
2. Menghayati bahwa diri kita sangat berharga di mata Allah.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 5-6

Renungan Pagi - 10 Februari 2025
2025-02-10 22:24:24
Hidup kekristenan kita belumlah dapat dikatakan sungguh-sungguh kalau dalam hidup kita Yesus belum lebih mulia dari segalanya.
Kita tidak akan merasakan kuasa Allah secara penuh kalau belum meninggalkan apa yang paling kita sukai dan apa yang paling kita cintai".

Quote Of The Day - 10 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-10 21:38:54
Tujuan keselamatan itu dikembalikan ke rancangan Allah semula, yang ditandai dengan melakukan kehendak Bapa.

Mutiara Suara Kebenaran - 10 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-10 21:37:14
Tujuan keselamatan itu dikembalikan ke rancangan Allah semula, yang ditandai dengan melakukan kehendak Bapa.

HAVE NOT PRODUCED THE FRUITS OF REPENTANCE - 10 Februari 2025 (English Version)
2025-02-10 21:31:35
Matthew 3:8
"Produce fruit in keeping with repentance."
In the life journey of God’s chosen people in the New Testament, Paul clearly states, "I consider everything a loss because of the surpassing worth of knowing Christ Jesus my Lord, for whose sake I have lost all things. I consider them garbage, that I may gain Christ" (Philippians 3:7-9). Letting go of everything comes first, then gaining Christ. How much clearer could it be? Another verse says, "Come out from them and be separate, says the Lord. Touch no unclean thing, and I will receive you." Jesus also gave a parable about someone who sold his field to buy another field in which treasure was hidden. This is an act of barter. With this, we understand why Jesus said that entering the Kingdom of Heaven is not easy. For centuries, the church has deviated from the truth of the gospel. But they feel that they are in the truth of the gospel, which is supported by false doctrines from the teachings of the dark power. Because it is recognized by doctors and professors, approved by the church, they align the doctrine with the Bible. So, it is not surprising that in the history of the church, there have been bloody conflicts, killings, and it is considered as something that does not violate the truth of the gospel. And those who are in conflict with the doctrine feel that they are defending God. In fact, they are being controlled by dark forces.
Life deviates from this truth, no different from the children of the world who kill each other. They feel that it is not something bad. The teaching of salvation that salvation is not through good deeds that is taught wrongly or understood wrongly, leading many Christians to destruction. History shows that they all strayed. No need to talk about doctrine, from their behavior alone it shows that they are not the children of God. Nowadays if there are people who try to do good deeds, try to build morals, they are accused of trying to seek salvation by their own efforts. As if it is contrary to the word of God which says that salvation is given for free, not based on good deeds. The slogan sola gratia (by grace alone) has darkened the eyes of many people's understanding, so that many people do not really try to have a clean life in order to receive the truth of the Gospel and receive the gift of salvation.
Many Christians feel that they already have grace. With that grace, they feel that they are already saved. The Lord Jesus clearly said, “Strive.” Paul clearly said, “Work out salvation,” that is the context when Paul said, “You must have the mind and feelings of Christ. Work it out. This cannot happen by itself.” To have the great mind and feelings of Christ, we must first strive for holiness and godliness. Many Christians do not understand that the purpose of salvation is to return to God's original plan, which is marked by doing the will of the Father. So if you only do general repentance, that is not the purpose of salvation. Salvation is when a person has a divine nature, everything he thinks is in accordance with God's will, has the mind and feelings of God, becoming blameless and spotless, and takes part in God's holiness. This is a very high level.
So repentance in general, leaving the wrong way and habits of life, is just the beginning to follow Jesus as a preparation. That's why John the Baptist called them to repent. With true repentance, which produces the fruit of repentance according to God's will. The mistake of many people, they combine repentance as a sign of salvation. The sign of salvation is not only repenting from the wrong way of life, but having the mind and feelings of Christ. So, repentance is just the beginning. That is if it is truly true repentance. So, salvation is not only marked by repentance in general, but the return of humans to God's original design, the model of which is Jesus. So if it is only repentance, the Old Testament people also knew repentance. The Jews in the time of John the Baptist were religious people who returned to Yahweh and tried to practice the Jewish religion well. But the repentance that God wants has a different standard.
This speaks of the renewal of the mind (Greek: Metanoia), an ongoing repentance leading to Christlikeness. Initial repentance is just preparation—for the Lord to come and teach, for the Gospel to be preached, for the truth to be revealed, and for the grace of salvation to be offered. The Pharisees and the teachers of the Law understood what repentance meant, but only as a formal, legal, external expression of turning away from moral transgressions that were publicly visible. Such repentance was often performed for religious obligations or to gain the approval of others. That is why the teachers of the Law publicly declared, "We are the children of Abraham." While such a confession is important, it was merely formal and legalistic.
Now compare this with what John the Baptist said to them:"You brood of vipers! Who warned you to flee from the coming wrath? You are people under God's judgment!" This was a harsh rebuke directed at religious leaders. He then added, "Produce fruit in keeping with repentance." In other words, they were considered to have not yet borne the fruit of repentance.
TO HAVE THE GREAT THOUGHTS AND FEELINGS OF CHRIST, WE MUST FIRST STRIVE FOR HOLINESS AND PIETY.

BELUM MEMILIKI BUAH PERTOBATAN - 10 Februari 2025
2025-02-10 21:23:40
Matius 3:8
“Jadi, hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.”
Dalam perjalanan hidup umat pilihan di Perjanjian Baru, jelas Paulus mengatakan, “Aku melepas semua dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus” (Flp. 3:7-9). Melepas semua, baru mendapatkan Kristus. Kurang jelas apa? Ayat yang lain mengatakan, “Keluarlah kamu dari antara mereka, jangan menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu.” Dan Yesus pun memberikan perumpamaan, seseorang yang menjual ladangnya demi membeli satu ladang yang ternyata di dalamnya ada harta yang tersimpan. Ini tindakan barter. Dengan hal ini, kita mengerti mengapa Yesus berkata untuk masuk Kerajaan Surga itu tidak mudah. Selama berabad-abad, gereja telah menyimpang dari kebenaran Injil. Tapi mereka merasa bahwa mereka ada dalam kebenaran Injil, yang ditopang oleh doktrin-doktrin palsu dari ajaran kuasa gelap. Karena diakui oleh para doktor dan profesor, disahkan gereja, mereka menyejajarkan doktrin itu dengan Alkitab. Jadi, tidak heran kalau dalam sejarah gereja, terjadi pertikaian yang berdarah-darah, bunuh-membunuh, dan itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak menyalahi kebenaran Injil. Dan mereka yang bertikai doktrin itu merasa sedang membela Tuhan. Padahal, mereka sedang dikuasai oleh kuasa gelap.
Kehidupan menyimpang dari kebenaran ini, tidak berbeda dengan anak-anak dunia yang saling membunuh. Mereka merasa bukan sesuatu yang buruk. Ajaran keselamatan bahwa keselamatan bukan karena perbuatan baik yang diajarkan salah atau dipahami keliru, membinasakan banyak orang Kristen, dan kita melihat dari sejarah ini, mereka semua menyimpang. Tidak usah bicara soal doktrin, dari kelakuannya saja sudah menunjukkan kelakuan bukan anak-anak Allah. Sekarang ini kalau ada orang berusaha untuk melakukan perbuatan baik, berusaha membangun moral, dituduh sebagai usaha mencari keselamatan dengan usaha sendiri. Seakan-akan hal itu bertentangan dengan firman Tuhan yang mengatakan bahwa keselamatan diberikan cuma-cuma, bukan berdasarkan perbuatan baik. Slogan _sola gratia_ telah menggelapkan mata pengertian banyak orang, sehingga banyak orang tidak sungguh-sungguh berusaha untuk memiliki kehidupan yang bersih guna menerima taburan kebenaran Injil dan menerima anugerah keselamatan.
Banyak orang Kristen merasa sudah punya anugerah. Dengan anugerah itu, mereka merasa sudah selamat. Tuhan Yesus jelas berkata, “Berjuanglah.” Paulus jelas berkata, “Kerjakan keselamatan,” itu pun konteksnya ketika Paulus mengatakan, “Kamu harus memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Kerjakan. Ini tidak bisa dengan sendirinya.” Untuk memiliki pikiran dan perasaan Kristus yang agung itu, kita harus usahakan dulu kesucian, kesalehan. Banyak orang Kristen tidak mengerti bahwa tujuan keselamatan itu dikembalikan ke rancangan Allah semula, yang ditandai dengan melakukan kehendak Bapa. Jadi kalau hanya melakukan pertobatan secara umum, itu belum maksud keselamatan. Keselamatan itu seseorang sampai berkodrat ilahi, segala sesuatu yang dipikirkan sesuai dengan kehendak Allah, memiliki pikiran dan perasaan Tuhan, tidak bercacat dan tidak bercela, mengambil bagian dalam kekudusan Allah. Ini tingkatannya tinggi sekali.
Jadi pertobatan secara umum, meninggalkan cara dan kebiasaan hidup yang salah, itu baru awal untuk mengikut Yesus sebagai persiapan. Makanya Yohanes Pembaptis menyerukan mereka bertobat. Dengan pertobatan yang benar, yang menghasilkan buah pertobatan sesuai dengan kehendak Allah. Kesalahan banyak orang, mereka menggabungkan pertobatan itu sebagai tanda keselamatan. Tanda keselamatan bukan hanya bertobat dari cara hidup yang salah, melainkan memiliki pikiran dan perasaan Kristus. Jadi, pertobatan itu baru awal. Itu pun kalau sungguh-sungguh pertobatan yang benar. Jadi, keselamatan bukan hanya ditandai pertobatan secara umum, tetapi dikembalikannya manusia ke rancangan Allah semula yang modelnya adalah Yesus. Jadi kalau hanya pertobatan, umat Perjanjian Lama juga mengenal pertobatan. Orang-orang Yahudi pada zaman Yohanes Pembaptis adalah orang-orang beragama yang kembali kepada Yahweh dan berusaha menjalankan agama Yahudi dengan baik. Tetapi pertobatan yang dikehendaki Allah itu standarnya beda.
Ini berbicara mengenai pembaruan pikiran (Yun. Metanoia), pertobatan yang terus-menerus untuk serupa dengan Yesus, baru pertobatan awal. Ini persiapan untuk Tuhan datang mengajar, Injil diajarkan; kebenaran diajarkan, anugerah keselamatan ditawarkan. Orang-orang Farisi dan ahli Taurat itu tahu apa artinya bertobat, tetapi secara formalitas, legalitas, artinya secara lahiriah menyatakan bertobat dan tidak melakukan pelanggaran secara moral hukum yang dapat dilihat. Biasanya, pertobatan seperti ini adalah pertobatan demi hukum agama, demi penilaian dan pandangan manusia. Itulah sebabnya, perhatikan, ahli Taurat mengaku depan umum sebagai anak-anak Abraham, “Kami ini anak-anak Abraham.” Pengakuan itu penting, namun ini formalitas, legalistik.
Coba bandingkan dan perhatikan apa kata Yohanes Pembaptis kepada mereka, “Hai, kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang? Kamu itu orang yang dimurkai.” Ini perkataan yang menyakitkan kepada tokoh-tokoh agama. Lalu selanjutnya, “Jadi, hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan.” Dengan kata lain, dianggap mereka belum memiliki buah pertobatan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
UNTUK MEMILIKI PIKIRAN DAN PERASAAN KRISTUS YANG AGUNG ITU, KITA HARUS USAHAKAN DULU KESUCIAN, KESALEHAN.

Truth Kids 09 Februari 2025 - MEMEGANG PERINTAH-NYA
2025-02-10 21:16:54
Mazmur 119:2
”Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati.”
Dosa membuat kita bersembunyi dari Tuhan. Mengapa bisa begitu? Masih ingat kisah tentang Adam dan Hawa yang memakan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat? Setelah mereka berbuat dosa, mereka bersembunyi dari Tuhan Allah. Tuhan Allah itu kudus, tidak berdosa. Oleh sebab itu, Tuhan Allah tidak bisa bersatu dengan dosa.
Seharusnya kita selalu memegang perintah-perintah-Nya setiap saat dengan segenap hati. Dengan demikian, kita bisa berada bersama dengan Tuhan setiap saat.
Iblis tahu loh, bahwa di luar Tuhan Yesus, tidak ada kehidupan. Jadi, ia akan membuat anak-anak Allah mengikuti jejaknya. Wah, seram banget, kan, Sobat Kids? Untuk itu, teruslah berjuang menaati perintah-perintah-Nya. Memang tidak mudah, akan tetapi, yakinlah Tuhan Yesus Kristus akan menolong kita, dan Roh Kudus akan membimbing kita pada jalan kebenaran.

Truth Junior 09 Februari 2025 - JANGAN MELAWAN
2025-02-10 21:14:28
Mazmur 119:2
”Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati.”
Santi dan adiknya, Sinta, senang sekali karena akan segera liburan. Orang tua mereka sudah berjanji untuk liburan ke Jepang. Mereka sudah tidak sabar menunggu hari itu tiba. Mereka sudah membicarakan apa yang akan mereka bawa dan pakai selama liburan di Jepang. Mereka juga sudah infokan kepada teman-teman mereka mengenai rencana ini.
Tetapi ketika makan malam bersama, papanya memberitahu hal yang sangat mengejutkan. Mereka batal liburan ke Jepang dan mengubah liburan mereka ke Malang karena nenek Santi dan Sinta sedang sakit. Perasaan mereka campur aduk antara sedih karena neneknya sakit, dan kesal karena batal ke Jepang. Mereka sempat mengusulkan ke papa, ke Malang setelah pulang dari Jepang saja. Papa menyampaikan tidak bisa, karena waktu libur kantor papanya terbatas. Setelah selesai makan malam, Santi dan Sinta kembali ke kamar mereka. Mereka saling bertukar cerita tentang rasa sedih dan kesal yang dirasakan.
Mereka berdua memutuskan untuk berdoa dan menceritakan kesedihan dan kekesalan mereka kepada Tuhan. Setelah selesai berdoa, mereka berdua merasakan damai sejahtera dari Tuhan, dan emosi mereka berbeda sekali rasanya. Mereka jadi lebih tenang dan bisa menerima kalau liburan ke Jepang ditunda untuk memperhatikan nenek yang sedang sakit di Malang. Mereka berdua sepakat untuk tetap bersyukur dan melihat kalau rencana Tuhan pasti yang terbaik. Mereka putuskan untuk tidak melawan apa yang sudah Tuhan atur, dan taat dengan keputusan papa dan mamanya, karena itu yang terbaik untuk mereka.

Truth Youth 09 Februari 2025 (English Version) - FATAL
2025-02-10 21:09:04
“There is therefore now no condemnation for those who are in Christ Jesus.” (Romans 8:1)
We often find it easier to forgive others than to forgive ourselves. Although forgiving others is no simple task, we tend to be more tolerant of their faults, offering second, third, or countless chances to those who wrong us. However, pause for a moment and reflect: have you truly forgiven yourself? Have you nurtured yourself with love and kindness? Have you acknowledged that you, too, deserve another chance to start over and grow into a better person?
To forgive ourselves, we must first know God intimately and understand His grace for us. This foundational truth enables us to fully grasp our own condition and forgive ourselves completely. Genuine forgiveness always begins with a deep understanding of God. When we recognize who He is and how immense His love is for us, forgiving even our gravest mistakes becomes possible.
One critical point is distinguishing between feelings of guilt and healthy regret. When we make mistakes, guilt often follows because we realize we've caused harm to ourselves or others. Yet, there is also a healthy kind of regret—a longing to improve, a desire to seek God more earnestly so we can forgive others and ourselves with sincerity and truth.
Ultimately, in every situation, involve God. He has given us the time to know Him. Remember, true forgiveness is rooted in a deep understanding of who God is. Forgiving yourself correctly allows you to forgive others correctly as well.
WHAT TO DO:
1. Pray, asking for God’s guidance to forgive properly.
2. Open your heart to be examined by God.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 3–4

Trurh Youth 09 Februari 2025 - FATAL
2025-02-10 18:26:03
”Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus.” (Roma 8:1)
Kita bisa dengan mudah mengampuni orang lain, tetapi kesulitan mengampuni diri sendiri. Walau mengampuni orang lain pun adalah hal yang tidak mudah, tetapi rasa-rasanya kita akan lebih toleran memandang kesalahan orang lain, lalu memberikan kesempatan kedua, ketiga, atau yang kesekian kepada orang yang berlaku jahat pada kita. Namun, coba bayangkan, sejauh ini apakah kita sudah mengampuni diri kita sendiri dengan utuh dan merawat diri kita dengan penuh kasih sayang? Apakah kita memandang diri kita membutuhkan kesempatan kesekian, bahwa kita masih bisa mengulang dari nol, menjadi pribadi yang lebih baik lagi.
Untuk mengampuni diri sendiri, kita harus mengenal Tuhan dengan benar dan memahami kasih karunia-Nya untuk kita. Ini adalah hal paling mendasar, agar kita bisa benar-benar memahami keadaan diri dan mengampuni diri seutuhnya. Pengampunan yang sejati memang akan selalu berasal dari pengenalan akan Allah dengan benar. Ketika kita mengenal Tuhan dan mengetahui betapa besar kasih-Nya untuk kita, maka kita akan dengan mudah memaafkan segala kesalahan yang menurut kita sulit untuk diampuni.
Satu hal penting yang tidak boleh luput adalah kita pun harus bisa membedakan perasaan bersalah dan rasa menyesal yang sehat. Saat kita melakukan kesalahan, kita mungkin merasa bersalah karena kita memang melakukan hal fatal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Namun, ada perasaan sesal yang sehat, yaitu ketika kita menyesal saat kita belum totalitas dalam mengampuni orang lain termasuk diri sendiri, sehingga kita merasa harus lebih lagi mencari Tuhan agar kita bisa mengampuni dengan benar.
Pada akhirnya, apa pun yang kita alami, libatkanlah Tuhan. Kita masih diberikan waktu untuk mengenal-Nya. Ingat, pengampunan yang benar adalah ketika itu dilandaskan dari pengenalan akan Allah. Kita pun perlu mengampuni diri sendiri dengan benar, agar kita bisa mengampuni orang lain dengan benar pula.
WHAT TO DO:
1.Berdoa, meminta tuntunan Tuhan agar kita bisa mengampuni dengan benar.
2.Memberi diri diperiksa oleh Tuhan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 3-4

Renungan Pagi - 09 Februari 2025
2025-02-10 18:22:49
Hidup kekristenan kita belumlah dapat dikatakan sungguh-sungguh kalau dalam hidup kita Yesus belum lebih mulia dari segalanya.
Kita tidak akan merasakan kuasa Allah secara penuh kalau belum meninggalkan apa yang paling kita sukai dan apa yang paling kita cintai.

Quote OF The Day - 09 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-10 13:08:11
Sahabat Tuhan adalah orang yang menyerahkan apa pun yang dia miliki untuk Tuhan, apa pun yang Tuhan mau ambil.

Mutiara Suara Kebenaran - 09 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-10 13:06:57
Adalah benar bahwa Tuhan memang menerima apa pun keadaan seseorang, tetapi Tuhan tidak menginginkan keadaan orang itu tetap sebagai orang berdosa.

MEDIA FOR RECEIVING THE TRUTH - 09 Februari 2025 (English Version)
2025-02-10 13:02:12
Matthew 13:23
"But the seed falling on good soil refers to someone who hears the word and understands it. This is the one who produces a crop, yielding a hundred, sixty, or thirty times what was sown."
Preparing the way for the Lord is a truth that has almost disappeared from the church. However, the Bible clearly reveals this truth. Many Christians, including Christian theologians, have overlooked the biblical truth about "preparing the way for the Lord." When this truth is reintroduced or proclaimed, many Christians may view it as foreign and, in some cases, wrongly accuse it of being heretical. This happens because the eyes of their hearts have been darkened. They cannot accept the truth that is so clearly stated in the Bible. In reality, most Christians today do not prepare the way for the Lord. As a result, they never truly experience or possess salvation. They only become good Christians, appearing devout, seemingly religious on the outside, and well-mannered in the eyes of others. However, they never truly become legitimate children of God or live the authentic Christian life that Jesus taught and demonstrated.
The common belief among Christians that God accepts sinners no matter what and in whatever condition often gives the impression that God does not care about their sinful state after they have confessed faith in Jesus as Lord and Savior. While it is true that God accepts people in whatever condition they are in, but God does not want them to remain in their sinful state. We must not be misled into thinking that God ignores their sinfulness after they have confessed Jesus as Lord and Savior. This is a flawed way of thinking that must be corrected and realigned with the truth. Yes, God accepts sinners. He wants to erase their sins, as He has already taken them to the cross. However, moving forward, they must no longer live in sin. Their lives must change. This change does not happen instantly, but it occurs through a process.
Therefore, we must not think that God does not care about a person's sinfulness before they receive Jesus or confess Him as Lord and Savior, and that God also does not care much about their sinfulness afterward. Thinking this way is misguided and can lead to destruction. Jesus died on the cross, bearing the sins of all humanity. This means that every person born into this world, without exception, regardless of how sinful, broken, or depraved they are, has had their sins borne by Jesus on the cross. Thus, it is true that Jesus accepts sinners, takes on all their sins, and receives them in their sinful state. However, this does not mean that sinners can easily enter heaven. They must stop sinning.
Not turning away from sin means not truly believing in Jesus. Therefore, anyone who desires salvation must prepare the way for the Lord. This is our focus. This must be understood first, as many Christians today and in the future remain in a chaotic spiritual state. In fact, after confessing Jesus as Lord and Savior, we must enter the process of becoming perfect like the Father or being conformed to Jesus. John the Baptist came before Jesus to preach the Gospel, calling people to change their nature so that they could be restored to God's original design. John the Baptist prepared the way for the Lord. Similarly, before someone follows Jesus, they must have true repentance as preparation for receiving the truth of the Gospel. This is necessary so that they can have a life that is receptive to the Gospel and attain salvation. Therefore, their lives must first be prepared as a medium for receiving the truth.
So, true repentance makes their hearts and lives a medium for receiving the truth of the Gospel or salvation. That is why the medium must be prepared first. Matthew 13:23 states, "But the seed falling on good soil refers to someone who hears the word and understands it. This is the one who produces a crop, yielding a hundred, sixty, or thirty times what was sown." This is about the seed being sown in good and proper soil, allowing it to grow. Jesus does not ignore sins after people confess faith in Him. They must repent. Jesus sees their sinfulness and wants to deal with it, but people must also be willing to resolve it. Before following Jesus, true repentance must take place, and this includes a willingness to be baptized. If people do not repent—meaning they do not leave behind their sinful deeds and habits—they cannot be transformed into perfect beings like the Father or be conformed to Jesus.
This is why, in preaching the Gospel, Jesus always said, "Repent, for the Kingdom of Heaven is near," the same message John the Baptist proclaimed. Remember, to the woman caught in adultery who was about to be stoned, Jesus said, "Go and sin no more." God hates sin. This is what Jesus taught His followers. Jesus would not have entered Zacchaeus’ house if Zacchaeus had not repented and been willing to change.
TRUE REPENTANCE MAKES THEIR HEARTS AND LIVES A MEDIUM FOR RECEIVING THE TRUTH OF THE GOSPEL OR SALVATION.

MEDIA MENERIMA KEBENARAN - 09 Februari 2025
2025-02-09 21:15:25
Matius 13:23
“Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu
dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat,
ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.”
Mempersiapkan jalan bagi Tuhan adalah kebenaran yang telah nyaris hilang dari gereja. Padahal, Alkitab jelas menunjukkan adanya kebenaran ini. Banyak orang Kristen, termasuk para teolog Kristen, yang perhatiannya luput terhadap kebenaran Alkitab mengenai hal ini: “mempersiapkan jalan bagi Tuhan.” Ketika kebenaran ini diangkat kembali atau diserukan, bisa saja banyak orang Kristen memandangnya sebagai asing, bahkan kemudian berprasangka buruk, menuduhnya sebagai ajaran sesat. Hal ini terjadi karena mata hati mereka telah menjadi gelap. Tidak bisa menerima kebenaran yang begitu jelas, yang nyata-nyata Alkitab kemukakan. Sejatinya, sebagian besar orang Kristen hari ini tidak mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Inilah yang mengakibatkan mereka tidak pernah mengalami dan memiliki keselamatan. Mereka hanya menjadi orang-orang Kristen yang baik, tampak saleh, kelihatannya rohani secara lahiriah, dan santun di mata manusia. Padahal, mereka tidak pernah menjadi anak-anak Allah yang sah, atau tidak pernah memiliki kehidupan Kristen yang sejati, yang diajarkan dan yang dikenakan oleh Tuhan Yesus.
Pemikiran hampir semua orang Kristen bahwa Tuhan menerima orang berdosa apa pun dan bagaimanapun keadaannya, dikesankan bahwa Tuhan tidak memedulikan keadaan keberdosaan mereka sesudah mengaku percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. *Adalah benar bahwa Tuhan memang menerima apa pun keadaan seseorang, tetapi Tuhan tidak menginginkan keadaan orang itu tetap sebagai orang berdosa.* Jangan sampai dikesankan bahwa Tuhan tidak memedulikan keadaan keberdosaan mereka sesudah mereka mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Ini adalah bangunan berpikir yang salah yang harus diubah, tepatnya harus diluruskan. Jadi, Tuhan menerima keberdosaan seseorang. Tuhan mau menghapus, sebab memang Tuhan telah menyalibkannya di kayu salib. Tetapi ke depan ini tidak boleh salah lagi. Hidupnya harus berubah. Ya, memang tidak sekaligus berubah, tapi lewat proses.
Jadi jangan kita berpikir bahwa Tuhan tidak mempersoalkan keberdosaan seseorang sebelum menerima Yesus atau sebelum mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, dan selanjutnya Tuhan pun tidak terlalu mempersoalkan keberdosaan seseorang. Kalau berpikir begitu, sesat. Dan ini membuat seseorang bisa binasa. Yesus mati di kayu salib memikul semua dosa manusia, artinya semua manusia yang dilahirkan di bumi ini tanpa kecuali, dengan keadaannya yang berdosa, rusak, bejat, atau bagaimanapun keadaannya, semua dosa dipikul-Nya di kayu salib. Jadi, benar bahwa Yesus menerima orang berdosa dan memikul semua dosa mereka, dan menerima keadaan mereka yang berdosa itu. Tetapi hal ini tidak membuat orang berdosa lalu begitu mudah masuk surga. Mereka harus berhenti berbuat dosa.
Tidak berhenti dari perbuatan dosa berarti tidak percaya Yesus. Oleh sebab itu, setiap orang yang mau menerima keselamatan harus mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Ini yang menjadi fokus kita. Yang ini harus dipahami dulu, sebab banyak orang Kristen yang keadaannya sekarang dan ke depan masih carut-marut. Justru setelah mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, kita harus memasuki proses menjadi sempurna seperti Bapa, atau serupa dengan Yesus. Kehadiran Yohanes Pembaptis sebelum Yesus datang memberitakan Injil untuk mengubah kodrat manusia agar manusia dikembalikan ke rancangan Allah semula, Yohanes Pembaptis mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Jadi, sebelum seseorang mengikut Yesus, ia harus memiliki pertobatan yang benar sebagai persiapan mendengar kebenaran Injil. Hal ini dimaksudkan agar mereka memiliki kehidupan yang dapat menerima kebenaran Injil dan menerima keselamatan. Jadi, medianya itu, kehidupan mereka itu dipersiapkan.
Jadi, pertobatan yang benar membuat hati dan kehidupan mereka menjadi media untuk dapat menerima kebenaran Injil atau menerima keselamatan. Makanya dipersiapkan dulu medianya. Matius 13:23 mengatakan, “Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.” Ini soal benih yang ditabur, dan medianya baik, benar, lalu bisa bertumbuh. Jadi, Yesus tidak menutup mata terhadap dosa mereka sesudah mereka mengaku percaya Yesus. Mereka harus bertobat. Yesus membuka mata, melihat keberdosaan mereka, dan Tuhan mau menyelesaikan itu, dan orang-orang harus mau menyelesaikannya. Jadi sebelum ikut Tuhan Yesus, mereka itu sudah bertobat. Dalam hal ini, kesediaan bertobat itu sampai memberi diri dibaptis. Sebab kalau mereka tidak bertobat, artinya tidak meninggalkan perbuatan dan kebiasaan dosa mereka, mereka tidak dapat diubah untuk menjadi manusia yang sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus.
Itulah sebabnya dalam pemberitaan Injil, Yesus selalu berkata, “Bertobatlah kamu, karena Kerajaan Allah sudah dekat,” seruan yang juga disampaikan Yohanes Pembaptis. Ingat, kepada wanita yang kedapatan berzina mau dilempari batu, Yesus berkata, “Pergilah, Aku juga tidak menghukum kamu. Jangan berbuat dosa lagi.” Allah membenci dosa. Ini yang diajarkan oleh Yesus kepada umat. Yesus tidak akan menumpang di rumah Zakheus kalau Zakheus tidak bertobat dan tidak mau mengalami perubahan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
PERTOBATAN YANG BENAR MEMBUAT HATI DAN KEHIDUPAN MEREKA MENJADI MEDIA UNTUK DAPAT MENERIMA KEBENARAN INJIL ATAU MENERIMA KESELAMATAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 09 Februari 2025
2025-02-09 21:02:30
Keluaran 30-32

Truth Kids 08 Februari 2025 - JALAN SERTA YESUS
2025-02-08 20:10:28
Amsal 16:9
”Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.”
"Jalan serta Yesus.. jalan serta-Nya setiap hari. Jalan serta Yesus.. serta Yesus selamanya. Jalan dalam suka jalan dalam duka, jalan serta-Nya setiap hari. Jalan serta Yesus, serta Yesus selamanya."
Wahhh, pasti Sobat Kids tahu lagu yang di atas, sering kita nyanyikan. Lagu yang sederhana, tapi memiliki arti besar dalam hidup kita. Untuk menjadi anak Allah, perlu untuk berusaha dengan sungguh- sungguh. Seperti halnya saat Sobat Kids kurang suka pelajaran matematika tetapi Sobat Kids berusaha dengan sungguh-sungguh agar setiap ujian matematika, tidak remedial. Suatu hari, berkat usaha Sobat Kids, kalian bisa meraih cita-cita menjadi dokter, insinyur, astronom, guru, dan masih banyak lagi. Tuhan memiliki rancangan bagi masing-masih kita.
Saat berjalan dengan Tuhan Yesus, artinya kita melakukan setiap kegiatan dari pagi, bangun tidur, ke sekolah, siang hari hingga malam hari bersama Tuhan. Dan saat kesulitan datang, kita akan tahu maksud Tuhan. Rajinlah berdoa untuk memulai hari. Rajinlah berkomunikasi dengan Tuhan agar kita tahu arah Tuhan bagi kita. Sampai bertemu besok, Sobat Kids.

Truth Junior 08 Februari 2025 - JANGAN TAKUT
2025-02-08 19:54:33
Amsal 16:9
”Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya.”
Hari ini ada cerita dari teman kita, Dodo dan Danu. Mereka berdua akan mengikuti kompetisi musik. Dodo sebagai penyayi, dan Danu sebagai gitaris. Mereka berdua rajin sekali berlatih untuk mempersiapkan pertandingan yang akan diikuti 2 minggu lagi. Mereka berdua deg-degan menunggu hari kompetisi tiba. Dodo dan Danu mendapat informasi dari panitia kalau mereka mendapat urutan tampil ke-3. Mereka merasa lega, daripada mereka mendapat urutan yang pertama karena akan lebih menegangkan. Dodo dan Danu terus berlatih karena ingin menampilkan yang terbaik. Dodo dan Danu menjadi perwakilan sekolah juga dalam kompetisi ini.
Hari kompetisi tiba, Dodo dan Danu bersiap memakai kostum yang sesuai, menata rambut supaya terlihat rapi dan keren pada saat di atas panggung. Pada saat mereka sedang persiapan, tiba-tiba panitia lomba tiba-tiba datang menghampiri dan memberikan informasi bahwa mereka mendadak menjadi penampil pertama. Dodo dan Danu sangat terkejut dan jantung mereka langsung berdegup lebih kencang. Mereka agak kesal dan bertanya ke panitia, mengapa mereka jadi yang tampil pertama kali. Panitia tidak menjelaskan banyak, hanya berkata bahwa hal itu sudah diputuskan demikian. Mereka tambah kesal dengan penjelasan yang mereka dapatkan.
Akhirnya, giliran mereka tiba. Dodo dan Danu sangat gugup, tetapi mereka memberikan penampilan terbaik di atas panggung. Setelah selesai tampil, penonton langsung bertepuk tangan. Setelah itu, lanjut kepada penampil selanjutnya, dan tidak disangka, pada penampilan setelah mereka, ada beberapa masalah yang terjadi. Terkadang mikrofonnya kurang jelas, speaker-nya juga. Dodo dan Danu diingatkan bahwa Tuhan sudah mengatur yang terbaik untuk mereka sebagai penampil pertama karena dengan demikian, penampilan mereka terhindar dari kekacauan. Walaupun mereka merasa takut untuk tampil pertama, tetapi rencana Tuhan selalu yang terbaik. Mereka berdua pun merasa bersyukur dan berdoa, berterima kasih kepada Tuhan karena Tuhan selalu memberikan yang terbaik, dan rencana-Nya selalu indah.

Truth Youth 08 Februari 2025 (English Version) - DO NOT DOUBT GOD
2025-02-08 19:51:26
“Ok, in all these things we are more than conquerors through Him who loved us. For I am convinced that neither death nor life, neither angels nor demons, neither the present nor the future, nor any powers, neither height nor depth, nor anything else in all creation, will be able to separate us from the love of God that is in Christ Jesus our Lord.” (Romans 8:37-39)
Life is intertwined with three elements: the past, the present, and the future. There are times when we regret the past and worry about the future. Philosophers often preach mindfulness, urging us to focus solely on the present. However, life’s uncertainties about the future and haunting thoughts about past mistakes can lead to skepticism and despair.
But remember, we are more than conquerors. In every stage of life, God uses challenges to strengthen us. He teaches us to remain calm and steady amidst life's trials. We may face rejection, belittlement, or even be treated as though we don’t matter, but these are tools God uses to refine us.
Do not doubt God. He is the all-knowing and all-wise Creator. His wisdom surpasses all human understanding. God’s intentions are always good—He desires to care for and protect us, never to harm us. His gentle hand heals our deepest wounds and calms our fears.
Choose to trust Him in every moment of life. When we do, we begin to see that He works all things together for our good. Let’s walk hand in hand with God’s will so that our lives reflect His goodness. God is too perfect to be doubted. He is worthy of our complete trust.
“We know that in all things God works for the good of those who love Him, who have been called according to His purpose.” (Romans 8:28)
WHAT TO DO:
1. Do not fear making mistakes.
2. Be confident.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Numbers 1–2

Truth Youth 08 Februari 2025 - JANGAN MENCURIGAI ALLAH
2025-02-08 19:35:28
”Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Roma 8:37-39)
Hidup ini lekat dengan tiga hal, yaitu masa lalu, masa kini, dan masa depan. Ada beberapa saat dalam hidup di mana kita menyesali masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan. Maka para filsuf-filsuf dengan pemberitaannya mengenai mindfulness mengajak kita untuk berpikir hanya di masa kini. Banyak hal dalam hidup ini yang membuat kita menjadi khawatir dan ragu akan hidup. Tentang masa depan yang tidak menentu dan segala macam hal yang menghantui diri kita membuat kita jadi skeptis dan putus asa. Tapi ingatlah bahwa kita lebih dari pemenang. Dalam setiap proses hidup, Allah ingin mengajarkan untuk memperkuat sayap kehidupan kita dengan segala macam cara. Allah bisa mengajarkan kita untuk tetap teduh dan tenang ketika kita menghadapi masalah-masalah hidup. Kita mungkin bisa direndahkan, disepelekan, dianggap tidak ada dan lain sebagainya. Tapi itulah cara Allah membuat kita semakin matang dalam hidup.
Jangan mencurigai Allah. Dia adalah Allah yang tahu apa yang kita tidak tahu. Dia lebih bijaksana melampaui segala akal kehebatan manusia. Dia Allah yang sangat baik ingin menjaga dan melindungi kita, Dia tidak akan melukai kita. Tangannya lembut mengobati luka dan sakit di dalam diri kita. Jadi berprasangkalah baik dalam setiap momen hidup. Hingga akhirnya kita mengerti bahwa Ia bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Mari, kita terus berjalan berdampingan dengan kehendak Allah, agar apa yang terjadi dalam hidup ini mencerminkan kebaikan-Nya. Dia terlalu sempurna untuk dicurigai. Dia patut mendapatkan segala kepercayaan penuh dalam hidup kita. “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28)
WHAT TO DO:
1.Tidak takut melakukan kesalahan
2.Percaya diri
BIBLE MARATHON:
▪︎ Bilangan 1-2

Renungan Pagi - 08 Februari 2025
2025-02-08 19:31:20
Kita boleh jadi orang kristen, boleh jadi pelayan Tuhan, boleh jadi anak-anak Tuhan, tapi kalau tidak mengenal firman Tuhan, ada banyak hal yang mustahil.
Sebaliknya kalau kita mengenal firman, menyakini firman, maka akan melihat janji-janji Tuhan digenapi dalam hidup kita.

Quote Of The Day - 08 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-08 19:28:19
Yesus menyebut kita sahabat, karena kita diperkenan untuk mengetahui apa yang Dia kehendaki, apa yang Dia rencanakan, dan apa yang dilakukan atau pekerjaan-Nya.

Mutiara Suara Kebenaran - 08 Februari 2025 Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-08 19:24:28
Keselamatan itu fokusnya sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus, memiliki pikiran dan perasaan Kristus yang berdinamika batiniah.

THE LAZINESS TO STRUGGLE - 08 Februari 2025 (English Version)
2025-02-08 18:16:45
Luke 14:33
"In the same way, those of you who do not give up everything you have cannot be my disciples."
The Lord said, “Your religious life or righteousness must exceed that of the scribes and Pharisees,” and when Jesus said this, He had not yet died on the cross. He delivered the Sermon on the Mount, comparing the morality of the Law of Torah with the morality of the children of God. That is why we must be willing to repent and bear the fruits of repentance. If we have not done so, let's start over again. Starting from zero is not a problem. The mistakes of many Christians are caused by their laziness in fighting to follow Jesus. They think that Jesus' death on the cross bore their sins and automatically made believers permanently righteous. As long as they believe in Jesus as Lord and Savior, they assume they are permanently God's children and are guaranteed entry into heaven.
These are Christians whose concept of salvation is simply “avoiding hell and being allowed into heaven.” This leads to the question: “Can salvation be lost or not?” The answer could be either "yes" or "no." However, before answering, we must first understand what salvation truly means. If salvation is merely about avoiding hell and entering heaven, then the answer might be “it cannot be lost” because it is predetermined. This is how such theology can arise. Salvation is a process of transformation, where God changes believers to become the kind of human beings He originally intended. Salvation cannot be separated from perfection. The goal of salvation is to become perfect like the Father or to be conformed to Christ, possessing His mind and heart, with an inward spiritual dynamic. The focus is on the inner being. If the inner being is right, the outward expression will also be right. However, outward righteousness does not always mean that the inner being is right.
Jesus’ death on the cross made believers righteous, but not permanently so. After being justified, believers must undergo spiritual growth and discipleship to continue maturing toward perfection—becoming like the Father or conformed to Christ. This is why salvation must be fought for and worked out. Many people try to enter, but they cannot. That is why one must strive. If someone refuses to struggle and, until death, experiences no transformation—remaining unchanged like Jesus or failing to do the Father’s will, as stated in Matthew 7:21-23—then what will happen? They will be rejected. It is like clay—it is valuable, yes, but not permanently so. If it refuses to be shaped and does not become a vessel, it will be discarded.
Many Christians believe that once they confess Jesus as Lord and Savior, they permanently become legitimate children of God and will enter heaven when they die. They think salvation means merely avoiding hell and being granted entry into heaven. However, this is not accurate. Salvation is a process of transformation. Justification should not be understood as something permanent—this is only one aspect of it. Therefore, God’s justification is not the final destination of the Christian life. Being justified by God is the beginning of a long journey, where a person must go through a process of transformation. Those who are justified must truly repent and strive for the highest level of godliness that can be attained by man. This is what it means to prepare the way for the Lord.
When someone hears the Gospel and says, “I believe in Jesus,” they enter a process. They must first be morally upright according to general standards, reaching the peak of godliness that can be attained. Only then will God continue to lead them toward perfection. This means every person must make an effort to change themselves—transforming their bad character and continuously progressing under the guidance of the Holy Spirit, becoming holy or perfect like the Father. To do this, one must be willing to leave behind all sins and worldly pleasures that entangle their life. Remember, those who come to receive eternal life are seeking salvation. Jesus did not say, “Follow Me, and I will train you so that you are no longer bound to the world.” Instead, He said, “Let go first, release your attachment to the world, then follow Me.” Luke 14:33 clearly states, “Those of you who do not give up everything you have cannot be My disciples.” It is clear—one must first lay aside burdens and sins before running the race.
So, someone who really wants to follow Jesus must first be willing to have true repentance with the fruits of repentance as desired by God. They must set aside their burdens and sins. Many Christians think entering heaven is easy, without true repentance that produces the fruits God requires. It is true that once someone becomes a Christian, they can undergo a transformation. However, they must strive to reach the highest level of godliness possible. But many do not make this effort. They are misled, diminished, and parked by the misunderstanding that “salvation is not by good works,” taken from a faulty perspective. Or they fall into teachings that say, “We will never be worthy before God unless He makes us worthy.” While this statement is true-everything is because of the cross-after understanding the cross, one must make themselves worthy by walking with God. It should not be just God making them worthy. This has been a centuries-old mistake, not just one of a few years.
THE MISTAKES OF MANY CHRISTIANS ARE CAUSED BY THEIR LAZINESS IN FIGHTING TO FOLLOW JESUS.

KEMALASAN BERJUANG - 08 Februari 2025
2025-02-08 18:13:56
Lukas 14:33
“Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya
dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.”
Tuhan berfirman, “Hidup keagamaanmu atau kebenaranmu haruslah lebih dari ahli Taurat dan orang Farisi,” dan Yesus pada waktu berbicara itu, Dia belum mati di kayu salib. Dia menyampaikan khotbah di bukit dan membandingkan moral Hukum Taurat dengan moral anak-anak Allah. Makanya kita harus bersedia bertobat dan menghasilkan buah-buah pertobatan. Jadi, kalau belum, kita ulangi lagi. Kita starting from zero, tidak apa-apa. Kesalahan banyak orang Kristen disebabkan karena kemalasannya berjuang untuk mengikut Yesus. Mereka berpikir bahwa kematian Yesus di kayu salib memikul dosa-dosa mereka dan sekaligus secara otomatis membuat orang percaya dianggap benar secara permanen. Pokoknya percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, berarti permanen menjadi anak-anak Allah. Yang nanti berhak masuk surga.
Ini adalah orang-orang Kristen yang konsep keselamatannya adalah: “terhindar dari neraka, dan diperkenankan masuk surga,” itu saja. Maka pertanyaan, “Apakah keselamatan itu bisa hilang atau tidak?” bisa dijawab “bisa” atau “tidak.” Sejatinya, kita harus membahas dulu apa itu keselamatan. Sebab kalau pengertian “keselamatan” itu terhindar dari neraka dan diperkenankan masuk surga, nanti akhirnya jawabnya “tidak bisa hilang” karena ditentukan untuk selamat. Bisa muncul teologi seperti itu. Keselamatan adalah sebuah proses perubahan, di mana Allah mengubah orang percaya untuk menjadi manusia sesuai dengan rancangan Allah semula. Keselamatan tidak bisa dipisahkan dengan kesempurnaan. Keselamatan itu fokusnya sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus, memiliki pikiran dan perasaan Kristus yang berdinamika batiniah. Jadi, bermainnya di area batiniah. Pasti kalau batiniahnya benar, ekspresi luarnya juga benar. Tapi kalau yang output-nya kelihatan benar, belum tentu dalamnya benar.
Kematian Yesus di kayu salib membuat orang percaya dianggap benar. Tapi, bukan benar secara permanen. Setelah dibenarkan, orang percaya harus mengalami pendewasaan atau pemuridan untuk terus bertumbuh ke arah kedewasaan, menjadi sempurna seperti Bapa atau serupa dengan Yesus. Inilah yang dimaksud bahwa keselamatan itu harus diperjuangkan atau dikerjakan. Banyak orang berusaha masuk, tapi tidak bisa. Maka, harus berjuang. Kalau seseorang tidak berjuang sehingga sampai mati tidak mengalami perubahan; tidak mengalami perubahan seperti Yesus atau tidak melakukan kehendak Bapa, sesuai Matius 7:21-23, lalu apa yang terjadi? Ditolak. Ibarat tanah liat itu berharga, benar. Tapi tidak permanen berharga. Kalau sudah dibentuk, tidak mau menurut, tidak jadi bejana, maka dibuang.
Banyak orang Kristen merasa jadi Kristen, setelah mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, permanen jadi anak-anak Allah yang sah, nanti mati masuk surga. Karena keselamatan itu terhindar dari neraka dan diperkenankan masuk surga, menurut pikiran mereka. Itu tidak tepat. Keselamatan adalah proses perubahan. Makanya pembenaran itu harus dipahami tidak permanen. Tapi ini satu aspek. Oleh sebab itu, pembenaran dari Allah bukanlah perjalanan final dari kehidupan Kristen. Dibenarkan oleh Allah merupakan awal dari perjalanan panjang, di mana seseorang harus mengalami proses perubahan. Jadi, mereka yang dibenarkan harus sungguh-sungguh mau bertobat untuk mencapai kesalehan hidup setinggi-tingginya yang bisa dicapai oleh manusia. Inilah yang dimaksud mempersiapkan jalan bagi Tuhan.
Jadi begitu mendengar Injil, orang berkata, “Aku percaya, Yesus,” ia diproses. Secara moral umum harus benar dulu, sampai puncak dari kesalehan yang bisa dicapai. Baru kemudian Tuhan akan terus bawa kepada kesempurnaan. Ini berarti setiap orang harus ada usaha untuk mengubah diri. Dari mengubah karakter yang buruk, dan terus berproses oleh pimpinan Roh Kudus, menjadi kudus atau sempurna seperti Bapa. Untuk ini, memang seseorang harus bersedia meninggalkan semua dosa dan kesenangan dunia yang mengikat hidupnya. Ingat, orang yang datang untuk memiliki hidup yang kekal, sama dengan memiliki keselamatan. Tuhan Yesus tidak berkata begini, “Mari ikut Aku, nanti Aku didik kamu supaya kamu tidak terikat dengan dunia.” tapi, “Lepaskan dulu, lepaskan ikatan dunia, baru ikut Aku.” Lukas 14:33 mengatakan, “Kalau kamu tidak melepaskan dirimu dari segala milikmu, kamu tak dapat jadi murid-Ku.” Jelas. Menanggalkan beban dan dosa, baru ikut perlombaan.
Jadi, seseorang yang benar-benar mau mengikut Yesus harus terlebih dahulu bersedia memiliki pertobatan yang benar dengan buah-buah pertobatan seperti yang dikehendaki oleh Allah. Menanggalkan beban dan dosa. Banyak orang Kristen menganggap mudah masuk surga, tanpa pertobatan yang menghasilkan buah-buah pertobatan yang sesuai dengan kehendak Allah. Ketika jadi Kristen, bisa diproses, memang. Mestinya dia berusaha untuk mencapai kesalehan yang puncak, yang bisa diusahakan manusia. Tapi, dia tidak berusaha begitu. Disesatkan, dikerdilkan, diparkir oleh pengertian “keselamatan bukan karena perbuatan baik” dari perspektif yang salah. Atau termakan oleh ajaran yang mengatakan, kita tidak akan pernah layak di hadapan Allah, tanpa Allah yang melayakkan. Kalimat itu benar, semua juga oleh karena salib. Tetapi setelah mengenal salib, dia harus melayakkan diri berjalan dengan Allah. Jangan hanya pihak Allah yang melayakkan. Dan ini merupakan kesalahan berabad-abad, bukan beberapa tahun.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KESALAHAN BANYAK ORANG KRISTEN DISEBABKAN KARENA KEMALASANNYA BERJUANG UNTUK MENGIKUT YESUS.

Bacaan Alkitab Setahun - 08 Februari 2025
2025-02-08 18:09:36
Keluaran 28-29

Truth Kids 07 Februari 2025 - HADIAH DARI TUHAN
2025-02-08 02:43:31
Efesus 6:1
”Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.”
Di sore itu, Bryan hendak bermain di taman depan rumah. Bryan sangat suka sekali bermain di taman karena ia bisa berlari-lari sambil bermain bola kesukaannya. "Ibu, bolehkah Bryan bermain di taman depan rumah?" tanya Bryan. "Boleh, tetapi ingat, Bryan harus tetap di dalam taman dan jangan keluar, karena banyak mobil dan motor berlalu lalang," jawab ibu dengan lembut .
Ketika Bryan bermain di taman sambil berlari-lari dan memainkan bola kesukaannya, ia melihat teman-temannya di luar taman sedang bermain sepeda. Bryan memanggil teman-temannya, tetapi karena jarak yang jauh, mereka tidak mendengar.
"Hmmm, ibu bilang aku tidak boleh keluar taman," pikir Bryan. Bryan merasa sedih karena tidak bisa bermain bersama teman-temannya. Tak lama kemudian, ibu datang menghampiri Bryan. Ia pun bercerita, "Ibu, tadi Bryan berusaha untuk memanggil dan menghampiri teman-teman yang bermain sepeda di taman, tetapi Bryan ingat pesan Ibu tidak boleh keluar taman." Ibu tersenyum bangga. "Bryan anak yang pintar dan patuh. Karena Bryan mendengarkan Ibu, kamu tetap aman. Terima kasih sudah menjadi anak yang taat."
Sobat Kids, orang tua adalah hadiah dari Tuhan untuk menuntun kita kepada-Nya. Taat kepada orang tua ditunjukkan dengan mendengarkan dan melakukan yang diperintahkan mereka. Orang tua menjadi petunjuk agar kita bisa berjalan bersama Tuhan. Yuk, kita menjadi anak yang taat!

Truth Junior 07 Februari 2025 - HORMAT DAN TAAT
2025-02-08 02:40:51
Efesus 6:1
”Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.”
Kenny ditegur kakaknya saat makan malam karena kakaknya melihat wajah Kenny kesal dan murung. Kenny cerita ke kakaknya dengan marah, kalau papa mama selalu melarang Kenny pergi bermain dengan teman-temannya sampai sore. Kakaknya berusaha menjelaskan kepada Kenny kenapa papa mama melakukan hal itu. Papa mama punya alasan melarang Kenny bermain dengan teman-temannya sampai sore, karena Kenny harusnya mendahulukan tugas-tugas sekolahnya. Kalau bermain sampai terlalu sore lalu pulangnya baru mengerjakan tugas atau ada test yang harus dipelajari, Kenny akan tidur larut malam. Padahal, besok pagi-pagi sudah harus bangun untuk ke sekolah. Kalau tidak, akan terlambat ke sekolah dan akhirnya kena sanksi dari guru.
Kenny seharusnya bersyukur ada papa mama yang memperhatikan dan melarang untuk tujuan yang baik. Kakaknya mengingatkan juga kalau sebagai anak, harus taat kepada orang tua karena orang tua adalah perwakilan Tuhan di dunia ini. Ketika orang tua mengajarkan yang baik kepada kita dan kita taat, itu salah satu sikap menghormati mereka. Dan kalau kita menghormati orang tua, berarti kita juga menghormati Tuhan. Orang tua yang baik pasti punya alasan yang benar ketika mereka melarang anaknya, yakni untuk kebaikan anak sendiri.
Kenny mengangguk, tanda mengerti apa yang kakaknya jelaskan, dan kemudian hilanglah rasa kesal dan marah di dalam hatinya. Kenny sekarang merasa bersalah dan sedih karena sudah membuat orang tuanya sedih dengan sikap dia yang marah-marah dan kesal. Kenny mendatangi papa mamanya untuk minta maaf atas sikapnya yang tidak baik. Kenny mau berubah untuk lebih taat dan menghormati papa mama sebagai orang tua yang Tuhan sudah pilihkan untuk Kenny. Papa mamanya juga memaafkan Kenny kemudian memeluk erat Kenny dan juga kakaknya yang sudah membantu menjelaskan. Sobat Junior juga harus hormat dan taat sama papa mama, ya.

Truth Youth 07 Februari 2025 (English Version) - HE CREATES THE MOVIE OF MY LIFE
2025-02-08 02:28:55
“See what great love the Father has lavished on us, that we should be called children of God! And that is what we are! The reason the world does not know us is that it did not know Him.” (1 John 3:1)
If you’ve watched Disney movies, many of them depict lives that seem perfect—beautiful, joyous, and flawless. From childhood, everything is provided, love and care are lavished by parents, and eventually, the characters marry their prince charming on a white horse. That’s Disney—a world crafted by skilled screenwriters and directors. But often, people think real life isn’t like that. Can’t we have a life like in the movies?
Today's verse reminds us that we are children of God. The God who created the heavens and the earth. The God who crafted every detail of this world. The Almighty and All-Powerful God. If He can do all that, isn’t He able to create a beautiful story for our lives too?
When we reflect on God's character and His omnipotence, we realize that He can do all things. He can indeed make our lives as beautiful as any movie! The real question is: are we willing to surrender our lives to Him? Are we ready to let Him take full control and direct our story?
God desires only the best for us, and He is more than capable of crafting a life filled with goodness and beauty. Yet, we often struggle to trust in His greatness. If we truly grasped the magnificence and power of God, more people would realize that life in Him is truly as extraordinary as any movie. We simply need to believe and trust that our lives are His, and we are His children.
WHAT TO DO:
1. Have quiet time, pray, and rely on Him completely.
2. Smile—because you are His child.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Leviticus 26–27

Truth Youth 07 Februari 2025 - HE CREATES THE MOVIE OF MY LIFE
2025-02-07 21:11:19
”Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita, sebab dunia tidak mengenal Dia.” (1 Yohanes 3:1)
Kalau kita sering menonton film Disney, ada banyak cerita yang mengisahkan kehidupan yang sempurna seperti tokoh-tokoh film Disney. Bagaimana kehidupan begitu sangat indah, menyenangkan, dan sempurna. Dari kecil hidup semuanya tercukupi, diberikan cinta dan kasih dari orang tuanya, dan akhirnya menikah dengan pujaan hati yang bagaikan pangeran berkuda putih. Itu di film Disney. Film yang tercipta karena skenario dan sutradara yang sangat baik dalam menciptakan karya tersebut. Sering kali orang berpikir di dunia nyata tidak demikian. Nyatanya apa kita tidak bisa memiliki kehidupan yang seperti di film-film? Jika kita melihat ayat perikop hari ini, berkata bahwa kita disebut anak-anak Allah. Allah yang adalah Pencipta langit dan bumi. Allah yang menciptakan kehidupan di bumi ini. Allah yang Maha Besar dan Maha Agung. Apakah mungkin Allah tidak bisa memberikan kehidupan yang sangat baik dalam hidup ini seperti di film-film?
Kalau kita berkaca pada karakter Allah dalam hidup ini, yang mampu melakukan segala sesuatu dalam hidup. Tentunya, Allah mampu melakukan segala sesuatu dalam hidup kita sesuai dengan kehendak-Nya. Allah itu mampu membuat kehidupan kita menjadi indah seperti di film-film! Masalahnya maukah kita untuk menyerahkan diri dan hidup kita untuk diatur oleh-Nya? Maukah kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya untuk dikuasai oleh-Nya? Allah hanya ingin keadaan kita baik-baik saja, tentunya Allah akan memberikan penghidupan yang sangat baik. Namun sering kali kita kurang percaya pada Diri-Nya yang begitu dahsyat dalam hidup. Seandainya banyak orang menyadari betapa besar keagungan dan ke-Maha-an Allah, akan ada banyak orang yang merasakan bahwa hidup di dalam-Nya betul-betul seindah di film-film. Kita hanya perlu percaya dan yakin bahwa hidup kita adalah milik-Nya dan kita adalah anak-Nya.
WHAT TO DO:
1.Saat teduh, berdoa, dan selalu bergantung pada-Nya
2.Tersenyum karena kita adalah anak-Nya
BIBLE MARATHON:
▪︎ Imamat 26-27

Renungan Pagi - 07 Februari 2025
2025-02-07 21:08:46
Seorang kristen yang memiliki hubungan baik dengan Tuhan akan diwujud nyatakan dengan manisnya hubungannya dengan sesama, karena hubungan tersebut merupakan cerminan kasih kepada Tuhan.
Melalui hubungan baik dengan sesama, sebenarnya kita sedang menampilkan sinar kasih Kristus. Mari wujudkan dalam kehidupan setiap hari.

Quote Of The Day 07 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-07 21:06:34

Mutiara Suara Kebenaran - 07 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-07 21:05:05
Jangan menjadi orang yang tidak berguna untuk pekerjaan Tuhan; berjuanglah untuk Kerajaan Surga. Ambillah bagian untuk pekerjaan Tuhan, sekecil apa pun pekerjaan itu.

INNER DYNAMICS - 07 Februari 2025 (English Version)
2025-02-07 18:25:50
Philippians 2:5
"Let this mind be in you which was also in Christ Jesus."
It is important to remember that at that time, Jesus had not yet died on the cross, and the Jews did not yet clearly know that He was the Savior. Jesus Himself often did not openly declare that He was the Messiah. He taught the moral principles of God's children—things they should have already been practicing or beginning to practice even before receiving the Holy Spirit. Jesus said, “Repent,” continuing the message of John the Baptist, “The kingdom of God is near, repent.” The Lord taught how human beings can practice good behavior. Once the Holy Spirit was poured out, believers were guided into all truth so that they could reach God’s standard of holiness—being perfect like the Father, resembling Jesus, or being restored to God's original design.
In reality, many people outside of Christianity can develop remarkable piety. Even though humanity has lost the glory of God, they have not lost human glory. They are still capable of doing good, even to an extraordinary level, for those who diligently train themselves. There are people outside Christianity who are patient, do not retaliate against evil with evil, and so on. However, Christians must be able to do even more. This raises the question: "Why do some people repent but do not change?" Some even become active church members, diligent congregants, or even pastors, yet they remain unchanged. This happens because they do not understand that following Jesus truly means losing everything. To reach the highest level of godliness possible, we must be willing to let go of everything.
We see examples of people who were willing to leave everything to follow Jesus, such as the tax collector who abandoned his tax booth before following Him. Jesus chose to enter Zacchaeus’ house only after his repentance was genuine and bore real fruit. The sinful woman broke her alabaster jar of perfume, pouring everything out for the Lord. What about us? Have we let go of everything for the sake of following Him? Being perfect like the Father is no trivial matter. So, before being led by the Holy Spirit to follow Jesus in order to reach the standard of God's holiness or likeness to Jesus, the chosen people must have the fruits of repentance that prepare them to have good inner dynamics. If the dynamics of the law are not right, how can the inner dynamics be.
Many people, like the Pharisees and Sadducees, lack inner dynamics; everything for them is mere formality and legalistic adherence to the law. If a person does not fulfill the legal requirements that humans are capable of achieving, how can they attain the inner dynamics that only the Holy Spirit can cultivate? Only the pure gospel can change people to have the inner dynamics; namely the mind and feelings of Christ. For example, a person does not need to commit adultery physically; merely admiring a beautiful woman, let alone desiring her, already falls short. Their inner dynamic is weak. We must learn from this. Therefore, we must first fulfill the legal dynamics that humans are capable of before we can move toward perfection. It is crucial to understand that Jesus' death on the cross bore all human sin—from Adam’s sin to the sins of the last human being. On the cross, all sin was carried and finished. That is grace. Even before we were born, Jesus had already borne our sins.
This grace applies to those who lived before Jesus’ time, to those who lived when Jesus was in the flesh, and to those who came after. All sins were carried by Jesus. However, an individual's personal state must be worked on by each person themselves. For us, God’s chosen people, this means attaining inner dynamics. For those outside of the chosen, the law remains the same: “Love your neighbor as yourself” and “When I was hungry, you gave Me food; when I was thirsty, you gave Me drink; when I was naked, you clothed Me.” So, while all sin was carried on the cross, what remains unresolved is each individual's condition. That is why judgment exists—where those who love their neighbors as themselves will have the opportunity to live in the new heaven and new earth.
What about Christians who fail to become like Jesus? If they are good, they may simply be members of society. But if they are evil, they will still end up in hell. “Not everyone who says to Me, ‘Lord, Lord,’ will enter the kingdom of heaven, but only those who do the will of My Father.” On the last day, many will claim they have performed great works—healing the sick, casting out demons—but Jesus will say, “I never knew you; depart from Me, you who practice lawlessness.” That is terrifying—even for pastors. If we continue to do evil, we will surely go to hell. Be careful. Do not be wicked to others. Even if we are wronged, we should remain silent and not repay evil with evil. We are the ones who must have perfection like the Father. That is why the minimum standard for believers must be the highest standard of those outside Christianity. The lowest standard for us must already surpass the highest moral standard of other religions.
ONLY THE PURE GOSPEL CAN CHANGE PEOPLE TO HAVE THE INNER DYNAMICS; NAMELY THE MIND AND FEELINGS OF CHRIST.

DINAMIKA BATINIAH - 07 Februari 2025
2025-02-07 18:23:04
Filipi 2:5
“Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan
yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.”
Perlu diingat bahwa waktu itu Yesus belum mati di kayu salib, dan orang-orang Yahudi juga belum tahu dengan jelas bahwa Dia adalah Juru Selamat. Karena Yesus pun sering tidak terang-terangan bahwa diri-Nya adalah Mesias. Tuhan Yesus mengajar moral anak-anak Allah yang mestinya mereka harus sudah lakukan, atau sudah mulai mereka lakukan sebelum mereka menerima Roh Kudus. Yesus berkata, “Bertobat,” melanjutkan ucapan Yohanes Pembaptis, “Kerajaan Allah sudah dekat, bertobat.” Tuhan mengajarkan bagaimana perilaku yang baik yang bisa dilakukan oleh manusia. Setelah Roh Kudus dicurahkan, maka mereka dituntun Roh Kudus kepada seluruh kebenaran, sehingga orang percaya bisa mencapai kesucian standar Allah, sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus, atau dikembalikan ke rancangan Allah semula.
Sejatinya, banyak orang di luar Kristen bisa mengembangkan kesalehan yang menakjubkan. Karena manusia dengan keberadaannya yang telah kehilangan kemuliaan Allah, belum kehilangan kemuliaan manusia. Masih mampu berbuat baik, sampai tingkat yang menakjubkan, bagi yang mau melatih diri terus. Ada orang-orang di luar Kristen yang tekun. Mereka mengalah, tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, dsb. Tapi, orang Kristen harus juga lebih bisa. Maka pertanyaan yang muncul adalah, “Mengapa orang-orang bertobat tapi tidak berubah? Bahkan mereka sudah jadi aktivis, jemaat yang rajin, bahkan pendeta lagi.” Hal itu karena mereka tidak mengerti bahwa ikut Yesus itu memang sungguh-sungguh kehilangan segala sesuatu. Untuk mencapai puncak kesalehan yang bisa dicapai, kita sudah harus rela kehilangan segala sesuatu.
Kita dapati beberapa contoh orang yang rela meninggalkan segala sesuatu demi mengikut Yesus, misalnya: pemungut cukai yang meninggalkan meja cukai, baru ikut. Tuhan Yesus mau masuk rumah Zakheus, setelah pertobatannya benar, bahkan buah pertobatannya benar. Perempuan berdosa yang memecahkan buli-buli pualam narwastu, semua dihabiskan untuk Tuhan. Bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah melepaskan dan meninggalkan segala sesuatu demi pengiringan kita kepada-Nya? Sempurna seperti Bapa itu tidak main-main. Jadi, sebelum dipimpin Roh Kudus untuk ikut Yesus agar mencapai standar kesucian Allah atau keserupaan dengan Yesus, umat pilihan harus memiliki buah-buah pertobatan yang mempersiapkan mereka untuk memiliki dinamika batiniah yang baik. Kalau dinamika hukum saja belum benar, bagaimana mau dinamika batiniah.
Banyak orang, seperti orang Farisi-Saduki, dinamikanya tidak batiniah, semua serba formalitas, legalitas secara hukum. Kalau dinamika secara hukum yang manusia bisa lakukan tidak dipenuhi, bagaimana bisa memiliki dinamika batin yang hanya bisa dilakukan oleh Roh Kudus? Hanya Injil yang murni yang bisa mengubah manusia untuk memiliki dinamika batiniah; yaitu pikiran dan perasaan Kristus. Tidak usah sampai berzina, melihat wanita cantik lalu mengagumi, apalagi mengingini, itu sudah tutup buku. Dinamika batiniahnya rendah. Kita harus belajar di sini. Maka, dinamika hukum yang bisa dilakukan manusia harus kita penuhi dulu sampai puncak, baru kita naik kepada kesempurnaan. Oleh sebab itu, harus dipahami bahwa Yesus mati di kayu salib itu memikul semua dosa manusia; dosa Adam sampai dosa manusia yang terakhir. Di kayu salib, semua dosa telah dipikul, selesai. Itu anugerah. Bahwa kita belum lahir pun, Yesus sudah memikul dosa kita.
Anugerah diberikan kepada manusia yang pernah hidup sebelum zaman Yesus, juga manusia yang hidup pada zaman Yesus mengenakan tubuh daging, juga untuk manusia sesudah itu. Selesai, semua dosa dipikul oleh Tuhan Yesus. Tetapi keadaan individu itu yang harus digarap oleh masing-masing individu. Kalau untuk kita, umat pilihan, itu harus sampai dinamika batiniah. Kalau orang di luar umat pilihan, hukum yang sama dengan itu: “Kasihilah sesamamu manusia seperti diri sendiri” dan “Ketika Aku lapar, kau berikan Aku makan; ketika Aku haus, kau berikan Aku minum; ketika Aku bertelanjang, kau beri pakaian.” Jadi, semua dosa dipikul di kayu salib, tetapi yang belum diselesaikan adalah keadaan masing-masing individu. Itulah sebabnya ada pengadilan atau penghakiman, di mana orang-orang yang mengasihi sesamanya seperti diri sendiri akan mendapat kesempatan untuk hidup di dunia yang akan datang, di langit baru bumi baru.
Bagaimana kalau orang Kristen yang akhirnya tidak serupa dengan Yesus? Kalau dia baik, menjadi anggota masyarakat. Kalau dia jahat, tetap masuk neraka. “Bukan orang yang berseru kepada-Ku, ‘Tuhan, Tuhan,’ yang masuk surga, tapi orang yang melakukan kehendak Bapa.” Pada hari terakhir, ada orang-orang yang sudah mengaku berprestasi dalam pelayanan, menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, dll, Yesus berkata, “Aku tidak kenal kamu, kamu yang berbuat jahat.” Ngeri sekali. Biar pendeta juga harus ngeri. Kalau kita masih berbuat jahat, pasti masuk neraka. Hati-hati. Jangan jahat terhadap orang lain. Kita dijahati juga diam saja, tidak usah membalas kejahatan dengan kejahatan. Kita adalah orang-orang yang harus memiliki kesempurnaan seperti Bapa. Itulah sebabnya standar minimal orang percaya haruslah standar tertinggi dari orang-orang di luar Kristen. Standar terendah, minimal, itu sudah tertinggi dari orang-orang beragama lain.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
HANYA INJIL YANG MURNI YANG BISA MENGUBAH MANUSIA UNTUK MEMILIKI DINAMIKA BATINIAH, YAITU PIKIRAN DAN PERASAAN KRISTUS.

Bacaan Alkitab Setahun - 07 Februari 2025
2025-02-07 18:20:19
Keluaran 25-27

Truth Kids 06 Februari 2025 - TUHAN TEMBOK PERLINDUNGANKU
2025-02-06 22:50:28
Mazmur 91:2
”akan berkata kepada TUHAN: ”Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.”
Sobat Kids, pernahkah kalian melihat film-film tentang kerajaan? Biasanya ketika suatu bangsa membangun sebuah istana di sebuah kerajaan, mereka juga akan membangun benteng-benteng yang mengelilingi area kerajaan tersebut. Biasanya benteng-benteng dibangun itu sangat besar dan kokoh, dengan tujuan untuk melindungi rakyat, prajurit, dan keluarga kerajaan yang tinggal di dalam istana.
Ketika terjadi perang, seluruh prajurit berkumpul membentuk formasi di benteng-benteng untuk bertahan dan menyerang musuh. Jika ada prajurit yang berada di luar benteng, bisa dipastikan bahwa dia akan diserang musuh karena tidak terlindungi tembok perlindungan atau benteng.
Nah, Sobat Kids, ketika kita hidup taat pada aturan dan perintah Tuhan, tandanya kita hidup aman dalam benteng pertahanan dan penjagaan yang dibuat oleh Tuhan. Musuh-musuh tidak akan bisa menyerang kita karena Tuhan sendiri yang melindungi kita. Untuk itu, hiduplah taat dan jangan keluar dari batasan-batasan atau benteng sudah disediakan oleh Tuhan bagi kita

Truth Junior 06 Februari 2025 - AMAN
2025-02-06 22:47:47
Mazmur 91:2
”akan berkata kepada TUHAN: ”Tempat perlindunganku dan kubu pertahananku, Allahku, yang kupercayai.”
Ani tiba-tiba masuk kamar dan menutup pintu kamarnya dengan kencang. Mamanya yang sedang di dapur sangat terkejut sambil berpikir, “Apa yang terjadi dengan Ani?” Mamanya segera menghampiri kamar Ani dan mengetuk pintunya tok…tok…tok… “Ani, kamu kenapa??” Ani menjawab dari dalam kamar, “Ani minta waktu sendiri dulu, Ma.”
Mamanya mencoba memahami dan menjawab Ani dengan tetap lembut, “Oke, nanti cerita sama Mama, ya.” Setelah hari sudah agak sore, Ani keluar dari kamarnya dan mendatangi mamanya serta memeluknya, “Maaf ya, Ma. Tadi Ani sedang kesal,” Ani mulai bercerita dengan mamanya, “Ani mempunyai grup teman di sekolah yang selalu mengajak Ani melakukan hal-hal yang tidak baik seperti mengejek dan mengganggu teman, bicara dengan kata-kata kasar supaya terlihat keren. Ani menolak melakukan hal-hal seperti itu, dan sekarang mereka menjauhi dan suka mengejek Ani.” Ani merasa kesal bercampur sedih, dia bertanya kenapa teman-temannya seperti itu, padahal Ani hanya ingin mereka menjadi baik, tidak menyakiti orang lain. “Ani kan hanya coba melakukan apa yang Ani suka dengar di gereja, kalau sebagai anak Allah, kita harus saling mengasihi. Tapi kenapa malah Ani jadi dijauhi teman-teman?” lanjut Ani. Mamanya mencoba menjelaskan kepada Ani, “Yang Ani lakukan sudah benar, justru itu cara Tuhan untuk menjaga kamu.” Ani bingung mendengar jawaban itu.
Mamanya lanjut menjelaskan, “Coba Ani pikir, kalau sampai Ani ikut-ikutan teman melakukan hal-hal seperti itu lalu dikenakan hukuman, yang rugi kan Ani sendiri? Belum lagi orang tua anak yang disakiti juga akan marah. Jadi, Ani harusnya bersyukur kalau Ani mau melakukan firman Tuhan meskipun akibatnya tidak membuat kita bahagia. Karena, hidup kita tetap menjadi aman sebab Tuhan melindungi yang setia melakukan firman-Nya.” Ani akhirnya paham dan memeluk mamanya lagi.
Sobat Junior juga tetap setia melakukan firman Tuhan karena Tuhan akan selalu melindungi kita

Truth Youth 06 Februari 2025 (English Version) - BE CONFIDENT!
2025-02-06 22:45:10
“Have I not commanded you? Be strong and courageous. Do not be afraid; do not be discouraged, for the LORD your God will be with you wherever you go.” (Joshua 1:9)
In life, we often feel afraid and lack confidence in what we are doing. This leads to a lack of purpose or big dreams for ourselves, ultimately making us hesitant to fulfill what God has called us to do.
Sometimes, we miss out on opportunities simply because we don’t believe we are capable of achieving them. The obstacles may seem insurmountable, but often, it’s just about how we choose to respond and prepare ourselves to seize those opportunities.
Confidence comes when we accept ourselves and stop lying to ourselves. What does it mean to stop lying to yourself? It means recognizing when it’s time to learn, work, and acknowledge your feelings, validating them honestly.
As Christians, we often struggle with confidence because we feel burdened by many rules within our faith. This can make us feel inferior and incapable of making an impact in a broad and competitive world. Many young people think this way.
However, we must remember that we are the ones who determine our lives—not restricted by rigid rules that don’t make sense. The key is to maintain purity in our lives. With purity, good things will come, and opportunities will align as they should. So, free yourself from unreasonable constraints and move forward with confidence.
WHAT TO DO:
1. Confidence begins with self-acceptance.
2. Be honest with yourself.
3. Don’t be bound by rules that don’t make sense.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Leviticus 24–25

Truth Youth 06 Februari 2025 - PEDE DONG!
2025-02-06 22:42:10
”Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi.” (Yosua 1:9)
Terkadang dalam kehidupan yang dijalani, sering kali kita takut dan tidak percaya diri dengan apa yang dijalani. Sehingga kita tidak memiliki sebuah tujuan atau harapan yang besar untuk diri kita sendiri, dan pada akhirnya tidak memiliki kepercayaan diri untuk melaksanakan apa yang telah ditetapkan oleh Tuhan kepada kita.
Terkadang kita akan kehilangan berbagai kesempatan untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan. Karena ketidakpercayaan diri kita yang bisa melampaui batas yang menurut kita terlalu tinggi untuk bisa digapai. Padahal itu hanya soal bagaimana kita bisa menanggapi atau merespons segala sesuatunya, dan persiapan diri kita untuk mengambil kesempatan yang ada.
Percaya diri bisa didapatkan saat kita bisa menerima diri kita sendiri dan tidak berbohong dengan diri kita sendiri. Maksudnya dari tidak berbohong dengan diri kita sendiri gimana tuh? Kita tahu waktu di mana kita harus belajar, bekerja, dan merasakan perasaan-perasaan yang mendapatkan validasi dari diri kita sendiri.
Sebagai orang Kristen sering kali kita tidak bisa merasa percaya diri, karena terlalu banyak peraturan yang telah dibuat dalam apa yang telah kita percayai. Sehingga membuat diri kita merasa rendah diri dan tidak bisa berbuat apa-apa. Dengan segudang peraturan itu, akhirnya membuat diri kita tidak bisa bersaing dalam dunia yang luas. Itulah yang dipikirkan oleh para kaum muda.
Padahal kita sendiri yang menentukan hidup ini, bukan terbatas dari peraturan yang ada. Namun, yang perlu kita garis bawahi adalah menjaga kesucian hidup ini. Karena dengan kesucian hidup kita, segala hal yang baik akan datang dan banyak kesempatan akan tetap bisa berjalan semestinya. Untuk itu, bebaskan dirimu dari aturan-aturan baku yang tidak masuk akal dalam otakmu.
WHAT TO DO:
1.Kepercayaan diri dimulai dari penerimaan diri sendiri
2.Jujurlah dengan dirimu sendiri
3.Jangan terpaku pada aturan-aturan yang tidak masuk akal
BIBLE MARATHON:
▪︎ Imamat 24-25

Renungan Pagi - 06 Ferbuari 2025
2025-02-06 22:31:54
Ketika seseorang sudah mempersembahkan hidup dan hatinya kepada Tuhan, maka dia juga akan mempersembahkan waktu-waktunya untuk Tuhan.
Ketika bangun pagi, dia berdoa dan membaca Alkitab, ditengah jadwal pekerjaan yang padat, dia masih tetap memberi waktu untuk bersekutu pribadi dengan Tuhan.
Ditengah-tengah kesibukan berkarir, dia masih memikirkan bagaimana membuat pekerjaan Tuhan maju, dia masih berpikir untuk menjadi saksi bagi banyak orang tentang kasih dan kemuliaan Tuhan.

Quote Of The Day - 06 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-06 22:29:49
Dengan berprinsip “Yesus cukup bagiku,” seseorang tidak akan terikat dengan dunia.

Mutiara Suara Kebenaran - 06 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-06 22:27:59
Memiliki pertobatan yang menghasilkan buah-buah pertobatan sesuai kehendak Allah merupakan langkah awal untuk menerima keselamatan dalam Yesus Kristus.

THE PEAK OF PIETY - 06 Februari 2025 (English Version)
2025-02-06 22:26:04
Matthew 7:14
"For the gate is narrow and the way is hard that leads to life, and those who find it are few."
Many Christians do not realize that in order to follow Jesus, they must first repent with a repentance that bears fruits in accordance with God's will. On the contrary, many Christians with this mistaken mindset do not experience any significant transformation. In fact, their quality of life is no different from those who are not among the chosen people. Therefore, the ultimate goal must be clear: Christians who desire to learn the Gospel and follow Jesus must prepare the way for the Lord. Once they reach this point, the Holy Spirit will help them attain perfection like the Father. Without this, it is impossible. That is why people often go through God's process to reach this level. However, ironically, many people become content with their moral goodness and believe that since they no longer live as they did before believing in Jesus (they have changed), they are on the right path. But in reality, this kind of repentance is similar to that found in other religions or general moral improvement. As a result, they never experience true spiritual growth.
Therefore, having repentance that bears the fruits of repentance in accordance with God's will is the first step toward receiving salvation in Jesus Christ. And surely, many people—especially theologians—may question the meaning of grace. Jesus died on the cross for all the sins of humanity. All of them. There are groups of people: those who are not chosen as God's elect but live good lives, loving others as themselves. There are also members of the Kingdom family who are glorified. All these people had their sins borne on the cross. From Adam's sin to the last human sin. However, each individual’s state does not automatically change. This is why they can still be judged. If Jesus had not died on the cross, everyone would go to hell—there would be no need for judgment. Everyone has sinned and would go straight to hell. But because Jesus died on the cross, redeeming all human sins, now judgment is placed upon each individual. Some will be allowed to enter the world to come—those who are good and love others as themselves. And some will become members of the glorified Kingdom family alongside the Lord Jesus.
Each of us must strive to reach the highest level of righteousness that humans can attain. Only then will God continue to guide us toward perfection. Without grace, everything is in vain. And this grace of salvation is not because of good deeds. If the repentance of the Jews in the time of John the Baptist had been just like the general repentance of others, John would not have cried out for them to repent because the Kingdom of God was near. They had to prepare the way for the Lord. The Lord was coming to teach the Gospel. John the Baptist showed that their repentance needed to be of a higher quality than that of religious people. Thus, true believers must begin with a willingness to live a life that is genuinely moral—beyond that of the religious. No matter how broken one is, they must be willing to change, producing the fruits of repentance as God desires.
The Lord Jesus associated with sinners, prostitutes, and tax collectors. Ironically, many people assume that Jesus did not care whether they sinned or not, as long as they believed in Him. But in reality, these were people who repented. They were indeed deeply broken, but they wanted to change. The real danger is when someone appears outwardly moral but their repentance is only legalistic or formal—seemingly repentant, yet bearing no fruit. So God wants us to reach the peak of of piety. The Bible already shows that John the Baptist declared, "Prepare the way for the Lord." What was lacking? What was missing? Moreover, there is a verse that says, "Sell all your possessions, give to the poor, come, follow Me." Let us first set things right—leave behind and let go of everything. Hebrews 12 teaches us to lay aside burdens and sins, then enter the race. Laying aside burdens and sin is not the the race itself; it is what hinders and obstructs the race.
Therefore, we must reach the peak of piety, only after that God brings us to perfection. If someone does not bear the fruits of repentance as God desires or does not strive to attain the highest level of piety that humans can achieve, they will never be brought to God's standard of holiness. Their part must first be fulfilled before God leads them. That is why Jesus said that the religious life of believers must surpass that of the scribes and Pharisees Jesus has long declared that it is difficult and challenging to enter the Kingdom of Heaven—it is a narrow path. So when He stated in Matthew 5:20 that the righteousness of believers must exceed that of the scribes and Pharisees, Jesus compared the morals of the Law with the morality of the children of God—the members of the Kingdom of Heaven.
WE MUST REACH THE PEAK OF PIETY, ONLY AFTER THAT GOD BRINGS US TO PERFECTION.

KESALEHAN PUNCAK - 06 Februari 2025
2025-02-06 22:22:37
Matius 7:14
“Karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan,
dan sedikit orang yang mendapatinya."
Banyak orang Kristen tidak tahu bahwa kalau mau mengikut Yesus memang harus bertobat terlebih dahulu dengan pertobatan yang menghasilkan buah-buah pertobatan sesuai kehendak Allah. Sebaliknya, banyak orang Kristen dengan pemikiran yang salah ini tidak mengalami perubahan yang berarti. Bahkan kualitas hidupnya tidak berbeda dengan orang-orang yang bukan umat pilihan. Jadi, puncaknya harus sampai di sini, orang Kristen yang mau belajar Injil, mengikut Yesus itu harus mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Kalau sudah sampai di sini, selanjutnya Roh Kudus akan tolong untuk mencapai sempurna seperti Bapa. Kalau belum, tidak bisa. Maka sering orang-orang diproses Tuhan untuk naik sampai tingkat itu. Namun ironis, banyak orang sudah merasa puas dengan kebaikan moral mereka dan tidak lagi hidup sama seperti sebelum percaya Yesus (sudah berubah), tapi ternyata itu adalah pertobatan seperti yang dimiliki agama lain atau pertobatan umum. Maka, mereka tidak pernah mengalami pertumbuhan iman yang benar.
Jadi, memiliki pertobatan yang menghasilkan buah-buah pertobatan sesuai kehendak Allah merupakan langkah awal untuk menerima keselamatan dalam Yesus Kristus. Dan pasti banyak orang—khususnya para teolog—yang mempertanyakan apa arti anugerah? Yesus mati di kayu salib ini untuk semua dosa manusia. Semua. Maka, ada kelompok anggota masyarakat; mereka yang tidak terpilih jadi umat pilihan, tetapi yang perbuatannya baik, mengasihi sesama seperti diri sendiri. Ada juga anggota keluarga Kerajaan yang dimuliakan. Semua orang ini, dosanya dipikul di kayu salib. Dari dosa Adam, sampai dosa manusia terakhir. Tetapi, keadaan masing-masing individu itu tidak otomatis berubah. Maka, mereka bisa dihakimi, diadili. Kalau Yesus tidak mati di kayu salib, semua orang masuk neraka, tidak perlu ada pengadilan. Semua sudah berdosa, masuk neraka. Tapi dengan Yesus mati di kayu salib, menebus semua dosa manusia, sekarang ada pengadilan atas masing-masing individu. Ada orang yang diperkenankan masuk dunia yang akan datang, mereka yang baik yang mengasihi sesama seperti diri sendiri dan ada yang menjadi anggota keluarga Kerajaan Surga yang dimuliakan bersama Tuhan Yesus.
Setiap kita harus berusaha mencapapi puncak kesalehan yang bisa dicapai manusia. Baru Allah tuntun terus untuk menuju kesempurnaan. Tanpa anugerah, semua sia-sia. Dan anugerah keselamatan ini bukan karena perbuatan baik. Kalau pertobatan orang Yahudi pada zaman Yohanes Pembaptis cukup seperti pertobatan orang-orang pada umumnya, Yohanes Pembaptis tidak akan berseru-seru agar mereka bertobat karena Kerajaan Allah sudah dekat. Mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Tuhan akan datang mengajarkan Injil. Yohanes Pembaptis menunjukkan bahwa mereka harus mengalami pertobatan dengan kualitas yang harus lebih dari orang beragama. Jadi, orang percaya yang benar, harus dimulai dari kesediaan untuk hidup benar-benar dengan moral yang lebih dari orang yang beragama. Serusak bagaimanapun, harus bersedia berubah dengan perubahan atau buah-buah pertobatan seperti yang Allah kehendaki.
Tuhan Yesus bergaul dengan orang berdosa, perempuan sundal, dan pemungut cukai. Ironis, banyak orang berpendapat bahwa Yesus tidak peduli orang itu berdosa atau tidak, namun yang penting mereka percaya kepada-Nya. Padahal mereka adalah orang-orang yang bertobat. Memang rusaknya berat, tapi mau berubah. Jangan tidak kelihatan rusak, tapi pertobatannya legalitas, formalitas; kelihatan bertobat, tapi tidak ada buahnya. Jadi Tuhan mau kita mencapai kesalehan puncak. Alkitab sudah menunjukkan Yohanes Pembaptis berkata, “Persiapkan jalan bagi Tuhan,” salah apa? Kurang apa? Belum lagi ayat yang mengatakan, “Jual segala milikmu, bagikan kepada orang miskin, datang ke mari, ikutlah Aku.” Ayo, kita bereskan dulu, tinggalkan dan lepaskan segala sesuatu. Ibrani 12 mengajarkan kita untuk melepaskan beban dan dosa, baru ikut perlombaan. Melepaskan beban dan dosa bukan perlombaan itu sendiri. Itu yang menghambat, menghalangi perlombaan tersebut.
Jadi, kita harus mencapai kesalehan puncak, baru setelah itu Tuhan bawa kepada kesempurnaan. Kalau seseorang tidak memiliki buah-buah pertobatan seperti yang dikehendaki Allah atau tidak berusaha untuk mencapai puncak kesalehan yang bisa dicapai oleh manusia, maka ia tidak akan pernah bisa dibawa kepada kesucian standar Allah. Bagiannya harus dipenuhi dulu, baru Allah memimpin. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata agar hidup keberagamaan orang percaya melebihi keberagamaan ahli Taurat dan orang Farisi. Tuhan sudah bicara dari dulu bahwa berat dan sukar untuk seseorang masuk Kerajaan Surga; jalan sesak. Jadi, ketika Yesus mengatakan bahwa hidup keberagamaan atau kebenaran orang percaya melebihi ahli Taurat dan orang Farisi, ketika mengatakan itu di Matius 5:20, ayat sebelumnya, Yesus membandingkan moral Hukum Taurat dan moral anak-anak Allah, anggota keluarga Kerajaan Surga.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA HARUS MENCAPAI KESALEHAN PUNCAK, BARU SETELAH ITU TUHAN BAWA KEPADA KESEMPURNAAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 06 Februari 2025
2025-02-06 22:18:45
Keluaran 22-24

Truth Kids 02 Februari 2025 - BERSIH-BERSIH HATI
2025-02-02 23:03:17
Amsal 4:23
”Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.”
Sobat Kids, tahukah kalian kalau lewat Roh Kudus, Tuhan berbicara kepada kita melalui hati kita? Mungkin kalian pernah mendengar kalau Tuhan tinggal dalam hati kita. Namun, satu hal yang perlu kita ingat, Tuhan sangat membenci dosa. Jadi kalau hati kita masih keras dan penuh dengan iri, marah, pikiran buruk terhadap orang lain dan sebagainya, Tuhan tidak bisa tinggal di dalam hati kita. Mengapa? Karena hati kita dikotori oleh dosa, sehingga kita tidak bisa mendengar suara Tuhan lewat Roh Kudus di dalam hati kita.
Untuk itulah pentingnya Tuhan mengingatkan untuk menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan agar hati kita tetap bersih suci dan kudus. Jika hati kita bersih, kita bisa merasakan Tuhan menuntun dan menjaga hidup kita di dalam kebenaran. Jadi, ayo, jaga hati kita bersih! Jangan sampai hati kita ini dikotori dosa. Jaga hati kita lembut dan bersih sehingga Tuhan dapat berdiam di dalamnya.

Truth Junior 02 Februari 2025 - JAGALAH HATIMU DENGAN BAIK
2025-02-02 22:59:20
Amsal 4:23
”Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan.”
Sobat Junior, pernahkah kamu melihat air yang mengalir dari mata air? Air itu bersih dan segar, sehingga orang-orang dapat meminumnya dengan aman. Namun, bayangkan jika mata air itu tercemar oleh sampah. Airnya tidak lagi menjadi bersih dan justru bisa membahayakan kesehatan orang yang meminumnya. Sama seperti yang dikatakan firman Tuhan yang terdapat dalam Amsal 4:23. Ayat ini mengajarkan bahwa hati kita seperti mata air yang memengaruhi seluruh hidup kita. Jika hati kita dipenuhi kasih, kebaikan, dan ketaatan kepada Tuhan, hidup kita akan membawa sukacita dan berkat. Namun, jika hati kita diisi oleh kemarahan, iri hati, atau dosa, itu bisa merusak diri kita sendiri.
Lalu, bagaimana cara menjaga hati kita? Salah satu caranya adalah dengan membaca firman Tuhan setiap hari. Firman Tuhan membantu kita untuk mengenali mana yang benar dan mana yang salah. Selain itu, kita juga perlu berdoa dan meminta Tuhan untuk menjaga hati kita supaya tetap bersih. Tuhan ingin kita memiliki hati yang bersih supaya kita dapat hidup sesuai dengan rencana-Nya. Dengan hati yang bersih, kita bisa menjadi anak-anak Allah yang membawa terang dan kasih di mana pun kita berada, Sobat Junior.
Ayo, terus berjuang dan selalu menjaga hati kita untuk tetap bersih. Semangat!

Truth Youth 02 Februari 2025 (English Version) - NEWBORN
2025-02-02 22:56:09
“Before I formed you in the womb I knew you, before you were born I set you apart; I appointed you as a prophet to the nations.” (Jeremiah 1:5)
How many of us have been baptized? Sometimes, as teenagers, we might get baptized because a friend invited us or our parents urged us to, without fully understanding its purpose. We might see it as a mere formality. We know in theory that we are a new creation, our sins are forgiven, and we have become a new person. Yet, after baptism, we might find ourselves still living in our old ways—for instance, being lazy about devotionals, not helping our parents, and so on.
When we are born again, we accept Christ into our lives and can say, "It is no longer I who live, but Christ lives in me." This means our desires, thoughts, and feelings must align with Christ. We choose not to live according to our own will but prioritize God's will and His joy.
Think of it like being a newborn baby, who knows nothing but is ready to absorb many new things. Being born again means emptying ourselves to be filled only with Christ and His truth. Our life focus shifts toward transforming ourselves to become more Christlike, living for Christ, and experiencing God more deeply. As 2 Corinthians 5:17 says, "Therefore, if anyone is in Christ, the new creation has come: The old has gone, the new is here!"
Transformation is neither easy nor instant—it requires effort and intentionality. Our old selves often seek comfort and convenience, but as new creations in Christ, we must push ourselves to fight the "monsters" within—laziness, pride, and more.
WHAT TO DO:
Learn to put your old self to death. Every day, push yourself to do one thing that helps you become more Christlike.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Leviticus 14–15

Truth Youth 02 Februari 2025 - NEWBORN
2025-02-02 22:52:57
”Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.” (Yeremia 1:5)
Siapa dari kita yang sudah dibaptis? Terkadang saat kita remaja mungkin diajak teman atau disuruh orang tua untuk baptis selam, kita belum sepenuhnya memahami tujuannya. Kita hanya melakukannya sebagai bentuk formalitas mungkin. Secara teori kita tahu, bahwa kita adalah ciptaan baru, dosa-dosa kita diampuni, telah menjadi manusia baru. Padahal, setelah dibaptis nyatanya kita kok masih saja hidup dalam manusia lama kita? Misal, tetap malas-malasan tidak mau saat teduh, tidak mau membantu orang tua, dst.
Padahal, saat kita lahir baru, kita menerima Kristus dalam hidup kita, dan kita bisa mengatakan bahwa hidupku bukan aku lagi, melainkan Yesus yang tinggal di dalamku. Artinya, keinginan, pikiran, perasaan kita harus sesuai dengan Kristus. Kita memilih untuk tidak hidup semau kita sendiri. Tapi kita selalu memprioritaskan kehendak Allah dan kebahagiaan Allah. Kita kembali seperti baby newborn, yang tidak tahu apa-apa tapi langsung menyerap banyak hal baru. Artinya kita mengosongkan diri untuk diisi hanya oleh Kristus dan kebenaran-Nya. Fokus hidup kita adalah perubahan hidup semakin serupa dengan Kristus, tujuan hidup kita hanya untuk Kristus, dan semakin mengalami Tuhan secara nyata. Seperti yang tercatat dalam 2 Korintus 5:17, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” Perubahan bukan hal yang mudah dan instan, tapi harus sedikit dipaksa dan diusahakan. Manusia lama kita cenderung mencari kenyamanan untuk diri kita, tapi kita yang menjadi manusia baru dalam Tuhan harus memaksa diri untuk berjuang melawan monster-monster dalam diri kita, mulai dari kemalasan, kesombongan, dsb.
WHAT TO DO:
Belajar untuk mematikan manusia lama, tiap hari memaksa diri untuk melakukan satu hal yang membuat kita semakin serupa dengan Kristus.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Imamat 14-15

Renunfan Pagi - 02 Februari 2025
2025-02-02 22:46:03
Salah satu yang cukup penting kita miliki dalam hidup ini adalah sahabat; kita boleh saja banyak uang, berpangkat tinggi, tapi tanpa sahabat, dunia akan terasa hampa, kosong dan sepi.
Kita membutuhkan sahabat karena keberadaan seorang sahabat sangatlah penting dalam hidup ini; karena kita membutuhkan sahabat untuk saling menopang, menguatkan dan bertukar pikiran.
Mari setiap kita harus menjadi sahabat yang baik bagi orang lain, sahabat yang selalu menguatkan dan selalu menjadi berkat, agar lewat persahabatan, kasih Tuhan menjadi nyata bagi banyak orang. Selamat hari minggu dan selamat beribadah.

Quote Of The Day - 02 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-02 22:43:25
Ketika kita hidup kudus, hidup suci, maka kita akan mendapat perlakuan istimewa dari Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 02 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-02 22:40:50
Harus ada langkah dalam kehidupan pribadi yang memungkinkan kita untuk bisa mengerti kebenaran Injil, bisa mengalami dan memiliki anugerah keselamatan.

NOT KNOWING THE TRUE GOSPEL - 02 Februari 2025 (English Version)
2025-02-02 22:36:07
Matthew 13:17
"For truly I tell you, many prophets and righteous people longed to see what you see but did not see it, and to hear what you hear but did not hear it."
If the people of Israel, who were devout in their religion, still needed to prepare themselves to receive the gift of salvation, how much more so those outside Israel who did not have the same religious foundation. However, a false assumption held by many today has led many Christians to never truly know the true Gospel; they have never experienced or possessed salvation in Jesus Christ. Many think that salvation is easy to attain—simply by acknowledging Jesus as Lord and Savior. This belief is often accompanied by a misunderstanding that salvation is not based on good works, leading to the perception that good works have no significant role. In reality, we are not only called to do good works but to bear the fruits of repentance according to God's standards. Salvation is God’s work in restoring humanity to His original design.
Therefore, let us take this matter seriously. There must be steps in our personal lives that enable us to understand the truth of the Gospel, to experience, and to possess the gift of salvation. John the Baptist illustrated this with his statement:
"Prepare the way for the Lord; every valley shall be filled in, every mountain and hill made low. The crooked roads shall become straight, the rough ways smooth. And all people will see God's salvation." The word "people" in this passage is unique. In the original text, it is sarkos, which refers to the flesh or physical nature. This means that people physically, in their flesh, saw the salvation offered by Jesus. However, not all of them understood the Gospel. They had eyes but did not see, ears but did not hear.
As written in Matthew 13:13-15:
"This is why I speak to them in parables: Though seeing, they do not see; though hearing, they do not hear or understand. In them is fulfilled the prophecy of Isaiah: 'You will be ever hearing but never understanding; you will be ever seeing but never perceiving. For this people’s heart has become calloused; they hardly hear with their ears, and they have closed their eyes. Otherwise, they might see with their eyes, hear with their ears, understand with their hearts, and turn, and I would heal them.’"
This issue did not only occur in that era but has continued throughout history in how people receive the Gospel. Many people think they know or understand the Gospel, but in reality, they never truly know or understand it. This is tragic. In truth, the Gospel is not something easily understood. If it is portrayed as something simple to grasp, making it seem like people can easily become Christians and then effortlessly enter heaven, that is a misleading and false notion. When Jesus said, “Though seeing, they do not see; though hearing, they do not hear or understand,” He was speaking in the context of the Parable of the Sower, where many seeds were sown, but not all could receive them and bear fruit. Only those who received the seed as good soil bore fruit—thirty, sixty, and a hundred times over. The issue was not with the seed itself, as its quality was excellent, but with the medium—the human heart.
In essence, if a person does not become more gentle and humble like Jesus, they certainly do not truly understand the Gospel. Even if they hold a doctorate in theology, their understanding of the Gospel is flawed. The reality is that during Jesus’ time on earth, many Israelites did not grasp His teachings, even though the Gospel was the very message that the prophets and righteous people had long awaited. It is deeply regrettable when people have the opportunity to hear the Gospel but fail to understand it. “Prepare the way for the Lord,” because the truth of the Gospel will be proclaimed, and the gift of salvation will be revealed, offered, and made available. However, we must prepare ourselves. This is why John the Baptist was sent—because of the importance of that moment. This had even been prophesied in the Old Testament. For this reason, God performed an extraordinary act through Zechariah and Elizabeth so that the people of Israel could receive John the Baptist’s unconventional call.
IF A PERSON DOES NOT BECOME MORE GENTLE AND HUMBLE LIKE JESUS, THEY CERTAINLY DO NOT TRULY UNDERSTAND THE GOSPEL.

TIDAK MENGENAL INJIL YANG SEJAT - 02 Februari 2025
2025-02-02 22:32:06
Matius 13:17
“Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.”
Kalau bangsa Israel yang tekun beragama saja perlu mempersiapkan diri untuk menerima anugerah keselamatan, apalagi orang-orang di luar bangsa Israel yang tidak memiliki keberagamaan seperti mereka. Namun, asumsi yang salah yang ada dalam pikiran banyak orang hari ini membuat banyak orang Kristen sebenarnya tidak pernah mengenal Injil yang sejati; tidak pernah mengalami dan memiliki keselamatan dalam Yesus Kristus. Mereka menganggap memiliki keselamatan itu mudah, asal mengakui Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat. Biasanya juga ditambah dengan pengertian yang salah mengenai keselamatan bukan karena perbuatan baik, sehingga perbuatan baik dipandang tidak memiliki peran berarti. Padahal, justru kita bukan hanya memiliki perbuatan baik, namun pertobatan yang menghasilkan buah-buah dalam standar Allah. Sebab, keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia ke rancangan semula.
Jadi, mari kita serius memperhatikan hal ini, bahwa harus ada langkah dalam kehidupan pribadi yang memungkinkan kita untuk bisa mengerti kebenaran Injil, bisa mengalami dan memiliki anugerah keselamatan. Langkah itu diilustrasikan oleh Yohanes Pembaptis dengan pernyataan ini: “Luruskanlah jalan bagi-Nya, setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata; yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan dan semua orang akan melihat keselamatan dari Tuhan.” Kata “orang” di situ agak unik, di dalam teks aslinya sarkos. Sarkos ini menunjuk secara daging atau bersifat jasmaniah. Jadi, orang-orang secara jasmaniah, secara daging melihat keselamatan yang ditawarkan oleh Tuhan Yesus. Tetapi ternyata tidak semua mereka mengerti Injil. Mereka memiliki mata tapi tidak melihat, memiliki telinga tetapi tidak mendengar.
Seperti yang ditulis dalam Matius 13:13-15, “Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik” atau bertobat, “sehingga Aku menyembuhkan mereka.”
Kasus ini tidak hanya terjadi pada zaman itu, juga terjadi di sepanjang zaman dalam kehidupan manusia terkait dengan bagaimana orang menerima Injil. Banyak orang yang merasa tahu atau mengerti Injil, tapi sebenarnya tidak pernah tahu atau tidak pernah mengerti. Ini tragis. Sejatinya, Injil bukan sesuatu yang mudah dimengerti. Kalau dikesankan bahwa Injil mudah dimengerti dan orang bisa dengan mudah menjadi Kristen lalu bisa dengan mudah masuk surga pula, itu sesuatu yang salah; menyesatkan. Ketika Yesus berbicara bahwa ,“Sekalipun melihat, mereka tidak melihat; dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti,” konteksnya Tuhan Yesus sedang mengemukakan perumpamaan tentang penabur di mana banyak benih ditabur, tapi tidak semua mereka bisa menerima taburan itu sehingga berbuah. Hanya yang menerima taburan sebagai tanah yang baik, yang berbuah 30, 60, 100 kali lipat. Jadi, bukan karena benihnya sebab kualitas benihnya bagus. Namun karena medianya; yaitu manusianya.
Sejatinya, kalau orang tidak seperti Yesus—hidupnya tidak makin lemah lembut, rendah hati—pasti dia tidak mengerti Injil dengan benar. Pasti salah pemahaman Injilnya, biarpun dia doktor teologi. Faktanya, memang pada zaman Yesus mengenakan tubuh daging itu, banyak orang Israel yang tidak mengerti apa yang diajarkan oleh Yesus. Padahal berita Injil inilah yang dinanti-nantikan oleh para nabi dan orang-orang benar. Jadi, sangat disayangkan kalau orang-orang yang mendapat kesempatan mendengar Injil, tetapi tidak mengerti Injil itu. “Persiapkan jalan bagi Tuhan,” karena kebenaran Injil akan diberitakan dan anugerah keselamatan akan dinyatakan, ditawarkan, disediakan. Namun kita harus mempersiapkan diri, makanya Yohanes Pembaptis diutus karena pentingnya momentum itu. Bahkan itu pun sudah dinubuatkan dalam Perjanjian Lama. Maka untuk itu, Tuhan harus membuat tindakan yang luar biasa melalui Zakharia dan Elisabet, supaya bangsa Israel, masyarakat Israel bisa menyambut seruan Yohanes Pembaptis yang “nyeleneh.”
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU ORANG TIDAK SEPERTI YESUS, HIDUPNYA TIDAK MAKIN LEMAH LEMBUT, RENDAH HATI, PASTI DIA TIDAK MENGERTI INJIL DENGAN BENAR

Bacaan Alkitab Setahun - 02 Februari 2025
2025-02-02 22:13:04
Keluaran 10-12

Truth Junior 02 Februari 2025 - HIDUP SUKACITA DALAM TUHAN
2025-02-01 18:51:07
Mazmur 16:6
”Tali pengukur jatuh bagiku di tempat-tempat yang permai; ya, milik pusakaku menyenangkan hatiku.”
Halo, Sobat Junior! Bagaimana kabarnya sepanjang hari ini? Semoga dalam keadaan baik dan sehat, ya. Hari ini kita akan membahas satu firman Tuhan yang sangat penting untuk dipelajari. Terkadang kita mungkin merasa batasan itu tidak menyenangkan, bukan? Contohnya, pernahkah kamu bermain di taman atau halaman rumah dan melihat pagar yang mengelilingi tempat itu? Pagar itu dibuat bukan untuk membatasi kebebasan kita, tetapi untuk melindungi kita agar tetap aman.
Hal lainnya yang bisa kita pelajari adalah ketika orang tua meminta kita untuk tidur tepat waktu, tidak jajan sembarangan, dan tidak bermain terlalu lama dengan gadget. Mungkin kita bisa saja merasa kesal dan marah, tetapi sebenarnya, semua itu diberikan untuk kebaikan kita agar kita tetap sehat, kuat, dan bahagia. Tuhan memberikan orang tua yang penuh kasih. Ia ingin kita untuk hidup dengan aman dan penuh sukacita. Dia memberikan petunjuk lewat firman-Nya di Alkitab agar kita tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik. Jika kita taat kepada Tuhan, kita akan melihat bahwa hidup kita dipenuhi dengan berkat dan kebahagiaan.
Oleh karena itu, Sobat Junior, ayo kita sama-sama belajar bersyukur atas “batas-batas” yang Tuhan tetapkan dalam hidup ini. Itu adalah bukti bahwa Dia sangat mengasihi kita dan ingin kita menikmati hidup yang penuh damai. Mari kita awali hari ini dengan menaati firman Tuhan dalam hati yang penuh sukacita! Selamat berjuang, Tuhan memberkati.

Truth Youth 01 Februari 2025 (English Version) - TSELEM & DEMUTH
2025-02-01 18:48:42
“So God created mankind in His own image, in the image of God He created them; male and female He created them.” (Genesis 1:27)
Have you ever drawn or painted something? In the process, we usually already have an idea of what we want to create. For instance, if we’re drawing a cat, we might imagine a chubby cartoon cat like Garfield or a more realistic stray cat. We are the ones who decide how the picture will ultimately look. We shape the cat carefully, aiming to produce a beautiful work of art. Others might observe our drawing and comment on it, but at the end of the day, we are the artists, and we don’t have to be overly distracted by their opinions.
Similarly, when God created humanity, He declared His intention to make us in His image and likeness. The original Hebrew words for these terms are tselem and demuth. Tselem means “image” in the sense of the components we share with God: thoughts, emotions, and will. This means God created us in His image so that our thoughts, emotions, and will align with His. The word demuth refers to likeness or resemblance in terms of quality, which is progressive in nature. It signifies our ongoing effort to refine ourselves day by day to become more Christlike, in accordance with God’s purpose for creating humanity.
This is our identity in Christ. Today, many young people face an identity crisis in Christ, allowing themselves to conform to worldly standards. Let us not let the world define who we are. We must remember God’s original purpose for creating us: to increasingly resemble Him. This is our responsibility—to maintain our identity as children of God. It’s not just about listing “Christian” as our religion on an ID card but continuously striving to embody God’s qualities.
WHAT TO DO:
Do not let the world shape or alter your identity.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Leviticus 11–13

Truth Youth 01 Februari 2025 - TSELEM & DEMUTH
2025-02-01 18:45:18
”Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” (Kejadian 1:27)
Pernah gak kita menggambar atau melukis? Dalam prosesnya, kita pasti sudah tahu misal kita akan menggambar kucing, kita memiliki ide dan gambaran bahwa kita akan menggambar kucing gendut seperti kartun Garfield, atau gambaran kucing yang lebih realistik seperti ya kucing-kucing jalanan pada umumnya, kitalah yang menentukan gambar ini mau terlihat seperti apa pada akhirnya. Kita lukiskan kucing ini sedemikian rupa, supaya menjadi suatu karya lukisan yang indah. Mungkin, orang sekitar kita akan melihat dan mungkin akan berkomentar, kalau gambar kucingnya kita ini dan itu, tapi kembali lagi, kita pelukisnya, kita gak perlu terlalu terdistraksi dengan komentar orang sekitar.
Sama seperti Allah saat proses penciptaan manusia, Ia sudah berfirman untuk menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya. Dalam penerjemahan aslinya adalah tselem dan demuth. Tselem artinya gambar dalam arti komponen yang dimiliki Allah yaitu pikiran, perasaan, dan kehendak, dalam hal ini berarti Allah menciptakan kita manusia segambar dengan-Nya, supaya pikiran, perasaan, dan kehendak kita sama dengan-Nya. Kata demuth artinya keserupaan atau kemiripan dari segi kualitas di mana bersifat progresif. Artinya inilah bentuk perjuangan kita untuk semakin memperbaiki kualitas diri kita semakin hari supaya semakin serupa dengan Kristus, sesuai dengan kehendak Tuhan atas penciptaan manusia. Inilah identitas diri kita dalam Kristus. Banyak anak muda hari-hari ini semakin krisis identitas dalam Kristus, mereka semakin menggambarkan identitas diri yang menyerupai dunia. Jangan sampai identitas diri kita ditentukan oleh dunia, tapi kita tahu tujuan Allah mula-mula menciptakan manusia, yaitu supaya kita semakin serupa dengan-Nya, inilah tugas kita untuk terus menjaga identitas diri sebagai anak Allah, bukan sekadar berstatus agama Kristen di KTP, tapi perjuangan yang terus menerus untuk memiliki kualitas –kualitas Allah.
WHAT TO DO:
Jangan biarkan dunia mewarnai dan mengubah identitas kita.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Imamat 11-13

Renungan Pagi - 01 Februari 2025
2025-02-01 18:41:41
Ketulusan adalah sifat yang paling disukai oleh semua orang, ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai, karena yakin tidak akan dibohongi.
Orang kristen yang tulus selalu mengatakan kebenaran, tidak suka mengada-ada, tidak suka pura-pura, tidak mencari-cari alasan atau memutar balikkan fakta, karena memiliki prinsip ya diatas ya dan tidak diatas tidak.

Quoe Of The Day - 01 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-01 18:39:19
Kalau kita menjadi kekasih Tuhan, kita menjadi bagian Tuhan, maka Tuhan tidak mungkin tidak campur tangan dalam masalah-masalah hidup yang kita hadapi.

Mutiara Suara Kebenaan - 01 Februari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-02-01 18:37:37
Seseorang mungkin jadi orang baik dan bisa menjadi anggota masyarakat Kerajaan Surga, tapi tidak pernah menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah dan tidak pernah dimuliakan bersama Tuhan Yesus, karena ia tidak serupa dengan Tuhan Yesus.

PREPARATION IS NEEDED - 01 Februari 2025 (English Version)
2025-02-01 18:35:47
Luke 3:3-6
"So John went throughout the whole region of the Jordan, preaching: 'Repent and be baptized, and God will forgive your sins.' As it is written in the book of the prophet Isaiah: 'A voice of one calling in the wilderness: Prepare the way for the Lord, make straight paths for Him. Every valley shall be filled in, every mountain and hill made low, the crooked roads shall become straight, the rough ways smooth, and all people will see God's salvation.'"
When John the Baptist appeared among the people of Israel, they were living under strict and somewhat fanatical religious observance. The nation had endured a painful history of oppression for hundreds of years, repeatedly falling under the rule of one foreign power after another. They understood these sufferings as punishment from God due to the rebellion of their ancestors. As a result, they reacted to this history by becoming a highly monotheistic people—worshiping the One True God with intense devotion—while striving to follow the Jewish religion, or the Law of Moses, with great strictness. At that time, Israel was also under Roman rule. The trauma of their past made them deeply committed to a rigid form of religious observance. The Torah was taught to the people of Israel from childhood. They held regular gatherings and studied the Torah in synagogues. Worship at the Temple was carried out routinely under the leadership of chief priests and Jewish religious leaders.
John the Baptist's call for the people to repent—meaning to turn away from their wrong ways and be baptized—was something unusual and sounded strange. This was because they were already living under strict religious observance. Why, then, did John the Baptist call them to repent? And why was baptism a sign of their repentance or sincerity in turning back to God? Baptism was generally not required for the Israelites, except for non-Israelites who wished to convert to Judaism, a practice known as proselyte baptism. Although John's message was unfamiliar to the people of Israel, they did not dare to reject it. This was because of the extraordinary events surrounding John's birth, which clearly displayed God's work. His father, Zechariah, a priest, had encountered God in the Temple and was struck mute. His mother, Elizabeth, who was considered barren, miraculously conceived him. These miraculous events made the people of Israel take John's call to repentance and baptism seriously, without questioning it.
As a result of John the Baptist's call, a great wave of people came to be baptized—even Roman soldiers and religious leaders (such as the Pharisees and Sadducees) also came to be baptized. What can we learn from this? First, let us read John 1:17: "For the law was given through Moses; grace and truth came through Jesus Christ." However, we must remember that when receiving the Law, the Israelites had to be sanctified; they had to leave Egypt and go to Mount Sinai. Moses conveyed this message to Pharaoh: “Let My people go, so that they may worship Me” (Exodus 9:1). The Israelites had to leave Egypt and sanctify themselves in order to receive the Law at Sinai (Exodus 19:10). This fact is not something to be taken lightly and may often go unnoticed. To receive the Law, the Israelites had to prepare themselves by leaving Egypt and consecrating themselves.
Likewise, as God's chosen people, in order to receive the Gospel of the Kingdom of God—which contains the grace of salvation—preparation is required. That is why God's Word says: “A voice of one calling in the wilderness, ‘Prepare the way for the Lord.’” The "Lord" here refers to Jesus, who came to bring the Gospel. John the Baptist proclaimed, “Repent, for the kingdom of heaven has come near.” This means that the truth of the Gospel was about to be preached, and God's grace of salvation was being made available to humanity. “Prepare the way for the Lord, make straight paths for Him,” signifies that receiving the truth of the Gospel, which contains the grace of salvation, is not something trivial or to be taken lightly. Proper preparation is necessary in order to receive the salvation that God offers. If preparation was not needed, God would not have sent John. In fact, this was prophesied in the Old Testament, highlighting its great importance.
However, many have assumed that receiving the grace of salvation is something easy and simple. Many Christians believe that as long as they confess Jesus as Lord and Savior, they are automatically saved. Some who have been Christians since childhood, born into Christian families, assume that they are already saved and guaranteed entry into heaven. But the key is not just that—true repentance is required. This means turning away from sinful ways and bearing fruits of repentance according to God’s standard. Remember this: the fruits of repentance must align with God's standard. Later, we will see how the Pharisees and Sadducees came to be baptized, but they were not accepted. John the Baptist said to them, “Produce fruit in keeping with repentance.” He rebuked them for being too legalistic, formalistic, and religious, yet lacking true repentance. In another passage, Jesus clearly said, “You are like whitewashed tombs, which look beautiful on the outside but on the inside are full of dead bones.”
TO RECEIVE THE GOSPEL OF THE KINGDOM OF GOD, WHICH CONTAINS THE GRACE OF SALVATION, PREPARATION IS REQUIRED OR DEMANDED.

DIBUTUHKAN PERSIAPAN - 01 Februari 2025
2025-02-01 18:31:33
Lukas 3:3-6, “Maka datanglah Yohanes ke seluruh daerah Yordan dan menyerukan: "Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu, seperti ada tertulis dalam kitab nubuat-nubuat Yesaya: Ada suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. Setiap lembah akan ditimbun dan setiap gunung dan bukit akan menjadi rata, yang berliku-liku akan diluruskan, yang berlekuk-lekuk akan diratakan, dan semua orang akan melihat keselamatan yang dari Tuhan."
Ketika Yohanes Pembaptis tampil di tengah-tengah masyarakat atau bangsa Israel, mereka sedang berada dalam suasana keberagamaan yang ketat dan cenderung fanatik. Karena bangsa itu memiliki trauma yang menyakitkan selama beberapa ratus tahun; mereka selalu jatuh ke tangan kekuasaan bangsa lain, dari satu bangsa ke bangsa yang lain. Dan mereka tahu, mereka menganggap itu pukulan, yaitu hukuman dari Tuhan karena pemberontakan nenek moyang mereka. Maka reaksi mereka atas sejarah nenek moyang bangsa Israel membuat mereka menjadi masyarakat yang monoteistis—menyembah Allah Yang Esa—yang sangat fanatik, dan berusaha menjalankan agama Yahudi atau agama Musa dengan ketat. Pada waktu itu, bangsa Israel juga ada dalam kekuasaan pemerintahan Roma. Trauma masa lalu mereka membuat mereka bersungguh-sungguh hidup dalam keberagamaan yang ketat. Taurat diajarkan kepada masyarakat Israel, bahkan sejak kanak-kanak. Mereka mengadakan pertemuan-pertemuan rutin dan belajar Taurat di sinagoge-sinagoge. Ibadah di Bait Allah berjalan secara rutin dalam pimpinan imam-imam kepala dan tokoh-tokoh agama Yahudi.
Seruan Yohanes Pembaptis kepada bangsa itu untuk bertobat—artinya berbalik dari jalan hidup yang salah dan memberi diri dibaptis—merupakan hal yang tidak biasa dan kedengarannya aneh. Sebab saat itu mereka justru dalam suasana keberagamaan yang ketat. Mengapa Yohanes Pembaptis menyuruh mereka bertobat? Dan tanda pertobatan mereka atau tanda keseriusan mereka bertobat adalah harus dibaptis. Padahal, bangsa Israel itu tidak perlu dibaptis kecuali orang non-Israel yang mau menjadi orang beragama Yahudi, yang mereka kenal sebagai baptisan proselit. Walaupun seruan Yohanes Pembaptis ini asing bagi masyarakat Israel, tetapi masyarakat Israel tidak berani membantah. Sebab masyarakat Israel memiliki latar belakang yang mengejutkan, yang menunjukkan perbuatan Allah yang nyata atas ayah Yohanes Pembaptis, yaitu imam Zakharia yang bertemu dengan Allah di Bait Allah dan menjadi bisu. Dan ibunya, Elisabet, yang mestinya sudah mandul, bisa mengandung dirinya. Inilah yang membuat bangsa Israel atau masyarakat Israel waktu itu tidak membantah seruan untuk bertobat dan memberi diri dibaptis.
Akibat seruan Yohanes Pembaptis, terjadi gelombang besar orang-orang yang datang untuk dibaptis, bahkan ada serdadu-serdadu Roma dan tokoh-tokoh agama (seperti orang Farisi dan Saduki) ikut memberi diri untuk dibaptis. Apa yang dapat kita petik dari hal ini? Untuk itu terlebih dahulu kita membaca Yohanes 1:17, “Sebab hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang oleh Yesus Kristus.” Namun harus diingat bahwa dalam menerima Taurat, bangsa Israel harus dikuduskan; mereka harus keluar dari Mesir untuk pergi ke Gunung Sinai. Musa menyampaikan pernyataan kepada Firaun, “Biarkanlah umat-Ku pergi supaya mereka beribadah kepada-Ku” (Kel. 9:1). Bangsa Israel harus keluar dari Mesir dan menguduskan diri untuk memperoleh Taurat di Sinai (Kel. 19:10). Dan fakta ini bukan sesuatu yang boleh dianggap remeh, yang mungkin selama ini lolos dari pengamatan kita. Untuk menerima Taurat, ternyata bangsa Israel harus melakukan persiapan diri; dengan cara meninggalkan Mesir dan menguduskan diri.
Demikian pula dengan kita, sebagai umat pilihan, maka untuk menerima Injil Kerajaan Allah yang di dalamnya terdapat anugerah keselamatan, dibutuhkan atau dituntut persiapan. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, “Ada suara yang berseru-seru di padang gurun, ‘Persiapkanlah jalan untuk Tuhan.’” Maksud “Tuhan” di sini adalah Yesus yang datang membawa Injil. Dan Yohanes Pembaptis berkata, “Bertobatlah, Kerajaan Allah sudah dekat,” artinya kebenaran Injil akan diberitakan, anugerah keselamatan disediakan oleh Allah kepada umat. “Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya,” hal ini menunjukkan bahwa untuk menerima kebenaran Injil yang di dalamnya terdapat anugerah keselamatan, bukan sesuatu yang remeh atau gampangan. Harus ada persiapan yang baik agar bisa menerima anugerah keselamatan yang Allah berikan. Kalau tidak diperlukan persiapan, maka Allah tidak akan mengutus Yohanes. Bahkan hal itu dinubuatkan di Perjanjian Lama, karena pentingnya hal tersebut.
Namun, selama ini diasumsikan bahwa menerima anugerah keselamatan adalah sesuatu yang mudah dan sederhana. Banyak orang Kristen berpikir bahwa yang penting mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, maka otomatis selamat. Apalagi yang Kristen sejak kecil, terlahir dalam keluarga Kristen, seakan-akan sudah terseret begitu, menjadi orang yang sudah selamat dan layak masuk surga. Padahal yang penting bukan hanya itu, tetapi harus benar-benar bertobat, yaitu meninggalkan jalan hidupnya yang salah, dan menghasilkan buah pertobatan sesuai standar Allah. Ingat ini: buah-buah pertobatan sesuai standar Tuhan. Nanti kita lihat bagaimana orang Farisi, Saduki minta dibaptis, namun tidak diterima. Yohanes Pembaptis berkata, “Hasilkanlah buah pertobatan. Kamu itu terlalu legalitas, formalitas, agamawi, tapi kamu tidak memiliki buah pertobatan.” Di ayat lain dalam Alkitab, jelas Yesus berkata, “Kamu seperti kuburan; luarnya berkapur putih, dalamnya penuh tulang-belulang.”
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr,. Erastus Sabdono
UNTUK MENERIMA INJIL KERAJAAN ALLAH YANG DI DALAMNYA TERDAPAT ANUGERAH KESELAMATAN, DIBUTUHKAN ATAU DITUNTUT PERSIAPAN.

Truth Kids 28 Januari 2025 - ANGKAT BEBAN
2025-02-01 18:28:30
Yesaya 40:29
”Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.”
Sobat Kids, apakah kalian pernah menonton pertandingan angkat beban? Angkat beban adalah salah satu cabang olahraga yang sering dipertandingkan dalam kompetisi internasional. Bahkan, angkat beban menjadi salah satu cabang olahraga di olimpiade, kompetisi antar negara di dunia. Seorang atlet angkat beban dapat mengangkat beban lebih berat dari berat badannya sendiri. Wah, hebat, ya! Bagaimana caranya? Tentu saja atlet tersebut harus berlatih setiap hari dan menambahkan beban, sedikit demi sedikit, sehingga berat beban yang ia angkat akan bertambah berat. Kuncinya ada di latihan rutin dan pengulangan.
Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang kita merasa lelah dan tidak mampu, tetapi Tuhan siap memberikan kekuatan baru. Dalam kelemahan, Tuhan menjadi sumber kekuatan kita. Sama seperti atlet angkat beban tadi, pasti ada saat ia merasa lelah dan tidak mampu menambah beban yang ia angkat. Namun, karena ia terus berlatih setiap hari, ia memiliki kekuatan baru. Yuk, kita datang kepada Tuhan, Sobat Kids. Tuhan pasti akan memberikan kekuatan baru kepada kita sehingga kita dapat melewati kesulitan dalam hidup ini.

Truth Junior 28 Januari 2025 - KEKUATAN BARU
2025-01-28 22:00:05
Yesaya 40:29
”Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya.”
Kemarin kita telah belajar untuk meminta hikmat kepada Tuhan. Hikmat dari Tuhan akan membantu kita untuk membedakan mana yang benar dan salah; apa yang baik menurut Tuhan. Apakah kalian pernah merasakan lelah berbuat baik terus? Rasanya kalian sudah berjuang untuk berbuat baik, tetapi tetap saja kehidupan kalian tidak bertambah baik. Teman-teman tidak suka terhadap perbuatan benar yang kalian lakukan.
Ketika teman-teman tidak suka dengan kebenaran yang kalian lakukan, jangan sedih, Sobat Junior. Pandangan dunia tidak selalu sama dengan padangan Tuhan. Hal yang baik dan benar menurut firman Tuhan, belum tentu diterima oleh dunia ini.
Apakah kalian merasakan tidak mampu untuk berbuat baik dan benar karena kalian telah “dilabel” anak nakal? Tuhan menciptakan setiap orang dengan baik dan sempurna di mata- Nya. Jadi, Tuhan tidak pernah menciptakan anak nakal, itu hanya pandangan orang saja. Tunjukkan dengan perbuatan dan perkataan bahwa ada kasih Tuhan dalam diri kita. Tuhan akan memberikan kekuatan dan semangat untuk kita berubah. Yuk, kita minta kekuatan baru dari Tuhan setiap hari, sehingga kita mampu untuk melakukan firman-Nya.

Truth Youth 28 Januari 2025 (English Version) - PURPOSE ACCORDING TO CALLING
2025-01-28 21:56:05
"Whatever you do, work with all your heart, as working for the Lord, not for human masters, since you know that you will receive an inheritance from the Lord as a reward. It is the Lord Christ you are serving." (Colossians 3:23-24)
Everyone surely wonders about the purpose of their life, especially when facing difficult moments or feeling lost. In Colossians 3:23-24, Paul reminds us that every action we take in this world has spiritual value when we do it for the Lord. This means that our purpose in life does not always have to be something grand recognized by the world, but rather everything we do wholeheartedly and dedicatedly to glorify God. Finding our calling is a process that requires perseverance and sensitivity to God’s guidance.
The first important step to recognizing the calling God has for us is through prayer and reflection. Through prayer, we invite God to speak to our hearts and give us the sensitivity to understand what He desires in our lives. Personal reflection also helps us see the talents, interests, and opportunities God has given, which may serve as clues to our calling. Walking in God’s calling requires courage and a commitment to seek Him every day, allowing Him to guide each step we take.
Many people have discovered their purpose after a long journey of faith, full of challenges but also joy. A friend I know felt uncertain about his career for years until he began drawing closer to God and realized his calling was to help children in remote areas. With the courage God gave him, he left his job and now works passionately to serve and provide education to those in need. This is an example of how God works in every heart that is open to seeking and fulfilling His calling. Let us continue to pray and reflect, searching for our true purpose in life, and have the courage to walk in faith, offering all we do as a gift to God.
WHAT TO DO:
1. Stay strong in facing the challenges in the life we live.
2. We must find purpose in our lives.
BIBLE MARATHON:
▪ Exodus 38-40

Truth Youth 28 Januari 2025 - TUJUAN SESUAI PANGGILAN
2025-01-28 21:52:07
”Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” (Kolose 3:23-24)
Setiap orang pasti bertanya-tanya mengenai tujuan hidup mereka, terutama ketika menghadapi momen-momen sulit atau saat merasa kehilangan arah. Dalam Kolose 3:23-24, Paulus mengingatkan kita bahwa setiap tindakan yang kita lakukan di dunia ini memiliki nilai spiritual ketika kita melakukannya untuk Tuhan. Artinya, tujuan hidup kita tidak selalu harus berwujud hal-hal besar yang diakui dunia, melainkan segala sesuatu yang kita lakukan dengan sepenuh hati dan dedikasi untuk memuliakan Tuhan. Menemukan panggilan hidup adalah proses yang membutuhkan ketekunan dan kepekaan terhadap bimbingan Tuhan.
Untuk mengenali panggilan hidup yang Tuhan berikan, langkah pertama yang penting adalah doa dan refleksi. Melalui doa, kita mengundang Tuhan untuk berbicara kepada hati kita dan memberikan kita kepekaan untuk memahami apa yang Dia inginkan dalam hidup kita. Refleksi pribadi juga membantu kita melihat talenta, minat, dan kesempatan yang telah Tuhan berikan, yang mungkin menjadi petunjuk arah panggilan kita. Berjalan dalam panggilan Tuhan membutuhkan keberanian dan komitmen untuk terus mencari-Nya setiap hari, serta mengizinkan Dia memimpin setiap langkah kita.
Banyak orang yang telah menemukan tujuan hidup mereka setelah melalui perjalanan panjang dalam iman, penuh tantangan tetapi penuh sukacita. Seorang teman yang saya kenal merasa bimbang dalam kariernya selama bertahun-tahun hingga dia mulai mendekatkan diri kepada Tuhan dan menemukan bahwa panggilannya adalah membantu anak-anak di daerah terpencil. Dengan keberanian yang Tuhan berikan, dia meninggalkan pekerjaannya dan sekarang bekerja dengan hati yang berkobar-kobar untuk melayani dan memberikan pendidikan kepada mereka yang membutuhkan. Hal ini adalah contoh bahwa Tuhan bekerja dalam setiap hati yang terbuka untuk mencari dan menggenapi panggilannya. Marilah kita terus berdoa dan berefleksi, mencari tujuan hidup yang sejati, dan berani berjalan dalam iman, mempersembahkan semua yang kita lakukan sebagai hadiah kepada Tuhan.
WHAT TO DO:
1.Tetap kuat dalam menghadapi tantangan dalam hidup yang kita jalani
2.Kita harus menemukan tujuan dalam hidup kita
BIBLE MARATHON:
▪︎ Keluaran 38-40

Renungan Pagi - 28 Januari 2025
2025-01-28 21:49:52
Kalau kita hanya rajin beribadah saja, tidak pernah melakukan sesuatu atas apa yang kita terima lewat pemberitaan firman Tuhan, maka akan mudah lemah.
Cinta Tuhan itu harus, tetapi jangan berhenti sampai mencintai Tuhan, tetapi tambahkan lagi untuk melibatkan diri dalam pekerjaan Tuhan, artinya layanilah Tuhan melalui kapasitas kita, di manapun berada dan menjadi saksi Tuhan.

Quote Of The Day - 28 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-28 21:47:38
Kita tidak bisa mengkondisi lingkungan karena lingkungan itu di luar kemampuan kita, tapi kita bisa mengkondisi diri kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 28 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-28 21:45:59
Kalau sampai kodrat ilahi ditumbuhkan, kodrat dosanya dimatikan, orang baru bisa mencapai kesucian yang sesungguhnya.

Bacaan Alkitab Setahun - 28 Januari 2025
2025-01-28 21:41:34
Kejadian 46-47

PERMANENT CHANGE - 28 Januari 2025 (English Version)
2025-01-28 21:39:20
No matter how small we think it is, if it’s a change in character or behavior, we should see it as something big. For example, if we used to say harsh words when angry but no longer do, that’s something to be thankful for as a big blessing. Or, if we used to dwell on losing something and it would take away our joy, but now we don’t, we should see that as a great blessing. These small changes will lead to even bigger changes, like a snowball rolling and growing bigger.
There should be changes happening in our lives every day, even if we often don’t notice them. God allows changes, even if they’re invisible to us. For instance, our bodies are always regenerating cells, which is a miracle by God’s design. No human or being can create this process—only God. This is not something simple; it’s a great thing, because without it, we would die.
God also continues to renew our spiritual lives. From small, simple things to great things, don’t just focus on the big changes, as sometimes they might just be appearances. For example, "I used to gamble, but now I don’t." The truth could be because there’s no money, no opportunity, or the fear of losing. But if there were money and opportunity, the temptation might still be there. So, we must focus on the small but permanent changes, such as breaking a bad habit or correcting a wrong action. When we truly dislike sin and wrongdoings, the change grows into bigger transformations.
This process continues, like a snowball, as we distance ourselves from all forms of sin and develop a heart that fears and honors God. A person who truly fears and honors God will not sin. This respect and fear of God must grow and develop until they reach a point where God's divine nature in them overcomes their sinful nature. When the divine nature grows and the sinful nature is put to death, only then can we attain true holiness. Only then can we think like God and desire what He desires.
Remember, this begins with small, simple changes, but these changes are permanent and continue to grow into bigger changes, just like a snowball. This is the process of putting to death our sinful nature, putting to death the old self, and bringing to life the divine nature. Eventually, we will live with Christ's character within us and can truly say, "It’s no longer I who live, but Christ lives in me."
Let’s be thankful for the small changes, because they are actually big works that God is doing. This is part of the process of growing and being perfected by God.
Don’t overthink things. Yes, big changes are important, but we must also see small changes as significant. What matters is that the change is permanent. Remember, small but permanent changes will continue to grow, like a snowball, killing the old self, destroying the sinful nature, and building up the divine nature, leading to a true new life in Christ.
SMALL BUT PERMANENT CHANGES WILL CONTINUE TO ROLL, LIKE A SNOWBALL, THAT KILLS AND PUTS TO DEATH THE OLD SELF, DESTROYS THE SINFUL NATURE, LEADING TO A TRUE NEW LIFE IN CHRIST.

PERUBAHAN PERMANEN - 28 Januari 2025
2025-01-28 21:36:43
Sekecil apa pun yang kita pandang, kalau itu merupakan perubahan karakter, perubahan watak, maka pandanglah itu sebagai hal yang besar. Misalnya, kalau dulu setiap kali marah ada kata-kata kasar yang kita ucapkan, sekarang tidak ada lagi. Ucapkanlah syukur itu sebagai berkat besar. Kalau dulu kita kehilangan satu barang, kita akan memikirkan terus sampai kita kehilangan sukacita. Tapi sekarang tidak. Pandanglah itu sebagai berkat besar dan memang itu berkat besar. Karena perubahan-perubahan dari hal-hal kecil ini akan bergulung terus seperti bola es demi perubahan-perubahan yang lebih besar yang kita akan alami. Dan setiap hari mestinya ada perubahan yang terjadi di dalam hidup kita. Hanya kadang-kadang atau sering kita tidak menyadari perubahan-perubahan tersebut.
Pasti ada perubahan yang Tuhan izinkan terjadi. Kalau jasmani, fisik kita ini ada regenerasi. Memang tidak bisa dilihat oleh mata jasmani, tetapi tahukah kita berapa banyak perubahan sel-sel mati diganti sel-sel baru dan itu sebenarnya keajaiban Allah yang sudah menjadi tatanan dalam tubuh setiap individu. Jika bukan Tuhan yang menciptakan manusia dengan keadaan ini, siapa? Hanya Tuhan yang menciptakan itu. Dan ini bukan hal yang sederhana, kenapa? Karena tidak ada makhluk mana pun, tidak ada manusia mana pun yang dapat menciptakan hal itu. Hanya Tuhan yang menciptakan. Dan jangan pandang itu perkara sederhana; tubuh kita mengalami regenerasi merupakan perkara besar. Kalau tidak, mati kita. Lambat laun, cepat atau lambat, mati.
Tuhan juga terus memberikan kita pembaruan rohani. Dari hal-hal kecil, hal-hal yang dipandang kecil, dari hal-hal sederhana yang kita pandang sederhana sampai kepada hal-hal besar. Jadi, jangan hanya melihat hal-hal besar, yang kadang-kadang itu hanya kamuflase. Misalnya, “Oh, dulu saya main judi, sekarang tidak main judi.” Sejujurnya, faktornya bisa karena tidak ada uang, tidak ada tempat untuk main judi, jatuh miskin, banyak merugi dan takut rugi lagi. Tapi coba kalau banyak uang, ada peluang, belum tentu tidak berjudi. Maka mulailah dari perkara kecil namun merupakan perubahan yang permanen, artinya satu kebiasaan buruk, satu kebiasaan yang salah, satu perbuatan yang salah yang kita benar-benar tidak lakukan, benar-benar benci terhadap dosa itu atau jenis kesalahan itu.
Nanti akan berkembang lagi untuk jenis dosa-dosa yang lain dan akan bergulung terus seperti bola es, sehingga kita bisa benar-benar terlepas dari segala jenis dosa. Dan kita mengembangkan hati yang takut akan Allah, hati yang menghormati Allah. Karena memang kalau orang benar-benar takut akan Allah dan menghormati Allah, itu tidak akan berbuat salah, tidak akan berbuat dosa. Tentu takut dan hormatnya kepada Allah harus bertumbuh terus, berkembang terus, sehingga sampai pada titik di mana dia membangun kodrat ilahi dalam dirinya dan kodrat dosa dimatikan.
Kalau sampai kodrat ilahi ditumbuhkan, kodrat dosanya dimatikan, orang baru bisa mencapai kesucian yang sesungguhnya. Orang baru bisa berpikir seperti Allah berpikir dan berkehendak, keinginannya selalu sesuai dengan kehendak Allah.
Tapi ingat, hal itu dimulai dari perubahan-perubahan kecil yang kelihatannya sederhana, tapi perubahan itu permanen dan terus akan mengalami perubahan makin besar seperti bola es, yang makin besar. Dan itulah proses mematikan kodrat dosa, mematikan manusia yang lama, menghidupkan kodrat ilahi dan kemudian kita menghidupkan karakter Kristus di dalam kita. Sehingga kita bisa berkata, "Hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku." Jadi, kita syukuri adanya perubahan-perubahan yang kita pandang kecil tetapi sebenarnya itu perkara besar yang Allah kerjakan. Ini bagian dari proses pendewasaan, proses penyempurnaan yang Allah lakukan.
Jangan berpikir berlebihan. Jangan berpikir hal-hal yang kita anggap itu besar, ya memang besar, tetapi terhadap hal-hal kecil pun kita harus memandangnya hal yang besar. Yang penting perubahannya permanen. Ingat, perubahan kecil tapi permanen akan bergulung terus menjadi seperti bola salju yang membunuh dan mematikan manusia lama, yang membunuh dan mematikan kodrat dosa dan membangun kodrat ilahi dan benar-benar hidup baru di dalam Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
PERUBAHAN KECIL TAPI PERMANEN AKAN BERGULUNG TERUS MENJADI SEPERTI BOLA SALJU YANG MEMBUNUH DAN MEMATIKAN KODRAT DOSA DAN MEMBANGUN KODRAT ILAHI DAN BENAR-BENAR HIDUP BARU DI DALAM TUHAN.

Truth Kids 27 Januari 2025 - HIKMAT
2025-01-27 20:12:28
Yakobus 1:5
”Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, –yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit–, maka hal itu akan diberikan kepadanya.”
Di tahun yang baru, pasti kita ingin menjadi lebih baik lagi daripada tahun sebelumnya. Dengan bergantinya tahun, usia kita pun menjadi bertambah. Dan biasanya, semakin bertambahnya usia seseorang, ia bertambah bijak; tahu membedakan yang benar dan salah. Bagaimana kalau usia kalian masih muda, Sobat Kids? Apakah anak kecil bisa menjadi bijak? Jangan khawatir, Sobat Kids, Allah akan memberikan hikmat kepada kalian, asalkan kalian mau memintanya.
Walaupun kalian masih kecil, kalian bisa meminta hikmat kepada Allah. Allah yang murah hati pasti akan memberikannya kepada kalian. Hikmat bukan hanya untuk orang dewasa, melainkan untuk semua orang. Sejak kalian kecil, kalian dapat memiliki hikmat sehingga dapat membedakan mana yang benar dan salah menurut Alkitab. Ketika kalian memiliki pilihan, kalian tahu harus memilih yang mana. Hikmat Allah akan memimpin kalian untuk memilih pilihan yang menyenangkan hati Allah. Yuk, kita berdoa meminta hikmat dari Allah.

Truth Junior 27 Januari 2025 - WISDOM
2025-01-27 20:09:59
Yakobus 1:5
”Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, –yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit–, maka hal itu akan diberikan kepadanya.”
Sobat Junior, pasti kalian sudah tahu Sepuluh Hukum Taurat yang Tuhan berikan kepada bangsa Israel zaman dahulu. Kalian bisa membaca kisahnya dalam Keluaran 20:1-17. Bagian dari Hukum Taurat yang mengajarkan tentang hubungan kepada manusia adalah: hormati ayah dan ibu; jangan membunuh; jangan berzina; jangan mencuri; jangan bersaksi dusta; dan jangan mengingini kepunyaan orang lain. Arti dari masing-masing hukum tersebut sangatlah dalam. Contohnya jangan membunuh, sering kali kita hanya berpikir membunuh dalam hukum tersebut berarti menghilangkan nyawa seseorang. Tentu saja kita tidak pernah membunuh orang lain. Namun, arti jangan membunuh itu bisa lebih dalam artinya, Sobat Junior.
Perintah “jangan membunuh” bukan hanya menghilangkan nyawa melainkan juga “membunuh” rasa percaya diri. Ketika kita mem-bully seseorang dengan perkataan sehingga orang tersebut merasa sedih dan tidak percaya diri, itu termasuk sudah membunuh juga, Sobat Junior. Itu sama saja dengan “membunuh” sukacita dalam diri seseorang. Jangan pernah kita mem-bully orang lain, ya, Sobat Junior.
Kita butuh hikmat (wisdom) untuk dapat mengerti maksud firman Tuhan. Kita perlu tahu latar belakang sejarah yang terjadi saat firman Tuhan dituliskan oleh para nabi dan rasul. Kita akan lebih bisa mengerti jika kita memiliki hikmat dari Tuhan. Mintalah hikmat dari Tuhan, Sobat Junior. Tuhan akan memberikannya tanpa memandang usia kita. Tuhan rindu kita mengerti kebenaran firman-Nya.

Truth Youth 27 Januari 2025 (English Version) - HONESTY AND OPENNESS
2025-01-27 19:59:20
“Lying lips are an abomination to the Lord, but those who act faithfully are His delight.” (Proverbs 12:22)
Building openness and honesty in relationships is very important, especially for us as young people. Honesty is not just about words, but it is a strong foundation in every relationship we have. Without honesty, our relationships can easily fall apart due to misunderstandings and unclear assumptions. Therefore, we need to prioritize honesty when communicating with those closest to us. When we open up, we give others the opportunity to see who we really are, with all our flaws and strengths. Openness is not just about sharing information; it is also about being brave enough to express our feelings, fears, and hopes.
When we are honest, we create an atmosphere where others feel comfortable doing the same, which ultimately strengthens the emotional bond between us and builds mutual trust. Honesty also helps us know ourselves better. In difficult situations or conflicts, honesty encourages us to reflect and try to understand the other person's perspective. This process not only helps us grow but also gives us valuable lessons from the experiences we go through, enriching our understanding of life and the people around us.
Indeed, sometimes speaking honestly can make us feel tense or fearful of others' reactions. However, it is important to remember that by building openness, we are creating healthy, supportive relationships. If that’s the case, the relationships we build are not just formalities, but truly meaningful, and can have a positive impact on our lives and those around us, making life more meaningful.
WHAT TO DO:
1. Express feelings by sharing fears and hopes to create a safe environment.
2. Practice open communication by clearly expressing thoughts and promptly addressing misunderstandings.
3. Cultivate empathy by understanding the other person's perspective when facing conflict.
BIBLE MARATHON:
▪ Exodus 35-37

Truth Youth 28 HONESTY AND OPENNES
2025-01-27 17:49:59
”Orang yang dusta bibirnya adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi orang yang berlaku setia dikenan-Nya.” (Amsal 12:22)
Membangun keterbukaan dan kejujuran dalam hubungan itu sangat penting, terutama bagi kita sebagai anak muda. Kejujuran bukan hanya sekadar kata, tetapi merupakan fondasi yang kuat dalam setiap hubungan yang kita jalani. Tanpa adanya kejujuran, hubungan kita bisa dengan mudah hancur karena salah paham dan asumsi yang tidak jelas. Oleh karena itu, kita perlu mengedepankan kejujuran dalam berkomunikasi dengan orang-orang terdekat. Ketika kita mau membuka diri, kita memberi kesempatan bagi orang lain untuk melihat siapa kita sebenarnya dari semua kekurangan hingga kelebihan yang kita miliki. Keterbukaan bukan hanya soal berbagi informasi, tetapi juga tentang berani menyampaikan perasaan, ketakutan, dan harapan kita.
Ketika kita bersikap jujur, kita menciptakan suasana di mana orang lain merasa nyaman untuk melakukan hal yang sama, yang pada akhirnya memperkuat ikatan emosional di antara kita dan membangun rasa saling percaya. Kejujuran juga membantu kita mengenal diri sendiri dengan lebih baik. Dalam situasi sulit atau konflik, kejujuran mendorong kita untuk merenung dan mencoba memahami sudut pandang orang lain. Proses ini tidak hanya membuat kita tumbuh, tetapi juga memberi kita pelajaran berharga dari pengalaman yang kita alami, yang memperkaya pemahaman kita tentang kehidupan dan orang-orang di sekitar kita.
Memang, kadang berbicara jujur bisa membuat kita merasa tegang atau takut akan reaksi orang lain. Namun, penting untuk diingat bahwa dengan membangun keterbukaan, maka kita sedang menciptakan hubungan yang sehat dan saling mendukung. Jika seperti itu, hubungan yang kita bangun tidak hanya sekadar formalitas, tetapi benar-benar berarti dan dapat memberikan dampak positif dalam hidup kita serta orang-orang di sekitar kita dan menjadikan hidup lebih bermakna.
WHAT TO DO:
1. Ungkapkan perasaan dengan berbagi ketakutan dan harapan agar tercipta lingkungan yang aman
2. Praktikkan komunikasi terbuka dengan menyampaikan pikiran secara jelas dan segera atasi kesalahpahaman
3. Tumbuhkan rasa empati dengan memahami sudut pandang orang lain saat menghadapi konflik
BIBLE MARATHON:
▪︎ Keluaran 35-37

Renungan Pagi - 27 Januari 2025
2025-01-27 17:47:04
Teman sejati tidak akan mengkhianati kita; apapun yang terjadi, mereka tidak akan menukar persahabatannya dengan uang, popularitas dan kepentingan egoistis lainnya.
Beruntunglah bagi kita yang memiliki sahabat yang setia, karena nilai dari seorang sahabat yang setia, tidak akan bisa dibandingkan dengan seluruh materi yang sudah kita dapat.

Quote Of The Day - 27 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-27 17:43:00
Seseorang akan efektif membujuk orang lain kalau dia berhasil membujuk dirinya sendiri.

Mutiara Suara Kebenaran - 27 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-27 17:41:37
Pengenalan akan Allah yang bertumbuh, akan meningkatkan kualitas kehidupan rohani kita; meningkatkan spiritualitas, meningkatkan kesucian, meningkatkan keberkenanan di hadapan Allah.

GOD'S LABORATORY - 27 Januari 2025 (English Version)
2025-01-27 17:35:32
If we say that God never changes and we believe that the God written about in the Bible—both in the Old Testament and the New Testament—is the same unchanging God, then we should also be able to experience what the people of faith in the Old Testament experienced. The situations may not be identical, but the essence is the same. They faced danger and threats, and so might we. They experienced God's help in critical and crisis moments, and we should experience the same.
Believing in God with our minds is easy. Talking or writing about God is also easy. Creating definitions and theories about God and His actions is not difficult.
But truly experiencing the God written about in the Bible is not easy. So, do not be tempted to talk or write about things that are meaningless, just to appear knowledgeable, smart, or important—that is pride, and God opposes the proud. Avoid speaking or writing simply to elevate yourself. This is a temptation we all face. If you are a speaker, speak at the right time and place. Speak truth, not gossip or criticism of others.
Experiencing God is a beautiful and extraordinary thing. If we truly love God and are committed to growing in our knowledge of Him—as the Bible commands us to grow in knowing God—then God will allow us to go through challenges that serve as His tools, His "laboratory," where we can experience Him.
Growth in knowing God doesn't just come from reading books or the Bible, though reading the Bible is essential. What we read in the Bible must be something we live out. Not all the experiences of the faithful in the Bible will be ours, but some will align with our own lives in essence.
If we truly love God and want to grow in our knowledge of Him, we must be ready to enter His laboratory—our life experiences. If we desire to follow in Jesus' footsteps and become like Him, we must go through what He went through. The Bible says:
"Grow in the grace and knowledge of our Lord and Savior Jesus Christ. To Him be glory both now and forever!" (2 Peter 3:18).
What we experience today is a blessing. It is the space, the "laboratory" God provides for us to undergo transformation. Growing in our knowledge of God will improve our spiritual lives, increase holiness, and make us more pleasing to Him. It's not just about knowing facts about God; for that, a library would suffice. Instead, it's about embracing the transformation God works in us through life experiences—His laboratory—to help us know Him more.
We must experience God. Remember, theological education is important but not everything. Theology and age do not guarantee a person truly knows God. Sadly, many live long lives without truly knowing Him. Let us not be found in that position. Use the time we have to know and experience God.
IF WE WANT TO GROW IN OUR KNOWLEDGE OF GOD, WE MUST BE READY TO ENTER HIS LABORATORY—
OUR LIFE EXPERIENCES.

LABORATORIUM TUHAN - 27 Januari 2025
2025-01-27 17:32:54
Kalau kita mengatakan bahwa Allah tidak berubah dan kita percaya Allah yang ditulis di dalam Alkitab—baik di dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru—adalah Allah yang sama, Allah yang tidak berubah, maka mestinya kita juga dapat mengalami apa yang dialami oleh tokoh-tokoh iman Perjanjian Lama. Mungkin kasusnya tidak sama persis, tetapi esensi dari kasus itu sama, esensinya sama. Mereka pernah ada di dalam bahaya dan ancaman, kita juga bisa dalam keadaan bahaya dan ancaman. Mereka bisa mengalami pertolongan Tuhan dalam keadaan kritis dan krisis, kita mestinya juga mengalaminya. Memercayai Allah dalam pikiran itu mudah. Membicarakan mengenai Allah dengan perkataan dan dalam tulisan itu sangat mudah. Membuat rumusan, definisi mengenai Allah dan tindakan-tindakan-Nya dalam ucapan lisan dan tulisan itu juga tidak sulit.
Tetapi untuk mengalami sungguh-sungguh Allah yang ditulis di dalam Alkitab, bukan sesuatu yang mudah. Karenanya jangan tergoda, terpancing bicara, menulis apa pun yang itu sia-sia semata-mata. Berbicara, menulis hanya karena mau dianggap tahu, mengerti, pintar, bergelar; itu kesombongan dan Allah menentang orang sombong. Jangan banyak bicara baik secara lisan maupun tulisan yang itu ternyata hanya sebuah usaha untuk mengangkat diri. Kita semua memiliki godaan seperti itu. Kalau Saudara seorang pembicara, berbicaralah di tempat yang tepat. Berbicaralah kebenaran, bukan menyerang orang atau membicarakan orang lain.
Mengalami Allah itu indah sekali dan luar biasa. Kalau kita benar-benar mengasihi Tuhan dan punya komitmen mengasihi Tuhan dan kita benar-benar ingin bertumbuh dalam pengenalan akan Allah—seperti yang dikatakan dalam firman Tuhan agar kita bertumbuh dalam pengenalan akan Allah—maka Allah akan mengizinkan kita mengalami berbagai persoalan yang menjadi sarana Allah, menjadi ruangan di mana Allah mau kita mengalami Dia. Jadi pertumbuhan pengenalan akan Allah tidak cukup dengan membaca buku, membaca Alkitab. Membaca Alkitab itu sudah mesti, harus. Yang kita baca dalam Alkitab harus kita alami. Memang tidak semua pengalaman yang dialami tokoh-tokoh iman di dalam Alkitab kita alami, tetapi pasti ada pengalaman hidup kita yang sama atau bersentuhan dengan mereka. Kalau kasusnya tidak sama persis, substansinya, esensi dari pengalaman itu pasti ada.
Kalau kita benar-benar mengasihi Allah, kita mau bertumbuh dalam pengenalan akan Dia, maka Tuhan menyediakan ruangan, Tuhan menyediakan laboratorium. Laboratorium Tuhan adalah pengalaman-pengalaman hidup yang kita alami di dalam hidup kita. Jadi kalau kita mau bertumbuh dalam pengenalan akan Allah, bersiaplah untuk dimasukkan ke dalam laboratorium Tuhan; yaitu pengalaman-pengalaman hidup. Kalau kita mau mengikut jejak Tuhan Yesus dan mau menjadi seperti Yesus, tidak bisa tidak kita harus mengalami apa yang juga dialami oleh Tuhan Yesus. Firman Tuhan mengatakan, "Bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juru Selamat kita Yesus Kristus, bagi-Nya kemuliaan sekarang dan sampai selama-lamanya" (2 Ptr. 3:18).
Jadi apa yang kita alami hari ini adalah berkat. Itu adalah ruangan atau laboratorium yang Tuhan berikan untuk kita mengalami proses perubahan. Sebab pengenalan akan Allah yang bertumbuh akan meningkatkan kualitas kehidupan rohani kita; meningkatkan spiritualitas, meningkatkan kesucian, meningkatkan keberkenanan di hadapan Allah. Jadi bukan hanya sekadar kita tahu hal ikhwal mengenai Allah. Sebab kalau hanya itu, kita cukup membaca buku, masuk ruang perpustakaan. Laboratorium kita hanya perpustakaan yang berisi buku-buku. Sekarang yang penting adalah bagaimana kita menerima setiap proses perubahan yang Allah berikan kepada kita. Melalui pengalaman hidup yang merupakan laboratorium Tuhan, kita diubah untuk mengenal Allah.
Kita harus mengalami Tuhan. Ingat, pendidikan teologi bukan tidak penting, tapi bukan segalanya. Pendidikan teologi dan usia tidaklah jaminan seseorang mengenal Allah. Ironis, banyak orang yang telah melewati tahun-tahun umur hidupnya tidak dalam pengenalan yang benar akan Allah. Jangan sampai kita didapati Tuhan seperti mereka. Pergunakan waktu yang ada untuk mengenal dan mengalami Dia.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU KITA MAU BERTUMBUH DALAM PENGENALAN AKAN ALLAH, BERSIAPLAH UNTUK DIMASUKKAN KE DALAM LABORATORIUM TUHAN; YAITU PENGALAMAN-PENGALAMAN HIDUP.

Bacaan Alkitab Setahun - 27 Januari 2025
2025-01-27 17:30:23
Kejadian 43-45

Truth Kids 26 Januari 2025 - KEKHAWATIRAN
2025-01-26 21:19:25
1 Petrus 5:7
”Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”
"Aduh! Bagaimana, ya, kalau aku tidak bisa mengerjakan PR matematika ini?" "Hhmmm, rasanya aku tidak akan bisa memainkan lagu klasik ini dengan benar. Bagaimana nanti kalau aku menekan tuts piano yang salah?" "Nanti, apa jadinya kalau aku tidak memenangkan olimpiade sains ini? Nanti aku akan diejek teman-teman."
Sobat Kids, apakah kalian pernah merasakan kekhawatiran tentang masa depan kalian? Mungkin kalian memiliki pertanyaan lainnya tentang masa depan nanti. Kalian tidak salah jika sudah memikirkan masa depan ketika kalian dewasa nanti. Namun, kalian jangan sampai bingung sendiri, menjadi khawatir, sampai merasa stres.
Tentu saja kita harus memikirkan perbuatan kita. Yang tidak baik adalah memikirkannya sehingga kita merasa khawatir. Saat kita merasa khawatir berlebihan, itu artinya kita tidak memercayakan masa depan kita kepada Tuhan.
Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk menyerahkan segala kekhawatiran kita kepada-Nya. Mengapa? Karena Ia yang memelihara kita. Tidak perlu takut dan khawatir jalan hidup di tahun yang baru ini, Sobat Kids. Seperti Tuhan sudah menyertai kita di tahun sebelumnya, pasti Tuhan akan menyertai kita juga di tahun ini.

Truth Junior 26 Januari 2025 - KHAWATIR
2025-01-26 21:10:23
1 Petrus 5:7
”Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.”
Bintang tiba-tiba menangis di tempat tidurnya. Ia merasa khawatir tentang masa depannya. Ia merasa tidak seperti teman-temannya yang memiliki orang tua yang kaya raya. Ia merasa tidak pernah bisa seberhasil teman-temannya. Apakah Sobat Junior pernah merasakan hal yang sama seperti yang Bintang rasakan?
Sobat Junior, Tuhan menciptakan masing-masing dari kita secara istimewa. Kitapun ditempatkan dalam keluarga yang tidak bisa kita pilih saat lahir. Apakah ada bayi yang baru lahir, bisa memilih lahir di keluarga yang kaya raya? Tentu tidak bisa! Itu semua pemberian dari Tuhan. Tuhan memberikan yang terbaik untuk kita.
Jika kalian sering merasakan khawatir tentang masa depan, tuliskanlah ayat firman Tuhan hari ini dalam selembar kertas sehingga kalian menjadi ingat untuk menyerahkan segala kekhawatiran kepada Tuhan sebab Ia yang memelihara kalian.
Kekhawatiran kalian tidak akan menyelesaikan permasalahan yang akan dihadapi. Namun, bersama dengan Tuhan, kita akan selalu dipelihara-Nya.

Truth Youth 26 Januari 2025 (English Version) - SPIRITUALITY AS A FOUNDATION
2025-01-26 21:04:22
“For where two or three gather in my name, there am I with them.” (Matthew 18:20)
“Strong relationships are built on a foundation of mutual understanding and spiritual connection.”
Building a spiritual connection in our relationships with others is just as important as building an emotional bond. When we talk about relationships, whether with friends, family, or a partner, we often get caught up in the busyness of daily life. However, without realizing it, the spiritual aspect of these relationships can become a strong foundation for mutual understanding and support. When we share beliefs and spiritual values, we create a deeper bond. It’s not just about respecting each other; it’s about understanding each other’s life purpose and how we can support each other in our spiritual journeys.
When we pray together, share stories of spiritual experiences, or even discuss inspiring teachings, we open the door to growing together. This is like nurturing seeds of love and understanding that will grow over time. This spritual connection also help us face life challenges. When conflicts or differences arise, remember that we share the same foundation.
So, let’s build this spiritual connection in simple ways: sharing, listening, and praying together. In doing so, our relationships will not only be strong but also filled with deeper meaning. When we connect spiritually, we not only support one another but also draw closer to God and the greater purpose of life.
WHAT TO DO:
1. Spend time each week sharing spiritual experiences and important values with those close to you.
2. Invite friends or family to pray together, whether formally or in everyday situations.
3. Create spiritual activities, such as reading the Scriptures together or attending spiritual seminars, to deepen relationships.
BIBLE MARATHON:
▪ Exodus 31-34

Truth Youth 26 Januari 2025 - SPIRITUALITAS SEBAGAI FONDASI
2025-01-26 20:31:58
”Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” (Matius 18:20)
“Strong relationships are built on a foundation of mutual understanding and spiritual connection.” Membangun koneksi spiritual dalam hubungan kita dengan orang lain itu sama pentingnya dengan membangun ikatan emosional. Ketika kita berbicara tentang hubungan, baik dengan teman, keluarga, atau pasangan, sering kali kita terjebak dalam kesibukan sehari-hari. Namun, tanpa kita sadari, aspek spiritual dalam hubungan ini bisa menjadi fondasi yang kuat untuk saling memahami dan mendukung satu sama lain. Ketika kita berbagi keyakinan dan nilai-nilai spiritual, kita membangun ikatan yang lebih dalam. Ini bukan sekadar soal saling menghargai, tetapi tentang memahami tujuan hidup masing-masing dan bagaimana kita bisa saling mendukung dalam perjalanan spiritual.
Ketika kita berdoa bersama, berbagi cerita tentang pengalaman spiritual, atau bahkan sekadar mendiskusikan ajaran yang menginspirasi, kita membuka ruang untuk tumbuh bersama. Hal ini seperti memupuk benih cinta dan pengertian yang akan tumbuh subur seiring waktu. Koneksi spiritual ini juga membantu kita menghadapi tantangan hidup. Ketika ada konflik atau perbedaan pendapat, ingatlah bahwa kita memiliki fondasi yang sama. Jadi, mari kita bangun koneksi spiritual ini dengan cara yang sederhana: berbagi, mendengarkan, dan berdoa bersama.
Dengan begitu, hubungan kita tidak hanya akan kuat, tetapi juga dipenuhi dengan makna yang lebih dalam. Ketika kita saling terhubung secara spiritual, maka kita tidak hanya mendukung satu sama lain, tetapi juga mendekatkan diri kita kepada Tuhan dan tujuan hidup yang lebih besar.
WHAT TO DO:
1. Luangkan waktu setiap minggu untuk berbagi pengalaman spiritual dan nilai-nilai penting dengan orang-orang terdekat.
2. Ajak teman atau keluarga untuk berdoa bersama, baik secara formal maupun dalam situasi sehari-hari.
3. Ciptakan kegiatan spiritual seperti membaca kitab suci bersama atau mengikuti seminar rohani untuk memperdalam hubungan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Keluaran 31-34

Renungan Pagi - 26 Januari 2025
2025-01-26 20:29:30
Dalam hidup ini, kita jangan hanya memiliki semangat untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri, semangat untuk memperkaya diri sendiri, karena hal ini disebut sebagai kejahatan.
Sebagai orang percaya, biarlah terus memiliki semangat untuk berbuat sesuatu bagi orang lain dan bagi pekerjaan Tuhan, sehingga lewat hidup kita nama Tuhan dipermuliakan.

Quote Of The Day - 26 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-26 20:15:19
Kita harus membangun kekokohan iman, integritas, sampai itu menjadi anti-dosa, sehingga kita tidak akan menyentuh dosa.

Mutiara Suara Kebenaran - 26 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-26 20:13:46
Kalau kita bisa benar-benar memiliki keinginan menyentuh hati Allah, menyenangkan, membahagiakan Dia, maka kita akan menjadikan Tuhan itu kesukaan kita yang tak tergantikan, Allah menjadi kebahagiaan kita satu-satunya.

A MAN AFTER GOD’S OWN HEART - 26 Januari 2025 (English Version)
2025-01-26 20:05:24
As parents, we feel joy when our children do something that makes us happy, like giving gifts, taking us out, or helping when we are unwell or in need. Even if you're not a parent, you've likely experienced happiness from someone's thoughtful actions. But have you ever considered bringing joy to God, touching His heart in such a way that He feels pleased, joyful, and delighted by you? Amid the world's evil, our actions should comfort and bring joy to God.
Have you tried to do this?
Sadly, many people only seek God to benefit from His power and blessings, forgetting that
He created us to bring Him happiness. We exist because
He wants us to; our purpose is to bring Him joy. Have you made an effort to please God?
David, a biblical figure, wasn't perfect, yet he delighted God's heart. He was truly "a man after God's own heart." Similarly, Abraham was called God's friend because he pleased Him. We should aim to have hearts that please God. With sincere intention and determination, the Holy Spirit will guide and help us achieve this.
Decide to become someone who brings joy to God. Make Him smile through your actions and behavior. Avoid actions that hurt others and align with evil, which pleases Satan instead of God. Let God say, "This is truly My child, My friend," rather than labeling us as His enemies due to harmful behavior.
When we truly desire to touch God's heart, He becomes our ultimate joy, more essential than air, water, or even the blood in our veins. Let this reflection inspire you to strive to please God wholeheartedly. Live as someone who is in God's heart and pleases Him, ensuring your life feels deeply meaningful and vibrant.
THE HOLY SPIRIT WILL SURELY GUIDE US, AND WE WILL BECOME "A MAN AFTER GOD'S OWN HEART," A PERSON WHO PLEASE GOD.

A MAN AFTER GOD’S OWN HEART - 26 Januari 2025
2025-01-26 20:02:56
Sebagai orang tua, kita pernah merasakan satu kebahagiaan ketika anak memberikan atau melakukan tindakan yang menyenangkan atau membahagiakan hati kita. Entah memberi hadiah, mengajak jalan-jalan, melayani kebutuhan orang tua yang dalam keadaan sakit atau membutuhkan sesuatu. Atau kalau kita belum pernah menjadi orang tua, tentu kita pernah mendapat perlakuan yang menyenangkan, membahagiakan dari seseorang, sehingga orang itu benar-benar menjadi kebahagiaan kita. Anak bisa menjadi kebahagiaan bagi orang tua. Juga kita bisa merasakan kebahagiaan dari sahabat, teman dekat atau siapa pun. Namun, pernahkah kita benar-benar berusaha untuk bisa menyentuh kedalaman hati Allah sampai Allah merasa senang, merasa sukacita, merasa bahagia? Di tengah-tengah kejahatan dunia ini, seharusnya Allah merasa terhibur karena perbuatan kita kepada-Nya. Pernahkah kita berusaha demikian?
Ironis, banyak orang yang hanya mau memanfaatkan Allah, memanfaatkan kasih dan kuasa-Nya saja. Mereka beragama, bertuhan hanya karena bisa menikmati berkat Allah dari kuasa Allah yang hebat tak terbatas, tapi tidak sungguh-sungguh menyadari bahwa Allah adalah Pencipta yang menciptakan kita untuk menyenangkan, membahagiakan Dia. Kita diciptakan, dibuat eksis, dibuat ada, dihadirkan dalam kehidupan ini untuk Sang Khalik atau Sang Pencipta kita. Jika bukan karena Tuhan kita tidak ada sama sekali. Jadi, kalau kita eksis, kita ada, ini karena Allah menghendaki kita ada untuk kesukaan, untuk kebahagiaan Dia. Pernahkah kita berusaha untuk menyenangkan hati Allah? Ada satu tokoh di Alkitab, yang tidak sempurna, tapi hidupnya itu berkenan di hati Allah, yaitu Daud. Daud seorang yang benar-benar menyenangkan hati Allah. Daud bukan orang sempurna, namun Daud seorang yang benar-benar menyenangkan hati Allah. Ia bisa menjadi kekasih Tuhan, menjadi seorang yang benar-benar menyenangkan hati Allah. Juga Abraham; seorang yang bisa benar-benar menyenangkan hati Allah, sehingga Abraham disebut sahabat Allah.
Maka kita harus berusaha bagaimana memiliki hati yang berkenan di hadapan Allah. Kalau kita punya niat, punya tekad yang sungguh-sungguh, Roh Kudus pasti akan menolong kita. Roh Kudus tidak mungkin tidak menolong kita. Roh Kudus pasti akan menuntun kita dan kita akan menjadi "a man after God's own heart;" manusia yang berkenan di hadapan Allah. Ayo, kita berjuang untuk itu dan ini akan sangat menyenangkan, ini akan sangat membahagiakan kita. Namun harus ada tekad dulu, niat yang kuat bahwa kita memilih menjadi seorang yang berkenan di hadapan Allah. Mari kita berjuang untuk bisa menyentuh hati Allah dan membuat senyum Tuhan. Bapa tersentuh hati-Nya oleh tindakan kita, oleh perilaku kita.
Jangan sebaliknya, kita menyentuh hati setan karena jahat, menyakiti sesama, melukai sesama, mendatangkan ancaman, bahaya, penderitaan, kesengsaraan orang lain; sehingga setan berkata, "Ini sahabatku." Itu artinya kita menjadi musuh Allah. Tapi kita mau menjadi seorang yang menyentuh hati Allah dan Allah bersukacita, Allah senang. "Ini benar anak-Ku, ini benar sahabat-Ku." Jangan kita menjadi musuh Tuhan karena perilaku kita yang jahat terhadap orang lain. Hati-hati, kepada siapa pun kita yang pintar berbicara, pintar berargumentasi, kita akan bisa lebih jahat dari orang yang tidak pintar berargumentasi. Sebab dengan argumentasi-argumentasi, kita bisa membenarkan tindakan-tindakan yang itu bisa menyakiti hati Allah.
Kalau kita bisa benar-benar memiliki keinginan menyentuh hati Allah, menyenangkan, membahagiakan Dia, maka kita akan menjadikan Tuhan itu kesukaan kita yang tak tergantikan, Allah menjadi kebahagiaan kita satu-satunya. Kita merasakan membutuhkan Dia lebih dari udara, oksigen yang kita hirup. Kita membutuhkan Dia lebih dari air yang kita minum, bahkan lebih dari darah yang mengalir di dalam tubuh kita ini. Kita membutuhkan Tuhan lebih dari membutuhkan apa pun dan siapa pun. Kiranya renungan ini menggerakkan kita untuk menjadi orang yang bertekad, berusaha sungguh-sungguh bagaimana menyenangkan hati Allah. Jangan meninggal dunia sebelum menjadi seorang yang ada di hati Tuhan atau menjadi seorang yang berkenan di hadapan Tuhan; a man after God's own heart. Sehingga pastinya hidup kita akan lain rasanya, akan berbeda warnanya. Mari kita berusaha mulai saat ini menyentuh hati Allah, bisa membahagiakan Dia, menyenangkan Dia.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ROH KUDUS PASTI AKAN MENUNTUN KITA DAN KITA AKAN MENJADI "A MAN AFTER GOD'S OWN HEART"; MANUSIA YANG BERKENAN DI HADAPAN ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 26 Januari 2025
2025-01-26 19:59:55
Kejadian 41-42

Truth Kids 24 Januari 2025 - SUMBER PENGHARAPAN
2025-01-24 19:22:06
Roma 15:13
”Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan.”
Sobat Kids, zaman sekarang kendaraan listrik, baik mobil, motor, ataupun sepeda, sudah mulai berkembang di Indonesia. Orang-orang mulai beralih ke kendaraan listrik dengan berbagai macam alasan. Salah satu alasannya adalah mengurangi polusi udara. Sesuai dengan namanya, kendaraan listrik menggunakan tenaga listrik yang tersimpan dalam baterai. Para pengguna kendaraan listrik harus mencari stasiun sumber listrik yang telah dibuat khusus untuk mengisi baterai kendaraan listrik. Bagaimana jika tidak terdapat sumber listrik? Tentu saja baterai kendaraan tidak dapat diisi. Akibatnya, kendaraan listrik tidak bisa digunakan.
Dalam hidup ini, kita juga memiliki Allah sebagai sumber harapan. Harapan di dalam Allah membuat kita bisa menjalani hidup ini. Allah akan memberikan kita sukacita dan damai sejahtera. Di tahun yang baru ini, kita memiliki harapan dengan Allah. Sama seperti kendaraan listrik yang harus mencari sumber listrik, kita pun harus mencari sumber. Tentu saja bukan sumber listrik, melainkan sumber pengharapan kita yaitu Allah. Kita dapat datang setiap saat kepada Allah untuk meminta kekuatan dari-Nya.

Truth Junior 24 Januari 2025 - SUMBER PENGHARAPAN
2025-01-24 19:20:18
Roma 15:13
”Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan.”
Harapan adalah sesuatu keinginan yang ingin kita capai atau dapat. Sering kali harapan yang kita miliki adalah sesuatu yang berhubungan dengan keinginan jasmani kita. Contohnya berharap punya anjing lucu sebagai binatang peliharaan, berharap bisa jalan-jalan seperti perjalanan wisata teman kita, ataupun berharap bisa jadi juara satu di sekolah. Masih banyak harapan lainnya, masing-masing orang memiliki harapannya masing-masing.
Bagaimana dengan Sobat Junior? Apa yang menjadi harapan kalian? Firman Tuhan yang kita baca hari ini mengingatkan kita bahwa Allah adalah sumber pengharapan kita. Allah akan memenuhi kita dengan segala sukacita dan damai sejahtera. Hal yang membuat kita merasa sukacita harus sejalan dengan sukacita yang Allah rasakan. Artinya, pengharapan yang kita miliki, seharusnya memberikan rasa sukacita juga bagi Allah. Harapan yang kita miliki seharusnya lebih besar dari sekadar mendapatkan sukacita dunia.
Sobat Junior, kehidupan kita di bumi ini hanya sementara. Oleh sebab itu, kita harus memindahkan kebahagiaan kita kepada Allah saja. Pengharapan yang kita miliki pun pengharapan yang akan menyenangkan hati Allah Bapa. Karena, hanya Allah saja sumber pengharapan kita.

Truth Youth 24 Januari 2025 (English Version) - QUALITY FRIENDSHIP
2025-01-24 19:12:52
“Do not be deceived: ‘Bad company corrupts good character.’” (1 Corinthians 15:33)
In an increasingly connected world, we often feel the need to have many friends and relationships to feel significant. However, the Bible reminds us in 1 Corinthians 15:33 that not all friendships bring positive impact; some can actually ruin the good habits we have. Therefore, it is important to choose relationships that support our spiritual growth and life. Focusing on quality over quantity in relationships leads us to more meaningful companionships that can support our faith journey and well-being.
Why is meaningful friendship more important than having many relationships? Quality relationships offer support, understanding, and genuine encouragement. Friends or family who love us sincerely help us grow, both emotionally and spiritually. In contrast, having too many shallow relationships often makes us tired and distracted, without yielding depth or real growth. We need to recognize who truly cares and supports the positive values in our lives.
To develop quality relationships, we can start by identifying those who bring a positive and constructive influence into our lives. Invest time in meaningful moments with them, such as honest conversations, praying together, or supporting one another through challenges. We also need to be committed and open in these relationships so that they can become channels of blessing to each other. So, let's refocus on quality relationships that bring us closer to God and support our growth as individuals. Meaningful friendships will have a greater long-term impact than many shallow relationships. Remember, it’s better to have a few meaningful, loving relationships than many that offer no positive impact.
WHAT TO DO:
1. Start building friendships with those who fear the Lord.
2. Focus on quality relationships that help each other grow in faith.
BIBLE MARATHON:
▪ Exodus 24-27

Truth Youth 24 Januari 2025 - PERGAULAN BERKUALITAS
2025-01-24 19:10:51
”Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 15:33)
Di dunia yang semakin terhubung, kita sering merasa harus memiliki banyak teman dan hubungan untuk merasa berarti. Namun, Alkitab mengingatkan kita dalam 1 Korintus 15:33 bahwa tidak semua pergaulan membawa dampak positif; beberapa justru bisa merusak kebiasaan baik yang kita miliki. Karena itu, penting untuk memilih hubungan yang mendukung pertumbuhan spiritual dan kehidupan kita. Fokus pada kualitas di atas kuantitas dalam hubungan membawa kita pada pergaulan yang lebih bermakna dan dapat mendukung perjalanan iman serta kesejahteraan kita.
Mengapa hubungan yang bermakna lebih penting daripada banyaknya hubungan? Hubungan yang berkualitas menawarkan dukungan, saling pengertian, dan dorongan yang tulus. Teman atau keluarga yang mengasihi kita dengan tulus membantu kita berkembang, baik secara emosional maupun spiritual. Sebaliknya, terlalu banyak hubungan yang dangkal sering kali membuat kita lelah dan kurang fokus, tanpa menghasilkan kedalaman atau pertumbuhan nyata. Kita perlu mengenali siapa yang sungguh-sungguh peduli dan mendukung nilai-nilai positif dalam hidup kita.
Untuk mengembangkan hubungan yang berkualitas, kita bisa mulai dengan mengidentifikasi siapa saja yang membawa pengaruh positif dan membangun dalam hidup kita. Berinvestasilah pada waktu yang bermakna bersama mereka, seperti melalui percakapan yang jujur, doa bersama, atau momen saling mendukung dalam kesulitan. Kita juga harus mau berkomitmen dan terbuka dalam hubungan tersebut, sehingga hubungan kita bisa menjadi saluran berkat satu sama lain. Jadi, mari kita refocus pada hubungan yang berkualitas, yang membawa kita lebih dekat kepada Tuhan dan mendukung perkembangan kita sebagai pribadi. Hubungan yang penuh makna akan lebih berdampak dalam jangka panjang daripada banyaknya relasi yang bersifat dangkal. Ingatlah, lebih baik memiliki sedikit hubungan yang bermakna dan penuh kasih daripada banyak hubungan yang tidak memberikan dampak positif.
WHAT TO DO:
1.Mulailah menjalin pertemanan yang takut akan Tuhan
2.Fokus pada kualitas membangun hubungan untuk saling bertumbuh dalam iman
BIBLE MARATHON:
▪︎ Keluaran 24-27

Renungan Pagi - 24 Januari 2025
2025-01-24 19:07:28
Bibir yang bersih tidak berisi dusta, bibir yang bersih tidak berisi kebohongan, tetapi berisi kebenaran dan kejujuran.
Mari kita miliki bibir yang bersih; ucapan haruslah ucapan-ucapan yang benar, ucapan-ucapan yang tulus dan jujur.
Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa di dalam ketulusan dan kejujuran selalu ada kebenaran dan kemuliaan.

Quote Of The Day - 24 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-24 19:06:05
Masing-masing kita memiliki keadaan yang berbeda, tetapi kita bisa mengenakan kehidupan Yesus itu di dalam hidup kita masing-masing.

Mutiara Suara Kebenaran - 24 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-24 19:05:19
Orang yang penuh Roh Kudus, orang yang pasti hidupnya suci, tak bercacat, tak bercela. Kebenciannya terhadap dosa itu tinggi sekali. Kesalahan sekecil dan sehalus apa pun akan membuat ia menjadi sangat tidak sejahtera.

OTHER HUMAN BEINGS - 24 Januari 2025
2025-01-24 12:51:32
We must have the zeal and passion to be filled with the Holy Spirit at all times because this is what distinguishes the people of the Old Covenant from the people of the New Covenant. It is not only what sets us apart from those outside of Christ but also what differentiates us from the people of the Old Covenant. In the Old Testament, figures of faith, beloved servants of God, were indwelt by the Holy Spirit temporarily. But believers, as the people of the New Covenant, receive the seal of the Holy Spirit, meaning the Holy Spirit permanently guides believers. As stated in Ephesians 1:13, the Holy Spirit is sealed within us. This is something we must truly understand: what distinguishes us from those who are not chosen, outside of the faith, is the Holy Spirit.
What differentiates us from the people of the Old Covenant is the seal of the Holy Spirit, the baptism of the Holy Spirit, and the fullness of the Holy Spirit. Without the Holy Spirit, we cannot live a holy life. Without the Holy Spirit, we cannot reach a state where our minds and hearts are in alignment with God, so that our will always aligns with the will of the Father. Jesus said in John 16:13, "But when He, the Spirit of Truth, comes, He will guide you into all the truth. He will not speak on His own; He will speak only what He hears, and He will tell you what is yet to come."
God is present throughout the universe in and through the Holy Spirit. And the Holy Spirit is sealed within believers. The Holy Spirit is God's way of being present in life. We say, "Our Father who art in heaven," indeed the Father is in heaven, but it is His Spirit who is everywhere, encompassing and filling the universe. God is multidimensional. And the Holy Spirit can fill us. When someone is filled with the Holy Spirit, they become a different person. We can become that different person not because we graduate from a theological seminary with a Bachelor of Theology, or later attain a Master of Theology or Doctor of Theology degree. We become other human beings because the Holy Spirit fills us.
There is a temporary fullness of the Holy Spirit, manifesting at certain moments when the Holy Spirit comes upon someone. This might result in falling down, speaking in tongues, demonstrating spiritual gifts, or performing extraordinary acts and deeds. Then, there is a permanent fullness of the Holy Spirit-not temporary-which occurs when we have the mind and heart of God; this is true fullness of the Holy Spirit. How does this happen? It happens when we possess God's truth. Every day, we learn the truth; every day, we are renewed by the truth (Romans 12:2), so we increasingly become distinct from the world. The more someone is filled with the truths of God, the more he is filled with the Holy Spirit.
A person who is full of the Holy Spirit, a person whose life is certainly holy, blameless, and without spot. His hatred for sin is very high. The smallest and most subtle mistake will make him very unwell. This is what we long for. So if we ask for the fullness of the Holy Spirit, it means that we can live in harmony with God. So that everything we think is always in accordance with God. Our feelings are in accordance with God. We need the Holy Spirit. The Holy Spirit leads us until we are changed. Jesus was full of the Holy Spirit and the gifts of God. The Holy Spirit is the Spirit of God the Father (John 15:26 “When the Advocate comes, whom I will send to you from the Father—the Spirit of truth who goes out from the Father—he will testify about me) who while on earth guides a person until that person has a change so that they are able to think and feel like God Himself.
This is why we must feel that we cannot live without the Holy Spirit. This is the right posture of the heart. We depend on the Holy Spirit to transform us so that, day by day, we become increasingly intelligent, increasingly aligned with the Holy Spirit, and able to match the intelligence of God or the intelligence of the Holy Spirit. This makes us perfect like the Father. First, we must realize that we cannot do anything without the Holy Spirit. Second, we must make time to dialogue with God. Third, we must live a holy life.
One of the commitments we must make to be filled with the Holy Spirit is to "dare to die." If someone is not willing to die, they cannot be filled with the Holy Spirit. Here, "dare to die" means dying to the flesh-putting to death wrong ambitions, lusts, and desires-so the Holy Spirit can fill us. If we still harbor ambition, hatred, resentment, impure thoughts, or evil intentions, the Holy Spirit cannot fill us. Instead, evil spirits fill such people. We must ensure that no evil spirit fills us.
WE BECOME OTHER HUMAN BEINGS BECAUSE THE HOLY SPIRIT FILLS US.

MANUSIA LAIN - 24 Januari 2025
2025-01-24 12:49:50
Kita harus memiliki gelora, semangat untuk dipenuhi Roh Kudus setiap waktu, karena inilah yang membedakan umat Perjanjian Lama dan umat Perjanjian Baru. Bukan hanya yang membedakan antara kita dengan orang-orang di luar Kristus, melainkan juga yang membedakan kita dengan umat Perjanjian Lama. Di Perjanjian Lama, tokoh-tokoh iman, kekasih-kekasih Tuhan dihinggapi Roh Kudus secara temporal. Tetapi orang percaya, umat Perjanjian Baru mendapat meterai Roh Kudus, artinya Roh Kudus secara permanen menuntun orang percaya. Seperti yang dikatakan dalam Efesus 1:13 bahwa Roh Kudus dimeteraikan di dalam diri kita. Ini yang harus kita benar-benar pahami bahwa yang membedakan kita dengan orang yang bukan umat pilihan di luar orang percaya adalah Roh Kudus.
Yang membedakan kita dengan umat Perjanjian Lama adalah meterai Roh Kudus, baptisan Roh Kudus, kepenuhan Roh Kudus. Tanpa Roh Kudus kita tidak bisa hidup suci. Tanpa Roh Kudus kita tidak bisa mencapai kehidupan di mana kita bisa sepikiran dan seperasaan dengan Allah, sehingga kehendak kita selalu sesuai dengan kehendak Bapa. Tuhan Yesus berkata di Yohanes 16:13, "Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran; sebab Ia tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang didengar-Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan Ia akan memberitakan kepadamu hal-hal yang akan datang."
Allah hadir memenuhi jagat raya di dalam dan melalui Roh Kudus. Dan Roh Kudus dimeteraikan di dalam diri orang percaya. Roh Kudus adalah cara berada Allah di dalam kehidupan. Kita berkata, "Bapa kami yang di surga," memang Bapa di surga, tetapi yang di mana-mana adalah Roh-Nya yang meliputi, memenuhi jagat raya. Allah itu multidimensional. Dan Roh Kudus dapat memenuhi kita. Kalau seseorang dipenuhi Roh Kudus, ia menjadi manusia lain. Jadi kita bisa menjadi manusia lain itu bukan karena kita lulus Sekolah Tinggi Teologi bergelar Sarjana Teologi, atau kemudian bergelar Magister Teologi atau Doktor Teologi. Kita menjadi manusia lain karena Roh Kudus memenuhi kita.
Ada kepenuhan Roh Kudus secara temporal, pada saat-saat tertentu ketika Roh Kudus menghinggapi seseorang, bisa rebah, bisa berbahasa roh misalnya atau bisa mendemonstrasikan karunia-karunia Roh atau melakukan tindakan dan perbuatan yang spektakuler. Dan ada kepenuhan Roh Kudus secara permanen, bukan temporal, yaitu ketika kita memiliki pikiran dan perasaan Allah; itu penuh dengan Roh Kudus. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Yaitu kalau kita memiliki kebenaran dari Tuhan. Setiap hari kita belajar kebenaran, setiap hari kita diperbarui oleh kebenaran (Rm. 12:2), sehingga makin tidak sama dengan dunia. Semakin seseorang penuh dengan kebenaran-kebenaran yang dari Allah, maka semakin seseorang penuh dengan Roh Kudus.
Orang yang penuh Roh Kudus, orang yang pasti hidupnya suci, tak bercacat, tak bercela. Kebenciannya terhadap dosa itu tinggi sekali. Kesalahan sekecil dan sehalus apa pun akan membuat ia menjadi sangat tidak sejahtera. Ini yang kita rindukan. Jadi kalau kita minta kepenuhan Roh Kudus, artinya agar kita bisa hidup seirama dengan Allah. Sehingga segala sesuatu yang kita pikirkan selalu sesuai dengan Allah. Perasaan kita sesuai dengan Allah. Kita membutuhkan Roh Kudus. Roh Kudus memimpin kita sampai kita diubahkan. Yesus penuh dengan Roh Kudus dan karunia Allah. Roh Kudus itu Roh-Nya Allah Bapa yang selama di dunia menuntun seseorang sampai orang itu memiliki perubahan sehingga berkemampuan berpikir dan berperasaan seperti Allah sendiri.
Makanya kita harus merasa tak dapat hidup tanpa Roh Kudus. Ini sikap hati yang benar. Kita bergantung kepada Roh Kudus untuk mengubah kita sampai makin hari makin cerdas, makin cerdas, makin cerdas dan kita bisa seirama dengan Roh Kudus, kita bisa mengimbangi kecerdasan Allah atau kecerdasan Roh Kudus. Itu kita menjadi sempurna seperti Bapa. Pertama, kita harus menyadari kita itu tidak dapat berbuat apa-apa tanpa Roh Kudus. Yang kedua, kita harus menyediakan waktu berdialog dengan Allah. Yang ketiga, kita harus hidup suci.
Salah satu tekad yang kita harus lakukan untuk dipenuhi Roh Kudus adalah "berani mati." Orang kalau tidak berani mati, tidak bisa dipenuhi Roh Kudus. Berani mati di sini maksudnya adalah mematikan daging, ambisi, nafsu-nafsu yang salah supaya Roh Kudus bisa memenuhi kita. Kalau kita masih punya ambisi, kebencian, dendam, pikiran jorok, niat-niat jahat, maka Roh Kudus tidak bisa memenuhi kita. Sebab roh jahat yang memenuhi orang-orang seperti itu. Jadi jangan sampai roh jahat yang memenuhi kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA MENJADI MANUSIA LAIN KARENA ROH KUDUS MEMENUHI KITA.

Bacaan Alkitab Setahun - 24 Januari 2025
2025-01-24 12:46:11
Kejadian 35-37

Quote Of The Day - 23 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-23 12:46:50
Di tengah dunia yang rusak, kita harus berjuang untuk menemukan gaya dan cara hidup anak-anak Allah, sesuai dengan standar yang Allah kehendaki.

Mutiara Suara Kebenaran - 23 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-23 12:45:51
Kita bisa terbawa juga menjadi kejam, bengis, egois terhadap sesama dan kita bisa menjadi semakin tidak berkenan di hadapan Tuhan, tetapi kita harus mau memilih menjadi orang yang berkenan.

GET AWAY FROM THE WORLD - 23 Januari 2025
2025-01-23 12:43:46
The more we realize the greatness of God and the holiness of God, the more we are willing to really get away from this world. We are more willing, more ready to be separated from the world. Distancing ourselves from the world, being separated from the world does not mean distancing ourselves from socializing. We still live in the midst of society, still doing our duties well, maximizing all the potential that God has given us. We carry out our duties as parents, as members of society, of course also part of the church of God; we work hard. But our way of thinking must change more and more, our attitudes must change more and more. Indeed, this is very difficult because we are facing a world that is already so cruel, a world that is so evil. We can also be carried away to become cruel, becoming ruthless, selfish towards others and we can become increasingly displeasing to God, but we must be willing to choose to be people who are pleasing to Him.
If we live the greatness of God, the holiness of God, the purity of God, then we will only understand how we have gone through such bad years, which hurt the Father's heart so much; we feel that we are good, we feel that we are polite people, who do not break the law. But actually, when compared with God's holiness, how far off the standard of living we live is. This cannot be explained completely or perfectly in words, but we can feel it, experience it, live it. At night before sleeping, in the quiet moments of the night, or early in the morning while still lying in bed; we continue to meditate on God. And how regretful it will be if one day we face God and we don't use the many opportunities that God has given us well.
It is like a student who fails to advance to the next grade or pass an exam, looking back with regret at all the time wasted watching movies, playing games, and going out, unable to turn back the clock or reclaim the lost time. This leads to deep regret. Similarly, in eternity, we will realize how many meaningless things we did, how much time we wasted, only to regret it when it’s too late. We cannot turn back time. Regret will be meaningless. Scripture says that there will be weeping and gnashing of teeth. Let us not allow this to happen. We must separate ourselves from the world. Do not let it consume us. It is terrifying.
Therefore, we must strive and change. We must push ourselves, urge ourselves, and even discipline ourselves, saying, "Come on, change!" Leave the ways of the world behind—our thoughts must be clean, our words must be clean, and our actions must be pure and righteous. We must not harm others, injure our fellow humans, or repay evil with evil. Instead, remain silent and bring everything before God's judgment. This will motivate us to look forward to God’s judgment, not to defending ourselves or arguing with people. We must use what we have-our possessions and wealth-according to the desires of the Holy Spirit and the will of the Father. This way, we will not be found guilty. Do not corrupt, misuse money, resources, or time recklessly. It would be terrifying to stand before God one day and realize we wasted the opportunities He gave us.
Today, God has given us a new day. None of us are perfect yet. That’s why we often grieve, longing to reach perfection quickly, to live a life that is truly perfect before God. We must guard our hearts, avoid pride, and refrain from feeling self-righteous or holier than others. Whether we are righteous or holy is something only God knows. It is not for us to judge; God is the one who evaluates us. Let’s strive together. Indeed, sometimes we feel alone, but we are grateful, we are not alone, because God promises to be with us and we have many companions on this journey. Take this opportunity to run as fast as we can-just like Lot, who fled swiftly with his family. But let us not be like Lot’s wife, who looked back and perished.
THE MORE WE REALIZE THE GREATNESS OF GOD AND HOLINESS OF GOD, THE MORE WE ARE WILLING TO REALLY GET AWAY FROM THIS WORLD.

MENJAUH DARI DUNIA - 23 Januari 2025
2025-01-23 12:41:59
Semakin kita menyadari kebesaran Allah dan kekudusan Allah, maka semakin kita bersedia untuk benar-benar menjauh dari dunia ini. Kita semakin bersedia, semakin siap dipisahkan dari dunia. Menjauhkan diri dari dunia, dipisahkan dari dunia bukan berarti menjauh dari pergaulan. Kita masih hidup di tengah-tengah masyarakat, masih mengerjakan tugas-tugas kita dengan baik, memaksimalkan semua potensi yang Tuhan berikan. Kita tunaikan tugas kita sebagai orang tua, sebagai anggota masyarakat, tentu juga bagian dari gereja Tuhan; kita kerja keras. Tetapi cara berpikir kita harus makin berubah, sikap kita harus makin berubah. Memang ini berat sekali sebab kita menghadapi dunia yang sudah begitu kejam, dunia yang begitu jahat. Kita bisa terbawa juga menjadi kejam, bengis, egois terhadap sesama dan kita bisa menjadi semakin tidak berkenan di hadapan Tuhan, tetapi kita harus mau memilih menjadi orang yang berkenan.
Jika kita menghayati kebesaran Allah, kekudusan Allah, kesucian Allah, maka kita baru mengerti betapa kita telah melewati tahun-tahun yang begitu buruk, yang begitu menyakitkan hati Bapa; kita merasa sudah baik, kita merasa sudah menjadi orang yang santun, yang tidak melanggar hukum. Tapi sebenarnya jika disandingkan dengan kekudusan Allah, betapa jauh standar hidup yang kita jalani ini. Hal ini tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata secara lengkap atau secara sempurna, tetapi bisa kita rasakan, kita alami, kita hayati. Sebelum tidur, sementara bangun berjaga malam hari dan pagi-pagi sebelum kita bangun, kita masih di pembaringan; kita terus memikirkan mengenai Tuhan. Dan betapa menyesalnya kalau suatu hari nanti kita menghadap Tuhan dan banyak kesempatan yang Tuhan berikan tidak kita gunakan dengan baik.
Ini sama seperti seseorang siswa yang tidak naik kelas, tidak lulus ujian, lalu dia mengingat waktunya habis untuk nonton film, main game, jalan-jalan, dan dia tidak bisa mengembalikan waktu, tidak bisa memutar balik waktu; ini akan menimbulkan penyesalan. Demikian pula kita, ketika kita ada di kekekalan nanti, kita baru menyadari ada banyak hal sia-sia yang telah kita lakukan, kita menghabiskan waktu kita sia-sia; baru menyesal, tetapi kita tidak bisa mengembalikan waktu, tidak bisa memutar balik waktu. Penyesalan itu tidak ada artinya; firman Tuhan katakan, nanti hanya ada ratap tangis dan kertak gigi. Jangan sampai itu terjadi, maka kita harus keluar dari dunia ini, jangan sampai tertelan oleh dunia, mengerikan.
Karenanya, kita mau berjuang, kita mau berubah. Kita harus memaksa diri kita, memacu, mencambuk diri kita, "Ayo berubah." Tinggalkan dunia, pikiran kita harus bersih, mulut kita harus bersih, perbuatan kita harus bersih dan benar, jangan merugikan orang, jangan melukai sesama, jangan membalas kejahatan dengan kejahatan. Diam dan bawa semua ke pengadilan Tuhan, maka kita akan terpacu untuk menantikan pengadilan Allah. Bukan terpacu untuk membela diri dan ribut dengan manusia. Kita gunakan milik kita, harta kita sesuai dengan keinginan Roh Kudus, keinginan Bapa. Supaya kita tidak bersalah; jangan korupsi, kita gunakan uang, harta kita semena-mena, kita gunakan waktu, tenaga kita semena-mena. Mengerikan kalau suatu hari kita menghadap Tuhan dan ternyata kita telah menyia-nyiakan waktu itu.
Hari ini Tuhan memberi kita hari yang baru. Setiap kita bukan orang yang sudah sempurna, belum. Makanya sering kita meratap, rasanya ingin cepat-cepat sempurna, bagaimana mencari kehidupan yang sempurna di hadapan Allah. Kita menjaga hati, jangan menjadi sombong, jangan merasa benar sendiri atau merasa lebih suci dari orang lain. Benar atau suci kita hanya Allah yang tahu. Bukan kita yang menilai, Allah yang menilai kita. Ayo, kita berjuang. Memang terkadang kita merasa sendiri, tapi kita bersyukur, kita tidak sendiri, karena Tuhan berjanji menyertai dan kita punya banyak teman seperjuangan yang beserta dengan kita. Gunakan kesempatan ini untuk lari secepat-cepatnya; seperti Lot lari secepat-cepatnya dengan keluarganya. Tapi jangan seperti istri Lot yang menoleh ke belakang dan binasa.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SEMAKIN KITA MENYADARI KEBESARAN ALLAH DAN KEKUDUSAN ALLAH, MAKA SEMAKIN KITA BERSEDIA UNTUK BENAR-BENAR MENJAUH DARI DUNIA INI.

Bacaan Alkitab Setahun - 23 Januari 2025
2025-01-23 12:38:10
Kejadian 32-34

Bacaan Alkitab Setahun - 22 Januari 2025
2025-01-22 18:36:40
Kejadian 30-31

Truth Kids 22 Januari 2025 - TUHAN SELALU ADA
2025-01-22 18:35:15
Mazmur 23:4
”Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku”
Suatu hari, Rika sedang duduk di bangku sekolah sambil merenung. "Kalau aku bisa menjadi orang pintar, pasti hidupku akan lebih mudah," pikir Rika. "Kalau aku bisa punya banyak teman, hidupku pasti seru," gumamnya lagi. Tiba-tiba, guru memberikan pertanyaan. Semua teman-temannya menjawab dengan percaya diri, kecuali Rika yang merasa gugup. "Apa yang kamu rasakan, Rika?" tanya guru dengan lembut. Rika menjawab, "Saya takut tidak bisa seperti teman-teman." Guru tersenyum dan berkata, "Rika, jangan khawatir. Tuhan selalu ada untukmu. Dia tidak pernah meninggalkanmu. Dengan Tuhan, kamu bisa menghadapi setiap tantangan dalam hidup."
Sobat Kids, dalam hidup ini, kita sering merasa takut atau ragu. Namun, jangan lupa bahwa Tuhan selalu menyertai kita. Seperti yang tertulis dalam Mazmur 23:4, "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak akan takut bahaya, sebab Engkau menyertai aku." Tuhan selalu ada di sisi kita, memberi kekuatan dan penghiburan. Apa yang bisa kita lakukan hari ini untuk merasa dekat dengan Tuhan?

Truth Junior 22 Januari 2025 - TUNTUNAN TUHANKU
2025-01-22 18:33:17
Mazmur 23:4
”Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku”
Pada suatu hari, ada seorang anak kecil bernama Mia yang baru pertama kali pergi ke taman bermain yang sangat besar. Saat melihat taman yang penuh dengan perosotan tinggi, ayunan, dan orang-orang yang berlarian, Mia merasa takut. Ia mulai berpikir, “Bagaimana jika aku jatuh atau tidak bisa menemukan jalan pulang?” Tapi ayahnya berkata, “Mia, jangan khawatir. Aku akan selalu di sampingmu, menuntunmu, dan melindungimu.” Dengan percaya, Mia mulai bermain dan menikmati setiap momen, karena ia tahu ayahnya ada di sana untuk menuntunnya.
Sobat Junior, seperti Mia yang merasa tenang karena ayahnya ada untuk menuntun, kita juga bisa merasa tenang karena Tuhan selalu ada di samping kita. Mazmur 23:4 mengingatkan kita bahwa Tuhan menyertai kita, bahkan ketika kita berjalan melalui tempat yang penuh ketakutan atau rintangan. Tuhan adalah Gembala yang baik, yang selalu menuntun kita dengan penuh kasih dan perhatian.
Kita tidak perlu takut, sebab Tuhan selalu menyertai kita. Setiap hari Tuhan memimpin kita, baik melalui firman-Nya atau melalui suara hati kita. Meskipun terkadang kita merasa sendirian atau ragu, Tuhan sudah berjanji untuk tidak pernah meninggalkan kita.
Bayangkan, Tuhan adalah seorang gembala yang memimpin domba-domba-Nya, Dia selalu memastikan domba-Nya berjalan dengan aman, mencari rumput yang hijau, dan menjauh dari bahaya. Begitu juga dalam hidup kita, Tuhan tahu jalan yang terbaik dan selalu ada menuntun kita. Ketika kamu merasa takut atau bingung, ingatlah bahwa Tuhan ada untuk membantu, dan Dia akan membimbing setiap langkahmu. Dengan penuh keyakinan, mari kita berjalan bersama Tuhan!

Truth Youth 22 Januari 2025 (English Version) OBSESSIONS THAT MISLEAD
2025-01-22 18:18:20
“Do not be misled: ‘Bad company corrupts good character.’” (1 Corinthians 15:33)
Friends, in the age of social media, we often become obsessed with numbers—followers, likes, and friends across platforms. But have you ever felt lonely despite having many connections? The truth is, having many relationships doesn’t always bring happiness because quality is far more important than quantity in any relationship.
A quality relationship is one that is supportive, honest, and constructive. True friends are those who stand by you in times of difficulty, not just in moments of joy. Proverbs 18:24 reminds us, “One who has unreliable friends soon comes to ruin, but there is a friend who sticks closer than a brother.” This verse reminds us that meaningful relationships can have a significant impact on our lives.
So, how do we develop quality relationships? First, recognize who truly cares about you. Second, spend time with them, talk heart-to-heart, and pray together. Third, be a loyal and supportive friend—not just receiving, but also giving.
When we focus on the quality of our relationships, life becomes more meaningful. Many testimonies show that deep and loving relationships bring true joy. So instead of chasing after a large number of friends, let’s invest time in building relationships that are deeply rooted. This way, we can strengthen one another in the Lord!
WHAT TO DO:
1. Improve the quality of your relationships with others.
2. Spend time building meaningful connections with others.
BIBLE MARATHON:
▪ Exodus 17-20

Truth Youth 22 Januari 2025 - OBSESI YANG KELIRU
2025-01-22 18:13:35
”Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 15:33)
Teman-teman, di era media sosial, kita sering terobsesi dengan angka—jumlah followers, likes, dan teman di berbagai platform. Tapi pernah nggak sih, kita merasa sepi meski punya banyak koneksi? Kenyataannya, punya banyak hubungan nggak selalu bikin kita bahagia karena kualitas jauh lebih penting daripada kuantitas dalam sebuah hubungan.
Hubungan yang berkualitas adalah hubungan yang saling mendukung, jujur, dan membangun. Teman sejati adalah mereka yang ada di samping kita saat susah, bukan hanya saat senang. Firman Tuhan di Amsal 18:24 bilang, “Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa hubungan yang bermakna bisa memberikan dampak besar dalam hidup kita.
Lalu, gimana cara mengembangkan hubungan yang berkualitas? Pertama,bkenali siapa saja orang yang benar-benar peduli dengan kita. Kedua, luangkan waktu untuk mereka, berbicara dari hati ke hati, dan berdoa bersama. Ketiga, jadilah teman yang setia dan mendukung, bukan hanya menerima, tetapi juga memberi.
Ketika kita fokus pada kualitas hubungan, maka hidup kita akan terasa lebih bermakna. Testimoni dari banyak orang membuktikan bahwa hubungan yang dalam dan penuh kasih bisa membawa sukacita sejati. Jadi, daripada mengejar jumlah teman, yuk kita investasikan waktu untuk membangun hubungan yang berakar kuat. Dengan begitu, kita bisa saling menguatkan di dalam Tuhan!
WHAT TO DO:
1.Memperbaiki kualitas hubungan kita dengan sesama.
2.Memberikan waktu kita untuk membangun dengan sesama.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Keluaran 17-20

Renungan Pagi - 22 Januari 2024
2025-01-22 18:00:47
Dunia di mana kita hidup hari-hari ini adalah dunia yang memandang muka, yang memandang warna kulit, yang membeda-bedakan manusia, manusia cenderung dipandang menurut apa yang ia miliki, apa yang sederajat.
Sebagai orang percaya kita tidak boleh membeda-bedakan manusia hanya karena status sosial; janganlah hanya karena seseorang kaya lalu kita hormati, sedangkan orang yang miskin dipandang sebelah mata.
Mari kita menjadi orang percaya yang hidup dalam kasih, hidup damai dengan semua orang, hidup menerima orang lain apa adanya dan memiliki hati seorang hamba, yang terus melayani dan menjadi berkat bagi sesama.

Quote Of The Day - 22 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-22 17:59:10
Kesucian membuat hidup kita akan berubah.

Mutiara Suara Kebenaran - 22 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-22 17:57:22
Jika kita sudah memiliki tujuan untuk menjadi serupa dengan Tuhan Yesus, kita akan memiliki rasa cukup, karena tidak ada yang lebih baik dari menjadi anak kesukaan Bapa.

WHATEVER WE DO - 22 Januari 2025 (English Version)
2025-01-22 17:49:16
Our love for God must be whole and complete. Loving Jesus Christ is not enough with just the declaration, "I love You, Lord." God does not need mere sentences or words. God surely wants to delight in us. If we love God the Father, we must love Him through actions, through deeds that God desires, which become the manifestation and proof of our love for Him. And that means living the life of Jesus. Jesus said in John 6:55, "For My flesh is real food, and My blood is real drink." When Jesus said this, the response can be seen in John 6:66: "From this time, many of His disciples turned back and no longer followed Him." They found it to be a "hard teaching." These were disciples, not just casual followers—those who had been close to Jesus and diligently listened to His teachings.
For if a person loves Jesus, they will take on His life, so they can say as Paul wrote in Galatians 2:20, "I have been crucified with Christ and I no longer live, but Christ lives in me. The life I now live in the body, I live by faith in the Son of God, who loved me and gave Himself for me." Thus, if a person does not love Jesus, they are cursed. This means they reject God's work of salvation through Jesus Christ. They squander the priceless sacrifice Jesus made on the cross. Jesus’ sacrifice redeemed our sins; through this redemption, we are justified. By being justified, we receive the seal of the Holy Spirit. With the Holy Spirit's seal, we are led not only to be considered righteous or justified but to become truly righteous. So that the life of Jesus becomes our life.
Because since the beginning God created man so that man has the glory of God. The glory of God is the morality of the holiness of God, the nature of God, the character of God. Jesus is the first perfect man who is full of the Word, full of the Logos, fully imbued with God, embodying the nature of God—and He becomes our model, our prototype. Therefore, if we refuse to take on the life of Jesus, it means we do not accept salvation. How foolish and naive it is that many Christians think they are saved merely because they intellectually acknowledge Jesus as Lord and Savior. Ask yourself: Do you truly love God?
If someone says, “I love God,” but does not live accordingly, it is a lie. For if a person truly loves God, they will not waste the sacrifice of Jesus on the cross. They must “eat His flesh and drink His blood” to take on the qualities of Jesus, which are the very attributes of God. This is why Philippians 2:5-7 clearly states: “In your relationships with one another, have the same mindset as Christ Jesus.” The word "mindset" in the original text is phroneo (φρονέω), which encompasses attitude, heart posture, and the inner being. When someone wears this he pleases God, does not hurt the Father's heart. This is challenging, which is why we must love God with all our heart, soul, mind, and strength.
When we love God with all, all, all of ourselves, everything we do is aimed at pleasing Him. Therefore, we must not settle for being ordinary people; we are called to be perfect. Our model of perfection is Jesus. This is why we gather in church—to receive guidance intended to transform us. If transformation does not occur, the issue could lie with the church, the pastor, or ourselves. Transformation is not merely about becoming a good person but becoming an excellent individual who does not sin at all—who never hurts anyone. If we genuinely learn and allow the Holy Spirit to lead us, we can achieve this. Let us strive to love God the Father with all our heart, soul, and mind, and striving to wear the life of Jesus.
The book of James reminds us, “Or do you think Scripture says without reason that He jealously longs for the spirit He has caused to dwell in us?” This is not referring to the Holy Spirit but the human spirit given by God, which He desires to return to the Father—not to hell. If someone loves the world, they are cast away, separated from God. This stirs God’s jealousy - a reflection of His rightful claim over us. If a person does not love Jesus, they are cursed because they fail to become like Him. Let us strive to love God the Father with all our heart, soul, and mind, and striving to wear the life of Jesus.
WHEN WE LOVE GOD WITH ALL, ALL, ALL OF OURSELVES, EVERYTHING WE DO IS AIMED AT PLEASING HIM.

APA PUN KITA LAKUKAN - 22 Januari 2025
2025-01-22 17:46:46
Cinta kita harus bulat dan utuh bagi Tuhan. Tentu cinta kepada Yesus Kristus tidak cukup dengan pernyataan, “Aku cinta pada-Mu, Tuhan.” Tuhan tidak memerlukan kalimat atau kata-kata semata. Tuhan tentu mau menikmati kita. *Maka kalau kita mengasihi Allah Bapa, kita mengasihi dengan perbuatan, dengan tindakan yang Allah Bapa kehendaki yang menjadi wujud, bukti cinta kita kepada Allah. Dan itu adalah memiliki kehidupan Yesus. Tuhan Yesus berkata di Yohanes 6:55, “Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman.” Dan ketika Yesus mengatakan hal itu, responsnya dapat kita baca dalam Yohanes 6:66, “Mulai dari waktu itu, banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia.” Sebab mereka menilainya, “Perkataan ini keras.” Ini level murid-murid, bukan kelas penggembira saja. Pasti orang-orang yang dekat dengan Tuhan Yesus, yang selama itu rajin mendengarkan ajaran Tuhan Yesus.
Sebab kalau orang mencintai Tuhan Yesus, maka ia akan mengenakan hidup-Nya, sehingga bisa berkata seperti yang dikatakan dalam Galatia 2:20, “Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” Jadi kalau orang tidak mengasihi Tuhan Yesus, terkutuk. Berarti memang dia menolak karya keselamatan Allah dalam Yesus Kristus. Dia menyia-nyiakan kurban yang begitu berharga yang Yesus lakukan di kayu salib. Pengurbanan Yesus menebus dosa kita; dengan penebusan dosa tersebut, kita dibenarkan. Dengan dibenarkan, kita menerima meterai Roh Kudus. Dengan meterai Roh Kudus, kita dipimpin supaya bukan hanya dianggap benar atau dibenarkan, melainkan supaya kita benar-benar benar. Supaya kehidupan Yesus menjadi hidup kita.
Karena memang sejak semula Allah menciptakan manusia agar manusia memiliki kemuliaan Allah. Kemuliaan Allah adalah moralitas kesucian Allah, sifat Allah, karakter Allah. Dan Yesuslah manusia sempurna pertama yang penuh firman, yang penuh logos, yang sama dengan dipenuhi oleh Allah, mengenakan sifat-sifat Allah, dan itu menjadi model kita, prototipe kita. Jadi kalau kita tidak mau mengenakan hidup Yesus, berarti kita tidak menerima keselamatan itu. Dan betapa bodoh dan naif, banyak orang Kristen yang merasa sudah selamat karena secara akal mengakui Yesus Tuhan dan Juru Selamat. Coba persoalkan, apakah dia mengasihi Tuhan?
Kalau berkata, “Aku mengasihi Tuhan,” bohong. Sebab kalau seseorang mengasihi Tuhan, maka ia pasti tidak menyia-nyiakan kurban Yesus di kayu salib. Ia harus “makan daging-Nya dan minum darah-Nya” supaya memiliki sifat-sifat seperti yang dimiliki Yesus, yang merupakan sifat-sifat Allah. Itulah sebabnya di Filipi 2:5-7 jelas firman Tuhan katakan, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Kata “pikiran” dan “perasaan” itu dalam teks aslinya hanya satu kata, phroneo (φρονέω); sikap, sikap hati, sikap batin, manusia batiniah. Dan jika seseorang mengenakan ini, ia menyenangkan Tuhan, tidak melukai hati Bapa. Ini sulit, makanya harus mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan.
Kalau dengan segenap, segenap, segenap kita mengasihi Tuhan, maka apa pun kita lakukan untuk menyenangkan Dia. Jadi, kita tidak boleh menjadi manusia biasa-biasa, kita harus sempurna. Dan model kesempurnaan kita itu ada pada Yesus. Itulah sebabnya kita ke gereja berkumpul untuk mendapatkan briefing yang tujuannya adalah untuk mengubah kita. Jadi kalau kita tidak berubah, yang salah bisa gerejanya, pendetanya, juga bisa kita sendiri. Dan perubahan itu bukan hanya sekadar menjadi manusia baik-baik, melainkan menjadi manusia unggul yang tidak berbuat dosa sama sekali; yang tidak melukai siapa pun sama sekali. Kalau kita sungguh-sungguh belajar, Roh Kudus memimpin sehingga kita akan bisa mencapainya.
Maka dalam Yakobus dikatakan, “Bukan tanpa alasan kalau kitab suci mengatakan: roh yang ditempatkan dalam diri kita, diingini dengan cemburu.” Ini bukan Roh Kudus, maksudnya adalah roh manusia yang dari Allah, yang Allah mau kembali ke Bapa, bukan ke neraka. Kalau orang mencintai dunia, maka terbuang, terpisah dari Allah. Hal ini membuat Allah cemburu. Cemburu itu bicara soal perasaan, keberhakan. Maka kalau orang tidak mengasihi Yesus, terkutuk. Karena gagal menjadi serupa dengan Yesus. Mari, kita berjuang untuk dapat mengasihi Allah Bapa dengan segenap hati, jiwa, akal budi, berjuang mengenakan hidup-Nya Yesus.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU DENGAN SEGENAP, SEGENAP, SEGENAP, KITA MENGASIHI TUHAN, MAKA APA PUN KITA LAKUKAN UNTUK MENYENANGKAN DIA.

Truth Kids 21 Januari 2025 - NOTHING IS IMPOSSIBLE
2025-01-21 18:34:39
Lukas 1:37
”Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”
Hari itu, Rani dan Dito sedang mengikuti lomba lari di sekolah. Banyak peserta yang ikut, dan Rani merasa sedikit khawatir karena lawan-lawannya terlihat lebih cepat. Namun, dia tidak mau menyerah begitu saja. Dito, yang sudah selesai lebih dulu, memberi semangat, "Rani, jangan takut! Kamu bisa melakukannya!" Dengan semangat baru, Rani mulai berlari lebih cepat. Meski terasa lelah, dia terus berusaha dan akhirnya berhasil mencapai garis finish di posisi pertama.
Sobat Kids, dalam hidup ini, kita sering dihadapkan pada tantangan besar yang membuat kita merasa takut atau ragu. Tapi ingatlah, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Seperti yang tertulis dalam Alkitab, "Bersama Tuhan, kita bisa melakukan segala hal." Meskipun kita merasa kecil atau tidak mampu, jika kita percaya dan mengandalkan Tuhan, Dia akan memberikan kekuatan yang kita perlukan. Jadi, jangan takut menghadapi tantangan besar, karena dengan Tuhan, segala sesuatu menjadi mungkin! Tuhan sanggup melakukan yang mustahil!

Truth Junior 21 Januari 2025 - TIDAK MUSTAHIL LAGI
2025-01-21 18:32:44
Lukas 1:37
”Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”
Seorang anak muda bernama Daud sedang menjaga domba-dombanya. Ia tidak memiliki senjata yang hebat, hanya sebuah pengumban dan beberapa batu kecil. Tapi ketika ia menghadapi Goliat, seorang raksasa yang menakutkan seluruh pasukan Israel, Daud tidak gentar. Ia tidak mengandalkan kekuatannya sendiri. Ia tahu bahwa Tuhan yang menyertainya lebih besar daripada raksasa yang berdiri di depannya. Dengan keberanian dan iman, Daud melemparkan sebuah batu, dan raksasa itu pun jatuh.
Sobat Junior, seperti Daud, kita juga bisa menghadapi tantangan besar dalam hidup. Kadang, tantangan itu bisa terlihat seperti “raksasa” yang sulit diatasi. Mungkin ujian di sekolah, tugas yang berat, atau situasi yang menakutkan. Tapi ingat, Tuhan menyertai kita setiap langkah.
Apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasi rasa takut? Pertama, berdoa. Sampaikan semua kekhawatiranmu kepada Tuhan. Minta Dia memberikan keberanian dan hikmat. Selanjutnya, mulailah dengan langkah keberanian kecil. Misalnya, jika takut presentasi di depan kelas, cobalah latihan di depan teman dekat atau keluarga agar kita bisa melatih dan mengatasi ketakutan kita. Tetap percaya dan ingatlah bahwa Tuhan lebih besar dari masalah apa pun yang kamu hadapi. Pastinya, tidak lupa untuk bersyukur, bahkan jika hasilnya tidak langsung terlihat. Bersyukurlah karena Tuhan pasti punya rencana yang indah.
Bersama Tuhan, kita bisa melakukan hal-hal besar. Sobat Junior, ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Jadi, jangan takut menghadapi raksasa dalam hidupmu. Beranilah seperti Daud dan lihat bagaimana Tuhan bekerja melalui imanmu!

Truth Youth 21 Januari 2025 (English Version) - TRUE SELF CONFIDENCE
2025-01-21 18:28:14
“For we are God’s handiwork, created in Christ Jesus to do good works, which God prepared in advance for us to do.” (Ephesians 2:10)
Self-confidence is the belief in one's ability to do something very well. Having self-confidence is a good thing, but as Christians, the self-confidence we possess must be based on our identity in Christ. The confidence we have is not because we feel great, smart, or capable, but because we understand that we are children of God. As God's children, our confidence leads us to recognize that everything we can do is because of Him. Without Him, we wouldn't be able to accomplish anything.
Many people who have high self-confidence can fall into arrogance. They believe they can do everything on their own and feel they don't need anyone. This type of self-confidence is unhealthy and excessive. Excessive self-confidence is pride, and God opposes the proud.
In our spiritual lives, we need a healthy self-confidence. We must be confident in ourselves, knowing that we can live as God desires, even though the world today is very wicked. There are many things that can draw us away from God, but we must trust ourselves that with the help of the Holy Spirit, we can be the Father's beloved children.
How do we build true self-confidence as a new creation? First, this cannot be separated from the help of the Holy Spirit, as we need to know what God wants. Ask for the Holy Spirit’s guidance through prayer. When we follow the Holy Spirit's guidance in our daily lives, everything we do will align with the mind and heart of the Father, and true self-confidence will be built in us. Second, learn from mistakes. As a new creation, there are many things we thought were not wrong but turned out to be, according to God's standards. We need to continually learn so that we don’t repeat our mistakes. The more we reduce our mistakes, the stronger our true self-confidence becomes.
Self-confidence is also essential in serving God. Many people avoid serving because they feel insecure, unworthy, or incapable of contributing. Confidence in serving God does not come from our own abilities or greatness but from our devotion to God. We have confidence because God wants us to participate in service, and we must prepare ourselves to serve Him through holy living. A holy life gives us the confidence to serve God.
WHAT TO DO:
1. Build self-confidence based on God’s truth, not on your own greatness or abilities.
2. Live a holy life, for holiness gives us the confidence to stand worthy before the Father.
3. Strive to improve yourself every day.
BIBLE MARATHON:
▪ Exodus 14-16

Truth Youth 21 Januari 2025 - TRUE SELF CONFIDENCE (KEPERCAYAAN DIRI YANG BENAR)
2025-01-21 18:25:30
”Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Efesus 2:10)
Kepercayaan diri itu merupakan keyakinan akan kemampuan dirinya sendiri dalam melakukan sesuatu dengan sangat baik. Memiliki rasa percaya diri adalah hal yang baik, namun sebagai orang Kristen kepercayaan diri yang kita miliki haruslah berdasarkan identitas di dalam Kristus. Rasa percaya diri yang kita miliki bukanlah berdasarkan karena kita merasa hebat, pintar dan mampu, namun rasa percaya diri itu kita bangun karena kita sadar bahwa kita adalah anak Allah. Sebagai anak Allah, kepercayaan diri kita hanya akan mengarah bahwa setiap hal yang bisa kita lakukan semua hanya karena Tuhan saja. Jikalau bukan karena Tuhan maka kita tidak mampu melakukan hal tersebut.
Banyak orang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi justru menjadi kesombongan. Merasa semua hal bisa dilakukan dengan kemampuannya sendiri dan merasa tidak memerlukan siapa pun dan ini merupakan kepercayaan diri yang tidak sehat (berlebihan). Kepercayaan diri yang berlebihan merupakan kesombongan. Tentu Allah sangat menentang orang-orang yang sombong.
Di dalam kehidupan spiritual kita diperlukan kepercayaan diri yang sehat. Kita perlu yakin dengan diri kita sendiri bahwa kita bisa hidup seperti yang Tuhan inginkan walau keadaan dunia saat ini sangat jahat. Banyak hal yang bisa membuat kita jauh dari Tuhan, namun kita harus yakin dengan diri kita bahwa kita bisa menjadi anak kesukaan Bapa dengan pertolongan Roh Kudus.
Bagaimana kita membangun kepercayaan diri sebagai ciptaan yang baru? Pertama, tentu hal ini tidak terlepas dari pertolongan Roh Kudus, agar kita tahu apa yang Tuhan inginkan mintalah tuntunan Roh Kudus lewat doa. Ketika kita mengikuti tuntunan Roh Kudus dalam menjalani hari-hari kita, sehingga setiap yang kita jalani selalu sesuai dengan pikiran dan perasaan Bapa maka rasa percaya diri yang benar akan terbangun di dalam hidup kita. Kedua, belajar dari kesalahan. Sebagai ciptaan yang baru tentu banyak hal yang selama ini kita anggap tidak salah tenyata meleset di hadapan Tuhan. Kita perlu belajar terus-menerus agar kesalahan yang kita lakukan tidak kita ulangi lagi. Semakin kita mengurangi kesalahan/kemelesetan kita maka rasa percaya diri yang benar akan semakin kuat di dalam diri kita.
Kepercayaan diri juga sangat diperlukan dalam melayani Tuhan. Mungkin, kita banyak bertemu dengan orang-orang yang memilih tidak mengambil bagian dalam pelayanan karena merasa tidak percaya diri, minder, tidak percaya dengan kemampuan yang dimiliki, merasa tidak layak untuk melayani dan lain sebagainya. Kepercayaan diri dalam melayani Tuhan bukan didasarkan karena kita mampu dan hebat melainkan karena itu adalah bentuk pengabdian kita kepada Tuhan. Kita percaya diri karena memang Tuhan mau kita mengambil bagian dalam pelayanan tersebut, sehingga kita harus memantaskan diri kita untuk melayani Tuhan lewat kekudusan hidup. Dengan hidup kudus, maka kita akan memiliki kepercayaan diri yang benar untuk melayani Tuhan.
WHAT TO DO:
1.Membangun kepercayaan diri berdasarkan kebenaran Tuhan bukan karena kehebatan/ kemampuan diri sendiri
2.Memiliki kekudusan hidup. Karena hidup yang kudus akan membuat kita memiliki rasa percaya diri bahwa kita layak di hadapan Bapa
3.Berjuang untuk memperbaiki diri setiap hari
BIBLE MARATHON:
▪︎ Keluaran 14-16

Renungan Pagi - 21 Januari 2025
2025-01-21 17:42:14
Talenta itu bukan bukti bahwa kita hebat, tetapi talenta adalah bukti bahwa dipercaya oleh Tuhan, jadi kalau dipercaya Tuhan, maka kita tidak boleh main-main dan tidak menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan oleh Tuhan.
Kita tidak boleh mengecewakan Tuhan, harus menjadi berkat dimanapun, harus bersyukur karena dipercaya oleh Tuhan, karenanya jangan sampai, ketika Tuhan melihat kita, wajah-Nya berpaling, karena Tuhan menjumpai kita sebagai orang yang tidak bisa dipercaya.

Quote Of The Day - 21 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-21 17:41:20
Ketika kita serius berurusan dengan Allah, Allah akan serius berurusan dengan kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 21 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-21 17:39:59
Kita harus berani menerima firman Tuhan apa adanya dan menegakkan firman itu di dalam hidup kita; tanpa mengurangi.

ANATHEMA - 21 Januari 2025 (English Version)
2025-01-21 12:50:29
1 Corinthians 16:22
“If anyone does not love the Lord, let him be accursed. Maranatha!”
This verse is brief yet terrifying because it contains a curse. The cursed person is the one who does not love the Lord. To be accursed essentially means to be condemned, which in this context refers to being separated from the presence of God. Therefore, this verse is not directed at non-Christians; it is specifically addressed to Christians. The word "accursed" in Greek is anathema (ἀνάθεμα), translated in some versions into English as "let him be accursed." Ironically, we see that not many people truly love the Lord Jesus. The personal question for us is: do we love the Lord Jesus Christ? How deep is our love for the Lord Jesus Christ? And if we honestly examine our love for the Lord Jesus, it is not necessarily the kind of love that is proportional to what He desires.
However, the Word of God states this clearly. We must dare to accept God’s Word as it is and uphold it in our lives without diminishing it. If the Word of God says, “Be holy, for I am holy,” then we must have holiness like the Father. We should say "amen" to this and not argue (1 Peter 1:16). If the Word of God is spoken by Jesus Himself in Matthew 5:48, “You must be perfect, as your Father is perfect,” we should not tamper with this verse merely to justify our unwillingness to strive for perfection with various excuses and arguments that perfection is impossible on this earth. In fact, this verse clearly does not refer to life beyond the grave but to our current earthly lives.
In its context, if we look at the preceding verses, this teaching from Jesus is part of the Sermon on the Mount, known as the Golden Rule. For example: “What good is it if you do good only to those who do good to you? Love your enemies. If someone strikes you on the right cheek, offer him the other also.” These are all dynamics of life that take place on this earth. “You must be like the Father in heaven, who causes the sun to rise on the good and the evil, the righteous and the unrighteous. Therefore, be perfect, as your Father in heaven is perfect.” It is impossible for this verse to refer to life in the afterlife. It must apply to the dynamics of our earthly life.
As we journey through life, we begin to realize how tragic and brief life truly is. There is nothing on this earth that can bring us lasting happiness. While we continue to walk with God and enjoy His presence, we deeply reflect on how terrifying separation from God is but also how beautiful it is to be in eternal fellowship with Him. With this understanding, we approach verses like this one, ready to embrace them without resistance. We say "amen" without suspicion. This includes the verse: “If anyone does not love the Lord Jesus, let him be accursed.” We must accept this without objection, which means we must love the Lord Jesus. In Matthew 22:37-40, we find two commandments: the first is, “Love the Lord your God with all your heart, soul, mind, and strength.” The next is described as, “A commandment like it.” Notice the phrase, “like it,” even though the words are not the same.
“Like it” means that we are equally required to fulfill it. And by fulfilling it, we demonstrate our love for God. For the elect who know God, they must love Him with all their being. But what about those who do not know God? They are called to love their neighbor. That’s why in Matthew 25, we see people approved by the King—the King of Eternity, who undoubtedly refers to the Lord Jesus. He says, “When I was hungry, you gave me food. When I was thirsty, you gave me drink. When I was naked, you clothed me.” Then those people ask, “When did we see You hungry, thirsty, or naked?” The Lord responds, “What you did for the least of your brothers or those in need—the oppressed—you did for Me.” Therefore, do not be surprised that in eternity, there will be people who are not among the elect like us, who never heard the Gospel, or perhaps heard it incorrectly and are not part of the elect, but were approved because of their good deeds.
As Romans 2:12-16 states, there is a law written on their hearts, and a person is justified by doing what that law requires. However, their justification is not the same as ours. They may become members of the society in the new heavens and new earth. This includes the faithful Old Testament saints who kept the law rightly. When they failed, the blood of the lamb served as a solution. This also includes the 7,000 people who did not bow to Baal during King Ahab’s reign when Elijah lived-their faithfulness was not in vain. Many other biblical figures and faithful people will be worthy members of that society.
THE CURSED PERSON IS THE ONE WHO DOES NOT LOVE THE LORD.

ANATHEMA - 21 Januari 2025
2025-01-21 12:48:03
1 Korintus 16:22
“Siapa yang tidak mengasihi Tuhan, terkutuklah ia. Maranata!”
Ayat ini singkat namun mengerikan, sebab ada kutukan di situ. Dan orang yang terkutuk adalah orang yang tidak mengasihi Tuhan. Terkutuk sebenarnya artinya terhukum yang dalam konteks ini adalah terpisah dari hadirat Allah. Jadi ayat ini memang tidak ditujukan untuk orang non-Kristen; ini hanya ditujukan untuk orang Kristen. Terkutuk dalam Bahasa Yunaninya adalah anathema (ἀνάθεμα), kalau dalam terjemahan lain digunakan bahasa Inggris: let him be accursed. Ironi, kita melihat tidak banyak orang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Yesus. Pertanyaan untuk kita pribadi, apakah kita mengasihi Tuhan Yesus Kristus? Seberapa dalam kasih kita kepada Tuhan Yesus Kristus? Dan kalau kita jujur meneliti kasih kita kepada Tuhan Yesus, belum tentu kasih kita kepada Tuhan Yesus adalah kasih yang proporsional seperti yang Dia kehendaki.
Tetapi firman Tuhan mengatakan demikian. Kita harus berani menerima firman Tuhan apa adanya dan menegakkan firman itu di dalam hidup kita; tanpa mengurangi. Kalau firman Tuhan mengatakan, “Kuduslah kamu sebab Aku kudus,” berarti harus memiliki kekudusan seperti Bapa, kita amin saja, jangan membantah (1 Ptr. 1:16). Kalau firman Tuhan diucapkan oleh Yesus sendiri di Matius 5:48, “Kamu harus sempurna seperti Bapa,” jangan kita utak-atik ayat ini hanya demi membela ketidaksediaan kita menjadi sempurna, dengan berbagai dalih dan alasan bahwa tidak mungkin bisa sempurna di bumi ini. Padahal, ayat ini jelas tidak menunjuk kehidupan di belakang atau di balik kubur kita; namun di bumi sekarang ini.
Konteksnya, kalau kita lihat ayat-ayat sebelumnya, itu adalah ajaran Tuhan Yesus kepada orang-orang yang mengikut Dia dalam ‘Khotbah di Bukit’ yang dikenal sebagai golden rule; hukum emas. Seperti, “Apa artinya engkau berbuat baik kepada orang yang juga berbuat baik kepadamu, kasihi musuhmu, jika kamu ditampar pipi kananmu, berikan pipi kirimu.” Itu semua dinamika hidup yang berlangsung di bumi ini. “Kamu harus seperti Bapa di surga yang memberi matahari kepada orang yang baik dan orang yang jahat; orang yang benar, orang yang tidak benar, lalu hendaknya kamu sempurna seperti Bapa.” Tidak mungkin ayat ini ditujukan untuk hidup kita dalam dinamika hidup di balik kubur. Pasti dinamika hidup kita sementara kita di bumi.
Melalui perjalanan hidup, kita mulai menyadari betapa tragisnya hidup ini dan singkat. Tidak ada yang dapat kita harapkan di bumi ini yang dapat membahagiakan kita. Sementara kita terus bergaul dengan Tuhan dan menikmati kehadiran-Nya, menghayati betapa mengerikannya keterpisahan dari Allah, tapi juga bisa menghayati betapa indahnya kebersamaan dengan Allah di kekekalan, maka ayat-ayat seperti ini kita mau telan tanpa membantah. Kita mengatakan “amin” tanpa kecurigaan. Termasuk juga firman ini: “Jika seseorang tidak mencintai Tuhan Yesus, terkutuklah dia.” Kita harus terima tanpa membantah, artinya kita harus mengasihi Tuhan Yesus. Maka di dalam Injil Matius 22:37-40, itu ada dua hukum, yang pertama, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan.” Dan kalimat berikutnya, “Hukum yang sama dengan itu.” Perhatikan, “yang sama dengan itu,” padahal tidak sama kalimatnya.
Sama, maksudnya kita harus memenuhinya juga. Dan jika kita memenuhi, berarti kita mengasihi Tuhan, itu maksudnya. Bagi umat pilihan yang mengenal Allah, harus mengasihi Allah dengan segenap. Tetapi bagaimana dengan mereka yang tidak mengenal Allah? Mereka harus mengasihi sesama. Itulah sebabnya di dalam Matius 25, ada orang-orang yang diperkenan oleh Sang Raja; Raja Kekekalan, dan itu pasti menunjuk Tuhan Yesus. “Ketika Aku lapar, engkau berikan Aku makan. Ketika Aku haus, engkau berikan Aku minum. Ketika Aku bertelanjang, engkau berikan Aku pakaian.” Lalu orang-orang itu berkata, “Kapan kami melihat Tuhan lapar, haus, bertelanjang?” Tuhan berkata, “Apa yang kau lakukan untuk saudaramu yang paling hina atau saudaramu yang membutuhkan pertolongan, yang tertindas, itu perbuatanmu kepada-Ku.” Jadi jangan heran, nanti di kekekalan ada orang-orang yang bukan umat pilihan seperti kita yang tidak pernah mendengar Injil, atau mungkin salah mendengar Injil dan memang bukan umat pilihan, karena mereka berbuat baik.
Sebab seperti yang dikatakan dalam Roma 2:12-16, ada Taurat yang tertulis di hati, dan seseorang dibenarkan oleh perbuatan melakukan hukum itu. Tapi pembenarannya tidak sama dengan kita. Mereka bisa masuk menjadi anggota masyarakat di langit baru bumi baru. Termasuk umat Perjanjian Lama yang setia, yang melakukan Taurat dengan benar. Gagal, ada darah domba solusinya. Termasuk 7.000 orang yang tidak ikut menyembah Baal pada zaman raja Ahab ketika Elia hidup, tentu kesetiaan mereka tidak sia-sia. Dan banyak lagi tokoh Alkitab dan umat yang layak menjadi anggota masyarakat, nanti.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG TERKUTUK ADALAH ORANG YANG TIDAK MENGASIHI TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 21 Januari 2025
2025-01-21 12:39:25
Kejadian 27-29

Truth Kids 18 Januari 2025 - CONSCIENCE
2025-01-18 21:50:06
Yohanes 10:27
”Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku,”
Saat kita mendengar suara hati kita, apakah itu suara Tuhan? Sebagai anak-anak yang sudah diajarkan tentang Tuhan, kita harus belajar untuk membedakan suara-Nya dari suara-suara lainnya. Tuhan berbicara kepada kita lewat firman-Nya yang ada di Alkitab dan juga lewat suara hati kita yang penuh damai. Dalam setiap keputusan, kita bisa bertanya pada Tuhan, "Apa yang Engkau mau, Tuhan?"
Sobat Kids, sering kali kita mendengar banyak suara yang membingungkan. Ada suara teman yang memengaruhi, ada suara keinginan kita sendiri yang bisa salah, dan bahkan ada suara yang mengajak kita melakukan hal yang tidak baik. Di saat seperti itu, kita harus tetap setia mendengarkan suara Tuhan yang selalu mengarahkan kita pada jalan yang benar.
Untuk mendengarkan Tuhan dengan lebih jelas, kita perlu membaca firman-Nya setiap hari dan berdoa. Semakin kita dekat dengan Tuhan, semakin kita bisa mengenali suara-Nya. Yuk, mari kita latih diri untuk lebih peka terhadap firman Tuhan dan suara hati yang diarahkan oleh-Nya. Tuhan ingin kita hidup dalam kebenaran dan kedamaian-Nya!

Truth Junior 18 Januari 2025 - DENGAR-DENGARAN SUARA TUHAN
2025-01-18 21:48:37
Yohanes 10:27
”Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku,”
Hai, Sobat Junior! Pernahkah kamu bingung harus memilih atau memutuskan sesuatu, seperti saat ingin tahu siapa teman yang baik, atau apa yang harus dilakukan? Ayat kita hari ini mengajarkan kita bahwa Tuhan adalah penuntun hidup kita yang paling andal. Dia berbicara melalui firman-Nya dan juga melalui hati kita, makanya kita juga harus belajar mendengarkan-Nya.
Mari kita lihat kisah Samuel kecil di Alkitab. Saat Samuel masih kecil, ia tinggal di rumah Tuhan, dan suatu malam mendengar suara memanggil namanya. Awalnya, Samuel mengira itu suara imam Eli, tapi ternyata itu suara Tuhan! Samuel mendengarkan dengan hati yang tenang dan berkata, “Berbicaralah, Tuhan, hamba-Mu mendengar.” Karena Samuel mau mendengar dan menaati suara Tuhan, Tuhan memakai dia menjadi nabi besar bagi umat Israel.
Sobat Junior, sama seperti Samuel, kita bisa belajar mendengar suara Tuhan dengan membaca Alkitab, berdoa, dan merenungkan firman-Nya. Saat kita menghadapi masalah atau perlu membuat keputusan, tanyakan kepada Tuhan: “Tuhan, apa yang harus aku lakukan?” Tuhan akan berbicara melalui firman yang kita baca, rasa damai di hati, atau nasihat dari orang yang bijaksana.
Mari kita percaya Tuhan sebagai penuntun hidup kita! Mulai hari ini, luangkan waktu untuk mendengarkan suara Tuhan. Ketika kita taat kepada-Nya, Dia akan membawa kita ke jalan yang terbaik. Yuk, Sobat Junior, jadilah seperti Samuel, yang selalu siap mendengar dan mengikuti suara Tuhan!

Truth Youth 18 Januari 2025 (English Version) - FACE YOUR FEAR
2025-01-18 21:44:15
“For God gave us a spirit not of fear, but of power and love and self-control.” (2 Timothy 1:7)
Have you ever experienced trauma in your life? Whether it’s a small or big trauma, it can cause fear or reluctance to do the same thing that caused the trauma. One way to overcome trauma is by gradually gaining the courage to face it. For example, if you have a fear of flying because of a severe turbulence experience, but at some point in life, you might need to fly again—like if you’re assigned to go to a place like the Netherlands. You can’t avoid flying forever; you will have to face that fear again.
Why do we need courage to face fear and crises? Because in 2 Timothy 1:7, it’s said that God Himself gives us a spirit that stirs up power, love, and self-discipline. If we recall the story of David, who was threatened by Saul with death, he experienced great fear and even planned to flee. He was worried and almost desperate. But even in such a situation, he remembered that God was always with him. This gave him the strength to courageously face his difficult situation. This is similar to Jesus, who also experienced great fear while praying in the Garden of Gethsemane. There, we see the vulnerability of humanity when faced with terrifying circumstances. Yet, in that moment, He found the strength to face the coming day, even knowing He would die on the cross. Jesus faced His fear because He knew God was with Him, and everything was for the salvation of humanity.
WHAT TO DO:
Don’t let fear overwhelm us for too long. Remember, we have been given a spirit of resurrection and courage, so we can step forward and face our fears in life.
BIBLE MARATHON:
▪ Exodus 5-7

Truth Youth 18 Januari 2025 - FACE YOUR FEAR
2025-01-18 21:41:53
”Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. ” (2 Timotius 1:7)
Kita pernah gak mengalami trauma dalam hidup kita? Entah itu trauma kecil atau trauma besar, tapi membuat kita ketakutan atau enggan untuk melakukan hal sama yang membuat kita trauma. Salah satu cara mengatasi trauma adalah dengan pelan-pelan memberanikan diri untuk melawan trauma tersebut. Misalkan kita trauma naik pesawat terbang karena pernah mengalami turbulensi cukup hebat, tapi selama kita hidup, suatu saat nanti pasti kita akan membutuhkan naik pesawat lagi, kita gak bisa pungkiri, masa kita gak mau naik pesawat lagi seumur hidup, bayangkan saja misal kita ditugaskan ke Belanda misalnya, kita gak ada pilihan selain kita akan menaiki pesawat lagi.
Mengapa kita perlu keberanian untuk melawan ketakutan dan krisis? Karena dalam 2 Timotius 1:7 sudah dikatakan bahwa Allah sendiri yang memberikan kita roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Kalau kita ingat kisah Daud yang diancam oleh Saul akan dibunuh, ia mengalami ketakutan yang begitu hebat, hingga merencanakan untuk melarikan diri, ia khawatir dan hampir putus asa. Namun di tengah situasi seperti itu pun, ia tetap ingat bahwa Tuhan selalu menyertainya. Hal inilah yang membangkitkan semangatnya kembali untuk berani menghadapi situasi hidupnya yang sulit. Sama dengan Tuhan Yesus sendiri yang mengalami ketakutan besar saat Ia berdoa di Taman Getsemani, di mana kita bisa melihat _vulnerability_ manusia pada umumnya saat mengalami situasi yang begitu menakutkan, tapi di situlah Ia mendapatkan kekuatan untuk tetap menghadapi hari esok meskipun Ia harus mati di kayu salib. Tuhan Yesus tetap menghadapi ketakutan-Nya, karena Ia tahu bahwa Allah tetap menyertai-Nya dan semuanya ini demi keselamatan manusia.
WHAT TO DO:
Jangan biarkan rasa takut menyelimuti kita sampai berlarut-larut, kita harus ingat bahwa kita dianugerahi roh kebangkitan dan keberanian, sehingga kita pasti bisa melangkah melawan ketakutan dalam hidup kita.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Keluaran 5-7

Renungan Pagi - 18 Januari 2025
2025-01-18 20:04:13
Kita harus memiliki motivasi yang tulus dalam bersaksi, tujuan bersaksi adalah jangan sampai untuk menyatakan kehebatan kita apalagi untuk menghakimi orang lain.
Daud berkata dengan apa dapat kubalas segala kebaikan-Mu, berarti kalau bersaksi, itu bukan karena kita hebat dan bukan karena baik.
Tetapi karena kita menyadari kebaikan Tuhan dan ingin menyaksikannya bagi banyak orang, supaya orang lain diberkati dan menyadari akan anugerah Tuhan.

Quote Of The Day - 18 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-18 19:50:58
Masing-masing kita punya tempat khusus untuk mengerjakan pekerjaan khusus yang Allah percayakan kepada kita masing-masing.

Mutiara Suara Kebenaran - 18 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-18 19:48:42
Yang membuat kita tidak sungguh-sungguh berurusan dengan Allah untuk memenuhi maksud keselamatan yang Allah berikan adalah karena kita banyak kesibukan yang tidak mengarah kepada pertumbuhan menuju kesempurnaan seperti Bapa.

MENTAL BLOCKS - 18 Januari 2025 (English Version)
2025-01-18 19:44:46
The reality we face is that many people have mental blocks, believing they are incapable of living according to God’s will, unable to live in holiness and purity, or thinking it is impossible to live blamelessly before Him. These feelings arise because they observe the lives of those around them, where few live righteously, and recall their own pasts filled with failure to live in holiness and purity. Perhaps they have not committed acts that violate general moral standards, but they have not lived in the perfect righteousness that the Father desires.
On the other hand, we believe that God would never give us commands we cannot obey. He is all-wise, all-glorious, all-holy, and all-majestic. God is not deceitful; He does not trick us. If God gives us a command, He knows we can fulfill it because He equips us with the Holy Spirit. When Scripture says, "In your relationships with one another, have the same mindset as Christ Jesus" (Phil. 2:5), it means we are to become like Jesus. Similarly, Romans 8:28-29 reminds us that we are predestined to be conformed to the image of Jesus, making Him the firstborn among many. This is something we can fulfill, experience, and live out.
Come on, let's not have a mental block, don't let ourselves be fooled by the voice of the old man who is ridden by the power of darkness. We can achieve this because it is God who commands it. If God says, "Be holy, because I am holy" (1 Peter 1:16), He will surely enable us to do His will. If Jesus says, "Be perfect, therefore, as your heavenly Father is perfect" (Matt. 5:48), we can certainly accomplish it. This is our comfort, joy, and happiness—knowing we are chosen people, equipped by the Father with the Holy Spirit. As the Scripture declares, "The Holy Spirit will guide you into all truth" (John 16:13). We are not alone, and God’s Spirit empowers us to live the life He calls us to live. Let this be our assurance and encouragement to overcome all doubts and embrace His divine calling fully.
We may be perceived as arrogant or excessive, but we don’t care about what others think—we care about God’s heart. We understand that becoming God’s holy people is incredibly difficult and challenging. Yet, therein lies the beauty of life: living in holiness as God desires. What gives our lives meaning and value is becoming the kind of person God wants us to be. God deeply cares for us, proven by giving His Only Begotten Son, Jesus Christ, who redeemed our sins on the cross. He desires that we, as His children redeemed by Jesus’ blood, become like Christ. This is an absolute requirement, something we must fulfill.
However, the reason we often fail to engage seriously with God and His purpose for salvation is our distractions—too many activities that do not lead to growth toward perfection like the Father. We have various focuses: work, studies, family duties—but all of these must ultimately glorify God. Admittedly, observing the lives of those around us can weaken our resolve. We may think, "Who can I look up to? Who can be my role model when almost everyone’s life is broken?" We see lives that stumble repeatedly, failing to achieve perfection, always falling short.
But do not let these circumstances—others’ failures or even our own—create mental blocks that lead us to doubt God, suspecting Him of deceit, cruelty, or giving impossible commands. Let us strengthen our hearts because through this commitment, we glorify God the Father. If we truly want to honor Jesus, it is not enough to hold lofty and noble thoughts about Him in our minds or to develop concepts of exalting Jesus mentally. That is a deception planted by the devil, a successful lie imbedded in the minds of many Christians and theologians.
If we truly honor God, then we wear His life in our lives. We want to bring Jesus to life in our lives. It means living in holiness and purity, truly living without blemish and without fault. We make Jesus our Lord, not in reason and thought, but as Lord in life. In that way, we truly appreciate and honor Him. And nothing is impossible! Come on, Let us ignite and keep the fire of our resolve burning 24 hours a day before the Lord, and we make a holiness movement. This is very difficult for us, but set our hearts to live holy, then the Holy Spirit helps us.
LET'S NOT HAVE A MENTAL BLOCK, DON'T LET OURSELVES BE FOOLED BY THE VOICE OF THE OLD MAN WHO IS RIDDEN BY THE POWER OF DARKNESS.

MENTAL BLOK - 18 Januari 2025
2025-01-18 19:41:04
Kenyataan yang kita dapati, banyak orang memiliki mental blok, merasa tidak sanggup hidup melakukan kehendak Allah, tidak akan mampu hidup dalam kekudusan dan kesucian, merasa tidak mungkin bisa hidup tak bercacat, tak bercela di hadapan Allah, disebabkan mereka melihat kehidupan manusia di sekitarnya yang hampir semua tidak hidup benar, dan juga mengingat perjalanan hidup masa lalunya yang buruk, yang selalu gagal hidup dalam kekudusan dan kesucian. Mungkin mereka tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar moral umum, tetapi tidak hidup di dalam ketepatan yang sempurna seperti yang dikehendaki Bapa.
Di satu sisi kita percaya bahwa Tuhan tidak akan memberikan kita perintah yang tidak bisa kita lakukan. Dia Maha Bijaksana, Maha Agung, Maha Kudus, Maha Mulia. Tuhan tidak licik, Dia tidak menipu. Kalau Tuhan memberikan kita perintah, Tuhan tahu kita dapat melakukannya, karena Tuhan memperlengkapi kita dengan Roh Kudus. Jadi, kalau firman Tuhan mengatakan, "Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus" (Flp. 2:5), artinya agar kita serupa dengan Yesus. Dan ayat yang sama dalam Roma 8:28-29, agar kita menjadi serupa dengan Yesus sehingga Yesus menjadi yang sulung bagi kita semua, itu pasti bisa kita penuhi, jalani, dan alami.
Ayo, kita jangan bermental blok, jangan tertipu oleh diri kita sendiri oleh suara manusia lama yang ditunggangi oleh kuasa kegelapan. Kita pasti bisa, karena Tuhan yang memerintahkannya. Kalau Tuhan berkata, "Kuduslah kamu, sebab Aku kudus" (1 Ptr. 1:16), pasti Tuhan mampu menolong kita untuk melakukan kehendak-Nya. Pasti Tuhan menyanggupkan kita. Kalau Tuhan Yesus berkata, "Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga adalah sempurna" (Mat. 5:48), pasti kita juga bisa melakukannya. Inilah yang menjadi penghiburan, sukacita, dan kebahagiaan kita, kalau kita menjadi umat terpilih yang dilengkapi Bapa dengan Roh Kudus. Yang firman Tuhan berbunyi, "Roh Kudus akan menuntun atau membawa kita kepada seluruh kebenaran Allah" (Yoh. 16:13).
Mungkin kita dianggap sombong atau berlebihan, tapi kita tidak peduli apa kata orang. Kita mau peduli dengan perasaan Tuhan. Kita sendiri sadar bahwa untuk menjadi orang-orang saleh atau orang-orang kudus Tuhan, sangat-sangat-sangat berat dan sukar! Tetapi inilah keindahan hidup, yaitu jika kita memiliki kekudusan seperti yang Allah kehendaki. Dan yang membuat kita berarti dan bernilai adalah jika kita menjadi manusia sesuai dengan yang Allah inginkan. Allah sangat peduli dengan kita, yang karena-Nya Dia memberikan Putra-Nya Yang Tunggal, Tuhan Yesus Kristus, yang menebus dosa kita di kayu salib. Karena Dia ingin agar kita yang menjadi anak-anak Allah oleh penebusan darah Yesus, menjadi serupa dengan Yesus. Dan itu kemutlakan! Itu hal yang mesti kita penuhi!
Namun, yang membuat kita tidak sungguh-sungguh berurusan dengan Allah untuk memenuhi maksud keselamatan yang Allah berikan adalah karena kita banyak kesibukan yang tidak mengarah kepada pertumbuhan menuju kesempurnaan seperti Bapa. Banyak hal yang menjadi fokus kita. Kita memang harus fokus dalam kerja, studi, mengurus rumah tangga, tetapi semua fokus itu pada akhirnya berujung untuk kemuliaan Allah. Sejujurnya, melihat manusia di sekitar kita, bisa membuat kita menjadi lemah; “Siapa yang dapat kucontoh? Siapa yang dapat menjadi teladanku, melihat kehidupan manusia hampir semua rusak?” Kita melihat hidup yang mengalami jatuh bangun, dan tidak pernah mencapai kesempurnaan; selalu gagal.
Tapi jangan karena melihat keadaan-keadaan ini—keadaan orang lain dan keadaan diri kita—membuat kita bermental blok lalu mencurigai Tuhan dan tidak memercayai Dia. Kita mencurigai Dia seakan-akan Dia bohong, menipu, kejam, semena-mena memberikan perintah yang tidak bisa kita lakukan. Mari kuatkan hati kita, sebab dengan cara inilah kita memuliakan Allah Bapa. Jadi kalau kita mau menghormati Tuhan Yesus, kita bukan hanya menaruh hal-hal agung dan mulia terhadap Dia di dalam pikiran atau memiliki konsep-konsep untuk meninggikan Tuhan Yesus dalam pikiran kita; itu semua adalah tipuan Iblis yang berhasil ditanamkan dalam otak banyak orang Kristen dan para teolog.
Kalau kita sungguh-sungguh menghormati Tuhan, maka kita mengenakan hidup-Nya di dalam hidup kita. Kita mau menghidupkan Yesus dalam hidup kita. Berarti hidup di dalam kekudusan dan kesucian, benar-benar hidup tak bercacat dan tak bercela. Kita menjadikan Yesus sebagai Tuhan kita, bukan di dalam nalar dan pikiran, melainkan menjadi Tuhan di dalam kehidupan. Dengan cara itu, kita benar-benar menghargai dan menghormati Dia. Dan itu tidak ada yang mustahil! Mari, kita tetap membakar, membuat membara tekad kita untuk 24 jam di hadapan Tuhan, dan kita membuat gerakan kekudusan (holiness movement). Ini berat sekali untuk kita, tetapi tetapkan hati kita untuk hidup kudus, maka Roh Kudus menolong kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA JANGAN BERMENTAL BLOK, JANGAN TERTIPU OLEH DIRI KITA SENDIRI, OLEH SUARA MANUSIA LAMA YANG DITUNGGANGI OLEH KUASA KEGELAPAN.

Truth Kids 17 Januari 2025 - TERLUKA NAMUN MENGAMPUNI
2025-01-17 22:44:22
Efesus 4:32
”Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Sobat Kids, apakah kalian pernah merasa kesal atau terluka karena seseorang? Mungkin ada teman yang sudah menyakiti hati kalian atau berkata kasar. Rasanya ingin marah dan tidak memaafkan, bukan? Namun, tahukah kalian bahwa Tuhan mengajarkan kita untuk mengampuni? Yesus sendiri sudah memberi contoh yang luar biasa dengan mengampuni orang yang menyakiti-Nya. Bahkan saat disalib, Dia berkata, "Ya Bapa, ampunilah mereka."
Sobat Kids, mengampuni bukan berarti kita lupa dengan luka yang ada. Tetapi, dengan mengampuni, kita memberi ruang bagi hati kita untuk disembuhkan. Ketika kita berproses dengan Tuhan, kita bisa melepaskan segala kepahitan dan rasa sakit masa lalu. Tuhan tidak hanya ingin kita merasa damai dengan orang lain, tetapi juga dengan diri sendiri.
Mari kita berlatih untuk mengampuni meski itu sulit. Proses ini akan membawa kita semakin dekat dengan Tuhan, dan kita akan merasakan damai yang luar biasa. Jangan biarkan luka masa lalu menghalangi kita untuk maju. Tuhan selalu ada untuk membantu kita, Sobat Kids!

Truth Junior 17 Januari 2025 - MELEPAS IKATAN
2025-01-17 22:40:53
Efesus 4:32
”Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Apa yang terjadi kalau kita berjalan sambil mengikatkan diri menggunakan seutas tali, dan tali itu pun dikaitkan kepada benda di sekitar kita? Tentu saja kita jadi tidak bisa bergerak ke mana-mana, ya, Sobat Junior? Misalnya, apakah kalian pernah melihat seekor anjing yang diikat oleh tali agar tidak bisa pergi meninggalkan rumah atau menjauhi tuannya? Nah, seperti itu pula keberadaan kita, jika kita menolak untuk mengampuni sesama yang bersalah kepada kita. Tali kepahitan dan dendam akan menahan kita untuk bergerak maju, padahal Tuhan menginginkan kita untuk lepas dan terbebas, agar Ia bisa menuntun kita di jalan-Nya.
Setiap sakit hati yang kita rasakan, bisa kita bawa dalam doa kepada Tuhan. Asalkan kita berniat untuk memaafkan semua yang melukai kita, pasti kita bisa pada akhirnya mengampuni mereka. Memang mungkin butuh waktu dan tidak secepat yang kita harapkan atau bayangkan, tetapi justru dengan proses itulah kita bisa sungguh-sungguh melepaskan pengampunan. Jika kita bisa dengan cepat memaafkan kesalahan yang besar, belum tentu pengampunan itu sejati, Sobat Junior. Siapa pun bisa menyakiti dan berbuat salah kepada kita, tapi sama seperti Tuhan Yesus yang tidak memandang orang yang Ia ampuni, kita pun harus siap melepaskan pengampunan kepada setiap orang dalam hidup kita.

Truth Youth 17 Januari 2025 (English Version) - BRAVE, BUT?
2025-01-17 22:38:44
“For God gave us a spirit not of fear, but of power and love and self-control.” (2 Timothy 1:7)
David, a young man, bravely defeated Goliath, one of the Philistine soldiers who was physically much larger and taller than him. Then there’s Peter, who courageously defended Jesus during His arrest by cutting off the ear of one of the soldiers, even though Jesus later healed the soldier’s ear. These are acts of bravery to defend the truth.
Next, we have Moses, who courageously obeyed God to free the Israelites from Egyptian rule and lead them to the Promised Land of Canaan. This is one of the greatest acts of bravery, rooted in complete trust in God, as Moses remained patient, believed, and followed God’s command.
Lastly, there’s Noah, who built the ark. He built it with vast resources, on a mountain, and no one believed in him. Only the encouragement from his family and people around him kept him going. But Noah’s faith in God’s guidance and his trust in what God had told him gave him the courage to face the challenges ahead.
Reflecting on these stories, we can learn that humans gain courage from the truth they believe in and what makes sense to them. Courage also comes from learning patience and trusting in God’s will. The traits in humans that make them brave and passionate, along with external encouragement, empower them to act according to what they believe to be the truth.
However, not everyone can choose to take these actions, believe them, and listen to them. Not everyone can boldly defend the truth that makes sense to them, practice patience, and trust that everything has its time. External encouragement is just one of the things that can help people become brave.
WHAT TO DO:
1. Be brave to defend the truth.
2. Be patient and trust.
3. Get encouragement from others.
BIBLE MARATHON:
▪ Exodus 1-4

Truth Youth 17 Januari 2025 - BERANI TAPI?
2025-01-17 18:30:03
”Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” (2 Timotius 1:7)
Daud, seseorang yang masih begitu belia dan muda. Berani mengalahkan Goliat, salah satu tentara Filistin yang bahkan secara fisik dirinya lebih tinggi dan besar. Kemudian Petrus yang berani membela Yesus saat penangkapannya dengan memotong telinga salah satu tentara, meskipun setelah itu Yesus mengembalikan telinga tentara dengan semula. Ini menjadi sebuah tindakan-tindakan berani untuk membela sebuah kebenaran.
Lalu kisah Musa yang berani menaati Tuhan untuk membebaskan bangsa Israel dari penguasaan Mesir pada masa itu, serta membawa mereka ke Tanah Kanaan (Tanah Perjanjian). Ini menjadi salah satu bentuk keberanian yang paling besar didasarkan pada rasa kepercayaan yang begitu tinggi kepada Tuhan, karena Musa tetap bersabar dan percaya lalu mengikuti apa yang Tuhan inginkan.
Kisah terakhir, Nuh yang membuat bahtera besar. Ia membuatnya dengan begitu banyak bahan dan membuatnya di atas gunung, dengan pembangunan bahtera siapa yang akan percaya? Tidak ada sama sekali, hanya dorongan dari orang-orang dan juga keluarganya. Namun, rasa percaya dirinya dan mendengarkan apa yang telah Tuhan titipkan kepada dirinya inilah yang membuat berani untuk menghadapi segala tantangan yang ada.
Bercermin dengan semua kisah ini, kita bisa belajar bahwa seorang manusia memiliki keberanian, dari kebenaran yang ia percayai oleh dirinya dan masuk dalam akal sehatnya. Selain itu, manusia bisa berani karena ia belajar dari sebuah kesabaran dan percaya sesuai dengan apa yang Tuhan inginkan. Sifat-sifat yang ada di dalam diri manusia bisa membuat dirinya berani serta bersemangat, kemudian adanya dorongan dari luar untuk bisa melakukan semua yang ia percayai sesuai dengan kebenaran yang ia pahami.
Namun, tidak semua manusia bisa memilih melakukan tindakan-tindakan tersebut dan memercayainya serta mendengarkannya. Karena tidak semua orang bisa berani membela sebuah kebenaran yang ada dalam akal sehatnya, lalu bersabar dan memercayai segala sesuatunya memiliki waktu. Sehingga dorongan dari luar, itu hanya menjadi salah satu dorongan untuk bisa berani.
WHAT TO DO:
1.Berani untuk membela kebenaran
2.Bersabar serta percaya
3.Mendapat dorongan dari luar
BIBLE MARATHON:
▪︎ Keluaran 1-4

Renungan Pagi - 17 Januari 2025
2025-01-17 18:24:32
Kita harus rajin dan tekun untuk bersaksi, walaupun orang menganggap aneh, meremehkan dan merendahkan, karena kita selalu berbicara tentang Tuhan, biarkan saja karena apapun yang kita tabur dalam kebenaran selalu akan berbuah kemuliaan.
Jangan malu bersaksi tentang Tuhan, Paulus berkata aku tidak malu karena aku tahu kepada siapa aku percaya, aku yakin Dia berkuasa, itulah sebabnya mari kita rajin dan tekun bersaksi tentang Tuhan melalui sikap, perbuatan, tutur kata dan dimanapun kita berada.

Quote Of The Day - 17 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono
2025-01-17 18:22:04
Sejatinya, orang-orang yang melibatkan diri dalam masalah-masalah rohani, masalah pelayanan, atau masalah Tuhan, haruslah orang-orang yang sudah dewasa, yang sudah tidak lagi memikirkan dirinya sendiri, tetapi memikirkan orang lain.

Mutiara Suara Kebenaran - 17 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-17 18:18:29
Inilah keindahan hidup, yaitu jika kita memiliki kekudusan seperti yang Allah kehendaki.

MAPPING OUT THE DAYS - 17 Januari 2025 (English Version)
2025-01-17 18:13:04
Our choice for or toward God must be a choice that we renew daily. We should not feel as though we have already chosen God and then assume we are always within that choice toward Him. Every day, we must evaluate whether we have truly and consistently chosen Him. Choosing God means placing His interests above all others. Choosing God means loving Him more than anyone or anything else. Choosing God means directing all our activities toward His glory. To glorify God means to do everything for His pleasure and for the sake of His work. God's work is saving souls—helping people become aware of sin, helping them sense the presence of God, helping them see heaven and directing themselves toward it.
Indeed, this choice means directing ourselves toward heaven. As stated in the Gospel of Matthew 5:14, "You are the light of the world. A city set on a hill cannot be hidden." This means that through our lives, heaven becomes known and visible. Therefore, we must constantly ask ourselves: do we truly live in a way that demonstrates love for God above all, that avoids attachment to the world, that dedicates everything we do to His glory and pleasure, that directs us toward heaven, and that influences those around us to also discover and seek heaven? If the answer is yes, then we remain within our choice for God, living blamelessly and without fault.
For example, a pastor who is busy ministering on Sunday may consider Monday as “me-time,” a time for themselves. But in truth, we should have no me-time for ourselves. Our me-time should be for God and with God. We must not think that after Sunday’s service, it is acceptable to engage in activities unrelated to ministry for the sake of personal refreshment. Such thinking is misleading. It can cause us to stray, deviate, and begin engaging in actions that are not appropriate in God’s eyes. Instead, we should focus on living in holiness and purity, continuously keeping our hearts ablaze and fervent in our love for God. We must live in the presence of God and remain in His presence every day—whether it is Saturday, Sunday, Monday, Tuesday, Wednesday, Thursday, Friday, or back to Saturday and Sunday again. We must always live in the presence of God, without faltering.
Thus, we should map out our days intentionally, not just casually moving minute by minute, hour by hour. Since our choice is God, the time He grants us must be carefully mapped out for Him. We cannot leave it empty by saying, “Let’s just see how it goes.” That is unacceptable. There may be spontaneous, sudden actions we take, but all of them should be directed toward God’s purpose and glory, forming a steady rhythm in our lives. So, plan your day. When you wake up in the morning, do a bit of exercise, then decide what you will do next. Go to work, complete your tasks, and so on. This approach makes life beautiful and vibrant while also simple and uncomplicated because we direct our lives toward God. A life that is not directed toward God becomes chaotic, complex, and tangled, lacking a clear purpose.
As children of God who have been chosen, we set our hearts solely on Him. Our lives have just one purpose: God! We have only one concern: God! We face only one struggle: how to please God! And that is our choice. Let us update and renew this choice. There is no other option but God, God, and God alone! This choice fills us with passion and strength. Life becomes simple, not complex or complicated, because our goal is singular: God!
SINCE OUR CHOICE IS GOD, THE TIME HE GRANTS US MUST BE CAREFULLY MAPPED OUT FOR HIM.

MEMETAKAN HARI - 17 Januari 2025
2025-01-17 18:09:45
Pilihan kita untuk atau kepada Tuhan, haruslah merupakan pilihan yang setiap hari kita perbarui. Kita jangan merasa sudah memilih Tuhan, lalu merasa sedang ada dalam pilihan terhadap diri-Nya. Kita harus koreksi setiap hari, apakah benar kita telah dan tetap memilih Dia. Memilih Tuhan berarti meletakkan kepentingan Tuhan di atas segala kepentingan. Memilih Tuhan berarti kita mencintai Tuhan lebih dari mencintai siapa pun dan apa pun. Memilih Tuhan berarti kita menujukan seluruh aktivitas kegiatan kita untuk kemuliaan-Nya. Untuk kemuliaan Tuhan artinya kita melakukan segala sesuatu untuk kesukaan hati Tuhan, demi kepentingan pekerjaan-Nya. Kepentingan pekerjaan Tuhan adalah menyelamatkan jiwa-jiwa, yaitu bagaimana kita bisa membuat orang sadar terhadap dosa, bagaimana kita membuat orang bisa menghayati adanya Allah, bagaimana kita bisa membuat orang melihat surga dan mengarahkan diri ke surga.
Dan memang dengan pilihan itu berarti kita mengarahkan diri ke surga. Dan sesuai firman Tuhan di dalam Injil Matius 5:14, "Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi." Berarti lewat hidup kita, surga dikenali dan ditemukan. Maka, kita harus selalu mempertanyakan: apakah kita benar-benar memiliki keadaan hidup mengasihi Tuhan lebih dari segalanya, tidak mencintai dunia, segala sesuatu yang kita lakukan untuk kemuliaan dan kesenangan hati-Nya, mengarahkan diri ke surga dan membuat orang-orang di sekitar kita terbawa, terpengaruhi, serta menemukan surga? Kalau jawaban kita iya, itu berarti kita tetap di dalam pilihan kepada Tuhan, kita hidup tak bercacat, tak bercela.
Misalnya bagi seorang pendeta, setelah hari Minggu sibuk melayani, maka hari Senin dianggap sebagai me-time; waktu untukku. Seharusnya kita tidak punya me-time untuk diri kita. Me-time kita adalah untuk Tuhan dan bersama Tuhan. Jangan setelah hari Minggu, kita merasa boleh melakukan sesuatu yang tidak terkait dengan pelayanan supaya kita mendapatkan kesegaran. Itu menyesatkan. Dan itulah yang membuat kita meleset, menyimpang, dan mulai melakukan hal-hal yang tidak patut di hadapan Tuhan. Maka yang kita lakukan sekarang adalah bagaimana kita hidup di dalam kekudusan serta kesucian, dan terus membuat hati kita membara dan berkobar untuk mengasihi Tuhan. Kita hidup di hadirat Allah, dan tetap hidup di hadirat Allah; apakah itu hari Sabtu, Minggu, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu lagi, Minggu lagi, kita tetap hidup di hadirat Allah, tidak kendur.
Jadi, kita petakan hari kita setiap hari, bukan sembarangan menapaki menit ke menit, jam ke jam. Karena pilihan kita Tuhan, maka waktu yang Tuhan berikan harus benar-benar kita petakan untuk Tuhan. Jangan kosong dengan berkata, "Bagaimana nanti sajalah.” Tidak boleh. Memang ada hal-hal spontan yang mendadak kita lakukan, tetapi semua harus tertuju untuk kepentingan dan kemuliaan Allah sehingga hal ini menjadi irama hidup kita yang tetap. Jadi, petakan hari ini. Pagi bangun, sebentar olahraga, lalu apa yang mau dilakukan? Pergi ke kantor, mengerjakan tugas dan seterusnya. Dan hidup kita menjadi begitu indah dan bergairah, sekaligus menjadi simple, tidak rumit, tidak kompleks, karena kita mengarahkan hidup kita kepada Tuhan. Hidup yang tidak diarahkan kepada Tuhan menjadi rumit, kompleks, dan ruwet karena tidak memiliki tujuan.
Sedangkan kita sebagai anak-anak Allah yang telah dipilih, kita mengarahkan hati kita hanya kepada Tuhan. Hanya satu tujuan hidup kita, yaitu Tuhan! Hanya satu masalah kita, yaitu Tuhan! Hanya satu pergumulan kita, yaitu bagaimana menyenangkan hati Tuhan! Dan itulah pilihan. Mari, kita _update_ dan perbarui pilihan kita. Tidak ada pilihan yang lain kecuali Tuhan, Tuhan dan Tuhan saja! Hal itu membuat kita hidup bergairah dan kuat. Dan hidup menjadi simple, tidak kompleks, tidak rumit, karena tujuan kita hanya satu, Tuhan!
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KARENA PILIHAN KITA TUHAN, MAKA WAKTU YANG TUHAN BERIKAN HARUS, BENAR- BENAR KITA PETAKAN UNTUK TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 17 Januari 2025
2025-01-17 18:06:28
Kejadian 16-18

Truth Kids 16 Januari 2025 - BUNGA YANG BERTUMBUH
2025-01-16 20:24:30
Kolose 2:7
”Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”
Saat pelajaran sains, Aldi dan teman-temannya diajarkan cara menanam bunga di taman sekolah. Setiap anak diberikan sebuah pot kecil, tanah, dan bibit bunga. Aldi sangat bersemangat. Ia membayangkan bunga yang indah akan segera tumbuh di potnya. Namun, setelah seminggu menyirami bibit itu setiap hari, Aldi kecewa karena bunganya belum juga muncul. "Kenapa lama sekali?" keluh Aldi kepada gurunya. Gurunya tersenyum dan menjawab, "Aldi, bunga memerlukan waktu untuk tumbuh. Akar-akarnya sedang bekerja keras di dalam tanah, meskipun kamu belum bisa melihat hasilnya sekarang."
Sobat Kids, seperti bunga yang Aldi tanam, kita juga sedang bertumbuh dalam hidup ini. Pertumbuhan itu sering kali memerlukan kesabaran dan waktu. Tuhan bekerja di dalam kita, membantu kita belajar dan menjadi lebih baik setiap hari. Mungkin sekarang kita belum bisa melihat hasilnya, tetapi jangan menyerah! Dalam proses bersama Tuhan, kita akan terus belajar dan bertumbuh menuju rencana-Nya yang indah. Yuk, tetap semangat dan percayalah bahwa Tuhan sedang bekerja dalam hidup kita.

Truth Junior 16 Januari 2025 - GROW
2025-01-16 20:21:57
Kolose 2:7
”Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”
Sebuah hutan yang besar, terdiri dari banyak sekali pepohonan. Dari manakah pepohonan itu tumbuh, Sobat Junior? Dari bibit atau biji-bijian yang jatuh ke tanah. Biji atau bibit berukuran sangat kecil, hampir tidak terlihat jelas oleh mata kita. Tapi jika ia masuk ke tanah atau media yang cocok, ditambah dengan air dan sinar matahari yang menyinarinya, ia bisa bertumbuh menjadi tunas, bahkan menjadi pohon yang besar nantinya.
Begitu pula dengan kita, Sobat Junior. Iman kita harus bertumbuh, caranya dengan merawat iman kita. Seperti Tuhan merawat pohon-pohon sehingga bisa bertumbuh menjadi besar dan banyak dalam hutan, Tuhan juga turut merawat iman kita. Melalui setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup Sobat Junior, Tuhan menghendaki kita terus bertumbuh dalam iman. Air dan sinar matahari adalah firman Tuhan dan doa yang kita harus upayakan ada dalam hidup kita. Keinginan kita untuk menyenangkan Tuhan, menjadi tanah yang subuh bagi bibit iman kita untuk bertumbuh. Semua ada proses dan waktunya. Percayakan hidup kita dalam tangan-Nya, maka semua akan dikerjakan-Nya untuk menumbuhkan kita.

Truth Youth 16 Januari 2025 (English Version) - SAUL BECOMES PAUL
2025-01-16 20:20:09
“Brothers, I do not consider that I have made it my own. But one thing I do: forgetting what lies behind and straining forward to what lies ahead, I press on toward the goal for the prize of the upward call of God in Christ Jesus.” (Philippians 3:13-14)
Paul’s life is a true example of transformation. His story may not be common, and many people may not fully understand the life he led before becoming one of Jesus’ disciples, helping spread the teachings of Christianity in his time. He lived during the rise of Roman and Greek culture, which greatly influenced society. How can we truly understand Paul’s life and see the perfection that Jesus exhibited?
Before diving into Paul’s life after his conversion, let’s first reflect on the “Saul” part of Paul. Saul can be described as the dark side of Paul. In his earlier life, he showed no mercy toward those who believed in Jesus, and he even killed many Christians. Why? Because he believed it was the right action, one that would allow him to forgive sinners.
However, Saul was struck blind, leading him to repent for his actions. He then changed his name to Paul and began spreading the teachings of Jesus, as learned from His disciples. Philippians 3:13-14 reflects Paul’s journey and the process of self-reflection he underwent during his ministry, which he shared with the church in Philippi.
What can we learn from Saul’s transformation into Paul? It is clear in Philippians 3:13, where Paul says he forgets his past, the lives he took, and begins to focus on salvation in his own life. This is an example we can follow—forgetting our past mistakes and moving forward every day, striving to do better.
WHAT TO DO:
1. Show mercy and compassion toward others.
2. Think about what is good not only for ourselves but for others as well.
3. Forget the past and move forward every day.
BIBLE MARATHON:
▪ Genesis 47-50

Truth Youth 16 Januari 2025 - SAULUS MENJADI PAULUS
2025-01-16 18:23:03
”Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. ” (Filipi 3:13-14)
Paulus menjadi salah satu contoh nyata yang terjadi dalam kehidupan manusia. Mungkin, kasus kehidupannya tidak terlalu umum dan tidak selalu dipahami oleh banyak orang mengenai kehidupannya sebelum menjadi salah satu murid Yesus yang begitu membantu untuk bisa menyalurkan pengajaran kekristenan kepada masyarakat pada masa itu. Juga dengan adanya pengaruh budaya Romawi dan Yunani yang begitu berkembang pesat. Bagaimana seseorang bisa memahami kehidupan Paulus dan juga melihat adanya kesempurnaan yang telah Yesus miliki?
Sebelum masuk kita tenggelam dan menilik kehidupan Paulus setelah ia bertobat, mari kita bahas sedikit tentang pribadi “Saulus” dalam diri Paulus. Saulus dapat digambarkan menjadi seseorang yang bisa dikatakan sisi gelap dari Paulus. Karena dalam kisah awalnya menjadi kisah pertama di mana ia sama sekali tidak memiliki belas kasihan dengan seseorang yang mempercayai Tuhan Yesus, sehingga ia banyak membunuh banyak orang Kristen pada masa itu. Mengapa? Karena itu menjadi sebuah tindakan yang menurut Saulus baik, dan membuat dirinya bisa mengampuni orang-orang berdosa.
Hingga akhirnya Saulus dibutakan, kemudian ia mengalami pertobatan dari tindakannya tersebut. Lalu ia berganti nama menjadi Paulus, dan mewartakan pengajaran yang telah diajarkan oleh para murid Yesus. Dalam Filipi 3:13-14 menjadi sebuah penggambaran proses refleksi yang telah ia lakukan selama pelayanannya yang dikirimkan kepada jemaat di Filipi.
Apa yang bisa kita pelajari dari kisah Saulus menjadi Paulus? Hal ini terlihat jelas dalam penggambarannya dalam Filipi 3:13, di mana Paulus melupakan kehidupannya yang telah membunuh dan menghabiskan banyak orang Kristen dan mulai bergerak mau memikirkan keselamatan dalam hidupnya. Tindakan ini dapat kita contoh, yaitu dengan melupakan masa lalu kita dan bergerak maju setiap hari melakukan lebih baik lagi.
WHAT TO DO:
1.Jangan tidak memiliki belas kasihan kepada sesama kita
2.Bukan berpikir apa yang baik hanya untuk kita, tetapi baik untuk orang lain
3.Melupakan masa lalu dan bergerak maju setiap hari
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kejadian 47-50

Renungan Pagi - 16 Januari 2025
2025-01-16 18:20:32
Setiap orang percaya adalah orang-orang yang berharga, kita berharga bukan karena harta, kedudukan dan lain sebagainya, tetapi karena darah Kristus telah tertumpah bagi kita, sehingga kita menjadi berarti dihadapan Allah.
Sebagai orang percaya, harus bersyukur karena hidup kita berharga. Tuhan tidak akan pernah meninggalkan dan membiarkan kita dan Allah akan memakai hidup untuk menjadi berkat bagi orang lain.

Quote Of The Day - 16 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-16 18:18:41
Tuhan mengizinkan seseorang mengalami persoalan-persoalan yang besar dan berat, supaya ia melibatkan Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 16 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-16 18:16:27
Kepentingan pekerjaan Tuhan adalah menyelamatkan jiwa-jiwa, yaitu bagaimana kita bisa membuat orang sadar terhadap dosa, bagaimana kita membuat orang bisa menghayati adanya Allah, bagaimana kita bisa membuat orang melihat surga dan mengarahkan diri ke surga.

AS IF - 16 Januari 2025 (English Version)
2025-01-16 18:13:53
One day, when we stand before the Father and the judgment seat of Christ, and behold His glory, only then will we truly realize how supremely glorious He is, worthy to receive all praise, honor, glory, and adoration. At that moment, it will feel as if we would give anything we could offer. Only then will we realize that nothing should be withheld for ourselves or for anyone else; everything is rightfully for the Lord alone. However, at that time, if someone has not offered their life properly, they will surely feel deep regret—and it will be too late. When standing in God’s presence, witnessing and experiencing His glory, only then will it become fully clear that He is worthy to receive everything that is good, holy, glorious, and magnificent.
At present, people do not yet realize this and may never fully realize it until they see God’s glory. He is truly deserving of all honor, glory, and majesty. He is worthy and rightfully should receive the full devotion of our lives. Now, however, God seems as if He does not exist, as if He does not care, as if He is unaffected by how we live—whether it is good or bad, whether it glorifies Him or not. God seems as if He does not care, as if He is undisturbed, as if He does not respond, and as if He has no feelings. But in truth, that is not the case. It is merely as if.
We must believe that He is the living God, ever-present and full of emotion. Our actions evoke a response from God, and surely, He will act in His own time. This is where the test lies: how deeply do we trust that He exists, that He is alive, and that He is real? As stated in Hebrews 11:6: “Without faith, it is impossible to please God, because anyone who comes to Him must believe that He exists and that He rewards those who earnestly seek Him.” It is not enough to simply confess with our mouths that God exists; our actions must also be earnest. The standard of "earnestness" here is with all our heart, all our soul, all our mind, and all our strength—truly seeking Him. This is the beauty and joy of life.
For us as church activists, servants of the congregation, or pastors, the beauty and joy of life do not come from church activities, preaching, organizing church events, evangelistic meetings, missions, diaconal work, or other such tasks. Instead, it comes from acting precisely as God desires, minute by minute. Every word we speak, every letter we type on our gadgets, every thought, feeling, or reflection of our hearts and minds must align perfectly with what God wills or desires. He is worthy to receive our total devotion. This devotion is not limited to attending church on Sundays or participating in church services, but it involves living every moment in obedience to God's will. This is the true purpose of life as God intends for us.
Let us wholeheartedly commit ourselves to doing the will of the Father. Let us stop being preoccupied with things that displease God. Let us not get entangled or distracted by unnecessary concerns. Instead, our focus should be on how we can act and live minute by minute in accordance with God’s will. This is what the Father desires of us. Let us not give our thoughts, feelings, or the entirety of our body, soul, and spirit to anything else. We must dedicate ourselves fully to the Lord, always fulfilling His will and accomplishing His eternal plan.
By doing so, we become children who delight the Father. This is the beauty and joy of life. Let us not repeat the mistakes of the past. Let us not live as we did before. Even if we may not have committed wrongs in the eyes of others, failing to live precisely as God wills is still not enough. Let us refocus on God. Let us fully surrender our lives for His glory and ask the Holy Spirit to guide us so we can live in alignment with the Father’s will. For this reason, we must be diligent in approaching God together, such as in morning prayers. Don't be late, we must be disciplined, consistent, and punctual in praying and worshiping the Lord.
GOD SEEMS AS IF HE DOES NOT CARE, AS IF HE IS UNDISTURBED, AS IF HE DOES NOT RESPOND, AND AS IF HE HAS NO FEELINGS. BUT IN TRUTH, THAT IS NOT THE CASE. IT IS MERELY AS IF.

SEAKAN-AKAN - 16 Januari 2025
2025-01-16 18:10:54
Suatu hari ketika kita menghadap Bapa dan takhta pengadilan Kristus lalu kita memandang kemuliaan-Nya, barulah kita merasa betapa Dia Yang Maha Mulia, layak menerima segala pujian, hormat, kemuliaan, dan sanjungan. Pada waktu itu, rasanya kita mau memberi apa pun yang kita dapat berikan. Baru kita menyadari bahwa tidak boleh ada yang kita sisakan untuk diri kita sendiri atau untuk siapa pun; segalanya hanya layak bagi Tuhan. Tetapi waktu itu, jika seseorang tidak mempersembahkan hidupnya dengan benar, maka ia pasti akan sangat menyesal dan terlambat. Ketika ada di hadirat Allah menyaksikan dan mengalami kemuliaan Allah, baru menyadari sepenuhnya bahwa Dia layak menerima segala sesuatu, yang baik, yang kudus, mulia, dan agung.
Sekarang ini orang belum menyadari dan mungkin tidak akan pernah menyadari, sampai melihat kemuliaan Allah nanti bahwa Dia layak menerima segala hormat, kemuliaan, dan keagungan. Layak dan memang semestinya menerima seluruh pengabdian hidup kita. Sekarang ini Tuhan seakan-akan tidak ada, seakan-akan tidak peduli, seakan-akan tidak terganggu dengan sikap hidup kita, apakah baik, apakah buruk, apakah memuliakan Dia atau tidak. Tuhan seakan-akan tidak peduli, tidak terganggu, tidak memberi respons, dan seakan-akan tidak berperasaan. Padahal, sesungguhnya tidak demikian. Ini hanya seakan-akan.
Kita harus yakin Dia Allah yang hidup, Maha Hadir, dan berperasaan. Tindakan kita menimbulkan reaksi Allah, dan tentu Ia akan merespons pada waktu-Nya. Di sinilah letak ujian seberapa kita memercayai bahwa Dia ada, hidup, dan nyata. Seperti yang dikatakan di dalam Ibrani 11:6, "Tanpa iman, tidak mungkin orang berkenan kepada Allah, sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” Bukan hanya dengan mulut mengaku ada Allah, tapi juga dengan perbuatan yang sungguh-sungguh. Tentu “sungguh-sungguh” di sini standarnya segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, segenap kekuatan; sungguh-sungguh mencari Dia. Inilah indahnya dan asyiknya hidup.
Bagi kita para aktivis dan pelayan jemaat maupun pendeta, asyik dan indahnya hidup kita bukan karena kegiatan gerejani, bukan khotbah, bukan mengorganisir kegiatan gereja, KKR, misi, diakonia, dan lain-lain, tetapi kalau kita dari menit ke menit selalu bertindak tepat seperti yang Allah kehendaki. Setiap kata yang kita ucapkan, setiap huruf yang kita ketik di gadget kita, setiap renungan hati, pikiran, perasaan kita, tepat seperti yang Allah kehendaki atau inginkan. Dia layak menerima seluruh pengabdian kita. Dan seluruh pengabdian kita bukan hanya hari Minggu ke gereja atau kegiatan pelayanan gereja. Tapi menit ke menit kita selalu melakukan kehendak Allah. Inilah isi hidup yang benar dan Allah kehendaki untuk kita miliki.
Ayo, kita sungguh-sungguh dengan segenap hati melakukan kehendak Bapa. Jangan lagi sibuk dengan hal-hal yang membuat kita tidak menyenangkan hati Allah. Jangan ribut dan repot dengan hal-hal yang tidak perlu kita ribut, kita repotkan, dan yang tidak perlu kita persoalkan. Yang kita persoalkan adalah bagaimana dari menit ke menit selalu tepat bertindak dan berbuat sesuai dengan kehendak Allah. Ini yang Bapa kehendaki harus kita lakukan. Jangan kita memberi pikiran, perasaan, dan perhatian tubuh-jiwa-roh kita untuk yang lain. Kita persembahkan sepenuhnya bagi Tuhan. Selalu melakukan kehendak Tuhan dan memenuhi semua rencana kekal Bapa.
Dengan demikian, kita menjadi anak kesukaan Bapa. Inilah asyik dan indahnya hidup. Jangan lakukan kesalahan yang dulu kita pernah lakukan. Jangan hidup lagi sama seperti dulu. Walaupun mungkin tidak berbuat kejahatan di mata manusia, tapi tidak melakukan ketepatan seperti yang Allah kehendaki dan Allah inginkan. Ayo, kita fokus ke Tuhan. Sepenuhnya kita serahkan hidup kita untuk kemuliaan Allah dan minta Roh Kudus menolong agar kita bisa menyelenggarakan hidup seturut dan sesuai kehendak Allah Bapa. Karenanya, dalam setiap kesempatan kita bisa bersama-sama menghadap Tuhan seperti doa pagi, jangan tidak kita ikuti. Jangan terlambat, kita harus konsekuen, konsisten, tepat waktu untuk berdoa dan menyembah Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
TUHAN SEAKAN-AKAN TIDAK PEDULI, TIDAK TERGANGGU, TIDAK MEMBERI RESPONS, DAN SEAKAN-AKAN TIDAK BERPERASAAN. PADAHAL, SESUNGGUHNYA TIDAK DEMIKIAN. INI HANYA SEAKAN-AKAN.

Truth Youth 15 Januari 2025 - RISE UP! FACE CHALLENGES WITH RENEWED HOPE
2025-01-15 21:04:40
”Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu berlimpah-limpah dalam pengharapan.” (Roma 15:13)
Hidup sering banget kasih kita berbagai tantangan, ya. Kadang rasanya kayak kita jatuh, nggak punya kekuatan buat bangkit lagi, bahkan mungkin merasa gagal. Tapi, di balik setiap kesulitan, selalu ada kesempatan buat kita lihat hidup dengan perspektif baru dan semangat yang diperbarui.
Di Alkitab, kita bisa belajar dari kisah Petrus, salah satu murid Yesus. Setelah Yesus disalibkan, Petrus sempat merasa hancur banget, terutama karena dia telah menyangkal Yesus tiga kali. Dia merasa gagal sebagai murid dan teman. Namun, setelah Yesus bangkit, Dia mendatangi Petrus lagi, memberi kesempatan kedua, dan memperbarui semangat Petrus. Dari momen itu, Petrus bangkit dengan keberanian baru, bahkan menjadi salah satu pemimpin gereja mula-mula yang penuh semangat.
Kisah Petrus ini mengajarkan kita bahwa harapan selalu ada, bahkan di tengah kegagalan dan kesulitan. Mungkin kita nggak bisa ubah situasi kita sekarang, tapi kita bisa ubah cara pandang kita. Dengan harapan baru, kita bisa melihat tantangan sebagai kesempatan untuk tumbuh dan belajar.
Roma 5:3-4 bilang, “Kita juga bermegah dalam kesengsaraan, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji, dan tahan uji menimbulkan pengharapan.” Jadi, setiap kali kita menghadapi tantangan, ingatlah bahwa Tuhan memakai setiap kesulitan untuk memurnikan kita, membangun ketekunan, dan menumbuhkan pengharapan dalam hati kita. Yuk, bangun lagi semangat kita! Dengan harapan yang diperbarui, artinya nggak ada tantangan yang terlalu besar untuk kita hadapi bersama Tuhan.
WHAT TO DO:
Membangun pengharapan dalam Tuhan dengan hati yang merindukan Tuhan dalam doa.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kejadian 44-46

Renungan Pagi - 15 Januari 2025
2025-01-15 21:02:09
Hidup kristen bukanlah sekedar konsep, bukan juga sekedar berkata "aku mengasihi Tuhan" tetapi soal cara hidup. Yesus berkata dari buahnyalah kamu akan dikenal, hidup kristen akan terlihat dari buahnya, yaitu buah-buah pertobatan kita.
Jadi, hidup kristen yang sejati adalah kehidupan yang melakukan kehendak Tuhan dan berjalan dalam kekudusan. Artinya, hidup kristen yang sejati dapat dibuktikan dari cara hidup yang kita jalani.

Quote Of The Day - 15 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-15 13:02:08
Tuhan cerdas sekali untuk membuat kurikulum bagaimana kita bisa mengalami Dia, tapi kita harus haus, karena orang yang haus dan lapar yang akan dipuaskan.

Mutiara Suara Kebenaran - 15 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-15 13:01:10
Tidak ada orang yang bisa mengalami Tuhan tanpa kesucian. Tuhan tidak bisa berjalan dengan orang yang masih punya kelicikan, dosa, dan nafsu-nafsu yang tidak patut.

ENTER GOD'S PLAN - 15 Januari 2025 (English Version)
2025-01-15 12:58:38
We can only truly pray if we pray continuously. We can only truly worship God if we worship Him continually. At a certain point, we will begin to understand what it means to worship. We will never truly honor God unless we continuously learn to honor Him. Similarly, we will never fully recognize God's holiness until we continuously strive to cast off all sin and deceit within ourselves. There is no other option but to sit quietly at God’s feet, seeking His face. Continuously, every day, fixing our gaze upon Him. If these deceptions within us are not dealt with, they will turn into evils that inevitably harm, hurt, or damage others, tarnish someone’s reputation, and destroy lives. Such things are vehicles for the devil.
There are footholds within us that, if left unchecked, can cause us to push others aside or bring them down. This is not to claim that we are the best or already perfect—of course not. But we often find these deceptions in the lives of pastors and servants of God. They are unaware that the "snake" within them has not yet died—the snake of pride, the snake of cruelty, the snake of sexual lust, the snake of materialism, and so on. These snakes remain alive, merely waiting for the right moment, and Satan will use them to bring the person down. Holiness is powerful. There is nothing more powerful than holiness. Yet people are more afraid of poverty, afraid of loss, afraid of dissatisfaction that leads to adultery, afraid of losing respect, and thus choose to push aside or ruin someone’s reputation. Fear of insufficiency causes them to oppress others. Such actions are truly evil.
Young people must be cautious. There is a "snake" within you that has not yet died. Someday, given the chance, you will fall into sin unless you begin fearing God now, even in small matters-how you sideline others or seek positions within the church. Without this fear of God, you risk becoming "good people" who are, in reality, evil. This potential exists but must be completely abandoned. No one can truly encounter God without holiness. No one can experience God without holiness. God cannot walk with people who still have cunning, sin, and improper desires. Thus, we must cry out, "Guard me, Lord. Help me, Lord."
The third requirement for experiencing the awesomeness of God, we must enter into God's plan. Moses would not have witnessed God's greatness if he had remained in Midian. Imagine who Pharaoh was and how powerful he was. If the first storm in life is about perfecting and maturing us so that we trust God, the second storm is about walking with God. Moses was broken by becoming a fugitive; otherwise, he could have been prideful as a prince of Egypt. Moses had to become nothing first. Similarly, Joseph would never have become Zaphenath-Paneah (a ruler over all the land of Egypt) if he had not been falsely accused and imprisoned. But through this, Joseph was elevated. The second storm represents the impossible work of God—the impossibility that He allows us to bear. Most of us do not enter this realm. We complain about the first storm of life, let alone the second storm.
To overcome the second storm, there is only one way: close our eyes. When we close our eyes, we can see the greatness of God. When we focus on the waves, we are afraid of drowning. If it is not yet impossible, we have not yet witnessed God's presence in the storms of ministry. How does God glorify His name? The Israelites were saved through Esther, who faced Haman, one of the most powerful men, likely second only to the king. But there, Esther became God's co-worker. We are still on a journey. We do not know what tomorrow will bring, but we want to continue walking with God. He is with us.
Storms of challenges, storms of sin, and storms of ministry—all storms. The Bible says, "He walks in the whirlwind." Let us not speak too much; our "monsters" must be put to death because many monsters within us are still alive. Theological seminary does not kill our monsters; rather, it allows them to live in different forms. Becoming a pastor does not mean the monsters die—they may live on as mutations or new variants, potentially even more dangerous. Before becoming a pastor, one might have been deceitful as a merchant. As a pastor, they might still be deceitful, but with a new variant-more cunning, with greater victims. Let us be grateful that we walk with God here and now.
TO EXPERIENCE THE AWESOMENESS OF GOD, WE MUST ENTER INTO GOD'S PLAN.

MASUK DALAM RENCANA TUHAN - 15 Januari 2025
2025-01-15 12:56:55
Kita baru bisa berdoa kalau terus-menerus berdoa. Kita baru bisa menyembah Tuhan kalau terus-menerus menyembah. Di titik tertentu, kita baru bisa mengerti apa artinya menyembah. Kita tidak akan pernah bisa menghormati Tuhan kalau tidak terus-menerus belajar menghomati Tuhan. Sama dengan kita tidak pernah mengenali kesucian Allah sampai kita terus belajar menanggalkan semua dosa dan kelicikan dalam diri kita. Tidak ada pilihan lain kecuali duduk diam di kaki Tuhan, mencari wajah-Nya. Terus-menerus, setiap hari memandang Tuhan. Kelicikan-kelicikan seperti ini kalau tidak ditanggulangi, akan jadi kejahatan yang pasti melukai, merugikan, menyakiti sesama, merusak nama baik orang, dan menghancurkan orang. Itu kendaraan setan.
Ada pangkalan (foothold) di dalam diri kita yang kalau kita biarkan, maka kita bisa menggeser atau menjatuhkan orang. Tidak bermaksud mau mengatakan bahwa kita paling baik atau sudah sempurna, tentu belum, tapi kita menemukan kelicikan-kelicikan seperti ini dalam kehidupan pendeta dan para hamba Tuhan. Mereka tidak sadar ularnya belum mati; ular kesombongan, ular kebengisan, ular nafsu seks, ular materialisme, dll. Belum mati, hanya menunggu momentum, dan setan akan memakai itu untuk menjatuhkan dia. Kesucian itu dahsyat. Tidak ada yang lebih dahsyat dari kesucian. Tetapi orang lebih takut miskin, takut rugi, takut tidak puas lalu berzina, takut kehilangan hormat kemudian menyingkirkan atau merusak nama baik orang, takut kurang puas maka menindas orang lain. Perbuatan-perbuatan seperti ini benar-benar jahat.
Kaum muda, harus berhati-hati. Ada ular di dalam diri kalian yang belum mati. Tapi suatu kali kalau punya kesempatan, kalian akan berbuat dosa. Jika kalian tidak mulai takut akan Allah sejak sekarang dari perkara-perkara kecil—bagaimana menyingkirkan orang, bagaimana mencari kedudukan di gereja—maka kalian akan menjadi orang-orang baik yang jahat. Potensi itu ada, tetapi harus betul-betul ditinggalkan. Tidak ada orang yang bisa mengalami Tuhan tanpa kesucian. Tuhan tidak bisa berjalan dengan orang yang masih punya kelicikan, dosa, dan nafsu-nafsu yang tidak patut. Maka kita berkata, “Jaga aku, Tuhan. Tolong aku, Tuhan.”
Yang ketiga, untuk dapat mengalami kedahsyatan Allah, kita harus masuk dalam rencana Allah. Musa tidak akan mengalami kedahsyatan Allah kalau ia masih di Midian. Kita bisa membayangkan siapa Firaun, seberapa kuatnya Firaun. Kalau badai pertama yaitu menyempurnakan dan mendewasakan supaya kita memercayai Allah, tapi badai kedua, kita berjalan bersama Allah. Musa diremukkan dengan cara ia harus menjadi seorang pelarian. Kalau tidak, ia bisa sombong, sebab dia seorang pangeran. Musa harus jadi nothing dulu. Yusuf tidak akan pernah menjadi Zafnat-Pa’aneah (pemegang kuasa atas seluruh tanah Mesir), kalau tidak difitnah lalu masuk penjara. Tapi di situ, Yusuf baru diangkat. Badai kedua adalah pekerjaan Tuhan yang mustahil; kemustahilan pekerjaan Tuhan yang diizinkan kita pikul. Rata-rata kita tidak masuk wilayah ini. Badai untuk hidup yang pertama saja, kita mengeluh, apalagi badai yang kedua.
Mengatasi badai yang kedua ini, kita hanya punya satu cara, yaitu menutup mata. Ketika kita menutup mata, maka kita melihat Tuhan yang besar. Ketika kita melihat ombak, kita takut tenggelam. Kalau masih belum mustahil, kita belum melihat Allah hadir dalam badai pelayanan. Bagaimana Allah membuat nama-Nya dimuliakan? Bangsa Israel diselamatkan seorang Ester, yang mana ia menghadapi Haman, orang kuat. Mungkin orang terkuat setelah raja. Tapi di situ Ester menjadi kawan sekerja Allah. Kita masih dalam perjalanan. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi hari esok, tapi kita mau berjalan terus bersama Tuhan. Dia menyertai kita.
Badai persoalan, badai dosa, lalu badai pelayanan; semua badai. Kalau kita membaca Alkitab, "Dia berjalan dalam puting beliung." Jangan banyak bicara, monster kita harus dimatikan, sebab banyak monster yang belum mati. Sekolah Tinggi Teologi tidak membuat monster kita mati, justru hidup dengan bentuk berbeda. Seseorang yang jadi pendeta bukan berarti monsternya mati, melainkan hidup dalam bentuk lain. Menjadi mutasi atau varian baru yang bisa jadi lebih ganas. Waktu belum jadi pendeta, masih jadi pedagang, ia licik. Tapi setelah jadi pendeta, licik juga, tapi varian baru yaitu lebih cerdik dan lebih besar korbannya. Bersyukur kita bersama dengan Tuhan di sini.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
UNTUK DAPAT MENGALAMI KEDAHSYATAN ALLAH, KITA HARUS MASUK DALAM RENCANA ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 15 Januari 2025
2025-01-15 12:41:30
Ayub 40-42

Truth Kids 14 Januari 2025 - JATUH BANGUN
2025-01-15 12:40:16
Amsal 24:16
”Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana.”
Plak! "Aduh!" Tangan Lisa tak sengaja menumpahkan gelas berisi air ke buku gambar Nina. Buku itu basah, dan beberapa gambarnya rusak. Nina menatap buku gambarnya dengan kecewa. Lisa cepat-cepat berkata, "Maaf, Nina, aku nggak sengaja." Meski sedih, Nina mengingat pelajaran dari Amsal 24:16, "Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali." Dengan hati yang lapang, Nina tersenyum dan berkata, "Gak apa-apa, Lisa. Tapi, lain kali hati-hati, ya."
Sobat Kids, Amsal 24:16 mengajarkan bahwa walaupun kita bisa jatuh atau berbuat salah, Tuhan memberi kita kekuatan untuk bangkit lagi. Kesalahan bukanlah akhir dari segalanya, tapi bagian dari cara Tuhan mendidik kita. Seperti Lisa yang belajar untuk lebih hati-hati, kita juga bisa belajar sesuatu dari kesalahan kita.
Kalau kamu jatuh atau melakukan kesalahan, jangan menyerah, ya. Bangkit lagi, minta maaf, dan lakukan yang terbaik. Tuhan selalu memberi kesempatan baru untuk kita belajar dan bertumbuh. Yuk, terus percaya bahwa Tuhan punya rencana indah, bahkan lewat kesalahan kita!

Truth Junior 14 Januari 2025 - BANGUN KEMBALI
2025-01-15 12:37:07
Amsal 24:16
”Sebab tujuh kali orang benar jatuh, namun ia bangun kembali, tetapi orang fasik akan roboh dalam bencana.”
Ada pepatah yang berbunyi: “keledai tidak akan jatuh pada lubang yang sama.” Pepatah atau peribahasa tersebut mengajarkan kita belajar dari kesalahan, jangan mengulang kesalahan yang sama berulang kali. Kita sebagai manusia, ciptaan yang berakal budi, seharusnya lebih pandai dari ciptaan lainnya. Kita harus belajar lebih giat.
Pasti kita semua pernah jatuh dalam dosa. Kita pernah melakukan kesalahan. Masing-masing dari kita memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Namun, seperti pepatah tadi, janganlah kita mengulang kesalahan yang sama berkali-kali. Kita harus memiliki perbaikan dari hari ke hari.
Ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini juga mengingatkan kita untuk bangun kembali saat kita jatuh dalam dosa. Kita mau berjuang untuk menjadi orang benar. Tetap memiliki semangat untuk bangkit lagi. Belajar dari kesalahan adalah bagian dari rencana-Nya.

Truth Youth 14 Januari 2025 (English Version) - LOST THE SPARK?
2025-01-15 12:35:26
“He gives power to the faint, and to him who has no might he increases strength. Even youths shall faint and be weary, and young men shall fall exhausted; but they who wait for the LORD shall renew their strength; they shall mount up with wings like eagles; they shall run and not be weary; they shall walk and not faint.” (Isaiah 40:29-31)
Friends, have you ever suddenly lost your enthusiasm? Like everything feels heavy, even things that usually make you happy no longer seem interesting. It turns out, losing enthusiasm could be a sign that we are exhausted—physically, emotionally, or even spiritually.
One sign of losing energy is constantly feeling tired and lacking motivation, even after rest. We become easily irritated, sad, or simply lack the drive to do anything. Additionally, our relationship with God can feel distant. Maybe we pray less, feel lazy about attending church, or think God is far away.
First of all, it’s really important to recognize what kind of exhaustion we are experiencing. If it's physical fatigue, we might just need more rest. If it's emotional fatigue, we might need to talk to a friend or someone we trust. And if it's spiritual fatigue, that’s a sign that we need to rebuild our relationship with God.
In Matthew 11:28, Jesus says, “Come to me, all you who are weary and burdened, and I will give you rest.” So, if you're feeling like you've lost your spark, come to God. He is ready to restore your energy and enthusiasm. Let’s start noticing these signs and take the first step toward regaining our motivation. Remember, we're never alone; God is always there to help us rise again!
WHAT TO DO:
No matter how heavy the pressure we face, let’s train ourselves to seek God.
BIBLE MARATHON:
▪ Genesis 42–43

Truth Youth 14 Januari 2025 - LOST THE SPARK?
2025-01-15 12:33:25
”Dia memberi kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat kepada yang tiada berdaya. Orang-orang muda menjadi lelah dan lesu dan teruna-teruna jatuh tersandung, tetapi orang-orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” (Yesaya 40:29-31)
Teman-teman, pernah nggak, sih, kamu merasa tiba-tiba kehilangan semangat? Seperti semua jadi berat, bahkan hal-hal yang biasa bikin kamu happy jadi nggak menarik lagi. Ternyata, kehilangan semangat itu bisa jadi tanda bahwa kita kelelahan—baik secara fisik, emosional, atau bahkan spiritual.
Salah satu tanda kehilangan semangat adalah merasa terus-menerus capek dan tidak punya energi, bahkan setelah istirahat. Kita jadi gampang marah, gampang sedih, atau malah nggak punya motivasi untuk ngelakuin apa-apa. Selain itu, hubungan kita sama Tuhan juga bisa terasa jauh. Mungkin kita jadi jarang berdoa, merasa malas untuk ikut ibadah, atau merasa Tuhan itu jauh.
Nah, pertama-tama, penting banget buat kita mengenali jenis kelelahan apa yang lagi kita alami. Kalau capek secara fisik, mungkin kita butuh waktu istirahat yang lebih banyak. Kalau capek secara emosional, mungkin kita
butuh ngobrol sama teman atau orang yang kita percayai. Dan kalau lelah secara spiritual, itu tandanya kita perlu memperkuat kembali hubungan kita sama Tuhan.
Dalam Matius 11:28, Yesus berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” Jadi, kalau kamu merasa kehilangan semangat, datanglah pada Tuhan. Dia siap mengembalikan energi dan semangatmu. Yuk, mulai perhatikan tanda-tanda ini dan ambil langkah pertama untuk meraih semangatmu lagi. Jangan lupa, kita nggak sendirian; Tuhan selalu ada untuk bantu kita kembali bangkit!
WHAT TO DO:
Seberapa berat kita menghadapi tekanan, mari kita melatih diri kita untuk mencari Tuhan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kejadian 42-43

Renungan Pagi - 14 Januari 2025
2025-01-15 06:47:13
Ada banyak orang gengsi untuk mengalah, bahkan punya berbagai alasan yang digunakan untuk tidak mengalah, baik itu dalam keluarga, dalam komunitas dan mari biasakan untuk meminta maaf ketika kita salah.
Mulai hari ini, buanglah gengsi dan hiduplah dalam ketulusan dan kasih Tuhan, selama berjalan dalam ketulusan, maka kita berjalan dalam kehendak Tuhan, Tuhan senang kepada orang yang dengan rendah hati mau mengalah demi terciptanya damai dan kasih Tuhan.

Quote Of The Day - 14 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-14 12:38:38
Kesucian harus menjadi kebutuhan yang kita rasakan selalu mendesak, tentu juga penting, sampai pada saatnya kita sungguh-sungguh tidak bisa hidup tanpa kesucian menurut standar Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 14 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-14 12:37:10
Orang-orang hebat adalah orang-orang yang dibawa Tuhan berjalan dalam badai. Badai kehidupan menjadi media atau ruangan Allah memperkenalkan diri-Nya.

EXPERIENCING THE AWESOMENESS OF GOD - 14 Januari 2025 (English Version)
2025-01-14 12:35:21
Our lives are lived only once, never to be repeated, and are short. This reality of a life that is lived only once and is fleeting is something we must view as extraordinary and truly awe-inspiring. In this one-time, brief life, God provides an awesomeness that He desires us, as His chosen people, to experience. Life is lived only once, it is short, and it is awesome. And the awesomeness of life lies in God Himself, who is present in our one-time and short life. Certainly, not many people experience this awesomeness of life, which also means that not many people experience God. Surely, we want to experience God.
How can we experience this awesomeness or encounter God? First, we must go through the storm. God does not merely walk in the gentle breeze; He often walks in the midst of storms. We will never find God if we only seek to enjoy the calm, gentle breeze. Instead, God is more often found in the storm. It is in the storm that a person encounters God. Great people are those whom God brings to walk in the storm. They will not experience the awesomeness of God without encountering the storm. It is precisely in the storm that God reveals Himself.
Remember what God said to Moses: "Today, I will show My greatness. I will part the Red Sea." That was the storm experienced by Moses and the Israelites when they were trapped on the shores of the Red Sea. Meanwhile, Pharaoh with his executioners, chariots, and mighty horses, were pursuing them. The Israelites were surely doomed, as there was no way out. They were cornered by the sea. If they retreated, they would face Pharaoh’s army, while on both sides there were mountains, leaving no escape. That was the storm of life.
At this very critical moment, God sent His cloud. They could see God’s cloud present, forming a barrier between Pharaoh and his army, and the Israelites. They had never seen a sea part before. But God introduced Himself to them through the storm. The storm of life becomes the medium or space where God reveals Himself. So, accept the storm as a beautiful space or a garden full of blessings, because the awesomeness of God is present there. Indeed, God may not be visible, while the problem is clearly in front of our eyes. But it is there that God brings us into a meeting space with Him. The storm is a meeting space where we learn to trust Him. It is from the storm that people come to know God—His faithfulness, His power, and His love.
And do we know that the storm is a blessing? Not many people experience the storm along with the understanding to know and comprehend Him through it. We are the ones whom God loves, chosen to know this truth and to welcome every storm as the space where we encounter Him.
Second, a holy life. Do not take this lightly-we will face opportunities to steal, seek revenge, commit adultery, boast, or compete for honor and position. It is in these moments that God challenges us, "Who will you choose?" Without holiness, no one will see God (Matt. 5:8). Our holiness must be perfect. It is easy to say but extremely difficult to do. We must identify the evil and cunning within ourselves, which surfaces at certain moments. Strangely enough, the monster of evil within us knows the perfect timing to exploit the opportunity for sin when temptation arises. Our cruelty toward others, our cunning for self-gain, and more-these traits exist within us. We must have the courage to discard them. This teaches us what it means to be like children before the Father-innocent, genuine, and natural.
If we are not shaped by God through storms, we will not recognize the cunning tendencies within ourselves. If we can "detect" the cunning in someone else, no matter how subtle it is, it is because we have once harbored the same cunning ourselves. We will never truly know God as long as there is cunning within us, no matter how small it may be. Sometimes, it is not subtle or small sins but even great sins that go unnoticed-hidden pride, undetectable, and unacknowledged. Why? Because we are not connected with God, we do not feel His presence or His holiness. Only when we continuously and persistently seek His face will we begin to sense God's holiness.
THE AWESOMENESS OF LIFE LIES IN GOD HIMSELF, WHO IS PRESENT IN OUR ONE-TIME AND SHORT LIFE.

Bacaan Alkitab Setahun - 14 Januari 2025
2025-01-14 12:32:59
Ayub 38-39

MENGALAMI KEDAHSYATAN TUHAN - 14 Januari 2025
2025-01-14 12:32:15
Hidup kita hanya satu kali, tidak pernah terulang, dan singkat. Kenyataan hidup yang satu kali dan singkat ini adalah sesuatu yang kita harus pandang luar biasa dan benar-benar dahsyat. Di dalam kehidupan yang hanya satu kali dan singkat ini, Allah menyediakan kedahsyatan yang tentu diharapkan dialami oleh kita sebagai umat pilihan. Hidup ini hanya satu kali, singkat, dan dahsyat. Dan kedahsyatan hidup terletak pada Tuhan sendiri, yaitu Tuhan yang hadir di dalam hidup kita yang hanya satu kali dan yang singkat. Tentu tidak banyak orang mengalami kedahsyatan hidup ini, yang sama artinya tidak banyak orang yang mengalami Tuhan. Tentu kita ingin mengalami Tuhan.
Bagaimana kita bisa mengalami kedahsyatan atau mengalami Tuhan? Yang pertama, kita harus melewati badai. Tuhan tidak pernah berjalan hanya di angin sepoi-sepoi, tetapi Tuhan lebih banyak berjalan dalam badai. Kita tidak akan pernah menemukan Tuhan kalau hanya menikmati angin sepoi-sepoi nan sejuk. Justru Tuhan lebih banyak ada di dalam badai. Di dalam badailah seseorang menemukan Tuhan. Orang-orang hebat adalah orang-orang yang dibawa Tuhan berjalan dalam badai. Ia tidak akan mengalami kedahsyatan Allah kalau tidak ada badai. Justru di dalam badai, Allah menyatakan diri-Nya.
Ingat, apa yang dikatakan Tuhan kepada Musa: "Hari ini, Aku akan menunjukkan kebesaran-Ku. Aku membelah Laut Kolsom." Itu badai yang dialami Musa dan bangsa Israel, ketika mereka dalam keadaan terjepit di pantai Laut Teberau. Sementara Firaun dengan algojo-algojonya, dengan kereta perang dan kuda-kuda yang kuat, mengejar bangsa Israel. Umat Israel pasti mati, karena tidak ada jalan, mereka terpojok di depan laut. Jika mundur, pasti mereka bertemu dengan prajurit Firaun, sementara di kanan-kiri mereka bukit, sehingga mereka tidak bisa lari. Itulah badai kehidupan.
Di saat yang sangat kritis itulah Tuhan menurunkan awan-Nya. Mereka bisa melihat awan Tuhan yang hadir yang membatasi Firaun dan tentaranya, dengan bangsa Israel. Mereka tidak pernah melihat laut yang dibelah. Tetapi Tuhan membawa mereka mengenal-Nya lewat badai. Badai kehidupan menjadi media atau ruangan Allah memperkenalkan diri-Nya. Jadi, terimalah badai sebagai ruangan indah atau sebagai taman penuh berkat, karena ada kedahsyatan Allah hadir di situ. Memang Allah tidak kelihatan, sedangkan masalah di depan mata. Tetapi di situlah kita dibawa Tuhan kepada ruang pertemuan dengan Allah. Badai itu merupakan ruang pertemuan di mana kita belajar memercayai Dia. Dari badai itulah orang mengenal Allah; kesetiaan-Nya, kuasa-Nya, kasih sayang-Nya.
Dan tahukah kita bahwa badai itu berkat? Tidak banyak orang yang mengalami badai sekaligus pengertian untuk mengenal dan memahami Dia melalui badai itu. Kitalah orang yang dikasihi Tuhan untuk mengenal kebenaran ini dan menyambut setiap badai sebagai ruangan di mana kita berjumpa dengan Tuhan.
Yang kedua, kesucian hidup. Jangan main-main, kita akan punya kesempatan mencuri, balas dendam, berzina, membanggakan diri, berebut hormat dan kedudukan, tapi di situlah Tuhan menantang, “Siapa yang kamu pilih?” Tanpa kesucian atau kekudusan, tidak seorang pun melihat Allah (Mat. 5:8). Kesucian kita harus sempurna. Memang mudah mengucapkannya, tetapi betapa sulit melakukannya. Kita harus menemukan kejahatan dan kelicikan di dalam diri kita, yang muncul pada saat-saat tertentu. Dan herannya, monster kejahatan di dalam diri kita tahu momentum atau saat yang baik di mana ada rangsang dosa; ada kesempatan dosa. Kebengisan-kebengisan kita terhadap orang, kelicikan-kelicikan kita demi keuntungan diri, dsb. Di dalam diri kita, ada kelicikan. Kita harus berani membuangnya. Dan itu membuat kita mengerti apa artinya menjadi seperti anak-anak di hadapan Bapa. Polos, apa adanya, natural.
Kalau kita tidak dibentuk Tuhan lewat badai, maka kita tidak mengenali kelicikan-kelicikan yang ada pada kita. Jika kita bisa ‘mengendus’ kelicikan seseorang, sehalus apa pun, itu karena kita pernah memiliki kelicikan tersebut. Kita tidak akan pernah mengenal Allah dengan benar selama ada kelicikan-kelicikan, sekecil apa pun kelicikan itu, sekecil apa pun dosa itu. Kadang-kadang bukan dosa halus atau dosa kecil, melainkan dosa besar pun tidak disadari. Dosa kesombongan terselubung; tidak ‘diendus,’ tidak mampu mendeteksi. Mengapa? Karena tidak melekat dengan Tuhan, tidak merasakan kehadiran dan kesucian Allah. Kalau terus-menerus tiada henti kita mencari wajah-Nya, baru kita bisa mengendus kesucian Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KEDAHSYATAN HIDUP TERLETAK PADA TUHAN SENDIRI, YAITU TUHAN YANG HADIR DI DALAM HIDUP KITA YANG HANYA SATU KALI DAN YANG SINGKAT.

Truth Kids 13 Januari 2025 - HATI YANG TENANG DAN KUAT
2025-01-13 18:48:31
2 Tesalonika 3:5
”Kiranya Tuhan tetap menujukan hatimu kepada kasih Allah dan kepada ketabahan Kristus.”
Sobat Kids, apakah kalian masih ingat cerita tentang badai yang terjadi saat murid-murid dan Tuhan Yesus berada di dalam perahu? Murid-murid-Nya sangat panik, tetapi Tuhan sedang tidur di buritan. Murid-murid Tuhan Yesus panik, namun Ia tetap tenang.
Sobat Kids, terkadang kita seperti murid Tuhan Yesus yang gelisah dan panik, bahkan mulai ragu terhadap Tuhan. Saat Sobat Kids ada dalam dua pilihan untuk berbuat baik atau jahat, memilih setia atau kompromi dengan dosa, hati kalian menjadi bingung. Sobat Kids terkadang tergoda oleh pilihan-pilihan yang tidak sesuai dengan firman Tuhan.
Kita harus mencontoh Tuhan Yesus yang memiliki ketenangan dan hati yang kuat untuk tetap memilih pilihan yang menyenangkan hati Allah Bapa. Sobat Kids, belajarlah dan latihlah hati kita untuk memiliki ketenangan dan kuat berada dalam jalan Tuhan.

Truth Junior 13 Januari 2025 - NAHKODA
2025-01-13 18:46:24
2 Tesalonika 3:5
”Kiranya Tuhan tetap menujukan hatimu kepada kasih Allah dan kepada ketabahan Kristus.”
Pimpinan yang paling tinggi dalam sebuah kapal adalah nahkoda. Jika ada badai datang di tengah laut, nahkoda akan memberikan arahan kepada anak buah kapal. Nahkoda akan menuntun juri mudi untuk memutar kemudi ke arah tertentu dan kecepatan tertentu. Kemudi kecil yang dikendalikan nahkoda akan membawa seluruh penumpang yang ada di dalam kapal tersebut selamat.
Dalam kehidupan rohani, Tuhan adalah nahkoda kita, Sobat Junior. Tuhan akan mengarahkan hidup kita agar tertuju kepada Allah Bapa di surga. Hati kita sering terombang-ambing dengan pengaruh dan kesenangan yang dunia tawarkan, tetapi Tuhan dapat menenangkannya.
Coba Sobat Junior hitung-hitung waktu yang kalian habiskan dalam satu hari. Kegiatan apa saja yang kalian lakukan dalam durasi 24 jam sehari? Manakah kegiatan yang lebih banyak kalian lakukan, kegiatan yang menujukan hati kepada Allah atau kepada dunia?
Sobat Junior, kita perlu pimpinan Tuhan setiap hari. Oleh sebab itu, kita harus menghabiskan waktu kita lebih lagi kepada Tuhan. Semua yang kita lakukan berpusat kepada Tuhan. Biarlah pimpinan Tuhan yang mengarahkan langkah hidup ini sehingga kita tidak salah jalan.

Truth Youth 13 Januari 2025 (English Version) - MY DESIRE TO FULFILL HIS DESIRE
2025-01-13 18:21:46
“The heart of man plans his way, but the LORD establishes his steps.” (Proverbs 16:9)
A simple story of a young child who, when in elementary school, dreamed of becoming a pilot. His desire was to travel the world and visit all the best places. However, his dream faded when he needed glasses in high school due to nearsightedness. This situation left him disappointed and angry because it shattered his dream. Eventually, in his youth, he became a journalist, a career that allowed him to travel the world as a reporter.
This brief story teaches us a valuable lesson about God's plan for every human life. Often, as humans, we have many plans and desires that, upon deeper reflection, are mainly for personal satisfaction. There is nothing wrong with dreams or hopes, but it becomes problematic if we do not align those desires with God's will—as our Creator.
As Christians, we must understand that our desires may not necessarily align with God's will. That’s why many Christians find it difficult to accept reality or even become disappointed with God when their desires are not fulfilled. In fact, many people who were once devoted followers of Jesus Christ may lose their faith due to disappointment and anger.
It is crucial to understand God’s will for our lives. Let all our desires and life ambitions be for God’s glory alone. This can happen when we make it a habit to sit at the feet of God daily and fully understand His specific plans for our lives. Achieving this requires sacrifice—sacrificing our wrong desires and embracing His desires as we move forward.
Therefore, make God the priority in your life and let every event serve as an opportunity to train your heart to align your ambitions and desires with His will. As Psalm 37:4 says, “Delight yourself in the LORD, and He will give you the desires of your heart."
WHAT TO DO:
1. Reevaluate your desires and ambitions—are they for personal pleasure or for God’s glory?
2. If you are experiencing a path that seems different from your plan, do not be quick to anger! Instead, sit quietly before God and ask Him about His plan for your life.
BIBLE MARATHON:
▪ Genesis 39–41

Truth Youth 13 Januari 2025 - KEINGINANKU MEWUJUDKAN KEINGINAN-NYA
2025-01-13 18:18:47
”Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya.” (Amsal 16:9)
Sebuah kisah sederhana dari seorang anak kecil yang saat ia duduk di bangku sekolah dasar memiliki cita-cita menjadi seorang pilot, karena kerinduannya kelak ketika dewasa ingin keliling dunia dan berkunjung ke semua tempat terbaik. Namun semua keinginannya tersebut luntur, ketika masuk sekolah menengah atas matanya harus menggunakan kacamata karena mengalami mata minus. Keadaan demikian membuatnya kecewa dan marah sebab membuyarkan cita-citanya. Singkat cerita, saat memasuki masa muda ia diterima kerja sebagai seorang jurnalis, yang ternyata bisa membawanya keliling dunia sebagai wartawan.
Kisah singkat di atas memberikan pelajaran yang berharga mengenai rencana Tuhan bagi setiap kehidupan manusia. Terkadang kita sebagai manusia memiliki banyak rencana dan keinginan, yang jika diselidiki lebih dalam sebenarnya semua itu untuk kepuasan pribadi saja. Tidak ada yang salah dengan cita-cita atau harapan yang kita rindukan, namun akan menjadi tidak tepat jika setiap cita-cita atau harapan tersebut tidak kita selaraskan dengan keinginan Bapa – sebagai Pencipta kita.
Hal yang perlu kita ketahui bersama sebagai orang Kristen yakni keinginan yang ada dalam diri kita belum tentu sejalan dengan keinginan atau kehendak Tuhan. Itu sebabnya, tidak sedikit orang Kristen pun tidak bisa menerima kenyataan bahkan kecewa kepada Tuhan, hanya karena keinginannya tidak terwujud. Bahkan tidak menutup kemungkinan, banyak orang yang dahulu setia sebagai pengikut Tuhan Yesus, bisa pergi meninggalkan imannya hanya karena kecewa dan marah.
Menjadi perhatian yang tidak bisa dianggap remeh, pentingnya memahami kehendak- Nya bagi kehidupan kita. Biarlah segala keinginan serta ambisi hidup ini, hanyalah untuk kemuliaan Tuhan saja. Semua ini bisa kita lakukan, jika memiliki kebiasaan duduk diam di kaki Tuhan setiap hari dan mengerti secara utuh rencana Tuhan secara khusus bagi kehidupan kita. Hal ini diperoleh dengan pengorbanan, mengorbankan keinginan diri sendiri yang salah dan mengenakan keinginan-Nya dalam melangkah.
Oleh sebab itu, jadikanlah Tuhan yang utama dalam kehidupan ini dan biarkanlah setiap kejadian yang terjadi menjadi sarana Latihan hati untuk menyesusaikan segala ambisi dan keinginan kita dengan kehendak Tuhan. Seperti yang tertulis dalam Mazmur 37:4 – “Bergembiralah karena TUHAN; maka Ia akan memberikan kepadamu apa yang diinginkan hatimu.”
WHAT TO DO:
1.Seleksi kembali keinginan dan ambisi kita, apakah itu untuk kesenangan diri sendiri atau kemuliaan Tuhan.
2.Jika sedang mengalami jalan yang seakan berbeda dengan rencana, jangan buru-buru marah! Melainkan duduk diam datang kepada Tuhan untuk tanyakan rencana-Nya bagi hidupmu.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kejadian 39-41

Renungan Pagi - 13 Januari 2025
2025-01-13 18:06:22
Betulkah kita sungguh-sungguh berdoa? Betulkah sungguh-sungguh bergaul dengan firman-Nya? Betulkah ada dalam pujian dan penyembahan? Kadangkala kita rajin beribadah tetapi tidak berdoa secara pribadi.
Kita dibacakan firman digereja, tetapi tidak pernah membaca firman ketika ada dirumah, kita juga hanya memuji dan menyembah Tuhan di gereja, diluar gereja tidak melakukannya; mari kita memperhatikan hal ini supaya anugerah Tuhan dinyatakan dalam hidup kita.

Quote Of The Day - 13 Januari 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-13 18:03:20
Kalau dimensi hidup kita itu dimensi kekekalan, bahwa kita orang-orang yang dipilih Tuhan untuk memiliki dimensi hidup anak-anak Allah, yang seluruh pengharapan kita taruh di dunia yang akan datang, cara hidup kita pasti berubah.

Mutiara Suara Kebenaran - 13 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-13 18:01:53
Salah satu bukti kalau orang tidak mengalami Tuhan adalah ia tidak kuat berdoa lama, tidak akan kuat duduk diam di kaki Tuhan.

BRINGING JESUS TO LIFE - 13 Januari 2025 (English Version)
2025-01-13 17:45:12
As God grants us deeper understanding and reveals His truth, the work of serving Him feels increasingly heavy-and indeed, it should feel weighty. Service has never been light; it has always been heavy. With the growing understanding of God’s truth that He gives us, we realize that ministry is a struggle to transform life to align with God’s standard-and that standard is the Lord Jesus. This means bringing Jesus to life in our lives today. We cannot bring Jesus to life in the lives of others if we have not first brought Him to life within ourselves. Not a single word should go astray, let alone our actions. That’s why our thoughts and feelings must be kept pure, free from defilement and desires that are not in accordance with God’s will.
Ministry today is far heavier because our inner being is being refined through the struggle of bringing ourselves to God’s standard of holiness. Bringing Jesus to life within us must begin with experiencing what the heroes of faith in the Old Testament experienced in our own lives. What is written in the Old Testament must become a reality we experience. It may not be exactly the same. Clearly, it cannot be exactly the same. But the living God-the God of Abraham, Isaac, and Jacob-must be alive within us and in the struggles of our lives. We must truly believe in God. We must grasp the characteristics of the Father in heaven-He does not easily provide solutions, reveal Himself, or grant requests.
Look at how Abraham endured years that seemed as if God had forgotten His promise. Consider how Joseph, who received dreams of becoming a ruler, had to go through treacherous paths. Observe how the Israelites wandered for 40 years. See how David had to endure a long journey before his anointing as king was fulfilled or realized, and so on. Believing in the living God is not easy. The downfall of the church began when the real experience of the living God was replaced with mere knowledge about God. Those who possess knowledge about God without actually experiencing Him are often the ones standing at the pulpit, teaching the congregation. Imagine-what is being shared?
One of the proofs that someone has not experienced God is their inability to pray for long periods or sit quietly at the feet of the Lord. We desire to experience God-to bring the living God into our lives. To do this, we must first examine the Old Testament, which reveals the dynamic lives of God's people and how He was present amidst all their struggles. We must also experience God's presence in the dynamics of our own lives and challenges. However, in the New Testament, our focus is no longer on the earthly world. Unlike the Israelites, whose goal was the earthly Canaan, our destination is the heavenly Canaan. Yet, the presence of God in our lives must still be a real experience.
Jesus became the perfect man, and He is now the Ruler of the universe. Let us not take this lightly-there is none greater than Jesus except the Father. Because God the Father remains unseen, all authority in heaven and on earth has been given to our glorious King, the Lord Jesus. If we want to honor the Lord Jesus, there is only one way: wear His life in ours today. Do what Jesus did. The question is, how do we bring Jesus to life? This requires us to truly understand the Bible clearly. We must avoid straying from the reality of experiencing God into a mere intellectual exercise about God. It’s not wrong to process knowledge about God intellectually-this is part of the journey-but we must not lose our way in this.
We might have mountains of theological formulations about God, but they are meaningless compared to a direct encounter with Him. This is not about rejecting theology. So now, we need to genuinely experience God. How can we experience the living God in the daily dynamics of our lives? That itself is not always a given, let alone living in the moral holiness of Jesus and being perfect like the Father. Indeed, it’s still a long way off. We have not even fully grasped the certainty of God's presence. Therefore, seek the Lord. We are already saying farewell to the world, just waiting for the time when God calls us. But before God picks us up, we want to work for Him. Bring God into the dynamics of our lives. Remember, God never leaves us. Experience the living God, then step into the realm of holy living-perfect like the Father, and like Jesus.
WE CANNOT BRING JESUS TO LIFE IN OTHERS IF WE HAVE NOT FIRST BROUGHT HIM TO LIFE WITHIN OURSELVES.

MENGHIDUPKAN YESUS - 13 Januari 2025
2025-01-13 17:43:30
Seiring dengan pengertian yang ditambahkan Tuhan, kebenaran yang dianugerahkan Tuhan untuk kita pahami, maka pelayanan pekerjaan Tuhan menjadi terasa semakin berat dan memang seharusnya berat. Dari dulu, memang pelayanan tidak ringan; berat. Seiring dengan bertambahnya pengertian kebenaran yang Tuhan berikan, kita terfokus bahwa pelayanan adalah perjuangan untuk mengubah kehidupan sesuai atau seturut dengan standar Allah; dan standarnya adalah Tuhan Yesus. Itu berarti bagaimana menghidupkan Yesus dalam hidup kita sekarang. Kita tidak bisa menghidupkan Yesus di dalam hidup orang lain kalau Dia belum kita hidupkan di dalam diri kita. Tidak boleh ada satu kata pun yang meleset, apalagi perbuatan yang meleset. Makanya pikiran, perasaan kita harus dijaga supaya bersih dari hal-hal najis dan segala keinginan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.
Pelayanan hari ini jauh lebih berat, karena batin kita ikut terasah dalam pergumulan bagaimana membawa diri pada standar kekudusan Allah. Menghidupkan Yesus dalam hidup kita harus dimulai dari menghidupkan apa yang dialami tokoh-tokoh iman Perjanjian Lama dalam hidup kita. Apa yang ditulis di dalam Alkitab Perjanjian Lama harus menjadi realitas yang kita alami. Mungkin tidak sama persis. Jelas tidak mungkin sama persis. Tapi Allah yang hidup—Allah Abraham, Ishak, dan Yakub—harus kita hidupkan di dalam hidup kita, di dalam pergumulan-pergumulan hidup kita. Kita harus benar-benar memercayai Allah. Karakteristik Bapa di surga yang harus kita tangkap; di mana Bapa itu tidak mudah memberi jalan keluar, tidak mudah menunjukkan diri, juga tidak mudah mengabulkan doa.
Lihat, bagaimana Abraham melewati tahun-tahun seakan-akan Tuhan melupakan janji-Nya. Lihat juga bagaimana Yusuf yang sudah mendapatkan mimpi akan menjadi penguasa, harus melewati jalan-jalan terjal. Lihat, bagaimana bangsa Israel dibuat berputar-putar selama 40 tahun. Lihat, bagaimana Daud harus mengalami perjalanan panjang untuk kemudian pengurapannya sebagai raja dipenuhi atau digenapi, dan lain sebagainya. Memercayai Allah hidup memang tidak mudah. Rusaknya gereja dimulai ketika memindahkan pengalaman riil Allah yang hidup, dengan pengetahuan tentang Allah. Dan mereka yang memiliki pengetahuan tentang Allah, namun sebenarnya tidak mengalami Allah adalah orang-orang yang berdiri di mimbar dan mengajar jemaat. Bayangkan, apa yang dibagikan?
Salah satu bukti kalau orang tidak mengalami Tuhan adalah ia tidak kuat berdoa lama, tidak akan kuat duduk diam di kaki Tuhan. Kita mau mengalami Tuhan, bagaimana Tuhan yang hidup itu dihadirkan dalam kehidupan kita. Jadi, kita harus melihat dulu Perjanjian Lama dalam dinamika hidup umat yang dihadiri oleh Allah dengan segala persoalannya. Kita harus mengalami kehadiran Allah dalam dinamika hidup kita, dalam segala persoalan. Tetapi di Perjanjian Baru, arah kita sudah bukan dunia lagi. Seperti bangsa Israel, Kanaan duniawi, tapi kita Kanaan surgawi. Tapi kehadiran Allah dalam hidup kita, harus kita alami.
Yesus menjadi manusia yang sempurna, yang kemudian Yesuslah yang menjadi Penguasa jagat raya. Jangan main-main, tidak ada yang lebih besar dari Yesus kecuali Bapa. Karena Allah Bapa tidak pernah kelihatan, maka segala kuasa di surga dan di bumi diserahkan kepada Yang Mulia Raja kita, Tuhan Yesus. Kalau kita mau menghormati Tuhan Yesus, satu saja caranya: kenakan hidup-Nya dalam hidup kita hari ini. Lakukan apa yang Yesus lakukan. Masalahnya, bagaimana menghidupkan Yesus? Makanya kita harus betul-betul melihat Alkitab dengan jelas, jangan sampai kita lari dari kenyataan bertuhan, lalu masuk kepada pergumulan pengetahuan, mengolah Tuhan di dalam nalar. Tidak salah mengolah Tuhan di dalam nalar, itu bagian dari pergumulan, tapi jangan sampai kita menjadi sesat di situ.
Kita boleh punya rumusan segunung mengenai Allah, tapi itu tidak ada artinya dibanding perjumpaan langsung dengan Dia. Bukan anti teologi. Jadi, sekarang kita mau betul-betul mengalami Tuhan dulu. Bagaimana mengalami Allah yang hidup dalam dinamika hidup kita setiap hari, itu pun belum tentu dialami, apalagi masuk moral kekudusan seperti Yesus, sempurna seperti Bapa. Memang masih jauh. Meyakini Allah hadir saja, belum. Maka, carilah Tuhan. Kita sudah mau pamitan dengan dunia, tinggal tunggu waktu dijemput Tuhan. Tapi sebelum Tuhan menjemput kita, kita mau berkarya bagi Tuhan. Hadirkan Tuhan dalam dinamika hidup kita. Ingatlah, Tuhan tidak meninggalkan kita. Alamilah Tuhan yang hidup, lalu masuk ke kawasan kesucian hidup, sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA TIDAK BISA MENGHIDUPKAN YESUS DI DALAM HIDUP ORANG LAIN KALAU DIA BELUM KITA HIDUPKAN DI DALAM DIRI KITA.

Bacaan Alkitab Setahun - 13 Januari 2025
2025-01-13 17:40:56
Ayub 35-37

Truth Kids 11 Januari 2025 - TUHAN PERISAIKU
2025-01-12 11:12:42
Mazmur 18:31
”Adapun Allah, jalan-Nya sempurna: janji TUHAN adalah murni Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya."
Doni terpilih mewakili sekolahnya dalam lomba sains di wilayahnya. Acara lomba tersebut diadakan minggu depan, jadi Doni mempunyai waktu untuk belajar atau mempersiapkan lomba. Dalam seminggu itu, Doni merasa gelisah dan kuatir. Doni mulai meragukan kemampuannya. Ia pun takut jika mengecewakan guru, sekolah, atau orang tuanya. Setiap malam Doni susah tidur karena memikirkan acara lomba tersebut, sampai-sampai Doni sakit.
Mama Doni tahu bahwa sakitnya Doni karena pikiran dan kekhawatirannya. Saat mama merawat Doni, dengan lemah lembut mama memberi nasihat bahwa kekhawatiran tak akan membantu apa-apa. Kalau Doni percaya kepada Tuhan, maka Tuhan adalah perisai Doni yang selalu melindungi dan menyertai setiap langkahnya. Kalau guru atau sekolah memercayai Doni, berarti Tuhan juga memercayai Doni mengikuti lomba dengan sebaik mungkin. Setelah mendengar nasihat mama, Doni merasa percaya diri dan bersemangat untuk mempersiapkan lomba.
Sobat Kids, yuk, kita belajar untuk percaya penuh bahwa Tuhan adalah perisai kita. Tuhan tak akan meninggalkan orang yang mengasihi Tuhan. Ia akan selalu menyertai setiap langkah kita, asalkan kita berharap dan percaya kepada Tuhan.

Truth Junior 11 Januari 2025 - GOD IS MY PROTECTION
2025-01-12 11:09:52
Mazmur 18:31
”Adapun Allah, jalan-Nya sempurna: janji TUHAN adalah murni Dia menjadi perisai bagi semua orang yang berlindung pada-Nya.”
Waktu kecil, ayah dan ibu selalu mengajak berdoa sebelum tidur. Kita percaya Tuhan menjaga dan ada bersama saat kita tidur. Ketika di sekolah sebelum menghadapi ujian, guru memimpin doa supaya bisa mengerjakan ujian. Firman Tuhan yang telah kita baca hari ini memberikan pesan Tuhan adalah perisai hidup kita. Ia satu-satunya perlindungan kita. Meski dalam rasa takut, ada Tuhan beserta kita.
Kita sebagai anak-anak-Nya Allah Bapa harus selalu belajar dan berlatih untuk menumbuhkan iman karakter Kristus dalam diri kita. Kita berjuang supaya kuat melawan godaan Iblis. Percayalah bahwa Tuhan lebih besar dari masalah atau kesulitan kita. Ia memberikan Sobat Junior kekuatan untuk melawan dosa. Misalnya kita memilih untuk belajar daripada bermain games, tidak menyontek saat ujian, dan menghibur teman kita yang sedang sedih.
Selain kuat, kita juga harus memiliki dasar yang kokoh, seperti akar tanaman semakin kuat dan subur. Oleh karena itu, Sobat Junior, _yuk_ kita selalu membaca Alkitab. Dengan membaca dan melakukan firman-Nya, kita semakin mengenal dan berkarakter seperti Kristus.
Dalam perlindungan-Nya, Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Ketika jalan kita serong, Ia setia menuntun dan beserta kita selalu. Tuhan menyayangi Sobat Junior. Ia tak menutup mata bahkan saat kita sedang tertidur. Marilah kita berjuang untuk menyenangkan hati-Nya dan berharap selalu kepada-Nya.

Truth Youth 11 Januari 2025 - LET GO OF THE BURDEN, FOCUS ON GOD!
2025-01-12 11:05:09
“Finally, brothers, whatever is true, whatever is noble, whatever is right, whatever is pure, whatever is lovely, whatever is admirable—if anything is excellent or praiseworthy—think about such things.” (Philippians 4:8)
Hey friends! In this fast-paced and busy world, it seems really hard to focus on God, doesn’t it? There are so many distractions—social media, school activities, hanging out with friends, or even binge-watching your favorite shows. These things aren’t wrong, but if they start pulling us away from God, it might be time to evaluate things.
Hebrews 12:1 says, “Let us throw off everything that hinders and the sin that so easily entangles.” This verse reminds us that sometimes we carry “burdens” or distractions that make it hard to grow in our faith. For example, scrolling on social media until we forget to pray, or constantly worrying about what others say, forgetting that the most important thing is God’s will.
So, how can we focus more on God? First, try reducing the things that often distract you. Set a specific time for quiet or personal prayer, and commit to not being interrupted by your phone or other distractions during that time. Second, fill your heart with things that bring you closer to Him, like reading the Bible, listening to worship music, or participating in activities that help strengthen your faith.
Focusing on God is like tidying up our lives from distractions. The more we remove unnecessary things, the clearer we can see His plan and will for our lives. Let’s release the distractions and draw closer to Him. Trust me, your time with God will never be wasted!
WHAT TO DO:
Learn to discipline yourself to have a dedicated prayer time with God at all times.
BIBLE MARATHON:
▪ Genesis 32–35

Truth Youth 11 Januari 2025 - LEPASKAN BEBAN, FOKUS KE TUHAN!
2025-01-12 11:02:51
”Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Filipi 4:8)
Hai teman-teman! Di zaman yang serba cepat dan serba ada ini, kayaknya susah banget ya buat fokus ke Tuhan? Ada begitu banyak hal yang bisa mengalihkan perhatian kita—media sosial, aktivitas sekolah, hangout bareng teman, atau bahkan sekadar binge-watching serial favorit. Hal-hal ini nggak salah, tapi kalau sampai bikin kita jauh dari Tuhan, mungkin kita perlu evaluasi, nih.
Ibrani 12:1 bilang, “Marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa kadang kita membawa “beban” atau gangguan yang bikin kita susah maju dalam iman. Misalnya, kebiasaan scrolling media sosial sampai lupa doa, atau sering banget mikirin omongan orang sampai lupa bahwa yang terpenting adalah kehendak Tuhan.
Jadi, gimana caranya biar bisa lebih fokus ke Tuhan? Pertama, coba kurangi hal-hal yang sering bikin kamu terdistraksi. Buat jadwal khusus untuk waktu teduh atau doa pribadi, dan komitmen untuk nggak terganggu sama ponsel atau hal-hal lainnya selama waktu itu. Kedua, isi hati dengan hal-hal yang membawa kita lebih dekat kepada-Nya, seperti baca Alkitab, dengerin lagu rohani, atau ikut kegiatan yang bisa menumbuhkan iman.
Fokus pada Tuhan itu ibarat merapikan hidup kita dari gangguan. Semakin kita menghilangkan hal-hal yang nggak perlu, semakin jelas juga kita bisa melihat rencana dan kehendak Tuhan dalam hidup kita. Yuk, lepaskan gangguan dan lebih mendekat kepada- Nya. Percaya deh, waktu kamu buat Tuhan nggak akan pernah sia-sia!
WHAT TO DO:
Belajar mendisiplinkan diri untuk memiliki jam doa dengan Tuhan setiap saat
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kejadian 32-35

Renungan Pagi - 11 Januari 2025
2025-01-12 10:09:54
Kalau kita berketetapan hati untuk hidup dalam kebenaran, maka dimanapun berada hidup menjadi berkat, karena setiap orang akan merasakan ketenangan dan sejahtera, melalui kehidupan kita.
Marilah menjadi orang percaya yang berketetapan hati untuk tidak menajiskan diri sendiri, sehingga dimanapun berada, sukacita dan damai sejahtera surgawi senantiasa menyertai kita.

Quote Of The Day - 11 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-11 23:07:21
Kita harus bertekad untuk mencapai kesucian setinggi-tingginya sampai puncak kekudusan yang bisa kita capai, sesuai dengan porsi kita masing-masing, dan mendapatkan sertifikat penilaian sangat memuaskan.

Mutiara Suara Kebenaran - 11 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-11 23:00:51
Gaya hidup yang Tuhan kehendaki kita miliki adalah hati kita tertaruh di dalam Kerajaan Surga.

Bacaan Alkitab Setahun - 11 Januari 2025
2025-01-11 22:53:39
Ayub 29-31

ENERGI ILAHI - 11 Januari 2025
2025-01-11 18:50:13
Kalau tubuh kita menjadi bait Roh Kudus, maka harus ada ruang maha suci dan itu milik Tuhan. Itu ruang pertemuan kita dengan Allah, tidak boleh ada ruangan lain. Dan hidup kita digerakkan untuk melayani Tuhan, menyenangkan hati-Nya, karena fokus kita itu hanya Kerajaan Surga. Jika kita berjuang, maka kita bisa merasa bagaimana arah hidup kita mulai digerakkan, tapi sedikit demi sedikit, tidak bisa sekaligus. Bahkan aktivis dan pendeta pun belum tentu bisa memindahkan fokus itu. Tidak mudah, sebab cara hidup yang kita warisi dari nenek moyang itu bukan perkara-perkara yang di atas, tapi perkara-perkara yang di bumi. Belum lagi nanti kalau ketemu pendeta yang secara tidak langsung atau langsung mengarahkan jemaat untuk menyelamatkan hidup sekarang ini, bagaimana diberkati, bagaimana melewati hidup dengan tubuh sehat, bagaimana berhasil dalam karier, menjadi kepala bukan ekor. Bukan tidak boleh, namun itu belum tepat.
Yang diajarkan tidak menembus batas, maka cara hidupnya tidak berbeda dengan anak dunia, walaupun dalam pelaksanaan keagamaan pasti beda; mereka ke rumah ibadah agamanya, kita ke gereja; kita memiliki budaya Kristen, menyanyi, pakai kalung salib, dan lain-lain. Padahal gaya hidup yang Tuhan kehendaki kita miliki adalah hati kita tertaruh di dalam Kerajaan Surga. Coba kita jujur kepada diri kita masing-masing, betapa sulitnya memindahkan hati kita di Kerajaan Surga, bukan? Seakan-akan itu ada di dimensi yang lain, yang tidak tersentuh. Tapi ketika kita mulai menanggalkan kesenangan-kesenangan dunia, mulai benar-benar hidup suci, maka kita bisa masuk dimensi itu. Mungkin anak-anak muda belum bisa mengerti maksudnya. Maka, orang tua harus terlebih dahulu melangkah, memberi pola yang kemudian anak-anak dapat teladani.
Jadi, konsekuensi ini harus diberi tahu kepada jemaat. Dan konsekuensi itu dilambangkan dengan baptisan. Kalau bagi orang Yahudi, baptisan adalah perubahan gaya hidup, cara hidup dari orang yang beragama lain, suku bangsa lain, lalu menjadi orang Yahudi; namanya baptisan proselit. Sejak dibaptis itu, seseorang harus disunat, harus makan yang halal, pakaiannya pun tidak boleh terbuat dari bahan-bahan yang tidak halal, harus mengikuti cara hidupnya orang Yahudi. Cara hidup orang Yahudi itu beda dengan cara hidup bangsa lain. Jadi, begitu menjadi orang Yahudi, dibaptis proselit, maka hidupnya diubah. Ironis, orang Kristen tidak mengerti apa itu baptisan. Yesus tidak membaptis, namun yang membaptis adalah murid-murid-Nya dengan baptisan kelanjutan Yohanes. Baptisan untuk menghasilkan buah pertobatan.
Yohanes Pembaptis berkata, "Ada seorang di antara kamu yang membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak, begitu agungnya orang itu atau pribadi itu. Aku membaptis kamu dengan air, tapi Dia akan membaptis kamu dengan api dan Roh," Roh Kudus maksudnya. Hanya Roh Kudus yang bisa memberikan perubahan. Maka kita harus hidup dengan perubahan dalam pimpinan Roh Kudus. Tapi modelnya hari ini, anak sudah umur 12-14 tahun, dibawa ke gereja lalu berkata, "Pak pendeta, anak saya belum dibaptis." Sebenarnya kita tidak boleh mengajak orang untuk sekadar dibaptis; "Ayo, siapa yang mau dibaptis?" Harusnya begini, “Siapa yang mau mati dari manusia lama dan hidup dalam hidup yang baru?"
Dalam Roma 6:4 dikatakan bahwa baptisan adalah lambang kematian. Jadi sejak dibaptis, cara hidupnya harus diubah. Yesus membaptis dengan Roh Kudus supaya kita mengalami kelahiran baru atau pembaruan hidup, fokusnya jadi langit baru bumi baru; mengubah habitat. Setelah dibaptis, kita punya habitat baru, habitat warga Kerajaan Surga. Sejak dibaptis, maka energi yang menggerakkan hidup kita harus berbeda. Energi ini yang harus diubah, supaya energi ini berubah, gairahnya yang diubah, semangatnya yang diubah, supaya gairahnya bisa berubah, cara berpikirnya yang diubah. Maka Roma 12:2 katakan, “Berubahlah oleh pembaruan budimu.”
Jangan harap perubahan itu terjadi drastis, radikal, sebab sering membutuhkan proses. Para hamba Tuhan pun tidak boleh merasa puas, sebaliknya, kita harus periksa diri, apakah habitat kita itu sudah habitat yang benar atau belum? Jangan kulitnya pendeta, dalamnya itu dunia. Kristen yang sejati adalah perubahan kodrat. Karenanya, konsekuensinya menjadi anak tebusan adalah hidup kita diambil sepenuhnya oleh Tuhan dan diarahkan untuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah, yang dimuliakan bersama-sama dengan Tuhan Yesus.
Maka sejak sekarang energi yang menggerakkan kita haruslah energi ilahi, yaitu energi yang lahir dari kodrat ilahi. Memang tidak mudah, tapi kalau kita sungguh-sungguh, Tuhan selalu beri jalan. Orang yang hatinya sudah terikat dengan Tuhan, pasti tidak terikat dengan dunia, dan merekalah orang-orang yang diperkenan masuk hadirat Allah. Ingatlah, yang membuat penyembahan kita harum adalah kesucian hidup kita setiap hari. Yang membuat kita terbang tinggi adalah keterlepasan kita dengan ikatan dunia.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SEJAK SEKARANG ENERGI YANG MENGGERAKKAN KITA HARUSLAH ENERGI ILAHI, YAITU ENERGI YANG LAHIR DARI KODRAT ILAHI.

Truth Kids 10 Januari 2025 - MENUNGGU
2025-01-11 18:47:28
Mazmur 27:14
”Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!”
Pagi itu, Ani dan ibunya pergi ke klinik karena Ani sedang batuk. Saat tiba di sana, ruang tunggu sudah penuh dengan pasien. Ani yang baru pertama kali ke klinik, merasa tidak sabar. Ia terus bertanya, "Bu, kapan aku dipanggil? Aku sudah tidak sabar."
Ibu pun tersenyum dan berkata, "Sabar ya, Nak. Semua orang di sini sedang menunggu giliran. Kita harus bersabar. Ani pun sudah mulai gelisah, menggoyang-goyangkan kaki, membunyikan meja, dan lain-lain. Ani sudah menunggu lama, dan akhirnya namanya pun dipanggil suster. Dengan hati, senang Ani masuk ruangan dokter untuk diperiksa.
Sobat Kids, ini adalah salah satu cerita kesabaran. Mungkin hari ini kita latihan kesabaran di klinik, besok kita melatih kesabaran antre di toilet. Kita pun harus sabar saat doa kita belum dijawab Tuhan. Sabar saat belum diberikan sesuatu yang kita minta kepada mama papa. Menunggu sesuatu dengan sabar, sesuai firman Tuhan. Dan saat Sobat Kids bersabar, pasti ada hal baik yang Tuhan akan berikan.

Truth Junior 10 Januari 2025 - WAKTU YANG TERBAIK
2025-01-11 18:46:18
Mazmur 27:14
”Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!”
Pekerjaan sebagai nelayan membutuhkan keterampilan khusus. Para nelayan harus mengerti cara memperbaiki mesin perahunya, cara membuat dan memperbaiki jala, bahkan nelayan juga perlu tahu cara membaca angin dan ombak. Ketika mencari ikan di laut, nelayan harus dapat menjaga keselamatan dirinya sendiri. Jangan sampai angin dan ombak menghanyutkan perahunya. Para nelayan juga harus memperhitungkan waktu yang terbaik untuk menangkap ikan. Wah… ternyata tidak mudah menjadi seorang nelayan, ya, Sobat Junior. Kita harus berterima kasih kepada para nelayan yang telah berjuang menangkap ikan. Berkat kerja keras nelayanlah kita bisa makan ikan atau seafood.
Kita juga perlu mengetahui waktu yang terbaik dalam segala sesuatu, Sobat Junior. Ketika papa atau mama sedang online meeting dari rumah, tentu itu bukan waktu yang terbaik untuk meminta papa atau mama menemani kalian bermain. Ketika ibadah di gereja sudah dimulai, itu juga bukan waktu yang baik untuk bermain.
Tuhan mengajarkan kita unutk menunggu dengan sabar. Semua akan terjadi di waktu yang tepat, sesuai dengan waktunya Tuhan. Apakah yang menjadi pergumulan kalian, Sobat Junior? Doa apakah yang belum dijawab oleh Tuhan? Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk menantikan Tuhan. Kita harus kuat dan tetap menantikan jawaban dari Tuhan. Tuhan pasti menjawab setiap doa kita sesuai dengan waktu yang terbaik menurut versi Tuhan.

Truth Youth 10 Januari 2025 (English Version) - GARDEN OF TIME
2025-01-10 18:39:48
“For everything there is a season, and a time for every matter under heaven.” (Ecclesiastes 3:1)
Every aspect of life has its time and place, as reminded in Ecclesiastes 3:1. This verse teaches us that our lives are a series of moments that need to be managed wisely. For many, especially those juggling the demands of school, worship, and family, maintaining balance can be a challenge. However, this balance is an act of worship; when we manage our time with wisdom, we honor God’s will who has given us time for all things. Imagine our life as planning a garden. There’s a place for beautiful flowers, shady trees, and open space to walk. If we only plant flowers without considering the trees, the garden will look beautiful but lack shade. Similarly, in life, if we focus too much on one aspect, like school, we may neglect family or worship, which also need our attention.
By maintaining balance in every part of our life, we create a “garden” that is harmonious and more complete as God’s creation. To maintain balance, begin by praying for wisdom from God so that every time decision reflects His will. Then, make a schedule that includes specific time for studying, worship, and family. Set priorities by remembering that each activity is an opportunity to glorify God. In schoolwork, we can serve God through discipline and hard work. In worship, we strengthen our faith. In family, we can show love and support. All of these are part of our calling, and maintaining balance is an act of obedience to God’s will. Thus, when we manage our time according to His will, our lives become more meaningful and fruitful.
WHAT TO DO:
1. Pray for God’s guidance so that we can manage our time wisely.
2. Create a schedule for your daily activities.
3. Give your best in all the activities you do during your time as a way of honoring God.
BIBLE MARATHON:
▪ Genesis 29–31

Truth Youth 10 Januari 2025 - GARDEN OF TIME
2025-01-10 18:37:55
”Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apa pun di bawah langit ada waktunya.” (Pengkhotbah 3:1)
Setiap aspek kehidupan memiliki waktu dan tempatnya, seperti yang diingatkan dalam Pengkhotbah 3:1. Ayat ini mengajarkan bahwa hidup kita adalah rangkaian waktu yang perlu diatur dengan bijaksana. Bagi banyak orang, terutama yang menghadapi tuntutan sekolah, ibadah, dan keluarga, menjaga keseimbangan menjadi tantangan tersendiri. Namun, keseimbangan ini adalah bentuk ibadah; saat kita mengatur waktu dengan hikmat, kita menghormati kehendak Tuhan yang telah memberi kita waktu untuk semua hal. Bayangkan kehidupan kita seperti merencanakan sebuah taman. Ada tempat untuk bunga-bunga indah, pohon-pohon rindang, dan ruang terbuka untuk berjalan. Jika kita hanya menanam bunga tanpa memedulikan pohon, taman itu akan terlihat indah, tetapi kurang teduh. Begitu pula dengan kehidupan. Jika kita terlalu fokus pada satu aspek seperti sekolah, maka kita mungkin kurang memberi perhatian pada keluarga atau ibadah, yang juga perlu kita rawat.
Dengan menjaga keseimbangan dalam setiap bagian kehidupan, artinya kita menciptakan “taman” yang harmonis dan menjadi lebih utuh sebagai ciptaan Tuhan. Untuk menjaga keseimbangan, mulailah dengan berdoa memohon hikmat dari Tuhan agar setiap keputusan waktu kita mencerminkan kehendak-Nya. Lalu, buatlah jadwal yang mencakup waktu khusus untuk belajar, beribadah, dan bersama keluarga. Tentukan prioritas dengan mengingat bahwa setiap aktivitas adalah kesempatan untuk memuliakan Tuhan. Dalam tugas sekolah, kita bisa melayani Tuhan melalui disiplin dan kerja keras. Dalam ibadah, kita menguatkan iman kita. Di keluarga, kita bisa menunjukkan kasih dan dukungan yang nyata. Semua ini adalah bagian dari panggilan hidup kita, dan menjaga keseimbangan menjadi bentuk ketaatan pada kehendak Tuhan. Dengan demikian, ketika kita mengelola waktu sesuai dengan kehendak-Nya, maka hidup kita menjadi lebih bermakna dan berbuah.
WHAT TO DO:
1.Berdoa minta tuntunan Tuhan agar kita bisa menata waktu kita dengan bijak
2.Buatlah sebuah jadwal, aktivitas sehari-hari
3.Berikan yang terbaik dalam semua aktivitas yang kita lakukan dalam waktu kita, sebagai bentuk memuliakan Tuhan
BIBLE MARATHON :
▪︎ Kejadian 29-31

Renungan Pagi - 10 Januari 2025
2025-01-10 18:35:39
Kesalehan dimulai dari hati dan pikiran yang diperbaharui, yang muncul dalam karakter, perbuatan dan perkataan.
Kesalehan itu suatu integritas, suatu kesatuan antara pikiran, perbuatan dan perkataan.
Kesalehan itu suatu bentuk ibadah dalam kehidupan sehari-hari, berani memiliki prinsip yang tegas untuk melakukan kebenaran saja tanpa kompromi.

Quote Of The Day - 10 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-10 18:33:50
Orang yang full heart, mencintai Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan, ia pasti full time.

Mutiara Suara Kebenaran - 10 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-10 18:05:14
Hidup yang kekal bukan hanya bicara mengenai panjangnya hidup, melainkan mengenai dalamnya hidup, kualitas hidup.

A SERIOUS STRUGGLE - 10 Januari 2025 (English Version)
2025-01-10 12:58:53
When a man came to the Lord Jesus and said, "Good Teacher, what must I do to have eternal life?" The phrase "eternal life" means quality life. This does not only concern life after the grave, because the Bible says, "He who believes in Him has eternal life." Eternal life does not only talk about the length of life, but also about the depth of life, the quality of life. Then the Lord gave the answer, "Observe the law, by observing the law your life will be of quality." But this man still asked, feeling that the standard of living that he had, namely observing the law, had been achieved: "I have done all, Lord, what do I lack?" The Lord Jesus did not deny the possibility that this man had fulfilled the law. As Paul said in Philippians 3:6-8, regarding the law, he was blameless—just like this man. Yet, this man expressed dissatisfaction with what he had achieved: "What more am I lacking?"
The Lord Jesus pointed out a way of life higher than that of merely obeying the law, higher than the life of a religious person: "Follow Me." If you follow the Lord Jesus, you cannot follow in His footsteps in one day, it must be from one day, one day. month, a year, and so on. But before that, Jesus said to him in Matthew 19:21, "Sell all your possessions, give to the poor, and follow me. This is the consequence of following me." This is the same as in Luke 9:21. When people said, "Lord, I want to follow you wherever you go," Jesus did not answer whether or not they could, but Jesus said, "Foxes have holes and birds have nests. The Son of Man has nowhere to lay His head. Are you willing to take on My way of life?"
A way of life that is truly changed requires serious struggle, requires learning, until we experience change. That's the consequence, but almost all Christians don't know, and pastors don't make it clear either. Most likely, the pastor himself has not paid the price of the consequences or is not serious about paying the consequences. The Word of God says, “You were bought with a price, bought from the futile way of life inherited from your ancestors.” So we we can no longer have many focuses that give birth to passion and move us to live based on our own desires. God says, "Lay up treasures in heaven, not on earth; where your treasure is, there your heart will be."
In Colossians 3:1-4, it is written that we must focus our minds on the things above, where Christ is seated at the right hand of God, and where we will also reign with Him. We must not treat this as something insignificant. These words often sound foreign to many Christians because they are rarely preached. Yet, if we read Romans 8:17, our ultimate projection is to be glorified together with Christ and reign with Him. It is difficult for us to grasp this truth and place our hope in the glory we will share with Jesus. It often feels like it exists in an unreachable dimension, beyond what our minds can comprehend. However, when we begin to seriously let go of worldly pleasures and sin, we will gradually step into that dimension. We will come to understand what the Word of God declares in 1 Peter 1:3: "We have been born again through the resurrection of Jesus Christ into a living hope."
Remember, one of the most dangerous yet often unnoticed enemies is living an ordinary life like everyone else. If we wake up each day and our passion is not directed toward the things above, it’s because we haven’t shifted our hearts to the Kingdom of Heaven. If pastors are deceived by dark powers into focusing their hearts on building large churches, increasing congregations, or organizing impressive events, they might lose sight of the ultimate purpose. Similarly, striving to make Bible schools thrive is not wrong, but if these become the ultimate goals, then we are misled. Such pursuits will produce poor outcomes because they fail to align with the true purpose of life. Paul’s words serve as a powerful reminder: "Whether you eat or drink, or whatever you do, do it all for the glory of God." This means that neither you nor I have any claim over our lives because everything belongs to the Lord. In other words, we should say, "I have no room left, because every part of my life is Yours."
A TRULY CHANGED WAY OF LIFE REQUIRES SERIOUS STRUGGLE, LEARNING, UNTIL WE EXPERIENCE CHANGE.

PERJUANGAN YANG SERIUS - 10 Januari 2025
2025-01-10 12:57:04
Ketika ada seorang datang kepada Tuhan Yesus dan berkata, "Guru yang baik, apa yang harus kulakukan supaya aku beroleh hidup yang kekal?" Kalimat "hidup yang kekal" itu artinya hidup yang berkualitas. Ini bukan hanya menyangkut hidup nanti setelah kubur, sebab Alkitab berkata, "Yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal." Hidup yang kekal bukan hanya bicara mengenai panjangnya hidup, melainkan mengenai dalamnya hidup, kualitas hidup. Lalu Tuhan memberikan jawaban, "Lakukan hukum, dengan melakukan hukum hidupmu berkualitas." Tetapi orang ini masih bertanya, merasa bahwa standar hidup yang telah dia miliki, yaitu melakukan hukum, telah dia capai: "Semua sudah kulakukan, Tuhan, kurang apa lagi?" Tuhan Yesus tidak membantah kemungkinan pria ini sudah memenuhi hukum. Seperti Paulus dalam Filipi 3:6-8 mengatakan bahwa ditinjau dari hukum Taurat, dia tidak bercacat, seperti orang ini. Tapi orang ini menyatakan dia tidak puas dengan apa yang dia sudah capai: "Kurang apa lagi?"
Tuhan Yesus menunjukkan satu cara hidup yang lebih tinggi dari cara hidup orang yang melakukan hukum, dari cara hidup orang beragama: "Ikut Aku." Kalau ikut Tuhan Yesus, maka tidak dalam satu hari bisa mengikuti jejak-Nya, harus dari satu hari, satu bulan, satu tahun, dan seterusnya. Tetapi sebelum itu, Yesus berkata kepadanya dalam Matius 19:21, "Jual segala milikmu, bagikan kepada orang miskin, dan ikutlah Aku. Itu konsekuensinya kalau mau ikut Aku.” Ini sama dengan yang di Lukas 9 ketika orang berkata, "Tuhan, aku mau ikut Engkau ke mana pun Engkau pergi," Yesus tidak menjawab boleh atau tidak, tapi Yesus berkata, "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang. Anak Manusia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Kamu mau mengenakan cara hidup-Ku?"
Cara hidup yang benar-benar diubah memerlukan perjuangan yang serius, perlu belajar, sampai kita mengalami perubahan. Itu konsekuensinya, tetapi hampir semua orang Kristen tidak tahu, dan pendeta juga tidak memberi tahu dengan jelas. Kemungkinan besar, pendetanya sendiri juga belum membayar harga konsekuensinya atau tidak serius membayar konsekuensi tersebut. Firman Tuhan berkata, “Kamu telah dibeli dengan harga yang lunas dibayar, kamu dibeli dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu.” Maka kita sudah tidak boleh lagi memiliki banyak fokus yang melahirkan gairah dan menggerakkan kita hidup berdasarkan keinginan kita sendiri. Tuhan mengatakan, "Kumpulkan harta di surga, bukan di bumi; di mana ada hartamu, di situ hatimu berada."
Di dalam Kolose 3:1-4, dikatakan bahwa kita harus fokuskan diri kita kepada perkara-perkara di atas, di mana Kristus duduk di sebelah kanan Allah, dan kita juga akan bersama-sama dengan Dia memerintah. Jangan kita anggap itu sesuatu yang tidak bernilai. Kalimat ini menjadi asing di telinga banyak orang Kristen karena nyaris tidak diberitakan, padahal kalau kita membaca Roma 8:17, proyeksi kita itu dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus dan memerintah dengan Dia. Susah sekali kita meyakini itu dan menaruh pengharapan kita untuk kemuliaan bersama Yesus, atau atas kemuliaan bersama dengan Yesus itu. Seakan-akan itu ada di dimensi yang tidak bisa kita tembus, tidak bisa tercerna di pikiran. Tapi ketika kita mulai serius melepaskan, menanggalkan segala kesenangan dan dosa, maka kita pasti mulai bisa masuk dimensi itu. Dan kita bisa mengerti apa yang dikatakan firman Tuhan di 1 Petrus 1:3, “Kita telah dilahirkan baru oleh kebangkitan Tuhan Yesus kepada suatu hidup yang penuh pengharapan.”
Ingat, musuh yang tidak disadari tapi sangat membahayakan adalah hidup dalam kewajaran seperti manusia lain, sehingga kita bangun tidur, gairah hidup kita itu bukan perkara-perkara di atas, karena kita belum memindahkan hati kita di Kerajaan Surga. Kalau pendeta ditipu oleh kuasa gelap dengan menggerakkan hatinya, bagaimana gereja menjadi besar, jemaat tambah banyak, lalu ada acara-acara yang keren. Kalau punya sekolah Alkitab, bagaimana sekolah Alkitabnya maju. Tidak keliru, memang harus memikirkan itu. Tapi, kalau itu menjadi tujuan akhir, maka kita sesat. Dan produk nanti yang dihasilkan pasti jelek karena tidak sampai di tujuan hidup. Jadi, tidak berlebihan kalau Paulus berkata, "Baik kamu makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah. Kamu dan aku tidak punya bagian lagi dalam hidup ini karena semua ini milik Tuhan." Dengan kalimat lain, “Aku tidak punya ruangan lagi, karena seluruh ruangan hidupku ini adalah milik-Mu.”
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
CARA HIDUP YANG BENAR-BENAR DIUBAH MEMERLUKAN PERJUANGAN YANG SERIUS, PERLU BELAJAR, SAMPAI KITA MENGALAMI PERUBAHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 10 Januari 2025
2025-01-10 12:55:04
Ayub 24-28

Truth Kids 09 Januari 2025 - PENGAMPUNAN TUHAN
2025-01-09 21:48:39
Mazmur 121:1-2
”Nyanyian ziarah. Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi”
David adalah seorang anak yang rajin ke Sekolah Minggu. Ia pun taat melakukan firman Tuhan. Suatu hari, ia masuk ke dalam tempat yang indah. Tempat itu begitu nyaman dan membuatnya merasa damai. Dia mengenakan mahkota dan melihat banyak orang memuji-muji nama Tuhan Yesus. Ternyata, dia berada di Kerajaan Surga! David sangat senang di sana.
Lalu David mendengar dan melihat teman-temannya yang menjerit kesakitan di seberang Kerajaan itu. Mereka ketakutan di tengah kegelapan. Mereka menangis dan meminta pertolongannya. Mereka tidak tahu kalau selama ini mereka hidup dalam kenakalan dan melukai hati Tuhan Yesus. Selama ini mereka suka menyakiti teman, berbohong, melawan orang tua, dan lainnya. David menangis tersedu-sedu dan ingin menolong teman-temannya. David pun terbangun. Ternyata, itu semua hanyalah mimpi.
Sobat Kids, saat kita menyakiti teman, berbohong dan melawan orang tua, hati kita menjadi tidak nyaman, tidak sejahtera. Kita tahu itu salah. Ada seorang Sobat yang setia yang mau mengampuni dosa kita, Dia adalah Tuhan Yesus. Datang kepada-Nya melalui doa, dan berjanji untuk tidak melakukan kesalahan lagi. Maka, Tuhan selalu ada untuk mengampuni kita.

Truth Junior 09 Januari 2025 - PENOLONG YANG SETIA
2025-01-09 21:47:05
Mazmur 121:1-2
”Nyanyian ziarah. Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi”
Dina sedang bersusah hati. Papanya sakit keras, dokter mengatakan papanya harus dirawat di rumah sakit untuk sementara waktu. Dina sangat sedih, ia khawatir akan kesehatan papanya. Pikirannya pun melayang ke mana-mana. Dina takut kehilangan papanya. Mama Dina juga memiliki perasaan yang sama, sedih melihat kondisi kesehatan suaminya. Jadi, Dina tidak ingin menambah beban mamanya kalau dia bercerita tentang perasaannya yang sedang sedih juga. Ia khawatir kesehatan mamanya ikut menurun.
Dina mempunyai teman dekat, Susy, yang selalu menjadi tempatnya bercerita. Begitu juga sebaliknya, jika Susy ada masalah, ia selalu bercerita kepada Dina. Ke mana-mana mereka selalu bersama. Dina menceritakan kondisi papanya kepada Susy. Susy juga ikut sedih merasakan apa yang Dina rasakan. Susy mencoba menghibur Dina, dan Susy juga mendoakan Dina supaya Dina dapat lebih tenang. Susy pun mengingatkan Dina untuk berdoa, membawa masalahnya kepada Tuhan.
Malam sebelum tidur, Dina berdoa kepada Tuhan. Ia menangis dalam doanya dan Tuhan mendengar seruannya meminta tolong. Dina merasakan damai sejahtera. Di hatinya timbul pengharapan kembali. Dina merasa lebih tenang dan dapat menyerahkan papanya ke dalam tangan Tuhan. Keesokan hari, mamanya Dina mendapat telepon dari rumah sakit yang mengabarkan papanya Dina sudah boleh pulang. Pengobatannya dapat dilanjutkan dengan rawat jalan. Mamanya Dina senang sekali mendengar berita kalau suaminya sudah dapat pulang ke rumah dan dapat berkumpul bersama lagi. Dina yang diberitahu oleh mamanya juga sangat senang sekali. Dina ingat doa-doa yang dia serukan kepada Tuhan. Tuhan memberikan pertolongan sesuai dengan waktu-Nya. Tuhan adalah Penolong setia yang tidak pernah meninggalkan kita berjalan sendirian.

Truth Youth 09 Januari 2025 (English Version) - CALL OF THE ROAD GUIDE
2025-01-09 21:45:12
“For we are God’s handiwork, created in Christ Jesus to do good works, which God prepared in advance for us to do.” (Ephesians 2:10)
Each of us is created with a unique purpose. In Ephesians 2:10, we are reminded that we are God’s handiwork, created with a specific intent—to do good works that He has prepared for us in advance. This means that our life’s calling is not accidental but part of God’s perfect plan. However, how do we discern the calling that God has set for us? Discovering this begins with knowing God and understanding His will for our lives. Imagine our lives as a long road filled with various signposts. Sometimes, we may feel confused or unsure about which way to go. However, if we focus on God as our primary guide, He will show us the path we should take.
Just like a guide directing mountain hikers, God has prepared our path and provides us with direction through His Word, reflection, and the prompting of the Holy Spirit. The good works we are meant to do have already been prepared by Him; our responsibility is to draw closer to Him so we can clearly see the direction we should take. Setting life goals that align with God’s will requires awareness of several things. We must pray continuously, asking God to open our hearts to His calling. We should also recognize the talents and gifts God has given us. These gifts often serve as clues to what He wants us to do. Finally, we must remain open to opportunities for service, as God’s calling often becomes evident when we actively engage in doing good works. By living a life dedicated to fulfilling God’s will, we not only fulfill His calling but also discover the true meaning of our lives.
WHAT TO DO:
1. Seek God’s guidance in prayer to understand your life’s calling.
2. Reflect on your talents, skills, hobbies, or strengths that can be used to serve.
3. Be willing to accept responsibilities and respond to the call to serve.
BIBLE MARATHON:
▪ Genesis 26–28

Truth Youth 09 Januari 2025 - CALL OF THE ROAD GUIDE
2025-01-09 21:43:29
”Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya.” (Efesus 2:10)
Setiap kita diciptakan dengan tujuan yang khusus. Dalam Efesus 2:10, kita diingatkan bahwa kita adalah ciptaan Allah yang dibuat dengan maksud tertentu, untuk melakukan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan oleh-Nya sejak semula. Ini berarti, panggilan hidup kita tidak bersifat kebetulan, melainkan bagian dari rencana Allah yang sempurna. Namun, bagaimana kita mengetahui apa panggilan hidup yang Tuhan tetapkan bagi kita? Menemukan panggilan ini dimulai dengan pengenalan akan Tuhan dan pemahaman tentang kehendak-Nya bagi hidup kita. Bayangkan hidup kita seperti sebuah jalan panjang yang penuh dengan berbagai penunjuk arah. Terkadang, kita bisa merasa bingung atau tidak yakin ke mana kita harus melangkah. Namun, jika kita fokus kepada Tuhan sebagai panduan utama, maka Dia akan menunjukkan jalan yang harus kita tempuh.
Sama seperti seorang pemandu yang mengarahkan perjalanan pendaki gunung, Tuhan telah mempersiapkan jalan kita dan memberi kita petunjuk melalui firman-Nya, perenungan, dan dorongan dari Roh Kudus. Pekerjaan baik yang harus kita lakukan telah disiapkan-Nya; tugas kita adalah mendekatkan diri pada Tuhan agar kita bisa melihat dengan jelas arah mana yang harus kita ambil. Menetapkan tujuan hidup yang mencerminkan kehendak Tuhan memerlukan kesadaran akan beberapa hal. Kita perlu berdoa secara terus-menerus, meminta agar Tuhan membuka hati kita terhadap panggilan-Nya. Selain itu kita harus mengenali talenta dan karunia yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Karunia yang kita miliki sering kali menjadi petunjuk tentang apa yang Tuhan ingin kita lakukan. Dan akhirnya kita harus terbuka terhadap kesempatan untuk melayani, karena sering kali panggilan Tuhan muncul saat kita melibatkan diri dalam pekerjaan baik. Dengan menjalani hidup yang didedikasikan untuk melakukan kehendak Tuhan, kita tidak hanya memenuhi panggilan-Nya, tetapi juga menemukan makna sejati dalam kehidupan kita.
WHAT TO DO:
1.Minta petunjuk Tuhan dalam doa untuk diberitahukan apa panggilan hidup kita.
2.Introspeksi diri kita, apa talenta kita, skills, hobby, atau kelebihan apa pun yang bisa digunakan untuk melayani.
3.Berani untuk menerima tanggung jawab dan panggilan untuk melayani.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kejadian 26-28

Renungan Pagi - 09 Januari 2025
2025-01-09 21:41:20
Orang yang menyukai taurat Tuhan, bibir dan lidahnya senantiasa memuji Tuhan, artinya lewat bibir dan lidah, kita mengucapkan kata-kata yang membangun, kata-kata yang positif, ucapkan hal-hal yang memuliakan nama Tuhan.
Kadangkala terlalu banyak masalah terjadi dalam hidup kita karena bibir dan mulut senang mengucap sumpah dan hal-hal yang jahat. Tetapi orang-orang yang bergaul intim dengan Taurat Tuhan bibir dan lidahnya senantiasa memuliakan Tuhan.

Quote Of The Day - 09 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-09 21:40:00
Banyak orang tertipu oleh dirinya sendiri dan bisa tertipu oleh kuasa kegelapan.

Mutiara Suara Kebenaran - 09 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-09 21:38:56
Kita ditebus oleh darah Yesus yang memberi kita suatu pengharapan tidak binasa karena dosa kita dihapus oleh darah Yesus.

FOCUS OF LIFE - 09 Januari 2025 (English Version)
2025-01-09 13:05:46
Of course when we wake up, there’s an energy that drives us, there is a force that moves us, and of course that energy naturally carries a spirit or passion. The term "spirit" here does not refer to a person or being but rather to a drive, passion, or energy. Humans are driven by a passion or spirit that becomes the energy or strength behind their actions and movement in life. Typically, this spirit or passion is closely tied to the goals they aim to achieve. For example, if the goal is a position of power, then the passion will include the desire to obtain that position. If the goal is wealth, the passion will certainly include an element of pursuing riches. Most people tend to have multiple goals that become the focus of their lives.
Different from animals that are driven by passion only to survive; they look for food, then they sleep, wake up again tomorrow, and so on. If humans, can have many objects or goals according to the philosophy they have obtained since childhood. If the father is a doctor, some of the children want to be doctors or some become doctors. There is a passion to become a doctor that drives them to wake up early to school, wake up early to college. If their parents are entrepreneurs, whose focus in life is wealth and riches, then from a young age, the children are already absorbing the philosophy of life from their parents, so they hurry to finish school and college to become entrepreneurs, take over their father's position, or start a new business.
We are redeemed by the blood of Jesus which gives us a hope that we will not perish because our sins are washed away by the blood of Jesus. And one day we will be allowed to enter heaven. However, it is ironic that many Christians live their lives without understanding the consequences of redemption, that redemption by the blood of Jesus means redemption from the futile way of life that we inherited from our ancestors. Indeed, changing one’s way of life is not easy. That's why Jesus said, "Make disciples of all nations." A freer translation would be, “Teach them to learn.” Learning is a process of change; from stupid to smart, from incompetent to capable, from inexpert to expert. And if we read the Bible, it is not just a small change, but a change that concerns the whole of life or a change that concerns our very nature.
In 2 Peter 1:3-4 it says, this change in the way of life must occur and take place in our lives. Even though we have been Christians since childhood, we still have to experience the process of God's formation in order to understand this truth. Meanwhile, many believe that redemption can be received without consequences. This belief is misleading and deceptive. It does not make people evil, but it makes Christians not reach their goals, makes Christianity decline, not as God wants.
THE CHANGED FOCUS OF LIFE MAKES OUR WAY OF LIFE ALSO CHANGES.

FOKUS HIDUP - 09 Januari 2025
2025-01-09 13:03:18
Tentu setiap hari ketika kita bangun tidur, ada energi yang menggerakkan kita, ada kekuatan yang menggerakkan kita, dan tentu energi itu memiliki spirit atau memiliki roh. Spirit (roh) bukan dalam arti person, atau pribadi, melainkan roh dalam arti gairah, spirit. Manusia digerakkan oleh satu gairah, satu spirit yang menjadi energi atau kekuatan seseorang dalam menggerakkan hidupnya. Dan biasanya, spirit atau gairah itu terkait dengan tujuan yang hendak dicapai. Spirit (gairah) ini memuat apa yang menjadi tujuan hidup. Kalau tujuannya adalah kedudukan, maka gairah itu memuat keinginan untuk memiliki jabatan tersebut. Kalau tujuannya adalah harta, maka gairah tersebut pasti berunsur harta. Dan rata-rata manusia memiliki banyak objek tujuan yang menjadi fokusnya.
Beda dengan binatang yang didorong oleh gairah hanya untuk bertahan hidup; mereka mencari makan, setelah itu mereka tidur, besok bangun lagi, demikian seterusnya. Kalau manusia, bisa memiliki banyak objek atau tujuan sesuai dengan filosofi yang dia peroleh sejak kecil. Kalau papanya dokter, anak-anaknya ada yang mau jadi dokter atau sebagian jadi dokter. Ada gairah untuk menjadi dokter yang menggerakkan mereka bangun pagi sekolah, bangun pagi kuliah. Kalau orang tuanya pengusaha, yang tentu fokus hidupnya adalah uang dan harta, maka anak-anaknya dari kecil sudah mengasup, memperoleh filosofi hidup dari orang tuanya tersebut, sehingga sekolah dan kuliah cepat-cepat diselesaikan untuk menjadi pengusaha, menggantikan posisi ayahnya atau membuka usaha baru.
Itulah kehidupan manusia pada umumnya, atau hampir semua manusia. Namun, pada akhirnya semua tujuan tersebut ternyata hanya membawa kesenangan sesaat di bumi. Itu pun belum tentu juga tercapai. Kalau kita membaca di dalam 1 Petrus 1:17, bahwa kalau kita menyebut Allah itu Bapa kita, maka kita dikehendaki untuk hidup dalam takut akan Dia. Artinya, takut karena menghormati Dia selama kita menumpang di dunia. Kata "menumpang" di sini penting sekali; _paroikias_ dalam bahasa aslinya, artinya menetap sementara. Selanjutnya dalam 1 Petrus 1:18-19, “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.”
Ketika kita ditebus oleh darah Yesus, konsekuensinya fokus hidup kita harus berubah. Fokus hidup yang berubah membuat cara hidup kita juga berubah. Cara hidup yang kita warisi dari nenek moyang (Yun. Πατροπαραδότου; patroparadotou), kebiasaan hidup yang kita warisi dari nenek moyang harus berubah. Itu berarti gairah hidup kita harus berubah, spirit hidup kita harus berubah. Kita tidak lagi hidup seperti dulu, sebelum kita ditebus oleh darah Yesus, atau sebelum kita akil balig dan mengerti maksud penebusan tersebut. Entah sejak kapan, kekristenan mengalami kemerosotan dan dinamika hidup kekristenan palsu diwarisi dari generasi ke generasi sampai zaman kita sekarang.
Kita ditebus oleh darah Yesus yang memberi kita suatu pengharapan tidak binasa karena dosa kita dihapus oleh darah Yesus. Dan suatu hari kita diperkenan masuk surga. Namun ironis, banyak orang Kristen yang menjalani hidup tanpa mengerti konsekuensi dari penebusan itu, bahwa penebusan oleh darah Yesus itu berarti penebusan dari cara hidup yang sia-sia yang kita warisi dari nenek moyang. Memang, untuk perubahan cara hidup ini tidak mudah. Itulah sebabnya Yesus berkata, "Jadikan semua bangsa murid-Ku." Kalau kalimat bebasnya, “Suruh mereka belajar.” Belajar adalah proses perubahan; dari bodoh jadi pintar, dari tidak cakap menjadi cakap, dari tidak ahli menjadi ahli. Dan kalau kita membaca Alkitab, itu bukan hanya perubahan sedikit, melainkan perubahan yang menyangkut seluruh kehidupan atau perubahan yang menyangkut kodrat.
Di 2 Petrus 1:3-4 dikatakan, perubahan cara hidup inilah yang harus terjadi dan berlangsung dalam hidup kita. Walaupun sejak kecil kita Kristen, tetapi kita tetap harus mengalami proses pembentukan Tuhan agar bisa mengerti kebenaran ini. Sementara banyak yang percaya bahwa penebusan itu bisa kita miliki tanpa konsekuensi. Itu menyesatkan, menipu. Memang tidak membuat orang menjadi jahat, tetapi membuat orang Kristen tidak mencapai tujuan, membuat kekristenan jadi merosot, tidak seperti yang Tuhan kehendaki.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
FOKUS HIDUP YANG BERUBAH MEMBUAT CARA HIDUP KITA JUGA BERUBAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 09 Januari 2025
2025-01-09 13:01:04
Ayub 21-23

Truth Kids 07 Januari 2025 - JARUM KOMPAS
2025-01-07 21:28:03
Yesaya 55:8-9
”Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.”
Memasuki tahun yang baru dan saat libur sekolah, Mike dan keluarganya pergi bersama untuk melihat air terjun. Mike naik ke atas gunung bersama papa, mama, dan adiknya.
Dengan hati yang senang, Mike cepat-cepat melangkahkan kakinya untuk sampai di air terjun. Mike dan papa berjalan di depan untuk melihat petunjuk arah agar sampai di air terjun. Papa memegang kompas. Mike pun penasaran dan bertanya, "Apa itu, Pa?" "Ini adalah kompas, Nak. Gunanya untuk menunjuk arah," jawab papa. "Kok, jarumnya bergerak terus, Pa?" tanya Mike saat ia memegang kompas itu. Lalu papa pun menjawab, "Jarum kompas selalu menunjuk ke arah utara. Jadi ketika kita memutar posisi kompas ini, jarum kompasnya akan ikut berputar juga, ke arah utara." Akhirnya tibalah Mike dan keluarganya di air terjun.
Sobat Kids, dalam kehidupan sebagai anak-anak Allah, kita butuh arah yang benar. Begitu juga hati Sobat Kids kepada Allah. Arahan Allah seperti jarum kompas, selalu menunjukkan arah yang benar dalam hidup anak-anak-Nya. Dengan rajin membaca Alkitab dan berdoa, Allah akan memberikan arah kepada kita seperti jarum kompas.

Truth Junior 07 Januari 2025 - GOD’S PLAN
2025-01-07 21:25:14
Yesaya 55:8-9
”Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.”
Ani sudah pulang dari sekolah, tetapi aneh, mukanya sedih. Mama dan papanya melihat wajah Ani yang sedang murung dan sedih. Mereka pun bertanya-tanya apa yang terjadi kepada Ani. Lalu Ani bercerita kepada papa dan mamanya kalau ia sedih karena apa yang sudah direncanakannya tidak berjalan sesuai dengan keinginannya. “Memangnya apa yang sudah kamu rencanakan?” tanya papa. Ani menjelaskan kepada papanya kalau Ani dan teman-temannya sudah berencana akan mengumpulkan uang donasi untuk Sita. Mamanya Sita sedang sakit dan butuh biaya untuk berobat supaya segera ditangani oleh dokter. Sita adalah teman baik Ani. Ani sudah infokan ke beberapa kelas seangkatannya, dan hari ini, hari terakhir untuk pengumpulan donasinya. Ternyata ada beberapa teman lupa membawa uang donasinya, jadi tidak bisa diberikan kepada Sita hari ini. Mereka harus menunggu semuanya yang ingin berdonasi. Ani merasa sedih dan kesal karena tidak dapat memberikan uang donasi kepada Sita tepat waktu sesuai yang dia harapkan.
Papanya berusaha menjelaskan kepada Ani, kalau apa yang Ani lakukan sudah sangat baik, tetapi jika memang belum terkumpul sesuai waktu yang Ani inginkan, jangan langsung sedih dan kesal. Rencana Tuhan itu pasti yang terbaik. Memang terlihat tidak baik buat kita, tetapi Tuhan tahu yang terbaik. Kita harus percayakan sama Tuhan dan terus dukung dalam doa agar kehendak Tuhan bisa terjadi.
Sobat Junior, tidak ada rencana Tuhan yang gagal, kita harus percaya itu. Tuhan terlebih tahu rencana yang paling baik. Dan Ani pun mengerti penjelasan Papanya. Sekarang hatinya lebih merasa damai sejahtera karena dia tahu rencana Tuhan buat mamanya Sita adalah yang paling baik.

Truth Youth 07 Januari 2025 (English Version) - JUST DO IT
2025-01-07 21:21:33
“When I am afraid, I put my trust in You. In God, whose word I praise—in God I trust and am not afraid. What can mere mortals do to me?” (Psalm 56:3-4)
Fear and anxiety are unavoidable parts of life, especially when starting something new. Whether it’s in work, relationships, or major life changes, uncertainty often triggers feelings of fear. In Psalm 56:3-4, the psalmist demonstrates that in the midst of fear, we can choose to rely on God. “When I am afraid, I put my trust in You,” the psalmist writes, showing us that when anxiety arises, we can bring our fears to God and trust in His word. God is always faithful, and His word contains promises that give us strength to face any frightening situation. Trusting that God is in control allows us to move forward with calmness, even when uncertainty looms. This trust doesn’t mean fear vanishes instantly, but it provides a solid foundation to step forward with confidence.
The story of Moses in Exodus 3:1-12 is a remarkable example of how someone can overcome fear and embark on a new mission with God. When Moses was called to lead the Israelites out of Egypt, he was filled with fear and doubt. He felt unworthy and worried about the reactions of those around him. Yet, God assured him with the promise: “I will be with you” (Exodus 3:12). This promise gave Moses the courage to face uncertainty and take significant steps, even while fear lingered within him. Like Moses, we can learn to confront fear with faith, trusting that God is with us in every step we take. When we surrender our anxieties to Him, God gives us the confidence to move forward, guiding us through all uncertainties. With faith and complete trust in God, we can start anew, knowing He walks with us in every step of our life’s journey.
WHAT TO DO:
1. Pray and seek God’s wisdom.
2. Trust in God’s word and His promise to be with you.
3. Take steps and make decisions with faith.
BIBLE MARATHON:
▪ Genesis 21–23

Truth Youth 07 Januari 2025 - JUST DO IT
2025-01-07 21:18:57
”Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (Mazmur 56:3-4)
Ketakutan dan kecemasan adalah bagian yang tak bisa dihindari dari kehidupan, terutama ketika kita harus memulai kembali sesuatu yang baru. Entah itu dalam pekerjaan, hubungan, atau perubahan besar lainnya, ketidakpastian sering kali memicu perasaan takut. Dalam Mazmur 56:3-4, pemazmur menunjukkan bahwa di tengah ketakutan, kita dapat memilih untuk mengandalkan Tuhan. “Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu,” tulis pemazmur, memberikan kita teladan bahwa saat rasa cemas datang, kita bisa membawa ketakutan itu kepada Tuhan dan percaya pada firman-Nya. Tuhan selalu setia, dan dalam firman-Nya terdapat janji-janji yang memberi kita kekuatan untuk menghadapi segala situasi yang menakutkan. Keyakinan bahwa Tuhan memegang kendali memungkinkan kita melangkah dengan tenang, meski ketidakpastian mengintai. Dalam perjalanan ini, kepercayaan kita kepada Tuhan bukan berarti ketakutan langsung hilang, tetapi bahwa kita memiliki pegangan yang kokoh untuk melangkah maju.
Kisah Musa dalam Keluaran 3:1-12 menjadi salah satu contoh luar biasa tentang bagaimana seseorang dapat mengatasi ketakutan dan memulai misi baru bersama Tuhan. Ketika Musa dipanggil untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir, dia dipenuhi rasa takut dan keraguan. Musa merasa tidak layak, bahkan khawatir akan respons orang-orang di sekitarnya. Namun, Allah menjanjikan penyertaan- Nya: “Aku menyertai engkau” (Keluaran 3:12). Janji itu memberi Musa keberanian untuk menghadapi ketidakpastian dan mengambil langkah yang besar, meskipun ketakutan masih ada dalam dirinya. Seperti Musa, kita dapat belajar untuk menghadapi ketakutan dengan iman, percaya bahwa Tuhan menyertai kita dalam setiap langkah yang diambil. Ketika kita menyerahkan kecemasan kita kepada-Nya, maka Tuhan memberi kita keyakinan untuk maju, dan Dia membimbing kita melewati segala ketidakpastian. Dengan iman dan kepercayaan penuh kepada Tuhan, kita dapat memulai kembali, mengetahui bahwa Dia berjalan bersama kita dalam setiap langkah perjalanan hidup ini.
WHAT TO DO:
1. Berdoa dan mencari hikmat Tuhan
2. Percaya pada firman Tuhan dan janji bahwa Tuhan akan menyertai
3. Melangkah dan mengambil keputusan dengan iman
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kejadian 21-23

Renungan Pagi - 07 Januari 2025
2025-01-07 21:31:47
Keluarkan perkataan dengan prinsip berguna dan membangun, sebelum kita menyampaikan sesuatu, pikirkan apakah perkataan ini berguna atau tidak, apakah membangun ataukah justru membuat kekacauan dan keributan.
Dua prinsip ini sangat penting, kalau perkataan berguna, kalau perkataan membangun, barulah kita maka hidup akan menjadi berkat yang besar bagi banyak orang.

Quote Of The Day - 07 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-07 20:59:57
Fanatisme terhadap Tuhan ditandai dengan fanatisme untuk didapati Tuhan berkenan, sampai Tuhan bisa menyebut, "Ini anak-Ku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan."

Mutiara Suara Kebenaran - 07 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-07 20:58:45
Setiap hari kita dilatih Tuhan untuk tidak bercacat dengan pencobaan-pencobaan yang kita hadapi. Jangan sampai kita tidak lulus, jangan kita gagal.

BE FOUND BLAMELESS - 07 Januari 2025 (English Version)
2025-01-07 18:12:14
To achieve victory, all strongholds of sin must be removed. If there are no strongholds, Satan cannot bring us down. Let us strive to eliminate all sinful strongholds—the remnants of our old self. For example, if we are easily offended, we may encounter people who hurt us. Victory does not come without struggle. Defeating Satan is not easy. He is cunning, and we all have areas of weakness. Therefore, we must pray earnestly and listen to God’s Word so that the devil loses his power over us. When we talk about perfection, do not imagine becoming like God—it’s impossible. Even becoming like Jesus is beyond our reach because His trials were vastly different from ours. If Jesus bore a burden of 1000 kilograms, our burden might only be 50 kilograms. But we must carry our 50 kilograms with strength.
When we see someone fall into sin, let us not say, “How could they fall over something so small?” We do not know what they have faced. Each person’s trials are different, tailored to their capacity. Those who are given much will be required to bear much, while those given little will be required to bear little. Regardless of the trial, however, we must overcome. Perfection involves two aspects. The first is spiritual maturity. The trials faced by someone newly converted to Christianity differ from those of someone who has been a Christian for 30 years. The second is the varying portions of trials. Yet, we must always triumph and pass the test. For instance, if we are insulted or belittled and still feel offended, it means we have not yet passed.
So, don't die yet, because we haven't graduated. When we die, our current state becomes permanent. This means that at the moment of death, whatever level of spiritual quality we have achieved, that's what we carry with us. If our "score" is seven, it will remain seven; it won't suddenly become nine after death. Whatever we possess at that moment is our final score. Therefore, improve yourself now while you're still alive. The question is, what is our score right now? To answer this, we should ask God, "Lord, is there still anything wrong within me?" When we are still spiritually immature and capable of making mistakes, God understands. But as we grow older and become spiritually mature, we must strive to become people who can no longer make mistakas. We must graduate.
Essentially, holiness encompasses three bn. First, it involves removing all bases of sin or topon-the potential for sin or sinful nature within us that can be provoked by dark forces. Second, it concerns our source of happiness or joy. If God is not our sole source of happiness, we will certainly not be pleasing in His sight. Third, it is about our life’s motivation. Our motivation in life should be entirely for God. Thus, we be holy, free from any wrongdoing—not only avoiding moral transgressions but also eliminating unnecessary things and aligning even the simplest aspects of our lives with the thoughts and feelings of God. Do not be attached to the world anymore. When we return (to God), we take nothing with us. The older we get, the more we must empty the vessel of our hearts.
If we have these three things, we will definitely go to heaven. In heaven, we will not only be members of society, but members of the family of the Kingdom of God. Perfect means passing, winning, and being blameless and flawless. Every day we are trained by God to be blameless with the trials we face. We must not fail. We choose what is right in God's eyes, so that we become truly blameless people before God. God wants us to be truly perfect like the Father; meaning not making mistakes. Every action of God the Father is precise, exact, accurate, and flawless. So later when we stand before the judgment seat of God, may we be found blameless.
Don't misunderstand, don't misinterpret. When the Lord Jesus said, "You must be perfect as the Father," previously the Lord Jesus explained the laws that apply to religious people in general, in this case the Jewish religion, Judaism, and the behavior, morality, ethical standards imposed on the children of God; then the Lord Jesus said, like this. Not only not killing, but also not hating. If someone kills, it can be found out, it can be proven. But if he hates, who knows? Only God. But we must be perfect like the Father who has no hatred. So when we face a husband who is harsh, cruel, or even abusive (domestic violence), how can we forgive? It's very hard. But if we can do that, we pass, we conquer.
WE CHOOSE WHAT IS RIGHT IN GOD'S EYES, SO THAT WE BECOME TRULY BLAMELESS PEOPLE BEFORE GOD.

TIDAK DIDAPATI BERCACAT CELA - 07 Januari 2025
2025-01-07 17:59:33
Untuk bisa menang, pangkalan-pangkalan dosa harus dibuang. Kalau sudah tidak ada pangkalan, maka setan tidak bisa menjatuhkan. Ayo, kita mau mencabut semua pangkalan berbuat dosa, pangkalan manusia lama kita. Yang gampang tersinggung, justru bertemu orang yang melukai. Tidak ada kemenangan tanpa perjuangan. Setan itu tidak mudah dikalahkan. Setan itu licik. Dan setiap kita masih ada pangkalan. Maka, kita harus banyak berdoa dan dengar firman. Sehingga Iblis jadi tidak berkuasa. Jadi, kalau bicara soal sempurna, jangan kita bayangkan menjadi seperti Allah. Tidak bisa, bahkan seperti Yesus pun tidak bisa, karena pencobaan yang dialami Yesus berbeda dengan kita. Kalau Yesus 1000 kilogram, kita hanya 50 kilogram. Tapi yang 50 kilogram itu kita harus sanggup pikul.
Jadi, kalau kita melihat orang jatuh dalam dosa, jangan berkata, "Ya, begitu saja jatuh?" Karena kita belum tahu apa yang dia alami. Pencobaan masing-masing orang itu berbeda, sesuai dengan kapasitasnya. Yang diberi banyak, dituntut banyak; yang diberi sedikit, dituntut sedikit. Tapi, apa pun pencobaan yang kita hadapi, kita harus menang. Sebenarnya bicara soal kesempurnaan itu menyangkut dua aspek. Yang pertama, menyangkut usia rohani. Jadi, yang baru masuk Kristen dengan yang sudah menjadi Kristen selama 30 tahun, tentu beda pencobaannya. Yang kedua, porsi pencobaan yang berbeda-beda. Tapi harus menang, harus lulus. Jadi, kalau kita dihina, direndahkan, masih tersinggung, berarti belum lulus.
Maka, jangan mati dulu, karena kita belum lulus. Sebab ketika kita meninggal, maka keadaan kita hari ini adalah keadaan permanen. Artinya, waktu kita meninggal dunia, seberapa tingkat kualitas rohani kita, itulah yang kita bawa. Kalau nilai kita tujuh, ya tetap tujuh, tidak mungkin setelah mati berubah menjadi sembilan. Apa yang kita miliki hari itu, itulah nilai kita. Maka, tingkatkan sekarang selagi kita masih hidup. Masalahnya, berapa nilai kita sekarang? Untuk itu, kita tanyakan kepada Tuhan, “Tuhan, masihkah ada kesalahan dalam diriku?” Ketika kita masih belum dewasa rohani dan kita masih bisa melakukan kesalahan, Tuhan maklum. Tapi makin tua, makin dewasa, maka kita harus menjadi orang yang tidak bisa berbuat salah. Harus lulus.
Sejatinya, kesucian itu meliputi tiga hal. Yang pertama, menanggalkan semua pangkalan dosa atau topon ; potensi dosa atau kodrat dosa dalam diri kita yang bisa dipancing kuasa gelap. Yang kedua, apa yang menjadi kebahagiaan atau kesenangan kita. Kalau Tuhan tidak menjadi satu-satunya kebahagiaan kita, pasti kita tidak berkenan di hadapan Allah. Yang ketiga, motivasi hidup. Seharusnya, motivasi hidup kita hanya sepenuhnya bagi Allah. Makanya, kita harus suci, tidak ada lagi perbuatan salah. Bukan hanya tidak melanggar moral, melainkan juga hal-hal yang tidak perlu, hal-hal sederhana harus presisi seperti pikiran perasaan Allah. Jangan terikat dunia lagi. Kita pulang tidak bawa apa-apa. Makin tua, bejana hati kita harus makin dikosongkan.
Kalau kita punya tiga hal ini, kita pasti masuk surga. Di surga, kita bukan hanya menjadi anggota masyarakat, tapi anggota keluarga Kerajaan Allah. Sempurna itu artinya lulus, menang, tidak bercacat tidak bercela. Setiap hari kita dilatih Tuhan untuk tidak bercacat dengan pencobaan-pencobaan yang kita hadapi. Jangan sampai kita tidak lulus, jangan kita gagal. Kita memilih apa yang benar di mata Tuhan, sehingga kita menjadi manusia yang benar-benar tidak bercacat di hadapan Allah. Allah menghendaki kita benar-benar sempurna seperti Bapa; artinya tidak berbuat salah. Setiap tindakan Allah Bapa itu presisi, tepat, akurat, tidak bercela. Demikian nanti ketika kita berdiri di hadapan takhta pengadilan Tuhan, kiranya kita tidak didapati bercacat cela.
Jangan salah mengerti, jangan salah tafsir. Ketika Tuhan Yesus berkata, “Hendaklah kamu sempurna seperti Bapa,” sebelumnya Tuhan Yesus menjelaskan mengenai hukum yang diberlakukan bagi orang beragama pada umumnya, dalam hal ini agama Yahudi, Yudaisme, dan perilaku, moralitas, standar etika yang dikenakan bagi anak-anak Allah; baru Tuhan Yesus berkata, seperti ini. Bukan hanya tidak membunuh, tapi juga tidak membenci. Kalau seseorang membunuh bisa ketahuan, bisa terbukti. Tapi kalau membenci, siapa yang tahu? Hanya Tuhan. Tapi kita harus sempurna seperti Bapa yang tidak punya kebencian. Maka ketika kita menghadapi suami yang kasar, jahat, bahkan KDRT, bagaimana bisa mengampuni? Berat sekali. Tapi kalau kita bisa melakukan itu, kita lulus, kita menang.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA MEMILIH APA YANG BENAR DI MATA TUHAN, SEHINGGA KITA MENJADI MANUSIA YANG BENAR-BENAR TIDAK BERCACAT DI HADAPAN ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 07 Januari 2024
2025-01-07 17:53:47
Ayub 14-16

Truth Kids 05 Januari 2025 - TIDAK ADA KATA TERLAMBAT UNTUK TUHAN
2025-01-05 12:08:41
Pengkhotbah 3:11
”Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.”
Sobat Kids, masih ingatkah kalian kisah tentang Maria dan Marta dalam Alkitab? Kali ini kita akan membahas tentang saudara mereka yang bernama Lazarus. Ketika Tuhan dalam perjalanan di sebuah tempat, Tuhan Yesus menerima kabar bahwa Lazarus sakit. Tuhan Yesus sangat mengasihi Maria, Marta, dan Lazarus. Tetapi bukannya mempercepat perjalanan-Nya, Tuhan malah menunda selama dua hari. Hasilnya, ketika Tuhan Yesus sampai di tempat Maria dan Marta, Lazarus telah dikuburkan selama 4 hari. Namun, tidak ada yang terlambat bagi Tuhan. Tuhan menunjukkan kuasa-Nya dengan membangkitkan Lazarus dari dalam kubur, sehingga banyak orang percaya dan memuliakan Allah.
Sobat Kids, di dalam kehidupan kita tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan, pasti ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Mungkin kita merasa terlambat ditolong Tuhan saat mengalami kesulitan seperti Maria dan Marta. Tapi ingat, Tuhan bisa mengubah kemalangan menjadi sukacita yang besar. Begitu juga dalam kehidupan kita, jangan patah semangat ketika kita merasa Tuhan tidak menolong. Tidak ada kata "terlambat" bagi Tuhan. Ia akan menyatakan kuasa-Nya dan menolong hidupmu, Sobat Kids.

Truth Junior 05 Januari 2025 - WAKTU TUHAN SELALU TEPAT
2025-01-05 10:16:30
Pengkhotbah 3:11
”Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.”
Semoga Sobat Junior semuanya dalam keadaan yang bahagia, ya! Tahu nggak, Sobat Junior, kalau dari kitab Pengkhotbah, Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa waktu Tuhan itu selalu tepat, loh! Apakah kalian pernah merasa tidak sabar menunggu sesuatu? Misalnya, menunggu ulang tahun kalian untuk segera datang atau menunggu waktu bermain saat pelajaran sekolah selesai. Kadang rasanya lama sekali, ya?
Tuhan selalu punya waktu yang tepat untuk segala sesuatu dalam hidup kita. Seperti petani yang menanam padi. Mereka harus sabar menunggu hingga benih itu tumbuh dan siap dipanen. Jika dipanen terlalu cepat, hasilnya belum matang. Begitu juga dengan rencana Tuhan. Apa yang terlihat seperti keterlambatan bagi kita, sebenarnya adalah waktu terbaik yang sudah diatur oleh Tuhan. Saat kita merasa harus menunggu, ingatlah bahwa Tuhan sedang mempersiapkan sesuatu yang indah untuk kita. Mungkin kita belum mengerti sekarang, tetapi nanti kita akan melihat betapa sempurnanya rencana-Nya.
Sobat Junior, yuk, kita belajar untuk bersabar dan percaya kepada waktu Tuhan. Tetaplah berdoa dan bersemangat, karena Tuhan tahu kapan saat yang paling baik untuk kita. Ingat, semua yang Dia lakukan selalu indah pada waktunya. Bahagia selalu, Tuhan memberkati!

Truth Youth 05 Januari 2025 (English Version) - COMMITTING YOUR HEART
2025-01-05 10:13:01
“For I know the plans I have for you,” declares the LORD, “plans to prosper you and not to harm you, plans to give you hope and a future.” (Jeremiah 29:11)
Just like a smartphone that begins to lag, we often try to restart it so it can function normally again. Similarly, every time we sin, we attempt to restart our lives from those failures. Restarting our lives signifies progress because it means we recognize our mistakes and strive to correct our wrongful and harmful actions. Each of us is called by God to carry out His great works. Our lives have a purpose; we’re not merely here to exist and then end up in the grave. Surely, there is a significant mission that God has entrusted to us in this world, one that we are meant to fulfill.
Restarting our lives relates to our purpose—where will we go after restarting from failure? Simply put, we need to identify God’s calling. We must continually pray and reflect to discern His calling. This is essential and cannot be replaced by anything else.
Recognizing God’s calling means starting a relationship with Him. We cannot find God anywhere except through prayer. By praying, we reconnect the bond between ourselves and God. In this process, we slowly come to know Him, and eventually, we can understand His calling in our lives. Don’t feel like you’re struggling alone to discover His purpose. Paul, one of the most prominent figures in the Bible, is a perfect example of someone who found a new life and God’s purpose in it. Paul worked tirelessly to understand God and His plans. Believe that we, too, can be like Paul if we truly commit our hearts to trusting God, learning, and praying to Him.
WHAT TO DO:
1. Trust in God and His plans, believing that everything is good.
2. Set aside dedicated time to meet God through prayer.
BIBLE MARATHON:
▪ Genesis 13–17

Truth Youth 05 Januari 2025 - MEMBULATKAN HATI
2025-01-05 10:10:40
”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11)
Seperti handphone yang mulai lelet, kita mencoba untuk me-restart agar handphone kita bisa berfungsi dengan normal. Setiap kali kita berbuat dosa, kita pasti akan mencoba untuk memulai kembali hidup kita dari kegagalan tersebut. Kita me-restart hidup kita lagi, kita memulai kembali. Ini adalah kemajuan yang baik, karena kita menyadari bahwa kita melakukan kesalahan dan berupaya untuk membenahi tindakan kita yang keliru dan merugikan. Setiap kita dipanggil Tuhan untuk melakukan pekerjaan-Nya yang besar. Hidup kita ada tujuannya, bukan sekadar hadir di bumi lalu berakhir di liang kubur. Pasti, ada hal besar yang Tuhan titipkan pada kita di dunia ini untuk kita tunaikan dengan baik. Mengulang kembali hidup berhubungan dengan tujuan hidup, akan ke mana kita setelah kita mengulang kembali kehidupan dari kegagalan? Singkatnya, kita perlu mengenali panggilan Tuhan. Kita harus terus berdoa dan berefleksi untuk mengenali panggilan-Nya. Ini mutlak, tidak bisa digantikan oleh hal lain.
Mengenali panggilan Tuhan artinya kita memulai hubungan dengan Tuhan, yang mana kita tidak bisa menemukan Tuhan di mana pun kalau tidak melalui doa. Dengan berdoa, kita menyambung kembali ikatan antara kita dengan Tuhan. Di sini, ada proses ketika kita pelan-pelan mengenal-Nya dan akhirnya kita bisa memahami panggilan-Nya dalam hidup kita. Jangan merasa bahwa kita berjuang sendiri dalam menemukan panggilan- Nya. Paulus, tokoh Alkitab yang sangat terkenal, adalah contoh orang yang berhasil menemukan hidup yang baru dan tujuan Tuhan di dalam hidupnya. Ia pun mati-matian berjuang memahami Tuhan dan rencana-Nya. Yakinlah, kita pun bisa menjadi seperti Paulus, jika kita benar-benar membulatkan hati untuk mempercayai Tuhan, belajar, dan berdoa kepada-Nya.
WHAT TO DO:
1.Mempercayai Tuhan dan rencana-Nya, bahwa segala sesuatu baik adanya.
2.Menyiapkan waktu khusus untuk bertemu Tuhan lewat doa.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kejadian 13-17

Renungan Pagi - 05 Januari 2025
2025-01-05 10:00:07
Kejujuran adalah sebuah keharusan, tentu tidak mudah, tapi menuntun kita pada kebenaran dan keselamatan, kejujuran yang dimulai dari dalam hati akan membentuk perilaku yang jujur di hadapan manusia dan Tuhan.
Kejujuran adalah pilihan terbaik yang harus kita ambil, karena itu adalah dasar yang kuat, saat mulai membangun suatu hubungan yang sehat dan mempertahankannya, kejujuran adalah kunci kepercayaan orang lain pada apa yang kita katakan dan lakukan.

Quote Of The Day - 05 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-05 09:58:50
Di dalam masa penampian ini, kita tidak bisa tidak mengambil sikap, kita tidak bisa tidak memilih.

Mutiara Suara Kebenaran - 05 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-05 09:57:22
Kalau kita mau hidup di dalam perlindungan Tuhan, kita mau ada di genggaman tangan Tuhan, maka kita harus menurut apa pun yang Tuhan kehendaki.

WINNING - 05 Januari 2024 (English Version)
2025-01-05 09:54:58
Many opinions state that it is impossible to achieve perfection during one’s life on earth. These opinions are not only voiced by lay church members but also by speakers from the pulpit. Yet, the Lord Jesus clearly said, "Therefore, be perfect, just as your Father in heaven is perfect." When the Lord Jesus said this in Matthew 5:48, He was explaining the laws applied to religious people in general versus the laws imposed on the children of God. The Lord Jesus made a comparison. Thus, the context is life on earth, not life elsewhere, much less in heaven. In the preceding verses, Jesus said, "You have heard that it was said, 'Love your neighbor and hate your enemy.' But I tell you, love your enemies and pray for those who persecute you."
For the world, killing means taking someone's life. But for Christians, hating is already considered murder. For the world, adultery involves physical relations with someone who is not your spouse or is not yet officially a husband or wife. However, for believers, looking at someone of the opposite sex with desire is already categorized as adultery. This is then concluded with, “You must be perfect, just as your Father in heaven is perfect.” Reading the preceding verses, we see that the Lord compares the laws applicable to humanity in general or to common religions, with the behavior or moral standards expected of God’s children. Thus, the perfection we must achieve is not for heaven or another place later but here and now, on earth, in our respective places.
We must first grasp this. We need to accept this. Let us not be misled by worldly views that are, in reality, influenced by the powers of darkness. The Lord Jesus Himself said this. Now, we must understand what perfection truly means. This truth must color and transform our lives, for nothing is more important than perfection. The Lord Jesus later stated in the next chapter, "Store up treasures in heaven, not on earth." The treasures in heaven refer to a life that pleases God, which becomes our eternal possession.
In its original text, the word "perfect" is teleios. Teleios or perfection has many meanings. Firstly, perfection means to pass, like overcoming a struggle or contest that enables someone to win the struggle and pass. This is why teleios can also mean victory. This reminds us of what the Lord Jesus repeatedly said in the Book of Revelation, and in every letter written to the churches, the word "victory" appears. There is a struggle we must undertake to achieve what God desires of us, which is to win. However, without realizing it, an erroneous insight has been taught to us. Perhaps unintentionally, due to lack of understanding, it is as if Jesus has already won for us, and we no longer need to struggle.
Jesus made it possible for us to win by giving us the potential to win. Jesus won for Himself so that we might achieve victory.
Thus, we cannot simply piggyback on the victory of the Lord Jesus. We must have our own victory, which is why Jesus said, "Overcome as I have overcome." This is reiterated repeatedly: "As I have overcome, so you too must overcome." Ironically, many Christians believe that when Jesus suffered, died on the cross, and rose again, His victory automatically enables us to win alongside Him. This is a mistaken view. Jesus completed His struggle, obeying to the point of death, even death on a cross, thereby becoming the source of salvation (Hebrews 5:7-9). Although He was the Son, He did not gain an easy path to victory. Jesus offered prayers with loud cries to the Father, who was able to save Him from death—meaning, who could raise Him. He struggled.
The Bible states, "The Father raised Jesus because of His righteousness." Thus, it was not merely because He was the Son that He was raised; that would be unfair and nepotistic. Rather, it was because of His righteousness that He was raised. It is also stated that “In His life as a human, He offered prayers and petitions with loud cries and tears to Him who was able to save Him from death.” He was raised because of His righteousness, and His prayers were heard. Jesus rose not because God arbitrarily raised Him without order or rules, but because He became the source of salvation through His struggle.
JESUS WON FOR HIMSELF SO THAT WE COULD ACHIEVE VICTORY.
THERE IS A STRUGGLE WE MUST UNDERTAKE TO ACHIEVE WHAT GOD DESIRES OF US, WHICH IS TO WIN.

MENANG - 05 Januari 2025
2025-01-05 09:51:51
Banyak pendapat yang mengatakan bahwa tidak mungkin selama hidup di bumi seseorang bisa mencapai kesempurnaan. Bukan hanya jemaat awam yang mengucapkan, namun juga pembicara di mimbar. Padahal, Tuhan Yesus jelas berkata, "Karena itu hendaklah kamu sempurna sama seperti Bapa di surga sempurna." Ketika Tuhan Yesus mengucapkan kalimat ini di Matius 5:48, Yesus sedang menjelaskan hukum yang diberlakukan bagi orang beragama pada umumnya, dan hukum yang dikenakan bagi anak-anak Allah. Tuhan Yesus membuat perbandingan. Jadi, ini konteksnya adalah kehidupan di bumi, bukan kehidupan di tempat lain, apalagi di surga. Di ayat sebelumnya, Yesus berkata, "Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu."
Kalau bagi orang dunia, membunuh itu menghabisi nyawa. Tapi bagi orang Kristen, membenci sudah merupakan pembunuhan. Bagi orang dunia, standar hukumnya yang namanya berzina itu melakukan hubungan badan dengan orang yang bukan pasangan hidupnya atau yang belum resmi sebagai suami istri. Tetapi bagi orang percaya, memandang lawan jenis dan mengingininya, sudah dikategorikan berzina. Yang kemudian ditutup dengan, “Kamu harus sempurna sama seperti Bapa di surga sempurna.” Dan kalau kita membaca ayat-ayat sebelumnya, Tuhan membandingkan hukum yang berlaku bagi manusia pada umumnya atau agama-agama pada umumnya dan perilaku atau standar moral bagi anak-anak Allah. Jadi, sempurna yang harus kita capai itu bukan nanti di surga atau di tempat lain, meIainkan sekarang ini, di bumi ini, di tempat kita masing-masing.
Ini harus kita camkan dulu. Kita harus menerima ini. Jangan kita disesatkan oleh pandangan dunia yang sebenarnya itu dari kuasa kegelapan. Tuhan Yesus sendiri yang berkata ini. Sekarang yang kita harus tahu adalah apa sebenarnya pengertian sempurna itu? Kebenaran ini harus kita pahami sehingga mewarnai hidup dan mengubah kita. Karena tidak ada yang lebih penting selain kesempurnaan. Yang kemudian Tuhan Yesus berkata di pasal berikutnya, "Kumpulkan harta di surga, bukan di bumi.” Harta di surga adalah kehidupan kita yang berkenan kepada Allah, yang itu menjadi milik kekal kita.
Dalam teks aslinya, kata sempurna ini adalah "teleios." Teleios atau sempurna itu ternyata memiliki banyak pengertian. Yang pertama, sempurna itu artinya lulus. Jadi, seperti sebuah pergumulan, pergulatan yang membuat seseorang bisa memenangkan pergumulan itu sehingga lulus. Itulah sebabnya kata teleios juga bisa berarti menang. Maka, teringatlah kita dengan apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus di dalam Kitab Wahyu berkali-kali, dan di setiap surat yang ditulis kepada jemaat-jemaat ada kata "menang." Ada perjuangan yang harus kita lakukan untuk membuat kita mencapai apa yang Allah atau Tuhan kehendaki, yaitu kita menang. Namun tanpa kita sadari, ada insight (pemahaman) yang diajarkan keliru kepada kita. Mungkin dia tidak bermaksud mau menyesatkan, karena dia juga tidak mengerti, seakan-akan Yesus yang membuat kita menang dan kita tidak perlu perjuangan.
Yesus membuat kita menang, tapi berupa pemberian potensi untuk menang. Yesus menang untuk diri-Nya demi supaya kita bisa mencapai kemenangan.
Jadi, kita tidak bisa mendompleng kemenangan Tuhan Yesus. Kita harus punya kemenangan sendiri, yang karenanya Yesus berkata, "Menanglah kamu seperti Aku menang." Dan itu diulang berkali-kali, "Seperti Aku menang, kamu juga harus menang." Ironis, banyak orang Kristen berpikir bahwa ketika Yesus menderita, mati di kayu salib dan bangkit, itu adalah kemenangan Yesus yang membuat kita otomatis bisa ikut menang bersama Dia. Ini pendapat yang salah. Yesus menyelesaikan pergumulan-Nya, taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib, sehingga Dia menjadi pokok keselamatan (Ibr. 5:7-9). Walaupun Dia adalah Anak, tetapi Dia tidak mendapat kemudahan untuk menang. Yesus menaikkan doa dengan ratap tangis kepada Bapa yang berkuasa menyelamatkan-Nya dari maut; artinya yang berkuasa membangkitkan diri-Nya. Dia bergumul.
.Dan memang Alkitab berkata, “Bapa membangkitkan Yesus karena kesalehan-Nya.” Jadi, bukan karena mentang-mentang Dia adalah Anak lalu dibangkitkan, itu tidak fair, itu nepotisme. Tapi karena kesalehan-Nya, maka Dia dibangkitkan. Dikatakan juga bahwa “Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, yang bisa membangkitkan-Nya. Dan karena kesalehan-Nya, Ia telah dibangkitkan,” didengarkan doa-Nya. Yesus bangkit bukan karena Allah sekadar membangkitkan tanpa tatanan dan tanpa aturan. Dan karena Dia dibangkitkan, maka Dia menjadi pokok keselamatan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
YESUS MENANG UNTUK DIRI-NYA DEMI SUPAYA KITA BISA MENCAPAI KEMENANGAN.
ADA PERJUANGAN YANG HARUS KITA LAKUKAN UNTUK MEMBUAT KITA MENCAPAI APA YANG ALLAH KEHENDAKI, YAITU MENANG

Bacaan Alkitab Setahun - 05 Januari 2025
2025-01-05 09:47:28
Ayub 6-9

Truth Kids 03 Januari 2025 - TUHAN TAHU YANG TERBAIK
2025-01-03 22:23:35
Yeremia 29:11
”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
Sobat Kids, dengan perkembangan zaman sekarang ini, banyak sekali inovasi, salah satu contohnya dalam kuliner. Mungkin kalian pernah melihat orang tua memakai sosial media untuk melihat jenis makanan dan minuman _fast food_ yang ada sekarang. Hal itu membuat kita jadi ingin. Di rumah, mama memasak sayur-sayuran dan lauk pauk yang biasa, tidak sama seperti yang kita lihat di sosial media. Tetapi tahukah kamu bahwa masakan Mama di rumah jauh lebih sehat bagi tubuh kita? Terkadang, apa yang kita inginkan itu bukanlah yang kita butuhkan, Sobat Kids.
Tuhan mau kita memiliki tubuh yang sehat dengan memakan makanan dan minuman yang bersih dan sehat pula. Bukan berarti makanan fast food itu tidak bersih, tetapi bahan-bahan yang dipakai belum tentu menyehatkan bagi tubuh kita, seperti terlalu banyak minyak, garam, dan yang terlalu banyak gula dapat membuat tubuh kita sakit. Jadi, jangan iri dan jangan mengeluh jika kita tidak bisa makan fast food. Kita harus bersyukur dan bangga kalau kita bisa memakan makanan yang dimasak di rumah, karena apa yang sudah disediakan oleh Tuhan lewat mama dan keluarga kita, itu lebih baik bagi tubuh kita. Ingatlah, Tuhan tahu yang terbaik.

Truth Junior 03 Januari 2025 - RENCANA TUHAN INDAH
2025-01-03 22:17:56
Yeremia 29:11
”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”
Sobat Junior, semoga kalian dalam keadaan baik, ya! Ayat firman Tuhan hari ini mengajarkan kita bahwa Tuhan selalu punya rencana terbaik buat kita, meskipun terkadang tidak sesuai dengan keinginan kita.
Terkadang, kita merasa kecewa atau sedih karena sesuatu yang kita inginkan tidak terjadi. Mungkin ada hal-hal yang menurut kita bagus, tetapi ternyata tidak terjadi seperti yang diharapkan. Namun, jangan khawatir, ya, Sobat Junior! Tuhan melihat jauh ke depan dan tahu apa yang paling baik untuk kita. Contohnya, kita ingin bermain di luar saat hujan. Main hujan di luar merupakan sesuatu yang menyenangkan dan sangat kita inginkan, tetapi orang tua melarang kita karena ingin melindungi kita agar tidak sakit. Begitu juga dengan Tuhan yang tahu kapan saat yang tepat untuk setiap keinginan kita.
Jadi, Sobat Junior, yuk, kita belajar untuk memercayai Tuhan dalam segala hal. Walaupun mungkin sekarang kita belum mengerti rencana Tuhan, tetapi tetaplah percaya rencana Tuhan adalah hal yang terbaik. Dia selalu ingin memberikan hari depan yang penuh harapan dan kebahagiaan. Yuk, serahkan semua keinginan dan harapan kita kepada Tuhan! Ingat, Tuhan selalu menyertai kita dan akan memberikan yang terbaik untuk kita. Tuhan memberkati!

Truth Youth 03 Januari 2024 (English Version) - A NEW BEGINNING
2025-01-03 22:15:35
“But when you pray, go into your room, close the door and pray to your Father, who is unseen. Then your Father, who sees what is done in secret, will reward you.” (Matthew 6:6)
Today, we will learn two essential things to start the new year with God: repentance and prayer. Repentance is a vital step to cleanse our hearts and minds. In 1 John 1:9, we are reminded that if we confess our sins, God is faithful and just, and He will forgive our sins and purify us from all unrighteousness. Imagine our hearts as a dirty glass; repentance is the process of cleaning it so we can see and feel God’s love more clearly. Repentance isn’t just about acknowledging our mistakes; it’s about changing our hearts and minds and striving to live better each day.
As we cleanse ourselves through repentance, we also need to embrace prayer as a crucial part of our spiritual life. Prayer is how we communicate with God. Building the habit of prayer might seem challenging at first, but it can start with simple steps. For example, dedicate a specific time each day to pray, such as in the morning before starting your day or at night before sleeping. Let prayer become an intimate moment with God, like chatting with a friend or a parent. Begin with gratitude, share your thoughts and feelings, and ask for guidance for the day ahead. Don’t let prayer become just a routine—make it a necessity. By making repentance and prayer part of our daily lives, we can continually renew ourselves and draw closer to God.
WHAT TO DO:
1. Acknowledge our mistakes and repent, asking for God’s forgiveness.
2. Set aside time to pray—whether in the morning before activities, at night before bed, or any other time. The important thing is to communicate with God.
BIBLE MARATHON:
▪ Genesis 5–8

Truth Youth 03 Januari 2025 - AWAL BARU
2025-01-03 20:39:30
”Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Matius 6:6)
Hari ini kita akan belajar dua hal untuk mengawali tahun baru kita dalam Tuhan: bertobat dan berdoa. Bertobat merupakan langkah penting untuk membersihkan hati dan pikiran kita. Dalam 1 Yohanes 1:9, kita diingatkan bahwa jika kita mengakui dosa-dosa kita, Tuhan itu setia dan adil, Dia akan mengampuni dosa-dosa kita dan membersihkan kita dari segala kejahatan. Coba bayangkan hati kita seperti gelas yang kotor, pertobatan adalah cara kita membersihkannya sehingga kita bisa melihat dan merasakan cinta Tuhan dengan lebih jelas. Bertobat bukan sekadar mengakui kesalahan, tetapi juga tentang perubahan hati dan pikiran kita, berusaha untuk hidup lebih baik setiap hari.
Di saat kita membersihkan diri kita melalui bertobat, kita juga perlu berdoa sebagai bagian penting dalam kehidupan rohani kita. Berdoa merupakan bentuk kita berkomunikasi dengan Tuhan. Dimulai dari membiasakan diri berdoa, yang mungkin terdengar sulit, tapi sebenarnya bisa dimulai dengan langkah-langkah sederhana. Misalnya, kita bisa membuat waktu khusus setiap hari untuk berdoa, misalnya doa di pagi hari sebelum memulai aktivitas atau di malam hari sebelum tidur. Buatlah doa sebagai momen intim dengan Tuhan, seperti ngobrol dengan sahabat atau orang tua kita. Kita bisa mulai dengan mengucap syukur, curhat, dan meminta petunjuk untuk menjalani hari. Tentunya, jangan sekadar jadikan doa sebagai rutinitas biasa, tapi jadikanlah sebagai kebutuhan. Dengan menjadikan doa dan pertobatan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari, kita bisa terus memperbarui diri dan mendekat kepada Tuhan.
WHAT TO DO:
1.Sadari kesalahan kita dan bertobat, meminta ampun kepada Tuhan
2.Buatlah waktu untuk berdoa, bisa di pagi hari sebelum beraktivitas, atau malam sebelum tidur, atau waktu apa pun, yang penting kita berkomunikasi dengan Tuhan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kejadian 5-8

Renungan Pagi - 03 Januari 2025
2025-01-03 20:36:19
Dalam hidup ini janganlah mudah menyerah dan pesimis ketika menghadapi persoalan, sebab bersama Tuhan selalu ada jalan keluar dan Tuhan akan memberikan kekuatan didalam menghadapi setiap persoalan.
Karena itu, bergantunglah kepada-Nya dan jangan memakai kekuatan diri sendiri, sebab kemampuan kita sebagai manusia sangat terbatas, tetapi kuasa Tuhan tidak dibatasi apapun.

Quote Of The Day - 03 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-03 20:34:53
Orang yang tidak memilih, berarti dia memilih untuk tidak memilih, dan itu berarti ia akan terseret ke dalam kegelapan abadi.

Mutiara Suara Kebenaran - 03 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-03 20:33:19
Kita harus jadi organisme rohani yang hidup, memiliki metabolisme rohani yang sehat.

LONGING FOR GOD - 03 Januari 2025 (English Version)
2025-01-03 20:31:32
One important thing to remember and understand is that one of the characteristics or indicators of a spiritually healthy person who has reached or is nearing the peak of spiritual maturity is a longing for God. This longing for God becomes the sole source of joy within them. It is a hallmark of a spiritually healthy life—a sign of a healthy spiritual metabolism—and at the same time, it demonstrates spiritual maturity. It can also represent the pinnacle of faith maturity. A person who truly longs for God is genuinely ready to meet Him or ready to leave this world. This longing for God is driven by a thirst for Him, a sense of need for God—not motivated by any other desires.
Many Christians, who are not yet mature—truthfully, some of us are still immature—seem to long for God or appear to need Him. But in reality, what they seek is not God Himself but something else, using God as a means to obtain that desired thing. In this sense, God becomes a tool, an instrument to achieve something or just a complement. We often hear, even in everyday conversations, the idea of God as a "support"; God is just a support. This is parallel or similar to the concept of religion being a support system. If someone has no religion, it is assumed they have no God—interpreting having God in a brief, simplistic, naive, and shallow sense, merely as a support.
Such individuals do not truly long for God. Instead, God becomes a kind of beautiful, comfortable disposal area. In this life, they enjoy whatever pleasures the world offers, striving to turn this world into paradise, and then hope to enter heaven after death. People like this are cunning and do not honor God properly. Thus, there are those who seemingly need God, but God is merely an instrument or means to achieve something, or just a support system. Economically, they may already be well-off, and health-wise, they may be in good condition, but they still need some kind of "support." Just in case challenges arise in life, God can serve as their refuge, protector, helper, and especially as a means to avoid hell and gain heaven after death.
Clearly, such individuals fail to fulfill what Scripture commands: "Love the Lord your God with all your heart, with all your soul, with all your mind, and with all your strength." God must be our joy and delight, leading us to continually long for Him. And it turns out that having a heart that truly longs for God, achieving a spiritual level where one possesses a genuine longing for Him, is not easy. However, God certainly tolerates those who are new to Christianity or still young, as they may not yet be able to reach the ideal longing for God due to a lack of experience. This is understandable. However, this does not mean that young people—whether in biological age or in the maturity of their journey with God—cannot long for Him. They can, and it is extraordinary when they do.
Christians who truly commit to repentance and following Jesus are granted by God what could be described as a "down payment" or "bonus," referred to in the Bible as "first love." Most of us have probably experienced this, except for those who have never truly repented or committed to following Jesus. First love for God, even for new Christians or those still young in biological or spiritual age, allows them to taste the longing for God when experiencing this first love. They may not be interested in watching movies or traveling, but instead desire to come to church, participate in Bible studies, read the Bible, and pray. This first love should be nurtured to bring us to spiritual maturity.
Thus, the longing for God and thirst for Him—in the form of a desire to read the Bible or attend worship services whenever possible—should become permanent and never fade. Therefore, we must cultivate this longing for God. Building it takes time. It is understandable for new Christians, but for those of us who are older, over 50 years old, we should already have a taste for God. We should become spiritually alive organisms with a healthy spiritual metabolism. God should be our necessity because we have a connection with His Person, akin to the bond between a parent and child—not because we need anything from the child, and likewise, the child with the parent. It's no longer about approaching mom because of needs, but because of the relational frequency between parent and child. Our relationship with God should also be like this.
A PERSON WHO TRULY LONGS FOR GOD IS SOMEONE WHO IS GENUINELY READY TO MEET HIM OR READY TO LEAVE THIS WORLD.

KERINDUAN AKAN TUHAN - 03 Januari 2025
2025-01-03 20:28:55
Satu hal yang penting untuk kita ingat dan ketahui bahwa ciri atau indikator orang yang sehat rohaninya, dan ada di puncak kedewasaan atau mendekati puncak kedewasaan, ditandai dengan kerinduan akan Allah. Kerinduan akan Allah merupakan satu-satunya kenikmatan di dalam dirinya. Ini ciri dari kehidupan rohani yang sehat atau metabolisme kehidupan rohani yang sehat, sekaligus menunjukkan kedewasaan rohani, dan bisa merupakan puncak dari kematangan iman. Dan orang yang sungguh-sungguh memiliki kerinduan akan Allah adalah orang yang benar-benar siap dipertemukan dengan Tuhan atau siap meninggal dunia. Tentu kerinduan akan Allah ini, didorong oleh rasa haus akan Tuhan, rasa butuh akan Tuhan, bukan karena kebutuhan lain.
Banyak orang Kristen yang belum dewasa—sejujurnya, sebagian kita belum dewasa—seakan-akan merindukan Tuhan, seakan-akan membutuhkan Tuhan, tapi sebenarnya yang dibutuhkan bukan Tuhan, melainkan sesuatu yang mana Tuhan dijadikan sebagai sarana untuk memperoleh sesuatu tersebut. Di sini, Tuhan dijadikan alat, sarana, dan diperdaya atau Tuhan sekadar menjadi pelengkap. Yang dalam percakapan umum kita pernah dengar atau sering dengar sebagai pegangan; Tuhan itu pegangan. Hal ini seiring atau paralel atau sama dengan agama sebagai pegangan. Kalau tidak punya agama berarti tidak bertuhan; bertuhan dalam pengertian pendek, singkat, naif, dangkal, hanya sebagai pegangan.
Belum tentu mereka sungguh-sungguh merindukan Tuhan. Tuhan hanya menjadi semacam tempat pembuangan yang indah, tempat pembuangan yang nyaman. Jadi, di dunia menikmati apa saja yang bisa dia nikmati, sebisa-bisanya menjadikan dunia ini Firdaus, lalu meninggal dunia masuk surga. Orang seperti ini licik dan tidak menghormati Tuhan secara pantas. Jadi, ada orang-orang yang seakan-akan membutuhkan Tuhan, tapi Tuhan hanya menjadi alat atau sarana untuk meraih sesuatu atau sekadar pegangan. Secara ekonomi dia sudah baik, aspek kesehatan dia sudah baik, tetapi perlu pegangan juga. Ya, kalau-kalau nanti dalam hidup ini ada persoalan, maka Tuhan bisa menjadi perlindungan, naungan, penolong, dan terutama kalau mati supaya tidak masuk neraka, tapi bisa masuk surga.
Dan tentu, orang-orang seperti ini belum bisa memenuhi yang dikatakan firman Tuhan, "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, dan kekuatan." Tuhan harus menjadi kebahagiaan dan sukacita kita, sehingga kita selalu merindukan Dia. Dan ternyata, untuk memiliki hati yang merindukan Allah, untuk mencapai level atau tingkat rohani di mana seseorang memiliki kerinduan akan Allah yang benar, itu tidak mudah. Namun, Tuhan pasti menolerir orang-orang yang baru menjadi Kristen, juga orang-orang yang masih muda, di mana mereka belum bisa mencapai kerinduan akan Allah yang ideal, karena belum punya pengalaman. Jadi bisa dimaklumi. Namun demikian, bukan berarti orang-orang muda—baik usia biologis, umur, maupun belum dewasa dalam usia pengiringannya kepada Tuhan—tidak bisa merindukan akan Allah. Bisa, dan ini luar biasa.
Orang-orang Kristen yang benar-benar punya komitmen bertobat, ikut Tuhan Yesus, itu diberi Tuhan semacam uang muka atau semacam bonus, yaitu yang disebut Alkitab sebagai cinta mula-mula. Rasanya sebagian besar kita pernah mengalami ini, kecuali yang belum pernah bertobat dan punya komitmen mengikut Yesus. Cinta mula-mula kepada Tuhan, walaupun baru menjadi Kristen, walaupun masih muda usia biologis, usia rohaninya, tapi bisa mengecap kerinduan akan Allah pada waktu ia mengalami cinta mula-mula. Tidak tertarik dengan film, atau jalan-jalan ke mana-mana, tapi punya keinginan untuk datang ke gereja, ikut pendalaman Alkitab, baca Alkitab, berdoa. Seharusnya, cinta mula-mula itu dipelihara sampai menjadikan kita matang.
Sehingga kerinduan akan Allah, kehausan akan Allah dalam bentuk kerinduan untuk membaca Alkitab atau datang kebaktian setiap ada kebaktian itu menjadi permanen dan tidak pernah terhapuskan. Maka, kerinduan akan Allah itu harus kita miliki. Dan untuk membangunnya memang membutuhkan waktu. Maka, kalau orang Kristen yang masih baru bisa dimaklumi. Tapi mestinya kita yang sudah berusia lanjut, di atas 50 tahun, harus sudah memiliki selera akan Tuhan itu. Kita harus jadi organisme rohani yang hidup, memiliki metabolisme rohani yang sehat. Tuhan adalah kebutuhan kita, karena kita memiliki sambungan dengan Pribadi-Nya. Seperti ikatan hati orang tua terhadap anak. Bukan karena membutuhkan apa-apa dari sang anak, demikian pula anak terhadap orang tua. Bukan lagi menghampiri mama karena butuh sesuatu, tetapi karena ada frekuensi hubungan anak dan orang tua. Terhadap Allah mestinya kita juga begitu.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG SUNGGUH-SUNGGUH MEMILIKI KERINDUAN AKAN ALLAH ADALAH ORANG YANG BENAR-BENAR SIAP DIPERTEMUKAN DENGAN TUHAN ATAU SIAP MENINGGAL DUNIA.

Bacaan Alkitab Setahun - 03 Januari 2025
2025-01-03 20:26:22
Kejadian 8-11

Renungan Pagi - 02 Januari 2025
2025-01-02 21:57:33
Sudahkah mengerti, bahwa pada akhirnya setiap kita harus mempertanggung-jawabkan setiap talenta yang Tuhan percayakan kepada masing-masing dan penentuan dari Tuhan apakah kita adalah hamba yang baik dan setia, ataukah hamba yang malas, hamba yang jahat dan hamba yang tidak berguna?
Itulah sebabnya, mari disisa umur hidup kita, selama masih kuat, ini adalah kesempatan, untuk kita pakai memuliakan Tuhan, melayani, mengasihi sesama dan menjadi berkat bagi sesama, jangan sampai terlambat dan dijumpai malas, jahat dan tidak berguna.

Quote Of The Day - 02 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-02 21:55:55
Di dalam masa pemisahan yang sekarang terjadi, atau masa penampian, kita harus terus mencari wajah Tuhan, mendapat kekuatan baru dari firman, dan terus menjaga kekudusan.

Mutiara Suara Kebenaran - 02 Januari 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-02 21:50:49
Siapa yang mengistimewakan Tuhan dalam hidupnya, dia juga akan diistimewakan. Kalau kita mau hidup suci, menghormati Tuhan, menghargai Tuhan, maka Tuhan pun akan menghargai kita.

A CHANCE TO BE RESTORED - 02 Januari 2024 (English Version)
2025-01-02 21:48:39
We are chosen by God to be heirs of the Kingdom of Heaven. Therefore, we must firmly resolve: a resolve to live blamelessly, a resolve to make God the only thing of true value. Remember, when we made vows before a pastor to be a faithful spouse, we never thought we’d be unfaithful or break our promise. Yet, some of us may now feel disheartened because human promises often turn out to be empty words. Some have been betrayed by their partners and feel discarded, like trash. When we make promises to humans, they may break them, but when we make promises to God, He will never break His promises. His promises are with us always.
We must long for the day when God will welcome us into His Eternal Home. And when we witness His glory in the Kingdom of Heaven, all the fatigue and disappointment we have endured will vanish and no longer cross our minds. From our life experiences—many of which we share—and from observing the lives of those who walk with God, we should boldly say, “I guarantee, I am certain, God is faithful.” When we focus on God and not on the failures of life, we can confidently say, “Lord, I will follow You.” And when we place all our hope in God and resolve to live according to His will, bringing Him joy in everything we do, and serve Him in whatever capacity He entrusts to us, our lives will be transformed.
This is the only way to rise from despair. Simple words like, “Stay strong,” might not be enough because, in the end, we may still feel crushed and discarded. And we could die in our disappointment. This is exactly what the devil wants for us. But now, no matter who we are or what our circumstances may be, God can restore us. Perhaps we might protest, saying we are already old—how could we start a new life at this stage? As long as there is breath in our lungs, as long as our hearts beat and our pulses throb, we still have a chance to be restored. Whoever you are, hearing or reading this message from God, know that God is calling you to rise and look forward to a future full of hope.
Failures in studies, careers, family, or health, even being burdened with sickness, cannot prevent us from preparing for a better life in the Kingdom of Heaven. How immense is God’s love for us—indescribable and unimaginable. If we can feel love for those we cherish—like a parent for their children—God loves us even more than we can love those we hold dear. God wants to restore us. God wants to raise us up because we are precious in His sight. Perhaps we were neglected as children, our parents showing favoritism and unfairly distributing their love and attention. Then, as teenagers or young adults, we may have been bullied by friends, leading to feelings of inferiority, insignificance, and worthlessness. Now, we may feel rejected by our spouse or unappreciated by our children. But we must not see ourselves as worthless because we are deeply precious to God.
Even before our parents conceived us, God had already conceived us in His mind. How incredible is that! Who are we that God would think of us? And He designed us to become the people we are today. If we feel like failures because we have strayed from God’s plan, remember this: as long as our hearts beat, and we hear God’s voice calling, if we turn to Him and say, “Lord, save me!” He will value us. In fact, He values us more than we value ourselves. The wounds in our hearts and the pain in our souls that make us feel worthless must be healed and restored. Let us remember that we are exceedingly precious in His sight, especially when we boldly declare, “I promise to honor You.”
We will become extraordinary people when we dare to say, “I promise to honor You in all things, blamelessly.” That means living a holy life. Wow, we become special in God’s eyes. Whoever honors God in their life will also be honored by Him. If we choose to live purely, honor God, and value Him, He will value us in return. If we honor humans and they fail to reciprocate, it is not so with God. If we honor Him, He will glorify us. If we live a holy life—showing that we value God—He will elevate us. Today, let us not fear to make a vow to honor God. In the remaining time we have on earth, let us resolve to honor Him.
NO MATTER WHO WE ARE OR WHAT OUR CIRCUMSTANCES MAY BE, GOD CAN RESTORE US.

KESEMPATAN UNTUK DIPULIHKAN - 02 Januari 2024
2025-01-02 21:46:38
Kita adalah orang-orang yang dipilih Tuhan untuk menjadi pewaris Kerajaan Surga. Karenanya, kita harus bulatkan tekad kita; tekad untuk hidup tidak bercela, tekad untuk menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya yang berharga. Ingat, waktu kita berjanji di depan pendeta untuk menjadi istri atau suami yang setia, kita tidak pernah berpikir akan selingkuh atau tidak setia. Dan mungkin sekarang ada yang kecewa karena janji manusia omong kosong. Ada yang dikhianati oleh pasangannya dan merasa seperti sampah yang dicampakkan. Kalau kita berjanji kepada manusia, manusia bisa mengingkari janjinya; tapi kalau kita berjanji kepada Tuhan, Tuhan tidak akan pernah mengingkari. Janji-Nya akan beserta dengan kita.
Kita harus rindu bahwa suatu hari kita dijemput Tuhan, masuk Rumah Abadi-Nya. Dan ketika kita melihat kemuliaan Tuhan di Kerajaan Surga, maka semua kelelahan, kekecewaan akan lenyap dan tidak kita ingat lagi. Dari pengalaman hidup yang pasti sebagian kita alami, dan melihat kehidupan orang-orang yang berjalan dengan Tuhan, mestinya kita berani berkata, "Aku garansi, aku jamin, Tuhan setia." Pada saat kita memandang Tuhan dan tidak melihat kegagalan-kegagalan hidup, dan kita berani mengatakan, "Tuhan, aku mau mengikut Engkau." Juga kita menaruh pengharapan kita sepenuhnya kepada Tuhan, dan bertekad hidup untuk melakukan kehendak-Nya, menyenangkan Tuhan dalam segala hal yang kita lakukan, dan melayani Tuhan sesuai dengan tempat atau bidang yang Tuhan percayakan kepada kita, maka hidup kita akan berubah.
Hanya cara ini yang membuat kita bangkit dari keterpurukan. Rasanya tidak cukup kalimat, "Sabar ya..." Sebab pada akhirnya kita akan merasa terpuruk, terbuang. Dan kita bisa mati dalam kekecewaan. Dan setan mau kita berkeadaan seperti itu. Sekarang, apa pun dan bagaimanapun keadaan kita, Tuhan bisa pulihkan. Mungkin kita membantah dengan mengatakan bahwa kita sudah mulai tua; dengan umur seperti ini, bagaimana kita bisa memulai hidup baru? Selagi napas kita masih ada di paru-paru, selagi kita masih memiliki jantung yang berdetak, nadi yang berdenyut, maka kita masih punya kesempatan untuk dipulihkan. Siapa pun kita yang mendengar atau membaca pesan Tuhan ini, Tuhan memanggil untuk bangkit dan menatap kehidupan hari esok yang penuh harapan.
Kegagalan dalam studi, karir, rumah tangga, atau dalam kesehatan karena terpuruk dalam sakit penyakit, semua itu tidak menghalangi kita mempersiapkan kehidupan yang lebih baik di dalam Kerajaan Surga. Betapa Tuhan sayang kita, tak terbayangkan, tak tergambarkan kasih Tuhan kepada setiap kita. Kalau kita bisa merasakan kasih kita kepada orang yang kita kasihi—misalnya seorang ibu atau seorang bapak mengasihi anak-anaknya—maka Tuhan mengasihi kita lebih dari kita mengasihi orang yang kita kasihi. Tuhan ingin kita dipulihkan. Tuhan ingin kita dibangkitkan karena kita sangat berharga di mata Allah. Mungkin dari kecil, kita dicampakkan oleh orang tua, mereka pilih kasih, tidak adil membagi kasih dan perhatian. Kemudian, di hari remaja-pemuda kita dibuli oleh teman-teman, sehingga kita merasa minder, kecil hati, merasa bukan siapa-siapa. Sekarang, jadi dicampakkan oleh pasangan atau bahkan tidak dihargai oleh anak. Jangan kita merasa menjadi orang yang tidak bernilai. Sebab kita sangat berharga di mata Allah.
Sebelum orang tua melahirkan kita, Allah sudah melahirkan kita di dalam pikiran-Nya. Wah, luar biasa. Siapakah kita ini? Dan Allah merancang menjadi manusia apa kita ini. Kalau kita merasa gagal karena kita sudah meleset dari rencana Allah, namun kalau kita masih memiliki jantung yang berdetak dan mendengar suara Tuhan ini, lalu kita masih mau datang kepada Tuhan dan berkata, "Tuhan, selamatkan saya!" Tuhan menghargai kita. Bahkan Tuhan menghargai kita lebih dari kita menghargai diri sendiri. Luka hati, sakit jiwa kita di mana kita merasa tidak berharga, harus disembuhkan, harus dipulihkan kembali. Ingatlah bahwa kita sangat berharga di mata-Nya, apalagi kalau kita berani berkata, "Aku berjanji menghormati-Mu."
Kita akan menjadi orang yang luar biasa, kalau berani berkata, "Aku berjanji menghormati-Mu dalam segala perkara, tak bercela." Berarti hidup kudus. Wah, kita menjadi istimewa di mata Allah. Siapa yang mengistimewakan Tuhan dalam hidupnya, dia juga akan diistimewakan. Kalau kita mau hidup suci, menghormati Tuhan, menghargai Tuhan, maka Tuhan pun akan menghargai kita. Kalau manusia kita hargai, tapi tidak membalas, namun tidak demikian dengan Tuhan. Kalau kita menghormati Tuhan, maka kita akan dimuliakan. Kalau kita hidup suci, yang berarti kita menghargai Tuhan, maka kita akan ditinggikan. Hari ini, jangan takut untuk berjanji menghormati Tuhan. Di sisa waktu umur hidup kita, kita mau menghormati Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
APA PUN DAN BAGAIMANAPUN KEADAAN KITA, TUHAN BISA PULIHKAN.

Truth Kids 01 Januari 2025 - KOMPAS KEHIDUPAN
2025-01-01 20:47:09
Mazmur 32:8
”Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu.”
Belum lama, kita telah merayakan Natal. Ingatkah Sobat Kids dengan peristiwa tiga orang Majus yang datang kepada Yesus membawa persembahan emas, kemenyan, dan mur? Mereka datang dari negeri yang jauh mengikuti petunjuk dari bintang. Dari peristiwa ini, kita tahu bahwa Allah dapat memakai apa pun untuk menjadi petunjuk bagi umat-umat-Nya.
Zaman sekarang, mungkin kita tidak perlu lagi melihat tanda-tanda seperti bintang dan lainnya untuk menuju ke suatu tempat karena sudah ada perkembangan teknologi. Namun, bagaimana dengan tujuan hidup kita yang kekal? Apakah dengan menggunakan teknologi, kita bisa sampai di langit baru bumi baru?
Sama seperti orang Majus itu, hidup kita memiliki satu tujuan yaitu menuju ke langit baru dan bumi baru. Di mana itu? Kita tidak ada yang mengetahuinya, tetapi Tuhan berkata dalam Alkitab bahwa "Akulah jalan dan kebenaran dan kehidupan." Jadi, hanya dengan mendekat dan hidup taat pada tuntunan Tuhan, kita bisa sampai ke sana. Untuk itu, jaga hati kita tetap tulus, rendah hati, dan suci agar kita bisa mendengar arahan dan tuntunan dari Roh Kudus, ya, Sobat Kids.

Truth Junior 01 Januari 2025 - TUHAN ADALAH PETUNJUK
2025-01-01 20:45:38
Mazmur 32:8
”Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu.”
Halo, Sobat Junior! Apa kabarnya di awal tahun ini? Tidak terasa, ya, kita sudah berganti tahun, nih! Kali ini, kita akan belajar dari kitab Mazmur 32:8 tentang Tuhan yang merupakan petunjuk untuk jalan kita. Di ayat ini, Tuhan berkata, “Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kau tempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu.” Wah, luar biasa, ya! Artinya, Tuhan seperti kompas atau peta yang selalu menunjukkan arah terbaik untuk kita. Dia tahu setiap jalan yang akan kita lalui dan selalu siap membimbing kita.
Coba bayangkan kalau kamu sedang berjalan di tempat baru tanpa tahu jalan, pasti bingung, bukan? Tapi, kalau ada yang menuntun kita, rasanya jadi lebih tenang. Nah, Tuhan juga begitu. Dia siap memimpin supaya kita tidak tersesat, asal kita mau mendengarkan-Nya. Selanjutnya, bagaimana cara kita tahu petunjuk Tuhan? Salah satu caranya adalah berdoa dan membaca firman Tuhan. Ketika kita berdoa, kita bisa meminta petunjuk dari Tuhan, dan saat kita membaca Alkitab, kita menemukan nasihat bijak yang bisa menolong kita mengambil keputusan.
Di awal tahun yang baru ini, yuk kita lebih dekat sama Tuhan, Sang Petunjuk Jalan. Percayalah bahwa Dia tahu apa yang terbaik untuk kita. Terus ikuti arahan dari Dia, ya. Kita akan sampai di tempat tujuan dengan aman dan bahagia!
Selamat memulai tahun ini dengan penuh semangat, Sobat Junior!

Truth Youth 01 Januari 2025 (English Version) - MOVE ON WITH GRACE
2025-01-01 20:40:38
“He says: Do not remember the former things, nor consider the things of old. Behold, I am doing a new thing; now it springs forth, do you not perceive it? I will make a way in the wilderness and rivers in the desert.” (Isaiah 43:18-19)
Friends, have you ever felt stuck because of a heavy past? Whether it's due to mistakes we regret or wounds caused by others, sometimes forgiving ourselves or others isn’t easy. However, if we keep carrying the burden of the past, we’ll find it hard to move forward and enjoy God’s beautiful plans for us.
God desires for us to live in His grace, not be trapped in guilt or regret. He wants us to believe that our past does not determine our future. In Isaiah 43:18-19, God declares, “Do not remember the former things, nor consider the things of old. Behold, I am doing a new thing; now it springs forth, do you not perceive it?”
This verse teaches us that God always has new and better plans for our lives. But to receive God’s new blessings, we must be willing to let go of our burdens and guilt. The first step is learning to forgive—ourselves and others. Forgiving doesn’t mean forgetting, but choosing not to be bound by the past anymore.
God gives us new opportunities every day, and His grace is always sufficient for us. Let’s open our hearts and trust that our future is bright. Life may not always be perfect, but in every step of the journey, we’ll be guided by God.
WHAT TO DO:
Our lives should not focus on the past.
BIBLE MARATHON:
▪ Revelation 20–22

Truth Youth 01 Januari 2025 - MOVE ON WITH GRACE
2025-01-01 20:48:50
”Firman-Nya: Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal yang dari zaman purbakala! Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara.” (Yesaya 43:18-19)
Teman-teman, pernah enggak sih, kita merasa stuck gara-gara masa lalu yang berat? Entah karena kesalahan yang kita sesali atau luka dari orang lain. Kadang, memaafkan diri sendiri atau orang lain itu nggak mudah. Tapi, kalau kita terus membawa beban masa lalu, kita akan kesulitan melangkah maju dan menikmati rencana indah Tuhan.
Tuhan sebenarnya ingin kita hidup dalam kasih karunia-Nya, bukan terjebak dalam rasa bersalah atau penyesalan. Dia mau kita percaya bahwa masa lalu bukan penentu masa depan kita. Dalam Yesaya 43:18-19, Tuhan berfirman, “Janganlah ingat-ingat hal-hal yang dahulu, dan janganlah perhatikan hal-hal dari zaman purbakala! Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya?”
Ayat ini mengajarkan bahwa Tuhan selalu punya rencana baru yang lebih baik untuk hidup kita. Tapi, untuk bisa menerima hal baru dari Tuhan, maka kita harus mau melepaskan beban dan rasa bersalah. Langkah pertama adalah belajar memaafkan—baik diri sendiri maupun orang lain. Memaafkan bukan berarti melupakan, tapi memilih untuk nggak agi terikat oleh masa lalu.
Tuhan memberi kita kesempatan baru setiap hari, dan kasih karunia-Nya selalu cukup untuk kita. Yuk, buka hati dan percaya bahwa masa depan kita cerah. Hidup memang nggak selalu sempurna, tapi di setiap prosesnya kita akan dituntun oleh Tuhan.
WHAT TO DO:
Hidup kita tidak berfokus kepada masa lalu
BIBLE MARATHON:
▪︎ Wahyu 20-22

Renungan Pagi - 01 Januari 2025
2025-01-01 20:48:19
Orang yang selalu merasa diri benar, orang yang menganggap bahwa dirinya memang sudah begitu dan tidak bisa dirubah lagi adalah orang yang tidak akan pernah bisa mengalami kemajuan dalam hidupnya. Tetapi jika selalu menyadari kesalahan dan mau memperbaikinya, maka siapapun kita, pasti akan melihat kemajuan dan perkara-perkara yang luar biasa dalam hidup ini.

Mutiara Suara Kebenaran - 01 Januari 2025 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2025-01-01 19:35:45
Yang membuat kita dapat terbang tinggi adalah keterlepasan kita dengan ikatan dunia, sehingga kita sampai hadirat Allah.

IMMERSED IN HIS PRESENCE - 01 Januari 2025 (English Version)
2025-01-01 19:31:33
When we look at the history of the early church, we see that the lives of Christians were far from pleasant. Many were born into Christianity and spent their entire lives under persecution until their deaths, a period that lasted for hundreds of years. From the year 30, following Pentecost, to 380 AD, when Christianity became the state religion under Emperor Theodosius the Great, Christians endured about 3.5 centuries of suffering. We might feel pity for those who lived during the early church era, enduring hardship from birth to death. But believe it, those who are now in heaven would say, “Thankfully, I lived in the early church era.”
Why? Because they were directed to inherit the Kingdom of Heaven. They were people who had no ties to this world. They were stripped of worldly pleasures, had no wealth, peace, or comfort. Yet, remarkably, they inherited the Kingdom of Heaven. Today, we live in a world where it’s easy to enjoy and pursue earthly pleasures. Sadly, most Christians are swept into living like the world, far from the standards of a true Christian life. Our standard is Jesus Christ. When Jesus said, “Foxes have dens, birds have nests, but the Son of Man has no place to lay His head,” it highlighted His complete detachment from worldly possessions. Even in death, He hung half-naked on the cross. This doesn’t mean we should physically renounce all possessions, but it teaches us not to seek happiness in this world.
When Paul said, “If we have food and clothing, we will be content with that,” he emphasized that our lives here are only a passage. Unfortunately, such Christian living standards are far removed from the lives of many believers today. It’s disheartening. Perhaps this includes some of us before God transformed us into who we are today. Many of us lived like the world. As servants of God, we may have been dedicated to ministry, but with personal agendas mixed in. Thankfully, God has changed us. We now understand the meaning of living entirely for God. He is our sole priority.
So, if anyone among us feels like a failure—whether in studies, career, or family—do not despair. Perhaps we once dreamed of great things in our youth, only to find our education unused, a marriage betrayed, or nothing to show for our efforts as we age. Maybe our families are broken, and even our children show no respect. Let’s restart life with God. No matter who we are today, immerse ourselves in His presence. On the other hand, some may feel fortunate—with good education, a harmonious family, children and grandchildren who are well-behaved, and financial stability—but remember, this is not true success.
True success is becoming poured-out wine and broken bread for God’s work. We must be willing to leave behind the worldly way of living and focus on the new heaven and new earth. True failure is when someone misses their place in God’s presence. If we live in His presence, seek Him wholeheartedly, live in holiness, and serve Him earnestly, we will surely find a place in His presence. It’s challenging to explain to others how fleeting life is—so brief. Even a hundred years is less than a drop of water in the ocean. This should inspire us to focus on the new heaven and earth. So, don’t despair. Rise up!
Failures in marriage, career, or studies are not the real failures. True failure is being rejected by God. This message is especially for those who feel lost, hopeless, or as though life has slipped away. We have not lost everything; there is still hope. We must realize that true life is not today. Today is temporary, like a dream, while true life awaits in the new heaven and new earth.
NO MATTER WHO WE ARE TODAY, IMMERSE OURSELVES IN GOD’S PRESENCE.

TENGGELAM DALAM HADIRAT-NYA - 01 Januari 2025
2025-01-01 19:28:28
Kalau kita melihat sejarah gereja awal atau gereja perdana, kita melihat hidup orang Kristen tidak ada enaknya sama sekali. Banyak mereka yang terlahir sebagai orang Kristen di mana di sepanjang umur hidupnya sampai meninggal dunia, ada dalam masa penganiayaan, dan itu berlangsung selama ratusan tahun. Kalau dihitung dari tahun 30, sejak peristiwa Pentakosta, sampai tahun 380 Masehi, yaitu ketika kekristenan menjadi agama negara oleh dekrit atau keputusan Theodosius Agung, maka kira-kira penderitaan yang dialami oleh orang Kristen itu selama 3,5 abad. Mungkin kita merasa kasihan kepada mereka yang hidup di zaman gereja perdana atau gereja mula-mula di mana mereka harus menderita sejak lahir sampai mati. Tapi percayalah, justru mereka yang sekarang sudah meninggal dunia, sudah di surga, akan mengatakan, "Untung saya hidup di gereja perdana.”
Untung, karena mereka diarahkan untuk mewarisi Kerajaan Surga. Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki dunia ini. Mereka dijauhkan dari kesenangan dunia. Mereka tidak memiliki harta, tidak memiliki ketenangan, tidak memiliki kenyamanan sama sekali. Tapi luar biasa, karena itulah mereka justru mewarisi Kerajaan Surga. Hari ini kita hidup di tengah-tengah kemungkinan kita bisa meraih dan menikmati dunia. Dan kenyataannya, hampir semua orang Kristen terbawa menikmati dunia dalam kewajaran hidup anak dunia, jauh dari standar hidup sebagai orang Kristen. Standar hidup kita adalah Tuhan Yesus. Kalau Tuhan Yesus berkata, "Serigala mempunyai liang, burung mempunyai sarang, Anak Manusia tidak punya tempat untuk meletakkan kepala-Nya," hal itu menunjukkan bahwa Yesus tidak punya apa-apa. Bahkan mati pun dengan keadaan tubuh setengah telanjang tergantung di kayu salib. Bukan berarti bahwa kita mencontoh secara fisik, tidak punya pakaian. Tapi artinya, kita tidak perlu mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini.
Kalau Paulus mengatakan, _"Asal ada makanan, pakaian cukup,"_ itu berarti memang kita hidup di dunia ini hanya untuk bisa melewatinya. Tapi sayang, standar hidup Kristen seperti ini jauh dari kehidupan banyak orang Kristen hari ini. Menyedihkan. Mungkin termasuk sebagian kita dulu sebelum kita diubahkan Tuhan seperti hari ini, sejujurnya, kita juga hidup dalam kewajaran anak dunia. Sebagai pelayan Tuhan, tentu kita peduli dengan pelayanan di daerah, kita serius melayani. Tetapi, masih ada agenda-agenda pribadi. Bersyukur, hari ini Tuhan telah mengubah kita. Kita mengerti apa artinya segenap hidup kita untuk Tuhan. Tuhan menjadi satu-satunya kepentingan kita.
Jadi, kalau sekarang ada di antara kita yang merasa gagal—entah gagal studi, karier, berumah tangga—jangan merasa gagal. Mungkin kita dulu punya banyak mimpi waktu masih remaja, pemuda. Setelah menikah, gelar kesarjanaannya tidak terpakai. Pasangan berkhianat, kita tidak memiliki apa-apa lagi. Umur sudah makin menua, tidak punya keluarga yang utuh. Mungkin anak-anak juga tidak menghormati. Kita bisa mulai merintis kehidupan, merintis kehidupan bersama dengan Tuhan. Siapa pun kita hari ini, tenggelamkan diri kita di dalam hadirat Tuhan. Sebaliknya, mungkin ada di antara kita yang termasuk beruntung—pendidikan tinggi, punya keluarga baik-baik, anak, menantu, cucu baik-baik, ekonomi juga baik, tidak kekurangan apa-apa—kita bisa menikmati dunia, tapi kita tidak memilih itu. Itu bukan keberhasilan yang sesungguhnya.
Menjadi keberhasilan hidup kalau kita menjadi anggur yang tercurah, roti yang terpecah untuk pekerjaan Tuhan. Kita harus berani meninggalkan kewajaran hidup anak dunia dan fokus ke langit baru bumi baru. Dan kegagalan yang sesungguhnya adalah ketika seseorang tidak mendapat tempat di hadirat Allah. Kalau seseorang hidup di dalam hadirat Tuhan, mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, hidup dalam kekudusan, melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh, maka dia pasti memiliki tempat di hadirat-Nya. Betapa sulitnya menjelaskan ke orang lain bahwa hidup kita itu singkat sekali, sangat singkat. Seratus tahun itu lebih sedikit daripada setitik air di lautan. Dan itu seharusnya memberikan inspirasi kepada kita untuk fokus ke langit baru bumi baru. Jadi, jangan merasa gagal. Ayo, kita bangkit! Jangan putus asa.
Belum kegagalan kalau hanya gagal rumah tangga, gagal karier, gagal studi. Sebab kegagalan yang sesungguhnya adalah kalau seorang ditolakAllah. Pesan ini khusus untuk banyak orang yang sekarang sedang tergeletak, yang kehilangan kehidupan, yang kehilangan masa depan, yang merasa telah kehilangan hidup dan nyawanya. Kita belum kehilangan. Kita masih punya kesempatan. Oleh karenanya, kita harus menyadari bahwa hidup yang sesungguhnya bukan hari ini. Hari ini adalah sementara, seperti mimpi, sebab hidup yang sesungguhnya itu nanti di langit baru, bumi baru.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SIAPA PUN KITA HARI INI, TENGGELAMKAN DIRI KITA DI DALAM HADIRAT TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 01 Januari 2025
2025-01-01 19:32:28
Kejadian 1-3

Bacaan Alkitab Setahun - 31 Desember 2024
2024-12-31 18:38:03
Wahyu 19-22

Truth Kids 31 Desember 2024 - TELADAN
2024-12-31 18:34:27
1 Timotius 4:12
”Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.”
Sobat Kids, akhirnya tibalah kita di hari terakhir tahun ini. Apa rencana kalian pada pergantian tahun nanti malam? Kalaupun kalian tidak ada kegiatan apa-apa, jangan sedih atau kesal. Ingat, kemarin kita sudah belajar untuk bersyukur dalam setiap keadaan. Itu artinya dalam suka maupun duka, tetap bersukacita.
Memasuki tahun yang baru, pasti usia kita akan bertambah juga. Tidak selamanya kalian akan menjadi anak kecil. Kalian akan bertambah besar dan menjadi dewasa. Tidak perlu menjadi dewasa untuk menjadi contoh baik bagi teman-teman. Sejak sekarang, walaupun masih kecil, kalian pasti bisa menjadi berkat bagi orang lain. Firman Tuhan dalam 1 Timotius 4:12 mengingatkan kita untuk menjadi teladan bagi orang lain. Teladan dalam perkataan, tingkah laku, kasih, kesetiaan, dan dalam hidup suci di hadapan Tuhan.
Yuk, kita masuki tahun yang baru dengan tekad untuk menjadi lebih baik lagi, lebih menyenangkan Tuhan dalam setiap saat.

Truth Junior 31 Desember 2024 - TELADAN
2024-12-31 18:36:43
1 Timotius 4:12
”Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.”
Akhirnya kita memasuki hari terakhir di tahun ini, Sobat Junior. Seperti tahun yang bertambah, kita pun akan bertambah usia setiap tahunnya. Sejak lahir, kita bertumbuh menjadi tambah besar dan tambah dewasa. Namun, untuk menjadi teladan, kalian tidak perlu menunggu menjadi dewasa dulu, Sobat Junior. Sejak kecil, kalian dapat menjadi teladan bagi orang lain. Dengan penguasaan diri yang baik, kalian bisa menjadi contoh, baik bagi teman-teman di sekolah maupun di lingkungan rumah. Tuhan ingin kalian menjadi contoh bagi teman-teman dalam penguasaan diri. Dengan mengendalikan diri, kalian bisa memberi pengaruh positif, Sobat Junior.
Yuk, kita jelang tahun yang baru dengan tekad yang baru. Kita mau lebih membuat Tuhan happy! Dalam setiap perkataan, perbuatan, dan pikiran, kita mau menyenangkan hati Tuhan. Selamat Tahun Baru, Sobat Junior!

Truth Youth 31 Desember 2024 (English Version) - SINCERE LOVE
2024-12-31 18:29:11
"Dear children, let us not love with words or speech but with actions and in truth." (1 John 3:18)
Sincerity in our faith in God is not only reflected in our relationship with Him but also in the way we interact with those around us. The sincerity of heart that we have before God should flow into every aspect of our lives, including our relationships with others. 1 John 3:18 teaches us to love not just with words or empty phrases, but with genuine actions that are full of truth. This means we are called to have a heart that is honest in everything we do, offering true attention and loving without selfish motives.
When we have a sincere heart toward God, we will also be more sensitive to the needs and feelings of others. Sincerity in faith is not just about being diligent in prayer or worship, but also about how we treat others with respect and honesty. A sincere heart will always seek to understand others and will not be quick to judge. In contrast, pretense only leads us to give half-hearted love, often focused more on self-image than on true care.
Sincerity in our relationships with others requires the courage to be honest in our feelings and actions. We can start by listening more attentively, helping without expecting anything in return, and forgiving others sincerely. Relationships founded on sincerity will create stronger, peaceful, and more meaningful bonds. As children of God, we are called to demonstrate sincerity not only to God but also to our fellow human beings, as a reflection of the love we have received from Him. Let’s make sincerity the gift we offer not only to God but also to others, so that God’s love is made evident in every relationship we have.
WHAT TO DO:
- We are called by God to show love and sincerity to others and to God.
- Learn to listen to others.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Revelation 18-19

Truth Youth 31 Desember 2024 - KASIH YANG TULUS
2024-12-31 18:27:03
”Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”(1 Yohanes 3:18)
Ketulusan dalam iman kepada Tuhan tidak hanya tercermin dalam hubungan kita dengan-Nya, tetapi juga dalam cara kita berinteraksi dengan orang-orang di sekitar kita. Ketulusan hati yang kita miliki di hadapan Tuhan seharusnya mengalir ke dalam setiap aspek hidup kita, termasuk hubungan dengan sesama. 1 Yohanes 3:18 mengajarkan kita untuk mengasihi bukan hanya dengan kata-kata atau basa-basi, tetapi dengan tindakan nyata yang tulus dan penuh kebenaran. Ini berarti kita dipanggil untuk memiliki hati yang jujur dalam setiap perbuatan kita, memberikan perhatian yang sungguh-sungguh, dan mengasihi tanpa pamrih.
Ketika kita memiliki hati yang tulus kepada Tuhan, kita juga akan lebih peka terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain. Ketulusan dalam iman bukan hanya soal rajin berdoa atau beribadah, tetapi juga bagaimana kita memperlakukan orang lain dengan hormat dan kejujuran. Hati yang tulus akan selalu berusaha memahami orang lain dan tidak mudah menghakimi. Sebaliknya, kepura-puraan hanya membuat kita memberi kasih yang setengah hati, sering kali lebih berfokus pada citra diri daripada kepedulian yang sejati.
Ketulusan dalam hubungan dengan orang lain memerlukan keberanian untuk menjadi jujur dalam perasaan dan tindakan kita. Kita bisa memulainya dengan mendengarkan lebih baik, membantu tanpa mengharapkan balasan, dan memaafkan kesalahan orang lain dengan ikhlas. Hubungan yang didasari oleh ketulusan hati akan menghasilkan ikatan yang lebih kuat, damai, dan penuh makna. Sebagai anak-anak Tuhan, kita dipanggil untuk menunjukkan ketulusan bukan hanya kepada Tuhan, tetapi juga kepada sesama kita, sebagai cerminan dari kasih yang telah kita terima dari-Nya. Mari kita jadikan ketulusan sebagai hadiah yang kita berikan tidak hanya kepada Tuhan, tetapi juga kepada orang lain, sehingga kasih Tuhan nyata dalam setiap hubungan yang kita miliki.
WHAT TO DO:
1.Kita dipanggil oleh Tuhan untuk menunjukkan kasih dan ketulusan kita bagi sesama dan Tuhan
2.Belajar untuk mendengarkan orang lain
BIBLE MARATHON:
▪︎ Wahyu 18-19

Renungan Pagi - 31 Desember 2024
2024-12-31 18:24:06
Ibadah adalah kekuatan, kehidupan dan dasar dari segala sesuatu dalam hidup kita, karena itu jangan berkecil hati dan kecewa jika ada orang yang sedang merancang hal yang jahat.
Tetaplah setia dan bertekun didalam ibadah, berserah dan percaya kepada kuasa Tuhan, itulah kunci kita melihat mukjizat dan meraih kemenangan.

Quote Of The Day - 31 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-31 15:39:22
Allah dapat dipuaskan atau disenangkan hati-Nya bukan hanya karena kita menjadi orang baik-baik yang bermoral dan melakukan hukum seperti kehidupan orang beragama pada umumnya, melainkan ketika kita dapat mencapai kesucian seperti Allah.

Mutiara Suara Kebenaran - 31 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-31 15:34:24
Pikiran bisa diisi dengan pengetahuan, tetapi perasaan tidak bisa diisi dengan pengetahuan kecuali pengalaman.

FINDING HIS FACE - 31 Desember 2024 (English Version)
2024-12-31 15:27:10
How can we feel the presence of the living and real God? It is not enough to rely on knowledge about God that we hear or the theology we study; it must come through experience. Even that doesn’t easily happen in someone’s life unless they are truly hungry and thirsty for truth and have emptied the vessel of their heart for anyone and anything except God. The Bible says, “Seek My face; I seek Your face.” God has no literal face—we know from the beginning that God is Spirit. But seeking God’s face means encountering Him, finding God in our lives. That’s why Scripture says, “Your face, Lord, I will seek.” What does this mean? It refers to encountering God Himself.
God must be found where we can meet Him “face to face.” This is where we realize how rebellious we used to be, yet God tolerated and accepted us. We dealt with God in the fantasies we created about Him—through prayers, praises, and worship. We engaged with an image of God formed in our minds. God tolerated this because He saw us as immature. But when the time comes for us to mature, we must experience God in a real way, meeting Him “face to face.” This is where we learn to find God—how He feels, what He thinks, and how He reacts to our actions, decisions, and choices. Only then can we understand what the Bible says in verses like Psalm 30:8, Psalm 27:9, and many others.
Now we understand deeply that when we stray from the right path, God “hides His face.” This doesn’t mean He abandons us completely but that it becomes challenging to find His face again. We return to prayer, fasting, and seeking God’s face, but our hearts must be clean, our motivations aligned with the truth, and our hearts emptied for God alone. Growing up in a Christian environment does not guarantee that someone knows God—not even if they are diligent in church, attend Bible school, or earn a Doctorate in Theology. If one pursues theology merely for livelihood or pleasure, they will never find God.
Those who find God truly find His face. Their reverence for God becomes evident in their attitude toward others. They are considerate, compassionate, and respectful, never treating others harshly or unfairly. They value everyone, for they see others as precious. Moreover, those who genuinely find God’s face live in holiness because their greatest fear is God hiding His face. Even before this happens, they already sense it. God grieves over our actions and behaviors that are contrary to His will.
Find God in your daily life. Seek Him in your private space. Create a place of prayer, sit at His feet, seek His Word to strengthen your faith, and associate with others who also seek Him. Perhaps the knowledge we have about God is accurate, but we don’t encounter Him because we don’t make time or prepare ourselves to truly meet Him. The Most Gracious God is not to be treated lightly. There is a price to pay for this encounter. While there is still time, pursue Him earnestly. Imagine meeting Him in the fullness of His glory yet realizing we have only encountered shadows and fantasies of Him.
The mind can be filled with knowledge, but feelings can only be filled through experience. Have we ever imagined how God dealt with Abraham, Moses, Daniel, Shadrach, Meshach, Abednego, and others? We can only understand this deeply when we face God directly—it is awe-inspiring and overwhelming. Once again, knowing God cannot come solely through reading the Bible but through meeting Him face to face in prayer. When this happens, we no longer speculate about life because we are confident.
THOSE WHO FIND GOD TRULY FIND HIS FACE.

MENEMUKAN WAJAH-NYA - 31 Desember 2024
2024-12-31 15:24:57
Jadi bagaimana Allah yang hidup, yang nyata, dapat kita rasakan? Tidak cukup dengan pengetahuan tentang Allah yang kita dengar atau teologi yang kita pelajari, tetapi melalui pengalaman. Itu pun tidak mudah terjadi atau berlangsung dalam hidup seseorang kecuali orang tersebut benar-benar haus dan lapar akan kebenaran, dan mengosongkan bejana hatinya untuk siapa pun dan apa pun selain hanya menyediakannya bagi Tuhan. Kalau Alkitab berkata, “Carilah wajah-Ku, kucari wajah-Mu.” Allah tidak memiliki wajah, dari dulu juga kita tahu Allah itu Roh. Tetapi maksud mencari wajah Tuhan adalah perjumpaan dengan sosok Allah, menemukan Allah di dalam hidup kita. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, “Maka wajah-Mu kucari, ya TUHAN.” Maksudnya apa? Perjumpaan dengan sosok Allah tersebut.
Allah harus ditemukan di mana kita bisa “muka dengan muka” dengan Dia. Jadi kita menyadari betapa kurang ajarnya kita dulu, tetapi Tuhan bertoleransi dan menerima kita. Kita berurusan dengan Allah di dalam fantasi kita tentang Dia, dalam doa, pujian, dan penyembahan. Kita berurusan dengan Allah yang tergambar di dalam pikiran kita. Dan Allah bertoleransi karena kita dipandang belum akil baligh. Tetapi kalau sudah saatnya kita akil baligh, maka kita harus mengalami Tuhan secara riil, kita bisa bertemu “muka dengan muka.” Di situ kita belajar untuk menemukan Allah. Bagaimana perasaan-Nya? Bagaimana pikiran-Nya? Bagaimana reaksi-reaksi Allah terhadap tindakan-tindakan, keputusan-keputusan, dan pilihan kita? Barulah kita juga bisa mengerti apa yang dikatakan Alkitab, misalnya di Mazmur 30:8, Mazmur 27:9 dan banyak lagi.
Sekarang kita merasa kita mengerti sekali ketika kita tidak berjalan di dalam track yang benar, maka Allah meninggalkan kita. Bukan meninggalkan dalam arti tidak akan bertemu lagi, tetapi ‘Allah menyembunyikan wajah-Nya’ dan betapa sulit untuk kembali menemukan wajah-Nya. Kita doa kembali, kita puasa kembali, kita cari wajah Tuhan karena hati kita harus bersih, motivasi hidup kita benar-benar lurus, bejana hati kita harus kita kosongkan terhadap siapa pun dan apa pun, kita buka hanya bagi Tuhan. Menjadi seorang Kristen dari kecil itu bukan jaminan kalau dia telah mengenal Allah; bahkan sekalipun dia rajin ke gereja, lalu sekolah Alkitab, jadi Doktor Teologi. Apalagi kalau sekolah teologi hanya karena mau mencari hidup atau sekadar kesenangan, maka dia pasti tidak pernah menemukan Allah.
Orang yang menemukan Allah itu menemukan wajah-Nya. Kegentarannya akan Allah itu nampak dan nyata dari sikapnya terhadap orang lain. Dia akan menjaga perasaan orang, tidak sewenang-wenang, berbelas kasih, tidak semena-mena, menghargai setiap orang karena setiap orang berharga di matanya. Tentu saja orang yang benar-benar menemukan wajah Allah bisa hidup di dalam kekudusan karena yang paling dia takuti adalah kalau Allah menyembunyikan wajah-Nya. Jadi sebelum Dia menyembunyikan wajah-Nya, kita sudah merasakannya. Allah berduka karena tindakan, kelakuan kita yang tidak tepat seperti yang Allah kehendaki.
Temukanlah Tuhan di dalam hidup keseharian kita, carilah Dia di ruang kamar kita. Sediakanlah ruang doa, duduk diam di kaki Tuhan, carilah firman Tuhan yang membangun iman, bergaullah dengan orang yang juga mencari Dia. Mungkin pengetahuan yang kita miliki tentang Allah itu benar, tetapi kita tidak langsung berjumpa dengan Dia karena kita tidak menyediakan waktu dan diri untuk betul-betul berjumpa dengan Tuhan. Dan Allah Yang Maha Murah ternyata tidak murahan. Kita harus membayar harganya untuk itu. Selagi masih ada kesempatan, kejarlah terus, cari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Bayangkan nanti kalau kita sudah bertemu dengan Dia di dalam kedahsyatan kemuliaan-Nya, ternyata kita belum berjumpa dengan Dia, tapi kita hanya berjumpa dengan bayang-bayang dan fantasi.
Pikiran bisa diisi dengan pengetahuan, tetapi perasaan tidak bisa diisi dengan pengetahuan kecuali pengalaman. Pernahkah kita membayangkan bagaimana Allah dalam menghadapi Abraham, Musa, Daniel, Sadrakh, Mesakh, Abednego dan yang lainnya? Itu baru bisa kita mengerti dan matang waktu kita berhadapan langsung dengan Tuhan, dan itu menggetarkan, itu dahsyat. Sekali lagi, pengenalan akan Allah tidak bisa hanya dengan membaca Alkitab, tapi harus bertemu muka dengan muka dalam doa. Dan kalau sudah begitu, kita tidak spekulasi hidup, karena kita yakin.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG MENEMUKAN ALLAH ITU MENEMUKAN WAJAH-NYA.

TRANSFORMING BEHAVIOR - 30 Desember 2024 (English Version)
2024-12-31 05:01:00
The realization of God’s presence in our lives can occur in stages, progressively deeper, higher, and more varied. Knowledge about God can be grasped by our minds, reasoning, or intellect, and we can gain an abundance of knowledge about God in a short time in a workspace, classroom, or library. However, the experience of God’s presence can only be acquired through life experiences. Our Heavenly Father wants to be known not just intellectually or cognitively but through experiential understanding that cannot be gained merely by reasoning in a room.
If we open ourselves daily to this, akin to what the Bible describes as “thirsting for God,” He will lead us to real experiences where we can encounter the real God. The reality of God cannot be captured merely by reading books, attending discussions, seminars, or listening to sermons but must be attained through day-to-day, concrete, real-life experiences. However, this is only for those who sincerely open their hearts, the ears of their soul, and their minds and attentively observe what God wants to impart each day. It is not for those who are content with intellectual understanding but for those who long to experience God tangibly.
Do not let a single day pass without capturing and receiving what God wants to give us—not just to fill our minds but to enrich our souls, emotions, and entire lives with the experience of walking with Him. For this reason, we must have the courage to discard our attractions to this world—our fascination with wealth, status, titles, and achievements. All these can be possessed for God’s glory, not for personal pride or pleasure. But let us set our hearts to be captivated and enamored only by God—to seek how to experience Him and possess Him in our lives.
Having knowledge about God does not mean we possess God. However, through life experiences, when we understand what God desires in every event we face and obey His will, we come to truly possess Him, and He possesses us. The gap between knowledge gained in a library or a room through books and daily experiences with God is vast. Daily personal prayers, as well as 6y6 prayers, are part of our efforts to pursue God. Through such prayers, we gain experiences that bear testimony within us that God is alive. These experiences provide us with a rich understanding of God. It is only after being stimulated and moved by God’s presence through prayer that we can live our days in awareness of His presence in every experience we encounter, provided we genuinely thirst for Him.
Thirsting for God includes the desire to fill our minds with knowledge of Him, which is now widely available through social media. Yet, our longing to know God through life experiences-where His presence is deeply felt-has a greater influence on transforming our behavior. This cannot be obtained through social media but only through daily interactions and experiences. Every day, God provides His spiritual nourishment because His Word says, “Man shall not live by bread alone, but by every word (rhema) that proceeds from the mouth of God.” There is rhema that God imparts in and through every event in our lives.
As long as we hunger and thirst for Him, sincerely desiring to absorb spiritual blessings through experiences of His presence, God will pour out His eternal blessings. Knowledge of God through experiences will certainly transform behavior, and this transformed behavior is an eternal treasure that qualifies us to be part of the family of the Kingdom of God. Remember, knowledge may enter our minds and lead us to understanding. But it is our experiences that fill our hearts. While the knowledge entering our minds can influence our emotions to some degree, it is not as significant as what we gain through experiences.
KNOWLEDGE OF GOD THROUGH EXPERIENCES WILL CERTAINLY TRANSFORM BEHAVIOR, AND THIS TRANSFORMED BEHAVIOR IS AN ETERNAL TREASURE THAT QUALIFIES US TO BE PART OF THE FAMILY OF THE KINGDOM OF GOD.

MENGUBAH PERILAKU - 30 Desember 2024
2024-12-31 04:56:00
Penghayatan akan kehadiran Allah dalam hidup kita itu bisa bertahap, bertingkat, makin tinggi, makin mendalam, makin variatif. Pengetahuan tentang Allah bisa dikecap oleh pikiran kita, oleh rasio atau otak kita, dan pertambahan pengetahuan tentang Allah dapat kita peroleh sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat di ruang kerja, di ruang belajar, di perpustakaan, tetapi penghayatan kehadiran Allah itu hanya dapat kita peroleh melalui pengalaman hidup. *Allah Bapa kita mau diri-Nya dikenal, bukan hanya secara pikiran, secara nalar atau secara kognitif, namun Bapa di surga menghendaki diri-Nya dikenal di dalam dan melalui pengalaman dalam penghayatan yang tidak bisa diperoleh seseorang hanya dengan mengolah nalar di satu ruangan.*
Jika kita membuka diri setiap hari untuk hal tersebut, yang sama dengan apa yang Alkitab katakan “memiliki kehausan akan Allah,” maka Allah akan membawa kita kepada pengalaman-pengalaman riil untuk supaya bisa mengalami Allah yang riil juga. Realitas Allah tidak dapat ditangkap hanya melalui membaca buku, diskusi, seminar, mendengar khotbah, tetapi harus diperoleh melalui pengalaman dari hari ke hari secara konkret, secara nyata. Namun ini hanya untuk orang yang sungguh-sungguh membuka diri, membuka telinga jiwa, membuka pikiran, dan dengan teliti memperhatikan apa yang Allah mau berikan kepadanya hari ini, yang tidak puas dengan apa yang dipahami secara nalar, tetapi mengalami Tuhan secara riil.
Maka jangan sampai hari hidup kita sia-sia berlalu tanpa menangkap, memperoleh, apa yang Tuhan mau berikan kepada kita. Bukan hanya mengisi pikiran kita, melainkan mengisi jiwa kita, mengisi perasaan kita dan seluruh kehidupan kita diisi oleh pengalaman bersama dengan Dia. Itulah sebabnya kita harus berani membuang semua ketertarikan kita kepada dunia ini, keterpesonaan kita kepada kekayaan, kedudukan, pangkat, gelar, apa pun. Semua itu bisa kita miliki untuk kemuliaan Allah, bukan untuk kebanggaan dan kenikmatan kita. Tetapi kita menetapkan hati untuk membuat hati kita hanya terpesona, terpikat pada Allah; bagaimana bisa mengalami Dia dan memiliki Dia di dalam kehidupan.
Memiliki pengetahuan tentang Allah bukan berarti sudah memiliki Allah. Tetapi melalui pengalaman ketika kita mengerti apa yang Allah ingini dalam seluruh peristiwa kehidupan yang kita alami, lalu kita menuruti apa yang Allah kehendaki, di situlah Allah dapat memiliki kita dan kita memiliki Dia. Betapa jauh jarak kesenjangan antara pengetahuan yang diperoleh di perpustakaan, di dalam ruangan melalui buku, dengan pengalaman bersama Tuhan setiap hari. Doa pribadi setiap hari, dan juga doa bersama merupakan bagian dari usaha kita memburu Tuhan. Di dalam doa-doa tersebut kita akan pasti memiliki pengalaman-pengalaman yang di dalamnya kita memiliki kesaksian dalam batin bahwa Allah itu hidup. Dan itu memberikan kepada kita kekayaan penghayatan akan Allah. Setelah itu baru kita menjalani hari-hari hidup kita, setelah kita terstimulasi, terangsang, oleh kehadiran Tuhan, maka kita kemudian bisa menghayati kehadiran Tuhan melalui dan di dalam setiap pengalaman yang kita alami, tentu selama kita sungguh-sungguh memiliki kehausan akan Allah.
Kehausan akan Allah dalam bentuk keinginan memenuhi pikiran dengan pengetahuan tentang Allah yang sekarang banyak ada di media sosial, tapi kerinduan kita untuk memiliki pengetahuan akan Allah dari pengalaman hidup di mana terdapat penghayatan akan Allah yang lebih memberi pengaruh bagi perilaku kita. Itu tidak dapat kita peroleh melalui media sosial, tetapi melalui pergaulan hidup, pengalaman hidup setiap hari. Setiap hari Tuhan menyediakan makanan rohani-Nya, karena firman Tuhan mengatakan, _“Manusia hidup bukan hanya dari roti, tapi dari setiap firman (rhema) yang keluar dari mulut Allah." Ada rhema yang Tuhan berikan di dalam dan melalui setiap kejadian yang terjadi dalam hidup kita.
Selagi kita merasa haus dan lapar akan Dia, sungguh-sungguh mau menyerap berkat rohani melalui pengalaman, penghayatan akan kehadiran Allah, maka Allah akan mencurahkan berkat-Nya dan itu adalah berkat kekal. Pengetahuan akan Allah melalui pengalaman pasti mengubah perilaku, dan perilaku kita itu merupakan harta abadi yang melayakkan kita masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Ingatlah, pengetahuan bisa memasuki pikiran kita dan kita bisa mengerti. Tetapi perasaan kita diisi melalui ‘pengalaman’—walaupun tentu saja pengetahuan yang masuk ke dalam pikiran kita itu tidak bisa tidak memiliki sentuhan terhadap perasaan kita, tetapi tidak signifikan—yang akan menyentuh kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
PENGETAHUAN TENTANG ALLAH MELALUI PENGALAMAN PASTI MENGUBAH PERILAKU, DAN PERILAKU KITA ITU MERUPAKAN HARTA ABADI YANG MELAYAKKAN KITA MASUK MENJADI ANGGOTA KELUARGA KERAJAAN ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 30 Desember 2024
2024-12-30 17:55:10
Wahyu 12-18

Quote Of The Day - 29 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-29 11:28:26
Pengertian yang benar mengenai keselamatan sangat berdampak terhadap kualitas hidup kekristenan orang percaya.

Mutiara Suara Kebenaran - 29 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-29 11:26:11
Kita harus punya komitmen, "Aku memilih takut akan Allah," dikembangkan dengan kehidupan yang tiap hari kita jaga.

THE SCALE OF HOLINESS - 29 Desember 2024 (English Version)
2024-12-29 11:23:57
If every day we absorb all the blessings God provides, we will grow well. That is why the manna God gave in the wilderness could not be stored, except on the Sabbath. There is a daily quota. Ensure that when we die, we are found pleasing before God. In business, we can determine whether we’ve profited or not by the end of the year because we review the balance daily. If we gain profit every day, we’ll certainly profit by the year’s end; the opposite is also true. Every day, we encounter experiences where we must choose: to live in holiness or to go against God’s will. From this, we can evaluate the scale of our holiness.
We still have weaknesses and shortcomings. What are our shortcomings? They must be acknowledged and resolved. We must dare to say to God, “Lord, is there still something wrong in my life? Please show me. If there is, I will confess, repent, and leave it behind. Are there worldly pleasures that bind my heart and I idolize, which become acts of unfaithfulness to You? Lord, I will abandon them. Lord, are there wrong motives in my life as I serve You?” God will teach us. The quota God gives will be effective because our weaknesses are gradually addressed through daily experiences. And if we can overcome them, it’s extraordinary.
God is the architect of our souls; He knows how to shape each individual. Reflect on this: why will God give us a new name later? Before we were born, we were already conceived in God’s mind. God designed what kind of person we should be. He forms us with His daily quotas so that when we die, we become the individuals God intended. Often, a name reflects the essence of a person. Thus, God assigns us a name as He plans for us, not only conceiving us in His mind but also envisioning the type of person we should become. He designs what name we deserve to have in the Kingdom of Heaven after we die.
If we fulfill our daily quotas, we will become individuals according to God’s design. Our old name will be replaced by the one God gives. Therefore, do not say, “I’m safe for now; I haven’t died yet,” and then live carelessly. Such behavior wastes the opportunity to grow. Do not fear committing to a holy life, or to living blamelessly. Why? To ensure we don’t give sin any space in our lives. There is only one thing we should fear in this life: God. This fear of God does not come instantly. It requires a commitment: “I choose to fear God,” which must be nurtured through daily vigilance.
As we develop the fear of God, our holiness grows, and our character changes. We can then become a blessing to others. Ultimately, God wants us to pass His test. The term “pass” in Greek can also mean “perfect” (teleios). We must pass, and the greatest battle is with ourselves. This is the most formidable and destructive enemy. If we conquer ourselves early in life, we will grow into perfection and remain steadfast. Whatever we do will be blessed. God is alive! So, let us not live recklessly. Embrace this sense of urgency, which compels us to live responsibly.
We must discipline ourselves because the world is harsh, poisoning and influencing us. Do not allow even a single sin to persist and cause God to turn away. We need daily time alone with God, simulating standing before Him and asking, “Is my life in order?” If we do this, the Holy Spirit will reveal what still needs correction. When we stand before God’s judgment throne, there will be no room to say, “I didn’t know, Lord.” God will surely make us aware. Often, theologians or pastors, who think they are already right, fail to examine themselves. We must humble ourselves.
God will not let us face trials beyond our strength. If such trials occur, it is often because we are not vigilant. We should be able to face any situation calmly by relying on God in personal encounters with Him. In those encounters, we develop an unexplainable yet strong confidence in God. This confidence brings peace that surpasses all understanding. If we remain vigilant, meeting with God daily, we can confidently say, “Lord, I don’t know what tomorrow holds, but I know You hold tomorrow.” God will never forsake us.
EVERY DAY, WE ENCOUNTER EXPERIENCES WHERE WE MUST CHOOSE: TO LIVE IN HOLINESS OR TO GO AGAINST GOD'S WILL. FROM THIS, WE CAN EVALUATE THE SCALE OF OUR HOLINESS.

NERACA KEKUDUSAN - 29 Desember 2024
2024-12-29 11:19:06
Seandainya setiap hari, semua berkat yang Tuhan sediakan kita serap semua, kita akan bertumbuh dengan baik. Itulah sebabnya manna yang TUHAN berikan di padang gurun tidak boleh disimpan kecuali pada hari Sabat. Ada kuota setiap hari. Pastikan, pada waktu kita meninggal dunia, kita berkeadaan berkenan di hadapan Tuhan. Dalam perdagangan, kita bisa memastikan akhir tahun untung atau tidak itu karena setiap hari kita melihat neraca. Kalau tiap hari kita untung, maka akhir tahun pasti untung; dan sebaliknya. Setiap hari, kita akan mendapatkan pengalaman-pengalaman di mana kita harus memilih: hidup suci atau melanggar kehendak Tuhan. Dari situ, kita bisa melihat neraca kekudusan kita.
Kita memang masih memiliki kekurangan atau kelemahan. Kekurangan kita apa? Ditanggulangi dan diakui. Kita harus berani berkata kepada Tuhan, "Tuhan, masih adakah salah yang kulakukan? Tolong tunjukkan. Kalau ada, aku mau akui, bertobat, dan meninggalkannya. Adakah kesenangan-kesenangan dunia yang mengikat hatiku dan kuberhalakan? Yang merupakan langkah ketidaksetiaanku kepada-Mu. Tuhan, aku mau tinggalkan. Tuhan, adakah motivasi yang salah dalam hidupku untuk melayani Engkau?" Kita akan dididik Tuhan. Kuota yang Tuhan berikan itu akan efektif karena kelemahan kita tidak sekaligus terkikis, namun melalui pengalaman-pengalaman yang terjadi setiap hari. Dan kalau kita bisa melewati semua ini, luar biasa.
Tuhan adalah arsitek jiwa kita, Ia tahu bagaimana membentuk setiap individu. Coba kita renungkan, mengapa Tuhan nanti memberi kita nama baru? Sebelum kita dilahirkan, sejatinya kita sudah dilahirkan oleh Allah di pikiran-Nya. Dan Allah menghendaki kita jadi manusia macam apa, yang bagaimana. Lalu Allah membentuk dengan kuota-kuota-Nya setiap hari supaya ketika kita meninggal dunia, kita menjadi manusia seperti yang Allah rancang. Dan biasanya, nama terkait dengan keadaan orang itu. Maka Tuhan memberi nama kepada kita ketika Dia merancang. Dia bukan hanya melahirkan kita di pikiran-Nya, namun juga merancang di pikiran-Nya manusia macam apa kita ini. Dan nama apa yang patut kita miliki ketika nanti kita mati dan ada di Kerajaan Surga.
Maka kalau kuota-kuota itu kita penuhi setiap hari, kita menjadi manusia sesuai dengan rancangan Allah. Nama kita yang lama diganti dengan nama yang Allah miliki. Jadi, jangan kita berkata, "Aman hari ini, masih aman, belum mati," lalu kita sembarangan menjalani hidup. Itu berarti kita menyia-nyiakan kesempatan untuk bertumbuh. Jangan takut berjanji untuk hidup suci, jangan takut berjanji hidup tidak bercacat, tidak bercela. Kenapa? Supaya kita tidak memberi ruangan dosa dalam hidup kita. Hanya satu yang kita takuti dalam hidup ini, Tuhan. Dan perasaan takut akan Allah itu tidak bisa kita miliki dalam sekejap. Kita harus punya komitmen, "Aku memilih takut akan Allah," dikembangkan dengan kehidupan yang tiap hari kita jaga.
Takut akan Allah akan berkembang, kesucian kita pun akan berkembang, maka karakter kita akan berubah. Kita bisa menjadi berkat bagi orang lain. Sebab pada akhirnya, Tuhan hanya mau kita lulus. Kata "lulus" dalam bahasa Yunani itu bisa berarti "sempurna" (τέλειός – teleios). Kita harus lulus, dan yang paling kita harus taklukkan adalah diri kita sendiri. Ini musuh paling mengerikan dan paling merusak. Kalau dari muda kita sudah taklukkan diri kita, maka dewasa nanti kita akan sempurna dan tidak bisa gagal. Apa pun yang kita lakukan, diberkati. Allah itu hidup! Jadi jangan kita sembarangan. Miliki krisis ini! Yang karenanya membuat kita hidup bertanggung jawab.
Kita harus memaksa diri sendiri, sebab dunia ini keras meracuni dan mempengaruhi kita. Jadi jangan biarkan satu dosa melekat yang membuat Tuhan tidak berkenan. Maka kita perlu waktu setiap hari berhadapan dengan Tuhan, lalu melakukan simulasi seakan-akan kita di hadapan Tuhan. Lalu Tuhan bertanya, "Sudah beres belum hidupmu?" Kalau kita membuat simulasi di hadapan Tuhan, maka Roh Kudus akan bicara memberitahukan bagian mana yang masih belum tepat. Sehingga tidak mungkin nanti pada saat di depan takhta pengadilan kita berkata, "Saya tidak tahu, Tuhan," Tuhan pasti beri tahu. Kadang-kadang justru teolog, pendeta, yang merasa sudah benar yang tidak periksa diri. Kita harus merendahkan diri.
Tuhan tidak memberikan kita pencobaan melampaui kekuatan kita. Kalau ada, itu biasanya karena kita tidak berjaga-jaga. Seharusnya, kita bisa menghadapi segala keadaan dengan teduh karena kita kuat, kita bergantung kepada Tuhan dalam perjumpaan pribadi. Dalam perjumpaan itulah kita memiliki keyakinan Allah yang kuat, yang tidak bisa dibahasakan. Tapi keyakinan yang kuat itu membuat damai sejahtera yang melampaui segala akal dan pastinya kalau kita berjaga-jaga setiap hari berhadapan dengan Tuhan, maka kita bisa berkata, "Tuhan, aku tidak tahu hari esok, tapi aku tahu Engkau yang pegang hari esok." Tuhan tidak akan meninggalkan kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SETIAP HARI KITA AKAN MENDAPATKAN PENGALAMAN-PENGALAMAN DI MANA KITA HARUS MEMILIH: HIDUP SUCI ATAU MELANGGAR KEHENDAK TUHAN. DARI SITU, KITA BISA MELIHAT NERACA KEKUDUSAN KITA.
.

Bacaan Alkitab Setahun - 29 Desember 2024
2024-12-29 11:13:50
Wahyu 6-11

Truth Kids 28 Desember 2024 - PIKIR DULU
2024-12-28 18:02:06
Yakobus 3:2
”Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.”
Sobat Kids, biasanya menjelang pergantian tahun, orang-orang akan sibuk menyiapkan kegiatan yang mau dilakukan nantinya. Bahkan banyak juga yang berbelanja barang dan makanan untuk acara tutup tahun, kembang api salah satunya. Bagaimana dengan keluarga kalian, Sobat Kids? Apakah kalian juga menyiapkan kembang api dan makanan atau minuman untuk kegiatan tutup tahun nanti?
Mengadakan kegiatan di saat pergantian tahun nanti, boleh-boleh saja, Sobat Kids. Namun, diperlukan penguasaan diri agar kita tidak menjadi boros; membeli sesuatu yang tidak terlalu dibutuhkan. Selain itu, saat berkumpul dengan teman-teman lainnya, kuasailah diri kalian agar tidak asal bicara. Terkadang, kata-kata yang tidak dipikirkan bisa menyakitkan hati orang lain. Oleh sebab itu, pikirkanlah setiap kata yang ingin kita ucapkan. Pikir dulu, baru bicara, ya, Sobat Kids.

Truth Junior 28 Desember 2024 - LIDAH TAK BERTULANG
2024-12-28 18:00:50
Yakobus 3:2
”Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataannya, ia adalah orang sempurna, yang dapat juga mengendalikan seluruh tubuhnya.”
Kiasan “Lidah tak bertulang” berarti orang yang mudah membuat janji, tetapi sulit menepatinya. Walaupun secara biologi memang lidah tidak tidak memiliki tulang, lidah hanya memiliki otot-otot yang memampukan lidah bergerak.
Siapa di antara Sobat Junior yang suka mengucapkan janji, tetapi sulit untuk melakukannya? Itu bukan hal yang baik, ya, Sobat Junior. Setiap kali kita mengucapkan janji, kita harus menepatinya. Misalkan kita janji ke orang tua untuk belajar, artinya kita harus menyisihkan waktu untuk belajar. Jangan malah kita sibuk main games atau lihat-lihat sosial media. Nanti yang ada, malah kita menggunakan mulut ini untuk berkata yang bukan-bukan. Kata-kata yang kita ketik di akun sosial media atau di _Whatsapp_ juga merupakan perkataan kita, walau tidak diucapkan secara langsung.
Penguasaan diri diperlukan agar kita tidak asal berbicara. Kata-kata yang tidak dipikirkan, bisa menyakiti orang lain. Seperti contoh di atas, saat kita tidak menepati janji untuk belajar, pasti orang tua akan sedih. Kata-kata kasar yang diketik pun akan menyakiti orang yang membacanya. Oleh sebab itu, yuk kita kuasai diri untuk mengucapkan kata-kata yang sopan, enak didengar, dan memberkati orang lain.

Truth Youth 28 Desember 2024 - HATI YANG TULUS
2024-12-28 17:56:04
”Tetapi berfirmanlah Tuhan kepada Samuel: ‘Janganlah pandang parasnya atau perawakan yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati.” (1 Samuel 16:7)
Di zaman yang penuh dengan berbagai tekanan sosial dan ekspektasi, ketulusan menjadi sesuatu yang semakin sulit ditemukan. Banyak orang terbiasa menyembunyikan niat atau perasaan sejati mereka demi mendapatkan pengakuan atau menjaga citra di mata orang lain. Namun, di hadapan Tuhan, tidak ada yang tersembunyi. Tuhan melihat jauh ke dalam hati kita dan mengenal niat terdalam kita, melebihi apa yang bisa dipahami manusia. Ketika Tuhan memilih Daud sebagai raja, Dia tidak melihat perawakan atau kekuatan fisik, tetapi menilai hati Daud yang penuh ketulusan dan penyerahan diri. Inilah makna dari hati yang tulus di hadapan Tuhan.
Ketulusan dalam konteks spiritual adalah kejujuran hati yang datang tanpa kepentingan diri atau pamrih. Ketulusan ini tidak hanya terlihat dalam perbuatan, tetapi dalam motivasi kita yang terdalam saat melayani Tuhan. Tuhan ingin kita datang kepada-Nya dengan hati yang terbuka, tanpa menyembunyikan dosa atau keinginan tersembunyi.
Ketulusan seperti ini adalah dasar yang kokoh untuk membangun hubungan yang dalam dengan Tuhan karena Ia menghargai keterbukaan kita.
Memiliki hati yang tulus untuk Tuhan berarti kita siap untuk dikoreksi, mau mengakui kekurangan, dan mengandalkan Tuhan secara penuh. Hati yang tulus bukan tentang menjadi sempurna, melainkan tentang menjadi autentik dalam iman kita, dan berusaha selalu berkenan di hadapan-Nya. Ketika kita hidup dalam ketulusan, tindakan kita juga menjadi bentuk pujian kepada Tuhan yang tulus dan murni. Tuhan tidak mencari orang yang tanpa dosa, tetapi Dia mencari orang yang tulus di hadapan-Nya—yang berani datang dengan segala kejujuran, mengakui kesalahan, dan berharap hanya pada-Nya.
Dalam hidup kita sehari-hari, ketulusan adalah hadiah terbesar yang bisa kita berikan kepada Tuhan. Dengan hati yang tulus, kita mampu bertumbuh lebih dekat dengan-Nya, mengembangkan iman yang lebih mendalam, dan mengalami kasih-Nya secara lebih nyata. Mari kita renungkan, apakah kita sudah memiliki hati yang tulus kepada Tuhan? Semoga kita terus dibimbing untuk semakin jujur dalam iman, hidup tanpa kepura-puraan, dan memiliki hati yang murni di hadapan Tuhan setiap hari.
WHAT TO DO:
Belajar memiliki ketulusan dalam hati
BIBLE MARATHON:
▪︎ Wahyu 8-11

Renungan Pagi - 28 Desember 2024
2024-12-28 17:51:18
Ibadah adalah kekuatan, kehidupan dan dasar dari segala sesuatu dalam hidup kita, karena itu jangan berkecil hati dan kecewa jika ada orang yang sedang merancang hal yang jahat.
Tetaplah setia dan bertekun didalam ibadah, berserah dan percaya kepada kuasa Tuhan, itulah kunci kita melihat mukjizat dan meraih kemenangan.

Quote Of The Day - 28 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-28 17:50:00
Keselamatan tidak boleh hanya dikaitkan dengan terhindarnya manusia dari neraka dan diperkenan masuk surga; namun keselamatan harus dikaitkan dengan rencana Allah semula dalam menciptakan manusia.

Mutiara Suara Kebenaran - 28 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-28 17:48:56
Kita harus mempertimbangkan bahwa setiap keadaan bisa berubah setiap saat. Keadaan sulit, masalah berat yang melampaui kekuatan kita, di saat itulah kita harus bergantung kepada Tuhan.

POSITIVE CRISIS - 28 Desember 2024 (English Version)
2024-12-28 13:02:47
Essentially, every day we should have a sense of positive crisis amidst the many crises we may experience. There will always be things that make us feel in crisis, even if not daily, it could happen at certain moments. For instance, a relative might have an accident, be laid off, scammed, and so on. However, there are two crises that we must always have—these are positive crises, even holy crises. The first, is to ensure that we are not found displeasing to God. At the moment when we no longer have the opportunity to improve ourselves—because we don’t know when our final day to breathe will be—we must always remain vigilant. As stated in Matthew 25:13, “… watch therefore, for you know neither the day nor the hour.”
The second, pertains to a common crisis everyone faces, which is confronting problems we cannot overcome with our own strength. For example, earthquakes, tsunamis, wars, encountering evil people, contracting diseases that are difficult to treat medically, and so on. Circumstances can change at any time. You don’t need to be flying 40,000 feet above sea level and experience turbulence; something as simple as accidentally pricking your eye with a sharp object can lead to blindness. Or, while socializing or walking among people, you could easily contract a severe illness. We must consider that any situation can change at any moment. In difficult circumstances, problems that surpass our strength—that is when we must depend on God.
However, do not wait for severe problems before drawing near to God, clinging tightly to Him. Every day, we must cling tightly. Because anything could happen, but if we always hold tightly to Him, we have an assurance greater than any insurance. For cars, health, or life, we buy insurance. Why don’t we strive to have assurance far greater than what humans can provide? Embrace this truth, and believe that our lives will change. Because, by having a sense of positive crisis, we become humble before God, which in turn makes us humble before others. Those who lack this sense of positive crisis are essentially arrogant before God. And truthfully, they are saying, “I don’t need You, Lord. There are many things I need more than You.”
Let us learn this truth: we must build a sense of crisis that at any moment, we could stand before God’s judgment throne and be held accountable for everything we have done during our lives on earth. We don’t know when that will happen. Therefore, we must remain vigilant. The problem is, while we may have experienced being robbed, impoverished, or scammed, no one has ever experienced standing before God’s judgment throne. This can lead to carelessness—a false sense of “safety.” Over time, people may think they can settle matters with God closer to the end of their lives. This is exactly how Satan deceives many Christians.
If we read 2 Peter 3:4, it says, “Where is the promise of His coming?” This leads to carelessness. Such individuals mock God, not with words but through their deeds. Deep in their hearts, they might say, “I’ll stop sinning later,” not knowing when they will die. On the other hand, they also fail to understand that pleasing God is a gradual process. If someone constantly delays striving to please God, they may end up in a state where change is no longer possible according to God’s original plan. Especially for those who are older, it becomes increasingly difficult to change. They may not be barbaric or evil, but they fail to achieve a life that pleases God.
A life that pleases God has its standard in Jesus. Christians who truly believe in Jesus must strive to be like Him; otherwise, their faith is misplaced. Becoming like Jesus—achieving perfection—is a gradual process that must be pursued diligently because there is a daily quota from God to fulfill. In earning a living, we work hard, and that’s not wrong; it’s necessary. But remember, whatever we strive for through hard work, we will eventually leave behind—tragic. The blessings we receive every day are always new and cannot be repeated; only by God’s grace does He provide other opportunities.
BY HAVING A SENSE OF POSITIVE CRISIS, WE BECOME HUMBLE BEFORE GOD.

KRISIS YANG POSITIF - 28 Desember 2024
2024-12-28 12:56:55
Sejatinya, setiap hari kita harus memiliki perasaan krisis yang positif di tengah banyak krisis yang pasti kita alami. Pasti ada saja hal-hal yang membuat kita merasa krisis, walaupun tidak terjadi setiap hari, bisa saja di saat-saat tertentu. Misalnya, ada saudara yang mengalami kecelakaan, di-PHK dari pekerjaan, ditipu, dan lain sebagainya. Tetapi, ada dua krisis yang harus selalu kita miliki, dan ini krisis yang positif, bahkan krisis yang bisa dikatakan kudus. Yang pertama, jangan sampai kita dijumpai Tuhan tidak berkenan. Pada saat mana kita tidak memiliki kesempatan lagi untuk memperbaiki diri, karena kita tidak tahu kapan hari akhir kita menghembuskan napas, maka kita harus selalu berjaga-jaga. Seperti yang dikatakan di Matius 25:13, “… berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu akan hari maupun akan saatnya."
Yang kedua, ini terkait dengan krisis yang umum dimiliki oleh setiap orang, yaitu kita bisa diperhadapkan kepada masalah yang tidak dapat kita tanggulangi dengan kekuatan kita sendiri. Misalnya, gempa bumi, tsunami, perang, orang jahat, terpapar penyakit yang sulit ditemukan penanganan medisnya, dan lain sebagainya. Setiap saat keadaan itu bisa berubah. Tidak usah menunggu naik pesawat 40.000 kaki di atas permukaan laut, lalu terguncang dan jatuh, tidak sengaja tertusuk benda tajam di mata dan jadi buta, sangat bisa terjadi. Atau kita ada di tengah-tengah masyarakat, dalam pergaulan atau kita berjalan di tengah banyak orang dan tertularkan penyakit parah, itu pun mudah terjadi. Kita harus mempertimbangkan bahwa setiap keadaan bisa berubah setiap saat. Keadaan sulit, masalah berat yang melampaui kekuatan kita, di saat itulah kita harus bergantung kepada Tuhan.
Namun jangan menunggu ada masalah berat baru kita mendekat kepada Tuhan, melekat, dan berpegang erat. Setiap hari kita harus berpegang erat. Karena segala kemungkinan bisa terjadi, tetapi jika kita selalu berpegang erat kepada-Nya, maka kita memiliki jaminan yang pasti, lebih dari asuransi apa pun. Untuk mobil, kesehatan, jiwa juga kita asuransikan. Mengapa kita tidak berusaha memiliki jaminan yang lebih dari apa yang manusia bisa berikan? Pegang kebenaran ini, dan percayalah hidup kita akan berubah. Sebab, dengan memiliki perasaan krisis yang positif, kita menjadi rendah hati di hadapan Allah, yang nantinya pasti juga bisa rendah hati di hadapan manusia. Orang yang tidak memiliki perasaan krisis yang positif ini sebenarnya berkategori sombong, angkuh di hadapan Allah. Dan jujurnya, dia berkata, "Aku tidak membutuhkan Engkau, Tuhan. Banyak hal lebih kubutuhkan daripada Engkau."
Mari kita belajar kebenaran ini, yaitu kita harus membangun perasaan krisis bahwa setiap saat kita bisa berdiri di hadapan takhta pengadilan Allah dan mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang kita lakukan selama kita hidup di bumi. Kita tidak tahu kapan hal itu akan terjadi. Maka kita harus lebih waspada. Masalahnya, mungkin kita pernah mengalami dirampok, jatuh miskin, ditipu, dan lain-lain, tetapi hal berdiri di hadapan takhta pengadilan Allah, tidak seorang pun pernah, sehingga ini bisa membuat kita menjadi ceroboh; merasa “aman.” Lalu berkepanjangan seperti itu dan mulai berpikir, nanti kalau sudah kira-kira mendekati kematian baru sungguh-sungguh berurusan dengan Tuhan. Dengan cara inilah setan menipu banyak orang Kristen.
Kalau kita membaca di dalam 2 Petrus 3:4 tertulis, "Di manakah janji tentang kedatangan-Nya itu?" lalu mereka menjadi ceroboh. Orang-orang seperti ini mengejek Tuhan dengan ejekan-ejekan yang diekspresikan dengan hidup tidak sesuai dengan kehendak Allah; bukan dengan perkataan namun perbuatan. Tetapi di hati kecilnya, mungkin dia berkata, "Nanti saya berhenti berbuat dosa," sedangkan dia tidak tahu kapan dia meninggal dunia. Di sisi lain, mereka juga tidak mengerti bahwa mencapai berkenan kepada Tuhan itu melalui proses bertahap. Kalau seseorang selalu menunda untuk berkenan, maka ia bisa berada dalam keadaan tidak bisa berubah sesuai dengan rancangan Allah semula. Terutama bagi orang-orang yang sudah lewat umur, betapa susahnya diubah. Mereka tidak menjadi orang biadab, atau orang jahat, tapi tidak mencapai kehidupan yang berkenan kepada Allah.
Kehidupan yang berkenan kepada Allah itu standarnya Yesus. Orang Kristen yang sungguh-sungguh percaya Yesus itu harus seperti Yesus, kalau tidak, maka percayanya salah. Dan untuk menjadi seperti Yesus, untuk sempurna, prosesnya bertahap dan harus giat dilakukan sebab setiap hari ada kuotanya; kuota yang Tuhan berikan untuk dipenuhi. Dalam mencari nafkah, kita bekerja keras, tidak salah, memang harus begitu. Tapi ingat, apa pun yang kita upayakan dari kerja keras tersebut, akhirnya akan kita tinggalkan, tragis. Berkat yang kita terima setiap hari itu selalu baru dan tidak pernah bisa diulang, hanya oleh kemurahan Tuhan, Tuhan memberikan kemungkinan-kemungkinan lain.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
DENGAN MEMILIKI PERASAAN KRISIS YANG POSITIF, KITA MENJADI RENDAH HATI DI HADAPAN ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 28 Desember 2024
2024-12-28 12:51:58
Wahyu 1-5

Truth Kids 27 Desember 2024 - 3S
2024-12-27 21:13:04
Kolose 4:6
”Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.”
Sobat Kids, penguasaan diri juga tercermin dalam kesopanan kita kepada orang lain. Ayat firman Tuhan hari ini mengajarkan kita untuk berkata-kata dengan penuh kasih. Itu artinya, kita harus berkata-kata dengan sopan, terutama kepada orang yang lebih tua dari kita. Setiap ada orang yang bertanya kepada kita, maka kita harus menjawabnya dengan sopan.
Bentuk kesopanan yang kita dapat lakukan adalah dengan 3S: Senyum - Salam - Sapa. Jika ada tamu yang datang ke rumah, kalian dapat memberikan senyum, bersalaman, dan menyapa tamu tersebut. Ucapkan: "Selamat pagi/sore/malam, Tante/Om. Silakan duduk." Tunjukkan bahwa kalian adalah anak yang sopan.
Saat berada di sekolah, kalian juga harus melakukan 3S kepada guru-guru. Begitu juga saat berada di Sekolah Minggu. Dengan berlaku sopan, kalian menunjukkan karakter yang baik. Ingat, ya, Sobat Kids, 3S: Senyum - Salam - Sapa.

Truth Junior 27 Desember 2024 - MENGASIHI MUSUH
2024-12-27 21:11:22
Matius 5:44
”Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Guru-guru di sekolah pasti mengajarkan tentang anti perundungan (no bullying). Semua murid harus mengikuti tata tertib yang sudah dibuat oleh sekolah. Murid kelas kecil hingga kelas besar saling akur, saling membantu satu dengan yang lain, sehingga tercipta suasana aman dan nyaman di sekolah. Sayangnya, Winsten, salah satu murid kelas 5, memiliki pemikiran yang berbeda. Ia berpendapat “kalau ada yang ganggu aku, langsung aku balas dengan lebih keras atau lebih sakit.”
“Winsten, mengapa kamu cakar Jojo?” tanya ibu guru. “Jojo duluan yang cakar aku, Bu. Ya sudah, aku balas saja lebih keras cakarnya,” jawab Winsten tanpa rasa bersalah. “Benar itu, Jo?” tanya ibu guru. “Hhmm… iya sih, tapi aku cakarnya pura-pura, Bu. Aku sedang cerita kalau kemarin kucingku cakar tanganku. Jadi, tadi aku contohin di tangan Winsten, cuma pelan-pelan saja. Eh, tiba-tiba Winsten langsung cakar benaran,” bela Jojo.
Sobat Junior, pemikiran Winsten untuk langsung membalas perbuatan temannya dengan lebih keras atau lebih sakit, itu adalah hal yang salah. Kita sebagai anak-anak Allah tidak boleh seperti itu. Tuhan mengajarkan kita hal berbeda dari yang dunia ajarkan. Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk mengasihi dan berdoa bagi mereka yang menyakiti kita. Itu memang bukan hal yang mudah. Diperlukan penguasaan diri untuk dapat mengasihi dan berdoa bagi mereka. Namun, bukan berarti hal itu mustahil. Tuhan akan memberi kita kekuatan agar mampu melakukan perintah-Nya. Yuk, kita belajar menguasai diri kita dan mengasihi serta berdoa bagi orang lain yang menyakiti kita. Selamat berjuang, Sobat Junior!

Truth Youth 27 Desember 2024 (English Version) - LOVE IN LITTLE THINGS
2024-12-27 21:07:48
"Therefore, as we have opportunity, let us do good to all people, especially to those who belong to the family of believers." (Galatians 6:10)
Giving and doing good for others, especially family, is one of the most important things in our lives. Sometimes, we get caught up in the daily grind, too busy with work, school, or other activities, and forget to appreciate those closest to us. This is often where we miss precious moments to show love and care for our family. Yet, sincere affection in the form of small actions can create stronger bonds within the family.
Galatians 6:10 reminds us, “Let us do good to all people, especially to those who belong to the family of believers.” But have we been practicing this in our daily lives, especially at home? Giving time to help our parents, assisting a sibling with school tasks, or simply sitting with them and sharing stories are real examples of material offerings we can make. We often consider these things small, but in reality, the attention we show can make a big difference.
We also need to remember to offer praise and positive words. In our daily lives, we often focus more on criticism than on acknowledgment. However, kind and supportive words can make our loved ones feel appreciated and loved. This is a form of spiritual offering that brings joy and a renewed sense of purpose to their lives. We may not realize that our small actions can be a source of happiness for others.
So, let’s start by giving our best at home, both materially and spiritually. In doing so, we not only become a blessing to our families, but we also strengthen our relationship with God and with others. Remember, by giving from the heart, we can transform the atmosphere at home into one that’s warmer and filled with love.
WHAT TO DO:
- Take time to be with your family; help your parents or siblings with household tasks.
- Try to perform at least one good deed every day, whether at home or in your community, to show you care.
- Frequently give praise and positive words to family members to boost their spirits and confidence.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Revelation 1-3

Truth Youth 27 Desember 2024 - LOVE IN LITTLE THINGS
2024-12-27 21:05:35
”Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.” (Galatia 6:10)
Memberi dan berbuat baik kepada orang lain, terutama kepada keluarga, adalah salah satu hal terpenting dalam hidup kita. Terkadang, kita terjebak dalam rutinitas sehari-hari, terlalu sibuk dengan pekerjaan, sekolah, atau aktivitas lain sehingga kita lupa untuk menghargai orang-orang terdekat. Di sinilah kita sering kali kehilangan momen berharga untuk menunjukkan kasih dan perhatian kita kepada keluarga. Padahal, kasih sayang yang tulus dalam bentuk tindakan kecil bisa menciptakan ikatan yang lebih kuat di dalam keluarga.
Galatia 6:10 mengingatkan kita, “Marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada mereka yang seiman.” Namun, apakah kita sudah menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, terutama di rumah? Memberi waktu untuk membantu orang tua, membantu adik dengan tugas sekolah, atau sekadar duduk bersama mereka sambil berbagi cerita adalah contoh nyata dari persembahan material yang bisa kita lakukan. Kita sering menganggap hal-hal ini sepele, tetapi kenyataannya, perhatian yang kita tunjukkan bisa memberikan dampak besar.
Kita juga perlu ingat untuk memberikan pujian dan kata-kata positif. Dalam keseharian, sering kali kita lebih fokus pada kritik daripada pengakuan. Padahal, ucapan yang baik dan mendukung bisa membuat orang-orang terdekat merasa dihargai dan dicintai. Ini adalah bentuk persembahan spiritual yang membawa kebahagiaan dan semangat baru dalam hidup mereka. Kita mungkin tidak menyadari bahwa tindakan kecil kita bisa menjadi sumber kebahagiaan bagi orang lain. Oleh karena itu, mari kita mulai memberikan yang terbaik di rumah, baik secara material maupun spiritual. Dengan begitu, kita tidak hanya menjadi berkat bagi keluarga kita, tetapi juga memperkuat hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Ingat, dengan memberi dari hati, kita dapat mengubah suasana di rumah menjadi lebih hangat dan penuh cinta.
WHAT TO DO:
1.Luangkan waktu untuk bersama keluarga; bantu orang tua atau adik dengan tugas-tugas rumah tangga.
2.Cobalah untuk melakukan setidaknya satu tindakan baik setiap hari, baik di rumah maupun di lingkungan sekitar, untuk menunjukkan kepedulianmu.
3.Sering-seringlah memberi pujian dan kata-kata positif kepada anggota keluarga untuk meningkatkan semangat dan kepercayaan diri mereka.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Wahyu 1-3

Renungan Pagi - 27 Desember 2024
2024-12-27 20:59:36
Harga diri dan hidup tidak ditentukan oleh apa yang kita miliki, tidak ditentukan oleh harta, kekayaan dan popularitas, tetapi harga dan hidup tergantung pada hubungan kita dengan Tuhan, kedekatan dengan Tuhan, itulah yang memberikan harga dan arti dalam kehidupan kita.
Allah mampu menjadikan hidup berharga dan bermakna, sehingga dapat memberi arti dimanapun berada, kita tidak menyusahkan orang lain, tetapi menjadi berkat bagi banyak orang, dapat menjadi perpanjangan tangan Tuhan selama kita hidup.

Quote Of The Day - 27 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-27 20:55:45
Adapun kualitas kehendak seseorang apakah menjadi baik atau buruk tergantung dari keadaan atau kualitas pikiran dan perasaannya

Mutiara Suara Kebenaran - 27 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-27 20:54:24
Sejatinya, Tuhan itu harus menjadi satu-satunya perburuan kita, satu-satunya pencarian kita.

MAKING GOD ALIVE - 27 Desember 2024 (English Version)
2024-12-27 20:52:32
Perhaps we have wondered in our hearts why it seems, and indeed the reality is, that God is not real in our lives, yet in the lives of others, He appears more tangible. Why does God seem absent or “dead” in some people’s lives but alive and evident in others? Have we ever questioned why this happens in our lives? What causes some individuals to experience God so vividly, as though He is alive in their lives, while He appears absent in ours? Truly, we must seriously address this matter. A servant of God must earnestly address this because a servant of God must truly manifest God in others’ lives, not only in their own life but in the lives of others.
Let this open our eyes to the fact that knowledge of the Bible or theology does not bring God to life in a believer’s life. We can even see cases where people who study theology intensely experience broken marriages. This raises the question, “God, what went wrong?” When we come before God, we must discard all concepts of theology or any other knowledge, as though we know nothing about Him. Often, life’s difficulties serve as steps toward making God alive in our lives. The God who identifies Himself as the God of Abraham, Isaac, and Jacob; the God of Israel who revealed Himself to Moses in Midian; the God who sent the ten plagues upon Egypt; the God who led Israel from Egypt to Canaan—His footprints are evident. Archaeological findings also confirm that the Israelites indeed journeyed from Egypt to Canaan for 40 years. These historical facts are undeniable, as they are evident. Moreover, the Bible records specific years that serve as indisputable witnesses, showcasing God’s signature in history. The question is: where is the God of Abraham, Isaac, and Jacob in our lives today? Why does He seem to disappear? Why does He seem to evaporate, even though we are eloquent in speaking about Him and writing about Him?
Something is wrong in our lives if we understand this. Essentially, having a relationship with God cannot be a side activity. The problem is that we treat God like a supplement if He were medicine or a snack if He were food. Most people treat God this way. Worse still, preachers sometimes make God a commodity. They preach and serve, but their motives are driven by money, pride, and prestige. In truth, God must be our sole pursuit, our only quest.
Why does God allow His chosen people to often be placed in genuinely critical situations? Because He wants to reveal Himself. Abraham endured years without a child, his wife was almost taken by Pharaoh, Israel was led to the edge of the Red Sea or the Sea of Reeds, David faced Goliath, and Saul pursued his life—these were critical situations.
Ironically, when God leads us into such situations, instead of waiting for Him, we look for many solutions of our own. We don’t dare to rely on the invisible God and wait for Him. In truth, God seems to be saying to us, “My child, make Me alive in your life, but I must take you to the shores of the Red Sea, into the lions’ den, and into the fiery furnace.” God wants to live in our lives through the sting of heavy trials. Of course, we don’t hope for severe problems, but if God allows us to experience them, trust that they can be overcome. Without such crises, we cannot find God.
So, when we are in deep valleys, we learn the art of waiting on God. A person becomes great by being precise and waiting on God’s timing. Like the morning sun, God will surely rise. There is no other way to make God alive except to walk through the valley of darkness and wait for the sunrise. God is not a supplement or an addition; He is everything in our lives. God wants us to experience “finishing well.” Therefore, if we want to be blessed by God—and that blessing is God Himself—we should not pursue any matters we consider important apart from God’s matters.
Now we understand why God is alive and evident in some people’s lives but not in ours—it is because we have not made Him our only focus. We must experience the living God. Every event that God allows to happen in our lives becomes a means to experience Him. The God worshiped by Abraham, Isaac, and Jacob, who is so vividly portrayed in the Bible, must also be brought to life in our lives. But remember, we will never see the rainbow without the rain.
OFTEN, LIFE'S DIFFICULTIES SERVE AS STEPS TOWARD MAKING GOD ALIVE IN OUR LIVES.

MENGHIDUPKAN TUHAN - 27 Desember 2024
2024-12-27 19:08:33
Mungkin pernah di dalam hati kita bertanya-tanya, mengapa seakan-akan, dan memang kenyataannya, Tuhan tidak nyata di dalam hidup kita, tetapi dalam kehidupan orang lain atau orang-orang tertentu, Tuhan nampak lebih nyata? Mengapa Tuhan seakan-akan mati dalam kehidupan orang-orang tertentu, tetapi lebih hidup, lebih nyata dalam kehidupan orang lain? Pernahkah kita memperkarakan mengapa hal itu terjadi dalam hidup kita? Apa yang menyebabkan ada orang-orang tertentu yang mengalami Tuhan begitu nyata, seakan-akan Tuhan hidup dalam kehidupan mereka, tapi Tuhan tidak hadir dalam kehidupan kita atau yang lain? Sejatinya, kita harus sungguh-sungguh memperkarakan hal ini. Seorang hamba Tuhan harus sungguh-sungguh memperkarakan hal ini, sebab seorang hamba Tuhan harus benar-benar menghadirkan Tuhan dalam hidup orang lain, bukan hanya hidupnya sendiri, namun hidup orang lain.
Kiranya ini membuka mata kita bahwa pengetahuan tentang Alkitab atau teologi tidak menghidupkan Tuhan dalam hidup orang percaya. Dan kemudian sampai titik di mana orang-orang yang belajar teologi dengan begitu radikal mengalami perceraian. Itu suatu pukulan yang membuat kita mulai bertanya, "Tuhan, apa yang salah?" Kalau kita berhadapan dengan Tuhan, kita harus buang semua konsep tentang teologi, atau apa pun. Seakan-akan kita tidak punya ilmu tentang Tuhan. Sering kali, kesulitan hidup merupakan langkah untuk menghidupkan Tuhan dalam hidup kita. Allah yang mengaku sebagai Allah Abraham, Ishak, dan Yakub; Allah Israel yang menyatakan diri kepada Musa di padang Midian; Allah yang memberi 10 tulah kepada bangsa Mesir; Allah yang menuntun Israel dari Mesir ke Kanaan, jejak-Nya nyata sebab penemuan-penemuan artefak juga menunjukkan bahwa memang bangsa itu pernah menjalani perjalanan dari Mesir ke Kanaan selama 40 tahun. Fakta historis, fakta sejarah itu tidak bisa dibantah, sebab nyata. Apalagi, di dalam Alkitab ada tahun-tahun yang dicatat. Dan tahun-tahun itu menjadi saksi yang tak terbantahkan, menunjukkan tanda tangan Allah di dalam sejarah. Pertanyaannya, di manakah Allah Abraham, Ishak, dan Yakub dalam hidup kita hari ini? Mengapa seperti hilang? Mengapa seperti menguap? Padahal kita cakap berbicara tentang Dia, cakap menulis tentang Dia.
Ada yang salah dalam hidup kita jika kita tidak memahami hal ini. Jadi sebenarnya, bertuhan itu tidak bisa menjadi sambilan. Ini masalahnya, kita memperlakukan Allah ibarat obat itu suplemen, ibarat makanan itu camilan, dan rata-rata orang memperlakukan Allah itu demikian. Dan lebih jahat lagi, kalau pendeta menjadikan Tuhan itu komoditas, dia khotbah, dia melayani, tapi hanya mau cari uang, harga diri, prestise. Sejatinya, Tuhan itu harus menjadi satu-satunya perburuan kita, satu-satunya pencarian kita. Mengapa Tuhan mengizinkan umat pilihan sering berada dalam kondisi yang benar-benar kritis? Karena Tuhan mau menyatakan diri. Apa yang dialami oleh Abraham bertahun-tahun tidak memiliki anak, belum lagi ketika istrinya mau diambil Firaun dan lain-lain, bangsa Israel yang dibawa ke tepi Laut Merah atau Laut Kolsom, bagaimana Daud diperhadapkan kepada Goliat, dikejar-kejar nyawanya oleh Saul adalah kondisi-kondisi kritis.
Ironis, ketika kita digiring Tuhan ke situasi-situasi itu, kita bukannya menantikan Tuhan, malahan kita cari banyak jalan sendiri. Kita tidak berani bergantung kepada Tuhan yang tidak kelihatan dan menantikan Dia. Sejatinya, Tuhan mau bicara begini kepada kita, "Anak-Ku, hidupkan Aku dalam hidupmu, tapi kamu harus Kubawa ke Pantai Teberau, Laut Kolsom. Aku harus bawa kamu masuk gua singa, Aku harus bawa kamu ke dapur perapian.” Tuhan mau hidup di dalam hidup kita dengan sengatan masalah-masalah berat. Tentu kita tidak berharap punya masalah berat, tapi kalau kita diizinkan Tuhan mengalaminya, percayalah pasti bisa dilewati. Sebab tanpa krisis itu kita tidak bisa menemukan Tuhan.
Jadi, ketika kita ada dalam jurang yang dalam, kita belajar satu seni menanti-nantikan Tuhan. Seseorang menjadi besar itu harus presisi, menunggu waktu Tuhan. Dan seperti matahari pagi, Tuhan pasti terbit. Tidak ada cara lain untuk menghidupkan Tuhan kecuali kita ada di lembah kekelaman, dan kita menantikan matahari terbit. Tuhan bukan suplemen, bukan tambahan. Dia segalanya dalam hidup kita. Tuhan mau membuat kita mengalami yang namanya finishing well. Maka, kalau kita mau diberkati Tuhan dan berkat itu adalah Tuhan sendiri, jangan punya urusan yang kita anggap penting kecuali urusan Tuhan.
Jadi kita mengerti sekarang, mengapa dalam hidup seseorang Allah itu nyata, hidup. Sedangkan dalam hidup kita tidak. Hal itu karena kita tidak menjadikan Dia satu-satunya urusan kita. Kita harus mengalami Tuhan yang hidup. Setiap kejadian yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita menjadi sarana untuk mengalami Tuhan. Allah yang disembah Abraham, Ishak, dan Yakub, yang begitu nyata di Alkitab, harus kita hidupkan dalam hidup kita. Tapi ingat, kita tidak pernah melihat pelangi sebelum ada hujan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SERINGKALI, KESULITAN HIDUP MERUPAKAN LANGKAH UNTUK MENGHIDUPKAN TUHAN DALAM HIDUP KITA.

Bacaan Alkitab Setahun - 27 Desember 2024
2024-12-27 19:04:53
2 Yohanes 1
3 Yohanes 1

Truth Kids 26 Desember 2024 - SUDAH DEKAT
2024-12-26 19:29:47
Yakobus 5:8
”Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!”
Bagi sebagian besar Sobat Kids, makan sehari 3 kali merupakan hal yang normal. Namun, ada sebagian anak-anak lain yang masih merasa kesulitan untuk mendapatkan makanan. Bisa makan 3 kali sehari, merupakan hal yang mewah dan jarang bisa didapatkan. Mereka harus sabar menunggu orang tuanya mendapatkan uang untuk membeli makanan. Ada saatnya mereka harus menahan lapar dan hanya bisa minum air putih untuk menghilangkan rasa lapar mereka.
Mungkin Sobat Kids menghadapi kesulitan yang lain sekarang ini. Apa pun yang menjadi kesulitan kita, bersabarlah. Tetaplah percaya kepada Tuhan Yesus. Percayalah, bahwa bersama dengan Tuhan, maka semuanya dapat dilalui.
Sobat Kids, kesulitan yang kita alami sekarang selama di bumi ini akan berakhir. Itu sifatnya hanya sementara. Ingatlah, seperti yang dituliskan dalam ayat firman Tuhan hari ini, kedatangan Tuhan sudah dekat. Hidup kita di bumi ini hanya sementara, untuk persiapan di kekekalan nanti. Oleh sebab itu, kuasai diri kita masing-masing. Tetaplah bersabar, kedatangan Tuhan sudah dekat.

Truth Junior 26 Desember 2024 - SABAR
2024-12-26 19:27:29
Yakobus 5:8
”Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!”
“Mbak… sepatu baruku di mana? Aku mau pakai untuk perayaan Natal di sekolah. Mbak… baju pink aku kok belum disetrika? Kan sebentar lagi aku sudah harus berangkat ke sekolah. Ayo, dong… Mbak… kok lama amat, sih!” keluh Nina yang ingin segera berangkat. Karena tidak ada jawaban dari mbaknya, Nina kembali memanggil dengan suara yang lebih keras. Hal itu diulang-ulang terus, hingga akhirnya mama datang menghampirinya. “Nina, ada apa? Kok kamu teriak-teriak begitu? Sabar dulu. Mbak Darmi sedang sakit sejak kemarin. Jadi Mama minta dia untuk istirahat dulu, jangan mengerjakan pekerjaan di rumah. Kamu kan sudah besar, harusnya kamu sudah bisa menyiapkan sepatu sendiri. Coba cari sepatu barumu di rak sepatu. Mana baju yang mau kamu pakai? Sini, Mama bantu setrika. Lain kali sabar dulu, tidak perlu teriak seperti tadi. Kasihan mbak Darmi yang sedang istirahat.”
Sobat Junor, sabar adalah salah satu bentuk penguasaan diri yang penting. Kesabaran akan membantu kita menghadapi segala situasi dengan tenang. Bulan sebelumnya kita telah belajar juga tentang kesabaran. Coba Sobat Junior evaluasi kadar kesabaran kalian sejak belajar buah Roh kesabaran hingga saat ini. Apakah kesabaran kalian masih setipis tisu? Atau kesabaran kalian sudah bertambah panjang dan lebar? Semoga kalian sudah lebih mampu menguasai diri dalam kesabaran.

Truth Youth 26 Desember 2024 - HEARTFELT OFFERINGS
2024-12-26 19:20:36
”Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.” (2 Korintus 9:7)
Pernah nggak kepikiran kenapa dalam hidup beriman kita diajari soal “persembahan”? Persembahan itu sebenarnya nggak cuma tentang barang atau uang, tapi juga soal hati. Ada persembahan material dan persembahan spiritual, dan dua-duanya penting banget buat kita, apalagi kalau kita ingat apa yang dibilang di 2 Korintus 9:7: “Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.”
Persembahan material itu segala yang kelihatan dan bisa kita sentuh, kayak uang atau barang. Misalnya, saat kita kasih donasi untuk yang butuh, ikut membantu di kegiatan sosial, atau memberi barang yang udah nggak kepake ke orang lain, itu semua termasuk persembahan material. Ini ngajarin kita untuk nggak nempel sama harta duniawi, tapi lebih peka sama kebutuhan orang lain. Yang penting, persembahan ini nggak soal seberapa besar, melainkan niat di baliknya. Ketika kita memberi dengan sukacita, itu membuat persembahan kita jadi lebih berarti. Terus, ada juga persembahan spiritual. ini nggak selalu kelihatan, tapi efeknya bisa dalem banget. Contohnya doa, pujian, atau ucapan syukur. Saat kita doain teman yang lagi susah, memaafkan tanpa pamrih, atau tulus menolong tanpa berharap imbalan, itu adalah persembahan dari hati. Allah mengasihi ketika kita melakukannya dengan sukacita, tanpa paksaan, karena itulah yang bikin persembahan spiritual makin berharga.
Jadi, kenapa dua-duanya penting? Karena keduanya saling melengkapi. Persembahan material menunjukkan kepedulian kita secara langsung, sedangkan persembahan spiritual bikin hati kita makin dekat sama Tuhan. Dengan hati yang tulus dan penuh sukacita, kita nggak cuma “memberi,” tapi juga jadi berkat buat diri sendiri dan orang lain. Yuk, latih diri kita untuk memberi dengan semangat dan cinta!
WHAT TO DO:
1.Ketika memberi, pastikan niatmu tulus dan datang dari hati. Pilih kegiatan amal atau sumbangan yang sesuai dengan minatmu.
2.Luangkan waktu untuk berdoa bagi teman atau keluarga yang sedang dalam kesulitan; tunjukkan perhatianmu melalui tindakan kecil yang tidak mengharapkan imbalan.
3.Buatlah daftar kegiatan sosial yang bisa kamu ikuti setiap bulan, sehingga memberi menjadi bagian dari rutinitas hidupmu.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Yohanes 1-3
▪︎ 3 Yohanes 1
▪︎ Yudas 1

Renungan Pagi - 26 Desember 2024
2024-12-26 19:12:12
Keangkuhan dan kesombongan adalah alat setan untuk membawa kita pada kehancuran hidup, mengapa orang bisa sombong dan angkuh? Karena ukuran hidupnya bukan pada Kristus, tetapi kepada uang dan harta.
Tidak sedikit orang punya prinsip: "Kalau seseorang makan dari meja saya, maka dia harus menghormati dan tunduk pada saya, ini yang disebut angkuh dan sombong, memandang rendah orang lain.
Padahal semua kekayaan dan kelimpahan yang kita miliki semata-mata hanya karena anugerah Tuhan, karenanya memandang rendah orang lain adalah perbuatan bodoh yang dibenci Allah.

Quote Of The Day - 26 Desember 2026 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-26 19:07:30
Seseorang tidak akan dewasa rohani kalau mentalnya tidak dewasa. Kedewasaan mental adalah landasan awal kematangan berpikir rohani.

Mutiara Suara Kebenaran - 26 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-26 19:05:46
Karena kita adalah anak-anak Allah, maka apa yang kita lakukan pasti “mengganggu dan memengaruhi” perasaan Allah.

THE SECRET OF LIFE - 26 Desember 2024 (English Version)
2024-12-26 18:59:16
Matthew 6:33
“But seek first His kingdom and His righteousness, and all these things will be given to you as well.”
Make God happy while we are still alive. Be self-controlled, calm, serene, and patient. God will surely bless us. High education and wealth are meaningless if we do not live in a way that pleases God. This is about our personal relationship with God. Do not utter a single word that does not bless others. Every word we say must please God because we are His children. Even the smallest of our actions will provoke a reaction from God, for God is highly responsive. Because we are God’s children, everything we do will “affect and touch” His feelings. Unless we refuse to be His children, then God will say, “Depart from Me!”
Paul said, “I make it my goal to please Him, whether I am at home in the body or away from it.” The question for all of us is: Are we striving for that? If yes, the next question is: How strong and earnest is our effort? God says, “Love the Lord your God with all your heart, soul, mind, and strength.” Honestly, we are often more forceful in praying for our needs, crying and pleading. Yet, we do not exert the same force to become blameless and holy, to live a life that pleases God. Let’s change. When we please God, our fate will change, our families will change, our health and finances will improve, and God will restore us.
God desires us to have a good, blessed life. However, He cannot bless us if we do not please Him. God does not bless rebels. That is why the Bible teaches that obedience brings blessings, while disobedience brings curses. Therefore, we must push ourselves to love God. In the past, we might have loved Him but not wholeheartedly. We still indulged in worldly pleasures and behaved carelessly. Let us push ourselves to abandon worldly pleasures and live a holy life. Without forcing ourselves, it is impossible. God wants us to love Him with all our heart, soul, strength, and mind. Start young and seriously strive to please Him so that we may experience extraordinary joy in life.
The secret of life lies here: when someone truly pleases God, God will defend them. Do not be arrogant. This is the mystery of life: free will. We can choose to love God or to hate Him. We can obey or rebel. But if we choose obedience, it requires serious effort, a sincere struggle that we demonstrate. For example, waking up at 5:00 AM to pray. Even when we want to stay under the covers, we must get up, come before God, and worship Him. Worship must also be done reverently, focusing fully on God. We must pray for the Holy Spirit to guide us in worshiping God in a way that pleases Him.
When we worship wholeheartedly, even the angels join us. God assigns angels to each of us. However, angels do not participate in careless worship. But when we sincerely worship God, they join in. Daily, as we seek God, we must understand our position before Him—whether we please Him or not. Those who are not serious about their relationship with God, who disregard His feelings, will not hear from Him. Why should He speak to them? But if we earnestly seek to know whether we please Him, God will surely reveal it. If something displeases Him or makes Him uncomfortable with us, He will tell us so we can align ourselves with His heart.
God will not walk with those whose hearts are defiled. He will not dwell with those who grieve Him. We must address this seriously until a strong, burning passion ignites within us to please Him. This passion must grow stronger and stronger until we can say, “Whatever You command me to do, Lord, I will do! For what is the purpose of my life if not to please You?” We cannot be passive; we must be active. Every opportunity God gives us daily must be used wisely. If not, we will one day regret it when we stand before His glory and majesty.
However, if we strive to please God now, when we stand before Him and behold His glory, we will realize how worthy it was to live a life that pleased Him. Humanity may reject God, but we choose to love Him. People may rebel, but we choose to serve Him and bring Him joy. Then, the gates of blessings will open for us, and even our descendants will be remembered by God. Truly, God is amazing.
THE SECRET OF LIFE LIES HERE: WHEN SOMEONE TRULY PLEASES GOD, GOD WILL DEFEND THEM.

RAHASIA KEHIDUPAN - 26 Desember 2026
2024-12-26 18:54:56
Matius 6:33
“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya,
maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”
Senangkan hati Tuhan mumpung kita masih hidup, kuasai diri, tenang, teduh, sabar. Tuhan pasti memberkati kita. Pendidikan tinggi, kekayaan kita percuma kalau kita tidak hidup menyenangkan Tuhan. Ini bicara soal hubungan kita dengan Tuhan secara pribadi. Jangan ucapkan satu kata pun yang tidak memberkati orang. Setiap kata yang kita ucapkan harus menyenangkan hati Tuhan, karena kita adalah anak-anak Allah. Tindakan kita sekecil apa pun menimbulkan reaksi Tuhan. Dan Tuhan itu reaktif sekali. Jadi karena kita adalah anak-anak Allah, maka apa yang kita lakukan pasti “mengganggu dan memengaruhi” perasaan Allah. Kecuali kita tidak mau jadi anak-anak Allah, maka Allah pun akan berkata, “Enyah kamu dari hadapan-Ku!”
Paulus berkata, “Aku berusaha, baik aku diam dalam tubuh ini, maupun di luarnya, supaya aku berkenan.” Pertanyaan bagi setiap kita, apakah kita sudah melakukan usaha itu? Kalau sudah, maka pertanyaan selanjutnya, seberapa kuat dan sungguh-sungguh usaha kita? Tuhan berkata, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan.” Sejujurnya, kita sadari bagaimana kita memaksa berdoa minta ini dan itu disertai dengan air mata dan tangisan. Tapi kita tidak memaksa untuk menjadi orang yang tak bercacat tak bercela, tidak memaksa untuk menjadi orang kudus Allah, tidak memaksa untuk memiliki kehidupan yang menyenangkan Allah. Ubahlah hidup kita. Ketika kita menyenangkan Tuhan, nasib kita pasti berubah, rumah tangga kita berubah, kesehatan dan ekonomi kita juga berubah, Tuhan akan pulihkan.
Tuhan menghendaki kita memiliki kehidupan yang baik-baik, yang diberkati. Tapi, Tuhan tidak bisa memberkati kalau kita tidak berkenan kepada-Nya. Tuhan tidak akan memberkati pemberontak. Itulah sebabnya kita membaca di dalam Alkitab, kalau kita taat, diberkati; taat mendapat berkat, tidak taat menerima laknat. Maka kita harus memaksa diri untuk mengasihi Tuhan. Dulu kita mengasihi, namun tidak sungguh-sungguh. Masih banyak kesenangan dan sembarangan berperilaku. Mari kita paksa diri untuk meninggalkan kesenangan dunia, untuk hidup suci. Kalau tidak memaksa, tentu tidak bisa. Karena Tuhan mau kita mengasihi-Nya dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan akal budi. Maka, mulailah sejak muda untuk punya usaha yang serius menyenangkan Tuhan. Sehingga kita punya kesukaan hidup jadi luar biasa.
Rahasia kehidupan sebenarnya di sini, yaitu ketika seseorang benar-benar menyenangkan hati Tuhan, maka kita akan dibela Tuhan. Jangan sombong. Ini adalah misteri kehidupan, yaitu kehendak bebas. Kita bisa mengasihi Tuhan, juga bisa membenci Dia. Kita bisa taat, tapi juga bisa memberontak. Tapi jika kita memilih taat, maka untuk pilihan ini harus ada usaha yang serius, usaha yang sungguh-sungguh dan kita menunjukkan usaha itu. Usaha itu antara lain bangun pagi pukul 05.00 untuk berdoa. Rasanya masih mau tarik selimut dan tidur, tapi kita harus bangun, menghadap, dan menyembah Tuhan. Menyembah pun tidak sembarangan. Harus fokus. Dan kita berdoa agar Roh Kudus menolong kita bagaimana menyenangkan hati Bapa dalam penyembahan ini. Sampai malaikat-malaikat pun ikut menyembah bersama kita.
Karena malaikat-malaikat pasti diberikan Tuhan kepada masing-masing kita. Malaikat-malaikat tidak ikut menyembah kalau kita sembarangan. Tapi kalau kita sungguh-sungguh menyembah Tuhan, malaikat-malaikat pun ikut menyembah bersama kita. Setiap hari kita terus mencari Tuhan, kita harus tahu bagaimana posisi kita di hadapan Allah, apakah kita menyenangkan Dia atau tidak. Kecuali, orang yang tidak serius berurusan dengan Tuhan, tidak peduli perasaan Tuhan, apakah dirinya menyenangkan Tuhan atau tidak. Tuhan juga tidak akan memberi tahu. Untuk apa diberi tahu? Tapi kalau kita sungguh-sungguh berurusan dengan Allah, mau tahu apakah kita menyenangkan Tuhan atau tidak, maka Tuhan pasti berbicara. Kalau ada hal-hal yang membuat Tuhan tidak senang, tidak nyaman bersama kita, Tuhan akan beri tahu, supaya kita bisa ada di hati Tuhan Yesus.
Tuhan tidak akan berjalan dengan orang yang hatinya kotor. Tuhan tidak akan berdampingan dengan orang yang mendukakan hati Allah Bapa. Kita harus mempersoalkannya, sampai ada gairah yang kuat yang menyala di hati untuk menyenangkan Dia. Dan gairah itu kuat, makin kuat, makin kuat, sampai kita berani berkata, "Apa pun yang Kau perintahkan kepadaku, Tuhan, kulakukan! Sebab untuk apa aku hidup kalau aku tidak menyenangkan Engkau?” Kita tidak bisa bersikap pasif, tapi kita harus aktif. Kesempatan demi kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita setiap hari, kita harus memanfaatkan. Kalau tidak, suatu saat nanti kita akan menyesal ketika kita ada di hadapan keagungan dan kemuliaan Allah.
Tapi kalau sekarang kita terus berusaha untuk menyenangkan Tuhan, ketika kita menghadap Tuhan suatu hari dan memandang kemuliaan-Nya, kita akan mengerti betapa patut dan pantasnya kita menyenangkan Dia. Manusia bisa membenci Allah, tapi kita memilih untuk mengasihi Allah. Manusia bisa memberontak, tapi kita memilih mengabdi kepada Allah dan menyenangkan Dia. Maka pintu berkat akan dicurahkan kepada kita, sampai anak cucu keturunan kita akan diingat Tuhan. Allah itu luar biasa.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
RAHASIA KEHIDUPAN SEBENARNYA DI SINI, YAITU KETIKA SESEORANG BENAR-BENAR MENYENANGKAN HATI TUHAN, MAKA KITA AKAN DIBELA TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 26 Desember 2024
2024-12-26 18:50:17
1 Yohanes 1-5

Truth Youth 25 Desember 2024 (English Version) - THE VISIBLE AND THE INVISIBLE
2024-12-25 16:27:29
"Do not store up for yourselves treasures on earth, where moths and vermin destroy, and where thieves break in and steal. But store up for yourselves treasures in heaven, where moths and vermin do not destroy, and where thieves do not break in and steal. For where your treasure is, there your heart will be also." (Matthew 6:19-21)
In Matthew 6:19-21, Jesus tells us, *“Do not store up for yourselves treasures on earth... but store up for yourselves treasures in heaven.”* Jesus invites us to focus on things that are eternal, not just on accumulating earthly “treasures.” In this world, material wealth is important, but it can also make us forget about what truly lasts.
When we think about material and spiritual offerings, material offerings are the tangible things—money or goods. For example, donating money, participating in social activities, or giving our belongings to those in need. These are clearly important because they directly help others.
But Jesus reminds us that physical wealth can be damaged or lost, so we need to balance it with spiritual offerings—things that are invisible but bring our hearts closer to God. Things like prayer, gratitude, or simple actions that make others feel welcomed and cared for. For example, praying for a stressed friend, listening to their story without judgment, or forgiving sincerely. Jesus said, *“For where your treasure is, there your heart will be also.”* This means that when we give with a sincere heart, we are "saving up" for heaven. So, whether we help others through material or spiritual offerings, we should do it from the heart—because that’s where the true treasure lies.
We’re reminded that what is eternal is not how much we accumulate, but how much love we share. Start giving sincerely and make that your eternal savings in heaven!
WHAT TO DO:
- Take time to help those in need, like donating or getting involved in social activities.
- Perform small acts with sincere intentions, such as listening to a friend or speaking positive words.
- Remind yourself not to be caught up in worldly wealth; look for opportunities to grow spiritually with God through prayer and gratitude.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 John 1-5

Truth Youth 25 Desember 2024 - THE VISIBLE AND THE INVISIBLE
2024-12-25 16:22:52
”Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di surga; di surga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:19-21)
Guys, di Matius 6:19-21, Tuhan Yesus bilang, “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi... tetapi kumpulkanlah bagimu harta di surga.” Maksudnya, Tuhan Yesus mengajak kita untuk fokus pada hal-hal yang abadi, bukan cuma ngumpulin “harta” duniawi. Di dunia ini, harta materi memang penting, tapi juga bisa bikin kita lupa sama hal yang lebih kekal.
Kalau kita hubungkan dengan konsep persembahan material dan spiritual ini, persembahan material adalah segala sesuatu yang nyata, seperti uang atau barang. Misalnya, kita memberi donasi, ikut kegiatan sosial, atau menyumbangkan barang-barang kita buat mereka yang lebih membutuhkan. Ini jelas penting karena banyak yang terbantu secara langsung.
Tapi, Tuhan Yesus ingatkan bahwa harta fisik bisa rusak atau hilang, jadi kita butuh keseimbangan dengan persembahan spiritual—hal-hal yang nggak kelihatan tapi bikin hati kita dekat sama Tuhan. Misalnya, doa, ucapan syukur, atau sekadar tindakan kecil yang bikin orang lain merasa diterima dan diperhatikan. Contohnya? Mendoakan teman yang lagi stres, dengerin cerita mereka tanpa nge-judge, atau memaafkan dengan tulus. Tuhan Yesus bilang, “Di mana hartamu berada, di situ hatimu berada.” Artinya, kalau kita memberi dengan hati yang tulus, berarti kita lagi “nabung” untuk di surga. Jadi, ketika kita membantu orang, entah dengan persembahan materi atau spiritual, lakukanlah dari hati—karena di sanalah harta yang sesungguhnya.
Kita jadi ingat bahwa yang abadi bukanlah seberapa banyak yang kita kumpulkan, tapi seberapa besar cinta yang kita bagi. Mulailah memberi dengan tulus dan jadikan itu tabungan abadi kita di surga!
WHAT TO DO:
1.Luangkan waktu untuk memberi bantuan kepada mereka yang membutuhkan, seperti menyumbang atau terlibat dalam kegiatan sosial.
2.Lakukan tindakan kecil dengan niat yang tulus, seperti mendengarkan teman yang membutuhkan atau mengucapkan kata-kata positif.
3.Ingatkan diri untuk tidak terjebak pada harta duniawi; cari kesempatan untuk menumbuhkan hubungan spiritual dengan Tuhan melalui doa dan ucapan syukur.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Yohanes 1-5

Renungan Pagi - 25 Desember 2024
2024-12-25 16:17:51
Setia adalah satu kata dengan makna yang sangat dalam dan luar biasa, orang bisa punya harta yang banyak, punya jabatan yang tinggi, punya suami atau istri yang kaya, tetapi kalau tidak setia, maka hancurlah hidupnya.
Itulah sebabnya kesetiaan adalah jalan menuju hidup yang diberkati, Roh Kudus menuntun kita untuk bisa bertahan sampai kesudahannya, karena itu buka hati untuk setia dan Roh Kudus yang menolong kita untuk setia.

Quote Of The Day - 25 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-25 16:15:46
Diasingkan dari dunia bukan meninggalkan kesibukan hidup, melainkan belajar terus untuk tidak memiliki pola berpikir seperti anak-anak dunia.

Mutiara Suara Kebenaran - 25 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-25 16:14:36
Ketika kita belajar untuk menyenangkan hati Tuhan, berusaha untuk berkenan, maka kita akan melihat banyaknya cacat kita.

DESPISING GOD - 25 Desember 2024 (English Version)
2024-12-25 16:12:40
How can we be certain that one day we will be found pleasing and delightful to God? If every day we grieve God, we are filling the cup of His wrath. We live carelessly, as if everything is fine, and God seems unbothered. Look at how easily people sin and still feel secure. Notice how many have no fear of God in their hearts. Is that safe? Of course not—it’s dangerous. To live a life pleasing to God and ensure we are accepted into His eternal dwelling, we must examine the balance of our lives daily: Are we pleasing God or not? At the very least, before sleeping, we should reflect. Make it a habit. Over time, this will lead us to monitor every hour of our day, even down to every minute of our behavior. If we make a mistake, we should immediately repent. May God give us unrest and lack of peace when we sin. Don’t think everything is fine when it’s not.
Life is not free. God created us and gave us free will, but there’s accountability. Yet Satan makes people feel as though life is free and without responsibility. Many things are often considered urgent and important, but pleasing God is not seen as urgent or important. It’s deemed important but not pressing. However, treating it as non-urgent is the same as storing up God’s wrath because it leads us to live recklessly. Satan aims to make us complacent, and that is terrifying. We must achieve daily victories, and these should become our treasures. Don’t underestimate this. Kneel in prayer and plead, “Speak to me, Lord,” because we don’t know where or when our life’s finish line will be. Once we reach that line, there will be no time left to fix anything.
If someone can live happily without pleasing God, they are despising Him. Yet true joy, peace, and satisfaction are impossible without God. On the contrary, we can have nothing and still be content if we have God. If we can please God, we will experience peace, for God will never grant His peace to rebels; “Pearls are not for swine, nor are His holy things for dogs.” Often, we are deceived by temporary pleasures—wealth, praise, and other worldly things. These deceptions damage the taste of our soul, and we might never experience true peace. Such peace is pseudo, an illusion, not genuine happiness.
How can we please God? There are three ways—very challenging, but extraordinary if we do them.
1. Live a holy life—avoid sin.
2. Do not idolize earthly pleasures. We can have possessions but must not love them. We can enjoy things without idolizing them. Make God the sole delight of our lives.
3. Examine the motivation for our lives. What is the reason we live? Don’t be afraid to commit to living a holy life. Don’t be afraid to promise that God will be our sole joy. Don’t fear committing that the purpose of our lives is only God. Just as we make vows before a pastor during marriage, never intending to cheat or betray, why should we hesitate to commit to God?
When we strive to please God and live a life acceptable to Him, we will become more aware of our flaws. But each time God reveals our shortcomings, we repent and confess our sins, experiencing His grace daily. We must crucify our sinful nature step by step every day. Each mistake and sin must be confessed, mourned, and forgiven. This daily acknowledgment of God’s mercy allows us to grow in love for Him. Those who deeply love God are those who strive for holiness, confess their sins, and weep over them. They are blessed and guided by God. Look at examples like David, Joseph, and Daniel—all succeeded because they loved God. Why don’t we learn from those who genuinely love Him?
If we want to see our children and grandchildren blessed, we must live a life pleasing to God. We cannot watch over them 24/7; let God take care of them. If we love God, He will love us and those we love. Don’t play games with God. Don’t oppose Him or be arrogant. Don’t despair over an unclear future. We will remain in His heart if we live blamelessly and pleasing to Him.
IF EVERYDAY WE GRIEVE GOD, WE ARE FILLING THE CUP OF HIS WRATH.

MELECEHKAN TUHAN - 25 Desember 2024
2024-12-25 16:06:57
Bagaimana kita bisa punya kepastian bahwa suatu hari nanti kita didapati berkenan atau menyenangkan hati Allah? Kalau tiap hari kita mendukakan Tuhan, berarti kita mengumpulkan cawan murka Allah. Kita hidup sembarangan, seperti aman-aman saja, dan Tuhan seperti tidak terganggu. Lihat bagaimana mudahnya orang berbuat dosa, lalu merasa diri aman. Coba lihat, banyak orang tidak memiliki hati yang takut akan Allah. Apakah itu aman? Tentu saja itu bahaya. Untuk berkeadaan berkenan dan kepastian nanti kita diterima di kemah abadi, maka kita harus melihat neraca hidup kita tiap hari; apakah kita menyenangkan Tuhan atau tidak. Paling tidak sebelum kita tidur, kita memeriksa diri. Coba biasakan itu. Dari hal itu, nanti kita akan memperhatikan setiap jam hari kita, sampai memperhatikan per menit perilaku hidup kita. Kalau salah, kita langsung minta ampun. Kiranya Tuhan memberi hati yang tidak damai, kiranya Tuhan memberi hati yang tidak sejahtera kalau kita berbuat dosa. Jangan berpikir aman-aman saja.
Hidup ini tidak gratis. Allah menciptakan kita, memberi kita kehendak bebas, ada perhitungannya. Tapi setan membuat manusia merasa hidup ini gratis, tidak ada pertanggungan jawab. Banyak hal yang selalu dianggap penting dan darurat, atau penting dan mendesak. Tetapi berkenan di hadapan Allah, tidak dianggap penting dan mendesak. Penting, tapi tidak mendesak. Padahal ketika kita anggap hal itu tidak mendesak, artinya kita mengumpulkan murka Allah. Karena ini membuat hidup kita jadi ceroboh. Setan akan membuat kita tidak waspada. Mengerikan itu. Kita harus memiliki pencapaian-pencapaian setiap hari dan itu menjadi harta kita. Jangan anggap sepele hal ini. Berlututlah di ruang doa dan perkarakan, "Berbicaralah kepadaku, Tuhan,” karena kita tidak tahu garis akhir hidup kita di mana dan kapan. Sebab kalau sudah di garis akhir, kita tidak akan bisa punya waktu memperbaiki diri lagi.
Kalau sampai orang bisa hidup senang tanpa menyenangkan Tuhan, berarti dia melecehkan Tuhan. Padahal, tidak mungkin orang memiliki kesenangan, sukacita, damai sejahtera tanpa Tuhan. Sebaliknya, tanpa apa pun kita bisa senang asalkan kita memiliki Tuhan dalam hidup. Kalau kita bisa menyenangkan Tuhan, maka kita bisa merasakan damai sejahtera, karena Allah tidak mungkin memberi damai sejahtera-Nya kepada pemberontak; “Mutiara bukan untuk babi, dan barang kudus-Nya bukan untuk anjing.” Kita sering tertipu dengan kesenangan-kesenangan sementara, karena memiliki harta, pujian dan lain sebagainya. Kita ditipu sampai cita rasa jiwa kita rusak, dan mungkin sampai tidak pernah menikmati damai sejahtera yang sesungguhnya. Karena semua itu pseudo, semu, bukan kebahagiaan yang sejati.
Bagaimana bisa menyenangkan Tuhan? Ada tiga hal, dan ini sangat berat, tapi kalau kita lakukan, luar biasa. Pertama, hidup suci, jangan berbuat dosa. Kedua, jangan punya kesenangan yang kita berhalakan. Kita bisa punya harta, tapi tidak mencintainya. Kita bisa menikmati sesuatu tapi tidak memberhalakannya. Jadikanlah Tuhan sebagai kesenangan hidup satu-satunya. Ketiga, motivasi hidup. Apa alasan kita hidup? Jangan takut berjanji untuk hidup suci. Jangan takut untuk berjanji menjadikan Tuhan kebahagiaan satu-satunya. Jangan takut memiliki komitmen bahwa tujuan hidup kita hanya Tuhan. Seperti ketika kita berjanji di depan pendeta waktu menikah, tidak pernah terpikir mau selingkuh atau berkhianat. Kenapa untuk Tuhan kita tidak berani?
Ketika kita belajar untuk menyenangkan hati Tuhan, berusaha untuk berkenan, maka kita akan melihat banyaknya cacat kita. Tapi setiap kali Tuhan membukakan pengertian kita terhadap cacat kita, kita minta ampun, kita mengakui dosa kita, sehingga kita dapat merasakan kasih karunia anugerah itu setiap hari. Kita harus membunuh karakter dosa kita setiap hari, secara bertahap. Setiap kesalahan dan dosa diakui, diratapi, dan kita menghayati pengampunan itu. Jadi, kita bisa melihat orang-orang yang begitu mengasihi Tuhan dengan tulus karena dia berjuang untuk hidup suci. Dia mengakui dosa, dia meratapinya setiap hari, dia bisa mengasihi Tuhan. Kita bisa lihat orang-orang yang diberkati, disertai Tuhan, karena mengasihi Tuhan: Daud, Yusuf, Daniel, semua berhasil. Kenapa kita tidak belajar dari mereka yang mengasihi Tuhan?
Jadi kalau kita ingin lihat anak cucu kita diberkati, hiduplah berkenan di hadapan Allah. Kita tidak bisa menjaga mereka 24 jam, biarkanlah Tuhan yang menjaga. Kalau kita mengasihi Tuhan, maka Tuhan mengasihi kita dan mengasihi orang yang kita kasihi. Jangan main-main dengan Tuhan. Jangan melawan Tuhan, jangan sombong. Jangan kita lihat masa depan kita suram, lalu tidak jelas. Kita akan ada di hati-Nya kalau kita hidup tidak bercacat, kalau kita berkenan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU TIAP HARI KITA MENDUKAKAN TUHAN, BERARTI KITA MENGUMPULKAN CAWAN MURKA ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 25 Desember 2024
2024-12-25 16:02:31
2 Petrus 1-3
Yudas 1

Truth Youth 24 Desember 2024 - TAKE A BREATHER
2024-12-24 20:11:27
”Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah. (Amsal 15:1)
Teman-teman, siapa sih yang nggak pernah mengalami konflik? Di rumah, sama sahabat, atau bahkan di tempat kerja, pasti ada momen-momen nggak enak karena beda pendapat atau salah paham. Konflik itu memang membuat suasana jadi tegang, tapi nggak bisa kita hindari. Jadi, kuncinya adalah cara kita menyikapi konflik biar nggak jadi makin runyam atau merusak hubungan yang kita punya.
Misalnya, penting banget buat take a breather alias tarik napas dulu saat konflik muncul. Meledak-ledak waktu emosi malah bikin kita ngomong tanpa berpikir dan bikin suasana makin panas. Jadi, ambil waktu sebentar buat menenangkan diri, biar pikiran bisa jernih. Dengan kepala yang lebih dingin, kita jadi bisa lihat masalah dari sudut pandang yang lebih luas dan nggak egois. Kemudian, jangan ragu buat mendengarkan dengan hati. Ini bukan cuma soal dengerin aja, tapi coba pahami kenapa orang lain punya pandangan atau perasaan yang beda. Mendengarkan dengan tulus bisa bikin kita lebih paham akar masalahnya dan menunjukkan kalau kita menghargai pendapat mereka. Sering kali, saat kita benar-benar dengerin, konflik jadi lebih gampang buat diselesaikan. Selain itu, usahakan cari solusi bersama. Konflik sering bikin kita merasa “Aku benar, kamu salah,” padahal dengan berpikir win-win, kita bisa mencari jalan tengah yang bikin semua pihak merasa didengar dan dihargai.
Yang paling penting, jangan takut buat minta maaf dan memaafkan. Kadang, ini yang paling susah, tapi sebenarnya paling penting. Minta maaf nggak bikin kita jadi lemah, malah bikin kita lebih dewasa. Memaafkan juga membebaskan kita dari perasaan negatif yang bisa jadi beban. Ingat, konflik adalah kesempatan buat belajar lebih bijaksana.
WHAT TO DO:
1.Ambil waktu sejenak untuk tenang saat konflik muncul dan tarik napas dalam-dalam agar bisa berpikir lebih jernih.
2.Dengarkan orang lain dengan baik dan cobalah untuk memahami perasaan serta pandangan mereka agar bisa mengerti masalahnya.
3.Ajak semua orang mencari solusi yang baik untuk semua dan jangan ragu untuk minta maaf jika perlu, karena itu menunjukkan bahwa kamu peduli.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Keluaran 28-30

Renungan Pagi - 24 Desember 2024
2024-12-24 20:08:52
Ada orang ketika sedang mengalami kesulitan, kesusahan, maka perilakunya sangat baik, ada orang ketika baru memulai karier, baru memulai pelayanan, sikapnya lemah lembut, tidak punya musuh dan kepada semua orang sikapnya sangat baik, tetapi ketika dia mulai diberkati, maka sikapnya berubah menjadi sombong.
Ingat! Orang yang diberi banyak akan dituntut banyak, karena itu kalau diberi banyak, janganlah kita sombong, kalau diberi banyak artinya harus sadar, bahwa kita perlu lebih banyak lagi berbuat sesuatu untuk pekerajaan sorga.

Quote Of The Day - 24 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-24 18:17:12
Ikut Tuhan itu berat sebab yang kita lawan adalah kuasa kegelapan.

Mutiara Suara Kebenaran - 24 Desember 2024 (English Version)
2024-12-24 18:16:09
Tidak ada keindahan hidup ini tanpa menjadi anak kesukaan Allah.

PdtTHE FOOLISH WAY - 24 Desember 2024 (English Version)
2024-12-24 18:15:10
God has many creations—perfect, beautiful, extraordinary. However, only human beings can please Him, creatures endowed with thoughts and feelings. With these thoughts and feelings, humans can love God or not love Him; they can glorify God or not glorify Him. It is truly remarkable and extraordinary that humans possess free will. They can bring themselves to eternal glory or eternal disgrace. They can bring joy to God or grieve Him. They can become God’s beloved children, but they can also become rebels.
If we understand this, we can say, “I choose to please God,” as if we alone can bring joy to Him, as if.
Of course, God gives everyone the opportunity to please Him or not. However, it is as though we are the only ones, so we can say, “If not me, then who?” There’s no need to concern ourselves with others—whether or not they bring joy to God is their responsibility. What matters is that we can present ourselves before God and please Him. Afterward, of course, we help others to act, behave, and live as we do. There is no beauty in life without becoming God’s beloved child. There is no person more accomplished, no one more noble, sublime, or glorious than the person who can please God and bring joy to God the Father.
In Matthew 3:17, God the Father declares, “This is My Son, whom I love; with Him I am well pleased.” This was directed to Jesus Christ. If we claim to be Christians, followers of Christ, then we must not only be Christians but also follow His footsteps. Truly following Jesus means becoming like Him, as stated in Philippians 2:5-7. We can also say, as Paul said in Galatians 2:19-20, “It is no longer I who live, but Christ who lives in me.” To become someone recognized by God the Father, “This is My child whom I love; with them I am well pleased,” must be an absolute goal—more absolute than becoming a scholar, more absolute than having a life partner, more absolute than having children, more absolute than owning facilities, homes, cars, or worldly possessions.
Let us engrave this in our hearts until we can say, “The reason I live is to please Him. The reason I live is to bring Him joy,” reaching a life acknowledged by God because God feels it, and He is not hypocritical. When God says, “This is My child whom I love; with them I am well pleased,” it is an achievement we must attain. Do not feel like a failure just because you lack higher education. Certainly, we should maximize our potential to earn academic degrees to be more effective for God’s work. However, for those of us who, for one reason or another, do not have higher education or degrees, do not make it a problem. Perhaps we also do not have a life partner, children, or family, or maybe we had a family but experienced brokenness. Do not feel like a failure. We still have one opportunity to achieve success with eternal value—the recognition from God: “This is My child whom I love; with them I am well pleased.”
Surely, those acknowledged by God the Father as His pleasing children will enter His Kingdom and become members of His Kingdom family. And this is an absolute truth. The title or address of Jesus as Lord is not valid without following His footsteps, which means doing the Father’s will until we are acknowledged as pleasing to Him. This is why Paul, in 2 Corinthians 5:9-10, says, “So we make it our goal to please Him, whether we are at home in the body or away from it. For we must all appear before the judgment seat of Christ, so that each of us may receive what is due us for the things done while in the body, whether good or bad.” The measure is doing the Father’s will or being pleasing to Him.
But the power of darkness has deceived many people. What is not absolute becomes absolute, and what is absolute is not treated as absolute. Humans have become astray. There is only one absolute: to be pleasing before God and to bring Him joy, so that one day, when we stand before His judgment throne, we will be found pleasing. If we are asked today, “Will you be found pleasing to Him later?” What will our answer be? Most will respond, “I don’t know” or “Hopefully, I will be found pleasing.” This is a dangerous state. For something trivial in comparison to eternity, people seek certainty, such as insurance. Why, then, for being pleasing to God, do we not strive for certainty?Eternity must not be treated in a foolish manner, like those who are without understanding.
ETERNITY MUST NOT BE TREATED IN A FOOLISH MANNER, LIKE THOSE WHO ARE WITHOUT UNDERSTANDING.

CARA YANG BODOH - 24 Desember 2024
2024-12-24 07:36:08
Allah memiliki banyak ciptaan, sempurna, indah, luar biasa. Tetapi, hanya makhluk manusia yang dapat menyenangkan hati Dia, makhluk yang diberi pikiran dan perasaan. Dan dengan pikiran dan perasaan ini, manusia dapat mengasihi Tuhan atau tidak mengasihi Dia; manusia bisa memuliakan Tuhan atau tidak memuliakan Tuhan. Dan sebenarnya, ini suatu hal yang dahsyat atau luar biasa bahwa manusia memiliki kehendak. Selain membawa dirinya sendiri kepada kemuliaan kekal, juga bisa membawa dirinya kepada kehinaan kekal. Bisa menyenangkan, menyukakan hati Allah, tapi juga bisa mendukakan hati Allah. Bisa menjadi anak kesukaan Allah, tetapi juga bisa menjadi pemberontak. Kalau kita mengerti hal ini, kita bisa berkata, "Aku memilih untuk menyenangkan hati Tuhan," seakan-akan hanya diri kita yang bisa menyenangkan hati Allah, seakan-akan.
Tentu Tuhan memberi kesempatan kepada semua orang untuk menyenangkan hati Tuhan atau tidak. Tetapi, seakan-akan hanya kita sendiri, sehingga kita bisa berkata, "Kalau bukan aku, siapa?" Tidak perlu mempersoalkan orang lain; apakah orang lain menyukakan hati Tuhan atau tidak, itu urusan masing-masing. Yang penting, kita sendiri bisa memperhadapkan diri kita di hadapan Allah dan menyenangkan Dia. Yang kemudian, tentunya kita menolong sesama kita untuk bisa bertindak, berperilaku, dan bersikap seperti kita bersikap. Tidak ada keindahan hidup ini tanpa menjadi anak kesukaan Allah. Tidak ada orang yang lebih berprestasi, tidak ada orang yang lebih agung, luhur, dan mulia daripada orang yang bisa menyenangkan hati Tuhan, menyenangkan hati Allah Bapa.
Di dalam Injil Matius 3:17, Allah Bapa menyatakan satu pernyataan sekaligus satu deklarasi, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan.” Dan itu ditujukan kepada Tuhan Yesus. Jika kita mengaku Kristen, pengikut Kristus, tentu bukan saja kita menjadi orang Kristen, tetapi mengikut jejak-Nya. Mengikut jejak Yesus dengan sungguh-sungguh, sehingga kita menjadi serupa dengan Yesus, sesuai yang dikatakan dalam Filipi 2:5-7. Kita juga bisa berkata seperti Paulus berkata di Galatia 2:19-20, "Hidupku bukan aku lagi, tapi Kristus yang hidup di dalam aku." Menjadi seorang yang diakui oleh Allah Bapa, “Inilah anak-Ku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan,” harus kita terima sebagai kemutlakan, lebih mutlak dari menjadi seorang sarjana, lebih mutlak dari memiliki teman hidup, lebih mutlak dari memiliki anak, lebih mutlak dari memiliki fasilitas, rumah, mobil, atau harta dunia ini.
Mari kita goreskan di dalam hati kita, sampai kita bisa berkata, "The reason I live is to please Him. Alasan aku hidup adalah menyenangkan Dia," mencapai kehidupan yang diakui oleh Allah, karena Allah merasakannya dan Dia tidak munafik. Tuhan berkata, “Ini anak-Ku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan” adalah pencapaian yang harus kita miliki. Jangan merasa gagal hanya karena kita tidak berpendidikan tinggi. Tentu, kita harus memaksimalkan potensi untuk bisa memiliki gelar pendidikan supaya kita semakin efektif bagi pekerjaan Tuhan. Tapi bagi kita yang karena satu dan lain hal, tidak memiliki pendidikan tinggi, tidak memiliki gelar, jangan jadikan itu masalah. Mungkin kita juga tidak memiliki teman hidup, tidak memiliki anak, tidak memiliki keluarga, atau mungkin pernah berkeluarga tapi mengalami kegagalan berumah tangga, jangan merasa gagal. Kita masih memiliki satu kesempatan untuk mencapai keberhasilan yang bernilai abadi, yaitu pengakuan dari Allah: “Inilah anak-Ku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan.”
Pasti orang-orang yang diakui oleh Allah Bapa sebagai anak yang berkenan kepada-Nya akan masuk ke dalam Kerajaan Allah, menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Dan ini satu kemutlakan. Sebutan atau panggilan kepada Yesus sebagai Tuhan tidaklah sah tanpa mengikuti jejak hidup-Nya, yaitu melakukan kehendak Bapa sampai diakui menyenangkan Dia, berkenan di hadapan Allah. Itulah sebabnya Paulus, di dalam 2 Korintus 5:9-10, mengatakan, "Baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya. Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.” Dan ukurannya adalah melakukan kehendak Bapa atau berkenan kepada-Nya.
Tapi kuasa kegelapan, telah menipu banyak orang. Apa yang tidak mutlak menjadi mutlak, yang mutlak tidak dimutlakkan. Manusia menjadi sesat. Yang mutlak itu satu hal saja: berkenan di hadapan Allah, menyenangkan hati-Nya. Supaya suatu hari ketika kita berdiri di hadapan takhta pengadilan Allah, kita dijumpai berkenan. Kalau hari ini kita ditanya, "Apakah nanti kita didapati berkenan atau tidak?" Apa jawab kita? Pada umumnya kita akan menjawab, “Tidak tahu” atau “Mudah-mudahan nanti berkenan." Ini keadaan yang berbahaya. Untuk sesuatu yang tidak berarti saja jika dibandingkan dengan masalah kekekalan, orang mau punya kepastian; misalnya asuransi. Mengapa untuk berkenan kepada Allah, kita tidak berusaha untuk memiliki kepastian? Kekekalan tidak boleh kita perlakukan dengan cara yang bodoh, seperti orang-orang yang tidak berakal.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KEKEKALAN TIDAK BOLEH KITA PERLAKUKAN DENGAN CARA YANG BODOH, SEPERTI ORANG-ORANG YANG TIDAK BERAKAL.

Bacaan Alkitab Setahun - 24 Desember 2024
2024-12-24 07:11:31
2 Timotius 1-4

Truth Youth 23 Desember 2024 (English Version) - THE LORD'S PRAYER: SUFFICIENCY
2024-12-23 17:49:59
"Give us today our daily bread." (Matthew 6:11)
"It’s easier to imagine the end of the world than the end of capitalism." This phrase honestly expresses the reality of today’s world, which is heavily capitalist and infiltrates even the smallest aspects of life. Capitalism and free markets condition people to constantly compete for personal gain, making the concept of sufficiency less relatable, even foreign, to many Christians. Unknowingly, many Christians today chase after Mammon, forgetting to be content.
In the Lord’s Prayer, Jesus teaches us to be content (Matthew 6:11). This meaning is often overlooked in our readings, so in practice, we rarely embrace sufficiency. The moral implication here suggests that Christians are called to live in sufficiency, not material abundance. This does not mean Christians must be poor. It's okay to be wealthy, but if we're not, that's also fine. As long as we have food and clothing, that is enough (1 Timothy 6:8). If God trusts us with Mammon or assets (both tangible and intangible), we are to use them for His work (Luke 16:9).
We must always remember that our whole life is an act of worship to God. Time and again, God’s Word explicitly teaches us to be content with what we have. In a more radical sense, having food and clothing is enough. 1 Timothy 6:9-10 implies that the desire to be rich, love of money, and the pursuit of wealth are the roots of all evil, causing harm, destruction, and even the downfall of humans. Learn to be content so that we are not attached to anything or anyone except God Himself.
WHAT TO DO:
- Learn to limit your desires.
- Work enough, but not excessively.
- Use Mammon to help others.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Peter 1-5
▪︎ 2 Peter 1-3

Truth Youth 23 Desember 2024 - DOA BAPA KAMI: KECUKUPAN
2024-12-23 17:47:05
”Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” (Matius 6:11)
“Lebih mudah membayangkan akhir dunia daripada akhir kapitalisme.” Ungkapan ini merupakan ekspresi jujur terhadap realitas dunia hari ini yang sangat kapitalis, yang merasuk hingga ke sendi-sendi kehidupan yang paling kecil. Kapitalisme dan pasar bebas mengondisikan manusia untuk terus-menerus bersaing demi keuntungan pribadi sehingga kini rasa cukup menjadi frasa yang kurang relate, bahkan asing di telinga orang-orang Kristen. Tanpa disadari, banyak orang Kristen hari ini begitu mengejar Mamon sampai lupa mencukupkan diri.
Dalam Doa Bapa Kami, Tuhan Yesus mengajar kita untuk mencukupkan diri (Mat. 6:11). Pemaknaan ini sering kali luput dalam pembacaan sehingga pada praktiknya kita jarang sekali mencukupkan diri, padahal implikasi moralnya menyiratkan bahwa orang Kristen itu terpanggil untuk hidup dalam kecukupan dan bukan kelimpahan material. Bukan berarti orang Kristen itu harus miskin. Sebisa mungkin kaya, tetapi kalaupun tidak kaya juga tidak masalah. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah (1 Tim. 6:8). Kalaupun Tuhan memercayakan Mamon atau aset (baik yang berwujud maupun yang tak berwujud) kepada kita, itu pun harus digunakan untuk pekerjaan Tuhan (Luk. 16:9).
Kita harus senantiasa mengingat bahwa seluruh hidup kita adalah ibadah kita kepada Tuhan. Berulang kali Firman Tuhan menyatakan secara eksplisit untuk mencukupkan diri dengan apa yang ada pada kita, bahkan dalam tahapan yang lebih radikal, asal ada makanan dan pakaian, cukup. Dalam 1 Timotius 6:9-10 menyiratkan bahwa sikap hati yang ingin kaya, cinta uang, dan memburu uang merupakan akar dari segala kejahatan yang menyiksa, mencelakakan, bahkan membinasakan manusia. Belajarlah merasa cukup sehingga kita tidak memiliki kemelekatan dengan apa pun dan siapa pun, kecuali Tuhan sendiri. Selamat belajar kebenaran.
WHAT TO DO:
1.Belajar membatasi keinginan
2.Bekerja secukupnya
3.Gunakan Mamon untuk menolong orang lain
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Petrus 1-5
▪︎ 2 Petrus 1-3

Renungan Pagi - 23 Desember 2024
2024-12-23 17:45:15
<
Dunia kita hari-hari ini penuh dengan orang-orang yang mabuk, mabuk harta, mabuk kekayaan, mabuk kenikmatan dan mabuk segala kesenangan dunia, sehingga banyak orang melakukan kecurangan dan korupsi.
Tetapi kalau kita tetap mempertahankan kebenaran, maka akan melihat kemuliaan dan kuasa Tuhan yang dahsyat selalu dinyatakan dalam hidup kita.
Mari menjadi orang percaya yang sadar dan hidup dalam kebenaran dengan membuang segala kemabukan dan hidup kudus dalam firman Tuhan, sehingga kita dapat mengalami hal-hal yang baik dari Tuhan.

Quote Of The Day - 23 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-23 17:43:32
Hari-hari ini Iblis menipu kita dengan membuat kita menipu diri sendiri dengan merasa seakan-akan kita berguna, tapi ternyata kapasitas diri kita buruk sehingga kita malah berbuat dosa dalam pelayanan.

Mutiara Suara Kebenaran - 23 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-23 17:42:06
Jadikan Tuhan satu-satunya kesibukan, kesenangan, kepentingan, dan urusan kita. Kita hanya menumpang di bumi, maka tinggalkan dunia dengan segala kesenangannya.

LIVING IN THE ARMOSPHERE IN GOD'S KINGDOM - 23 Desember 2024 (English Version)
2024-12-23 17:40:21
We must position ourselves correctly, aligning with God's will, and cease seeking happiness from this world. Consequently, we should not pursue worldly pleasures. Therefore, in all our endeavors—education, career, family life—we must act for the Lord, preparing ourselves for the heavenly Canaan. 1 Corinthians 10:6 and other scriptures warn that the Israelites who perished in the wilderness serve as examples for us, indicating the real possibility of failing to reach the promised land. As Scripture states, "Many are called, but few are chosen."
We must strive to conclude our lives well, courageously asking, "Is there any sin, no matter how small or subtle, that I still commit? I want to confess and repent." This is achievable if we genuinely abandon the pursuit of worldly happiness. While we may still enjoy good food, restful sleep, and family vacations, we must not be attached to this world. When purchasing items, it should not be for show or self-esteem but out of necessity. We must distinguish between desires and needs—needs that enable us to live in devotion to God. Our principle should be: "My sole occupation is the Lord; my sole concern is the Lord; my sole interest is the Lord; my sole purpose in life is the Lord; my sole happiness is the Lord; my sole world is the Lord."
Do we understand the significant cost of fulfilling this? God must become our sole interest. Thus, whether studying to become a doctor, a legal expert, or mastering information technology, it should all be for God, not ourselves. Even in relationships, we should seek partners according to God's will, marry in holiness, raise godly children, and establish families that truly glorify God. Everything we do should be for the Lord. For those of us who have earnestly immersed ourselves in God, we realize how challenging this journey is, often feeling as though we are not progressing. Yet, we must persist.
This is what Jesus meant by "Your kingdom come." But how do we live our lives in the atmosphere of God's Kingdom? Those who live in the atmosphere of God's Kingdom will enter it. Conversely, those who live in the atmosphere of the worldly kingdom cannot enter. Heaven and hell are realities we begin to build here on earth. If our pleasures are rooted in the world, its entertainment, spectacles, and branded goods, we are bound by worldly attachments and will not enter heaven. It's not wrong to use branded items if they are part of our provision, but finding happiness in them is misguided. We should not derive our self-worth or joy from such possessions.
Scripture asks, "What good is it for someone to gain the whole world, yet forfeit their soul?" The soul's value surpasses all worldly wealth combined. If a soul is so precious, then God is infinitely more valuable than all the riches of the universe. Therefore, possessing God and fellowship with Him should make us feel wealthier than anything else. Typically, such individuals are willing to do anything for God. Let's detach from the world! When the Bible says, "If we have food and clothing, we will be content with that," it's signaling us to leave worldly attachments behind. Let us pass through our days, for the Kingdom of Heaven is far more beautiful than anything on earth.
Some of us may not struggle economically and can enjoy life comfortably, but let's choose the Kingdom of Heaven and dedicate all we have to it without reservation. Make God our sole occupation, joy, interest, and concern. We are merely sojourners on earth; therefore, let us leave behind the world and its pleasures. We are the spiritual Israelites journeying from the Egypt of this world to the heavenly Canaan. In the coming days, we will experience God's visitation more profoundly. We are heading home to heaven. Let's prepare ourselves to return together!
THOSE WHO LIVE IN THE ATMOSPHERE OF GOD'S KINGDOM WILL ENTER IT.

HIDUP DALAM SUASANA KERAJAAN ALLAH
2024-12-23 17:38:05
Kita harus memiliki posisi, tempat, atau keberadaan yang tepat sesuai dengan yang Allah kehendaki. Maka, kita jangan mengharapkan lagi kebahagiaan dari dunia ini. Yang oleh karenanya, kita tidak akan mencari kebahagiaan dari dunia. Jadi, kalau kita melakukan segala sesuatu; sekolah, studi, kuliah, karier, kerja, berkeluarga, semua harus kita lakukan untuk Tuhan; artinya, kita melakukan semua itu sebagai persiapan kita untuk menuju Kanaan surgawi. Dalam 1 Korintus 10:6 dan ayat-ayat lain mengatakan, bahwa bangsa Israel yang sebagian besar tewas di padang gurun itu menjadi contoh bagi kita. Jadi, kemungkinan untuk tewas di padang gurun itu, ada. Dan kenyataan hari ini, seperti yang dikatakan firman Tuhan, “Banyak yang dipanggil, sedikit yang dipilih.”
Kita harus mengakhiri sisa umur hidup kita dengan baik. Kita harus berani berkata, "Masih adakah dosa yang kulakukan, sekecil apa pun, sehalus apa pun dosa itu? Aku mau akui dan aku mau bertobat." Dan semua itu bisa kita lakukan kalau kita sungguh-sungguh tidak mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini. Kita masih bisa makan enak, tidur nyenyak, wisata dengan keluarga, tapi sudah tidak akan terikat dengan dunia ini. Kalau membeli barang, bukan untuk pamer atau menaikkan harga diri, melainkan karena barang yang memang kita butuhkan. Kita bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan; yaitu kebutuhan untuk dapat menjalani hidup dalam pengabdian kepada Tuhan. Maka prinsip kita haruslah ini: “Satu-satunya kesibukanku adalah Tuhan; satu-satunya urusanku adalah Tuhan; satu-satunya kepentinganku adalah Tuhan; satu-satunya tujuan hidupku adalah Tuhan; satu-satunya kebahagiaanku hanyalah Tuhan; satu-satunya duniaku adalah Tuhan.”
Namun, mengertikah kita betapa mahal harga yang harus kita bayar untuk memenuhi ini? Tuhan haruslah menjadi satu-satunya kepentingan kita. Jadi, kalau kita studi, mau jadi dokter, mau jadi ahli hukum, mau kuasai teknologi informasi, dan lain sebagainya, itu semua untuk Tuhan, bukan untuk kita. Kalau pacaran, juga pacaran untuk Tuhan. Cari pacar yang sesuai kehendak Tuhan, dan menikahlah dalam kekudusan, melahirkan anak-anak yang perkasa di bumi, menjadi keluarga yang sungguh-sungguh memuliakan Allah. Segala sesuatu yang kita lakukan harus kita lakukan untuk Tuhan. Bagi kita yang sudah mati-matian untuk tenggelam di dalam Tuhan, mengerti betapa tidak mudahnya itu, rasanya tidak sampai-sampai. Tapi kita jalani terus.
Ternyata itulah yang dimaksud Tuhan Yesus dengan kalimat, "Datanglah Kerajaan-Mu." Tapi, bagaimana kita menyelenggarakan dan menggelar hidup ini dalam suasana Kerajaan Allah? Orang yang hidup dalam suasana Kerajaan Allah, akan masuk Kerajaan Allah. Orang yang hidup dalam suasana kerajaan dunia, tidak bisa masuk. Jadi, surga neraka sudah dibangun oleh kita sejak di bumi ini. Kalau kesenangan kita adalah dunia, hiburan dunia, tontonan dunia, barang-barang branded, maka kita pasti tidak akan masuk surga. Manusia semacam ini merupakan manusia yang diikat oleh percintaan dunia. Tidak salah kita pakai barang branded, kalau memang itu bagian kita. Tetapi kalau barang branded menjadi kebahagiaan, itu yang salah. Jangan merasa memiliki nilai diri dan dapat dibahagiakan dengan barang itu.
Firman Tuhan mengatakan, “Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, kalau jiwanya binasa?” Jadi, jiwa itu lebih berharga dari seluruh harta di dunia ini jika dikumpulkan. Kalau harga jiwa sampai sedemikian, tentu Allah lebih tinggi dari nilai harta seluruh dunia bahkan seluruh jagat raya. Mestinya, kalau seseorang merasa memiliki Tuhan dan memiliki persekutuan dengan Tuhan, maka ia pasti merasa memiliki kekayaan lebih dari apa pun. Dan biasanya, pastinya bahkan, orang itu rela berbuat apa pun demi Tuhan. Mari kita tinggalkan dunia! Jadi, kalau Alkitab berkata, "Asal ada makanan, pakaian cukup," itu sebenarnya sinyal untuk kita meninggalkan dunia ini. Lewati saja hari kita, sebab Kerajaan Surga jauh lebih indah dari apa pun yang ada bumi.
Mungkin sebagian kita bukanlah orang yang gagal secara ekonomi, kita bisa menikmati hidup dengan keuangan yang cukup, tapi mari kita memilih Kerajaan Surga dan menyerahkan apa pun yang kita miliki untuk Kerajaan Surga tanpa batas. Jadikan Tuhan satu-satunya kesibukan, kesenangan, kepentingan, dan urusan kita. Kita hanya menumpang di bumi, maka tinggalkan dunia dengan segala kesenangannya. Kita menjadi barisan Israel rohani yang bergerak dari Mesir dunia sampai ke Kanaan surgawi. Dan kita buktikan hari-hari ke depan bagaimana lawatan Allah akan lebih kita rasakan. Kita pulang ke surga. Ayo, kita berkemas-kemas untuk pulang bersama!
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG HIDUP DALAM SUASANA KERAJAAN ALLAH, AKAN MASUK KERAJAAN ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 23 Desember 2024
2024-12-23 12:53:06
Ibrani 11-13

Truth Kids 22 Desember 2024 - KETAATAN YANG MEMBANGUN KARAKTER
2024-12-23 12:47:57
Roma 13:1
”Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.”
Hari ini, Dika merasa kesal karena banyak tugas yang harus dikerjakan. "Mengapa harus ada peraturan di sekolah?" keluhnya. Teman dekatnya, Rani, mencoba memberi semangat. "Dika, peraturan itu penting! Kita harus menaati semua peraturan yang ada, termasuk yang di sekolah," ujarnya. Dika mulai berpikir, "Benar juga, Rani."
Sobat Kids, seperti yang tertulis dalam Roma 13:1, "Setiap orang harus takluk kepada pemerintah yang tinggi, karena tidak ada pemerintah yang tidak datang dari Allah." Ketaatan kita terhadap peraturan, baik di sekolah maupun di rumah, mencerminkan penguasaan diri kita. Saat kita mematuhi aturan, kita menunjukkan rasa tanggung jawab dan disiplin. Ketika Dika akhirnya menyelesaikan tugasnya, ia merasakan kebanggaan yang mendalam.
Marilah kita berusaha untuk menaati peraturan, karena ketaatan bukan hanya tentang mengikuti aturan, tetapi juga tentang membangun karakter yang baik. Dengan menguasai diri, kita menjadi pribadi yang lebih baik dan siap menghadapi tantangan di masa depan. Ayo, jadikan ketaatan sebagai bagian dari hidup kita sehari-hari!

Truth Junior 22 Desember 2024 - TAAT PERATURAN
2024-12-23 12:46:18
Roma 13:1
”Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah.”
Kita bersyukur, pemerintah negara Indonesia memberikan kebebasan bagi rakyatnya menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing. Indonesia juga baru saja memiliki presiden dan wakil presiden yang baru. Para menteri yang akan membantu presiden menjalankan pemerintahan di negara ini juga sudah dilantik. Kita sebagai rakyat bangsa Indonesia perlu taat kepada peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Sobat Junior, kita harus menguasai diri agar dapat menaati peraturan yang telah ditetapkan. Peraturan dibuat untuk ditaati. Pasti kalian ingin Indonesia menjadi negara yang maju, bukan? Tugas kita semua, setiap warga negara Indonesia, untuk menciptakan ketertiban di negara kita.
Ayat firman Tuhan hari ini juga mengingatkan kita untuk menaati peraturan. Peraturannya bisa di sekolah, di rumah, bahkan saat di jalan. Pasti sekolah Sobat Junior memiliki peraturan. Begitu juga di rumah, orang tua kalian pasti memiliki peraturan yang harus kalian taati. Bagaimana di jalan raya? Tentu saja kalian belum bisa mengendarai motor atau mobil di jalan raya, tetapi kalian bisa mengingatkan orang yang menyetir untuk menaati peraturan lalu lintas. Saat lampu merah, harus berhenti.
Sikap taat yang kita lakukan setiap saat menunjukkan penguasaan diri, sesuai dengan buah Roh yang kita pelajari hari ini. Yuk, Sobat Junior, kita menjadi teladan dalam menaati peraturan yang ada, di mana pun kita berada. Saat tidak ada orang yang memperhatikan pun, kita mau tetap taat. Kalian pasti bisa!

Truth Youth 22 Desember 2024 (English Version) - OVERCOMING YOURSELF?
2024-12-22 22:19:41
"We are hard pressed on every side, but not crushed; perplexed, but not in despair; persecuted, but not abandoned; struck down, but not destroyed." (1 Corinthians 4:8-9)
Persecution and suffering don’t always come from evil people with the intent to hurt us—it often depends on the context of the times. Did you know that today, persecution often comes from within ourselves, especially for Generation Z and Alpha, who have grown up in a world filled with technological advancement? The pressure from social media has a huge impact on a person’s mental state, often making them feel worthless.
The greatest challenge faced by today’s generation is self-inflicted persecution or intimidation, caused by the success of others displayed on social media, while they themselves have not achieved the same success. While social media can bring positive influences, it also brings negativity for those who have not succeeded financially, causing them to lose focus and forget that their future is in God’s hands.
Self-intimidation is caused by many factors, and one of them is social media, which becomes a tool for the powers of darkness to distract us from the power of God’s Word. Today’s youth are often fragile and overly emotional when faced with problems, especially when they feel they have failed to achieve what they desire. Failure leads to frustration, stress, and even depression, providing an opportunity for the enemy to bring us down and steal our hope in trusting God. The biggest problem is feeling worthless, which actually signals a lack of trust in God.
Paul, in facing persecution, endured challenges from external sources—people who imprisoned and beat him—but he remained steadfast and demonstrated strong trust in God.
Therefore, to overcome the persecution we place on ourselves, we need to strengthen our trust in God. How much have you built a relationship with God through prayer? Bible reading? Listening to sermons? These are crucial for drawing closer to Him and trusting the One we rely on—God. When we grow closer to Him correctly, we will feel valuable because we know He holds all control over our lives, and this is for those who persevere and obey His love.
WHAT TO DO:
- Learn to trust God as the holder of your future.
- Be patient and persistent in prayer.
- Remind yourself that you are valuable in God’s eyes.
BIBLE MARATHON:

Truth Youth 22 Desember 2024 - KALAHKAN DIRIMU?
2024-12-22 22:16:13
”Dalam segala hal kami ditindas, namun tidak terjepit; kami habis akal, namun tidak putus asa; kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian, kami dihempaskan, namun tidak binasa” (1 Korintus 4:8-9)
Aniaya dan penderitaan tidak selalu datang dari orang jahat yang punya niat untuk melukai, tergantung konteks zamannya. Tahukah kamu, bahwa zaman sekarang aniaya sering muncul dari dalam diri sendiri, terutama bagi generasi Z dan Alpha yang lahir di dunia yang dipenuhi kemajuan teknologi. Tekanan dari media sosial memberikan dampak yang sangat besar pada jiwa seseorang, sehingga ia merasa tidak berharga. Tantangan terbesar yang dihadapi oleh generasi sekarang adalah aniaya atau intimidasi dari diri sendiri yang diakibatkan karena melihat keberhasilan banyak orang yang muncul di media sosial, sementara ia masih belum berhasil. Pengaruh media sosial selain mendatangkan hal positif, juga mendatangkan hal negatif bagi mereka yang masih belum berhasil secara finansial, sehingga menghilangkan fokus mereka bahwa masa depan dipegang oleh Tuhan.
Intimidasi dari diri sendiri disebabkan oleh banyak hal, dan memang salah satunya adalah media sosial yang juga menjadi sarana kuasa kegelapan dalam mengalihkan perhatian kita dari kuasa firman Tuhan. Generasi muda sekarang sangat cepat rapuh dan selalu terbawa perasaan ketika menghadapi banyak masalah, terutama ketika merasa gagal meraih sesuatu yang didambakan. Kegagalan mendatangkan frustrasi, stres bahkan depresi yang juga menjadi kesempatan Iblis untuk terus mengupayakan kejatuhan sehingga tidak ada lagi semangat hidup memercayai Tuhan. Masalah terbesar yang terjadi sekarang ini adalah merasa tidak berharga, yang juga sebenarnya memberikan isyarat bahwa kepercayaan akan Tuhan yang sangat minim. Paulus dalam menghadapi penderitaan, walaupun konteks tantangannya datang dari luar dirinya yaitu orang-orang yang memenjarakan, memukul dan lain sebagainya, tetapi ia bertahan dan menunjukkan percayanya yang kuat pada Tuhan.
Oleh karena itu, hal yang perlu ditingkatkan dalam mengalahkan atau aniaya dari diri sendiri adalah berjuang meningkatkan rasa percaya kita kepada Tuhan. Seberapa banyak kamu membangun hubungan kepada Tuhan lewat doa? Baca Alkitab? Dengar khotbah? Semuanya itu mutlak untuk membuat kita dekat dan percaya sosok yang kita percayai yaitu Tuhan. Ketika kita dekat dengan Dia secara benar, maka kita akan merasa berharga karena kita tahu Dia yang memegang seluruh kendali atas hidup kita, yaitu hanya bagi mereka yang bertekun dan taat mengasihi Dia.
WHAT TO DO:
1.Belajar memercayai Tuhan sebagai pemegang masa depan
2.Sabar dan bertekun dalam doa
3.Katakan bahwa kamu berharga di mata Tuhan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Keluaran 17-20

Renungan Pagi - 22 Desember 2024
2024-12-22 22:06:43
Di manapun, kapanpun dan bersama siapapun, tetaplah menjadi yang terbaik; terbaik dalam melaksanakan tugas, terbaik dalam bersikap, dan terbaik dalam menanggapi persoalan.
Jika semua itu sudah dilakukan, bukan tidak mungkin kita juga akan mendapatkan hasil yang terbaik.

Quote Of The Day - 22 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-22 22:03:10
Adalah kehormatan kalau kita menjadi kawan sekerja Allah, karena hanya orang yang menjadi kawan sekerja Allah yang benar-benar menderita bersama Yesus, dan hanya orang yang benar-benar menderita bersama Yesus yang akan dimuliakan bersama Yesus.

Mutiara Suara Kebenaran - 22 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-22 21:35:54
Adalah kehormatan kalau kita menjadi kawan sekerja Allah, karena hanya orang yang menjadi kawan sekerja Allah yang benar-benar menderita bersama Yesus, dan hanya orang yang benar-benar menderita bersama Yesus yang akan dimuliakan bersama Yesus.

EXTREME LIVING FOR GOD - 22 Desember 2024 (English Version)
2024-12-22 21:34:39
Baptism is a symbol of death. Therefore, those who are baptized must be willing to die to the world and live for God. Not only church members but even pastors often have not died to the world; they still live for the world, enjoying worldly pleasures and taking pride in worldly achievements. This is the result of long-standing misguided teaching from previous generations of Christians, who inherited a faith that had significantly declined. The Bible says, “Christ died for all so that those who live should no longer live for themselves but for Him who died and was raised for them.” Those who live for God and die to the world can no longer sin. And that is indeed extreme—being fanatical for Jesus Christ. Only then will our love burn brightly.
Ironically, many of us merely recite prayers without truly praying. We don’t sincerely plead with God but just utter words of supplication. Many do not genuinely worship God; they merely say words of worship because they still love their flesh and the world. Yet, the Father is pleased to give us the Kingdom, the palace of glory. True Christianity, genuine Christianity, does not merely make people religious. Christianity as a religion has darkened the truth and the purity of following Jesus Christ. Christianity has deceived people by emphasizing liturgical life and church activities. True Christianity does not simply teach people to go to church. True Christianity teaches people to put to death their flesh and old self. If Christianity only teaches rituals, worship, and church attendance without teaching death to the world, it deceives.
Many souls are lost—living in poverty in this world, struggling, and then dying without hope. Even for those of us who are already faithful, we often have not reached the peak of holiness or God’s utmost favor. We are not serious about attaining abundant spiritual blessings, becoming people considered holy in God’s eyes. Let us not end up like others who no longer desire heaven, especially after witnessing moral failures by pastors or financial improprieties in churches. Many feel justified in abandoning their pursuit of God and heaven. We must separate ourselves from the world. Change your routines. Separate yourself; focus only on work, family, and God—spiritual activities. Avoid anything else. If we still gather with people who do not fear God or maintain certain hobbies, we are destroying ourselves. Must we be that extreme? If something more extreme is required, we should do it because this concerns eternal destiny.
We must dare to leave the world and live an extreme life for God. We cannot be with God if we still love the world, for God desires our hearts to be wholly devoted to Him. If your heart is not fully devoted now, you must keep learning until it is. Especially as we grow older—what else are we searching for? Forget all worldly pleasures and pride. Prepare yourself to return to the new heavens and the new earth. What the Bible teaches, we must take seriously, and the Holy Spirit will help us become like Jesus. Remember, if we still honor possessions, enjoy praise, or seek status, it means we cannot honor God, and we cannot become a pure bride. A pure bride means a heart undivided by anyone or anything.
Even if we love our wife, children, and family, it should not be because they are our flesh and blood but because of God. So, when our family disappoints us, we will not be disheartened because we do not demand their love. Instead, we love, care for, and nurture them for God’s sake. Be thankful and prepare to welcome the new heavens and new earth, where we will have a perfect home—the Kingdom of our Lord Jesus Christ. Do not allow yourself to be influenced by friends, companions, or anything that hinders you from achieving God’s holiness. Do not fear losing friends, for God will surely provide good friends. Imagine yourself standing before God the Father. What would His attitude be toward us? We cannot suddenly love and honor Him without knowing Him or His character. Thus, even now on earth, we must worship, honor, and love God. We live in the midst of the world, but not as children of the world, not living by worldly standards.
THOSE WHO LIVE FOR GOD AND DIE TO THE WORLD CAN NO LONGER SIN. AND THAT IS INDEED EXTREME.

KEHIDUPAN EKSTREM UNTUK TUHAN - 22 Desember 2024
2024-12-22 21:32:32
Baptisan adalah lambang kematian. Jadi, orang yang dibaptis adalah orang yang harus berani mati terhadap dunia dan hidup untuk Allah. Jangankan jemaat, pendeta pun banyak yang belum mati terhadap dunia, masih hidup bagi dunia, masih punya kesenangan-kesenangan dunia dan kebanggaan-kebanggaan dunia. Itu merupakan hasil dari salah asuh yang panjang dari orang-orang Kristen pendahulu kita yang mewarisi kekristenan yang telah sangat merosot. Alkitab mengatakan, “Kristus telah mati untuk kita semua supaya kita yang hidup tidak lagi hidup untuk diri sendiri, tapi untuk Dia yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.” Orang yang hidup bagi Tuhan dan mati terhadap dunia, tidak bisa berbuat dosa lagi. Dan itu memang ekstrem. Fanatik kepada Tuhan Yesus. Nanti cinta kita akan menyala.
Ironis, banyak di antara kita hanya mengucapkan kalimat doa, tapi tidak berdoa. Kita tidak sungguh-sungguh memohon, tapi mengucapkan kalimat permohonan. Banyak orang yang tidak menyembah Tuhan, hanya mengucapkan kalimat penyembahan karena masih mencintai dagingnya, mencintai dunia. Padahal Bapa berkenan memberikan Kerajaan itu bagi kita, istana kemuliaan. Kristen yang sesungguhnya, Kristen yang sejati, itu tidak hanya membuat orang beragama. Agama Kristen telah menggelapkan kebenaran, menggelapkan kemurnian pengiringan kepada Tuhan Yesus. Agama Kristen telah menipu dengan mengajarkan kehidupan berliturgi, bergereja. Kekristenan yang sejati tidak hanya mengajarkan orang ke gereja. Kekristenan sejati mengajarkan orang mematikan seluruh kedagingannya dan manusia lamanya. Jika agama Kristen yang hanya mengajarkan berliturgi, kebaktian, ke gereja, tapi tidak mengajarkan kematian terhadap dunia, itu menipu.
Banyak jiwa terhilang. Sudah hidup dalam kemiskinan di dunia ini, susah hidup, lalu mati pun tidak punya pengharapan. Dan sebagian kita yang sudah setia seperti ini, masih belum sampai pada puncak kesucian, puncak keberkenanan di hadapan Allah. Kita tidak serius untuk meraih sebanyak-banyaknya berkat rohani, sehingga menjadi orang yang dikategorikan saleh di mata Tuhan, dikategorikan orang suci di hadapan Tuhan. Jangan sampai kita seperti yang lain, tidak tertarik lagi ada surga. Apalagi, kalau sudah melihat pelanggaran moral yang dilakukan pendeta atau ketidakpatutan gereja dalam soal uang dan lain-lain. Orang merasa punya pembenaran untuk tidak perlu mencari Tuhan dan surga. Kita harus meninggalkan dunia, harus memisahkan diri dari dunia. Buat rutinitas kita berubah. Pisahkan diri, urusan kita hanya pekerjaan, keluarga, dan Tuhan, kegiatan rohani. Jangan ada yang lain. Kalau masih kumpul-kumpul dengan orang yang tidak takut akan Tuhan, masih punya hobi-hobi tertentu, kita membinasakan diri sendiri. Apakah harus seekstrem itu? Kalau ada yang lebih ekstrem, kita lakukan, karena ini menyangkut nasib kekal.
Kita harus berani meninggalkan dunia dengan kehidupan yang ekstrem untuk Tuhan. Kita tidak bisa bersama Tuhan kalau kita masih mencintai dunia, sebab Tuhan mau hati kita bulat untuk Dia. Kalau sekarang belum bulat, maka kita harus belajar terus sampai bisa bulat. Apalagi kita yang sudah berumur, kita mau cari apa? Lupakan semua kesenangan, kebanggaan dunia dan lain-lain. Persiapkan diri kita pulang ke langit baru, bumi baru. Apa yang Alkitab ajarkan, kita harus mengenakannya dengan serius. Dan Roh Kudus akan menolong kita untuk menjadi seperti Yesus. Ingat, kalau kita masih menghormati harta benda, senang dipuji, kedudukan, berarti kita tidak bisa menghormati Tuhan, dan kita belum bisa menjadi perawan suci. Perawan suci artinya hati yang tidak terbagi oleh siapa pun dan apa pun.
Kalaupun kita mencintai istri, anak-anak, keluarga kita, bukan karena mereka darah daging kita, melainkan karena Tuhan. Sehingga ketika kita dikecewakan oleh keluarga, kita tidak akan kecewa, karena kau tidak menuntut mereka mencintai kita. Sebaliknya, kita mencintai dan memelihara, merawat mereka karena Tuhan. Kita bersyukur, dan kita menyongsong langit baru, bumi baru, di mana kita memiliki rumah yang sempurna, Kerajaan Tuhan kita, Yesus Kristus. Jangan memberi diri diisi oleh teman, sahabat, atau apa pun yang membuat kita tidak bisa mencapai kesucian Allah. Jangan takut kehilangan teman, karena Tuhan pasti akan memberi teman-teman yang baik. Coba kita membayangkan ada di hadapan Allah Bapa. Kira-kira, apa sikap Bapa terhadap kita? Kita tidak bisa tiba-tiba cinta dan hormat, karena kita tidak bisa mencintai dan menghormati orang mendadak tanpa kenal orang atau pribadinya. Maka, sejak di bumi, kita menyembah Allah, menghormati Dia, dan mencintai Dia. Kita hidup di tengah-tengah dunia, tapi tidak hidup seperti anak dunia, tidak hidup dalam kewajaran dunia.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG HIDUP BAGI TUHAN DAN MATI TERHADAP DUNIA, TIDAK BISA BERBUAT DOSA LAGI. DAN ITU MEMANG EKSTREM.

Bacaan Alkitab Setahun - 22 Desember 2024
2024-12-22 10:30:12
Ibrani 7-10

Truth Kids 21 Desember 2024 - MEREDA AMARAH, MENYEBAR DAMAI
2024-12-21 23:03:02
Efesus 4:26
”Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.”
Sobat Kids, pernahkah kalian merasa kesal atau marah pada teman? Kadang, perasaan marah memang muncul, tapi Tuhan tidak ingin kita menyimpan amarah terlalu lama. Kalau kita terus menyimpan amarah di hati, bisa membuat kita jadi tidak bahagia dan susah mengasihi orang lain.
Tuhan mengajarkan kita untuk cepat meredakan amarah dan menguasai diri. Penguasaan diri adalah kemampuan menahan diri supaya tidak melakukan hal yang buruk saat kita marah. Kalau kita berdoa dan minta bantuan Tuhan, Dia akan membantu kita mengendalikan diri supaya kita bisa lebih sabar dan cepat memaafkan.
Ingat, Sobat Kids, Tuhan Yesus sendiri mengampuni orang-orang yang menyakiti-Nya. Jadi, kita juga harus belajar seperti Dia. Jangan biarkan amarah menguasai hati kita terlalu lama, ya! Lebih baik kita berdoa dan meminta hati yang penuh kasih, karena itu yang Tuhan mau. Dengan penguasaan diri, kita bisa hidup lebih damai dan dekat dengan Tuhan.

Truth Junior 21 Desember 2024 - MEREDA AMARAH
2024-12-21 18:16:13
Efesus 4:26
”Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu”
Suatu hari, Tika merasa sangat kesal ketika sahabatnya, Dina, tidak mengajaknya bermain. Tika ingin membalas dendam dan tidak mau bicara dengan Dina lagi. Tapi setelah mengingat kalau Tuhan menginginkan kita mengendalikan amarah, Tika mengambil nafas dalam-dalam, berdoa, dan memutuskan untuk mengajak Dina bicara baik-baik. Ternyata, Dina tidak sengaja melupakan Tika. Dan setelah mereka bicara, masalah selesai tanpa perlu bertengkar.
Sobat Junior, pernahkah kamu merasa sangat marah pada temanmu karena sesuatu yang mereka lakukan? Rasanya ingin terus marah, tapi tahukah kamu bahwa Tuhan tidak ingin kita menyimpan amarah terlalu lama? Tuhan mengingatkan kita, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” Itu artinya, Tuhan ingin kita cepat mengendalikan diri dan meredakan kemarahan sebelum menjadi lebih buruk.
Penguasaan diri adalah kunci untuk meredakan amarah sebelum hal-hal menjadi lebih buruk. Jika kita terus menyimpan amarah, itu bisa merusak hubungan kita dengan orang lain. Jadi, mari kita belajar untuk cepat mengampuni dan tidak membiarkan kemarahan menguasai hati kita.
Mulai hari ini, saat kamu merasa marah, ingatlah untuk berdoa dan minta kekuatan kepada Tuhan untuk mengendalikan dirimu. Bapa pasti senang melihat anak-anak-Nya memilih jalan damai. Yuk, Sobat Junior, kita belajar lebih cepat meredakan amarah dan hidup dengan hati yang penuh kasih!

Truth Youth 21 Desember 2024 (English Version) - TESTIMONY
2024-12-21 18:13:48
"Let your light shine before others, that they may see your good deeds and glorify your Father in heaven." (Matthew 5:16)
The goodness that we have received from God, allowing us to experience life up to this moment, is something we can never repay. Repaying God’s goodness is impossible because He has given us the priceless gift of life itself. God doesn’t demand that we repay His goodness, but through our grateful hearts, His goodness should be visible in our lives, especially to others. How do we testify to God’s goodness?
Being a witness to God’s goodness is our primary task as the light that should be seen and felt by everyone in need. Consider this illustration: a young person walking at night with a small lantern. The light from the lantern is not very bright, but it helps to light the way. When someone lost in the darkness of the night sees the lantern's light, they can follow it and find their way home safely. This illustrates how even a small act of kindness can bring salvation to someone.
For example, if a hungry street child or an elderly man begging for food is helped by you, and you give them something to eat, you help them overcome their hardship that day. You become an instrument of God’s care for His creation, helping the elderly man in his time of need.
In conclusion, the kindness we show to others is a true form of thanksgiving, as it demonstrates our care for God’s creation, which He continues to sustain. God preserves His creation, and we, having received His goodness, are the means by which He cares for others.
WHAT TO DO:
- Learn to be thankful by giving and being generous.
- Always remind yourself that you are the light that should shine.
BIBLE MARATHON:
▪︎ James 1-5

Truth Youth 21 Desember 2024 - KESAKSIAN
2024-12-21 18:11:07
”Demikian hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga. ” (Matius 5:16)
Kebaikan yang kita telah dapatkan dari Tuhan atas kehidupan yang masih bisa dirasakan sampai detik ini merupakan hal yang tidak dapat terbalaskan. Membalas kebaikan Tuhan merupakan satu hal yang mustahil untuk kita lakukan, karena dia memberikan hadiah yang tidak ternilai harganya yaitu kehidupan itu sendiri. Tuhan tidak menuntut kita untuk membalas kebaikan-Nya, tetapi secara otomatis lewat rasa ucapan syukur kita, kebaikan Tuhan harus bisa disaksikan dalam hidup kita, terutama kepada sesama makhluk yaitu manusia. Bagaimana memberi kesaksian atas kebaikan Tuhan?
Menjadi saksi atas kebaikan Tuhan tentu merupakan tugas utama kita sebagai terang yang bisa dilihat dan dirasakan oleh setiap orang yang membutuhkan. Ilustrasi, seorang pemuda yang berjalan pada malam hari sambil membawa sebuah lentera kecil. Cahaya lentera kecil tersebut tidak terlalu terang, tetapi itu sudah sangat membantunya untuk menerangi jalan, nah, saat ada seorang yang tersesat di tengah gelapnya malam melihat terang dari lentera tersebut, ia bisa melihat dan mengikuti terang tersebut dan pulang dengan selamat. Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa satu kebaikan kecil bisa mendatangkan keselamatan bagi seseorang. Seandainya ada satu anak jalanan kelaparan atau seorang kakek tua yang mengemis meminta pertolongan karena sudah tidak bisa menahan lapar, tetapi karena kamu dengan sigap memberi pertolongan dan memberi makan, kakek tersebut berhasil melewati masa kesusahannya hari itu juga dan kamu menjadi alat Tuhan untuk memelihara ciptaan-Nya yaitu seorang kakek yang kelaparan pada hari itu.
Sebagai penutup, kebaikan yang diberikan kepada sesama manusia lain merupakan tanda ucapan syukur yang benar, karena kita peduli terhadap ciptaan Tuhan yang juga Ia terus pelihara. Tuhan memelihara ciptaan-Nya yang lain tentu sarananya adalah kita yang telah menerima kebaikan dari-Nya juga.
WHAT TO DO:
1.Belajar mengucap syukur dengan memberi dan tidak pelit
2.Ingatkan selalu dirimu, bahwa kamu adalah terang yang harus bercahaya
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yakobus 1-5

Renungan Pagi - 21 Desember 2024
2024-12-21 18:03:54
Kristus adalah hadiah terindah, Dia adalah hadiah terbaik dan Dia adalah hadiah termahal, karenanya demi apapun kita harus rela tinggalkan agar mendapatkan Kristus, karena jika kita memiliki Kristus, berarti memiliki segala-galanya. Seperti yang dilakukan oleh para gembala setelah mendapatkan kabar dari malaikat Tuhan.
"Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke sorga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: "Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita."
Kristus adalah hadiah terindah, terbaik dan termahal dari Bapa bagi anak-anak-Nya, karena itu tidak ada alasan untuk bersungut-sungut, tetapi setiap kita harus berkata terima kasih buat Betlehem, terima kasih untuk Immanuel, terima kasih karena Allah mau turun mencari kita. Dan kasih-Nya dinyatakan lewat kelahiran-Nya di dunia."
(Lukas 2:15)

Quote Of The Day - 21 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-21 17:43:45
Ada yang lebih besar dari uang karena uang seberapapun tetap bisa dihitung, tapi ada yang tidak bisa dihitung dan bisa unlimited, yaitu hati kita yang mencintai Tuhan sepenuhnya sampai kita tidak menghargai nyawa kita sendiri.

Mutiara Suara Kebenaran - 21 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-21 17:42:24
Untuk melakukan kehendak Bapa, seseorang tidak bisa lagi melakukan kehendak diri sendiri. Sebab prinsipnya adalah: “Baik kamu makan, minum, atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah.”

ENDING THE PATH OF LIFE - 21 Desember 2024 (English Version)
2024-12-21 17:40:30
When we read the Gospel and what the Lord Jesus teaches, Christianity profoundly disrupts and threatens the normal course of human life. Yet this is true Christianity. Because when someone becomes a follower of Jesus, they end their former way of life. All life principles, philosophies, ambitions, pleasures, and desires must be crucified together with Jesus. As the Bible says, we die to the world and live for Christ. Notice, in the Gospel, Jesus did not baptize with water but with the Holy Spirit. Baptism symbolizes death. As stated in Romans 6:4, "We were therefore buried with Him through baptism into death in order that, just as Christ was raised from the dead through the glory of the Father, we too may live a new life."
Speaking of baptism, it is not inherently a Christian tradition. Before Jesus was born in Bethlehem and even during His time, there was a baptism called proselyte baptism. Gentiles or non-Jews who wished to become part of the Jewish community had to be baptized. Through this baptism, non-Jews had to adopt the Jewish way of life. And we know how unique the Jewish lifestyle is-they had to be circumcised, follow dietary laws, and even wear clothing made of materials considered clean. They were required to live according to the Law, tithe, and so on. Their lives underwent a 180-degree transformation, making them alien to their non-Jewish surroundings.
Then we learn about John's baptism. John was sent by God to baptize people so that they would live according to the law and the spirit of the law. John the Baptist’s baptism, as the son of Elizabeth, was a baptism of repentance, so that the Israelites would live morally upright lives, consistently adhering to the Law of Moses. This prepared them to hear the Gospel, which surpasses the Law in quality-the Gospel emphasizes the inner man. Thus, when it is said that John prepared the way for the Lord, it means that those who did not produce good fruits of repentance were urged to bear such fruits. That’s why those who came to John were challenged to produce the fruits of repentance.
However, the baptism of the Holy Spirit is different. A person must enter into a new life—a life as children of God, categorized as coming from above. Jesus gave us an example of how to live as children of God. That’s why the Word of God commands us to be conformed to Jesus. This is absolute; we must be like Jesus. In other words, we must do the will of the Father. For those who do not do the Father’s will shall not enter the Kingdom of Heaven. In Matthew 7:21–23, Jesus said, “Depart from Me, you evildoers. Not everyone who says to Me, ‘Lord, Lord,’ will enter the kingdom of heaven, but only the one who does the will of My Father.”
To do the will of the Father, one can no longer follow their own desires. The principle is: "Whether you eat or drink or whatever you do, do it all for the glory of God." Becoming a believer means surrendering 100% of one's life, as Jesus said in Matthew 6:24, "You cannot serve two masters." Yet Christianity has declined over the centuries, marked by conflicts among Christians, even to the point of killing one another and exclusion, things that Jesus never taught. Even today, we see the legacy of Christians possessed by demons, though outwardly they may appear righteous. They are educated in theology, hold doctorates, yet their words are not those of children of God. Their attitudes toward others are not godly but resemble those of murderers-killing reputations, destroying character, insulting, and belittling others.
However, the baptism of the Holy Spirit is different. A person must enter into a new life-a life as children of God, categorized as coming from above. Jesus gave us an example of how to live as children of God. That’s why the Word of God commands us to be conformed to Jesus. This is absolute; we must be like Jesus. In other words, we must do the will of the Father. For those who do not do the Father’s will shall not enter the Kingdom of Heaven. In Matthew 7:21–23, Jesus said, “Depart from Me, you evildoers. Not everyone who says to Me, ‘Lord, Lord,’ will enter the kingdom of heaven, but only the one who does the will of My Father.”
If we read the Gospel, all who were called to follow Jesus were people who had truly lost their own lives and fully followed Jesus. But Christianity became corrupted by compromises with normal human life. Israel was not meant to be our life model. While they worshiped the true God, Elohim Yahweh, their focus remained on fulfilling physical needs. Their projection was still on the earthly Canaan. In contrast, believers are called to live a new life as children of God, which can only happen if they are led by the Holy Spirit. That is why we are baptized, immersed in the Holy Spirit. Therefore, being baptized is not merely about reaching an age deemed appropriate for baptism, as if it is just a requirement for becoming a "safer" Christian.
When someone becomes a follower of Jesus, they end their former way of life. All life principles, philosophies, ambitions, pleasures, and desires must be crucified together with Jesus.

MENGAKHIRI JALAN HIDUP - 21 Desember 2024
2024-12-21 17:36:10
Kalau kita membaca Injil, apa yang diajarkan Tuhan Yesus, kekristenan itu sangat membahayakan dan mengancam kehidupan normal manusia. Tapi inilah kekristenan yang benar. Sebab ketika seorang menjadi pengikut Yesus, dia mengakhiri jalan hidupnya. Semua prinsip hidup, filosofi, cita-cita, kesenangan, keinginan itu harus disalibkan bersama-sama dengan Yesus. Yang Alkitab katakan bahwa kita mati bagi dunia dan hidup bagi Kristus. Perhatikan, di dalam Injil, Yesus tidak membaptis dengan air, tetapi membaptis dengan Roh Kudus. Baptisan itu lambang kematian. Seperti yang dikatakan di dalam Roma 6:4, "Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru."
Bicara mengenai baptisan, sejatinya itu bukan tradisi Kristen. Sebelum zaman Yesus lahir di Betlehem dan juga sejak zaman Yesus sudah lahir di Betlehem, ada baptisan yang disebut baptisan proselit. Orang yang bukan orang Yahudi, atau orang non-Yahudi, jika menjadi warga Yahudi, mereka harus dibaptis. Dengan baptisan itu, maka orang non-Yahudi tersebut harus hidup dengan cara hidup orang Yahudi. Dan kita tahu, betapa uniknya kehidupan orang Yahudi itu. Harus disunat, bukan hanya makanan, pakaiannya pun juga harus terbuat dari bahan-bahan yang dikategorikan halal. Mereka harus hidup menuruti Taurat, memberi perpuluhan, dan lain sebagainya. Hidupnya berubah 180 derajat, jadi asing di lingkungan orang-orang non-Yahudi.
Lalu, kita mengenal baptisan Yohanes. Yohanes diutus Tuhan untuk membaptis orang-orang supaya hidup menurut hukum, sesuai dengan jiwa hukum itu. Baptisan Yohanes, anak Elisabet, adalah baptisan pertobatan agar manusia atau orang Israel waktu itu bermoral baik, hidup sesuai dengan Hukum Taurat secara konsekuen dan konsisten. Dan itu sebagai persiapan untuk mendengar Injil yang memiliki kualitas lebih tinggi dari Hukum Taurat; Injil yang menekankan batiniah. Jadi, kalau dikatakan bahwa Yohanes mempersiapkan jalan bagi Tuhan, artinya manusia-manusia yang tidak menghasilkan buah-buah pertobatan yang baik harus menghasilkan buah-buah pertobatan yang baik. Itulah sebabnya, orang-orang yang datang, ditantang oleh Yohanes Pembaptis untuk menghasilkan buah pertobatan.
Tetapi, baptisan Roh Kudus, beda. Orang harus masuk dalam kehidupan baru, kehidupan sebagai anak-anak Allah, kehidupan orang-orang yang dikategorikan sebagai berasal dari atas. Dan Tuhan Yesus memberi teladan bagaimana hidup sebagai anak-anak Allah. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan agar kita menjadi serupa dengan Yesus. Dan itu merupakan satu hal yang mutlak, harus serupa dengan Yesus. Dengan kalimat lain, harus melakukan kehendak Bapa. Sebab orang yang tidak melakukan kehendak Bapa, tidak akan masuk Kerajaan Surga. Dalam Matius 7:21-23 Yesus berkata, _“Enyahlah kamu daripada-Ku, kamu yang berbuat jahat, karena bukan orang yang berseru kepada-Ku, Tuhan, Tuhan, yang masuk surga, tapi orang yang melakukan kehendak Bapa.”_
Untuk melakukan kehendak Bapa, seseorang tidak bisa lagi melakukan kehendak diri sendiri, sebab prinsipnya adalah: “Baik kamu makan, minum, atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah.” Menjadi orang percaya itu menjadi orang yang hidupnya direnggut 100%, dan itu dikatakan Tuhan Yesus di Matius 6:24, "Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan." Namun kekristenan telah mengalami kemerosotan selama berabad-abad, dan itu ditandai dengan pertikaian antar orang Kristen sampai pada bunuh-membunuh, kucil-mengucilkan, hal mana sama sekali tidak diajarkan oleh Yesus. Sampai sekarang kita melihat warisan dari orang-orang Kristen yang kerasukan setan, walaupun mereka orang baik-baik. Mereka sekolah teologi, bergelar doktor, tapi ucapan mereka bukan ucapan anak-anak Allah. Sikap mereka terhadap orang lain bukan sikap anak-anak Allah. Itu sikap pembunuh; membunuh nama baik, membunuh karakter orang, menghina, merendahkan orang, dan lain sebagainya.
Kalau kita membaca Injil, semua yang dipanggil untuk mengikut Yesus, itu orang yang benar-benar telah kehilangan hidup dan sepenuhnya mengikut Yesus. Tapi kekristenan menjadi rusak oleh kompromi-kompromi kehidupan wajar yang dimiliki manusia. Bangsa Israel itu bukan model hidup kita. Mereka memang menyembah Allah yang benar, Elohim Yahweh, tetapi fokus hidup mereka masih pada pemenuhan kebutuhan jasmani. Proyeksi mereka masih tanah Kanaan dunia ini. Sedangkan orang percaya harus hidup baru sebagai anak-anak Allah, yang mana itu bisa terjadi atau berlangsung kalau ia dipimpin Roh Kudus. Maka kita dibaptis, ditenggelamkan di dalam Roh Kudus. Jadi, kalau kita memberi diri dibaptis, itu bukan karena sekadar kita sudah punya umur cukup untuk dibaptis, seakan-akan syarat untuk menjadi Kristen yang lebih aman.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KETIKA SEORANG MENJADI PENGIKUT YESUS, DIA MENGAKHIRI JALAN HIDUPNYA. SEMUA PRINSIP HIDUP, FILOSOFI, CITA-CITA, KESENANGAN, KEINGINAN ITU HARUS DISALIBKAN BERSAMA-SAMA DENGAN YESUS.

Bacaan Alkitab Setahun - 21 Desember 2024
2024-12-21 17:28:46
Ibrani 1-6

Renungan Pagi - 20 Desember 2024
2024-12-20 18:35:34
Yesus meninggalkan sorga untuk keselamatan kita, IA lakukan itu bukan karena kita baik, tetapi semata-mata karena kasih-Nya yang membuat IA rela datang ke dunia dan mengorbankan diri-Nya di atas kayu salib. Kelahiran-Nya kedunia ditandai dengan kehadiran malaikat Tuhan dipadang Efrata yang memberitakan kesukaan besar bagi seluruh bangsa, sebab telah lahir Juruselamat dunia.
Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus Tuhan, di kota Daud." Sebagai orang percaya tidak ada alasan untuk kita tidak bersukacita, sebab Allah telah menyatakan kesukaan besar yang tiada terukur di dalam Kristus.
(Lukas 2:10-11)

Quote Of The Day - 20 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-20 18:34:04
Kemenangan Yesus menjadi akses kita menemukan Bapa dan bisa mengalami kemenangan.

Mutiara Suara Kebenaran - 20 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-20 18:33:14
Jangan meragukan Tuhan, walaupun kondisi kita seperti berjalan di pinggir tebing jurang. Malaikat-malaikat-Nya pasti menjagai, kita tidak akan jatuh.

Bacaan Alkitab Setahun - 20 Desember 2024
2024-12-20 18:30:56
1 Petrus 1-5

THE OPPORTUNITY TO POSSESS AND BE POSSESSED BY GOD - 20 Desember 2024 (English Version)
2024-12-20 18:24:49
We must be honest with ourselves; hidden pride, materialism, dishonesty, and everything unworthy should be brought before God. We ask God to shape and educate us. And we must never stop changing. Never stop learning. We want to walk with God, and God demands that we be very clean, very holy, and very sincere. When we were younger, still somewhat pure, God walked with us. We cast out demons, and the demons scrambled to fight us, even though we weren’t fully clean. But as we grow older, we must be truly pure, our hearts must be sincere, with no evil toward others, honesty, sincerity, loyalty to our spouse, and so on-things that cannot be expressed in words.
So, if we are still speaking ill of others behind their backs, we are far from holiness. We don’t need to be angry; we must be calm. God wants us to be perfect as He is perfect. The Israelites were taught by God to become a civilized nation, to follow the Law of Moses, but we are taught to be of one heart and mind with God, to dwell in Him, and He in us. This means our condition must be clean, perfect as the Father is perfect, and like Jesus. This is absolute. When we possess God, we possess everything. But we cannot possess God if we are not of the same mind and feeling as He is. Because God cannot have us either, if we are not of the same mind and feeling as He is. And each of us has the opportunity to possess God and be possessed by God. But we must be clean and not suspect God, no matter what happens.
If we are not truly willing to live a holy life, we do not truly trust God. We suspect Him. If we truly believe in God, we fully trust Him and are willing to give ourselves entirely. If someone still loves the world and thinks having this or that will make them happier, it means they have not fully trusted God, they do not believe in the new heaven and the new earth, which are more beautiful. If God makes our life difficult, it is so that we will not become attached to this world, and this is only for those whom God can trust. After being taught by God, we will no longer feel at home in this world; we will feel broken-hearted with the world. Then God will give many blessings, and those blessings will not be used for ourselves, but we will definitely use them for God's work.
Do not doubt God, even if our situation feels like walking on the edge of a cliff. His angels will certainly guard us, and we will not fall. Once we trust His person, we want to think and feel the same way as Him. We do not think of profit or loss. What we think of is how to please God. It is not just about not committing major moral sins, but also about avoiding small, subtle sins that only the Holy Spirit can reveal to us. Surely there are thorns in our flesh-whether in family, health, or physical life-but do not doubt God. Learn to trust His person, and then learn to live clean. Once we become pastors, especially doctors, it is so difficult to change. Especially when we have established doctrines, live comfortably, and have followers. The standard for Christians is with all our heart, soul, mind, and strength.
For this reason, Jesus said, "If you do not renounce all that you have, you cannot be My disciple. I cannot change you; your quality will remain low. And if your quality is low, I cannot write you in My heart.” Those whose names are written in God’s heart are those who live with high quality; not necessarily those who graduate from a theological school, pastors, skillful, or intelligent, but those whose hearts are not attached to the world. They no longer expect anything from the world, they have no worldly pleasures. If God is our only pleasure, then we can become God's eternal lovers. Therefore, what we must fear most, and what we must avoid, is perishing in the wilderness on the journey and not reaching the Heavenly Promised Land. For this reason, we must have the right position. We must be brave enough to genuinely seek God, truly prioritize God, sincerely live holy lives, and truly discard everything that does not please God. So, we must be brave enough to say, "Lord, if there is still any sin I commit, no matter how small or subtle, please let me know. I want to repent and change."
WHEN WE POSSESS GOD, WE POSSESS EVERYTHING. BUT WE CANNOT POSSESS GOD IF WE ARE NOT OF THE SAME MIND AND FEELING AS HE IS.

KESEMPATAN UNTUK MEMILIKI DAN DIMILIKI TUHAN - 20 Desember 2024
2024-12-20 18:22:13
Kita harus jujur dengan diri sendiri; kesombongan-kesombongan terselubung, materialisme, ketidakjujuran, dan segala sesuatu yang tidak patut harus kita bawa kepada Tuhan. Dan kita minta Tuhan membentuk dan mendidik kita. Dan jangan berhenti berubah. Jangan berhenti belajar. Kita mau berjalan dengan Tuhan dan Tuhan menuntut kita harus sangat bersih, sangat suci, sangat tulus. Dulu waktu kita masih muda, masih setengah-setengah suci, Tuhan masih berjalan dengan kita. Kita usir setan, setan kalang kabut lawan kita. Padahal, kita belum bersih total. Tapi menjelang tua, makin tua, kita harus sangat bersih, hati kita harus sangat tulus, tidak ada kejahatan terhadap orang, kejujuran, ketulusan, kesetiaan kepada pasangan hidup dan lain sebagainya yang tidak bisa dibahasakan dengan kata-kata.
Jadi, kalau kita masih membicarakan orang di belakang, itu jauh dari kekudusan. Kita tidak perlu marah, kita harus teduh. Tuhan mau kita sempurna seperti Dia sempurna. Kalau bangsa Israel dididik Tuhan untuk menjadi bangsa yang beradab, melakukan Hukum Taurat, tapi kita diajar untuk sehati sepikiran dengan Allah, tinggal di dalam Dia, Dia di dalam kita. Itu berarti keadaan kita harus bersih, sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus. Itu mutlak. Ketika kita memiliki Tuhan, kita memiliki segala-galanya. Tapi kita tidak dapat memiliki Tuhan kalau kita tidak sepikiran dan seperasaan dengan Dia. Karena Tuhan juga tidak bisa memiliki kita, kalau kita tidak sepikiran dan seperasaan dengan Dia. Dan setiap kita punya kesempatan untuk memiliki Tuhan dan dimiliki Tuhan. Namun kita harus bersih dan jangan mencurigai Tuhan, apa pun yang terjadi.
Kalau kita tidak sungguh-sungguh mau hidup suci, sejatinya kita tidak percaya sepenuhnya kepada Tuhan. Kita mencurigai Tuhan. Kalau kita percaya Tuhan, sungguh-sungguh kita memercayai Dia, kita mau all out. Kalau orang masih mencintai dunia dan berpikir punya ini itu dia akan lebih bahagia, artinya dia belum percaya kepada Tuhan dengan sepenuh hati, dia belum percaya ada langit baru, bumi baru yang lebih indah. Kalau Tuhan membuat hidup kita susah, dibuat sulit, hal itu supaya kita tidak betah di bumi ini, dan sebenarnya ini hanya untuk orang-orang yang bisa dipercayai Tuhan. Setelah dia diajar Tuhan, tidak merasa betah di bumi, dia merasa broken heart dengan dunia. Baru Tuhan kasih banyak berkat, dan berkat itu tidak akan dipakai dia sendiri, dia pasti pakai untuk pekerjaan Tuhan.
Jangan meragukan Tuhan, walaupun kondisi kita seperti berjalan di pinggir tebing jurang. Malaikat-malaikat-Nya pasti menjagai, kita tidak akan jatuh. Setelah kita memercayai pribadi-Nya, kita mau sepikiran, seperasaan dengan Dia. Tidak pikir untung rugi. Yang kita pikir, bagaimana menyenangkan Tuhan. Bukan hanya tidak melakukan dosa moral yang besar, tapi dosa yang kecil-kecil, yang tipis-tipis, yang hanya Roh Kudus yang bisa beri tahu pun tidak kita lakukan. Pasti ada duri dalam daging kita; dalam keluarga, kesehatan, kehidupan jasmani. Tapi, jangan meragukan Tuhan. Belajar memercayai pribadi-Nya, lalu belajar, agar kita hidup bersih. Kalau sudah jadi pendeta, apalagi doktor, betapa sulitnya diubah. Apalagi kalau sudah memiliki pakem, doktrin, sudah nyaman hidup, sudah punya pengikut. Standar orang Kristen itu segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan.
Yang untuk itu, Yesus berkata, "Kalau kamu tidak melepaskan dirimu dari segala milikmu, kamu tak dapat jadi murid-Ku. Kamu tidak bisa Kuubah, kualitasmu tetap rendah. Dan kalau kualitasmu rendah, kamu tidak bisa Kutulis di hati-Ku.” Orang-orang yang namanya ditulis di hati Tuhan adalah mereka yang hidupnya berkualitas tinggi; bukan harus lulusan Sekolah Tinggi Teologi, pendeta, cakap, pintar, melainkan yang hatinya tidak tertaruh di dunia. Tidak ada yang diharapkan lagi di dunia, tidak punya kesenangan dunia. Jika Tuhan menjadi satu-satunya kesenangan, baru kita bisa menjadi kekasih abadi Tuhan. Maka yang harus paling kita takuti, dan kita harus hindari, jangan sampai kita tewas di padang gurun, di perjalanan, dan tidak sampai ke tanah Kanaan Surgawi. Karenanya, kita harus memiliki posisi yang tepat. Harus berani untuk sungguh-sungguh mencari Tuhan, sungguh-sungguh mengutamakan Tuhan, sungguh-sungguh hidup suci, sungguh-sungguh membuang semua yang Tuhan tidak berkenan. Jadi, kita harus berani berkata, "Tuhan, jika masih ada dosa yang kulakukan, sekecil apa pun dosa itu, sehalus apa pun dosa itu, beri tahu aku. Aku mau bertobat dan berubah."
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KETIKA KITA MEMILIKI TUHAN, KITA MEMILIKI SEGALA-GALANYA. TAPI KITA TIDAK DAPAT MEMILIKI TUHAN KALAU KITA TIDAK SEPIKIRAN DAN SEPERASAAN DENGAN DIA.

Truth Kids 19 Desember 2024 - IN GOD’S TIME
2024-12-19 19:01:26
Mazmur 27:14
”Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!”
"Hmm... kok doaku belum dijawab juga, ya?" pikir Nia sambil menatap langit-langit kamarnya. Sudah berminggu-minggu Nia berdoa minta diberikan teman baru di sekolah, tetapi sampai sekarang belum ada yang mendekatinya. "Mungkin Tuhan tidak dengar doa aku..." gumamnya pelan. Tapi Nia teringat kata-kata mama, "Tuhan selalu mendengar doa kita, Nak. Dia tahu kapan waktu yang tepat untuk menjawabnya." Nia menarik napas panjang dan berusaha bersabar. "Oke, aku percaya sama Tuhan. Ia pasti punya rencana terbaik."
Sobat Kids, pernahkah kalian merasa kesal atau sedih saat doa kalian belum dijawab? Rasanya menunggu itu berat sekali, ya? Tapi tahukah kalian, penguasaan diri sangat penting saat kita menunggu jawaban doa? Kadang, kita ingin segalanya cepat terjadi, tetapi Tuhan tahu apa yang kita butuhkan dan kapan waktu yang terbaik. Jadi, jangan menyerah, ya! Teruslah berdoa dan percayalah pada Tuhan. Ketika waktunya tiba, kalian akan melihat bahwa rencana Tuhan jauh lebih indah daripada yang kalian bayangkan. Sabar ya, Sobat Kids!

Truth Junior 19 Desember 2024 - MENUNGGU JAWABAN DOA
2024-12-19 18:59:12
Mazmur 27:14
”Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!”
Sobat Junior, pernah tidak, kalian merasa bingung saat menunggu sesuatu yang penting? Atau merasa gelisah saat menunggu sesuatu yang kalian doakan? Mungkin kalian berharap cepat-cepat mendapat jawaban, tapi kok rasanya lama, ya? Sebenarnya, menunggu bukan hal yang mudah, tapi ada rahasianya! Penguasaan diri diperlukan saat kita menunggu jawaban doa, karena Tuhan tahu waktu yang tepat untuk memberikan yang terbaik buat kita.
Bayangkan menjadi Hana, ibu dari Samuel. Hana berdoa dengan tekun selama bertahun-tahun meminta seorang anak. Meskipun orang-orang di sekitarnya mengejeknya, namun dia tidak pernah menyerah atau bertindak di luar kehendak Tuhan. Dalam 1 Samuel 1, Hana terus berdoa dengan sabar dan penuh penguasaan diri, sampai akhirnya Tuhan menjawab doanya dan memberikan Samuel sebagai anak yang ia nantikan. Walaupun penantiannya sangat lama, Hana berusaha tetap mengendalikan diri dalam menunggu waktu Tuhan.
Saat kalian menunggu jawaban atas doa, entah itu mengenai sesuatu yang kamu inginkan, teman, atau impian, belajarlah untuk sabar. Penguasaan diri sangat penting agar kita bisa terus berharap pada waktu Tuhan. Mungkin terasa lama, karena terkadang Tuhan tidak segera menjawab, tapi Tuhan pasti punya rencana indah untuk kita.
Coba deh, saat kamu merasa tidak sabar, ingat untuk tetap berdoa dan percaya bahwa Tuhan tahu yang terbaik. Tetaplah bersikap positif dan lakukan hal-hal baik sambil menunggu jawaban doa. Seperti Hana yang akhirnya mendapat kebahagiaan besar, kamu juga akan melihat hasil dari kesabaran dan penguasaan dirimu!
Dalam situasi yang tidak pasti, tentunya kita akan merasa tidak tenang, gelisah, dan penuh curiga. Kalau kita ingat 4 tahun lalu, wabah Covid-19 yang menyebabkan situasi seluruh dunia berubah, menghadapi ketidakpastian karena virus. Semua negara melakukan lockdown, semua aktivitas kita dialihkan di rumah, dan kita semua begitu berjaga-jaga akan kesehatan kita supaya tidak tertular virus ini. Coba kita renungkan kembali, pada masa-masa itu, apa yang ada di dalam pikiran kita, bagaimana respons kita dulu. Apakah kita kesal, marah, karena tidak bisa main keluar bersama teman-teman kita semau kita. Atau sebaliknya, kita tahu dan percaya bahwa suatu hari, semua hal ini akan berlalu dan kita mampu melewatinya karena kita duduk diam di kaki Tuhan.
Sebuah ayat yang begitu menguatkan saat kita mengalami ketidakpastian, Roma 8:28 mencatat bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. Kita perlu tahu dulu di dalam hati dan benak kita, bahwa dalam ketidakpastian, hanya ada satu hal yang pasti yaitu Allah dan pekerjaan tangan-Nya. Apa pun yang sedang kita alami, ingatlah bahwa Allah mengizinkan segala sesuatu terjadi untuk kebaikan kita. Kita pun harus memahami bahwa demi kebaikan kita bukan berarti supaya kehidupan kita baik-baik saja, tapi Allah yang lebih mengerti kalau kita akan menjadi lebih baik saat kita diterpa situasi seperti apa. Allah begitu peduli akan keselamatan kita nanti di Langit dan Bumi yang Baru bukan kehidupan baik di dunia saja. Oleh karena itu, apa pun yang sedang kita alami, perubahan hidup, ketidakpastian, tapi satu hal kita gak boleh mencurigai Tuhan, kita harus tetap percaya bahwa segala sesuatunya demi kebaikan kita kelak.
WHAT TO DO:
Belajar untuk tidak curiga kepada Tuhan, walaupun situasi hidup kita sedang bergejolak.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ibrani 5-8

Truth Youth 19 Desember 2024 (English Version) - SUSPICIOUS BUT TRUSTING
2024-12-19 18:57:11
"And we know that in all things God works for the good of those who love Him, who have been called according to His purpose." (Romans 8:28)
In uncertain situations, we often feel uneasy, anxious, and suspicious. If we think back to four years ago, the COVID-19 pandemic completely altered the world, as we faced uncertainty due to the virus. All countries went into lockdown, our activities moved indoors, and we all became very cautious about our health to avoid getting infected. Let’s reflect on those times—what were our thoughts and responses back then? Were we frustrated and angry about not being able to go out and hang out with friends as usual? Or did we trust and believe that one day this would all pass, and we would get through it because we sat quietly at the feet of God?
A verse that strengthens us in times of uncertainty is Romans 8:28, which reminds us that God works in all things for the good of those who love Him. We must first acknowledge in our hearts that in the midst of uncertainty, there is only one certainty: God and His work. Whatever we are experiencing, remember that God allows everything to happen for our good. It’s important to understand that God’s “good” doesn’t always mean life will be comfortable, but that He knows we will be better for having gone through difficult situations. God cares about our salvation, both in the heavenly and earthly realms, not just about comfort on this earth.
Therefore, no matter what we’re going through—life changes, uncertainty—one thing we should never do is doubt God. We must continue to trust that everything is happening for our ultimate good.
WHAT TO DO:
- Learn to trust God, even when our lives are in turmoil and uncertain.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Hebrews 5-8

Truth Youth 19 Desember 2024 - CURIGA NAMUN PERCAYA
2024-12-19 18:55:20
”Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. ”_
(Roma 8:28)
Dalam situasi yang tidak pasti, tentunya kita akan merasa tidak tenang, gelisah, dan penuh curiga. Kalau kita ingat 4 tahun lalu, wabah Covid-19 yang menyebabkan situasi seluruh dunia berubah, menghadapi ketidakpastian karena virus. Semua negara melakukan lockdown, semua aktivitas kita dialihkan di rumah, dan kita semua begitu berjaga-jaga akan kesehatan kita supaya tidak tertular virus ini. Coba kita renungkan kembali, pada masa-masa itu, apa yang ada di dalam pikiran kita, bagaimana respons kita dulu. Apakah kita kesal, marah, karena tidak bisa main keluar bersama teman-teman kita semau kita. Atau sebaliknya, kita tahu dan percaya bahwa suatu hari, semua hal ini akan berlalu dan kita mampu melewatinya karena kita duduk diam di kaki Tuhan.
Sebuah ayat yang begitu menguatkan saat kita mengalami ketidakpastian, Roma 8:28 mencatat bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia. Kita perlu tahu dulu di dalam hati dan benak kita, bahwa dalam ketidakpastian, hanya ada satu hal yang pasti yaitu Allah dan pekerjaan tangan-Nya. Apa pun yang sedang kita alami, ingatlah bahwa Allah mengizinkan segala sesuatu terjadi untuk kebaikan kita. Kita pun harus memahami bahwa demi kebaikan kita bukan berarti supaya kehidupan kita baik-baik saja, tapi Allah yang lebih mengerti kalau kita akan menjadi lebih baik saat kita diterpa situasi seperti apa. Allah begitu peduli akan keselamatan kita nanti di Langit dan Bumi yang Baru bukan kehidupan baik di dunia saja. Oleh karena itu, apa pun yang sedang kita alami, perubahan hidup, ketidakpastian, tapi satu hal kita gak boleh mencurigai Tuhan, kita harus tetap percaya bahwa segala sesuatunya demi kebaikan kita kelak.
WHAT TO DO:
Belajar untuk tidak curiga kepada Tuhan, walaupun situasi hidup kita sedang bergejolak.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ibrani 5-8

Renungan Pagi - 19 Desember 2024
2024-12-19 18:50:31
Orang majus tidak pernah tahu seberapa jauh mereka harus berjalan untuk menjumpai Yesus, gembala-gembala di padang rela meninggalkan kawanan dombanya demi berjumpa dengan Yesus. Bagaimana dengan kita, orang percaya yang telah diselamatkan? Bukankah seharusnya lebih menghargai kasih karunia Allah.
"Karena kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata. Ia mendidik kita supaya meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini."
Saat ini apakah persembahan terbaik kita buat Yesus di hari Natal? Tuhan Yesus tidak membutuhkan emas, kemenyan dan mur, tetapi Tuhan Yesus mau kita mengalami perjumpaan secara pribadi dengan DIA dan membangun hubungan intim dengan Yesus setiap hari.
(Titus 2:11-12)

Quote Of The Day - 19 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-19 18:48:05
Tidak mungkin seorang yang menikmati damai sejatera Tuhan tidak memiliki kerinduan untuk serupa dengan Tuhan Yesus.

Mutiara Suara Kebenaran - 19 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-19 18:29:54
Memang Tuhan ingin keadaan kita baik-baik, tetapi Tuhan harus membuat keadaan kita kurang baik—bahkan tidak baik—demi berkat abadi yang Dia sediakan bagi kita.

HE WILL NEVER HURT ME - 19 Desember 2024 (English Version)
2024-12-19 18:26:36
For every person who is chosen by God and who sincerely seeks Him, their life will not always be smooth and good outwardly; meaning, God does not make their life free of problems. Indeed, God wants our circumstances to be good, but He must sometimes allow our situation to become less than ideal-even difficult-for the eternal blessings He provides for us. Pay attention to this and plant it deeply in your heart because it is a key to a successful life. We will often encounter confusing situations where God desires us to trust in His person by pleasing or satisfying His heart. So, when God makes a kind of "game," for example, when He allowed Joseph to fall into hardship, getting worse and worse, Joseph never abandoned his trust in God. And this is proven by his obedience and faithfulness to God, Elohim Yahweh. Though the reality of life experienced by Joseph contradicts the dream he got.
And what about Abraham? How God allowed him to wait 25 years before having descendants, after promising that his descendants would be as numerous as the stars in the sky and the sands on the shore. Abraham even changed his name from Abram to Abraham. Similarly, with David-imagine the feelings of David, anointed by Samuel in front of the children of Jesse, yet his life became more and more difficult. His life was hanging by a thread. He pretended to be insane, and even crossed over to the enemies of Israel, the Philistines, to whom he had once defeated their hero, Goliath. Not to mention, in Ziklag, where his entire family and possessions, along with those of his loyal men, disappeared without a trace.
This is very fun, but the price is expensive, forcing us to doubt God, potentially leading us to suspect Him. One thing we must say and believe: "He will never hurt me." If a doctor hurts a patient, it is for healing. The correct phrase is: "You will never hurt me. You will never betray me. You remain faithful to me, even though the circumstances around me suggest that You have forsaken me. But You will never forsake me. You will never harm me." This is what pleases God: when we trust in Him, even when it seems, in our understanding, that He has left us.
First, because circumstances are often unclear, this can lead someone to abandon God. Here, we learn to know His person, His desires, His will, and His preferences. Even though we often don’t understand why our situation turns out as it does, we must still seek God day and night. We must work diligently, carefully guard our families, maintain our health-all so we can know Him and understand His heart. This way, we can align our thoughts and feelings with God. Second, doubt. This is not abandoning God outright, but being uncertain-half-hearted, not fully committed. People in this group are like gamblers. If God shows up and feels real, they welcome Him. If not, they let it go. This is the largest group: those who do not abandon God but remain half-hearted. To walk with God, to live in fellowship with Him, and to align our thoughts and feelings with Him, our hearts and minds must be clean and pure. Third, not relying on God at all. These people are proud.
Jeremiah 17:9 says, "The heart is deceitful above all things." In fact, the object of our ministry is the heart. Because God heals the heart. A heart that is still jealous, greedy for self-respect, materialism, a womanizer, a money-lover, and hidden arrogance. God knows the deepest movements of the heart and its deceitfulness. Only those who are close to God, who walk with God, will find all the diseases in their souls. So, if a fake doctor or someone who counterfeits medicine is very evil. A pastor must have such thoroughness in his life, so that he can also help heal others. Because if someone's life is clean, he walks with God, he will definitely hear God's voice.
Physical illness is easy to detect, but the wounds of the soul-spiritual sickness that hasn’t been healed-are much harder to address. These are not easily resolved by God because they require our cooperation. However, there are people whose illnesses are chronic so they need to go back and forth to the doctor. If we are aware of the wounds in our hearts, we will go back to God repeatedly-every day, sitting at His feet. Life is made difficult, and there are problems we cannot solve. Why? So we realize that life isn’t easy, but the hardest task is to cultivate our own hearts.
ONLY PEOPLE WHO ARE CLOSE TO GOD, WHO WALK WITH GOD, WILL FIND ALL THE DISEASES IN THEIR SOULS.

TIDAK AKAN PERNAH MELUKAI - 19 Desember 2024
2024-12-19 07:20:46
Bagi setiap orang yang menjadi umat pilihan, yang mau bersungguh hati dengan Tuhan, hidupnya tidak dibuat lancar dan baik-baik secara lahiriah; dalam arti tidak dibuat Tuhan tidak bermasalah. Memang Tuhan ingin keadaan kita baik-baik, tetapi Tuhan harus membuat keadaan kita kurang baik—bahkan tidak baik—demi berkat abadi yang Dia sediakan bagi kita. Perhatikan hal ini dan tanamkan erat dalam hati karena ini menjadi kunci penting sukses hidup. Maka kita akan sering menjumpai keadaan-keadaan yang membingungkan; yaitu *
Tuhan menghendaki kita memercayai pribadi-Nya.*
Dengan cara menyenangkan atau memuaskan hati Tuhan. Jadi, kalau Tuhan membuat semacam “permainan.” Misalnya, Ia membiarkan Yusuf terpuruk, makin terpuruk, dan semakin terpuruk. Tapi, Yusuf tidak meninggalkan percayanya kepada Allah. Dan itu terbukti dari ketaatan dan kesetiaannya kepada Allah, Elohim Yahweh. Padahal kenyataan hidup yang dialami Yusuf bertolak belakang dari mimpi yang dia peroleh.
Apalagi Abraham; bagaimana Tuhan membiarkan ia selama 25 tahun baru memiliki keturunan, setelah dijanjikan bahwa keturunannya akan sebanyak bintang di langit dan sebanyak pasir di laut. Abraham pun telah mengganti namanya dari Abram menjadi Abraham. Demikian juga dengan Daud, coba kita bayangkan perasaan Daud yang diurapi oleh Samuel di depan anak-anak bapak Isai, tapi hidupnya makin terpuruk. Nyawanya seperti telur di ujung tanduk. Dia pura-pura menjadi gila, dia sampai menyeberang berpihak ke musuh Israel, yaitu kepada bangsa Filistin, yang mana dia pernah merobohkan Goliat, pahlawan mereka. Belum lagi di kota Ziklag, seluruh keluarga dan harta bendanya, termasuk juga keluarga dan harta benda dari semua hulubalang dan pengikutnya yang setia, tidak tahu ke mana rimbanya.
Ini asyik sekali, namun harganya mahal, yang memaksa kita untuk meragukan Tuhan, berpotensi kita untuk mencurigai Tuhan. Satu kalimat yang kita harus katakan dan imani, "*
Dia tidak akan pernah melukai aku.*
" Kalau seorang dokter melukai pasien, itu untuk menyembuhkan. Kalimat yang tepat: "Engkau tidak akan pernah mencelakai aku. Engkau tidak akan berkhianat kepadaku. Engkau tetap setia kepadaku, walaupun keadaan di sekitarku berkesimpulan Engkau meninggalkan aku. Tapi, Engkau tidak akan meninggalkan aku. Engkau tidak akan mencelakai aku." Ini menjadi kesukaan Tuhan, yaitu ketika kita memercayai Dia sekalipun dalam keadaan yang secara akal Tuhan meninggalkan kita.
_
Yang pertama, karena keadaan tidak nyata. Itu membuat seseorang bisa meninggalkan Tuhan. Di sini kita belajar untuk mengenal pribadi-Nya, keinginan-Nya, kehendak-Nya, selera-Nya. Walau kita sering tidak mengerti mengapa keadaan kita jadi begini. Tapi kita tetap mencari Tuhan siang dan malam. Kita harus bekerja dengan giat, rajin menjaga keluarga, menjaga kesehatan, hanya supaya kita bisa mengenal Dia dan mengerti isi hati-Nya, supaya kita bisa selalu sepikiran dan seperasaan dengan Tuhan. Yang kedua, ragu-ragu. Tidak meninggalkan Tuhan, tapi ragu-ragu. Atau kalimat lain, setengah-setengah, tidak sungguh-sungguh. Orang-orang seperti ini masih seperti untung-untungan. Kalau Tuhan hadir, Tuhan nyata, kusambut. Kalau tidak, ya sudah; seperti gambling. Dan ini merupakan kelompok terbanyak. Tidak meninggalkan Tuhan, tapi setengah-setengah. Untuk bisa seiring dengan Tuhan, berjalan dengan Tuhan, hidup dalam persekutuan dengan Tuhan atau sepikiran dan seperasaan dengan Tuhan, maka hati dan pikiran kita, harus bersih dan suci. Yang ketiga, tidak mengandalkan Tuhan sama sekali.* Mereka sombong.
Yeremia 17:9 mengatakan,
"Betapa liciknya hati, lebih licik dari segala sesuatu." Padahal, yang menjadi objek dari pelayanan kita adalah hati. Sebab Tuhan menyembuhkan hati. Hati yang masih iri, gila hormat, materialisme, mata keranjang, mata duitan, kesombongan terselubung. Dia harus tahu gerak hati yang terdalam, liciknya hati. Hanya orang yang dekat dengan Tuhan, yang berjalan dengan Tuhan, yang akan menemukan segala penyakit di dalam jiwanya. Maka, kalau dokter palsu itu jahat sekali, atau orang yang memalsu obat itu jahat sekali. Pendeta harus memiliki ketelitian sebegitu rupa di dalam hidupnya, supaya dia juga bisa mengobati orang. Sebab kalau seorang hidupnya bersih, dia berjalan dengan Tuhan, pasti dia mendengar suara Tuhan.
Kalau sakit fisik itu gampang dilihatnya, tapi kalau sakit batin, belum sembuh rohaninya, itu yang sulit. Itu yang Allah tidak mudah menyelesaikan karena melibatkan kita. Namun ada orang yang sakitnya sudah kronis sehingga perlu bolak-balik ke dokter. Kalau kita sadar sakit dalam batin kita, maka kita akan bolak-balik ke Tuhan, bahkan setiap hari ada di kaki Tuhan. Hidup kita dibuat sulit, ada hal yang tidak bisa dipecahkan, mengapa? Supaya kita sadar bahwa hidup ini tidak mudah, tetapi yang lebih sulit yaitu menggarap batin kita sendiri.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
HANYA ORANG YANG DEKAT DENGAN TUHAN, YANG BERJALAN DENGAN TUHAN, YANG AKAN MENEMUKAN SEGALA PENYAKIT DI DALAM JIWANYA.

Truth Kids 18 Desember 2024 - PILIH TEMAN, PILIH KEBAHAGIAAN
2024-12-18 18:12:39
1 Korintus 15:33
”Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.”
Siapa di sini yang suka makan permen? Hmm, pasti enak, ya, manis dan bikin senang. Tapi, bayangkan kalau kita makan terlalu banyak permen. Apa yang akan terjadi? Gigi bisa sakit, bahkan bisa rusak kalau tidak dijaga. Nah, Sobat Kids, begitulah dengan teman-teman yang kita pilih. Ada teman yang seperti permen, manis dan seru saat bersama mereka. Tapi, tidak semua permen baik, loh! Ada permen yang bisa membuat gigi kita rusak, sama seperti ada teman yang bisa membawa pengaruh buruk dalam hidup kita.
Tuhan menginginkan kita memilih teman yang baik, yang bisa membawa kita makin dekat kepada-Nya. Teman yang baik akan menolong kita ketika kita berbuat salah, mengingatkan kita untuk berbuat benar, dan mendukung kita dalam melakukan hal-hal yang berkenan di hati Tuhan. Memilih teman yang baik itu juga bagian dari penguasaan diri, Sobat Kids. Kita perlu bijaksana dalam memutuskan siapa yang kita ajak dekat, agar hidup kita tetap dalam jalan yang benar.
Yuk, kita belajar memilih teman yang baik agar hidup kita menjadi berkat dan menyenangkan hati Tuhan!

Truth Junior 18 Desember 2024 - MEMILIH TEMAN
2024-12-18 18:09:23
1 Korintus 15:33
”Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.”
Hai, Sobat Junior! Tahukah kamu bahwa teman-teman yang kita pilih sangat berpengaruh dalam hidup kita? Seperti ayat Alkitab kita hari ini di 1 Korintus 15:33, itu berarti kita harus berhati-hati dalam memilih teman yang bisa membawa kita ke jalan yang salah.
Ada contoh di Alkitab tentang pengaruh teman, yaitu kisah raja Salomo. Pada awalnya, Salomo sangat bijaksana dan dekat dengan Tuhan. Namun, ketika ia memilih istri dan teman-teman dari bangsa lain yang tidak mengenal Tuhan, perlahan-lahan mereka memengaruhi Salomo untuk menyembah berhala dan melupakan Tuhan. Akibatnya, Salomo kehilangan berkat Tuhan.
Dari kisah Salomo, kita belajar bahwa penting sekali memilih teman yang baik dan bisa membimbing kita menjadi lebih baik, bukan sebaliknya. Jika kita memiliki teman yang selalu membuat kita melakukan hal-hal yang tidak baik, seperti berkata kasar atau bertengkar, kita perlu memikirkan kembali pertemanan tersebut. Karena cepat atau lambat, kita akan ikut terpengaruh melakukan hal yang buruk.
Sobat Junior, penguasaan diri juga berarti kita berani memilih teman yang membawa kebaikan. Jadi, mulai sekarang, yuk kita pilih teman yang bisa membantu kita lebih dekat dengan Tuhan dan melakukan hal-hal baik. Dengan begitu, kita bisa menjadi anak-anak yang penuh kasih dan menjaga pergaulan kita tetap baik.

Truth Youth 18 Desember 2024 (English Version) - SHIFTING MINDSET
2024-12-18 17:56:35
"Consider it pure joy, my brothers and sisters, whenever you face trials of many kinds, because you know that the testing of your faith produces perseverance. Let perseverance finish its work so that you may be mature and complete, not lacking anything." (James 1:2-4)
Have you ever heard the term “strawberry generation”? It refers to a generation that becomes easily “soft” when faced with difficult situations. Sadly, this is increasingly common in today’s youth. Not all, of course, but compared to our parents' generation, many of us seem more spoiled. We struggle to handle pressure, often blaming the situation, others, or even God, and wanting to quickly escape discomfort.
Today, let’s look at things from a different perspective. One thing we need to understand is that, as long as we live, we will face trials; we will inevitably encounter unpleasant situations. We can’t change or control those circumstances, but what we can do is shift our mindset. We can change how we perceive these challenging moments. Instead of complaining, we can view them as opportunities for growth—small tests that God allows to shape us. Instead of wishing for escape, we can choose to be thankful, which allows us to maintain joy and peace despite our circumstances.
As James 1:2-4 reminds us, these small tests are tests of faith. When we successfully navigate them, our perseverance strengthens, and we grow spiritually. Let the world view our generation as spoiled or fragile, but we can change this stereotype by shifting our mindset. Instead of focusing on today’s problems, we persist in seeking what God wants to change in our lives through these trials.
WHAT TO DO:
- Don’t let the enemy steal your joy when faced with problems. Learn to see the bigger picture—that everything is for your good.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Hebrews 1-4

Truth Youth 18 Desember 2024 - SHIFTING MINDSET
2024-12-18 17:54:56
”Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun. ” (Yakobus 1:2-4)
Teman-teman pernah tidak mendengar istilah generasi strawberry? Generasi yang mudah lembek saat diterpa situasi yang sulit. Dan mirisnya, generasi muda zaman sekarang semakin banyak yang seperti itu. Memang tidak semua, tapi jika dibandingkan dengan generasi orang tua kita, bisa dibilang generasi kita cenderung lebih manja. Tidak bisa bertahan di dalam sebuah tekanan, mungkin malah menyalahkan situasi, menyalahkan orang lain, bahkan menyalahkan Tuhan. Ingin cepat-cepat keluar dari situasi yang tidak nyaman.
Hari ini coba kita lihat dari sudut pandang yang berbeda. Satu hal kita perlu pahami, bahwa selama kita hidup selalu ada pencobaan, kita pasti akan mengalami situasi-situasi yang tidak menyenangkan. Kita gak bisa mengubah dan mengatur hal tersebut, tapi yang kita bisa lakukan adalah mengubah cara pikir kita. Mengubah pandangan kita saat kita diperhadapkan situasi yang tidak menyenangkan, kita bisa menarik garis ke belakang dan melihat gambaran besarnya adalah Tuhan ingin semakin membentuk kita dengan ujian-ujian kecil yang boleh kita alami. Daripada kita terus mengeluh, coba kita lebih bersyukur saat ada situasi-situasi seperti ini, sehingga sukacita kita tidak hilang, melainkan hati kita tetap bisa tenang dan bersukacita, apa pun situasi kehidupan kita, yang penting kita berjalan bersama Tuhan. Dan seperti yang Yakobus 1:2-4 catat, ujian-ujian kecil ini adalah ujian iman, dan pada saat kita berhasil melewatinya, ketekunan iman kita semakin matang, kita semakin dewasa secara rohani. Biarkan dunia menganggap generasi yang manja atau tidak tahan banting, tapi kita bisa mengubah stereotype ini saat kita melakukan shifting mindset yang benar. Kita tidak fokus kepada masalah kita hari ini, tapi kita bertekun untuk mengetahui apa yang Tuhan mau ubahkan atas hidup kita karena masalah hari ini.
WHAT TO DO:
Jangan biarkan Iblis merenggut sukacita kita saat kita diterpa masalah, tapi kita bisa belajar untuk terus melihat the bigger picture yaitu demi kebaikan kita
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ibrani 1-4

Renungan Pagi - 18 Desember 2024
2024-12-18 13:08:24
Tuhan pilih orang majus, gembala-gembala, Yusuf dan Maria, karena mereka semua adalah orang-orang yang sederhana dan rendah hati. Jadi Allah memilih orang-orang yang kadangkala menurut kita tidak pantas dan tidak layak untuk dipakai sebagai alat Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya. Ketahuilah, Tuhan tidak mencari orang yang hebat, sempurna dalam pandangan manusia untuk dipilih, tetapi Tuhan pilih orang biasa yang merespon dengan benar panggilan Allah untuk memakai mereka sebagai alat-Nya yang luar biasa.
"Dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah." Jadi orang-orang yang melayani tidak selalu harus orang yang hebat dan sempurna, tetapi orang-orang yang mencintai Tuhan Yesus, orang-orang yang mau disempurnakan, orang-orang yang mau terus belajar dan berjuang menjadi serupa dengan Yesus.
(1 Korintus 1:28-29)

Quote Of The Day - 18 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-18 13:06:37
Setiap hari membuka mata, kita harus berusaha mendandani manusia batiniah dan melakukan segala sesuatu bagi Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 18 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-18 13:05:40
Kehidupan bernilai kalau seseorang bisa berinteraksi dengan Allah secara benar dan proporsional.

LIFE EXPERIENCE - 18 Desember 2024 (English Version)
2024-12-18 12:39:18
When we are in an open place and can see the sky where stars scatter like grains of sand, it is truly astonishing. How great our God is, how magnificent the Creator of heaven and earth, how awe-inspiring. Especially when we reflect on the fact that He was not created, that He exists not because He was born, but that He has existed from eternity. And that awe-inspiring God, the God who is willing to engage with us, is an extraordinary grace, an invaluable opportunity. This is almost beyond belief when we contemplate the majesty of God. Life is valuable if someone can interact with God correctly and proportionally. The church and God's servants should guide God's people to understand how to interact with Him. Particularly, speakers must have already had personal experiences of dealing with or interacting with God. This is so that such experiences can be shared and imparted. Merely studying in theological schools is not enough.
For interacting with God requires life experiences over time. Perhaps it is difficult to grasp this now, "As long as there is enough food and clothing;" "Foxes have holes and birds have nests, but the Son of Man has nowhere to lay His head;" or, "… for to me, to live is Christ and to die is gain." And we almost never hear people teaching about this. So, does that mean we are not allowed to marry, to work, or to earn a living? Of course that's not what it means. Instead, we have to live responsibly by being doctors, housewives, students, etc. Only there can we live or carry out a life whose principle is: "Whether you eat, drink or do anything, do it for the glory of God."
Thus, we should have only one world, and that is God. A similar phrase would be: 24 hours in the presence of God; holiness movement. But the big question is, are there people who are willing to live with such principles? Even if there are those who are not willing, the question is: "How capable are you of managing your life? How capable are you of scripting your future and guaranteeing that everything will be fine?”. As it says in Psalm 73, "You put them in a slippery place and in an instant they perish," once they fall, they are shattered and destroyed-it is terrifying. Nowadays, if we have a dispute with each other and we treat them arbitrarily, that's terrible! We may be successful for a moment, but one day we will face the terrible God.
Essentially, we cannot fully understand why some people have no fear of God at all. We learn from the lives of those around us and make a conscious decision not to follow in their footsteps. Instead, we follow in the footsteps of the Lord Jesus. God knows what is in our hearts. Look at Luke 9, where the rich young man said, “Lord, I will follow You wherever You go.” The Lord didn’t respond with a simple “yes” or “no,” but rather, “Foxes have dens and birds have nests, but the Son of Man has no place to lay His head.” In other words, the Lord was saying, “My food is to do the will of Him who sent Me and to finish His work. If you want to follow Me, understand that My only concern is with the Father in heaven. I promise you no comfort” (John 4:34).
Today, however, we see many Christians falling far short of this standard-perhaps even ourselves. We betray the Lord because it is evident that we deviate from the path we are supposed to walk, which is the life of Jesus. When Jesus said, “As the Father has sent Me, I am sending you,” it means that the way of life, the lifestyle of Jesus, must become ours. We must learn to trust the unseen God and become people who can be trusted. This depends on our determination and commitment. But if we talk about how we must live according to God’s will and what He desires us to do, then let’s do it. What matters is fulfilling our duties day by day. While carrying out our activities, we maintain an undisturbed relationship with God.
Pleasing Him in everything we do doesn’t have to begin with grand gestures. It starts with the simple things we do-working well, being kind to our surroundings, forgiving when we are hurt, caring for our children, protecting our families with a life of holiness, and and we protect them with the example of our lives. Thus, when we deal with God, we shouldn’t have our own agendas. Everything should be for the Lord.
FOR INTERACTING WITH GOD REQUIRES LIFE EXPERIENCES OVER TIME.

PENGALAMAN HIDUP - 18 Desember 2024
2024-12-18 12:58:21
Ketika kita berada di satu tempat terbuka dan bisa melihat langit di mana bintang-bintang seperti pasir bertaburan, hal itu sangat menakjubkan. Betapa besar Allah kita, betapa besar Pencipta langit dan bumi ini, betapa dahsyat. Apalagi kalau kita menghayati bahwa Dia tidak diciptakan, Dia ada bukan karena dilahirkan, Dia sudah ada dari kekekalan. Dan Allah yang dahsyat itu, Allah yang berkenan berurusan dengan kita. Ini adalah anugerah yang luar biasa, kesempatan yang tidak ternilai. Hal ini nyaris tidak dapat kita percayai ketika kita menghayati kedahsyatan Allah. Kehidupan bernilai kalau seseorang bisa berinteraksi dengan Allah secara benar dan proporsional. Mestinya, gereja dan hamba Tuhan membimbing umat Tuhan untuk dapat mengerti bagaimana berinteraksi dengan Allah. Khususnya, para pembicara harus sudah memiliki pengalaman berurusan dengan Allah atau berinteraksi dengan Allah. Ini supaya pengalaman tersebut dapat ditularkan, diimpartasikan. Tidak cukup belajar di Sekolah Tinggi Teologi.
Sebab dalam berinteraksi dengan Allah harus melalui pengalaman hidup dari waktu ke waktu. Mungkin sekarang hal ini sukar dimengerti, "Asal ada makanan dan pakaian cukup;" "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya;" atau “…. bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.” Dan hampir-hampir kita tidak pernah mendengar orang mengajarkan hal itu. Lalu, apakah berarti kemudian kita tidak boleh menikah, tidak boleh bekerja, tidak boleh mencari nafkah? Tentu bukan begitu maksudnya. Justru kita harus hidup bertanggung jawab dengan menjadi dokter, ibu rumah tangga, pelajar, dll. Di situ baru kita bisa menyelenggarakan hidup atau menggelar hidup yang prinsipnya: “Baik kamu makan, minum, atau melakukan segala sesuatu, lakukanlah itu untuk kemuliaan Allah.”
Jadi, kita mestinya hanya punya satu dunia, dan itu adalah Tuhan. Kalimat lain yang senada adalah: 24 jam di hadapan Tuhan; holiness movement (gerakan hidup suci). Namun menjadi pertanyaan besar, apakah ada orang yang bersedia hidup dengan prinsip seperti itu? Padahal kalau ada yang tidak bersedia, pertanyaannya: “Seberapa mampu kamu mengurus hidupmu? Seberapa mampu kamu menskenario hidupmu ke depan, dan menjamin semua baik-baik saja?” Seperti yang dikatakan di Mazmur 73, "Kau tempatkan mereka di tempat licin dan dalam sekejap binasa," sekali jatuh hancur dan binasa, mengerikan. Saat ini kalau kita berperkara dengan sesama dan kita perlakukan semena-mena, itu mengerikan! Kita boleh berjaya sesaat, tapi suatu hari kita akan berhadapan dengan Allah yang dahsyat itu.
Sejatinya, kita juga tidak bisa mengerti mengapa mereka tidak takut sama sekali kepada Tuhan. Kita belajar dari situasi hidup manusia di sekitar kita, dan kita tidak mau mengikuti jejak mereka. Kita ikuti jejak Tuhan Yesus. Tuhan tahu apa yang ada di dalam hati kita. Lihat di Lukas 9 ketika orang muda kaya itu berkata, “Tuhan, aku akan ikut ke mana pun Tuhan pergi.” Tuhan tidak menjawab dengan jawaban boleh atau tidak, namun, "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang. Anak Manusia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya." Dengan kalimat lain, Tuhan mau katakan, "Makanan-Ku adalah melakukan kehendak Bapa yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Kamu mau ikut Aku, kalau kau ikut Aku, urusan-Ku hanya dengan Bapa di surga. Tidak ada kenyamanan yang Kujanjikan kepadamu." (Yoh. 4:34).
Tapi hari ini, kita melihat banyak orang Kristen yang masih jauh dari standar itu, jangan-jangan termasuk kita. Kita berkhianat kepada Tuhan, sebab jelas kita menyimpang dari jalan yang mestinya kita jalani, yaitu hidup Yesus. Kalau Yesus berkata, "Seperti Bapa mengutus Aku, maka sekarang Aku mengutus kamu," itu berarti cara hidup, gaya hidup Yesus yang harus dikenakan. Kita mau belajar percaya kepada Tuhan yang tidak kelihatan. Dan menjadi orang yang bisa dipercayai. Itu tergantung tekad dan komitmen kita. Tapi kalau kita bicara bagaimana kita harus hidup seturut kehendak Allah, apa yang Allah kehendaki untuk kita lakukan, mari kita lakukan. Yang penting, jalani tugas kita hari demi hari dan sementara kita melakukan kegiatan kita, kita memiliki hubungan dengan Tuhan yang tidak terganggu.
Menyenangkan Dia lewat segala sesuatu yang kita lakukan itu, tidak harus dimulai dari hal-hal besar. Namun dari hal sederhana yang kita lakukan, bekerja dengan baik, ramah terhadap lingkungan, mengalah kalau disakiti, mengurus anak, lindungi keluarga kita dengan kesucian hidup dan kita lindungi mereka dengan teladan hidup kita. Jadi, jika kita berurusan dengan Tuhan, jangan punya urusan sendiri. Semua untuk Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SEBAB DALAM BERINTERAKSI DENGAN ALLAH HARUS MELALUI PENGALAMAN HIDUP DARI WAKTU KE WAKTU.

Bacaan Alkitab Setahun - 18 Desember 2024
2024-12-18 12:22:58
1 Timotius 1-6

Truth Kids 17 Desember 2024 - LIDAH BERKAT ATAU BENCANA?
2024-12-17 22:05:35
Amsal 26:20
”Bila kayu habis, padamlah api; bila pemfitnah tak ada, redalah pertengkaran.”
Suatu hari, Nia mendengar gosip tentang temannya, Sari, di sekolah. Katanya, Sari sering curang saat ujian. Nia kaget dan hampir saja menceritakan gosip itu kepada teman-teman lainnya. Namun, di Sekolah Minggu, kakak pembina bercerita tentang pentingnya mengendalikan diri, termasuk menahan diri untuk tidak menyebarkan gosip. Anak Allah harus menjaga lidahnya dari mengatakan hal yang tidak baik atau tidak benar. Nia mulai berpikir, apakah gosip yang ia dengar itu benar? Dan apa yang terjadi jika dia menyebarkannya? Ternyata, menyebarkan gosip bisa menyakiti hati orang lain, bahkan bisa merusak persahabatan.
Setelah mendengarkan cerita di Sekolah Minggu, Nia memutuskan untuk tidak membicarakan gosip itu lagi. Dia juga berdoa kepada Tuhan agar diberi hati yang bersih dan mampu mengendalikan diri. Nia menyadari bahwa Tuhan ingin kita menjaga perkataan dan menggunakan mulut untuk hal-hal yang baik. Sobat Kids, yuk, kita belajar untuk menahan diri dari menyebarkan atau mendengarkan gosip. Dengan begitu, kita akan semakin menjadi anak yang berkenan di hati Tuhan dan membawa damai di sekitar kita.

Truth Junior 17 Desember 2024 - LIDAH TAK BERTULANG
2024-12-17 22:03:19
Amsal 26:20
”Bila kayu habis, padamlah api; bila pemfitnah tak ada, redalah pertengkaran.”
Selain untuk menikmati makanan, lidah kita juga berfungsi untuk berbicara. Manusia tidak bisa berkata-kata jika tidak memiliki lidah. Makanya, kita harus selalu berhati-hati dalam menggunakan lidah, baik itu untuk bicara maupun dalam hal makan. Lidah sangat terkait dengan hawa nafsu, tidak hanya nafsu makan, Sobat Junior. Dalam berkata-kata pun, lidah bisa menjadi saluran dosa, loh. Contohnya ketika teman atau orang sekitar kita sedang menjelekkan atau menggosipkan seseorang. Kita bisa ikut terbawa suasana dan juga melakukan hal yang sama. Apakah ini diperbolehkan? Tentu saja tidak.
Jika orang lain menggunakan lidahnya untuk maksud jahat atau melakukan dosa, kita harus berusaha menjaga dan menguasai lidah kita supaya tidak sama seperti anak dunia lainnya. Kita anak Allah, harus punya wibawa surgawi dan memiliki kekudusan dalam semua hal, termasuk dalam berbicara. Hendaknya perkataan yang keluar dari mulut kita selalu baik, memberkati, dan tidak sembarangan. Jangan sampai dengan sengaja kita mengucapkan kata-kata yang melukai orang lain, apalagi orang yang kita kasihi. Kalaupun tidak sengaja, kita harus segera meminta maaf kepada orang yang kita sakiti dan juga pastinya kepada Tuhan. Pergunakan lidah kita bukan untuk membicarakan keburukan orang lain, apalagi kalau ternyata itu tidak benar. Kita jadi ikut memfitnah, dan dosa itu sama saja seperti membunuh, loh, Sobat Junior.

Truth Youth 17 Desember 2024 (English Version) - ENJOYING PAIN
2024-12-17 21:00:48
"Consider it pure joy, my brothers and sisters, whenever you face trials of many kinds, because you know that the testing of your faith produces perseverance." (James 1:2-3)
Yesterday, we were encouraged to learn to be thankful and enjoy life. But today, many questions might be running through your mind, like: What if life always feels difficult? What if problems keep coming one after another? What if I can’t enjoy life because it’s not what I wanted? Or perhaps other similar questions.
These questions reveal that you might not trust that there are greater things happening in your life. You may not know how to move forward, which makes you question everything. This can make it really hard to find something to be thankful for or to enjoy life. So, what do we do when it feels this way? Let’s reflect on your life.
Because life isn’t just about you or God—it’s also about the people who love and care for you. So, are you thankful for them in every situation of your life? Someone who strives to always be there for you is like God’s presence with us.
However, we must believe in one thing: to be thankful for everything, no matter the situation. Even in the most difficult moments, be thankful—even for the wounds you might have caused yourself. It’s okay to feel angry at the situation; not everyone can handle pain and disappointment.
You may not always be able to give thanks for everything, but enjoy the process of the pain you are experiencing. Let it be a process where you learn to be thankful for a difficult situation, not a process that makes it impossible to enjoy or learn from it. So, keep going through the process to enjoy pain and be thankful for the wounds you experience.
WHAT TO DO:
- Learn to be thankful in every situation.
- Not everyone can immediately be thankful for pain.
- Enjoy the process of being thankful, even through the pain.
BIBLE MARATHON:
▪︎ John 7-8

Truth Youth 17 Desember 2024 - MENIKMATI LUKA
2024-12-17 20:56:08
”Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. ” (Yakobus 1:2-3)
Jika kita melihat di hari sebelumnya, kita diajak belajar untuk mensyukuri dan menikmati hidup. Tetapi, pasti ada banyak pertanyaan yang muncul di kepala kalian seperti ini, gimana jika hidup ini terasa selalu sulit? Bagaimana kalau masalah selalu saja silih berganti? Bagaimana kalau aku tidak bisa menikmati kehidupan ini karena tidak sesuai dengan keinginanku? Atau mungkin ada banyak pertanyaan lain yang sejenis seperti ini.
Dalam pertanyaan-pertanyaan ini sebenarnya menunjukkan kalau dirimu sama sekali tidak mempercayai ada banyak hal-hal besar yang terjadi dalam kehidupanmu, kamu tidak tahu bagaimana harus melangkah berikutnya sehingga mempertanyakan semuanya. Sehingga semuanya menjadi begitu sulit untuk bisa kamu syukuri dan nikmati. Lalu bagaimana kalau sudah jadinya seperti itu? Mari refleksikan hidupmu.
Karena hidupmu tidak hanya tentang dirimu saja atau Allahmu, tetapi tentang orang-orang yang menyayangimu juga. Lalu apakah kamu bersyukur dengan adanya mereka dalam setiap kondisi yang ada dalam kehidupanmu? Seseorang yang berusaha selalu ada bersamamu sama seperti Allah bersama kita.
Namun, kita harus percaya satu hal, mensyukuri segala sesuatunya dengan begitu baik dalam segala situasi apa pun. Bahkan di saat terjadi segala sesuatu yang paling sulit, tetap bersyukurlah meski ada luka yang begitu besar kamu perbuat. Lalu, tidak apa kalau dirimu pernah marah dengan segala situasi kondisi yang ada, karena banyak orang tidak selalu bisa mengatasi rasa sakit dan kecewa.
Kamu mungkin tidak bisa selalu mensyukuri segala sesuatu, tapi nikmatilah proses dari rasa sakit yang kamu alami. Sehingga itu menjadi proses untuk kamu mensyukuri sebuah situasi kondisi yang cukup sulit, bukanlah sebuah proses yang membuat seseorang tidak bisa menikmatinya dan mempelajarinya. Jadi, selamat berproses untuk bisa menikmati rasa sakit juga mensyukuri rasa luka yang ada.
WHAT TO DO:
1.Belajar untuk mensyukuri dalam segala situasi kondisi
2.Tidak semua orang bisa langsung mensyukuri rasa sakit
3.Nikmatilah proses mensyukuri segala sesuatu dalam rasa sakit itu
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yohanes 7-8

Renungan Pagi - 17 Desember 2024
2024-12-17 20:52:47
Berbicara tentang perjalanan, masih dalam suasana Natal, kita dibawa ke kisah Yusuf dan Maria. Misalnya, mereka melakukan perjalanan dari Nazaret ke Betlehem, perjalanan mereka tidak sesyahdu pujian Malam Kudus, kenyataannya berbeda. Yusuf dan Maria berangkat atas dasar perintah Kaisar Agustus dan mengalami situasi ketiadaan tempat untuk menginap, sebagaimana kita imani, perjalanan berjerih lelah ini sangat bermakna dalam kelahiran Yesus Sang Juru Selamat.
"Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan." Bagaimanakah kita di hari-hari Natal ini? Bagaimana suasananya? Pergi ke mana saja? Apakah bisa sekaligus memaknai layaknya perjalanan Yusuf dan Maria?.
Siapkah bersyukur atas setiap suasana Natal yang kita alami jika kenyataan tidak sesuai harapan? Memang kenyataan hidup tidak selalu tenang, malah mungkin ada pergumulan dan ancaman. Namun, bukankah akan selalu ada kebaikan Tuhan dalam setiap peristiwa hidup yang kita alami? Seperti perjalanan Yusuf dan Maria melahirkan keselamatan, demikianlah perjalanan hidup kita melahirkan ucapan syukur atas kebaikan Tuhan.
(Lukas 2:6-7)

Quote Of The Day - 17 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-17 20:50:10
Ada orang-orang Kristen bisa mengusir roh-roh jahat, tetapi tidak bisa mengusir pikiran Iblis di dalam dirinya.

Mutiara Suara Kebenaran - 17 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-17 20:48:18
Tuhan tidak bisa mengubah kita kalau kita belum menyerahkan diri sepenuh.

INDEBTED TO LIFE - 17 Desember 2024 (English Version)
2024-12-17 20:38:46
The people of Israel were merely a people, not truly children, even though they were referred to as children. They were not like us, who genuinely become children of the Father. However, we will only be legitimate children if we possess the mind and heart of God-that is, if we partake in the divine nature (2 Peter 1:3-4). When God says that we are not our own, it does not mean He is greedy; rather, it means He cannot transform us unless we fully surrender ourselves. That is why Luke 14:33 states, “If you do not renounce all your possessions, you cannot be My disciple.” In other words, without such renunciation, we cannot be transformed. If we are not redeemed, we become children of Satan. There are only two fathers: Father Yahweh and Lucifer. Whoever we worship becomes our father. Jesus was once tempted to become a child of Lucifer when Satan showed Him the splendor of the world and said, “If You worship me, I will give You all of this.” Had Jesus desired this world, He would have become a child of Satan.
It is not wrong to own a house, a car, a company, money, or wealth. But we must not desire these things or make them our source of happiness. This is a deeply spiritual matter and difficult to explain, but the Holy Spirit will guide us all. We cannot serve two masters (Matthew 6:24). Our Father is Elohim Yahweh, whose Son is Jesus, who makes us children of the Father. Becoming children of the Father is not automatic. We are justified but not yet fully transformed. The real question is, after becoming children of the Father, are we serious about it? If we are serious, we must learn and be transformed, so that we partake in the divine nature, becoming like the Father-perfect as He is perfect. If we become children of Lucifer, children of Satan, we do not need to learn anything. There are no responsibilities or duties-just self-indulgence.
When Jesus teaches us to pray, “Our Father who art in heaven,” it signifies that God has a home and is not a wanderer. Jesus repeatedly emphasizes, “Your Father who is in heaven, Your Father who is in heaven,” so we understand that the Father has a throne and a dwelling place. This is why Jesus promises, “I will take you to My place. Where I am, there you will also be.” Can Satan promise a place? No. All he offers is enjoyment on this earth, make your heart happy here, but this earth will eventually become a lake of fire.
So we must always make time every day to pray, because there we are confronted with God personally. We can be in the library 24 hours or 8 hours every day, for 6 days, Monday to Saturday, but if we do not meet God, we will not be changed. Every day, we must encounter God, and in that moment, we will surely be faced with the reality that God is alive. Through this encounter, we can sense whether our lives have pleased Him or not. Perhaps we have a large house, a home theater, or a special makeup room, but if we do not have a prayer room, it is evidence that we lack respect or do not honor Him enough. How sly we can be-we often do not feel much need for Him unless we are in dire straits or facing problems beyond our ability to solve. Let us not live this way.
If one day we meet God after a lifetime of failing to honor Him properly, we will surely tremble. However, if every day we strive to bring joy to God’s heart and make Him smile, we will undoubtedly long for Him. Why don’t we long for God? Because we lack interest in Him. Our interest lies only in the world. Worshiping the devil does not necessarily mean performing ritualistic ceremonies dedicated to Satan, but when our hearts are attracted, tied to the world, we have been led astray. We are led to the wrong father. That is why, when Jesus rejected Satan’s temptation by refusing the world, He said, “You must worship the Lord your God,” assigning Him the highest value. Now, fill our time by seeking God, because we owe Him our lives.
We ought to live for God. Our lives should revolve around Him alone. Let us press forward to the new heaven and new earth. There is no other destination except the new heaven and new earth. What is there to boast about? We betray God when we indulge in the comforts of this world and are consumed by them. Life is tragic. No matter how many houses we own or how remarkable our careers may seem, it will all come to an end. But there is one thing that can resolve the tragedy of our lives: the new heaven and new earth. Don’t be afraid-there will be a way out eventually; just live it, just get through it. We continue to build a life that is pleasing to God.
IF EVERY DAY WE STRIVE TO BRING JOY TO GOD’S HEART AND MAKE HIM SMILE, WE WILL UNDOUBTEDLY LONG FOR HIM.

BERUTANG KEHIDUPAN - 17 Desember 2024
2024-12-17 20:27:37
Umat Israel hanya menjadi umat, tapi belum menjadi anak, walaupun ada sebutan anak. Mereka tidak seperti kita yang benar-benar menjadi anak-anak Bapa. Namun kita akan menjadi sah jikalau kita memiliki pikiran dan perasaan Allah, yaitu jika kita berkodrat ilahi (2 Ptr. 1:3-4). Jadi kalau Tuhan berkata kita bukan milik kita sendiri, itu maksudnya bukan Tuhan serakah, melainkan Tuhan tidak bisa mengubah kita kalau kita belum menyerahkan diri sepenuh. Itulah sebabnya Lukas 14:33 dikatakan, Jika kamu tidak lepaskan dirimu dari segala milikmu, kamu tak dapat jadi murid-Ku,” artinya tak dapat diubah. Kalau kita tidak ditebus, kita jadi anak setan. Sebab hanya ada dua bapak, Bapa Yahweh dan Lusifer. Kepada siapa kita menyembah, dialah bapa kita. Yesus pernah dicobai agar menjadi anak Lusifer dengan menunjukkan keindahan dunia dan setan berkata, “Kalau Kamu menyembah aku, kuberikan dunia pada-Mu.” Kalau Yesus mengingini dunia ini, Dia menjadi anak setan.
Adalah tidak salah kalau kita memiliki rumah, mobil, perusahaan, uang, harta banyak, dll. Tapi jangan mengingini dan menjadikan itu sebagai kebahagiaan kita. Ini memang masalah batin dan susah dijelaskan, tapi Roh Kudus akan menuntun kita semua. Dan kita tidak bisa mengabdi kepada dua tuan (Mat. 6:24). Bapa kita adalah Elohim Yahweh, yang Putra-Nya adalah Yesus, yang membuat kita menjadi anak-anak Bapa. Menjadi anak Bapa bukan otomatis. Kita hanya dibenarkan, tapi belum diubahkan benar. Masalahnya, setelah jadi anak-anak Bapa, serius tidak? Kalau serius, kita harus belajar. Diubahkan, agar berkodrat ilahi atau berkeberadaan seperti Bapa, atau sempurna seperti Bapa. Kalau menjadi anak Lusifer, anak setan, kita tidak perlu belajar apa-apa, tidak perlu. Senangkan hati sendiri, tidak ada tugas, tidak ada kewajiban.
Maka kalau Yesus mengajarkan kita, “Bapa kami yang di surga,” ini berarti Allah memiliki rumah, bukan gelandangan. Berulang-ulang Yesus menyampaikan, “Bapamu yang di surga, Bapamu yang di surga,” supaya kita tahu bahwa Bapa itu memiliki takhta, punya rumah. Maka Yesus bisa menjanjikan, “Aku akan membawa kamu ke tempat-Ku. Di mana Aku ada, kamu berada.” Setan bisa menjanjikan tempat? Tidak. Nikmati di bumi ini, senangkan hati di sini, dan bumi ini akan jadi lautan api.
Maka kita harus selalu memberi waktu tiap hari berdoa, karena di situ kita diperhadapkan kepada Tuhan secara pribadi. Kita boleh di perpustakaan 24 jam atau 8 jam setiap hari, selama 6 hari, Senin sampai Sabtu, tapi kalau kita tidak bertemu Tuhan, kita tidak akan diubahkan. Jadi, setiap hari kita harus bertemu Tuhan, dan di situ pasti kita akan diperhadapkan pada kenyataan bahwa Allah itu hidup. Dan kita bisa merasakan apakah hidup kita telah memuaskan Dia atau tidak. Mungkin kita punya rumah besar, punya home theater, memiliki ruangan khusus untuk make up, dan lain-lain, tapi kita tidak memberi ruang doa, itu adalah bukti bahwa kita tidak atau kurang menghormati Dia. Liciknya kita, kita tidak merasa terlalu perlu Dia, kecuali sudah dalam keadaan kepepet, ada masalah yang kita tidak bisa selesaikan dengan kemampuan kita. Jangan begitu.
Kalau suatu hari kita bertemu Tuhan padahal selama hidup kita tidak menghormati Tuhan sepantasnya, kita pasti akan gemetar. Tapi kalau setiap hari kita berusaha untuk menyenangkan hati Tuhan, membuat senyum Tuhan, maka kita pasti merindukan Tuhan. Mengapa kita tidak merindukan Tuhan? Karena memang kita tidak memiliki interest; ketertarikan kepada Tuhan. Ketertarikan kita hanya pada dunia. Memang menyembah Iblis bukan berarti secara ritual-ritual seremonial melakukan seremonial ritual menyembah Iblis, tetapi ketika hati kita tertarik, terikat dengan dunia, kita telah disesatkan. Kita digiring kepada bapa yang salah. Itulah sebabnya ketika Yesus menolak menyembah Iblis dengan menolak dunia, Yesus berkata, “Kamu harus menyembah Tuhan Allahmu, memberi nilai tinggi.” Sekarang ini, isi waktu kita dengan mencari Tuhan, sebab kita berutang kehidupan.
Kita mestinya hidup untuk Tuhan. Ruang hidup kita hanya Tuhan. Ayo, kita ke langit baru bumi baru. Tidak ada tempat lain kecuali langit baru bumi baru. Kita mau sombong apa? Kita berkhianat kepada Tuhan kalau kita menikmati kenyamanan dunia dan tenggelam di dalamnya. Hidup ini tragis. Kita punya rumah berapa banyak pun, mau punya karier sehebat apa pun, akhirnya akan selesai. Tapi hanya ada satu yang bisa menyelesaikan ketragisan kita: langit baru bumi baru. Jangan takut, pasti ada jalan keluarnya nanti, jalani saja, lewati saja. Kita terus membangun kehidupan yang berkenan di hadapan Allah.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU SETIAP HARI KITA BERUSAHA UNTUK MENYENANGKAN HATI TUHAN, MEMBUAT SENYUM TUHAN, MAKA KITA PASTI MERINDUKAN TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 17 Desember 2024
2024-12-17 20:23:14
Filipi 1-4

Truth Kids 16 Desember 2024 - MAKAN SECUKUPNYA DAN BERBAGI
2024-12-16 20:28:44
1 Korintus 9:27
”Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak.”
Sepulang dari Sekolah Minggu, Samuel merasa sangat lapar. Di meja makan, ia melihat ada kue cokelat yang besar dan menggiurkan. Tanpa pikir panjang, Samuel langsung mengambil sepotong besar kue dan memakannya dengan cepat. Tak lama kemudian, ia mengambil potongan kedua. Mama yang sedang mencuci piring memperhatikan, "Samuel, ingat, kue itu untuk kita makan bersama. Jangan terlalu banyak, nanti kamu sakit perut dan yang lain tidak kebagian." Namun, Samuel tidak peduli dan terus memakan kue tersebut. Saat adik Samuel datang untuk mengambil kue, ternyata hanya tersisa satu potongan kecil. "Kak, aku mau juga," kata adik Samuel dengan wajah sedih. Samuel pun terdiam, menyadari bahwa ia sudah mengambil terlalu banyak.
Sobat Kids, Tuhan menginginkan kita menjaga tubuh kita dengan makan secukupnya dan berbagi dengan orang lain. Menahan diri bukan hanya soal makan, tetapi juga menunjukkan kasih kepada sesama. Yuk, kita belajar mengendalikan keinginan dan peduli pada orang lain!

Truth Junior 16 Desember 2024 - BERHENTI MAKAN SEBELUM KENYANG
2024-12-16 20:26:32
1 Korintus 9:27
”Tetapi aku melatih tubuhku dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak."
Sobat Junior, pernahkah kalian mendengar slogan “berhentilah makan sebelum kenyang?” Biasanya slogan ini disuarakan untuk menganjurkan agar kita tidak terlalu banyak makan karena dapat berdampak buruk bagi kesehatan. Ternyata, kalau kita makan banyak hingga rasanya perut terlalu penuh, pencernaan kita bisa terganggu, loh. Makanya ada baiknya kita mengikuti apa yang dikatakan slogan ini, yaitu kita berhenti makan sebelum kekenyangan. Tentu saja makanan yang kita konsumsi porsinya harus cukup dan terdiri dari jenis makanan yang menyehatkan, ya.
Slogan ini juga mencegah agar kita tidak rakus atau terlalu serakah dalam hal menikmati berkat jasmani yang terkait dengan lidah. Apalagi ketika kita menyantap makanan kesukaan kita, pasti sulit untuk hanya makan sedikit, bukan? Begitu juga ketika lidah kita merasakan suatu makanan yang lezat, pasti rasanya ingin makan makanan itu sebanyak-banyaknya. Dengan membiasakan diri berhenti makan sebelum kenyang, kita sebenarnya sedang belajar menguasai diri dari hawa nafsu kedagingan, Sobat Junior. Sebab kalau kita tidak sanggup mengatur selera makan kita, berarti kita sanggup mengendalikan diri kita. Ingat, terlalu banyak tidak bagus untuk kesehatan, tapi juga jangan terlalu sedikit supaya kita tidak gampang sakit. Segala sesuatu harus sesuai dengan porsinya.

Truth Youth 16 Desember 2024 (English Version) - ENJOYING LIFE
2024-12-16 19:30:13
"Do not be anxious about anything, but in every situation, by prayer and petition, with thanksgiving, present your requests to God. And the peace of God, which transcends all understanding, will guard your hearts and your minds in Christ Jesus." (Philippians 4:6-7)
Should life be enjoyed or simply lived? According to recent research, 16% of Indonesians have experienced anxiety in the past year, largely influenced by controversial political events, such as the national leadership elections. This number rose to 17.1% after the elections concluded, as reported by Kompas.
From this data, it’s clear that people often struggle to manage external pressures in life. Whether it’s an uncomfortable environment, lack of support from family, or friends who don’t understand what they’re going through, the stress can feel overwhelming.
Even seemingly small incidents, such as a hurtful remark, can have a significant impact on a person’s emotions and their relationships, despite being minor. How we treat others, even in the smallest interactions, matters deeply, as it affects both their well-being and our own.
However, sometimes, it’s necessary to adopt a detached attitude toward things we can’t control, especially when we’re not feeling our best. Not everything needs constant attention, and we don’t have to micromanage every task or emotion.
As Philippians 4:6-7 teaches, we must be thankful and not focus solely on the tasks we don’t fully understand or control. Life is about finding balance—enjoying it, being thankful, and not getting overly fixated on every emotion. We don’t always have to be happy or sad; instead, we should learn to manage what we feel, what we care about, and what’s to come in our lives.
WHAT TO DO:
- Understand that personal pressure can be overwhelming.
- Small actions can either hurt or uplift others.
- We need to be grateful and enjoy the life we have.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Timothy 1-4

Truth Youth 16 Desember 2024 - MENIKMATI KEHIDUPAN
2024-12-16 19:28:12
”Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” (Filipi 4:6-7)
Kehidupan harus dinikmati atau perlu dinikmati? Jika kita kembali melihat data riset yang telah dilakukan oleh para ahli dalam kurun waktu 1 tahun terakhir, 16% masyarakat Indonesia mengalami kecemasan. Hal ini mungkin cukup berdampak dari pemilihan pemimpin negara ini yang cukup banyak mengundang kontroversial, lalu setelah itu mengalami sebuah peningkatan hingga 17,1% setelah selesai pemilihan pemimpin negara. Sumber ini didapatkan melalui website Kompas.
Berdasar dari data tersebut, manusia secara personal tidak selalu bisa menangani tekanan yang berasal dari faktor-faktor eksternal kehidupannya. Misalnya, dari lingkungan yang memberikan sebuah hal yang tidak nyaman dan tidak menciptakan sebuah kenyamanan. Lalu juga keluarga yang tidak memberikan sebuah dukungan, serta teman-teman yang tidak mengerti tentang apa yang sedang dijalani.
Hal ini juga bisa terjadi kalau misalnya ada sebuah peristiwa yang mungkin terlihat sederhana berkaitan dengan respons seseorang yang tidak terlalu baik, sehingga menyakiti perasaannya meskipun tidak terlalu seberapa. Namun ini cukup berdampak dengan etika seseorang dalam memperlakukan lingkungannya juga orang-orang terdekatnya, meskipun menjadi hal yang paling sederhana.
Tapi tidak peduli atau bersikap acuh dalam segala sesuatu yang terjadi, mungkin terkadang perlu dilakukan di saat kita sedang tidak baik-baik saja. Karena tidak bisa semua hal terus menerus kita perhatikan, dan masing-masing manusia tidak perlu selalu diatur dalam pekerjaan yang dilakukan.
Karena seperti yang ada dalam Filipi 4:6-7, setiap orang perlu mensyukuri bukan harus selalu fokus dalam pekerjaan-pekerjaan yang bahkan dirinya tidak tahu tentang apa tujuannya? Maka, kita harus bisa menikmati dan mensyukuri hidup ini. Tidak perlu selalu merasa senang, tidak perlu selalu merasa sedih. Tetapi, pastinya kita harus bisa mengatur apa yang kita perlu rasakan, pedulikan, dan kita tahu tentang apa yang akan terjadi dalam kehidupan kita.
WHAT TO DO:
1.Manusia secara personal tidak bisa mengalami tekanan
2.Tindakan kecil seseorang bisa melukai atau menyenangkan orang lain
3.Kita perlu mensyukuri dan menikmati kehidupan yang dijalani
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Timotius 1-4

Renungan Pagi - 16 Desember 2024
2024-12-16 18:29:54
Salah satu indikasi jati diri seseorang yang buruk adalah ketika jati diri mereka hanya sebatas penampilan fisik dan apa kata orang, ini adalah orang yang tidak bisa menjadi diri sendiri, tidak jelas, menyangkal realita, berubah-ubah dan bahkan munafik, itu bukan yang diinginkan Tuhan.
Allah mengharapkan setiap orang percaya memiliki jati diri bukan berdasarkan kata orang, bukan dari keinginan diri sendiri, tetapi apa kata Tuhan, Alkitab berkata bahwa “Hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus."
(Filipi 1:27)

Quote Of The Day - 16 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-16 18:26:28
Orang yang menghayati bahwa dirinya adalah makhluk kekal akan berusaha meraih apa yang lebih dari kehidupan di bumi ini.

Mutiara Suara Kebenaran - 16 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-16 18:24:46
Kalau setiap hari kita tidak berusaha menyenangkan hati Tuhan, tidak berusaha menyukakan hati Tuhan, yang sama dengan tidak sungguh-sungguh berambisi untuk menemukan senyum Tuhan, itu berarti kita tidak mengasihi Tuhan.

STOPPING THE JOURNEY OF TIME - 16 Desember 2024 (English Version)
2024-12-16 18:22:50
Have we ever imagined what it would be like when we meet God and stand before the presence of the Father’s throne? Will we feel joy, peace, or fear? Because in the end, we will all reach the final moments of our lives. There is no one and nothing that can stop the journey of time. With every beat of our hearts, with every passing second, we are carried by an unstoppable current. And one day, we will inevitably reach the end of our time. How many of us, when that moment comes, will see God’s smile? We must take this matter seriously. We must not consider this something simple or trivial. But in reality, we have never fought for whether at the end of our time, we will truly be found pleasing. If we use the term "God's smile," we are not ambitious to find God's smile.
If, each day, we do not strive to bring joy to God’s heart, do not try to please God, which is the same as not being truly ambitious to find God's smile, that means we do not love God. We also do not consider God valuable. That also means we do not respect God. And we certainly will not find God's smile. God is perfect in His integrity, cannot be bribed. It would be terrible if we were not serious about dealing with God in this matter. The number of congregations present, for a true servant of God, does not make him feel satisfied. In fact, worries can arise, burdens can arise. Because what is important is not that the congregation comes to church every week, but how their days of life every day please God. This does not mean that our work ethic, our enthusiasm for building careers, earning a living, or pursuing education should diminish.
Indeed, this world is so corrupt. Almost all human living standards are perverted. The right standard of living is a godly standard of living, which is expressed in the Bible: “Whether you eat or drink or do anything, do all for the glory of God” (1 Cor. 10:31). Honestly, looking at our lives today, it feels like we have not pleased Him. And that has been going on for years. Until God hits us repeatedly. And now we understand how we should live. The beautiful sentence we say to the Father in heaven is: “I owe You my life, Father. And I must pay with my life.” Not with offerings, money, it will not be enough. Or with being active in church, that is not enough. But if we offer our whole life, that is what can make the Father smile. And all of us should have the potential for this.
The Bible says, "Make Jesus your weapon. Wear Him like a garment." This is the only way to prevent the devil from penetrating or influencing our lives. It’s like selling a genuine product-even if it’s expensive and not many are interested, we choose to offer the real thing. Many opt for the counterfeit because it’s cheaper and seems safe enough. But we choose to follow Jesus at the true cost. We owe Him our lives. If we refuse, that is our choice-but one day, we will tremble before the Almighty God of the universe. It is terrifying to stand before the Most High God.
So, the question for all of us is: "To what extent do we honor the Father?" For decades, we have lived by the world’s standards, adopting its rhythms, ways, and habits.
Yet, as believers, we should recognize that we have been bought with a price, fully paid, and we are no longer our own. To follow Jesus means relinquishing ownership of ourselves. If we are unwilling to do this, then we might as well remain our own masters. But if we follow Jesus, we must belong entirely to Him, redeemed by His precious blood and made His possession. In the Bible, it is written that "Yahweh is for the people of Israel," meaning that the people of Israel are a nation that belongs exclusively to God. How can we now belong to God, become His people and children? The atoning blood of Jesus. When Jesus declared, "I am the way," He was pointing to the ultimate goal-the Father. We were purchased with a fully paid price, justified (deemed righteous, even if we are not yet fully righteous), and brought to the Father. The Father then educates us by giving us the Holy Spirit. The Holy Spirit guides us into all truth and helps us become the children of God that the Father desires.
NO ONE AND NOTHING CAN STOP THE JOURNEY OF TIME.

MENGHENTIKAN PERJALANAN WAKTU - 16 Desember 2024
2024-12-16 18:20:55
Pernahkah kita membayangkan, kalau nanti kita bertemu dengan Tuhan dan berhadapan dengan hadirat takhta Bapa, apakah kita merasa bahagia, tenang, atau ketakutan? Sebab pada akhirnya, pasti kita ada di ujung waktu hidup kita. Tidak ada seorang pun dan apa pun yang dapat menghentikan perjalanan waktu. Seiring dengan detak jantung kita, seiring dengan berjalannya detik demi detik, kita ada di dalam arus yang tidak dapat kita hentikan. Dan kita pasti nanti akhirnya ada di ujung waktu kita. Kira-kira berapa banyak di antara kita ini yang sampai ujung waktu, kita akan melihat senyum Tuhan? Kita harus menganggap hal ini serius. Kita tidak boleh anggap ini sesuatu yang sederhana atau remeh. Namun kenyataannya, memang kita tidak pernah memperjuangkan apakah di ujung waktu kita, benar-benar kita didapati berkenan. Kalau menggunakan istilah “senyum Tuhan,” memang kita tidak berambisi untuk menemukan senyum Tuhan.
Kalau setiap hari kita tidak berusaha menyenangkan hati Tuhan, tidak berusaha menyukakan hati Tuhan, yang sama dengan tidak sungguh-sungguh berambisi untuk menemukan senyum Tuhan, itu berarti kita tidak mengasihi Tuhan. Kita juga tidak menganggap Tuhan itu berharga. Itu juga berarti kita tidak menghormati Tuhan. Dan kita pasti tidak akan menemukan senyum Tuhan. Tuhan itu sempurna integritas-Nya, tidak bisa disuap. Mengerikan sekali kalau kita tidak serius berurusan dengan Tuhan dalam hal ini. Banyaknya jemaat yang hadir, bagi hamba Tuhan yang benar, itu tidak membuat ia merasa puas. Malah bisa muncul kekhawatiran, muncul beban. Sebab yang penting bukan jemaat datang ke gereja setiap minggu, tetapi bagaimana hari-hari hidup mereka setiap hari itu menyenangkan Tuhan. Ini tidak akan mengurangi etos kerja kita. Ini tidak mengurangi aktif, giatnya kita berkarier, mencari nafkah, dan studi.
Memang dunia ini sudah begitu rusak. Standar hidup manusia hampir semua sesat. Standar hidup yang benar adalah standar hidup bertuhan, yang dibahasakan oleh Alkitab: “Baik kamu makan atau minum atau melakukan segala sesuatu, lakukan semua untuk kemuliaan Tuhan” (1 Kor. 10:31). Sejujurnya, melihat hidup kita hari ini, rasanya kita belum menyenangkan hati-Nya. Dan itu berlangsung bertahun-tahun. Sampai Tuhan memukul kita berulang kali. Dan sekarang kita mengerti, bagaimana seharusnya hidup. Kalimat yang indah kita sampaikan kepada Bapa di surga adalah: “Saya berutang kehidupan kepada-Mu, Bapa. Dan saya harus membayar dengan kehidupan.” Bukan dengan persembahan, uang, tidak akan cukup. Atau dengan keaktifan di gereja, itu pun tidak cukup. Tapi kalau seluruh hidup kita persembahkan, itu yang bisa membuat Bapa tersenyum. Dan semua kita mestinya bisa berpotensi untuk ini.
Alkitab berkata, “Jadikan Yesus senjata. Kenakan seperti baju.” Hanya ini yang bisa membuat Iblis tidak bisa menembus hidup kita, tidak bisa memengaruhi hidup kita. Kalau ibarat menjual barang, kita menjual barang asli walaupun harganya mahal dan peminatnya tidak banyak. Sebab banyak yang palsu dan harganya lebih murah, dan kelihatannya aman-aman saja. Tetapi kita mau menjual dengan harga yang sebenarnya dalam mengikut Tuhan Yesus. Kita berutang kehidupan. Kalau kita tidak mau, tidak apa-apa, tapi kita akan gemetar nanti di hadapan Allah semesta alam. Mengerikan pada saat kita berhadapan dengan Allah semesta alam yang Maha Agung. Maka pertanyaan untuk kita semua, “Seberapa kita menghormati Bapa?” Cara hidup atau gaya hidup dunia sudah kita kenakan selama puluhan tahun sehingga menjadi irama, keberadaan, atau habit.
Padahal, mestinya sebagai orang percaya, kita adalah orang-orang yang telah dibeli dengan harga yang lunas dibayar, dan kita bukan milik kita sendiri. Jadi kalau mau percaya Tuhan Yesus, memang kita tidak berhak memiliki diri sendiri. Kalau tidak mau begitu, ya tidak usah. Milikilah diri kita sendiri. Sebab kalau ikut Tuhan Yesus, kita harus dimiliki Tuhan Yesus; ditebus dengan darah yang mahal dan kita menjadi milik Tuhan. Kalau di Alkitab, ada tertulis bahwa “Yahweh untuk umat Israel,” artinya memang umat Israel menjadi bangsa yang eksklusif milik Allah. Bagaimana sekarang kita bisa menjadi milik Allah, menjadi umat sekaligus anak-anak-Nya? Darah Yesus yang menebus. Kalimat Tuhan Yesus, _
“Akulah jalan,” tentu bukan tujuan. Tujuannya adalah Bapa. Kita dibeli dengan harga lunas dibayar. Kita dibenarkan, artinya dianggap benar walaupun belum berkeadaan benar, dibawa kepada Bapa. Lalu Bapa mendidik kita dengan memberikan Roh Kudus. Roh Kudus yang menuntun kita kepada segala kebenaran, Roh Kudus yang menolong kita agar kita bisa mencapai keberadaan sebagai anak-anak Allah seperti yang Bapa kehendaki.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
TIDAK ADA SEORANG PUN DAN APA PUN YANG DAPAT MENGHENTIKAN PERJALANAN WAKTU.

Bacaan Alkitab Setahun - 16 Desember 2024
2024-12-16 18:17:34
Efesus 1-6

Truth Junior 15 Desember 2024 - ANESTESINYA TUHAN
2024-12-15 17:54:20
Amsal 14:30
”Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.”
Sobat Junior, apakah kalian tahu istilah ‘obat bius’ atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan ‘anestesi?’ Sederhananya, anestesi adalah obat penenang dan pereda rasa nyeri akibat luka yang parah. Biasanya, anestesi diberikan oleh dokter untuk pasien yang akan melakukan tindakan operasi, dengan tujuan agar pasien tersebut tidak merasa sakit selama proses pembedahan berlangsung. Orang yang diberikan obat bius atau anestesi akan lebih tenang karena tubuhnya tidak merasakan sakit walaupun terluka parah. Namun, anestesi ini punya kekurangan, yaitu tidak bertahan lama. Jadi dengan kata lain, kalau efek dari anestesi ini hilang, orang tersebut tetap merasakan sakit di tubuhnya.
Tapi tahukah Sobat Junior, ada jenis anestesi yang jangka waktunya unlimited? Anestesi ini asalnya dari Tuhan, loh, Sobat Junior. Kalau Sobat Junior mengonsumsi anestesi ini, maka kalian tidak hanya merasa tenang, tetapi juga damai sejahtera. Anestesi yang berasal dari Tuhan ini tidak memiliki efek samping apa pun, tetapi justru menyegarkan jiwa. Anestesi dari Tuhan ini adalah hati yang pemaaf dan penerima. Yaps, memaafkan semua kesalahan orang dan menerima situasi yang tidak mengenakan terjadi. Dengan memiliki hati pemaaf dan penerima, Sobat Junior telah memberikan anestesi bagi jiwa yang terluka dan menyembuhkan rasa sakit. Yuk, Sobat Junior, sama-sama kita mulai menyuntikkan anestesi Tuhan ini dalam jiwa kita.

Truth Kids 15 Desember 2024 - BERSYUKUR : KUNCI HATI YANG TENANG
2024-12-15 17:56:16
Amsal 14:30
”Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.”
Hari ini, Sinta merasa kesal saat melihat teman sekelasnya, Fanny. Fanny mendapat hadiah mainan baru dari orang tuanya. "Aku juga mau mainan seperti itu," pikir Sinta dengan cemberut. Namun, saat pulang ke rumah, Ibu menasihatinya, "Sinta, ingatlah bahwa Tuhan sudah memberikan banyak berkat untukmu. Coba lihat boneka kesayanganmu, rumah yang nyaman, dan teman-teman yang baik." Sinta terdiam dan mulai tersenyum. Ia sadar, ada begitu banyak hal yang bisa disyukurinya.
Sobat Kids, seperti yang tertulis dalam Amsal 14:30, "Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang." Iri hati muncul ketika kita tidak puas dengan apa yang kita miliki. Ketika kita iri, hati kita menjadi gelisah dan tidak tenang. Namun, dengan penguasaan diri, kita bisa belajar bersyukur dan menerima berkat-berkat yang Tuhan sudah berikan. Saat kita bersyukur, hati kita menjadi tenang dan sukacita mengisi hidup kita.
Mari kita belajar untuk menguasai diri dan menghindari iri hati, sehingga hati kita selalu penuh damai dan sukacita dari Tuhan!

Truth Youth 15 Desember 2024 (English Version) - THANKFUL VIBES: WHEN GRATITUDE BECOMES DAILY WORSHIP
2024-12-15 17:49:05
"Enter His gates with thanksgiving and His courts with praise; give thanks to Him and praise His name!" (Psalm 100:4)
Guys, have you ever thought that our gratitude can be a special form of worship to God? Sometimes, we focus so much on asking for things in our prayers, but forget to pause and say “thank you” for all that God has given us. In fact, gratitude is a form of worship that God sees and greatly values.
When we are grateful, we show that we recognize all the blessings God has given us—whether it’s family, friends, or even the small moments that make us smile. In Psalm 100:4, there’s an invitation that says, “Enter His gates with thanksgiving and His courts with praise.” This means that God wants us to draw near to Him with hearts full of gratitude.
Gratitude isn’t just about words or prayers; it can also be expressed through actions. For example, when we share with those in need or show love to those around us, we are also expressing our gratitude. In this way, we not only speak our thanks but also demonstrate that we appreciate God’s blessings by extending their impact to others.
So, let’s make it a habit to express gratitude as an act of worship. Not only does it bring peace to our hearts, but it also makes God happy! Keep being thankful, because every little thing in life is a blessing. Let’s live with a grateful heart and make it our daily worship!
WHAT TO DO:
- Dare to speak up and always express gratitude.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Timothy 1-6

Truth Youth 15 Desember 2024 - THANKFUL VIBES : KETIKA SYUKUR JADI IBADAH SEHARI-HARI
2024-12-15 17:57:28
”Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-Nya!” (Mazmur 100:4)
Guys, pernah nggak sih kita berpikir kalau rasa syukur kita bisa jadi bentuk ibadah yang spesial buat Tuhan? Kadang kita terlalu fokus minta ini itu dalam doa, tapi lupa untuk berhenti sejenak dan bilang “terima kasih” atas semua yang sudah Tuhan kasih. Padahal, rasa syukur itu adalah bentuk ibadah yang Tuhan lihat dan sangat hargai.
Saat kita bersyukur, kita menunjukkan bahwa kita menyadari semua berkat yang Tuhan berikan—entah itu keluarga, teman, atau bahkan momen kecil yang bikin kita senyum. Dalam Mazmur 100:4, ada ajakan yang bilang, “Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian.” Artinya, Tuhan ingin kita mendekat kepada-Nya dengan hati yang penuh syukur.
Bersyukur nggak cuma lewat kata-kata atau doa, tapi juga bisa lewat tindakan. Misalnya, saat kita berbagi sama orang yang kurang beruntung atau menunjukkan kasih ke orang sekitar, itu juga bentuk syukur kita. Dengan cara ini, kita bukan cuma mengucapkan rasa syukur tapi juga memperlihatkan bahwa kita menghargai berkat Tuhan dengan memperluas dampaknya buat orang lain.
Jadi, yuk mulai biasakan mengungkapkan rasa syukur sebagai bentuk ibadah. Bukan hanya bikin hati kita tenang, tapi juga bikin Tuhan senang! Teruslah bersyukur, karena setiap hal kecil dalam hidup ini adalah berkat. Let’s live with a grateful heart and make it our daily worship!
WHAT TO DO:
Memberanikan diri untuk speak up untuk selalu bersyukur.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Timotius 1-6

Renungan Pagi - 15 Desember 2024
2024-12-15 17:38:04
Hidup di zaman sulit seperti sekarang ini tak mudah menemukan orang yang punya kepedulian terhadap sesamanya, apalagi punya kemurahan hati, Alkitab nyatakan di masa-masa akhir, kebanyakan orang tak lagi punya kasih, lebih mementingkan diri sendiri, itu adalah gambaran tentang keadaan manusia pada masa akhir.
Namun bagi kita orang percaya apapun situasinya, kita diajar untuk memiliki kasih seperti Kristus! Memang tak mudah mempraktekkan kasih, karena kasih itu memberi, dalam hal ini bukan semata-mata berbicara tentang mempersembahkan yang berwujud uang atau materi, tapi juga memberi perhatian, waktu, tenaga, pikiran dan sebagainya.
(2 Timotius 3:1-4)

Quote Of The Day - 15 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-15 17:35:47
Banyak orang sibuk dengan rencana dan kesibukannya sendiri, sampai pada satu saat—di depan tahta pengadilan Kristus, ketika Ia menyingkapkan semua—pasti ada orang-orang yang sangat menyesal karena telah menyia-nyiakan kesempatan yang begitu berharga.

Mutiara Suara Kebenaran - 15 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-15 17:34:15
Satu hal yang harus paling kita takuti, adalah berbuat dosa.

YANG HARUS PALING KITA TAKUTI - 15 Desember 2024
2024-12-15 17:31:11
Efektivitas kekuatan kehadiran Allah itu tidak bisa dibayangkan, tidak bisa dijelaskan. Itu akan bisa kita rasakan ketika kita berada di dalam keadaan itu. Kalau kita membayar kekudusan, ketaatan kepada Tuhan, hati yang melekat kepada Allah dan tidak terikat dengan percintaan dunia, maka Allah menjadi begitu kuat menguasai kita, dan ini merupakan proses kehidupan yang harus terjadi atau berlangsung setiap hari. Jadi sejatinya, gereja Tuhan adalah tempat atau ruang pertemuan antara Allah dan umat. Kalau gereja menjadi ruang pertemuan antara umat dan Allah secara massal, maka tubuh kita menjadi ruang pertemuan antara Allah dan kita secara pribadi. Kita adalah bait Allah. Dan nanti ketika kita meninggal dunia, tubuh kita dikubur karena manusia lama kita bersama dengan tubuh daging yang tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Surga.
Roh kita, yang memiliki nurani ilahi, sudah mengenakan kodrat ilahi, diberi tubuh kemuliaan. Jadi, roh manusia itu—dalam bahasa Ibrani bisa digunakan kata ruakh, tapi juga bisa diterjemahkan nishmat khayyim—sebenarnya memuat nurani. Jiwa kita itu antara roh dan tubuh. Apa yang masuk di tubuh, semua pengalaman yang masuk, dirasakan di jiwa, dimuat di jiwa. Yang paling banyak dimuat di jiwa itu, diserap oleh roh, menjadi nurani. Jadi, kalau yang diserap itu buruk, maka nuraninya membangun nilai-nilai yang buruk juga. Kalau dari kecil diajar mencuri, berkelahi, dan itu dianggap tidak apa-apa, maka itu masuk dalam nurani menjadi nilai hidupnya. Setelah nurani matang, atau nuraninya dewasa, maka dia akan menguasai jiwa lalu terekspresi dalam tindakan dan perbuatan. Hidupnya dikendalikan oleh nurani yang sudah rusak.
Sampai pada titik tidak balik, tidak bisa diperbaiki nuraninya. Tapi kalau dari kecil mendengar firman atau waktu pemuda bertobat, maka nuraninya bagus. Ingat, nurani yang bagus ini adalah nurani standarnya Yesus, yang prinsip-Nya: “Makanan-Ku adalah melakukan kehendak Allah dan menyelesaikan pekerjaan-Nya_
.” Yang ketika ditawari dunia, maka dia akan menjawab, “_Kamu harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia saja kamu berbakti!_
" Nurani ini, dalam kesadaran ilahi, diberi tubuh kemuliaan. Dalam Alkitab ditulis, “
Iblis berbisik pada Yudas.” Jadi terjadi dialog dengan Iblis karena Yudas sudah begitu rusak. Pikirannya uang terus sampai dia membuka ruangan untuk dialog dengan Iblis. Jadi tubuhnya adalah bait Iblis.
Kalau kita dipenuhi Roh Kudus dengan nurani yang bersih, maka kita juga jadi makhluk supranatural. Iblis tidak akan berkuasa atas kita. Allah kita, dahsyat. Kalau Dia mendiami kita, menjadi “jimat” kita, itu luar biasa. Bagi hamba Tuhan-hamba Tuhan harus punya jimat ini dan efektif. Waktu kita khotbah, berdoa, mengusir setan, jadi efektif. Jangan sampai dipermalukan, mengusir setan malah dipermalukan oleh setan. Makanya kita harus berdoa setiap saat. Tuhan akan menjaga kita. Kita salah sedikit saja, berasa sekali. Karena orang yang diurapi Tuhan, wajahnya bercahaya dan bisa menebar pesona. Bapa di surga menyertai, Dia tidak pernah meninggalkan kita, Dia mau diam di dalam diri kita, membangun bait suci-Nya, Tuhan akan pelihara tubuh kita, keluarga kita. Semua pasti dijaga Tuhan, tidak ada yang perlu ditakutkan.
Masalahnya, bagaimana menghayati kehadiran Allah dan punya keberanian menghadapi hidup itu tidak bisa dijelaskan, tapi kita harus ada di dalam situasi itu. Gereja harus mengantar jemaat sampai menjadi bait Allah, kalau tidak pelayanan ini gagal. Maka kita harus berusaha bagaimana mengalami menjadi bait Allah itu. Sebagaimana Yesus adalah bait Allah dan bisa berkata, "Engkau tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau." Maka kita juga bisa berkata, "Engkau tinggal di dalam aku dan aku di dalam Engkau.” Yesus mengalami kepenuhan Allah, kita juga bisa mengalami kepenuhan Allah. Ayo, apa hebatnya jadi orang Kristen kalau kita tidak menjadi bait Allah di mana Allah hadir di dalam hidup kita? Itu jimat di atas segala jimat, kuasa di atas segala kuasa.
Hanya Yahweh Yang Perkasa! Sampai kita merasa tidak ada takutnya menghadapi hari esok. Kalau kita tidak berani memercayai Alkitab itu fakta, celaka! Sebab faktanya Allah itu hebat. Maka satu hal yang harus paling kita takuti, adalah berbuat dosa. Jangan melanggar pantangan. Temui Tuhan Allah Elohim Yahweh, Allah yang benar yang kita bisa hampiri karena Yesus Kristus. Tidak mungkin kita tidak menghormati Tuhan Yesus Kristus, karena segala kuasa di surga di bumi diberikan kepada Tuhan Yesus. Dialah Tuhan dan Raja kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono

Bacaan Alkitab Setahun - 15 Desember 2024
2024-12-15 17:22:58
Kolose 1-4
Filemon 1

Truth Kids 14 Desember 2024 - HIDUP SEDERHANA, HATI BAHAGIA
2024-12-14 23:35:55
1 Timotius 6:6
_”Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.”
Siapa di sini yang suka makan makanan favoritnya? Atau mungkin senang bermain game atau menonton acara kesukaan? Sobat Kids, apakah kita pernah merasa ingin makan atau bermain terus-menerus sampai lupa waktu? Padahal, Tuhan mengajarkan kita untuk tidak berlebihan dalam segala hal. Tuhan ingin kita bisa mengendalikan diri dan hidup sederhana.
Contohnya, ketika kita terlalu sering minta jajan atau minta dibelikan mainan terus-menerus, kita bisa lupa bahwa ada hal-hal lain yang lebih penting, seperti menabung atau membantu orang lain. Tuhan ingin kita belajar hidup sederhana, artinya kita tidak selalu mementingkan keinginan kita, tetapi juga memikirkan kebutuhan orang lain.
Sobat Kids, mengendalikan diri itu penting agar kita tidak terjebak dalam kebiasaan yang berlebihan. Kita bisa berdoa kepada Tuhan untuk meminta kekuatan sehingga bisa hidup lebih sederhana. Ketika kita bisa menguasai diri, kita akan lebih mudah merasa bersyukur. Hidup kita pun akan penuh damai sejahtera. Yuk, kita latih penguasaan diri kita dan hiduplah sesuai dengan kehendak Tuhan!

Truth Junior 14 Desember 2024 - TETAPLAH BERSYUKUR
2024-12-14 23:34:00
1 Timotius 6:6
”Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar.”
Pernahkah kalian berada dalam situasi yang tidak menyenangkan, Sobat Junior? Misalkan untuk mendapatkan sesuatu, kalian harus sabar menunggu. Atau kalian disalahkan atas perbuatan yang tidak kalian lakukan, atau bahkan kalian diejek atas kekurangan kalian. Hmmm… rasanya sangat menyakitkan mengalami hal-hal seperti ini. Ada perasaan kuat untuk marah dan membela diri, tetapi kalian tidak berdaya. Seberapapun besar rasa sakit yang kalian alami, Tuhan tahu penderitaan kalian dan Tuhan peduli. Jika kalian mengalami hal yang tidak menyenangkan atau bahkan menyakitkan, tidak masalah jika kalian mengekspresikan perasaan tersebut dengan menangis, tetapi tetap kendalikan diri kalian agar tidak melukai orang di sekitar dengan emosi negatif, seperti marah yang berlebihan, mencaci, atau bahkan bersikap kasar.
Sobat Junior, tahu tidak, ada satu metode yang sangat ampuh untuk dapat mengatasi kesedihan atas penderitaan yang kita alami? Mau tahu metodenya? Metode ampuh yang bisa kalian lakukan ketika mengalami penderitaan adalah selalu bersyukur dalam semua kejadian yang kalian alami. Hah?! Kok, aneh? Mengalami kesusahan dan penderitaan, tapi malah bersyukur?
Iya, dengan bersyukur atas semua hal yang terjadi, entah itu senang ataupun susah, sebenarnya kita menaruh rasa percaya kepada Tuhan untuk mengatur kehidupan kita. Kita tidak mengharapkan sesuatu sesuai dengan keinginan sendiri. Dengan bersyukur, kita dapat mengobati semua perasaan negatif dan memercayakan pengaturan hidup kita kepada Tuhan.

Truth Youth 14 Desember 2024 (English Version) - A GRATEFUL HEART, A QUALITY LIFE!
2024-12-14 23:31:09
"Rejoice always, pray continually, give thanks in all circumstances; for this is God’s will for you in Christ Jesus." (1 Thessalonians 5:16-18)
Friends, have you ever paused and truly felt grateful for what you have? Sometimes, in the busyness of life, we tend to focus on what we don’t have or what isn’t going the way we want it. But in reality, gratitude is the key to making our lives more peaceful and happy.
Gratitude isn’t just about saying “thank you” to God; it’s about seeing every moment as a blessing. Even the small things, like the air we breathe or a smile from a loved one, are reasons to be grateful. When we view life with a grateful heart, our perspective becomes more positive, and we begin to appreciate what we have.
In 1 Thessalonians 5:18, it says, "Give thanks in all circumstances; for this is God’s will for you in Christ Jesus." This verse teaches us to be thankful, no matter the situation. Gratitude is like a spiritual exercise that draws us closer to God. When we are thankful, we learn to be more patient, more content, and less envious of others' lives.
Try making it a habit to find something to be thankful for every day, no matter how small. This not only brings peace to our lives but also helps us realize how great God’s love is for us. So, let’s live with a heart full of gratitude and experience the difference!
WHAT TO DO:
- View and live your life with gratitude toward God.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Thessalonians 1-3

Truth Youth 14 Desember 2024 - A GRATEFUL HEART, A QUALITY LIFE!
2024-12-14 23:28:45
”Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” (1 Tesalonika 5:16-18)
Teman-teman, pernah nggak sih kita berhenti sejenak dan benar-benar merasakan rasa syukur atas apa yang kita punya? Kadang, di tengah sibuknya rutinitas, kita gampang banget fokus pada hal-hal yang belum kita miliki atau yang belum sesuai keinginan. Tapi sebenarnya, rasa syukur itu adalah kunci buat bikin hidup kita lebih tenang dan bahagia.
Rasa syukur bukan cuma soal mengucapkan “terima kasih” ke Tuhan, tapi juga soal melihat setiap momen sebagai berkat. Bahkan hal-hal kecil, misalnya udara yang kita hirup atau senyum dari orang-orang terdekat, adalah alasan buat kita bersyukur. Ketika kita bisa memandang hidup dengan hati yang bersyukur, maka perspektif kita jadi lebih positif, dan kita lebih menghargai apa yang ada.
Di dalam 1 Tesalonika 5:18, dikatakan, “Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.” Ayat ini ngajarin kita buat bersyukur, nggak peduli dalam keadaan apa pun. Rasa syukur itu seperti latihan rohani yang bikin kita makin dekat dengan Tuhan. Ketika kita bersyukur, kita belajar buat lebih sabar, lebih puas, dan nggak gampang iri sama hidup orang lain.
Coba deh, mulai biasain buat menemukan hal-hal yang bisa disyukuri setiap hari, sekecil apa pun itu. Hal ini nggak cuma bikin hidup lebih damai, tapi juga bikin kita semakin sadar betapa besar kasih Tuhan buat kita. Jadi, yuk, hidup dengan hati yang bersyukur dan rasain bedanya!
WHAT TO DO:
Memandang dan menjalani hidup kita dengan penuh bersyukur kepada Tuhan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Tesalonika 1-3

Renungan Pagi - 14 Desember 2024
2024-12-14 15:36:24
Martin Niemoller, seorang Pendeta terkemuka asal Jerman, melewatkan hampir delapan tahun masa hidupnya di kamp-kamp konsentrasi Nazi karena ia menentang Hitler secara terang-terangan. Pada malam Natal tahun 1944, kepada sesama penghuni penjara di Dachau, Niemoller mengucapkan kata-kata yang penuh pengharapan berikut ini: “Teman-teman terkasih, pada Natal kali ini, marilah kita percaya, bahwa dalam diri Sang Bayi di Bethlehem itu, DIA, Yesus yang telah datang kepada kita didunia demi menanggung bersama segala sesuatu yang sangat membebani kita.
Allah sendiri telah menjembatani diri-NYA dengan manusia! Surya Pengharapan dari tempat yang tinggi telah melawat kita!” sesuai firman-NYA;
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."
Jadi dalam keadaan tanpa pengharapan, tidak tahu apa yang akan terjadi padanya esok atau nanti, tetapi Martin tahu dengan pasti, ada pengharapan abadi lewat kelahiran Kristus, yaitu bukti nyata kasih Allah yang besar akan dunia ini. Allah Bapa yang memberikan Putra Tunggalnya untuk menyelamatkan umat manusia didunia, bagi orang-orang yang mau percaya kepada-NYA.
(Yohanes 3:16)

Quote Of The Day - 14 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-14 15:35:07
Kalau semangat zaman semakin merasuk dalam diri seseorang maka pikirannya semakin tertutup terhadap kebenaran Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 14 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-14 15:33:46
Jangan sampai kesibukan kita untuk bertumbuh dikalahkan oleh kesibukan dalam pelayanan. Sebab kita harus diubahkan terus, supaya bukan hanya menjadi umat, melainkan menjadi anak.

THE EFFECTIVENESS OF GOD'S PRESENCE - 14 Desember 2024
2024-12-14 15:21:03
In the reality of life, there are people who have supernatural powers. However, their lives have taboos so that supernatural power can work optimally. In addition to taboos, there may also be victims-either animal sacrifices, even human sacrifices, or they must isolate themselves for a long time. This is parallel to if we make God our strength. We cannot make God our strength by living carelessly. God becomes ineffective, and in reality God seems powerless, not real in our lives when we fail to follow His commandments. If we look at the life of the Israelites, it is clear that as long as they lived in obedience to the law and worshiped only Elohim Yahweh, they became a very strong nation, invincible, never losing a war. Their kingdom prospered, respected by the nations around Israel.
But when they left the Torah, they did not worship God Yahweh, so they were conquered by enemies, dominated, colonized, their kingdom became weak. And history records how the nation was destroyed from 722 BC. Northern Israel was destroyed, in 586 BC, Judah was completely destroyed. The Bible says that God allowed His glory to fall because the life of the Israelites could not be separated from the glory and majesty of the God they worshiped. At one point, when Israel was disobedient, the Ark of the Covenant was captured and placed alongside the idols of the Philistines.
The Bible says we are not the chosen people, in fact we are not included in Israel. But by Jesus who died on the cross, we are justified, considered righteous, then we who were far away have become near, Paul wrote. We who were not Israel before have become Israel. We can call the God of the universe who created the heavens and the earth, who governs the universe, as Father, and we become His people. We become spiritual Israelites. That is why we are counted as descendants of Abraham; not of flesh and blood, but of faith. Each individual can become a child of God with a personal and intimate relationship with Him. That is great. In the Old Testament, only the high priest could approach God in the Holy of Holies, and even then, only once a year. Now, however, the temple of God has been transformed: our bodies have become His temple because the Holy Spirit dwells within us. Remembering this fills us with joy.
In 1 Peter 1:16 it is written, “Be holy, for I am holy. Come out from among them, and touch nothing unclean, and I will accept you as My sons and My daughters." Obviously, God will not forget us. When the Israelites obeyed, the Lord blessed every aspect of their lives. The problem is, when we become children of God, do we want to listen? When we were redeemed by the blood of Jesus to become children of God, we lost our whole life. We belong to God, belong to the Father, and the Father wants to change us into His children, not just in status but in existence. Our existence must be like the Father. That is why at the beginning of Jesus' ministry the sermon on the mount began with the sentence, "You must be perfect." So, how closer to perfection that we are determines the effectiveness of God the Father's presence within us.
So if we remember that our body is the temple of God, where there is a holy of holies inside us, and we can have dialogue at any time, that is amazing. But we see many Christians far from the standard because they do not dare to pay the price of being redeemed. Now we are the chosen people because of Jesus, so we must wear the life of Jesus. That is why we were bought at a price, that we are not our own. Unlike those who pursue supernatural power through ascetic practices-such as fasting, not drinking, meditating on mountains, or even dare to sleep in graveyards. We don't have to do that. But we must dare to put the flesh to death, wear the life of Jesus through process after process until we become children of God who are divine in nature, so that we can say, "It is no longer I who live, but Christ who lives in me."
Don't let our busyness in growing be defeated by our busyness in service. Because we must continue to be changed, so that we do not remain merely conggregation, but also become His children. And to be children, we must have the nature of God. If the Israelites kept the law only based on the Torah, their temple was a building, and they could not meet God individually because only the high priest and once a year. Now, the temple is no longer a building but our bodies. So how holy we must take care of our bodies. Not only maintaining health, that's for sure, but also purity of thought and action. Keep away from fornication, hatred, and all things that are not proper. God is present in our lives, and we can encounter Him personally. This becomes our strength.
HOW CLOSER TO PERFECTION THAT WE ARE DETERMINES OF GOD THE FATHER'S PRESENCE WITHIN US.

EFEKTIVITAS KEHADIRAN ALLAH - 14 Desember 2024
2024-12-14 15:17:55
Dalam kenyataan hidup, ada orang-orang yang memiliki kesaktian supranatural. Namun hidupnya punya pantangan agar kuasa supranatural bekerja maksimal. Selain pantangan, bisa juga harus ada korban—entah korban binatang, bahkan manusia atau dia harus menyepi sekian lama. Ini paralel dengan kalau kita menjadikan Tuhan itu kekuatan kita. Kita tidak bisa menjadikan Tuhan kekuatan kita dengan hidup sembarangan. Tuhan menjadi tidak efektif, dan dalam kenyataannya Tuhan seakan-akan tidak berkuasa, tidak nyata di dalam hidup kita karena kita tidak menuruti aturan. Kalau kita perhatikan kehidupan bangsa Israel, jelas sekali selama mereka hidup dalam ketaatan kepada hukum Taurat dan menyembah hanya kepada Elohim Yahweh, mereka menjadi bangsa yang sangat kuat, tidak terkalahkan, tidak pernah kalah perang. Kerajaan mereka menjadi makmur, disegani oleh bangsa-bangsa di sekitar Israel.
Tetapi ketika mereka meninggalkan Taurat, mereka tidak menyembah Elohim Yahweh, maka mereka ditaklukkan oleh musuh, dikuasai, dijajah, kerajaan mereka menjadi lemah. Dan sejarah mencatat bagaimana bangsa itu hancur dari tahun 722 sebelum Masehi. Israel Utara hancur, tahun 586 sebelum Masehi, Yehuda hancur seluruhnya. Alkitab mengatakan Allah membiarkan kemuliaan-Nya jatuh karena kehidupan bangsa Israel itu tidak bisa dipisahkan dari kemuliaan dan keagungan Allah yang disembahnya. Sampai pada suatu waktu ketika bangsa Israel tidak dengar-dengaran, maka tabut perjanjian direbut lalu digabung dengan patung penyembahan bangsa Filistin.
Alkitab mengatakan kita bukan umat pilihan, sebenarnya kita tidak tergolong sebagai Israel. Tetapi oleh Yesus yang mati di kayu salib, kita dibenarkan, dianggap benar, lalu kita yang jauh menjadi dekat, demikian Paulus menulis. Yang dulu kita bukan Israel, sekarang menjadi Israel. Kita bisa memanggil Allah semesta alam yang menciptakan langit dan bumi, yang mengatur alam semesta, sebagai Bapa, dan kita menjadi umat-Nya. Kita menjadi Israel-Israel rohani. Itulah sebabnya kita diperhitungkan sebagai keturunan Abraham; bukan dari darah daging, melainkan dari iman. Masing-masing individu bisa menjadi anak-anak Allah yang memiliki hubungan intim. Itu hebat sekali. Kalau di Perjanjian Lama yang boleh menjumpai Allah hanya imam besar setahun sekali, tapi sekarang bait Allah sudah berubah, yaitu tubuh kita menjadi bait Allah karena Roh Kudus yang dimeteraikan di dalam kita. Kalau kita ingat ini, kita bahagia.
Di dalam 1 Petrus 1:16 tertulis, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Keluarlah kamu dari antara mereka, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan menerima kamu sebagai anak-anak-Ku laki-laki dan anak-anak-Ku Perempuan.” Jelas, Allah tidak akan melupakan kita. Kalau bangsa Israel dengar-dengaran, TUHAN berkati di segala aspeknya. Masalahnya, ketika kita menjadi anak-anak Allah, apakah mau dengar-dengaran? Ketika kita ditebus darah Yesus menjadi anak-anak Allah, kita kehilangan seluruh hidup kita. Kita dimiliki Tuhan, dimiliki Bapa, dan Bapa mau mengubah kita menjadi anak-anak-Nya, bukan hanya status namun keberadaan. Keberadaan kita harus keberadaan seperti Bapa. Itulah sebabnya di awal pelayanan Yesus dalam khotbah di bukit dimulai dengan kalimat, "Kamu harus sempurna." Jadi, seberapa kita sempurna itu menentukan efektivitas kehadiran Allah Bapa di dalam diri kita.
Maka kalau kita ingat bahwa tubuh kita adalah bait Allah, di mana ada ruang maha suci di dalam diri kita, dan kita bisa dialog setiap saat, itu luar biasa. Tapi kita melihat banyak orang Kristen jauh dari standar karena tidak berani membayar harga menjadi anak tebusan. Sekarang kita menjadi umat pilihan karena Yesus, sehingga kehidupan Yesus harus kita kenakan. Itulah sebabnya kita dibeli dengan harga lunas dibayar, bahwa kita bukan milik kita sendiri. Di luar sana, orang yang mau jadi orang sakti harus bertapa dulu di gunung, tidak makan, tidak minum, sampai berani tidur di kuburan. Kita tidak harus begitu. Tapi kita harus berani mematikan daging, mengenakan hidup Yesus lewat proses demi proses sampai kita menjadi anak-anak Allah yang berkodrat ilahi, sehingga bisa berkata, "Hidupku bukan aku lagi tapi Kristus yang hidup di dalam aku."
Jangan sampai kesibukan kita untuk bertumbuh dikalahkan oleh kesibukan dalam pelayanan. Sebab kita harus diubahkan terus, supaya bukan hanya menjadi umat, melainkan menjadi anak. Dan untuk menjadi anak, kita harus berkodrat Allah. Kalau bangsa Israel melakukan hukum hanya berdasarkan Taurat, bait Allah mereka berupa bangunan, dan mereka tidak bisa menjumpai Allah secara individu karena hanya imam besar dan setahun sekali. Sekarang bait Allah berubah dari gedung menjadi tubuh. Dan bait Allah itu adalah tubuh kita. Maka betapa kudusnya kita harus menjaga tubuh kita ini. Bukan hanya menjaga kesehatan, itu sudah pasti, melainkan juga kesucian berpikir dan bertindak. Jauhkan dari percabulan, kebencian, dan segala hal yang tidak patut. Allah hadir di dalam hidup kita, dan kita bisa mengadakan perjumpaan dengan Allah. Itu menjadi kekuatan kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SEBERAPA KITA SEMPURNA ITU MENENTUKAN EFEKTIVITAS KEHADIRAN ALLAH BAPA DI DALAM DIRI KITA.

Bacaan Alkitab Setahun - 14 Desember 2024
2024-12-14 15:13:48
Kisah Para Rasul 27-28

Truth Kids 13 Desember 2024 - JADILAH RENDAH HATI
2024-12-13 21:23:40
Amsal 16:18
”Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.”
Di kelas, Roni mendapatkan nilai lebih tinggi dari temannya saat ulangan matematika. Ia mendapatkan nilai 100 karena hasil belajar yang sungguh-sungguh. Ia sangat senang sekali saat hasil ulangan dibagikan. Sayangnya, ia mengejek teman-temannya yang mendapatkan nilai lebih rendah.
Pada saat ulangan berikutnya, Roni merasa sudah bisa. Ia tidak belajar dengan sungguh-sungguh. Ketika hasil ulangan dibagikan, ia mendapatkan nilai lebih rendah dari teman-teman yang pernah ia ejek. Ia sangat menyesal dan minta maaf kepada teman-temannya.
Sobat Kids, terkadang tanpa kita sadari, kita menjadi sombong karena pencapaian yang kita peroleh. Hal tersebut membuat kita merendahkan orang lain dan tidak bisa menguasi diri. Tindakan tersebut dapat melukai perasaan orang di sekitar kita. Marilah kita tetap rendah hati saat kita memiliki sesuatu yang lebih dari orang lain.

Truth Junior 13 Desember 2024 - SSTTT KENDALIKAN HATI, YUK!
2024-12-13 21:22:17
Amsal 16:18
”Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.”
Dalam sebuah kawanan semut, menjadi anggota semut alate yang merupakan prajurit gagah pembela kawanan semut saat terjadi serangan adalah sebuah kebanggaan dan kehormatan tersendiri. Begitulah yang dirasakan oleh Royan, salah satu anggota semut alate yang terpandang hormat di antara kawanan semut. Bisa dikatakan, Royan adalah seekor semut sombong yang sering merendahkan semut-semut lain, terutama para semut pekerja. Banyak yang tidak menyukai Royan karena keangkuhan dan kesombongannya. Hingga suatu hari..
‘’Gawat!!!!! Gawat!!!! Sarang kita diserang oleh manusia !!!”” teriak salah seekor semut pekerja yang panik dan ketakutan. “Semua pasukan alate bersiap dalam posisi serangan masing-masing. Sekarang!!!!’’ perintah Argon yang merupakan komandan pasukan alate. Pada peristiwa itu, terjadi kerusakan parah dan banyak kawanan semut alate dan pekerja yang berguguran, salah satunya adalah Royan.
Sobat Junior, dari kisah Royan, si semut sombong, apa yang bisa kalian pelajari? Hmmm, ending yang tragis untuk Royan, ya. Perasaan sombong dan angkuh pasti membutakan nurani dan mengurangi kewaspadaan diri kita akan bahaya. Seperti kisah si Royan semut sombong, karena kesombongannya, ia bernasib tragis.
Begitupun juga dengan kita, Sobat Junior. Kalau kita menaruh perasaan sombong akan sesuatu yang kita miliki, hal ini dapat membutakan nurani dan membuat kita tidak waspada untuk menjaga hati. Akibatnya, kita tidak mampu mengendalikan perasaan, seperti mudah baperan, iri terhadap orang lain, mudah benci, dan sebagainya. Mulai dari sekarang, yuk, sama-sama belajar untuk menjaga dan merendahkan hati di hadapan Tuhan.

Truth Youth 13 Desember 2024 (English Version) -MUST BE TESTED
2024-12-13 21:19:30
"In all this you greatly rejoice, though now for a little while you may have had to suffer grief in all kinds of trials. These have come so that the proven genuineness of your faith—of greater worth than gold, which perishes even though refined by fire—may result in praise, glory, and honor when Jesus Christ is revealed." (1 Peter 1:6-7)
We all have faced the challenge of final exams, whether in school or college. Do you know that exams are given by schools or universities to assess how well students have grasped the material and competencies taught? As a result, some students pass, while others may fail. The purpose of an exam is to be an accurate tool for evaluating each student's abilities.
Similarly, in the life we are living today, challenges or life tests are inseparable from each individual's journey. Everyone faces various types of trials, from loss and failure to problems that seem endless. But as Christians, challenges like these are not obstacles; they are opportunities to prove our patience and faithfulness to God.
It is a pleasing offering to God when He sees us, His beloved, living life sincerely without complaining or giving up, even when facing various trials. As we read in today’s scripture, we are taught to rejoice in the face of trials, knowing that they will prove the purity of our faith. Are we faithful only when things are good, or are we still faithful when facing unpleasant situations?
Believe that each of us has the potential to face and overcome life's challenges in a way that pleases God. That is why a pure faith and steadfast heart are so important in difficult times. We can achieve this by sitting daily at the feet of God and reflecting on His Word.
Let’s learn to see and respond correctly to the lessons, discipline, and advice that God gives us day by day through the school of life. Or do we want to be the ones who "fail" the test simply because we are lazy and ignore God’s instruction? Therefore, we must view life’s challenges as a way to prove our faithfulness to God. No matter the challenge, pleasing God is the right choice.
WHAT TO DO:
- Always set aside time for prayer and Bible reading so we can be sensitive to God’s teachings every day.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Thessalonians 1-5

Truth Youth 13 Desember 2024 - HARUS TERUJI
2024-12-13 21:17:08
”Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu – yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api – sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” (1 Petrus 1:6-7)
Kita semua pasti pernah melewati tahap menghadapi ulangan akhir atau ujian akhir saat di bangku sekolah maupun ketika kuliah. Tahukah teman-teman, ujian itu diberlakukan oleh pihak sekolah atau kampus dengan tujuan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan setiap peserta didik atau mahasiswanya dalam menyerap materi maupun kompetensi yang telah diberikan sebelumnya. Hal hasil, bagi sebagian peserta ada yang dinyatakan ‘lulus’ ataupun ‘tidak lulus’. Maka pentingnya sebuah ujian diselenggarakan untuk menjadi sarana yang tepat, untuk melihat setiap kemampuan setiap pribadi peserta didik ataupun mahasiswa.
Sama halnya dengan kehidupan yang sedang kita jalani hari ini, tantangan atau ujian hidup sudah menjadi hal yang tidak terpisahkan dari perjalanan setiap individu. Setiap orang mengalami berbagai macam ujian, mulai dari kehilangan, kegagalan, hingga masalah yang tampaknya tidak ada ujungnya. Tapi sebagai orang Kristen, tantangan atau ujian semacam ini bukanlah sebuah hambatan, melainkan peluang untuk membuktikan kesabaran dan kesetiaan kita kepada Tuhan.
Sebuah persembahan yang harum dan menyenangkan hati Tuhan, ketika Ia melihat setiap kita yang dikasihi-Nya menjalani kehidupan dengan tulus tanpa ngedumel apalagi sampai putus asa, saat menghadapi berbagai ujian yang sedang dialami. Seperti yang kita ketahui bersama dalam pembacaan ayat firman Tuhan hari ini, yang mengajarkan kepada kita untuk senantiasa bergembira saat menghadapi berbagai macam pencobaan, yang semuanya itu akan membuktikan kemurnian iman kita kepada Tuhan. Apakah hanya saat senang, kita setia kepada-Nya, atau kita tetap setia juga saat mengalami hal yang tidak menyenangkan.
Percayalah setiap kita memiliki potensi untuk menghadapi dan mengatasi tantangan hidup dengan cara yang berkenan kepada Tuhan. Itulah mengapa, pentingnya iman yang murni dan keteguhan hati saat berada dalam masa sulit. Semua itu akan kita dapatkan jika setiap hari kita duduk diam di kaki Tuhan dan merenungkan firman-Nya setiap hari.
Mari kita belajar melihat dan mereponi dengan benar setiap ajaran, didikan, serta nasihat yang Tuhan berikan hari demi hari melalui sekolah kehidupan yang kita jalani. Atau kita mau menjadi anak yang ‘tidak lulus’ ujian, hanya karena kita malas dan mengabaikan setiap didikan dari Tuhan. Oleh sebab itu, menghadapi ujian hidup harus kita pandang sebagai sarana untuk membuktikan kesetiaan kita mengiring TUHAN. Apa pun tantangannya, menyenangkan hati Tuhanlah pilihannya.
WHAT TO DO:
<
Selalu miliki jam doa dan baca Alkitab, agar kita bisa peka akan setiap didikan yang Tuhan kasih setiap hari.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Tesalonika 1-5

Renungan Pagi - 13 Desember 2024
2024-12-13 21:15:09
Pada suatu bulan Desember, seorang kawan yang tak pernah ke gereja tiba-tiba dengan antusias mengajak saya datang ke perayaan Natal di sebuah gereja. “Ada makan gratis, lho. Musik dan dramanya juga bagus”, ucapnya. Saya lalu bertanya, ia pergi ke gereja untuk mencari makan gratis atau mencari Tuhan. “Ya cari makan gratis dan pertunjukan gratis, setahun sekali gitu, lho”, jawabnya.
Sepanjang bulan itu ia rajin datang ke beberapa gereja yang menyediakan makanan dan pertunjukan menarik untuk merayakan Natal. Berapa banyak dari kita yang masih melakukan hal ini?. Kita harus memahami bahwa dalam Ibadah -ibadah yang kita lakukan, harus mengalami perjumpaan dengan Tuhan, karena sesungguhnya Tuhan selalu hadir menyatakan Diri-NYA dalam setiap ibadah.
"Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: "Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diri-Nya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan." Mari gunakan waktu menjelang Natal ini untuk memeriksa hati kita, datang ke gereja untuk mencari Tuhan, menyembah dan memuji Dia, belajar kebenaran Firman-Nya sehingga kita hidup dalam kebenaran-Nya dan mengalami Tuhan.
(1 Timotius 3:16)

Quote Of The Day - 13 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-13 20:25:05
Lebih dari kegiatan pelayanan, orang percaya dipanggil terlebih dahulu untuk mengasihi Tuhan dengan tidak menghargai dunia.

Mutiara Suara Kebenaran - 13 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-13 20:23:55
Buatlah orang yang melawan kita, melawan Tuhan; yaitu kalau kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, hidup benar, mengasihi sesama, mengasihi musuh.

THE HOLINESS OF GOD CONSUMES THE FLESH - 13 Desember 2024 (English Version)
2024-12-13 17:53:54
We must persevere in waiting for the Lord. Meet the Lord and hear His voice. People can talk about God, but they do not meet the Lord. People can also pray fluently, but they pray to the God they fantasize in their minds. So if we do not meet the Lord, we are not imparted with the nature or character of God, so we cannot possibly put to death the old man. If we only read what is written in the scriptures, then we only understand in our minds, but we do not meet the God spoken of in the scriptures, and it is impossible for us to change. Don't let us grow old, but we are never filled with the Holy Spirit. Every day we must be filled with the Holy Spirit. If we are filled with the Holy Spirit, then it is impossible for us to speak carelessly, it is impossible for us to sin, it is impossible for us to have worldly pleasures.
Don't just formulate about God from what is written in the Bible, but meet Him. Each of us can meet God. Once we die, we cannot meet Him if we have not met Him here on earth. Do not watch things that do not need to be watched, be immersed in the presence of God. Our old human cannot die without meeting God. If we only absorb the word, knowledge about God intellectually, our old man can never die. Because knowledge can be received through the mind, the mind can be filled, absorbed, condensed, but feelings cannot be condensed, it must go through a process. Encountering God fills our feelings. And God wants our feelings are connected to God's feelings. However, knowledge about God is devoid of feeling and therefore cannot transform our feeling. Thus, we must meet God.
Do not make God just a shadow, a fantasy, but meet Him yourself. First, an encounter with God, the holiness of God will consume our flesh. God is terrible; this is not terrible in a negative sense. God is awesome, His holiness is terrible. If we meet that terrible God every day, then will mortify our flesh. And there is a genuine fear, a holy fear of God. Come on, let's all change. Don't feel great because you have a bachelor's, master's, or doctorate in theology. Moreover, His word says, "You are not your own." How can that be applied? If it's just knowledge, it can't be. Without feelings touched by God, it cannot happen. Our feelings must be stung by God continuously. Encountering God makes us unable to sin because we are stung by the holiness of God.
And secondly, encountering God makes fading the beauty of the world. The taste of our souls change, where worldly cravings fade away. Why do we dare to walk without God? Why don't we always walk with Him? We must train ourselves to continue to live the presence of God. And that can happen if we have special time to meet God. Experiencing an encounter with God every day progressively stimulate us to walk with God more and more. We will regret it if we do not take advantage of this opportunity. So it is not surprising if we find great theologians, but their behavior is not honorable. The answer is because they do not meet God, so their old self cannot die.
Let us weep together, but we cannot weep together unless we first weep together before God. Come on, let us pack up and let us do the work of God the Father in the rest of our lives. Do not be afraid about money, costs, and so on. Those are matters that God will resolve. The important thing is that we fulfill our part. If we wake up in the morning to pray or in the middle of the night we pray, it is not just us kneeling and saying a few sentences, but we seek the face of God, until we find His presence. So, we understand why people like Abraham, David, Daniel, Joseph are great people. They did not have the Bible, did not have theology books, but they had the God written in our Bible. They met the God written in the Bible.
This is the opposite of humans today. Having a Bible, learning from the letters in the Bible, making conclusions, definitions and theological formats, but not meeting the God written in the Bible. Let us not concern ourselves with others but instead earnestly seek to become individuals who encounter God. So that our lives become a representation of God wherever we are. We represent the Lord Jesus, act as Jesus acted. With love, gentleness, holiness, purity, honesty, we become God's representatives every day wherever we are. Don't fight evil with evil, let's be silent, let God defend. And let the Holy Spirit speak to those who oppose us. Make those who are against us, against God; that is, if we do not repay evil for evil, live righteously, love others, love enemies. We leave our opponents to contend with God. When we resist the temptation to fight back, those who oppose us are ultimately opposing God. Return the matter to Him.
AN ENCOUNTER WITH GOD, GOD'S HOLINESS WILL CONSUME OUR FLESH.

KESUCIAN TUHAN MENGHANGUSKAN KEDAGINGAN - 13 Desember 2024
2024-12-13 12:46:32
Kita harus tekun menantikan Tuhan. Temui Tuhan dan mendengar suara-Nya. Orang bisa cakap berbicara tentang Tuhan, tapi tidak bertemu Tuhan. Orang juga bisa lancar berdoa, tapi dia berdoa kepada Allah yang dia fantasikan dalam pikiran. Maka kalau kita tidak menemui Tuhan, kita tidak terimpartasi sifat atau karakter Allah, sehingga kita tidak mungkin bisa mematikan manusia lama. Kalau kita hanya membaca apa yang tersurat di kitab suci, maka kita hanya mengerti di pikiran, tapi kita tidak bertemu Tuhan yang dibicarakan dalam kitab suci, dan tidak mungkin kita berubah. Jangan sampai kita sudah keburu tua, tapi kita tidak pernah dipenuhi Roh Kudus. Tiap hari kita harus dipenuhi Roh Kudus. Jika kita dipenuhi Roh Kudus, maka tidak mungkin kita bicara yang sembarangan, tidak mungkin kita berbuat dosa, tidak mungkin kita punya kesenangan dunia.
Jangan hanya merumuskan tentang Tuhan dari apa yang tertulis di Alkitab, tapi temui Dia. Masing-masing kita juga bisa menemui Tuhan. Nanti kalau sudah mati, kita tidak bisa bertemu Tuhan lagi kalau di bumi ini kita tidak menemui Tuhan. Jangan menonton apa yang tidak perlu ditonton, tenggelamlah di hadirat Tuhan. Manusia lama kita tidak bisa mati tanpa perjumpaan dengan Tuhan. Kalau hanya menyerap firman, ilmu tentang Tuhan di pikiran, manusia lama kita tidak akan pernah bisa mati. Karena pengetahuan bisa diterima lewat pikiran, pikiran bisa diisi, diserap, dipadatkan, tapi perasaan tidak bisa dipadatkan, harus lewat proses. Perjumpaan dengan Allah itu mengisi perasaan kita. Dan Allah mau perasaan kita terhubung dengan perasaan Tuhan. Tapi kalau ilmu tentang Tuhan, itu tidak berperasaan, tidak akan bisa mengubah perasaan kita. Maka, kita harus berjumpa dengan Tuhan.
Jangan menjadikan Tuhan sekadar bayangan, fantasi, tapi temuilah Dia sendiri. Pertama, perjumpaan dengan Tuhan, kesucian Tuhan akan menghanguskan kedagingan kita. Tuhan itu mengerikan; ini bukan mengerikan dalam arti negatif. Allah itu dahsyat, kesucian-Nya itu mengerikan. Kalau tiap hari bertemu Tuhan yang mengerikan itu, maka kita tidak bisa tidak mematikan kedagingan kita. Dan ada ketakutan yang tulus, ketakutan yang kudus terhadap Allah. Ayo, semua kita berubah. Jangan merasa sudah hebat karena sudah bergelar sarjana, magister, atau doktor teologi. Belum lagi, firman-Nya mengatakan, "Kamu bukan milik kamu sendiri." Bagaimana itu bisa dikenakan? Kalau hanya ilmu, tidak bisa. Tanpa perasaan yang disentuh Tuhan, tidak bisa. Perasaan kita harus disengat Tuhan terus. Perjumpaan dengan Tuhan membuat kita tidak bisa berbuat dosa karena disengat oleh kekudusan Allah.
Dan yang kedua, perjumpaan dengan Tuhan membuat dunia jadi pudar keindahannya. Selera jiwa kita berubah di mana keinginan terhadap dunia jadi pudar. Kenapa kita berani berjalan tanpa Tuhan? Kenapa kita tidak jalan selalu dengan Dia? Kita harus melatih terus menghayati kehadiran Allah. Dan itu bisa terjadi kalau kita punya waktu khusus bertemu dengan Tuhan. Mengalami perjumpaan dengan Tuhan setiap hari, membuat makin lama pertemuan itu akan makin merangsang kita berjalan dengan Tuhan. Kita akan sangat menyesal kalau tidak memanfaatkan kesempatan ini. Maka tidak heran kalau kita menjumpai ada teolog-teolog yang hebat, tapi kelakuannya tidak terhormat. Jawabnya adalah karena mereka tidak berjumpa dengan Tuhan, maka tidak bisa mati manusia lamanya.
Mari kita menangis bersama. Tapi kita tidak akan bisa menangis bersama, kalau kita tidak bisa menangis bersama di hadapan Tuhan. Ayo, kita berkemas-kemas dan kita mengerjakan pekerjaan Allah Bapa di sisa umur hidup ini. Jangan takut soal uang, biaya, dan lain-lain. Itu urusan yang Tuhan akan selesaikan. Yang penting, kita penuhi bagian kita. Kalau pagi kita bangun berdoa atau tengah malam kita berdoa, itu bukan sekadar kita berlutut dan mengucapkan beberapa kalimat, melainkan kita mencari wajah Tuhan, sampai kita menemukan hadirat-Nya. Jadi, kita mengerti kenapa orang-orang seperti Abraham, Daud, Daniel, Yusuf adalah orang-orang hebat. Mereka tidak punya Alkitab, tidak punya buku teologi, tapi mereka punya Tuhan yang ditulis dalam Alkitab kita ini. Mereka bertemu dengan Allah yang ditulis dalam Alkitab.
Ini kebalikan dengan manusia hari ini. Punya Alkitab, belajar dari huruf-huruf yang di Alkitab, membuat kesimpulan, definisi dan format-format teologi, tapi tidak bertemu dengan Tuhan yang ditulis di Alkitab. Jangan mengurusi orang lain, tapi mari kita mau sungguh-sungguh menjadi orang-orang yang bertemu dengan Tuhan. Agar hidup kita menjadi representasi Tuhan di mana pun kita berada. Kita ini mewakili Tuhan Yesus, bertindaklah seperti Yesus bertindak. Dengan kasih, lemah lembut, kekudusan, kesucian, kejujuran, kita menjadi wakil Tuhan setiap hari di mana pun kita berada. Jangan melawan kejahatan dengan kejahatan, kita diam, biar Tuhan yang membela. Dan biar Roh Kudus yang bicara kepada mereka yang menjahati kita.
Buatlah orang yang melawan kita, melawan Tuhan; yaitu kalau kita tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, hidup benar, mengasihi sesama, mengasihi musuh. Dia melawan Tuhan; kembalikan ke Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
PERJUMPAAN DENGAN TUHAN, KESUCIAN TUHAN AKAN MENGHANGUSKAN KEDAGINGAN KITA.

Bacaan Alkitab Setahun - 13 Desember 2024
2024-12-13 12:42:14
Kisah Para Rasul 24-26

Truth Kids 12 Desember 2024 - TAAT ORANG TUA
2024-12-12 17:43:51
Keluaran 20:12
”Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.”
Suatu malam, Devan bermain handphone. Mamanya sudah mengingatkan supaya berhenti main handphone karena besok harus bangun pagi. Devan hanya bilang "iya" tetapi tidak melakukan. Ia tetap bermain handphone sampai larut malam. Akibatnya, pagi harinya ia bangun kesiangan. Maka, terlambatlah ia berangkat ke sekolah. Devan pun mendapat teguran dari gurunya.
Devan merasa menyesal karena tidak menuruti perkataan mamanya tadi malam. Ia sangat malu karena ditegur gurunya saat terlambat. Ia menyadari bahwa bermain handphone berlebihan telah memberi pengaruh buruk bagi dirinya. Suatu malam saat mamanya mengingatkan kembali supaya berhenti main handphone, Devan langsung menuruti perkataan mamanya.
Sobat Kids, orang tua adalah wakil Tuhan. Jika kita mengikuti nasihat orang tua, berarti kita taat kepada Tuhan. Mengikuti nasihat orang tua berarti menyenangkan hati orang tua, terlebih lagi hati Tuhan.

Truth Junior 12 Desember 2024 - KENDALIKAN AMARAH
2024-12-12 17:42:08
Keluaran 20:12
”Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu.”
Siang hari selepas pulang sekolah, Riri terlihat marah. Riri mencoba mengekspresikan kemarahan tersebut dengan membanting tas. Hal itu membuat ibu heran. “Ri, kamu kenapa?” tanya ibu bingung. “Gimana, sih, Bu? Kenapa hari ini bekalku hanya telur dadar dan sosis saja? Kemarin kan aku minta dibuatkan sandwich?” keluh Riri dengan nada yang marah. “Loh, maaf, Ri. Tadi pagi Ibu bangun kesiangan karena mengurus pekerjaan Ibu semalaman. Jadi, Ibu hanya bisa buatkan kamu bekal telur dan sosis. Yang penting kamu bisa makan di sekolah.” “Ergh… tapi aku maunya bekal sandwich. Aku gak mau makan telur sosis!” ucap Riri dengan nada marah.
Sobat Junior, menurut kalian bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh Riri? Wah, sudah pasti salah dan tidak dibenarkan, ya, Sobat Junior! Tapi… adakah di antara Sobat Junior ketika marah melakukan hal yang sama dengan Riri? Sobat Junior, tentu ini perbuatan yang salah dan tidak patut untuk diulangi. Kita tidak pantas bersikap kasar kepada orang tua. Yuk, mulai sekarang mulai kendalikan amarah kalian saat kesal. Ingatlah ayat yang kita baca hari ini. Kita harus menghormati ayah dan ibu kita, itu adalah firman Tuhan.

Truth Youth 12 Desember 2024 (English Version) - ALWAYS BE GRATEFUL
2024-12-12 16:00:41
"This is the day the Lord has made; let us rejoice and be glad in it." (Psalm 118:24)
This story of a wise person brings us a valuable lesson for life. The story goes like this: a person was always complaining about not having the best new shoes, until one day they met someone who didn’t have legs. Then, this person would also complain about the food they didn’t like at a restaurant, until they met someone digging through the trash because they were so hungry. They even once complained about their very small house until they met someone sleeping on the street in a busy area.
What lesson can we learn from this short story? Of course, it’s about being able to be thankful in all circumstances because our existence today is solely due to God’s grace, not by our own strength or greatness. The powerful message from this story should remind us not to complain easily when facing challenges or difficulties. Especially when we compare our lives and achievements with others.
Gratitude is a matter of the heart, shaping the way we view life. A person without a grateful heart will not live in peace, because they will be distracted by many of the world’s temptations. A heart that is always grateful should be seen as the "key" for those who want to experience true happiness. This is because the happiness of a believer does not lie in what is possessed materially, but in having and being had by the Father, the source of everything.
Therefore, living with gratitude in every circumstance becomes the most genuine and best form of offering our lives to God. This includes how we face the challenges and difficulties of life with hearts that are directed solely to God, as a journey of spiritual maturity. A heart that is always grateful becomes a characteristic of a true believer, as they live with the right attitude and always remember the goodness of God, who is their refuge and support.
WHAT TO DO:
- Be thankful for what we have, as everything comes from God.
- Never compare yourself with others, whether in life’s values or achievements, because God has a special plan for each of us.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Colossians 1-4

Truth Youth 12 Desember 2024 - SENANTIASA BERSYUKUR
2024-12-12 12:58:24
”Inilah hari yang dijadikan TUHAN, marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita karenanya!” (Mazmur 118:24)
Kisah pengalaman orang bijak ini akan membawa kita kepada pelajaran yang sangat berharga bagi kehidupan. Pengalaman itu bercerita tentang: ada seorang yang selalu mengeluh saat tidak memiliki sepatu baru yang terbaik, sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang yang tidak memiliki kaki. Lalu ia juga selalu mengeluh atas makanan yang tidak disukai saat makan di rumah makan, sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang yang sedang mengais makanan dari tempat sampah karena sangat kelaparan. Bahkan ia pernah mengeluh akan keadaan rumah yang sangat kecil baginya, sampai ia akhirnya bertemu dengan seorang yang sedang tidur terlelap di pinggir jalan yang ramai.
Pelajaran apa yang kalian dapatkan dari kisah singkat di atas? Ya, tentu saja tentang kesanggupan untuk senantiasa bersyukur dalam segala keadaan, sebab keberadaan kita hari ini semua karena kemurahan Tuhan semata, bukan karena kuat dan kehebatan diri kita. Pesan yang sangat kuat dari kisah yang sudah dipaparkan, seharusnya menyadarkan kita untuk tidak gampang mengeluh saat menghadapi rintangan dan kesulitan apa pun. Apalagi kita membandingkan diri kita dengan kisah hidup bahkan pencapaian dari orang lain.
Syukur adalah soal sikap hati yang akan membentuk cara pandang atas kehidupan ini. Orang yang tidak memiliki hati yang bersyukur, maka ia tidak akan bisa hidup tenang, sebab akan ter-distract oleh banyak tipuan dunia. Hati yang senantiasa bersyukur selayaknya sebuah ‘kunci’ bagi mereka yang ingin mengalami kebahagiaan. Hal ini dikarenakan kebahagiaan orang percaya bukan terletak pada apa yang ada dan dimiliki secara materi, melainkan karena memiliki dan dimiliki oleh Bapa yang adalah sumber segalanya.
Oleh sebab itu, hidup dengan rasa syukur dalam segala keadaan menjadi bentuk nyata dan terbaik dari persembahan hidup kita kepada Tuhan. Ini mencakup bagaimana kita menghadapi tantangan dan kesulitan hidup dengan hati yang terarah kepada Allah saja, sebagai bentuk perjalanan pendewasaan iman. Maka hati yang senantiasa bersyukur menjadi ciri seorang beriman sejati, oleh karena ia hidup dengan sikap yang benar dan selalu mengingat kebaikan Tuhan yang selalu menjadi andalan serta sandaran hidupnya.
WHAT TO DO:
1.Bersyukur dengan apa yang kita miliki, sebab semua berasal dari Tuhan.
2.Jangan pernah membandingkan diri dengan orang lain, baik nilai hidupnya maupun pencapaiannya. Sebab Tuhan punya rancangan khusus bagi setiap kita.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kolose 1-4

Quote Of The Day - 12 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-12 12:53:55
Dalam kenyataan hidup dapat dibuktikan bahwa kasih kepada Tuhan bertumbuh melalui peristiwa dan pengalaman hidup yang dialami seseorang.

Mutiara Suara Kebenaran - 12 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-12 12:52:20
Kalau hanya pengetahuan tentang Tuhan, kita tidak mungkin bisa mengenakan Pribadi-Nya.

PUTTING ON HIS PERSON - 12 Desember 2024 (English Version)
2024-12-12 12:49:31
2 Corinthians 5:14 says, "For the love of Christ compels us; because we are convinced that one died for all, therefore all died." In Colossians 3:3, "For you have died, and your life is hidden with Christ in God." These two letters are pastoral letters written by the Apostle Paul, whose wisdom and knowledge and the inspiration of the Spirit that controlled his life, so that God entrusted His truths through this apostle. This verse is related to Galatians 2:19-20, "For through the law I died to the law, that I might live to God. I have been crucified with Christ; nevertheless I no longer live, but Christ lives in me. And the life which I now live in the flesh I live by faith in the Son of God, who loved me and gave himself for me."
In fact, to be a Christian you have to be truly willing to lose your life, the principles of life with the various philosophies that we inherited from our ancestors. Then, our eyes must be fixed on the Gospel to absorb what the Gospel teaches us, so that our old self is truly put off and we put on the new self. We truly experience death. Ephesians 4:22 says, “That you put off the old self concerning your former conduct, which is being corrupted according to the lusts of deceit, and be renewed in the spirit of your mind, and put on the new self, which was created according to God.” in true righteousness and holiness."
We should be willing to lose our lives, willing to not have life or life so that we can fully wear the model of life that God wants. And the model of life that we must wear is the model of life worn by Jesus. What is meant by this is, how to live in obedience to the will of God. The Holy Spirit will guide us, but we must first understand that we must die—our old self must be discarded. We must truly put on the new self, embracing the principles of truth taught by the Bible under the guidance of the Holy Spirit. In doing so, we become new people, putting on the new self, which has been created according to God’s will in true righteousness and holiness.
In revival meetings, it often ends with the song "I have changed, truly I have changed. What I used to love has vanished, the new one now I wear or possess." But that is just a fantasy. In reality, we do not pursue or hunt for the new human being that we must wear according to God's will. Especially, if the preacher or speaker has not personally undergone the process of dying to self, they will be unable to impart or transmit this truth to others. Moreover, theological schools often do not focus on the death of the old self or fail to take it seriously. Theological education has become largely academic, with standards adapted to secular academic frameworks. In fact, in theological schools there is a process of God cultivating each individual to experience a change in nature; so that the old human nature dies, then puts on a new nature, namely the divine nature.
If someone still hopes for happiness from this world, still feels worthy of praise or recognition, still feels worthy of being respected, served, it means he is not dead. So, we must be in a constant awareness that we are in the presence of God. And the characteristic is first, we are not afraid to face anything. Second, we definitely live in the holiness of God. Third, we definitely possess God’s thoughts and feelings; our attitude towards others are surely right. So if God is alive, we can attract His presence in our lives. Moreover, as a pastor who stands or is in front of this congregation, he must represent God. If he does not walk with God every day, it is impossible for him to represent God.
So in every conversation, there should be no words that we should not say. Our feelings towards others, our thoughts towards our fellow human beings, should not be off the mark. They must align with the mind and feelings of Christ. So, don't just because we have knowledge about God, then we feel that it is enough. If only knowledge of God, we cannot possibly wear His person. No matter how well we understand the contents of the Bible from science, but if we do not meet God directly, then it is impossible for us to be exposed, imparted, infected with the nature, thoughts, feelings of God. Not to mention the way the world thinks has already damaged the minds of many people since childhood, adolescence, and youth.
IF WE ONLY HAVE KNOWLEDGE ABOUT GOD, WE CAN NOT POSSIBLY WEAR HIS PERSON.

MENGENAKAN PRIBADI-NYA - 12 Desember 2024
2024-12-12 12:45:47
2 Korintus 5:14 mengatakan, "Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang, maka mereka semua sudah mati." Di dalam Kolose 3:3, "Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah." Kedua surat ini merupakan surat pastoral atau surat penggembalaan yang ditulis oleh Rasul Paulus, yang kita tidak ragukan hikmat dan marifatnya serta ilham roh yang menguasai hidupnya, sehingga Allah memercayakan kebenaran-kebenaran-Nya melalui rasul ini. Ayat ini terkait dengan Galatia 2:19-20, "Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku."
Sebenarnya, menjadi orang Kristen itu harus sungguh-sungguh rela kehilangan hidup, prinsip-prinsip hidup dengan berbagai filosofi yang kita warisi dari nenek moyang. Lalu, mata kita harus tertuju kepada Injil untuk menyerap apa yang Injil ajarkan kepada kita, supaya manusia lama kita ini benar-benar ditanggalkan dan kita mengenakan manusia baru. Benar-benar kita mengalami kematian. Efesus 4:22 menuliskan, “Yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibarui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya."
Kita seharusnya rela kehilangan hidup, rela tidak memiliki hidup atau kehidupan agar model hidup yang Allah kehendaki itu sepenuhnya kita kenakan. Dan model hidup atau model kehidupan yang harus kita kenakan itulah model kehidupan yang dikenakan oleh Yesus. Maksudnya, bagaimana hidup di dalam penurutan terhadap kehendak Allah. Roh Kudus akan menuntun kita. Tapi kita harus tahu dulu, bahwa kita harus mati. Manusia lama kita harus kita tanggalkan. Kita harus benar-benar mengenakan manusia baru dengan prinsip-prinsip kebenaran yang Alkitab ajarkan kepada kita, oleh pimpinan Roh Kudus tentunya, supaya kita menjadi manusia yang baru, mengenakan manusia baru yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.
Kalau di kebaktian-kebaktian kebangunan rohani, sering diakhiri dengan nyanyian "Aku berubah, sungguh ‘ku berubah. Yang kukasihi dulu lenyap, yang baru sekarang aku kenakan atau aku miliki." Tetapi itu menjadi fantasi saja. Kenyataannya, kita tidak mengejar atau memburu bagaimana manusia baru yang harus kita kenakan menurut kehendak Allah itu. Apalagi, kalau pengkhotbah atau pembicara tidak mengalami proses kematian itu. Maka ia tidak akan bisa mengimpartasi, tidak akan bisa menularkan. Dan sekolah teologi tidak mematikan manusia lama atau kurang serius memperhatikan kematian manusia lama ini. Karena sudah menjadi pendidikan yang bersifat akademis. Yang standar akademisinya tentu disesuaikan dengan standar akademis ilmu sekuler. Padahal, di sekolah teologi itu ada proses penggarapan Allah atas masing-masing individu agar mengalami perubahan kodrat; supaya kodrat manusia lamanya itu mati, lalu mengenakan kodrat baru, yaitu kodrat ilahi.
Kalau seseorang masih mengharapkan kebahagiaan dari dunia ini, masih merasa layak mendapat pujian atau sanjungan, masih merasa pantas untuk dihormati, dilayani, berarti dia belum mati. Maka, kita harus dalam satu kesadaran terus-menerus bahwa kita ada di hadirat Allah. Dan cirinya adalah pertama, kita tidak takut menghadapi apa pun. Yang kedua, kita pasti hidup di dalam kesucian Allah. Yang ketiga, pasti kita punya pikiran perasaan Allah; sikap kita terhadap orang lain pasti tepat. Maka kalau Allah itu hidup, kita bisa menarik kehadiran-Nya di dalam hidup kita. Apalagi sebagai seorang pendeta yang berdiri atau di depan jemaat ini, dia harus mewakili Tuhan. Kalau setiap hari tidak berjalan dengan Tuhan, tidak mungkin dia mewakili Tuhan.
Maka dalam setiap percakapan, tidak boleh ada kata yang tidak patut kita ucapkan. Perasaan kita terhadap orang lain, pikiran kita terhadap sesama kita, tidak boleh meleset. Harus pikiran perasaan Kristus. Jadi, jangan hanya karena punya ilmu tentang Tuhan, maka kita merasa cukup. Kalau hanya pengetahuan tentang Tuhan, kita tidak mungkin bisa mengenakan pribadi-Nya. Secakap bagaimanapun kita mengerti isi Alkitab dari ilmu, tapi bila tidak bertemu langsung Tuhan, maka tidak mungkin kita terpapar, terimpartasi, tertular sifat, pikiran, perasaan Allah. Belum lagi cara berpikir dunia sudah terlanjur merusak pikiran banyak orang sejak kanak-kanak, remaja, dan pemuda.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU HANYA PENGETAHUAN TENTANG TUHAN, KITA TIDAK MUNGKIN BISA MENGENAKAN PRIBADI-NYA.

Bacaan Alkitab Setahun - 12 Desember 2024
2024-12-12 12:39:47
Kisah Para Rasul 20-23

Truth Kids 11 Desember 2024 - PENGAMPUNAN MEMBAWA DAMAI DI HATI
2024-12-11 17:59:35
Matius 6:14
”Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.”
Chila dan Sintia adalah sahabat baik. Kebetulan, rumahnya mereka berdekatan. Oleh sebab itu, mereka sering bermain bersama. Mereka juga bersekolah di tempat yang sama, bahkan juga satu kelas. Chila dan Sintia selalu bermain dan belajar bersama. Mereka seperti saudara karena begitu akrabnya.
Suatu waktu pulang sekolah, ada segerombolan anak anak yang mengganggu Chila, tetapi Sintia tidak berbuat apa-apa. Sintia hanya diam, bahkan lari meninggalkan Chila. Untungnya ada bapak satpam yang menolong Chila. Dari situ, Chila sangat kecewa dengan sikap Sintia yang pergi meninggalkannya daripada menolongnya atau mencari bantuan.
Semenjak itu, hubungan mereka jadi renggang. Mereka tidak lagi bertegur sapa, tidak lagi bermain dan belajar bersama. Padahal, Sintia ingin sekali mendekati Chila untuk meminta maaf, tetapi Chila tidak menghiraukan Sintia. Dalam kekecewaan dan kekesalan, Chila merasa tidak nyaman. Tidak ada kedamaian dalam hatinya. Akhirnya, Chila memberi maaf kepada Sintia.
Sobat Kids, pengampunan akan membawa kedamaian di hati. Mungkin sulit untuk mengampuni apabila ada teman atau saudara melukai hati kita, tetapi lebih baik kita mengampuni daripada kita tidak diampuni oleh Bapa di surga. Kita juga akan kehilangan kedamaian di hati jika kita tidak mengampuni orang yang bersalah kepada kita.

Truth Junior 11 Desember 2024 - PRAY FOR OTHERS
2024-12-11 17:55:54
Matius 6:14
”Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.”
Kemarin Sobat Junior sudah belajar untuk menegur teman dengan sabar. Hari ini kita akan belajar mengenai mengampuni. Mengapa, ya, kita perlu mengampuni? Firman Tuhan mengingatkan kita untuk mengampuni sesama seperti Tuhan yang telah mengampuni kita. Saat ada teman yang bersalah, maka kita sebagai anak Allah, belajar untuk mengampuni. Mungkin awalnya bukan suatu hal yang mudah untuk mengampuni.
Tuhan telah berkata dalam firman-Nya untuk mengasihi musuh dan mendoakan mereka yang menyakiti kita. Ayo, Sobat Junior, kita mengikut teladan Tuhan untuk memaafkan sesama. Mulai dari mendoakan teman yang suka menggangu dan tetap menyapa mereka. Sesudah mengampuni mereka, artinya Sobat Junior berhasil dalam melakukan firman Tuhan. Oleh karena itu, jangan menyerah untuk selalu menyenangkan hati Tuhan lewat perkataan dan tingkah laku kita dengan sesama.
Mari kita saling merangkul dalam kasih Tuhan. Bukan saling membenci atau berjauhan, namun saling memafkan dan memeluk. Meski ada teman yang tetap tidak menyukai kita, doakanlah mereka. “Tuhan, aku mau memaafkan temanku yang membenciku. Terima kasih, Tuhan, amin..” Ketika Tuhan mendengar doa kita, Ia juga pasti mengampuni dan tidak memperhitungkan kesalahan kita.
Hal mengampuni juga merupakan bagian dalam penguasaan diri. Kita bisa rendah hati untuk memaafkan teman, bukan menyalahkan atau membenci teman kita. Ingat, ya, Sobat Junior tidak sendiri melewati proses mengampuni, pasti Tuhan beserta kalian semua.

Renungan Pagi - 11 Desember 2024
2024-12-11 12:50:31
Maria dan Yusuf adalah orang-orang yang setia dan berusaha untuk menghormati Allah dengan pergi ke perayaan Hari Raya Paskah di Yerusalem setiap tahun. Pada usia yang ke-12 tahun, anak laki-laki Yahudi akan menjadi "anak hukum Taurat" dan mulai mematuhi tuntutan-tuntutan hukum Taurat. Karena itu, pada usia yang ke-12 tahun, Yesus pergi ke Yerusalem bersama dengan orang tua-Nya
Yusuf dan Maria berpikir bahwa Yesus ada bersama dengan orang tua lain atau dengan teman-teman dan tetangga, mereka telah melakukan perjalanan satu hari penuh atau kira-kira 20 mil sebelum mereka menyadari bahwa Yesus hilang! "Karena mereka menyangka bahwa IA ada di antara orang-orang seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari perjalanan jauhnya, lalu mencari Dia di antara kaum keluarga dan kenalan mereka."
Hal yang nyata terjadi pada masa kini adalah kehilangan Yesus di tengah keramaian, sama dengan kehilangan Yesus di tengah banyaknya keinginan dunia yang merasuki hidup kita. Sangat mudah untuk mendesak Yesus keluar dari hidup kita dan kehilangan kontak dengan Dia. Bahkan mungkin kita berpikir sedang berjalan bersama Dia, tetapi kenyataannya hal-hal lain telah menempati tempat yang seharusnya tempat Yesus didalam hidup kita. Berjagalah, jangan sampai kehilangan Yesus.
(Lukas 2 : 44).

Quote Of The Day - 11 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-11 12:48:49
Untuk dapat mengendalikan lidah dengan baik seseorang harus memiliki hati yang bijaksana.

Mutiara Suara Kebenaran - 11 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-11 12:47:42
Kebangkitan dari antara orang mati tidak diperoleh oleh semua orang Kristen, hanya mereka yang ada dalam persekutuan dengan Kristus.

THE ENEMIES OF THE CROSS OF CHRIST - 11 Desember 2024 (English Version)
2024-12-11 12:45:38
Philippians 3:11, “So that I may attain to the resurrection from the dead.” Very few people question this and it is not simple. One will not attain the resurrection if one does not put on the life of Christ. Unfortunately, many Christians today feel that one day they are safe to enter heaven. A glorified body cannot be worn on a body that is still sinful, a soul that is still dirty or murky. And our bodies cannot be transformed if our minds and bodies are still focused on worldly things. Furthermore, in Philippians 3:17 it is written, “Brethren, follow my example, and consider those who walk as you have us as an example.” The Apostle Paul's life became a role model for the life of the Son of God. And this is the good news, there are people who live like Paul.
In Philippians 3:18, Paul writes, "For many live as enemies of the cross of Christ. I have often told you about them, and now I tell you even with tears." The term enemy implies opposition; to be an enemy of the cross of Christ means to live in a way that contradicts the purpose for which the cross was established by God the Father. Verses 19–21 "Their end is destruction, their God is their stomach, their glory is their disgrace, their thoughts are focused solely on worldly things. Because our citizenship is in heaven, and from there we also wait for the Lord Jesus Christ as Savior, who will change our lowly body, so that it will be like His glorious body, according to His power which is able to subdue all things to itself. Him." We have to choose, do we want to have a glorified body or not? So we have to barter, so that we can get the resurrection from the dead.
In 1 Peter 1:3 says, "Blessed be the God and Father of our Lord Jesus Christ, who according to His abundant mercy has caused us to be born again to a living hope through the resurrection of Jesus Christ from the dead." If there is no resurrection, then no hope. With Jesus resurrected, there is hope of resurrection from the dead. This is a life full of hope, which is so important, we must not forget. There is no other hope in our lives apart from the hope of resurrection and dwelling with the Lord in His heavenly kingdom. Let no other hope. This must be our only hope. A church that does not teach this and does not emphasize this is wrong, deceitful, and can be said to be evil.
Next in verses 4-5, “To an inheritance that is imperishable and undefiled and unfading, reserved in heaven for you, who are kept by God’s power through faith for a salvation ready to be revealed in the last time.” This is salvation viewed from the future dimension. Salvation viewed from the past, namely the death of Jesus on the cross, has been completed. Then salvation viewed from the present dimension, is us who are working out salvation. We must experience change to live in fellowship with Christ. Then, later we will see the fulfillment of that salvation.
Verses 6-7, “Rejoice in this, even though now you have to be saddened by various trials. The purpose of all this is to prove the purity of your faith, which is of far greater value than perishable gold, whose purity is tested by fire, so that you may obtain praise and glory and honor on the day that Jesus Christ reveals Himself." We will not be resurrected until we are tested. The person who has passed the test or the trial that appears like pure gold, is the one who will be resurrected; so it's not just anyone. So it's not easy, right? Verse 8, "Though you have not seen Him, yet you love Him, and believe to Him, though you do not now see Him, but rejoice with a joy that is full of glory and inexpressible, for you are receiving the goal of your faith, the salvation of your souls.” Yes, the salvation of our souls is achieved through tests like pure gold.
1 Peter 1:13, "Therefore, prepare your minds, be alert, and place your hope entirely in the grace given you at the revelation of Jesus Christ." Nothing will make us happier than the coming of Jesus. All our hope must be placed there. Otherwise, we are not worthy of being resurrected and going to heaven. Do not think that God is cheap. Verse 14, “Like obedient children, do not follow lusts which were yours in your ignorance, but as He who called you is holy, be holy yourselves also in all your conduct.” If one does not live a holy life, then he cannot have hope. “Holiness in all his conduct” means obeying what God wants, always thinking and feeling the same way as God. Surely people like this are not fascinated by the world. Certainly not! Because people like this will set their hearts on the Kingdom of Heaven.
ENEMIES MEANS OPPOSITION; ENEMIES OF THE CROSS OF CHRIST MEANS PEOPLE WHOSE LIVES ARE NOT IN ACCORDANCE WITH THE PURPOSE OF GOD THE FATHER HAS BEEN BROUGHT INTO.

SETERU SALIB KRISTUS - 11 Desember 2024
2024-12-11 12:43:33
Filipi 3:11, “Supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.” Sedikit sekali orang yang mempersoalkan hal ini dan ini tidak sederhana. Seseorang tidak akan memperoleh kebangkitan kalau tidak mengenakan kehidupan Kristus. Kasihan, banyak orang Kristen yang sekarang merasa suatu hari aman-aman masuk surga. Tubuh kemuliaan tidak bisa dikenakan atas tubuh yang masih berdosa, jiwa yang masih kotor atau keruh. Dan tubuh kita tidak bisa diubahkan jika pikiran dan tubuh kita masih tertuju kepada perkara-perkara duniawi. Selanjutnya di Filipi 3:17 tertulis, “Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu.” Rasul Paulus hidupnya itu menjadi role model dari kehidupan Anak Allah. Dan ini berita baik, ada orang-orang yang hidup seperti Paulus.
Filipi 3:18, “Karena, seperti yang telah kerap kali kukatakan kepadamu, dan yang kunyatakan pula sekarang sambil menangis, banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus.” Seteru artinya musuh; musuh salib Kristus artinya orang yang hidup tidak sesuai dengan maksud salib itu diadakan oleh Allah Bapa. Ayat 19-21, “Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi. Karena kewargaan kita adalah di dalam surga, dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat, yang akan mengubahkan tubuh kita yang hina ini, sehingga serupa dengan tubuh-Nya yang mulia, menurut kuasa-Nya yang dapat menaklukkan segala sesuatu kepada diri-Nya." Kita harus memilih, mau memiliki tubuh kemuliaan atau tidak? Maka kita harus barter, supaya kita beroleh kebangkitan dari antara orang mati.
Dalam 1 Petrus 1:3 tertulis, "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati kepada suatu hidup yang penuh pengharapan." Kalau tidak ada kebangkitan, maka tidak ada pengharapan. Dengan Yesus dibangkitkan, maka ada pengharapan kebangkitan dari antara orang mati. Inilah hidup yang penuh pengharapan, yang begitu penting, tidak boleh kita lupakan. Tidak ada pengharapan lain dalam hidup kita selain kita memiliki kebangkitan dan kita akan tinggal bersama Tuhan di Kerajaan Surga. Jangan ada pengharapan lain. Ini harus menjadi satu-satunya pengharapan kita. Gereja yang tidak mengajarkan ini dan tidak menekankan hal ini, berarti salah, menipu, dan bisa dikatakan jahat.
Selanjutnya di ayat 4-5, “Untuk menerima suatu bagian yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar dan yang tidak dapat layu, yang tersimpan di surga bagi kamu, yaitu kamu yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir.” Ini keselamatan ditinjau dari dimensi yang akan datang. Keselamatan ditinjau dari masa lalu, yaitu kematian Yesus di kayu salib, sudah selesai. Lalu keselamatan ditinjau dari dimensi sekarang, adalah kita yang sedang mengerjakan keselamatan. Kita harus mengalami perubahan untuk hidup dalam persekutuan dengan Kristus. Lalu, nanti kita akan melihat pemenuhan keselamatan itu.
Ayat 6-7, “Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api, sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.” Kita tidak akan dibangkitkan sebelum teruji. Orang yang telah melewati ujian atau pengujian yang tampil seperti emas murni, adalah yang akan dibangkitkan; jadi itu tidak sembarang orang. Jadi tidak mudah, bukan? Ayat 8, "Sekalipun kamu belum pernah melihat Dia. Namun, kamu mengasihi-Nya. Kamu percaya kepada Dia, sekalipun kamu sekarang tidak melihat-Nya. Kamu bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan. Karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan jiwamu.” Ya, keselamatan jiwa kita capai lewat pengujian-pengujian seperti emas murni itu.
1 Petrus 1:13, "Sebab itu, siapkanlah akal budimu, waspadalah, dan letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus." Tidak ada yang lebih membahagiakan kita selain kedatangan Yesus. Seluruh pengharapan kita harus tertaruh di situ. Jika tidak demikian, kita tidak layak dibangkitkan dan masuk surga. Jangan menganggap Allah itu murah. Ayat 14, “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu, sama seperti Dia yang kudus yang telah memanggil kamu.” Kalau tidak kudus hidupnya, maka dia tidak bisa menaruh pengharapan. “Kudus di dalam seluruh hidup” berarti menaati apa yang dikehendaki Allah, selalu sepikiran, seperasaan dengan Allah. Pasti orang-orang seperti ini tidak terpesona dengan dunia. Pasti tidak! Sebab orang-orang seperti ini akan menaruh hatinya di Kerajaan Surga.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SETERU ARTINYA MUSUH; MUSUH SALIB KRISTUS ARTINYA ORANG YANG HIDUP TIDAK SESUAI DENGAN MAKSUD SALIB ITU DIADAKAN OLEH ALLAH BAPA."

Bacaan Alkitab Setahun - 11 Desember 2024
2024-12-11 12:38:20
Roma 14-16

Truth Kids 10 Desember 2024 - BERUSAHA TENANG
2024-12-10 20:26:03
Yakobus 1:19
”Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah.”
Suatu hari, Beni sedang bermain mobil-mobilan kesayangannya di ruang tamu. Ia membuat trek balap dari buku-buku dan kotak bekas, lalu mendorong mobilnya maju mundur dengan seru. Tiba-tiba, adiknya, Dika, datang dan langsung mengambil mobil Beni tanpa izin. "Ini punyaku sekarang!" seru Dika sambil tertawa, lalu lari menjauh. Beni merasa kesal dan ingin merebut kembali mobilnya. "Dika! Itu mainanku!" teriak Beni dengan marah. Dalam hati, ia hampir memutuskan untuk menarik mobil itu dengan kasar atau berteriak lebih keras. Namun, Beni teringat kata-kata ibu, "Kalau marah, coba tarik nafas dulu. Tidak semua masalah harus diselesaikan dengan marah-marah."
Beni menutup mata dan menarik napas dalam-dalam. Ia lalu menghampiri adiknya dan tenang berkata, "Dik, itu mobil Kakak. Kalau mau main, kamu bisa pinjam, tapi bilang dulu, ya." Dika menatap Beni sejenak. Awalnya, ia pikir kakaknya akan marah besar. Namun, karena kakak bicara dengan tenang, Dika merasa tidak enak. Ia lalu mengulurkan mobil itu sambil berkata, "Maaf, Kak. Aku cuma mau main." Beni tersenyum, "Yuk, kita main bareng. Aku buat trek balap. Seru, loh!" Akhirnya, mereka bermain bersama dengan gembira.
Sobat Kids, Roh Kudus mengajarkan kita untuk mengendalikan diri. Dika belajar tentang pentingnya meminta izin, dan Beni merasa bangga karena bisa mengendalikan emosinya. Mengendalikan emosi dan memilih untuk bicara baik-baik, bisa membuat masalah cepat selesai dan hubungan dengan orang lain lebih baik. Mari kita berusaha tenang dalam segala keadaan.

Truth Junior 10 Desember 2024 - TAKE A DEEP BREATH
2024-12-10 20:22:37
Yakobus 1:19
”Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah.”
Tidak terasa, Sobat Junior, kita sudah sampai buah Roh yang terakhir yaitu penguasaan diri. Mengapa kita perlu menguasai diri? Dalam diri kita terdapat beberapa perasaan, di antaranya bahagia, sedih, marah, jijik, dan takut.
Hari ini kita akan bahas satu emosi yaitu marah atau anger. Ayat firman Tuhan yang telah kita baca, ada dua hal yang penting. Hal pertama adalah cepat untuk mendengar. Kalimat ini ingin menegur kita untuk lebih memahami. Misalnya, saat ada teman kita melakukan kesalahan dalam kelompok belajar, biasanya kita menjadi kesal dan marah. Ketika berada dalam posisi itu, sebaiknya kia mendengar teman kita dahulu. Cobalah untuk memahaminya. Daripada kita memarahi teman, lebih baik menegurnya dengan lembut. Kita dapat memberitahukan adanya tanggung jawab, dan akibatnya dari kelompok belajar seperti ini, maka nilai akan kurang bagus. Selain itu, kita bisa juga mengajari teman cara mengerjakan tugas kelompok.
Hal kedua adalah lambat untuk marah. Ini artinya ketika kita kesal dengan teman, sebaiknya kata-kata yang kita ucapkan tidak yang kasar, apalagi menghakimi teman kita. Oleh karena itu, sebelum kita berucap, harus dipikirkan dahulu. Tidak ada salahnya kita berdiam sebentar atau menarik nafas sambil menghitung 1, 2, 3 supaya kita bisa menguasai kata yang kita ucapkan kepada teman. Take a deep breath (tarik nafas dalam-dalam), Sobat Junior.

Truth Youth 10 Desember 2024 (English Version) - MOUNTAIN CLIMBER'S WANTS
2024-12-10 20:19:32
"Put to death, therefore, whatever belongs to your earthly nature: sexual immorality, impurity, lust, evil desires and greed, which is idolatry." (Colossians 3:5)
Colossians 3:5 reminds us of the importance of letting go of worldly desires—such as ego, greed, and lust—in order to focus on a higher spiritual goal. In everyday life, we are often tempted by things that pull us away from God, such as the desire for more wealth, power, or recognition from others. However, this verse calls us to discard these things, because they can become idols that take the place of God in our lives.
Imagine a mountain climber who wants to reach the summit. Along the way, they carry a backpack full of items they deem important. But as they ascend, the weight of the backpack grows heavier. At a certain point, they must decide: will they continue to carry the weight that makes reaching the summit harder, or will they let go of unnecessary items in order to reach their goal? The wise climber chooses to release the unnecessary weight, knowing that their goal is greater than the things that slow them down.
Likewise, in our spiritual lives, ego, greed, and worldly desires are burdens that prevent us from drawing closer to God and achieving our spiritual goals. When we let go of these, we make room for God to work in our lives. Self-control and sacrifice become tangible acts of worship to Him. Every time we reject worldly temptations and choose the path that aligns with God’s will, we are offering our lives as living sacrifices. God does not ask us to live without desires, but He asks us to focus those desires on Him. When we practice self-control, subdue worldly desires, and choose to live with our hearts set on eternal things, we are aligning our hearts with a greater spiritual purpose. Let’s reflect on what still burdens us in life—whether it’s greed, ego, or lust—and, with God’s strength, release all those worldly desires. By doing so, we can walk more lightly toward the spiritual calling God has set for us, reaching the "summit" of our true life’s purpose in Him.
WHAT TO DO:
- Reflect on what worldly desires still bind you.
- Release and surrender all worldly desires with God’s strength.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ephesians 4-6

Truth Youth 10 Desember 2024 - MOUNTAIN CLIMBER'S WANTS
2024-12-10 20:10:19
”Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat, dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala.” (Kolose 3:5)
Kolose 3:5 mengingatkan kita tentang pentingnya melepaskan diri dari keinginan duniawi, seperti ego, keserakahan, dan hawa nafsu, untuk fokus pada tujuan spiritual yang lebih besar. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering tergoda oleh berbagai hal yang menjauhkan kita dari Tuhan, keinginan untuk memiliki lebih banyak harta, kekuasaan, atau pengakuan dari orang lain. Namun, ayat ini memanggil kita untuk membuang semua itu, karena hal-hal tersebut dapat menjadi berhala yang menggantikan posisi Tuhan dalam hidup kita. Seperti seorang pendaki gunung yang ingin mencapai puncak. Dalam perjalanannya, ia membawa ransel penuh dengan barang-barang yang ia anggap penting. Namun, semakin ia mendaki, semakin berat ranselnya terasa. Pada titik tertentu, ia harus memutuskan: apakah akan tetap membawa beban yang membuatnya sulit mencapai puncak, atau melepaskan barang-barang yang tidak penting agar bisa mencapai tujuannya? Pendaki yang bijaksana akan memilih untuk melepaskan beban yang tidak diperlukan, karena ia tahu bahwa tujuannya lebih besar daripada hal-hal yang membuatnya berat.
Demikian juga dengan kehidupan rohani kita. Ego, keserakahan, dan keinginan duniawi adalah beban yang menghalangi kita untuk mendekat kepada Tuhan dan mencapai tujuan spiritual kita. Ketika kita melepaskan semua itu, maka kita memberikan ruang bagi Tuhan untuk bekerja dalam hidup kita. Pengendalian diri dan pengorbanan menjadi bentuk nyata dari ibadah kita kepada-Nya. Setiap kali kita menolak godaan duniawi dan memilih jalan yang lebih sesuai dengan kehendak Tuhan, berarti kita sedang mempersembahkan hidup kita sebagai korban yang hidup. Tuhan tidak meminta kita untuk hidup tanpa keinginan, tetapi Dia meminta kita untuk memiliki keinginan yang terarah kepada-Nya. Ketika kita mengendalikan diri, mematikan keinginan duniawi, dan memilih untuk hidup dengan fokus pada hal-hal yang kekal, maka kita sedang mengarahkan hati kita kepada tujuan spiritual yang lebih besar. Mari kita renungkan apa saja yang masih menjadi beban dalam hidup kita, apakah itu keserakahan, ego, atau hawa nafsu. Dengan melepaskan semua itu, kita bisa berjalan lebih ringan menuju panggilan rohani yang Tuhan tetapkan bagi kita, mencapai "puncak" tujuan hidup yang sejati di dalam Dia.
WHAT TO DO:
1.Merenungkan apa yang menjadi ikatan keinginan duniawi kita.
2.Melepaskan, merelakan semua keinginan-keinginan duniawi kita dengan bantuan kekuatan dari Tuhan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Efesus 4-6

Renungan Pagi - 10 Desember 2024
2024-12-10 20:07:57
Keluarga adalah desain Tuhan untuk manusia hidup dan dibesarkan dalam kasih, didalam keluargalah anak bertumbuh dalam kasih dan belajar mengasihi. Inilah rencana Tuhan akan keluarga; itulah sebabnya dari semua ciptaan-Nya, hanya manusialah yang didesain untuk berkeluarga. Keluarga juga merupakan miniatur relasi Tuhan dengan manusia, Allah adalah Bapa dan kita adalah anak-anak-Nya.
Kita diciptakan Tuhan dan menerima nafas kehidupan juga dari Tuhan. Kita dikasihi Tuhan sebab Ia adalah kasih dan IA telah menetapkan kita untuk menjadi penerima kasih-Nya. Surga pun merupakan sebuah keluarga di mana Allah adalah Bapa dan Kristus adalah Putra Allah. Namun Allah Bapa rela melepaskan Putra-Nya untuk meninggalkan surga, turun ke dunia dan akhirnya mati untuk menggantikan kita, anak-anak Allah yang lainnya yang menerima anugerah oleh karena kematian Kristus.
"Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga IA telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal."
Jadi, Natal adalah pengorbanan terbesar seorang Bapa yang merelakan Putra-Nya mengorbankan Diri-Nya, demi menyelamatkan anak-anak-Nya yang lain. Natal adalah kisah kasih antara Bapa kepada anak-anak-Nya; Natal adalah bukti kasih Bapa kepada anak-anak-Nya.
(Yohanes 3:16)

Quote Of The Day - 10 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-10 18:56:55
Untuk bisa berucap bijak adalah memperlakukan lidah sebagai bagian hidup yang bisa sangat berbahaya.

Mutiara Suara Kebenaran - 10 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-10 18:44:17
Kebangkitan dari antara orang mati tidak diperoleh oleh semua orang Kristen, hanya mereka yang ada dalam persekutuan dengan Kristus.

BARTER - 10 Desember 2024 (English Version)
2024-12-10 17:52:42
In 1 Corinthians 15:51, it is written, "Listen, I tell you a mystery: We will not all sleep, but we will all be changed-in a flash, in the twinkling of an eye, at the last trumpet. For the trumpet will sound, the dead will be raised imperishable, and we will be changed." Those whose bodies are transformed are those who, at the time of the Lord's coming, have not yet passed away. If our bodies are changed in an instant, it means we will ascend as Jesus ascended. But those whose lives are not transformed will have no part in the Kingdom of Heaven. How tragic-it means they will be left behind on this earth. This earth will eventually become hell, known as Gehenna or the lake of fire. It is terrifying; there is no remedy for it.
May this reading of God's Word rekindle the fire of passion within our hearts-the passion to await the resurrection from the dead or the transformation of this mortal body into a glorious body. In 2 Peter 3, it is written, "Since everything will be destroyed in this way, what kind of people ought you to be? You ought to live holy and godly lives." Let us regain our full awareness so that the hope of the resurrection from the dead becomes a steadfast hope in our hearts, driving us to fill our days meaningfully. Philippians 3:11 says, "and so, somehow, attaining to the resurrection from the dead." Yes, this is the end; attaining the resurrection from the dead. There is a goal to be achieved. If our Christianity is not like this, we are lost. We are the ones who must pull ourselves out of the wrong quagmire. Like a chick that falls into a ditch of dirty water, then it must try to climb out of that ditch. And if it is beyond our ability, God will surely help us out.
Philippians 3:7-8, "But whatever were gains to me, those I have counted loss for the sake of Christ. Indeed, I count everything as loss for the surpassing worth of knowing Christ Jesus my Lord. For His sake I have suffered the loss of all things, and count them but rubbish, that I may gain Christ." Knowing Christ is wonderful. He gives us the hope of resurrection from the dead, a future full of hope in the new heavens, a new earth. And to have Him, we must give up everything. In other words, there must be a barter that must be made to have Christ. And by having Him, we have resurrection. We are not yet resurrected, but the resurrection is felt before our eyes, when we let go of everything. For there is nothing left to hope for from this world.
The resurrection from the dead is not obtained by all Christians, it is only for those who are in fellowship with Christ. Not in fellowship with Adam. Fellowship with Adam builds the pattern of human life in general, natural humans, whose focus is on fulfilling physical needs. How can one have fellowship with Christ? There must be a barter, for we will not be resurrected without abandoning or letting go of everything. We are grateful to hear this truth; later, many will regret not experiencing the resurrection.
Philippians 3:9 , “And be found in Him, not having my own righteousness which is derived from the law…” So, it is not righteousness based on keeping the law. This verse is twisted by Satan so that people feel that they no longer need to do good. Or they feel that it is not so important to do good, because we are saved by grace. In fact, the sentence is true, but the application must be correct. We are saved not because of good deeds, but because of Christ's sacrifice on the cross. But if we believe in Christ's sacrifice, then we must leave everything and consider it garbage, then follow Christ so that we may become like Him. Ironically, what has often been taught to us from a young age is that salvation is not by works, and then the teaching is left incomplete. That is evil, so that it creates Christian people who do not follow God's way.
Next, “… but with the righteousness that is through faith in Christ, the righteousness that God gives on the basis of faith.” If we believe in Christ, we let go of everything, and follow in His footsteps. A person cannot follow in the footsteps of the Lord Jesus if he does not let go of all his possessions (Luke 14:33). Philippians 3:10, “That I may know Him and the power of His resurrection and the fellowship of His sufferings, becoming like Him in His death.” We must die to the world and live for God. Knowing Jesus and the power of His resurrection is not merely intellectual knowledge about the resurrection but a tangible experience of His resurrection power, which is the work of the Holy Spirit.
THERE MUST BE A BARTER, FOR WE WILL NOT BE RESURRECTED WITHOUT ABANDONING OR LETTING GO OF EVERYTHING.

BARTER - 10 Desember 2024
2024-12-10 17:49:21
Dalam 1 Korintus 15:51 tertulis, "Sesungguhnya, aku menyatakan kepadamu suatu rahasia: kita tidak akan mati semuanya, tetapi kita semuanya akan diubah, dalam sekejap mata, pada waktu bunyi nafiri yang terakhir. Sebab nafiri akan berbunyi, dan orang-orang mati akan dibangkitkan dalam keadaan yang tidak dapat binasa dan kita semua akan diubah." Orang yang tubuhnya diubah adalah mereka yang pada saat Tuhan datang, belum meninggal dunia. Jika tubuh kita diubah dalam sekejap, itu berarti kita akan naik seperti Yesus mengalami kenaikan. Tapi orang yang hidupnya tidak diubah, mereka tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Surga. Kasihan, mereka akan tertinggal di bumi ini. Bumi ini nanti akan menjadi neraka yang namanya gehena atau danau api. Mengerikan sekali; tidak ada obatnya.
Kiranya di pembacaan firman Tuhan ini, dapat menyalakan kembali api gairah di dalam hati kita; gairah untuk menantikan kebangkitan dari antara orang mati atau perubahan dari tubuh fana ini ke tubuh kemuliaan. Dalam 2 Petrus 3 mengingatkan, _
“Kalau unsur-unsur di udara terbakar dalam nyala api, maka betapa salehnya kamu harus hidup.”_
Ayo, kita sadar kembali sebaik-baiknya agar pengharapan kebangkitan dari antara orang mati menjadi pengharapan yang kokoh di hati kita, yang menggerakkan kita mengisi hari-hari hidup ini. Filipi 3:11, "Supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati."
Ya, ini akhirnya; beroleh kebangkitan dari antara orang mati. Ada tujuan yang mau dicapai. Jika kekristenan kita tidak seperti ini, sesat kita. Kita yang harus mengentaskan diri kita dari kubangan yang salah. Seperti seekor anak ayam yang jatuh ke parit yang berair kotor, maka dia harus berusaha naik dari parit itu. Dan kalau itu di luar kemampuan kita, Tuhan pasti akan menolong kita keluar.
Filipi 3:7-8, "Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah supaya aku memperoleh Kristus." Pengenalan akan Kristus itu luar biasa. Dia memberi pengharapan kebangkitan dari antara orang mati, masa depan yang penuh harapan di langit baru, bumi baru. Dan untuk memiliki Dia, kita harus melepaskan semuanya. Dengan kalimat lain, harus ada barter yang dilakukan untuk memiliki Kristus. Dan dengan memiliki Dia, kita memiliki kebangkitan. Kita memang belum dibangkitkan, tapi kebangkitan itu terasa di depan mata kita, ketika kita melepaskan segala sesuatu. Sebab tidak ada yang kita harapkan lagi dari dunia ini.
Kebangkitan dari antara orang mati tidak diperoleh oleh semua orang Kristen, hanya mereka yang ada dalam persekutuan dengan Kristus. Bukan persekutuan dengan Adam. Persekutuan dengan Adam membangun pola hidup manusia pada umumnya, manusia wajar, yang fokusnya pemenuhan kebutuhan jasmani. Bagaimana memiliki persekutuan dengan Kristus? Harus ada barter, sebab kita tidak akan dibangkitkan tanpa meninggalkan atau melepaskan segala sesuatu. Kita bersyukur mendengar hal ini; nanti banyak orang akan menyesal, dan tidak mengalami kebangkitan.
Filipi 3:9, “Dan berada dalam Dia, bukan dengan kebenaranku sendiri karena menaati hukum Taurat…” Jadi, bukan kebenaran berdasarkan melakukan hukum Taurat. Ayat ini dipelintir oleh Iblis sehingga orang merasa tidak perlu lagi berbuat baik. Atau mereka merasa tidak terlalu penting untuk berbuat baik, karena kita diselamatkan oleh anugerah. Sejatinya, kalimat itu benar, tapi pengenaannya harus benar. Kita diselamatkan bukan karena perbuatan baik, tapi karena kurban Kristus di kayu salib. Tapi kalau kita percaya kurban Kristus itu, maka kita harus meninggalkan semuanya dan menganggapnya sampah, lalu ikut Kristus supaya kita menjadi serupa dengan Dia. Ironis, yang diajarkan kepada kita sejak kecil adalah keselamatan bukan karena perbuatan baik, lalu digantung begitu rupa. Itu jahat, sehingga menciptakan manusia-manusia Kristen yang tidak mengikut jalan Tuhan.
Selanjutnya, “… melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.” Kalau kita percaya kepada Kristus, kita melepaskan segala sesuatu, dan ikut jejak-Nya. Seseorang tidak bisa ikut jejak Tuhan Yesus kalau tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya. Filipi 3:10, “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya.” Kita harus mati terhadap dunia, hidup bagi Allah. Mengenal Yesus, kuasa kebangkitan-Nya bukan hanya ilmu pengetahuan di nalar mengenai kebangkitan, melainkan nyata kuasa kebangkitan-Nya, yaitu pekerjaan Roh Kudus.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
HARUS ADA BARTER, SEBAB KITA TIDAK AKAN DIBANGKITKAN TANPA MENINGGALKAN ATAU MELEPASKAN SEGALA SESUATU.

Truth Kids 09 Desember 2024 - TAHAN RASA MARAH
2024-12-09 21:27:03
Roma 12:17
”Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!”
Suatu sore, Aldi sedang bermain bola di halaman rumahnya. Ia sangat senang karena itu bola favoritnya, hadiah ulang tahun dari ayah. Namun, ketika ia sedang asyik menggiring bola, tiba-tiba bola itu ditendang keras oleh Dani, tetangganya. Bola Aldi melambung jauh dan masuk ke selokan. "Kenapa kamu lakukan itu?!" seru Aldi kesal. Dani hanya tertawa dan berkata, "Biar saja! Aku cuma iseng!"
Aldi merasa marah. Ia ingin membalas Dani. Tetapi, ia teringat nasihat ayahnya, "Tidak baik membalas kejahatan dengan kejahatan. Kalau kamu merasa disakiti, coba bicara baik-baik atau cari solusi." Aldi menarik napas panjang, menahan amarahnya. Ia lalu menghampiri Dani dan berkata dengan tegas, "Aku tidak suka kamu menendang bolaku begitu. Kalau kamu mau main, bilang saja baik-baik." Dani terkejut mendengar Aldi bicara seperti itu. Ia mengira Aldi akan memarahinya atau membalas perbuatannya. Aldi pun melanjutkan, "Ayo kita ambil bolanya di selokan. Kamu mau bantu?" Melihat sikap Aldi yang tetap tenang, Dani merasa malu. "Iya, maaf, Al. Ayo, kita ambil bolanya." Setelah itu, mereka bermain bola bersama. Dani belajar bahwa tidak perlu berbuat usil, sementara Aldi merasa senang karena ia bisa mengendalikan diri dan menyelesaikan masalah tanpa kekerasan.
Sobat Kids, membalas kejahatan dengan kebaikan membuat suasana menjadi lebih baik. Kita juga belajar mengendalikan diri. Saat Sobat Kids mengalami kesulitan, ingatlah nasihat-nasihat orang tua kita. Yuk, kita memilih untuk berbuat baik.

Truth Junior 09 Desember 2024 - NO REVENGE
2024-12-09 21:23:48
Roma 12:17
”Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang!"
Rudy, anak kelas 6, sering sekali merasa diperlakukan beda oleh orang tuanya. Rudy merasa papa dan mamanya lebih perhatian dan sayang dengan Rere, adiknya. Rudy merasa kesepian, karena perhatian papa dan mamanya selalu kepada Rere. Rudy juga sering diminta untuk menjaga Rere.
Suatu ketika, Rere sedang bermain sepeda di halaman, dan tanpa sepengetahuan Rudy, Rere terjatuh dari sepedanya. Ada luka berdarah di kakinya. Karena kejadian itu, papa dan mama Rudy marah sekali kepadanya. Ia dianggap tidak benar menjaga adiknya yang berusia 5 tahun ini. Rudy sangat sedih.
Beberapa hari berlalu, papa dan mama Rudy kembali meminta Rudy menjaga Rere yang sedang bermain sepeda di halaman rumah. Lagi-lagi kejadian yang sama berulang. Rere terjatuh dari sepeda, dan kali ini luka-luka di kaki dan tangannya. Rudy terkejut dan langsung merasa sedih karena pasti dia akan dimarahi lagi. Muncul niat di hati Rudy untuk berlari meninggalkan adiknya yang kesakitan, tetapi Rudy ingat bahwa Allah Bapa sedih kalau anak-Nya membalas dendam. Rudy pun tidak jadi lari pergi. Rudy menghampiri adiknya, membersihkan luka-lukanya lalu mengobati.
Papa dan mama menghampiri Rudy dan berkata, “Terima kasih, ya, Nak. Kamu sudah bantu kami menjaga adik.” Rudy tersenyum dan memeluk papa dan mamanya sambil bertanya, “Papa dan Mama sayang kan sama Rudy?” Papa dan mamanya memeluk lebih erat, “Kami sayang sekali sama kamu, Rudy. Maaf, ya, kadang Papa dan Mama galak sama kamu. Papa dan Mama ingin kamu lebih mandiri dan bertanggung jawab sebagai kakak.” Rudy senang sekali mendengarnya. Ia pun berdoa dalam hati, “Terima kasih, Tuhan sudah mengingatkan saya untuk mengambil keputusan yang tepat.”
Sobat Junior juga ya, jangan suka balas dendam. Lawanlah kejahatan dengan kebaikan hatimu.

Truth Youth 09 Desember 2024 (English Version) - CHRISTLIKE PASSION
2024-12-09 21:17:39
"In all your ways submit to Him, and He will make your paths straight." (Proverbs 3:6)
Proverbs 3:6 teaches us to acknowledge God in all our actions, both big and small. This means that every aspect of our lives, from work to daily activities, can become an act of worship if done with the intention of pleasing God. Imagine a baker who wakes up early every morning to bake fresh bread. To others, this may seem like a simple, ordinary job. But for the baker, every kneaded dough and baked loaf is an expression of love for God and others. He understands that the bread he makes will feed many people, thereby serving their needs. With a heart full of gratitude, passion, and dedication, this everyday task becomes an act of worship. Moreover, if his customers know that this baker is a person of faith, they will see how he works not only for himself but also to glorify God through his work.
Similarly, our lives are filled with tasks and responsibilities that may seem ordinary—working, caring for family, socializing with friends. However, when done with the intention to please God, these activities become more than just routine. Raising children with patience, helping coworkers, or simply showing care to those around us can all be forms of service to God. God calls us to acknowledge Him in everything we do. When we realize that He is present in every moment of our lives, everything we do becomes more meaningful. When we work, we are not just earning a living; we are also extending God’s love in the world. When we interact with others, we are not just socializing; we reflect Christ’s love through our attitudes and actions. By making God the center of every activity, we are living out a deep spiritual calling. Everything we do, no matter how small, can be an act of worship if we do it with the purpose of pleasing Him.
WHAT TO DO:
- Work diligently and wholeheartedly to please God, while also being a blessing to others.
- Be mindful of your behavior and words in interactions, so that people can see the reflection of Christ in you.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Ephesians 1-3

Truth Youth 09 Desember 2024 - CHRISTLIKE PASSION
2024-12-09 21:08:33
”Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”
(Amsal 3:6)
Amsal 3:6 mengajarkan kita untuk mengakui Tuhan dalam segala tindakan kita, besar maupun kecil. Ini berarti bahwa setiap aspek kehidupan kita, dari pekerjaan hingga kegiatan sehari-hari, bisa menjadi bentuk ibadah jika dilakukan dengan niat untuk menyenangkan Tuhan. Bayangkan seorang tukang roti yang bangun pagi-pagi sekali untuk membuat roti yang segar. Mungkin bagi orang lain, pekerjaan itu tampak sederhana dan biasa saja. Namun, bagi tukang roti ini, setiap adonan yang diuleni dan setiap roti yang dipanggang adalah wujud cintanya kepada Tuhan dan sesama. Dia tahu bahwa roti yang dia buat akan memberi makan banyak orang dan, dengan itu, dia melayani kebutuhan mereka. Dengan hati yang penuh rasa syukur, passion dan dedikasi, pekerjaan sehari-hari ini menjadi sebuah ibadah. Apalagi jika para pelanggannya tahu bahwa si tukang roti adalah seseorang yang percaya kepada Tuhan, mereka akan melihat bagaimana si tukang roti tidak hanya bekerja untuk dirinya sendiri, tetapi untuk memuliakan Tuhan melalui hasil karyanya.
Demikian pula, hidup kita dipenuhi dengan tugas dan tanggung jawab yang tampaknya biasa saja, bekerja, merawat keluarga, bersosialisasi dengan teman. Namun, ketika kita melakukannya dengan niat untuk menyenangkan Tuhan, maka hal-hal tersebut menjadi lebih dari sekadar rutinitas. Mengasuh anak dengan sabar, membantu rekan kerja, atau sekadar memberikan perhatian kepada orang-orang di sekitar kita bisa menjadi bagian dari bentuk pelayanan kepada Tuhan. Tuhan memanggil kita untuk mengakui-Nya dalam setiap tindakan kita. Ketika kita menyadari bahwa Dia hadir dalam setiap momen hidup kita, artinya kita akan melakukan segala sesuatu dengan lebih bermakna. Saat bekerja, kita tidak hanya mencari penghasilan, tetapi juga menjadi perpanjangan tangan kasih Tuhan di dunia. Saat berinteraksi dengan orang lain, kita tidak hanya bersosialisasi, tetapi mencerminkan kasih Kristus melalui sikap dan tindakan kita. Dengan menjadikan Tuhan pusat dari setiap aktivitas kita, maka kita sedang menghidupi panggilan rohani yang mendalam. Segala sesuatu yang kita lakukan, sekecil apa pun, dapat menjadi bentuk ibadah jika kita melakukannya dengan tujuan untuk menyenangkan-Nya.
WHAT TO DO:
1.Bekerja dengan rajin dan totalitas demi menyenangkan hati Tuhan, selain dari menjadi berkat bagi orang lain.
2.Menjaga perilaku dan ucapan kita dalam berinteraksi agar orang-orang bisa melihat cerminan Kristus dalam kita.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Efesus 1-3

Renungan Pagi - 09 Desember 2024
2024-12-09 21:05:08
Ketika Yesus lahir, ada seorang raja yang cemburu memutuskan untuk membunuh anak-anak yang bisa menjadi ancaman bagi posisinya. Raja Herodes adalah seorang yang kejam, yang membunuh istrinya sendiri, demikian juga beberapa anak laki-laki dan sanak saudara lainnya. Dia merencanakan apa yang sekarang ini disebut "pembantaian anak-anak tak bersalah", karena semua anak laki-laki dari kawasan Betlehem yang berusia di bawah 2 tahun dibunuh.
Sungguh usaha yang luar biasa, membunuh anak-anak hanya karena ingin menghancurkan Yesus, yang datang untuk membebaskan umat-Nya. Beberapa perkataan kuat yang pernah diucapkan oleh Yesus adalah dalam konteks anak-anak, ketika anak-anak dibawa kepada-Nya, Yesus memberkati mereka dan mengatakan bahwa kerajaan Allah adalah milik orang-orang yang seperti mereka, tetapi penghukuman yang mengerikan akan dijatuhkan kepada orang-orang yang mencelakai anak-anak.
"lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga."
Memperingati kelahiran Yesus harus juga mengingat bahwa anak-anak harus dididik hidup takut akan Tuhan dan mengenal Tuhan dengan benar sehingga karakter mereka patut menjadi keluarga Kerajaan Surga.
(Matius 18:3)

Quote Of The Day - 09 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-09 21:02:18
Kalau kita mau beruntung di kekekalan, bertobatlah, bertanyalah kepada Tuhan apa yang kita harus lakukan.

Mutiara Suara Kebenaran - 09 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-09 20:58:20
Kebangkitan dari antara orang mati haruslah menjadi pengharapan kita, yang memberi kita api atau gairah di dalam menjalani hidup.

Bacaan Alkitab Setahun - 09 Desember 2024
2024-12-09 20:57:20
Roma 8-10

HIDUP DALAM PERSEKUTUAN DENGAN KRISTUS - 09 Desember 2024
2024-12-09 20:53:23
Kelihatannya sederhana, tetapi sebenarnya tidak sederhana. Betapa besar anugerah yang Allah berikan kepada kita di dalam dan melalui Tuhan Yesus Kristus. Sebab, jikalau Yesus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kehidupan manusia; sia-sia hidup tanpa pengharapan, termasuk bangsa Israel. Seandainya kita memiliki usia 1.000 tahun, dan dalam 1.000 tahun tersebut akan berakhir dan tidak memiliki kebangkitan dari antara orang mati, betapa celakanya kehidupan ini. Tetapi kita bersyukur kepada Tuhan, karena kita memiliki pengharapan, kebangkitan dari antara orang mati. Ini bukan sesuatu yang boleh kita anggap sepele, sederhana dan murahan; ini luar biasa.
1 Korintus 15:12-22 mengatakan, “Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan bahwa tidak ada kebangkitan orang mati? Kalau tidak ada kebangkitan orang mati, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu. Lebih dari pada itu kami ternyata berdusta terhadap Allah, karena tentang Dia kami katakan, bahwa Ia telah membangkitkan Kristus - padahal Ia tidak membangkitkan-Nya, kalau andaikata benar, bahwa orang mati tidak dibangkitkan. Sebab jika benar orang mati tidak dibangkitkan, maka Kristus juga tidak dibangkitkan. Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu. Demikianlah binasa juga orang-orang yang mati dalam Kristus. Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan kepada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang di antara manusia. Tetapi yang benar ialah, bahwa Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati, sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.”
Harus kita garis bawahi bahwa kebangkitan dari antara orang mati haruslah menjadi pengharapan kita, yang memberi kita api atau gairah di dalam menjalani hidup. Kalau hal kebangkitan dari antara orang mati tidak menjadi api yang menggerakkan kita menjalani hidup berarti ada yang salah di dalam hidup kita. Bisa dipastikan ada pengharapan lain di dalam hidup kita; pengharapan untuk memperoleh kebahagiaan. Mestinya, seluruh pengharapan kita itu tertaruh pada hal ini, seperti yang dikatakan dalam 1 Petrus 1:13-14, "Letakkanlah seluruh pengharapanmu pada penyataan kedatangan Tuhan Yesus." Tidak ada kebahagiaan yang kita nantikan dan harapkan selain kebangkitan dari antara orang mati atau perjumpaan dengan Tuhan Yesus. Kalau kita masih hidup dalam darah dan daging, kita masih hidup menekankan kepuasan duniawi, kita akan binasa. Tetapi kalau kita hidup dalam persekutuan dengan Kristus, memiliki gairah hidup seperti Kristus, maka kita akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.
Orang yang hidup dalam persekutuan dengan Adam akan binasa atau mati di dalam dosanya. Tapi orang yang hidup dalam persekutuan dengan Kristus akan hidup. Kiranya Tuhan mencerahi pikiran kita dan mengarahkan kita kepada pengharapan ini: pengharapan kebangkitan dari antara orang mati. Namun ironis, sekarang pengharapan ini nyaris lenyap dari antara orang Kristen. Padahal kalau kita membaca kesaksian Paulus yang mengatakan, "Semua kulepaskan supaya aku memperoleh Kristus, dan akhirnya supaya aku beroleh kebangkitan dari antara orang mati" menyiratkan betapa seriusnya Paulus dalam pengharapan kebangkitan. Tapi hari ini, orang-orang Kristen, gereja-gereja, telah mengalami kemerosotan, dekadensi yang sangat jauh. Pengharapan yang begitu penting telah dilupakan.
Dalam pengakuan iman rasuli, termuat hal ini: "Aku percaya akan kebangkitan dari antara orang mati." Kalau kita tidak memiliki pengharapan seperti ini, pengharapan apa yang menguasai pikiran dan hati kita? Orang-orang di luar kekristenan tidak pernah memikirkan pengharapan ini. Namun ternyata banyak orang Kristen, atau sebagian besar orang Kristen, juga telah tenggelam dan hanyut dengan cara pikir anak dunia; tidak memiliki pengharapan kebangkitan dari antara orang mati. Mereka dibelenggu dengan pengharapan-pengharapan kosong. Hidupnya digerakkan oleh api yang salah. Tidak mau hidup secara sederhana—sederhana di sini bukan berarti miskin, melainkan memiliki pengharapan yang hanya ditujukan kepada Tuhan—sehingga hidupnya menjadi kompleks, rumit.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU KITA HIDUP DALAM PERSEKUTUAN DENGAN KRISTUS, MEMILIKI GAIRAH HIDUP SEPERTI KRISTUS, MAKA KITA AKAN DIHIDUPKAN KEMBALI DALAM PERSEKUTUAN DENGAN KRISTUS.

Truth Kids 08 Desember 2024 - MENGENDALIKAN DIRI
2024-12-09 20:44:29
Amsal 25:28
”Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya.”
Pagi itu Andri dan ibunya pergi ke klinik untuk berobat. Andri demam sejak semalam. Saat tiba di sana, ruang tunggu sudah penuh dengan pasien yang lain. Ibu mengajak Andri untuk duduk dan menunggu. Ibu berkata, "Kita harus tunggu dulu, ya, Nak. Dokternya sedang memeriksa yang lain." Awalnya, Andri duduk diam. Tapi setelah 5 menit, ia mulai gelisah. "Bu, kenapa lama sekali? Aku bosan!" ucap Andri sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Ibu pun menenangkannya.
Andri semakin tidak bisa menahan diri. Ia mulai berdiri dan berjalan-jalan di sekitar ruang tunggu. Saat ibunya memanggil, Andri duduk kembali. 15 menit berlalu, Andri malah berteriak, "Aku mau pulang sekarang!" Aku tidak suka menunggu!" Anak-anak lain mulai menatap mereka. Seorang bapak yang menunggu mulai terganggu, dan ada beberapa orang lain mulai kesal melihat Andri teriak-teriak.
Sobat Kids, memang menunggu itu bisa membuat kita merasa bosan dan kesal. Tetapi, kita harus belajar menguasai diri kita. Pikirkan juga perasaan orang lain yang berada di sekitar kita. Jangan sampai kita mengganggu orang lain. Yuk, kita belajar untuk menguasai diri kita.

Truth Junior 08 Desember 2024 - KUASAI DIRI
2024-12-09 20:42:13
Amsal 25:28
”Orang yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya.”
“Andiiii….!!” teman-teman di kelas serentak memanggil namanya. Andy bertanya. “Ada apa, _sih_??” “Ituuuuuu lihat, Ndi. Ada anak baru di kelas sebelah,” ujar Tono, salah satu temannya. “Terus??” tanya Andi penasaran. “Cantik banget, Ndi,” ucap Tono. “Ah, masa???” tanya Andi semakin penasaran. “Beneran, Ndi! Namanya Vanessa. Kamu tidak mau lihat ke sana??” lanjut Tono. Andi berkata kepada teman-temannya, “Ah… ga, ah! Ayo, kita masuk kelas, siap-siap pelajaran.” Teman-teman Andi lemas mendengar Andi tidak mau sependapat. Dan ternyata, Vanessa, murid baru yang mereka bicarakan, masuk ke kelas bersama dengan guru kelas mereka. Mereka melihat dengan terkejut. Teman-teman Andi berbisik-bisik sehingga kelas menjadi gaduh. Andy bingung melihat teman-temannya. Ibu guru mulai memperkenalkan Vanessa kepada murid-murid, dan Vanessa diminta duduk di sebelah Andi, serentak teman-temannya berkata, “Cieeee… Andi!” Andi pun kebingungan dan malu.
Pada saat istirahat, Andi berkumpul dengan teman-temannya dan berkata kepada mereka, “Kalian jangan seperti itu, ah! Saya tidak ada apa-apa dengan Vanessa. Iya, dia memang cantik, tapi kita kan masih kelas 6. Tidak boleh berpikir ke hal-hal yang memang belum waktunya. Saya selalu ingat perkataan kakak Sekolah Minggu di gereja saya. Di usia kita ini, harus perbanyak pertemanan dan saling memberkati satu sama lain. Kita harus menguasai diri kita, walaupun kita kadang pengen juga berbuat nakal. Ingat kan di Alkitab tertulis: orang yang tak dapat mengendalikan diri seperti kota yang roboh temboknya? Bisa gawat kalau kita tidak dapat menguasai diri kita, Teman-teman. Setuju, kan?? Kita harus banyak-banyak berteman, tahan diri dari hal-hal yang belum waktunya.”
Sobat Junior harus mencontoh Andi, ya. Minta kekuatan Tuhan untuk selalu dapat menahan diri dari hal-hal yang membuat kita jatuh atau jauh dari Tuhan.

Truth Youth 08 Desember 2024 - ARCHITECT DESIGN
2024-12-09 20:40:02
"For we are God's handiwork, created in Christ Jesus to do good works, which God prepared in advance for us to do. He created us to live in them." (Ephesians 2:10)
In life, we often find ourselves wondering about our purpose—what does God truly want from us? Ephesians 2:10 reminds us that we are His creation, designed specifically to carry out the good works He has prepared for us. In other words, our lives have a divine purpose that goes beyond the daily routines. Imagine an architect designing a building with great attention to detail. Every part of the building, from the foundation to the roof, is created with a specific intention to ensure the structure is strong and functional. Once designed, the building is not left empty or abandoned. Instead, it is used according to its purpose—perhaps as a hospital to care for the sick or a school to educate children. Similarly, God has carefully designed our lives, preparing good works for us to do. We are not created without purpose; rather, we have a clear goal: to serve Him and others.
Our task is to discover what God’s calling is in our lives. This may mean serving in the church, caring for our families, or helping those around us who are in need. Our life’s purpose is not always about grand, spectacular achievements. Often, it lies in the small acts that make a positive impact on others, such as offering a smile, speaking words of encouragement, or lending a helping hand. Living in alignment with God’s will also means we continue to grow spiritually. Just as a building needs to be maintained and updated to stay strong, we need to nurture our spiritual lives through prayer, reading God’s Word, and striving to live according to Christ’s teachings. Living with purpose is a life full of meaning. We are created by God with a beautiful plan, and when we discover and pursue that calling, we will experience true joy. Let us continue to seek His will and serve with a sincere heart.
WHAT TO DO:
- Reflect and ask God what your purpose on Earth is.
- Seek His answer through prayer and reading His Word.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Galatians 4-6

Truth Youth 08 Desember 2024 - ARCHITECT DESIGN
2024-12-09 17:52:20
”Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Efesus 2:10)
Dalam hidup ini, sering kali kita bertanya-tanya tentang tujuan kita, apa yang sebenarnya Tuhan inginkan dari kita? Efesus 2:10 mengingatkan bahwa kita adalah ciptaan-Nya, dirancang secara khusus untuk melakukan pekerjaan baik yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh Allah. Dengan kata lain, hidup kita memiliki tujuan ilahi yang lebih besar dari sekadar rutinitas sehari-hari. Bayangkan seorang arsitek yang merancang sebuah gedung dengan detail yang sangat teliti. Setiap aspek bangunan itu, dari fondasi hingga atap, dibuat dengan maksud tertentu, agar bangunan tersebut kokoh dan fungsional. Setelah dirancang, bangunan tersebut tidak dibiarkan kosong atau terbengkalai. Sebaliknya, bangunan itu akan digunakan sesuai dengan fungsinya, misalnya sebagai rumah sakit untuk merawat orang sakit atau sekolah untuk mendidik anak-anak. Demikian pula, Allah merancang hidup kita dengan teliti, mempersiapkan pekerjaan-pekerjaan baik yang harus kita jalani. Kita bukan diciptakan tanpa maksud, melainkan dengan tujuan yang jelas, untuk melayani-Nya dan sesama.
Tugas kita adalah menemukan apa yang menjadi panggilan Tuhan dalam hidup kita. Mungkin itu berarti mengabdi di gereja, melayani keluarga, atau membantu orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan pertolongan. Tujuan hidup kita tidak selalu berarti hal-hal besar yang spektakuler, melainkan sering kali terletak dalam tindakan kecil yang membawa dampak positif bagi orang lain, seperti senyuman, kata-kata penghiburan, atau bantuan praktis. Menjalani hidup yang selaras dengan kehendak Tuhan juga berarti kita terus memperbaiki diri secara spiritual. Seperti gedung yang dirawat dan diperbarui agar tetap kokoh, kita perlu membangun kehidupan rohani kita melalui doa, membaca firman Tuhan, dan berusaha hidup sesuai dengan ajaran Kristus. Hidup dengan tujuan adalah hidup yang penuh makna. Kita diciptakan oleh Tuhan dengan rencana yang indah, dan ketika kita menemukan serta menjalani panggilan kita, maka kita akan merasakan sukacita sejati. Mari kita terus mencari kehendak-Nya dan melayani dengan hati yang tulus.
WHAT TO DO:
1.Merenungkan dan menanyakan kepada Tuhan, tujuan kita di Bumi.
2.Mencari jawabannya dengan berdoa dan membaca firman Tuhan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Galatia 4-6

Renungan Pagi - 08 Desember 2024
2024-12-09 17:50:36
Alkitab mencatat nama dua orang yang menunggu dengan sabar kedatangan Juru Selamat yang dijanjikan. Nama mereka adalah Simeon dan Hana. Keduanya dengan segera mengenali siapa Yesus dan mereka dipenuhi dengan pujian dan ucapan syukur. Simeon sangat dekat berhubungan dengan Roh Kudus dan mampu mendengar apa yang dikatakan-Nya.
Roh Kudus ada atas dia dan menunjukkan kepadanya bahwa dia tidak akan mati sebelum melihat Tuhan. Bahkan, perginya dia ke pelataran Bait Suci hari itu adalah karena tuntunan dari Roh Kudus dan oleh Roh Kudus, dia bernubuat tentang Yesus dan menyampaikan firman Allah kepada Maria.
Ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam kehidupan Simeon dan Hana yang seharusnya menantang kita. Mereka menjalani kehidupan yang taat dan saleh dan selaras dengan Roh Kudus. Mereka menunggu dan berjaga-jaga untuk Tuhan yang akan datang. Usia tidak meredupkan visi atau kerinduan mereka. Sungguh menjadi teladan bagi kita supaya seperti mereka, dengan segenap hati mengikut Tuhan, selaras dengan Roh Kudus dan berjaga-jaga akan kedatangan-Nya yang kedua kali.
(Lukas 2:25 -38)

Quote Of The Day - 08 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-09 17:48:50
Hari ini kita boleh punya rumah bagus, pasangan sempurna, anak cucu sempurna, tapi kalau kita tidak buat apa-apa untuk Tuhan, kita miskin di hadapan-Nya.

Mutiara Suara Kebenaran - 08 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-09 13:17:17
Yang berkhianat kepada Tuhan itu bukan hanya mereka yang meninggalkan gereja lalu pindah agama lain, melainkan ketika kita mencintai dunia, sehingga kita menjadikan diri kita sebagai musuh Allah.

THROUGH EXPERIENCE - 08 Desember 2024 (English Version)
2024-12-09 13:16:13
This world has become so corrupt. The standards that believers should hold have shifted. What is displayed by some spiritual leaders and pastors no longer represents the correct standard, leaving the congregation without the standards they ought to uphold. God’s Word reminds us in Hebrews 12:16: "See that no one is sexually immoral or is godless like Esau, who for a single meal sold his inheritance rights as the oldest son." That "single meal" could represent a spectacle, entertainment, rank, title, position, or anything that we think will make our lives happy, that gives us self-worth, that elevates our dignity, status, and rank. In fact, all we need is one thing: God. Without God, we have no value at all.
So, if we are in a dangerous condition now, realize it. Be upset about our situation, take it up with God and ask for help from God to resolve it and the Holy Spirit will surely help. Betraying God doesn’t only mean leaving the church or converting to another religion, but also when we love the world, so that we make ourselves enemies of God. As James 4:4 says, "Do you not know that friendship with the world is enmity with God? Whoever therefore wishes to be a friend of the world makes himself an enemy of God."
Today, if God entrusts us with positions, status, titles, money, and the possibilities for us to enjoy life, we should truly must be aware that the opportunity that God gives is short. So, we choose to please God. We must compel ourselves to choose God until finally choosing God is no longer a compulsion, but rather a joy and happiness. We must be able to fellowship with God and be true -truly experiencing that God is a Person we can enjoy, who makes us happy. Ironically, many of us have fallen behind. At our age, we should have been immersed in the presence of God, making God our only harbor and resting place. But as we grow older, we still dream of having this and that, going to places here and there, and feeling happy about it.
Perhaps without realizing it, for years we have heard pastors preach to share what they know with us, what they know from theological school, whose knowledge can be condensed in a few years. The mind is filled with knowledge and can be condensed, but feelings are filled with experience and cannot be condensed. So we need pastors who have a journey with God, who have feelings filled by encounters with God. Who when they say, "I love You, Lord," their hearts overflow with genuine emotion, not pretense. This sincerity will impart itself to us, be transmitted. Knowledge about God can be condensed in the mind, but feelings of loving and experiencing God must come through personal experience.
Don't lose this momentum. Every day there are packages of blessings that God provides, both through life events and direct encounters with God. Packages that we cannot postpone, because today's blessings are different from tomorrow's blessings. We cannot combine them, or condense them, we cannot. Every day if we make time and God sees that we are serious, there will definitely be blessings that God provides. If we associate ourselves with the world, our love is directed toward the world, we are already tied to the world, so that we become the bride of the world until we cannot be separated. However, if our hearts are attached to God, we love God, then we become His bride.
There may be some of us who feel that there are big walls that are hard to penetrate that prevent us from loving God. That is because the room in our hearts is filled with the world that prevents us from loving God. We need to let go of these attachments step by step, because loving God doesn’t happen in one night of prayer. At some point, however, we will find ourselves unable to withdraw our love for God. On the contrary, we will never be able to love the world again. Judas finally realized he was wrong. He went to the chief priests, returned the 30 pieces of silver, and said, “I have sinned by betraying innocent blood.”
But, he could not repent anymore. His heart was hardened, unable to love God. He had loved the world and he failed to love God. His disappointment led him to commit suicide. Peter, on the other hand, denied Jesus. He dishonored Him. But, the crowing of the rooster was enough to make him cry because he loved God. So be grateful if God allows problems in our lives, as they are meant to draw us closer to Him and teach us to love Him. Do not regret the challenges you face, for God is using them to invite and guide you to love Him. Don't say we have no one, because we have God. And in the end, only God is with us.
KNOWLEDGE ABOUT GOD CAN BE CONDENSED IN THE MIND, BUT THE FEELING OF LOVING AND EXPERIENCING GOD MUST COME THROUGH PERSONAL EXPERIENCE.

LEWAT PENGALAMAN - 08 Desember 2024
2024-12-08 22:36:38
Dunia ini sudah begitu jahat. Standar yang mestinya dimiliki orang percaya telah bergeser. Apa yang ditampilkan oleh sebagian rohaniwan dan pendeta bukanlah standar yang benar, sehingga jemaat tidak memiliki standar yang seharusnya dimiliki. Firman Tuhan mengingatkan kita dalam Ibrani 12:16, “Janganlah ada orang yang menjadi cabul atau yang mempunyai nafsu yang rendah seperti Esau, yang menjual hak kesulungannya untuk sepiring makanan.” Sepiring makanan itu bisa berupa tontonan, hiburan, pangkat, gelar, kedudukan, atau apa pun yang kita pandang akan membahagiakan hidup, yang memberi nilai diri, yang mengangkat harkat, martabat, derajat kita. Padahal, yang kita perlukan hanya satu: Tuhan. Tanpa Tuhan, kita tidak bernilai sama sekali.
Jadi, kalau sekarang kita ada dalam kondisi yang membahayakan, sadari itu. Gusarlah atas keadaan diri kita, perkarakan dengan Tuhan dan minta tolong penyelesaian dari Tuhan dan Roh Kudus pasti akan menolong. Yang berkhianat kepada Tuhan itu bukan hanya mereka yang meninggalkan gereja lalu pindah agama lain, melainkan ketika kita mencintai dunia, sehingga kita menjadikan diri kita sebagai musuh Allah. Seperti yang dikatakan dalam Yakobus 4:4, "Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi, barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah."
Hari ini, kalau Tuhan percayakan kepada kita jabatan, kedudukan, gelar, uang, dan kemungkinan-kemungkinan untuk kita menikmati hidup, sejatinya kita harus sadar bahwa kesempatan yang Tuhan berikan itu singkat. Maka, kita memilih untuk menyenangkan hati Tuhan. Kita harus memaksa diri kita untuk memilih Tuhan sampai akhirnya memilih Tuhan tidak lagi menjadi paksaan, melainkan menjadi kesukaan dan kebahagiaan. Kita harus bisa bersekutu dengan Tuhan dan benar-benar mengalami bahwa Tuhan adalah Pribadi yang bisa kita nikmati, yang membahagiakan kita. Ironis, kita banyak yang sudah ketinggalan. Mestinya dengan usia kita seperti ini, kita mesti sudah tenggelam di hadirat Allah, menjadikan Tuhan pelabuhan dan perhentian hidup kita satu-satunya. Tapi dengan usia yang sudah mulai senja, kita masih bermimpi memiliki ini itu, pergi ke tempat sana sini, lalu merasa bahagia dengan hal tersebut.
Mungkin tanpa sadar, bertahun-tahun kita mendengar pendeta berkhotbah untuk membagikan apa yang dia tahu kepada kita, yang dia tahu dari sekolah teologi, yang ilmunya bisa dipadatkan dalam beberapa tahun. Pikiran diisi oleh pengetahuan dan bisa dipadatkan, tapi perasaan diisi dengan pengalaman dan tidak bisa dipadatkan. Maka kita perlu pendeta yang punya perjalanan dengan Tuhan, yang punya perasaan yang diisi oleh perjumpaan dengan Allah. Yang ketika mengatakan, "Aku mengasihi Engkau, Tuhan," hatinya mengalir pecah tanpa dibuat-buat, karena itu akan terimpartasi, tertular kepada kita. Pengetahuan tentang Tuhan bisa dipadatkan di pikiran, tapi perasaan mengasihi dan mengalami Allah, harus lewat pengalaman.
Jangan kehilangan momentum ini. Setiap hari ada paket-paket berkat yang Allah sediakan, baik lewat peristiwa kehidupan maupun perjumpaan langsung dengan Tuhan. Paket-paket yang tidak bisa kita tunda, sebab berkat hari ini beda dengan berkat besok. Tidak bisa kita gabung, atau kita padatkan, tidak bisa. Setiap hari kalamk waktu dan Tuhan melihat kita serius, pasti ada berkat yang Tuhan sediakan. Kalau kita bergaul dengan dunia, maka cinta kita tertuju ke dunia, telanjur terikat dengan dunia, sehingga kita jadi mempelai dunia sampai tidak bisa dipisahkan. Namun kalau hati kita melekat kepada Tuhan, kita mencintai Tuhan, maka kita menjadi mempelai Tuhan.
Mungkin tembok-tembok besar yang sukar tembus yang membuat kita tidak bisa mencintai Tuhan. Hal itu karena ruangan hati kita dipenuhi oleh dunia yang membuat kita tidak bisa mencintai Tuhan. Dan kita perlu melepaskan itu, tahap demi tahap, sebab tidak dalam satu malam kita berdoa, lalu bisa mencintai Tuhan. Dan sampai titik tertentu, kita tidak bisa menarik cinta kita kepada Tuhan. Sebaliknya, kita tidak akan pernah bisa mencintai dunia lagi. Yudas pada akhirnya sadar dia salah. Dia datang kepada imam-imam kepala dan menyerahkan 30 keping perak, dan dia mengatakan, "Aku telah menyerahkan darah orang yang tidak bersalah."
Tapi, dia sudah tidak bisa bertobat. Hatinya sudah keras, tidak mampu mencintai Tuhan. Dia sudah mencintai dunia dan dia gagal mencintai Tuhan. Kekecewaannya diwujudkan dalam bentuk bunuh diri. Berbeda dengan Petrus. Dia menyangkal. Dia tidak menghormati Tuhan. Tapi, kokok ayam cukup membuat dia menangis karena dia mengasihi Tuhan. Maka bersyukur kalau Tuhan mengizinkan masalah ada di hidup kita, hal itu supaya kita mengasihi Tuhan. Jangan menyesal atas masalah yang kita hadapi, karena Tuhan mau mengajak dan mengajar kita mengasihi Dia. Jangan berkata tidak punya siapa-siapa, sebab kita punya Tuhan. Dan pada akhirnya, hanya Tuhan yang bersama kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
PENGETAHUAN TENTANG TUHAN BISA DIPADATKAN DI PIKIRAN, TAPI PERASAAN MENGASIHI DAN MENGALAMI ALLAH, HARUS LEWAT PENGALAMAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 08 Desember 2024
2024-12-08 10:24:10
Roma 4-7

Truth Kids 07 Desember 2024 - TEKAD KUAT
2024-12-07 18:01:31
Galatia 5:16
”Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.”
Setiap pulang sekolah, Tania selalu bergegas sampai di rumah untuk bermain game kesukaannya. Orang tua Tania sering menegur, tetapi Tania merasa game adalah hiburannya.
Suatu pagi di sekolah, ada pengumuman tentang olimpiade matematika. Pemenangnya akan mengikuti lomba di luar negeri. Mendengar itu, Tania sangat tertarik. Tania bertekad ingin menunjukkan kepada orang tua dan teman-temannya bahwa ia bisa berprestasi di matematika.
Tania pun diuji. Saat sampai di rumah, rasa ingin bermain game seperti memanggil-manggil Tania. Tania menarik napas panjang dan berkata dalam hati, "Aku pasti bisa. Kalau di game aku bisa mengalahkan banyak musuh, kenapa aku tidak bisa mengalahkan rasa malas?" Awalnya memang sulit menghilangkan keinginan bermain. Setiap kali merasa bosan, rasa ingin bermain pun muncul. Namun, Tania mengatur jadwal belajar dan istirahatnya. Demikianlah yang dilakukan Tania, sampai hari olimpiade matematika tiba.
Sobat Kids, menguasai diri itu memang sulit. Banyak kesenangan-kesenangan yang harus kita ganti dengan rasa tanggung jawab. Tubuh fisik kita lemah, tapi ada Roh Kudus yang membantu kita melawan rasa malas. Dengan rajin berdoa dan membaca Alkitab, kita bisa kuat melawan rasa malas dan dapat menguasai diri.

Truth Junior 07 Desember 2024 - TAHAN DIRI
2024-12-07 18:00:13
Galatia 5:16
”Maksudku ialah: hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging.”
Pagi itu Vina dan teman-temannya sedang asyik mengobrol di taman. Mereka menghabiskan pagi hari dengan lari pagi bersama di taman komplek rumah mereka. Vina dan teman-temannya berencana akan menonton konser _boyband_ asal Korea yang terkenal. Mereka sedang merencanakan hal-hal seru yang akan dilakukan nanti. Setelah hari mulai terik, mereka memutuskan untuk pulang ke rumah masing-masing untuk beristirahat. Vina terlihat senang sekali dan tidak sabar menunggu hari konser dua minggu lagi.
Mama Vina melihat Vina sampai di rumah dan bertanya, “Vin, kamu terlihat senang sekali. Ada apa, nih?” Sambil berlari, Vina memeluk mamanya dan berkata, “Vina sudah tidak sabar, Ma, mau nonton konser dua minggu lagi.” Mamanya kaget dan bertanya, “Dua minggu nanti?? Kamu lupa, ya, Vin? Kita sudah ada janji mau ke rumah oma, menjenguk oma yang keadaannya kurang sehat.” Vina kaget sekali dan mulai merajuk ke mamanya, “Ma, Vina boleh tidak, melewatkan ikut ke Oma? Plissss,Ma….”
Mama Vina tidak mengizinkan Vina untuk datang ke konser karena sudah janji akan ikut menjenguk omanya. Vina kesal dan lari masuk ke kamar. Vina mencoba menenangkan diri dan teringatlah apa yang pernah ia dengar dari kakak Sekolah Minggunya bahwa kita sebagai anak-anak Allah harus bisa menguasai diri. Vina juga teringat ayat Alkitab di Roma 12:2, “Dan janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Vina berdoa juga supaya tenang dan dapat menguasai dirinya sehingga dapat memutuskan yang terbaik. Vina memutuskan membatalkan menonton konser dan ikut menjenguk omanya. Vina merasa yakin itu akan lebih menyenangkan hati Tuhan.
Sobat Junior, apakah pernah mengalami keadaan yang sama dengan Vina? Jangan sampai salah memutuskan ya, harus sesuai dengan apa yang Tuhan mau, bukan yang kita mau.

Truth Youth 07 Desember 2024 (English Version) - ATTENTION OF A CHILD
2024-12-07 17:57:33
"In the morning, Lord, you hear my voice; in the morning I lay my requests before you and wait expectantly." (Psalm 5:3)
In our busy modern lives, we often feel like the days pass by so quickly, filled with the demands of work, family, and other responsibilities. In the midst of this hustle and bustle, Psalm 5:3 offers a vital reminder: setting aside time for God every day is an invaluable offering. David, the psalmist, speaks about offering something to God in the morning—not material offerings, but offerings of time, heart, and attention. In our busy lives, finding time to pray, meditate, or reflect on God’s Word is not always easy. However, it is in these moments that we express our love and dependence on Him. Like a child who, in the midst of playing joyfully with friends, takes a moment to run to their parents, hug them, and say, "I love you."
Though simple, this attention and affection are deeply precious in the eyes of parents. Similarly, when we make time for God, it becomes a beautiful offering. God longs to speak with us, listen to the cries of our hearts, and grant us a peace that transcends all understanding. When we pray in the morning, we are offering our day to Him, inviting Him to lead each step. Like David, we wait expectantly for God's response, trusting that He is always with us. So, amidst the busyness of the world, let us give God our best time as an offering of our lives. This is not just a routine but an intimate moment where we deepen our relationship with the Creator, who is always ready to listen to every cry of our hearts.
WHAT TO DO:
- Set aside a special time each day to meet with God.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Galatians 1-3

Truth Youth 07 Desember 2024 - ATTENTION OF A CHILD
2024-12-07 17:54:54
”Ya Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku; pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu dan aku menunggu-nunggu.” (Mazmur 5:3)
Dalam kehidupan modern yang penuh kesibukan, kita sering kali merasa seolah-olah hari-hari berlalu begitu cepat, dengan berbagai tuntutan pekerjaan, keluarga, dan tanggung jawab lainnya. Di tengah hiruk-pikuk ini, Mazmur 5:3 memberikan kita pengingat yang sangat penting: menyediakan waktu bagi Tuhan setiap hari adalah bentuk persembahan yang tak ternilai. Daud, sang pemazmur, berbicara tentang mengatur persembahan kepada Tuhan di waktu pagi, bukan persembahan materi, tetapi persembahan waktu, hati, dan perhatian. Dalam kesibukan hidup kita, menyediakan waktu untuk berdoa, bermeditasi, atau merenungkan firman Tuhan bukanlah hal yang mudah. Namun, itulah saat di mana kita mengungkapkan kasih dan ketergantungan kita kepada-Nya. Seperti seorang anak kecil yang, di tengah kegembiraan bermain dengan teman-temannya, menyempatkan diri untuk mendekati orang tuanya, memeluk, dan berkata, “Aku sayang kalian.”
Meski sederhana, perhatian dan kasih sayang ini begitu berharga di mata orang tua. Demikian pula ketika kita meluangkan waktu untuk Tuhan, itu menjadi persembahan yang indah. Tuhan rindu berbicara dengan kita, mendengarkan seruan hati kita, dan memberikan damai sejahtera yang melampaui segala pengertian. Ketika kita berdoa di pagi hari, berarti kita sedang menyerahkan hari kita kepada-Nya, mengundang-Nya untuk memimpin setiap langkah. Seperti Daud, kita menunggu-nunggu jawaban Tuhan dengan penuh pengharapan, percaya bahwa Dia selalu menyertai. Jadi, di tengah kesibukan dunia, mari kita memberi Tuhan waktu terbaik kita, sebagai persembahan hidup kita. Ini bukan sekadar rutinitas, tetapi momen intim di mana kita memperdalam hubungan kita dengan Sang Pencipta, yang selalu siap mendengarkan setiap seruan kita.
WHAT TO DO:
Merencanakan waktu khusus dalam sehari untuk berjumpa dengan Tuhan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Galatia 1-3

Renungan Pagi - 07 Desember 2024
2024-12-07 13:51:50
Kita semua sangat ingin mendapatkan sesuatu yang lebih dalam hidup ini, misalnya harta yang berlebih, prestasi yang lebih, kecantikan yang lebih dan sebagainya, semua hanya untuk menunjukkan kebanggaan diri. Tanpa kita sadari sekeras apa pun usaha untuk tampil lebih dalam segala hal, lambat laun kita akan kehilangan sesuatu yang esensial: yaitu kasih dan kepedulian pada keluarga dan sesama, waktu dan momen yang berharga, atau kehidupan itu sendiri, kita menjalaninya tanpa dapat menikmatinya.
Perasaan terasing, kesepian dan ketakutan akan kematian menyadarkan bahwa kita perlu Juruselamat. Namun, di mana kita dapat menemukan Dia? Firman Tuhan yang pernah disampaikan malaikat kepada para gembala begitu sederhana dan tanpa basa-basi: "Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud; dan inilah tandanya bagimu, kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring dalam palungan."
Dan para gembala sungguh-sungguh pergi mencari Sang Juruselamat. Demikian juga berlaku untuk kita, jika sungguh-sungguh mencari Tuhan, Sang Juruselamat, maka kita akan menjumpai-Nya. Dalam ketulusan, dalam kesederhanaan, karena kita memang memerlukan Tuhan dalam seluruh kehidupan.
(Lukas 2:11-16)

Quote Of The Day - 07 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-07 13:50:37
Kalau seseorang sudah mencari penghormatan dan penilaian dari manusia untuk kehormatannya ia tidak akan mencari kehormatan dari Allah.

Mutiara Suara Kebenaran - 07 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-07 13:49:13
Kalau kita merasa terganggu dengan keadaan kita yang belum kudus, belum mencintai Tuhan sebagaimana seharusnya, maka Tuhan akan bicara kepada kita. Jangan lewatkan kesempatan ini.

KNOWING OURSELVES - 07 Desember 2024
2024-12-07 13:47:03
Why could Judas betray? After all, he had listened to many sermons from the King of Preachers Himself. No preacher could surpass Jesus; He was the King of Preachers. Judas also saw miracles, perhaps he himself also performed miracles. He could be one of the 70 disciples who were sent to many places and witnessed how the power of darkness was subdued and of course miracles occurred. But why was Judas so foolish to betray Jesus? Selling Jesus for 30 pieces of silver, a very small amount. Actually from the analysis, Judas did not intend to get the 30 pieces of silver. He wanted much more than that. Like the other disciples, Judas hoped Jesus would become a king according to their own expectations.
This is similar to what Peter did when Jesus expressed His intention to go to Jerusalem and declared that He would be crucified. Peter tried to prevent Jesus because it was outside their envisioned scenario. What they hoped was that Jesus would appear like David who overthrew Goliath with the might of God's name. They wanted Jesus to be a king like Caesar Augustus, like the emperors in Rome, at least like King Herod. And they were really looking forward to someone from David's lineage sitting on the throne as king. If Jesus became king, of course the people who all this time close to Jesus will become the commanders around Jesus. As if Jesus were inaugurated as king, the disciples would simply await His command to assume ministerial positions. And surely Judas would become the finance minister, because Judas was a treasurer. This position would give him even greater opportunities to amass wealth.
Why did Judas betray Jesus? The answer is simple: because he wanted the world's treasures more than the Kingdom of Heaven. From small portions to large portions, sooner or later people like this will betray Jesus. Because the challenge is: "You cannot serve two masters." Today, God still gives us opportunities. But at some point, God will let us be lost forever if we fail to truly choose Him. For years, Jesus allowed Judas the chance to make the right decision. Tragically, Judas chose the wrong one. At the last supper, it was Judas' critical time. If he had repented at that time, his life history would have been different. When Jesus said, "There is one of you who will betray me," it should have been like a sledgehammer hitting his heart. And immediately Judas should have knelt at Jesus' feet and said, "Lord, forgive me. I am the one." But Judas remained silent, steadfast in his resolve to choose the world over God.
If Jesus lived in our time, Jesus would say the same words, "There is one among you who betrays Me." How would we react? There are times when God allows us to choose and make decisions. Unfortunately, many people do not realize that they are on the verge of danger. Surprisingly, Peter was rebuked, but Judas was not. So Judas felt safe. There are those among us who are rebuked by God, because we are serious about following God. But those who are not serious, do not want rebuke or do not want God's rebuke. God also does not rebuke, because God works in all things for the good of those who love Him. Those among us who are arrogant, who feel "safe" are not rebuked, so they feel safe. But one day when they stand before the judgment seat of God, if God says, "Depart from me," then they will cry. But regret comes too late and there is nothing that can be done.
So we must know ourselves, are we potential traitors or not? Try to measure how much we love God and how much we have let go of our love for the world. Let us examine ourselves and seriously question this before God, "Lord, how much do I still love the world?" Especially if we are old, but we still have hopes that the world will make us happy, that is dangerous! Peter seriously loved God, so God also treated Peter seriously. Peter once said, “Lord, I am ready to go with You to prison and even to death.” His intention was genuine, even though he was weak.
Be careful, we are not animals who live today, then die, and there is no continuation. But we are humans who live today, die tomorrow, and there is still a continuation, which is eternity. If we believe that God is truly alive and real, we must have personal experiences with Him. Today, God may seem undisturbed by our condition, but that is only because we do not feel disturbed by it ourselves. In fact, God feels very bothered. On the other hand, if we feel bothered by our condition which is not yet holy, not loving God as we should, then God will speak to us. Don't miss this opportunity.
WE MUST KNOW OURSELVES, ARE WE CANDIDATES FOR TRAITORS OR NOT?

MENGENALI DIRI - 07 Desember 2024
2024-12-07 13:45:28
Mengapa Yudas bisa berkhianat? Padahal, dia banyak mendengar khotbah dari Sang Raja Khotbah. Tidak ada pengkhotbah yang bisa mengungguli Yesus; Dia the King of Preacher, Dia Raja Pengkhotbah. Yudas juga melihat mukjizat, jangan-jangan ia sendiri juga melakukan mukjizat. Ia bisa menjadi satu di antara 70 orang murid yang diutus ke banyak tempat dan menyaksikan bagaimana kuasa kegelapan ditundukkan dan tentu mukjizat terjadi. Tetapi mengapa Yudas begitu bodoh mengkhianati Yesus? Menjual Yesus dengan 30 keping perak, jumlah yang sangat kecil. Sebenarnya dari analisis, Yudas tidak bermaksud untuk mendapatkan 30 keping perak itu. Dia mau mendapat lebih banyak dari itu. Seperti murid-murid yang lain, mereka mengharapkan Yesus menjadi raja versi mereka.
Seperti yang dilakukan Petrus ketika Yesus bermaksud ke Yerusalem dan menyatakan bahwa diri-Nya akan disalib, Petrus mencegah Yesus karena itu di luar skenario pikiran mereka. Yang mereka harapkan Yesus akan tampil seperti Daud yang menggulingkan Goliat dengan keperkasaan nama Allah. Mereka mau Yesus menjadi raja seperti Kaisar Agustus, seperti kaisar-kaisar di Roma, paling tidak seperti Raja Herodes. Dan mereka memang sungguh-sungguh menantikan bahwa dari keturunan Daud akan duduk di takhta menjadi raja. Kalau Yesus menjadi raja, tentu orang-orang yang selama ini dekat dengan Yesus akan menjadi hulubalang-hulubalang di sekitar Yesus. Ibarat kalau Yesus ditahbiskan menjadi raja, maka murid-murid-Nya tinggal menunggu komando, mau duduk menjadi menteri apa. Dan pasti Yudas menjadi menteri keuangan, karena Yudas adalah seorang bendahara. Sehingga dia punya kesempatan lebih besar, lebih banyak memperoleh uang.
Mengapa Yudas berkhianat kepada Yesus? Jawabannya sederhana: karena dia lebih menginginkan harta dunia daripada Kerajaan Surga. Dari porsi kecil sampai porsi besar, cepat atau lambat orang-orang seperti ini akan berkhianat kepada Yesus. Sebab tantangannya adalah: "Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan.” Hari ini Tuhan masih memberi kita kesempatan. Tetapi, sampai pada titik tertentu, Tuhan akan membiarkan kita terhilang selamanya jika kita tidak sungguh-sungguh memilih Tuhan. Bertahun-tahun Yesus membiarkan Yudas untuk mengambil keputusan yang benar, ironis, Yudas memilih yang salah. Waktu di perjamuan terakhir, itu adalah masa kritisnya Yudas. Kalau dia bertobat saat itu, sejarah hidupnya akan berbeda. Ketika Yesus berkata, "Ada satu di antara kalian yang akan mengkhianati Aku," mestinya itu seperti palu godam yang memukul jantungnya. Dan seketika itu mestinya Yudas berlutut di kaki Yesus dan berkata, "Tuhan, ampunilah aku. Akulah orangnya." Tapi Yudas diam, dia tetap berkeras dengan tekadnya memilih dunia.
Kalau Yesus hidup di zaman kita, Yesus akan ucapkan kalimat yang sama, "Ada di antara kalian yang mengkhianati Aku." Bagaimana reaksi kita? Ada masa Tuhan membiarkan kita untuk memilih dan mengambil keputusan. Celakanya, banyak orang tidak sadar bahwa mereka ada di ambang bahaya. Herannya, Petrus dihardik, tapi Yudas tidak. Sehingga Yudas merasa aman-aman saja. Ada di antara kita yang dihardik Tuhan, karena kita serius mau ikut Tuhan. Tapi yang tidak serius, memang tidak menghendaki teguran atau tidak menghendaki hardikan Tuhan. Tuhan juga tidak menghardik, karena Allah bekerja dalam segala sesuatu mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia. Di antara kita yang sombong, yang merasa dirinya “aman” maka ia tidak dihardik, sehingga ia merasa aman. Tapi suatu hari ketika ia berdiri di hadapan takhta pengadilan Tuhan, kalau sampai Tuhan berkata, "Enyah kamu dari hadapan-Ku," barulah ia menangis. Namun penyesalan datang terlambat dan tidak ada yang bisa dilakukan lagi.
Maka kita harus mengenali diri kita, apakah kita calon pengkhianat atau tidak. Coba ukur, seberapa kita mengasihi Tuhan dan seberapa kita sudah melepaskan percintaan dengan dunia. Coba kita periksa diri dan serius memperkarakan ini di hadapan Tuhan, “Tuhan, seberapa aku masih mencintai dunia?” Apalagi kalau usia kita sudah lanjut, tapi kita masih memiliki harapan dunia membahagiakan, bahaya itu! Petrus serius mengasihi Tuhan, maka Tuhan pun memperlakukan Petrus juga dengan serius. Petrus pernah berkata, "Tuhan, jangankan penjara, mati pun aku rela." Niatnya ada, walaupun dia lemah.
Hati-hati, kita bukan binatang yang hari ini hidup, lalu mati, dan tidak ada kelanjutan. Tapi kita adalah manusia yang hari ini hidup, besok mati, dan masih ada kelanjutan, yaitu kekekalan. Kalau kita percaya bahwa Tuhan benar-benar hidup dan nyata, maka kita harus punya pengalaman bersama Dia. Hari ini Tuhan seperti tidak terganggu dengan keadaan kita, karena kita juga tidak merasa terganggu dengan keadaan kita. Padahal, Tuhan merasa sangat terganggu. Sebaliknya, kalau kita merasa terganggu dengan keadaan kita yang belum kudus, belum mencintai Tuhan sebagaimana seharusnya, maka Tuhan akan bicara kepada kita. Jangan lewatkan kesempatan ini.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA HARUS MENGENALI DIRI KITA, APAKAH KITA CALON PENGKHIANAT ATAU TIDAK?

Bacaan Alkitab Setahun - 07 Desember 2024
2024-12-07 13:42:26
Roma 1-3

Quote Of The Day - 06 Desember 2024
2024-12-06 23:30:42
Tidak ada sesuatu yang disebut sebagai kebutuhan, selain mengasihi Dia dengan segenap hidup.

Mutiara Suara Kebenaran - 06 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-06 23:28:15
Kalau kita berani melangkah, maka Tuhan akan membawa kita ke kawasan rohani.
06 Desember 2024

WHOLE HEART FOR GOD - 06 Desember 2024 (English Version)
2024-12-06 22:29:07
????????????✝️???? ????????????????????
????????????????????????????????????????????????????
????s. ????????. ???????????????????????????? ????????????????????????????
Friday, 06 December 2024
When God says, "You shall have no other gods before Me," it means that in our work, marriage, parenting, and everything we do, we must do it for the Lord. However, many people hesitate-this shows a lack of trust. Do not be afraid to make decisions. Do not fear. Especially when we observe signs that the world is heading toward its end. Of course, we don’t know when, but the graphs of worldly prosperity, safety, and comfort are all declining. What are we waiting for in this life? Honestly, we don’t know what tomorrow holds. The world is becoming increasingly difficult to inhabit. But we believe in God’s promise: "Where I am, you will be also. I will come and take you to Myself” (John 14:1-3). However, the Lord will not come for all believers. God comes to Christians who hear His voice, who become holy virgins before God.
Let's ask ourselves, "Am I classified as a holy virgin before God? If I were to stand before God’s judgment throne, would I be confident?” If we still have doubts, why not take a bold step? If we dare to move forward, God will bring us into a spiritual realm. We will experience joy and peace in the Lord. God will surely bless us. This is the biblical formula for life, the standard taught in Scripture. Look at how great figures like Joseph, David, Daniel, Shadrach, Meshach, Abednego, and others were blessed by God. They loved the Lord with all their hearts. Why not choose this path for ourselves? Now is the time to continue kindling our love for the Lord.
Maybe we are not beautiful or handsome people, maybe we are weak economically, have low education, and and so on. It doesn't matter. In the eyes of humans we may not be valuable. But if we can love the Lord wholeheartedly, we are precious in His eyes. And when we treat God as special, He will treat us as special. Let us make the decision to love the Lord completely, giving no space in our hearts to anything or anyone else. If we are not militant, then we will be drawn to the world. The world is hard on us, so we must be hard on ourselves. So, while we are studying, pursuing a career, raising a family, we do it all for the glory of God. God will surely bless us and when the Lord comes, we are His bride.
Whoever is the most broken among us, the most hopeless, the most failed, but if he wants to love God with all his heart, put God in the right place in his life, then he will be special. God can change his life. But our hearts must love God. Our lives must be flawless, without blemish. Our happiness must be only God. If we believe there is a living God, Almighty God, for whom nothing is impossible, why don't we make Him everything in our lives? Let’s not repeat what we’ve done in the past-praising God in church, even serving in ministry, but our hearts are not full for God.
When we take a step to make a vow, "I want to love You with all my heart, Lord. I leave no room for anything or anyone," then the Holy Spirit will help us. And we will experience an unspeakable experience with God. Come on, experience it. Do not be naughty. Ask for forgiveness if we commit a sin no matter how small or subtle, ask for forgiveness. Don't enjoy something that God doesn't enjoy. We must walk with God. The blessings of God are prepared for those who live in wholehearted love for Him, giving Him their entire heart. Our lives are short, and life is tragic. There is nothing we hope for in this world. Even if we study, we have a career, we dedicate everything to the glory of God.
Indeed, we cannot be perfect all at once, but over time when the vessel of our heart is filled with God, then we can be wholeheartedly for Him. We can and may have as much wealth as we want, but we must not serve or worship them. We will definitely say, "I don’t worship them." In truth, if we do not honor God properly, do not give our whole heart to Him, it means we are worshiping another god. When we truly fill the vessel of our heart with God, then the space of our life becomes God's space.
IN TRUTH, IF WE DO NOT HONOR GOD PROPERLY, DO NOT
GIVE OUR WHOLE HEART TO HIM, IT MEANS WE ARE WORSHIPING ANOTHER GOD.

SEPENUH HATI UNTUK TUHAN - 06 Desember 2024
2024-12-06 12:47:29
Ketika Tuhan berfirman, "Jangan ada padamu Allah lain di hadapan-Ku," berarti kalau kita bekerja, menikah, punya anak, kita melakukan segala sesuatu, kita lakukan itu untuk Tuhan. Namun banyak orang tidak berani, artinya kurang percaya. Jangan takut mengambil keputusan, jangan takut. Apalagi kalau kita lihat gejala bahwa dunia akan berakhir. Tentu kita tidak tahu kapan, tapi grafik kemakmuran dunia, grafik keamanan dan kenyamanan makin merosot. Apa yang kita nantikan dalam hidup ini? Sejujurnya, kita tidak tahu hari esok terjadi apa. Dunia akan makin sulit dihuni. Tetapi kita percaya bahwa Tuhan berjanji, "Di mana Aku ada, kamu ada. Aku akan menjemput kamu,” Yohanes 14:1-3. Tapi, Tuhan tidak akan menjemput semua orang percaya. Tuhan menjemput orang Kristen yang mendengar suara-Nya, yang menjadi perawan suci di hadapan Allah.
Coba kita bertanya kepada diri kita sendiri, “Apakah saya tergolong perawan suci di hadapan Tuhan? Kira-kira kalau saya berdiri di hadapan takhta pengadilan Tuhan, apakah saya berani?” Kalau kita masih ragu, lalu mengapa kita tidak nekat? Kalau kita berani melangkah, maka Tuhan akan membawa kita ke kawasan rohani. Kita akan punya pengalaman sukacita, damai sejahtera di dalam Tuhan. Tuhan pasti memberkati kita. Dan ini adalah formula hidup yang Alkitab ajarkan, itu yang standar. Lihat bagaimana tokoh-tokoh hebat seperti Yusuf, Daud, Daniel, Sadrakh, Mesakh, Abednego, dan lain-lain diberkati Tuhan. Mereka mencintai Tuhan sepenuhnya. Kenapa kita tidak memilih ini? Sekarang kita terus mengobarkan cinta kepada Tuhan.
Mungkin kita bukanlah orang yang berparas cantik atau berpenampilan ganteng, mungkin juga ekonomi lemah, pendidikan rendah, dan lain sebagainya. Itu tidak masalah. Di mata manusia mungkin kita tidak berharga. Tapi kalau kita bisa mencintai Tuhan dengan bulat, maka kita berharga di mata Allah. Dan ketika kita memperlakukan Tuhan istimewa, maka kita pun diperlakukan Tuhan istimewa. Mari kita mengambil keputusan untuk mencintai Tuhan secara utuh, tidak memberi ruangan hati kita kepada apa pun dan siapa pun. Kalau kita tidak militan, maka kita akan ditarik dunia. Dunia itu menarik keras, maka kita pun harus keras terhadap diri kita sendiri. Jadi, sementara kita kuliah, berkarier, berkeluarga, kita lakukan semua untuk kemuliaan Allah. Tuhan pasti memberkati dan kalau Tuhan datang nanti, kita adalah mempelai-Nya.
Siapa pun yang paling hancur di antara kita, yang paling tidak punya pengharapan, yang paling gagal, tapi kalau ia mau mencintai Tuhan dengan segenap hati, menempatkan Tuhan di tempat yang tepat dalam hidupnya, maka ia akan jadi istimewa. Tuhan bisa ubah hidupnya. Tapi hati kita harus mencintai Tuhan. Hidup kita harus tidak bercacat, tidak bercela. Kebahagiaan kita harus hanya Tuhan.
Kalau kita percaya ada Allah yang hidup, Allah Yang Maha Kuasa, yang bagi-Nya tidak ada yang mustahil, mengapa kita tidak jadikan Dia segalanya dalam hidup kita? Jangan seperti kemarin-kemarin, kita bisa memuji Tuhan di gereja, kita bahkan melayani, tapi hati kita tidak penuh untuk Tuhan.
Ketika kita melangkah untuk berjanji, "Aku mau mengasihi Engkau dengan sepenuh hati, Tuhan. Aku tidak memberi ruangan untuk apa pun dan siapa pun," maka Roh Kudus akan tolong kita. Dan kita akan mengalami suatu pengalaman bersama Tuhan yang tidak terkatakan. Ayo, alami itu. Jangan nakal. Minta ampun kalau kita berbuat dosa sekecil dan sehalus apa pun, minta ampun. Jangan menikmati sesuatu yang Tuhan tidak ikut menikmatinya. Kita harus berjalan dengan Tuhan. Berkat Tuhan sediakan untuk orang yang hidup di dalam cinta kasih kepada Tuhan, sebulat-bulatnya hati, sepenuh hati untuk Tuhan. Hidup kita singkat, dan hidup ini tragis. Tidak ada yang kita harapkan di dunia ini. Kalaupun kita studi, kita karier, semua kita persembahkan untuk kemuliaan Allah.
Memang tidak sekaligus kita bisa sempurna, tapi waktu demi waktu ketika bejana hati kita dipenuhi oleh Tuhan, maka kita bisa sepenuh hati untuk-Nya. Kita bisa dan boleh punya kekayaan sebanyak apa pun, tapi jangan mengabdi dan menyembah kepadanya. Kita pasti berkata, “Saya tidak menyembah.” Sejatinya, kalau kita tidak menghormati Allah sepatutnya, tidak memberi hati sepenuh untuk-Nya, berarti kita menyembah ilah lain. Ketika kita sungguh-sungguh mengisi bejana hati kita dengan Tuhan, maka ruang hidup kita menjadi ruang Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SEJATINYA, KALAU KITA TIDAK MENGHORMATI ALLAH SEPATUTNYA, TIDAK MEMBERI HATI SEPENUH UNTUK-NYA, BERARTI KITA MENYEMBAH ILAH LAIN.

Bacaan Alkitab Setahun - 06 Desember 2024
2024-12-06 12:44:12
2 Korintus 10-13

Truth Kids 05 Desember 2024 - TOLAK GODAAN SI IBLIS
2024-12-05 21:27:39
1 Korintus 10:13
”Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”
Sobat Kids, pernahkah kalian mengalami godaan? Misalnya tukang es krim lewat di depan rumah. Kalian sangat ingin memakan es krim, tetapi kalian sedang batuk. Atau pernahkah kalian tergoda untuk berbohong? Nah, pasti kalian pernah mengalami yang namanya godaan, walaupun bermacam-macam bentuknya. Terkadang kita kalah terhadap godaan dari sesuatu yang kita sukai atau inginkan.
Tetapi tahukah kalian, Tuhan Yesus ingin kita memiliki kekuatan untuk menolak godaan si Iblis? Ketika memilih untuk kalah pada godaan Iblis, artinya masuk ke dalam perangkap dosa. Tentu Tuhan tidak mau itu terjadi. Untuk itu, kita sebagai anak-anak Allah harus terus belajar kuat untuk menolak hal-hal yang tidak sesuai kehendak Tuhan. Bagaimana kita tahu kehendak Tuhan? Kita bisa tahu kehendak Tuhan dengan membangun hubungan yang erat dengan Tuhan melalui doa dan membaca Alkitab. Juga selalu dengarkan dan taati perkataan orang tua serta juga guru kalian.

Truth Junior 05 Desember 2024 - KUAT MELAWAN GODAAN
2024-12-05 21:25:32
1 Korintus 10:13
”Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.”
Sobat Junior, setiap hari kita pasti menghadapi godaan. Godaan ini bisa datang dalam berbagai bentuk, loh, Sobat Junior, seperti keinginan untuk berbohong, malas mengerjakan tugas, atau marah kepada teman. Godaan ini terkadang terlihat tidak dosa sehingga kita merasa sulit menolaknya. Namun, Tuhan ingin kita kuat dan tidak jatuh dalam dosa. Ia tahu kita bisa tergoda, tetapi Tuhan juga memberi kita kekuatan untuk menolak. Saat kita merasa sulit untuk berkata “tidak” pada godaan, kita bisa berdoa kepada Tuhan. Ia akan memberikan kita kekuatan dan menunjukkan jalan keluar.
Bayangkan ada sebuah pilihan di depanmu: satu jalan mudah yang mengarah ke hal yang salah, dan satu lagi jalan yang lebih sulit tetapi benar. Manakah yang akan kamu pilih? Pastinya, Tuhan akan membantumu memilih jalan yang benar, meskipun itu tidak selalu mudah. Namun, percayalah dengan kekuatan dari Tuhan, kamu bisa melaluinya.
Ingat, Sobat Junior, tidak ada godaan terlalu besar untuk kamu atasi, karena Tuhan selalu bersamamu. Setiap kali kamu berhasil menolak godaan, kamu menjadi lebih kuat, dan Tuhan sangat senang melihatmu tetap setia kepada-Nya. Jadi, jangan takut menghadapi godaan, karena Tuhan akan selalu membantumu!

Truth Youth 05 Desember 2024 (English Version) - STANDING EQUAL, SITTING EQUAL
2024-12-05 21:20:44
"Humble yourselves before the Lord, and He will lift you up." (James 4:10)
“Standing equal, sitting equal.” This popular proverb reminds us that all humans share the same dignity and status. Within its context, it serves as a reminder not to be arrogant or belittle others, but to respect and treat everyone with humanity. A leadership role, such as a class president or a student council leader, is a position that deserves respect because they’ve been entrusted to lead—not because they are inherently superior or have the right to look down on others.
Each person has a responsibility to respect their fellow human beings. This reflects a pure and clean heart, as only those with such hearts can love others without prejudice. Our responsibility does not end with humbling ourselves before and respecting others but extends to humbling ourselves before and honoring God as well.
Christians are called to be sensitive to God’s heart. We need to understand His will for our lives, which, though brief, carry eternal significance. The most fundamental way to know God is through humility. We cannot truly know someone if we elevate ourselves above them. The same applies to our relationship with God. We can only approach Him with a humble heart and a willingness to love Him wholeheartedly. Opening our hearts fully to God not only allows us to know Him better but also ensures that He recognizes and acknowledges us.
Loving God is not easy, especially in a world that often distracts us. However, loving God becomes simpler when we see Him as the Most High, humble ourselves, and allow Him to guide and correct us.
WHAT TO DO:
- Train yourself in prayer and grow in a personal relationship with Him.
- Respect others and pray for them.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Corinthians 5-9

Truth Youth 05 Desember 2024 - BERDIRI SAMA TINGGI, DUDUK SAMA RENDAH
2024-12-05 20:52:40
”Rendahkanlah dirimu di hadapan Tuhan, dan Ia akan meninggikan kamu.” (Yakobus 4:10)
Berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Begitulah isi salah satu pepatah yang terkenal. Pernyataan ini memberi tahu kita bahwa setiap manusia memiliki derajat atau kedudukan yang sama dengan manusia lainnya. Tentu, pernyataan ini memiliki konteksnya, digunakan sebagai pengingat bahwa kita tidak boleh sombong dan merendahkan orang lain, kita harus saling memanusiakan sesama. Sebuah jabatan yang dimiliki, misalnya ketua kelas atau ketua OSIS, hanyalah jabatan yang perlu kita hormati karena orang tersebut telah dipercayakan untuk memimpin, bukan dalam arti kita lebih rendah dari orang tersebut dan bisa direndahkan semaunya.
Setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk menghormati sesamanya. Ini adalah pertanda bahwa seseorang memiliki hati yang murni atau bersih. Sebab pada dasarnya, hanya orang yang berhati bersih yang akan mengasihi orang lain tanpa memandang latar belakang orang itu. Tanggung jawab kita sebagai manusia pun tidak hanya berhenti sampai kita merendahkan hati dan menghormati sesama, melainkan kita merendahkan hati dan menghormati Tuhan sebagaimana mestinya.
Orang Kristen harus memiliki kepekaan akan hati Tuhan. Kita harus mengerti apa yang Tuhan mau dalam hidup yang tidak singkat ini. Modal paling dasar untuk mengerti Dia adalah memiliki kerendahan hati. Kita tidak akan bisa mengenal seseorang jika kita meninggikan diri. Begitu pula dengan Tuhan, kita hanya bisa datang pada-Nya dengan hati yang rendah dan mau mengasihi-Nya sepenuh jiwa. Membuka hati selebar-lebarnya untuk mengenal Tuhan akan membuka peluang untuk kita juga dikenal oleh-Nya.
Di hidup yang singkat ini, mengasihi Tuhan bukanlah hal yang mudah. Namun, mengasihi Tuhan akan menjadi hal yang mudah jika kita menganggap Tuhan sebagai yang Maha Tinggi, merendahkan hati, dan memperbolehkan Dia untuk mengoreksi kita.
WHAT TO DO:
1.Melatih diri dalam berdoa dan mengenal-Nya secara pribadi.
2.Menghormati orang lain dan mendoakan mereka.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Korintus 5-9

Renungan Pagi - 05 Desember 2024
2024-12-05 20:50:44
Apakah kita mengasihi Tuhan? Apakah mencintai Tuhan lebih dari apa pun? Kasih dan cinta kita kepada Tuhan tidaklah cukup dengan berkata, "Aku mengasihi Tuhan" atau berseru dengan suara lantang, "Tuhan! Tuhan!"
Mengasihi Tuhan membutuhkan bukti nyata, firman Tuhan dengan jelas berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga."
(Matius 7:21)

Quote Of The Day - 05 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-05 20:48:10
Walaupun seseorang mendengar firman Tuhan yang benar, tetapi kalau ia tidak bertekun, maka juga tidak akan dapat berbuah.

Mutiara Suara Kebenaran - 05 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-05 20:46:51
Melalui perjalanan hidup yang panjang, akhirnya kita mengerti, "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, segenap kekuatan" itu berarti tidak ada ruangan dalam hati kita untuk siapa pun dan apa pun, tapi hanya untuk Tuhan.

BEING SPECIAL IN GOD’S EYES - 05 Desember 2024 (English Version)
2024-12-05 20:44:52
God's Word says that we are His bride, and He desires that we be found as pure virgins before Him (2 Corinthians 11:2-4). The term "pure virgin" refers to a heart untainted by love for the world-a heart wholly devoted to loving God. A heart that fulfills what the Word of God declares: "Whether you eat or drink, or whatever you do, do it all for the glory of God." Perhaps we think this sounds like mere decoration, something impossible to achieve. But now, through our experiences of living with God, we understand that it must be possible to do.
May our goal be to live blameless, undefiled, our lives always pleasing to Him, so that we become His favorite children. And later, when we stand before His judgment seat, we can stand before Him. All of us must have this goal, how we can reach the highest peak of holiness that we can achieve while we are still alive, the peak of approval before God. That is why if there are things that disturb God's feelings in our lives, we ask God to tell us, and we get rid of them. Hobbies, pleasures, and anything we watch on our gadgets that displeases God must be discarded.
All our pleasures , if God does not enjoy it, let's not do it. We want to walk with God. This is not grandiose, this is a privilege-a special right to walk with God. Come on, let's be as determined as possible. If in the past we studied, we want to get a high achievement index; if we work, we want to get a succession of positions. If we are in an agency, a security agency, then we want to have the highest rank. Then why for the sake of God do we not want to truly achieve the highest holiness and the highest favor before God? If we make Him special, we also become special in the eyes of God. We don't even need to ask for help, God will definitely help. If we please God in all things, God will also please us.
Why are we not serious? The Lord will come again. How many people really hear the voice of the Lord, then pack up? Open the door of their lives to become a blameless bride, a faithful bride and the Lord will find His bride. The Lord will dine with His bride, and the Lord will take us to where He is; namely the new heaven and the new earth. Do not delay any longer! None of us thinks about betraying God. We will remain Christians, continue to go to church, continue to serve. But, all of that is not enough. What God wants is a truly clean heart, a blameless life, whose ultimate pleasure is only God.
There are young people who give themselves to become suicide bombers, at a very young age. They are brave, and they believe that their death does not bring disaster but reward in heaven. If such young people can do it, why can't we go all out for the Lord Jesus? Surely we can. We won't be able to understand until we experience it. We must enter that struggle, then the Holy Spirit will guide us. When we give our whole heart to God, and we enjoy God as our happiness, then we understand that we can enjoy the peace of God that surpasses all understanding (John 14:27). It turns out that there is a region, there is a realm where we can enjoy God more than the enjoyment of various pleasures of life.
If we truly want to have the commitment and determination to enter this realm, only then can we experience that God is living and real. Joy and happiness in God are not fantasies. God does not only become knowledge, God does not only become the consumption of our brain's rational mind, but we experience God. We will deeply regret it when we close our eyes and see God's overwhelming glory if today we do not dare to invest our lives fully for Him.
One of the things that unknowingly damages Christian life is the normality of living. And many believers want to live normally like most people. They remain Christians, go to church every week, even become servants of God or pastors. And they feel that is enough. But in truth, their hearts are not filled with God. They still have personal agendas within. They cannot enjoy the peace of God. They do not give their wholehearted and complete love to God, so God cannot enjoy their love.
IF WE MAKE HIM SPECIAL, WE ALSO BECOME SPECIAL IN THE EYES OF GOD.

MENJADI ISTIMEWA DI MATA TUHAN - 05 Desember 2024
2024-12-05 20:42:27
Firman Tuhan mengatakan bahwa kita adalah mempelai-Nya, dan Ia mau agar kita didapati sebagai perawan suci di hadapan-Nya (2 Kor. 11:2-4). Maksud perawan suci adalah hati yang tidak ternodai oleh percintaan dunia, hati yang betul-betul bulat mencintai Tuhan. Hati yang bisa memenuhi yang dikatakan firman Tuhan, "Baik kamu makan atau minum atau melakukan suatu hal lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah." Mungkin kita berpikir hal itu rasanya hanya sebuah hiasan, rasanya tidak mungkin dilakukan. Tetapi sekarang, lewat pengalaman hidup bersama Tuhan, kita tahu hal itu harus bisa dilakukan.
Kiranya target kita adalah hidup tidak bercacat, tidak bercela, hidup kita selalu menyenangkan Dia, sehingga kita menjadi anak kesukaan-Nya. Dan nanti, ketika kita ada di hadapan takhta pengadilan-Nya, kita tahan berdiri di hadapan-Nya. Semua kita harus memiliki target ini, bagaimana kita bisa mencapai puncak kesucian setinggi-tingginya yang bisa kita capai selagi kita masih hidup, puncak keberkenanan di hadapan Allah. Itulah sebabnya kalau ada hal-hal yang mengganggu perasaan Tuhan dalam hidup kita, kita minta Tuhan beri tahu, dan kita singkirkan. Hobi-hobi, kesenangan-kesenangan, apa-apa yang kita lihat di gadget yang Tuhan tidak suka kita saksikan harus kita buang.
Semua kesenangan kita, jikalau Tuhan tidak ikut menikmatinya, jangan kita lakukan. Kita mau berjalan bersama Tuhan. Ini bukan muluk-muluk, ini adalah sebuah privilege, hak istimewa untuk bisa berjalan dengan Tuhan. Mari, kita nekat senekat-nekatnya. Kalau dulu kita studi, kita mau dapat indeks prestasi tinggi; kalau kita kerja, kita mau mendapat suksesi jabatan. Kalau kita di lingkungan sebuah instansi, sebuah lembaga keamanan, maka kita ingin punya pangkat setinggi-tingginya. Lalu mengapa untuk Tuhan kita tidak mau sungguh-sungguh mencapai kesucian setinggi-tingginya, keberkenanan di hadapan Allah setinggi-tingginya? Kalau kita menjadikan Dia istimewa, kita juga menjadi istimewa di mata Tuhan. Kita bahkan tidak perlu minta tolong, Tuhan pasti tolong. Kalau kita menyenangkan Tuhan dalam segala hal, Tuhan juga akan menyenangkan kita.
Mengapa kita tidak serius? Tuhan akan datang kembali. Berapa banyak orang yang sungguh-sungguh mendengar suara Tuhan, lalu berkemas-kemas? Membukakan pintu hidupnya menjadi mempelai yang tidak bercacat, mempelai yang setia dan Tuhan akan mendapatkan mempelai-Nya. Tuhan akan makan bersama-sama dengan mempelai-Nya, dan Tuhan akan membawa kita ke tempat di mana Dia berada; yaitu langit baru dan bumi baru. Jangan menunda lagi! Tidak seorang pun di antara kita yang berpikir akan berkhianat kepada Tuhan. KIta akan tetap jadi Kristen, tetap ke gereja, tetap melayani. Tapi, itu semua tidak cukup. Yang dikehendaki Tuhan adalah hati yang benar-benar bersih, kehidupan yang tidak bercacat tidak bercela, yang akhirnya kesenangannya hanya Tuhan.
Ada orang muda yang memberi diri menjadi teroris bunuh diri, usianya masih sangat muda. Ia berani, dan dia yakin bahwa kematiannya tidak membawa bencana, tetapi upah di surga. Kalau orang muda seperti itu bisa, mengapa kita tidak bisa all out untuk Tuhan Yesus? Pasti bisa. KIta tidak akan bisa mengerti sampai kita mengalaminya. Kita harus masuk pergumulan itu, lalu Roh Kudus baru tuntun kita. Ketika segenap hati kita, kita persembahkan bagi Tuhan, dan kita menikmati Tuhan sebagai kebahagiaan kita, baru kita mengerti bahwa kita bisa menikmati damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal (Yoh. 14:27). Ternyata ada wilayah, ada kawasan di mana kita bisa menikmati Tuhan lebih dari kenikmatan berbagai kesenangan hidup.
Kalau kita mau sungguh-sungguh memiliki komitmen dan tekad untuk masuk ke wilayah ini, baru kita bisa mengalami bahwa Allah itu hidup dan nyata. Sukacita, kebahagiaan dalam Tuhan itu bukan fantasi. Allah bukan hanya menjadi pengetahuan, Allah bukan hanya menjadi konsumsi nalar otak pikiran rasio kita, namun Allah kita alami. Kita akan sangat menyesal ketika menutup mata, melihat kemuliaan Allah yang dahsyat kalau hari ini kita tidak berani menginvestasikan hidup kita sepenuhnya bagi Dia.
Salah satu hal yang merusak kehidupan Kristen tanpa disadari adalah kewajaran hidup. Dan banyak orang percaya yang mau hidup wajar seperti orang pada umumnya. Tetap beragama Kristen, ke gereja setiap minggu, bahkan menjadi pelayan Tuhan atau pendeta. Dan mereka merasa cukup. Tapi sejatinya, hati mereka tidak dipenuhi oleh Allah. Mereka masih punya agenda-agenda pribadi di dalamnya. Mereka tidak bisa menikmati damai sejahtera Allah. Mereka tidak memberikan cinta yang bulat dan utuh untuk Tuhan sehingga Tuhan tidak bisa menikmati cintanya.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU KITA MENJADIKAN DIA ISTIMEWA, KITA JUGA MENJADI ISTIMEWA DI MATA TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 05 Desember 2024
2024-12-05 20:39:19
2 Korintus 5-9

Truth Kids 04 Desember 2024 - PILIH YANG BENAR & SESUAI KEHENDAK-NYA
2024-12-04 18:06:36
Roma 12:12
”Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!”
Sobat Kids, pernahkah kalian berada di situasi yang sulit untuk memilih? Misalnya jika memecahkan vas bunga kesayangan mama di rumah, kalian akan memilih untuk jujur walaupun kena marah, atau berbohong saja biar tidak kena marah? Atau ketika di sekolah, ada soal yang susah, apakah kamu memilih untuk berusaha menjawab sendiri, atau menyontek jawaban teman?
Biasanya ketika kita menghadapi situasi yang sulit, ada rasa takut, kuatir, dan panik. Hal ini yang normal terjadi. Namun, itu membuat kita tidak bisa berpikir dengan baik dan benar. Biasanya kita berpikir yang mudahnya saja. Akibatnya, kita memilih melakukan hal-hal yang buruk, yang akan kita sesali di kemudian hari. Untuk itu, ketika kita menghadapi kesulitan dan sedang bingung, jangan terburu-buru mengambil keputusan. Tenangkan hatimu dan berdoalah pada Tuhan, agar kamu dimampukan memilih dan melakukan hal yang benar di mata-Nya.

Truth Youth 04 Desember 2024 (English Version) - I'LL CHOOSE YOU
2024-12-04 12:51:56
"The Lord detests lying lips, but He delights in people who are trustworthy." (Proverbs 12:22)
What would we do if we found a 100,000-rupiah bill in the classroom? Would we take it? Or ask our classmates if someone lost their money? Or perhaps hand it over to the teacher to help find its owner? In moments like this, the temptation to keep the money for ourselves can be strong. After all, it was just lying there, right? No one owns it anymore—at least, that’s how we might rationalize it.
In life, we face countless choices. The simplest choices we encounter daily often pertain to our awareness of ethics and morality. We are constantly presented with the decision to choose between doing good or doing wrong. That’s how the world works. These moments test us, revealing our true character: are we good or bad people?
However, the Christian life is not solely about choosing between right and wrong. We are called to go beyond that—to strive for perfection. To achieve this, we must first live by fundamental moral values such as honesty, integrity, and fairness toward everyone. Every action we take can be offered to God as a beautiful gift to Him. Making God smile through our good behavior should be our daily pursuit. If not, what is the purpose of our lives on earth?
In the midst of so many choices, choose Him—choose His will. Start small, by speaking truthfully and living faithfully to Him.
WHAT TO DO:
Choose God in every decision of your life.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Corinthians 1-4

Truth Youth 04 Desember 2024 - I'LL CHOOSE YOU
2024-12-04 12:48:58
”Orang yang dusta bibirnya adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi orang yang berlaku setia dikenan-Nya.” (Amsal 12:22)
Apa yang akan kita lakukan bila kita menemukan satu lembar uang bernilai seratus ribu di dalam kelas? Apakah kita akan mengambilnya? Atau bertanya kepada teman-teman, siapa yang kehilangan uangnya? Atau kita menyerahkan uang itu kepada guru yang akan membantu mencari siapa yang merasa uangnya hilang. Di saat-saat seperti ini, pasti ada godaan besar dalam diri untuk memilih menyimpan uang itu. Toh, uang itu jatuh, kan? Tidak ada lagi pemiliknya. Kira-kira, begitulah isi kepala kita.
Di dalam hidup ini, ada begitu banyak sekali pilihan yang diperhadapkan kepada kita. Pilihan paling sederhana yang kita temukan setiap hari adalah pilihan yang menyangkut kesadaran kita sebagai manusia yang beretika dan bermoral. Kita diperhadapkan pada pilihan apakah kita akan melakukan yang baik atau yang jahat. Begitulah dunia bekerja. Kita akan selalu diuji, dan di sinilah kebenaran akan terungkap, yaitu seperti apa diri kita sebenarnya? Apakah kita orang yang baik atau jahat?
Memang, kehidupan Kristen tidak hanya berputar pada pilihan menjadi jahat atau baik. Namun, kita diminta untuk menjadi lebih dari itu, yaitu menjadi sempurna. Untuk mencapai kesempurnaan ini, kita harus bisa menghidupi nilai-nilai moral dasar terlebih dahulu. Misalnya berkata dengan jujur, berintegritas, dan berlaku adil kepada siapa pun itu. Semua hal yang kita lakukan ini akan kita persembahkan kepada Tuhan, menjadi hadiah yang indah untuk-Nya. Membuat Tuhan tersenyum dengan perilaku kita yang baik harus menjadi hal yang kita perjuangkan setiap harinya. Kalau tidak, untuk apa lagi kita ada Tuhan, menjadi hadiah yang indah untuk-Nya. Membuat Tuhan tersenyum dengan perilaku kita yang baik harus menjadi hal yang kita perjuangkan setiap harinya. Kalau tidak, untuk apa lagi kita hidup di bumi ini? Oleh karena itu, di antara begitu banyak pilihan, pilihlah Dia, pilihlah perasaan-Nya. Mulailah dari hal kecil, yaitu mengucapkan kata-kata yang benar dan berlaku setia kepada-Nya.
WHAT TO DO:
Memilih Tuhan di setiap pilihan hidup kita.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 2 Korintus 1-4

Renungan Pagi - 04 Desember 2024
2024-12-04 12:46:46
Kalau kita memiliki kesadaran penuh bahwa Tuhan sudah memanggil dan memilih, lalu kita telah menerima panggilan itu untuk menjadi anak-anak-Nya, maka seharusnya tidak akan bermain-main dengan panggilan dan pilihan tersebut, jangan menyia-nyiakan waktu, sebab waktunya sudah sangat singkat.
Perenungan menjelang kelahiran Yesus Kristus, pahamilah betapa "Allah Bapa begitu mengasihi dunia ini, sehingga mengaruniakan Putra Tunggalnya bagi kita, supaya setiap kita yang percaya tidak akan binasa, tetapi memperoleh hidup yang kekal."
Maka inilah saatnya kita merespon kasih Allah dengan benar, yaitu dengan cara hidup taat pada kehendak Bapa dan selalu menyenangkan Hati-Nya, sebab kita tidak akan pernah dapat membalas semua kebaikan Tuhan, kecuali hidup senantiasa mempermuliakan Nama-Nya.
(Yohanes 3:16)

Quote Of The Day - 04 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-04 12:44:12
Perdamaian dengan Allah ditandai hidup menuruti segala keinginan-Nya.

Mutiara Suara Kebenaran - 04 Desember 2024 Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-04 12:41:45
Semua perjuangan kita untuk mengalami Allah, untuk bisa berhubungan, berinteraksi dengan Allah, pada akhirnya adalah agar kita layak masuk Kerajaan Surga.

THE HIGHEST LEVEL - 04 Desember 2024 (English Version)
2024-12-04 12:38:58
We must realize that the graphs of comfort, prosperity, and security in human life are declining day by day. In various aspects and areas of life, there are shocks and crises. What is happening today is actually a warning from God. It’s like a voice saying, "The Bridegroom is coming, prepare yourself. The Bridegroom is coming, prepare yourself." In Revelation 3:20, it is written: "Behold, I stand at the door and knock. If anyone hears My voice and opens the door, I will come in to him and dine with him, and he with Me." The "door" referred to here is not the door to the heart, but the door to the world. This verse is not addressed to those who have not yet accepted Jesus. It is for the church that already knows and has received Jesus; it is directed to the Church of Laodicea, the last church.
We are the last church. And God desires His church to be ready to welcome His coming. Many Christians do not realize this. Their hearts are opened to many pleasures, to many things that leave no room for God in their hearts. Remember the Word of God says, "You cannot serve two masters." The room in our hearts must be entirely reserved for God or not at all. 50% is not enough, 60% is not enough, 90% is not enough, not even 99%. Our whole heart, every part of it, must truly be filled with God. Through a long journey of life, we finally understand that "Love the Lord your God with all your heart, all your soul, all your mind, and all your strength" means there is no space in our hearts for anyone or anything else but God.
We might say, "How can that be? How is that even possible?" Start by having the commitment: "I want to, Lord." Then the Holy Spirit will guide us. During the revival meetings, we accepted Jesus, singing, "Come in, come in, come into my heart, Lord Jesus," and we felt we had received the Lord Jesus. After years of being Christians-or even becoming pastors-we might feel that we have positioned ourselves rightly before God and placed God correctly in our lives. But through the journey, God gives extraordinary spiritual revival; that is, repentance. We need continual repentance, even a pastor needs and must continually repent. And we begin to internalize and understand what God’s Word means when it says, "You cannot serve two masters."
It takes effort, and the Holy Spirit helps us understand the things in our lives that make God uncomfortable. There are things we must let go of and leave behind-even those we hold dearest, just as Abraham was willing to sacrifice his own son. The highest level of spiritual life or spirituality that pleases God is when we are willing to surrender the best we have. If we don’t wrestle with this, we will never know what in our lives makes God uncomfortable. We may feel like good Christians, especially if we are active in church ministries, participating in service activities, or even serving as pastors.
Let us begin to imagine standing before God. Then we will sense how awesome God is, how terrifying His holiness is. This realization compels us to open our hearts and say, "Lord, search me. Is there any sin I am still committing, or any pleasure in my life that You do not delight in, that displeases You?" And it turns out, there are always things we need to release. Let us consider: when the time comes for us to close our eyes for the final time, will we have truly finished well? Have we completed our journey faithfully? Will we hear God’s voice? Let us prepare to meet Him amid economic crises, security crises, political turmoil, unpredictable changes in the earth’s ecosystem, and the wars now raging in the Middle East and other places.
Are we listening to His voice and seriously getting ready? This readiness will not disrupt our work ethic or responsibilities to our family, job, studies, career, or other obligations. Instead, we must truly prepare ourselves so that when we meet God face-to-face, we can stand firm before Him. For if we still harbor sin, we will not be able to stand before Him. In eternity, God will dine with those who live in holiness. For His Word says, "Be holy, for I am holy."
THE HIGHEST LEVEL OF SPIRITUAL LIFE OR SPIRITUALITY THAT PLEASES GOD IS WHEN WE ARE WILLING TO SURRENDER THE BEST WE HAVE.

TINGKAT TERTINGGI - 04 Desember 2024
2024-12-04 12:32:35
Kita harus menyadari bahwa grafik kenyamanan, grafik kemakmuran, grafik keamanan hidup manusia makin hari makin turun. Dalam berbagai aspek dan bidang hidup terjadi guncangan dan krisis. Sebenarnya apa yang terjadi dewasa ini merupakan peringatan dari Tuhan. Seperti suara yang berkata, "Mempelai datang, persiapkan dirimu. Mempelai datang, persiapkan dirimu." Di dalam Wahyu 3:20 tertulis, "Lihat, Aku berdiri di muka pintu dan mengetuk. Jikalau ada orang yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku." Kata pintu yang dimaksud, bukanlah pintu hati, melainkan pintu dunia. Ayat ini tidak ditujukan untuk orang yang belum menerima Yesus. Ini untuk jemaat yang sudah mengenal dan menerima Yesus; ditujukan kepada Jemaat Laodikia, jemaat terakhir.
Kita adalah jemaat terakhir. Dan Tuhan menghendaki agar jemaat Tuhan siap menyambut kedatangan-Nya. Banyak orang Kristen yang tidak menyadari hal ini. Hatinya dibuka untuk banyak kesenangan, untuk banyak hal yang membuat Tuhan tidak memiliki tempat dan ruangan di dalam hatinya. Ingat firman Tuhan mengatakan, "Kamu tak dapat mengabdi kepada dua tuan." Ruangan hati kita harus hanya disediakan untuk Tuhan atau tidak usah sama sekali. Tidak cukup 50%, tidak cukup 60%, tidak cukup 90%, bahkan 99% sekalipun. Segenap hati kita, seluruh ruangan hati kita, harus sungguh-sungguh dipenuhi oleh Allah. Melalui perjalanan hidup yang panjang, akhirnya kita mengerti, "Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi, segenap kekuatan" itu berarti tidak ada ruangan dalam hati kita untuk siapa pun dan apa pun, tapi hanya untuk Tuhan.
Mungkin kita berkata, "Mana bisa? Mana mungkin?" Miliki komitmen terlebih dahulu: “Aku mau, Tuhan.” Nanti Roh Kudus akan menuntun kita. Waktu KKR dulu, kita menerima Yesus, "Mari masuk, mari masuk, masuk hatiku, ya, Yesus," dan kita merasa sudah menerima Tuhan Yesus. Bertahun-tahun menjadi orang Kristen—atau bahkan menjadi pendeta—tentu kita merasa bahwa kita sudah menempatkan diri secara benar di hadapan Tuhan dan menempatkan Tuhan secara benar di dalam hidup kita. Tapi lewat proses perjalanan, Tuhan memberi kebangunan rohani yang luar biasa; yaitu pertobatan. Kita perlu bertobat terus, seorang pendeta juga perlu dan harus bertobat terus. Dan kita mulai menghayati, mulai mengerti apa maksud firman Tuhan, "Kamu tidak dapat mengabdi kepada dua tuan."
Perlu perjuangan, dan Roh Kudus menolong kita untuk mengerti hal mana yang membuat hati Tuhan tidak nyaman di dalam hidup kita. Ada hal yang harus kita tanggalkan, dan tinggalkan; bahkan apa yang menurut kita paling kita sayangi, seperti Abraham yang bersedia menyembelih anaknya sendiri. Tingkat tertinggi dari kehidupan rohani atau spiritualitas orang yang berkenan di hadapan Allah adalah ketika yang terbaik yang dia miliki, dia lepaskan. Kalau kita tidak menggumuli hal ini, kita tidak akan pernah tahu hal apa dalam hidup kita yang membuat Tuhan tidak nyaman. Kita bisa merasa sudah jadi orang Kristen baik-baik, apalagi kalau kita adalah aktivis gereja, mengambil bagian dalam kegiatan pelayanan, apalagi seorang pendeta.
Coba kita mulai membayangkan berhadapan dengan Tuhan. Maka akan terasa betapa dahsyatnya Tuhan itu, betapa mengerikan kekudusan-Nya. Itu yang membuat kita membuka hati dan berkata, "Tuhan, periksalah aku. Apakah ada dosa yang masih kulakukan atau masih ada kesenangan dalam hidupku yang Kau tidak ikut menikmatinya, yang Kau tidak berkenan?" Dan ternyata selalu saja ada hal-hal yang harus dilepaskan. Mari kita berpikir, ketika kita menutup mata nanti, apakah kita sudah bisa benar-benar finishing well, telah menyelesaikannya dengan baik? Apakah kita mendengar suara Tuhan? Songsonglah Dia melalui krisis ekonomi, krisis keamanan, krisis politik, ekosistem bumi yang tak terprediksi, juga perang yang sekarang membara di Timur Tengah dan disinyalir di beberapa tempat.
Apakah kita mendengar suara-Nya dan serius berkemas-kemas? Ini tidak akan mengganggu etos kerja kita, tidak akan mengganggu tanggung jawab kita atas keluarga, pekerjaan, studi, karier, dan lain sebagainya. Kita benar-benar harus mempersiapkan diri sehingga jikalau kita bertemu dengan Tuhan muka dengan muka, maka kita bisa tahan berdiri di hadapan Tuhan. Sebab jikalau kita masih ada dosa, kita tidak akan tahan berdiri di hadapan-Nya. Di kekekalan nanti, Tuhan akan makan bersama-sama dengan mereka yang hidup di dalam kekudusan. Sebab firman Tuhan berkata, "Kuduslah kamu, sebab Aku Kudus."
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
TINGKAT TERTINGGI DARI KEHIDUPAN ATAU SPIRITUALITAS ORANG YANG BERKENAN DI HADAPAN ALLAH ADALAH KETIKA YANG TERBAIK YANG DIA MILIKI, DIA LEPASKAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 04 Desember 2024
2024-12-04 12:29:08
2 Korintus 1-4

Truth Kids 03 Desember 2024 - KALAHKAN MARAH DENGAN KELEMAHLEMBUTAN
2024-12-03 18:31:39
Amsal 15:1
”Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.”
Sobat Kids, pernahkah saat teman berbicara dengan nada marah, kalian pun ikut menjadi marah? Nah, itu adalah bukti bahwa perasaan dapat menular. Makanya, kita harus berhati-hati dengan pikirkan dan perkataan kita. Jangan sampai kita menularkan hal-hal yang negatif pada orang lain.
Tahukah kamu, kalau api tidak dapat dipadamkan dengan api juga? Api akan jauh lebih mudah dipadamkan dengan air. Begitu juga ketika orang sedang marah, jangan kita ikutan marah juga. Kendalikan diri dan hati agar kita tetap tenang. Berdoalah, minta Tuhan memberikan kekuatan sehingga kita mampu sabar dan mengucapkan kata-kata yang lemah lembut. Kata-kata yang kita ucapkan dapat meredakan kemarahan.
Ayo, siapa yang mau belajar berkata dengan lemah lembut? Yuk, kita praktikkan. Jika ada yang marah atau sedang kesal, ucapkan kata-kata yang baik dan lemah lembut, ya. Semangat, Sobat Kids!

Truth Junior 03 Desember 2024 - BERBICARA DENGAN LEMBUT
2024-12-03 18:27:41
Amsal 15:1
”Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.”
Sobat Junior, ayo belajar berbicara dengan lembut, terutama ketika kita kesal. Mau tahu caranya? Ayo, kita belajar! Dalam ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini pada Amsal 15:1, mengajarkan kita untuk dapat bersikap lembut, loh.
Ketika seseorang membuat kita marah atau kesal, sering kali kita ingin membalas dengan kata-kata kasar. Namun, Tuhan mengajarkan kita untuk tidak melakukan itu. Sebaliknya, kita harus berbicara dengan lembut dan bijaksana. Mengapa? Karena kata-kata yang lembut bisa menenangkan hati yang marah dan menghindari pertengkaran. Bayangkan saja, saat temanmu marah dan kamu membalasnya dengan kata-kata kasar, apa yang akan terjadi? Pertengkaran antara kamu dan dia akan semakin besar. Namun, jika kamu menjawab dengan lembut, kemarahan temanmu bisa mereda dan kalian bisa menyelesaikan masalah dengan damai.
Tuhan ingin kita menjadi anak-anak yang membawa damai, bukan masalah atau pertengkaran. Saat kita merasa kesal atau marah, mari berhenti sejenak dan berdoa agar kita diberi kekuatan oleh Tuhan untuk berbicara dengan lembut. Kata-kata yang bijaksana dan lembut tidak hanya membuat orang lain merasa lebih baik, tetapi juga menunjukkan bahwa kita mengasihi mereka dan ingin menjaga hubungan yang baik.
Ingat, ya, Sobat Junior, setiap kata yang kita ucapkan bisa menjadi berkat atau masalah. Mari kita pilih untuk menjadi berkat dengan kata-kata lembut yang membawa damai. Selamat berjuang, dan semangat buat kita semua!

Truth Youth 03 Desember 2024 (English Version) - KEEP IT SIMPLE
2024-12-03 18:23:15
"And for their sakes I sanctify Myself, that they also may be sanctified by the truth." (John 17:19)
In the previous devotion, we learned about true worship. One expression of true worship is through simplicity and humility—two virtues often overlooked but deeply meaningful. Jesus set an extraordinary example in His life. He came not to gain fame or honor but to love and serve those around Him. His example reminds us that life is not about looking impressive or cool in the eyes of the world but about how we can be an example to those around us.
Simplicity teaches us not to rely on worldly things. The world often pressures us to pursue what it deems “valuable.” But when we learn to embrace simplicity, we free ourselves from the burden of worldly desires. Why should we strive to impress the world? It only complicates our lives. Keep it simple, and you will avoid being trapped in the endless rat race of worldly demands.
Humility, on the other hand, helps us see everything as a gift. Nothing we achieve or own is solely the result of our efforts; it all comes from God’s grace. Even the fact that we can breathe right now is due to His mercy, so why should we be proud? When we are humble, it becomes easier to accept others as they are and to value them without envy or superiority. In a world that often pushes us to prioritize ourselves, humility serves as a reminder that we are all precious in God’s eyes, without needing to prove our worth.
WHAT TO DO:
Let’s cultivate humility by realizing that we are nothing without God.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Corinthians 14-16

Renungan Pagi - 03 Desember 2024
2024-12-03 18:15:18
Seperti yang selalu kita peringati pada setiap hari Natal adalah menerima kabar sukacita bahwa Allah, di dalam diri Yesus Kristus, telah diutus untuk datang ke dunia, menjadi sama dengan manusia untuk menjadi Juruselamat dunia. Dengan terang-Nya, DIA telah menembus kegelapan dunia yang membelenggu manusia, mengalahkan maut akibat dosa dan memperdamaikan manusia berdosa dengan Allah Bapa di Surga.
Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Yesus Kristus, Tuhan, di kota Daud." Jadi sambutlah sukacita Natal bukan dengan pesta pora, tetapi dengan rasa syukur dan sukacita atas anugerah Tuhan yang sungguh besar.
(Lukas 2:10-11)

Quote Of The Day - 03 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-03 18:12:36
Kalau Allah memberi pikiran dan perasaan, maka hal itu memungkinkan manusia untuk bertindak sesuai dengan pilihannya. Itulah sebabnya ada hukum tabur tuai, yang ditabur orang akan dituainya.

Mutiara Suara Kebenaran - 03 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-03 18:11:10
Perjumpaan dengan Allah dalam doa membangun percaya. Kalau orang tidak pernah berdoa, maka dia pasti tidak akan sanggup memercayai bahwa Allah itu ada, bahwa Allah itu hidup.

TRUST THAT INVOLVES RISK - 03 Desember 2024 (English Version
2024-12-03 18:09:49
Believing in God is not an easy thing. If belief is only in the mind, everyone born into a religious family automatically believes that God exists. Let us aim for true trust-a belief grounded in reality, in the entirety of our lives. True belief is trust that inevitably involves risk. When we believe in God, it means, first, truly obeying His will; truly living without violating His word, paying attention to His feelings so that we do not live carelessly. People who truly claim to believe in God must live right before God, guarding God's feelings, not being careless with what they do. People who truly believe in God truly surely live holy, surely live pious. It is impossible not to live holy, it is impossible to live ungodly.
Second, true faith surely pay attention to God's plan, so that he lives only to fulfill God's plan. This is of utmost importance. Someone who lives only for their own interests, ambitions, or desires is godless and does not have true faith. Those who genuinely believe will ask themselves: What is God’s purpose in creating me? What plan of God am I meant to fulfill? What work of God must I complete? That is true belief. A true believer will be involved in God's work. And in engaging with God’s work, he will be brought into difficult circumstances.
Do not think that serving God means everything will be smooth and easy. So, do not be surprised if at times it feels as if God does not care about His work. Many needs in ministry can make us feel that God is indifferent to His own work, but this is not the case. When we encounter difficulties in His work or face unmet or delayed needs, we should not doubt God. Do not worry-just keep believing. Do not rely on human help but depend on God alone. It is in such situations that God teaches us to trust Him.
The third aspect: risking trust by not depending on anyone for everything. Often we rely too much on human strength; for example, relying on help from rich people, relying on doctors and medicine. It's not that we don't respect doctors and medicine, but don't let our hearts feel that only doctors and medicine can cure us. In fact, God is 'The Healer,' the true Healer. We must not doubt the presence of God and His power. We must be truly -truly believe that God is a living God and we want to experience the living God in the adventure, in our short journey of life. Through various struggles and heavy problems, we depend on Him, we hope in Him. We risk our trust in this.
How can we build true trust in God? Of course we must experience an encounter through prayer that can build our trust that He is the living God. Our songs, praises, and worship, we do not show to empty objects, we do not direct them to empty air but to a living Person, the Almighty God, who is present, the God of Abraham, Isaac and Jacob, who declares Himself as the God of Israel whose name is 'Yahweh' the God and Father of our Lord Jesus Christ. There is an address, there is a clear purpose in our praising, worshiping God and also in praying where we bring various struggles, problems and needs of our lives.
Encounter with God in prayer builds trust. If a person never prays, then he will certainly not be able to believe that God exists, that God is alive. In addition to praying, we must also read the Bible. What is written in the Bible is not a fantasy, a fairy tale or a story made up by humans but is truly a reality of life, an empirical fact, the fact that the God we worship is a living and powerful God. Let us enjoy the presence of God. We learn to depend on God, deal, interact with God and prove that the God we worship is a real God, a living God.
All our struggles to experience God, to be able to relate, interact with God, are ultimately so that we are worthy to enter the Kingdom of Heaven. Only that. Not just to fulfill our needs in the world, but to cultivate a friendship and fellowship with God as preparation to enter the new heaven, the new earth. Remember, the word of God says, "Seek Me, while I may be found!"
TRUE BELIEF IS TRUST THAT INEVITABLY INVOLVES RISK.

PERCAYA YANG MEMUAT PERTARUHAN - 03 Desember 2024
2024-12-03 13:06:00
Percaya kepada Allah bukan sesuatu yang mudah. Kalau hanya percaya di dalam pikiran, setiap orang yang lahir dari keluarga beragama otomatis dia percaya bahwa Allah itu ada. Mari kita memiliki percaya yang benar, percaya dalam kenyataan, percaya dalam kenyataan seluruh hidup kita. Percaya yang benar adalah percaya yang pasti memuat pertaruhan. Kalau kita percaya kepada Tuhan itu berarti, yang pertama, sungguh-sungguh menuruti kehendak-Nya; benar-benar kita hidup tidak melanggar firman-Nya, memperhatikan perasaan-Nya sehingga kita tidak sembarangan hidup. Orang yang sungguh-sungguh mengaku percaya kepada Tuhan mestinya hidup benar di hadapan Allah, menjaga perasaan Allah, tidak sembarangan dengan apa yang dilakukannya. Orang yang sungguh-sungguh percaya Tuhan dengan benar pasti hidup suci, pasti hidup saleh. Tidak mungkin tidak hidup suci, tidak mungkin hidup tidak saleh.
Yang kedua, pasti memperhatikan rencana Allah, sehingga ia hidup hanya untuk memenuhi rencana Allah tersebut. Ini hal yang penting sekali. Orang yang hidup hanya untuk kepentingannya sendiri, cita-citanya, keinginannya sendiri, itu orang yang tidak bertuhan, orang yang tidak percaya dengan benar. Kalau orang percaya dengan benar, dia akan mempersoalkan apa maksud Allah menciptakan dirinya. Apa rencana Allah untuk dia penuhi? Apa pekerjaan Allah yang harus dia selesaikan? Itu percaya yang benar. Orang percaya yang benar akan terlibat di dalam pekerjaan Tuhan. Dan dalam keterlibatan dengan pekerjaan Tuhan itu, ia akan dibawa kepada keadaan-keadaan sulit.
Jangan berpikir karena melayani Tuhan maka semua akan dibuat mulus, lancar. Jadi jangan heran kalau kadang-kadang terasa seakan-akan Tuhan tidak memedulikan pekerjaan-Nya. Banyak kebutuhan dalam pelayanan yang kadang-kadang membuat kita bisa merasa bahwa Tuhan tidak peduli dengan pekerjaan-Nya, padahal tidak demikian. Kalau kita dibawa kepada kesulitan-kesulitan dalam pekerjaan-Nya, kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi atau belum terpenuhi, tetap jangan ragukan Tuhan, jangan khawatir, tetap percaya saja, jangan mengandalkan manusia, tetap mengandalkan Tuhan, jangan mengandalkan manusia, tetaplah bergantung kepada Tuhan. Di situ Tuhan mengajar kita untuk memercayai Dia.
Yang ketiga, mempertaruhkan kepercayaannya itu dengan tidak mengandalkan siapa pun dalam segala hal. Sering kita terlalu mengandalkan kekuatan manusia; misalnya, mengandalkan bantuan orang kaya, mengandalkan dokter dan obat. Bukan kita tidak menghargai dokter dan obat, tetapi jangan hati kita merasa tertuju bahwa hanya dokter dan obat yang bisa menyembuhkan kita. Padahal Allahlah sebagai ‘The Healer,’ Penyembuh yang benar. Kita tidak boleh meragukan kehadiran Tuhan dan kuasa-Nya. Kita harus sungguh-sungguh percaya bahwa Allah adalah Allah yang hidup dan kita mau mengalami Allah yang hidup dalam petualangan, di perjalanan hidup kita yang singkat ini. Melalui berbagai pergumulan dan persoalan yang berat, kita tergantung kepada Dia, kita berharap kepada Dia. Kita mempertaruhkan percaya kita ini.
Untuk itu bagaimana kita bisa membangun percaya yang benar kepada Allah? Tentu kita harus mengalami perjumpaan lewat doa yang dapat membangun percaya kita bahwa Dia Allah yang hidup. Nyanyian, pujian, penyembahan kita, tidak kita tunjukkan kepada objek yang kosong, bukan kita tujukan ke udara kosong melainkan kepada Pribadi yang hidup, Allah Yang Maha Kuasa, yang hadir, Allah Abraham, Ishak dan Yakub, yang menyatakan Diri sebagai Allah Israel yang bernama ‘Yahweh’ Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus. Ada alamat, ada tujuan yang jelas dalam kita memuji, menyembah Tuhan dan juga dalam berdoa di mana kita membawa berbagai pergumulan, persoalan dan kebutuhan hidup kita.
Perjumpaan dengan Allah dalam doa membangun percaya. Kalau orang tidak pernah berdoa, maka dia pasti tidak akan sanggup memercayai bahwa Allah itu ada, bahwa Allah itu hidup. Selain berdoa, kita juga harus membaca Alkitab. Apa yang ditulis Alkitab bukankah fantasi, dongeng atau cerita yang dikarang manusia melainkan sungguh-sungguh adalah realitas hidup, fakta empiris, kenyataan bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang hidup dan berkuasa. Ayo kita menikmati kehadiran Tuhan. Kita belajar untuk bergantung kepada Tuhan, berurusan, berinteraksi, dengan Allah dan membuktikan bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang nyata, Allah yang hidup.
Semua perjuangan kita untuk mengalami Allah, untuk bisa berhubungan, berinteraksi dengan Allah, pada akhirnya adalah agar kita layak masuk Kerajaan Surga. Hanya itu. Bukan sekadar untuk pemenuhan kebutuhan kita di dalam dunia, melainkan persahabatan, persekutuan yang terbangun sebagai persiapan memasuki langit baru, bumi baru. Ingat, firman Tuhan mengatakan, “Carilah Aku, selama Aku berkenan ditemui!”
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
PERCAYA YANG BENAR ADALAH PERCAYA YANG PASTI MEMUAT PERTARUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 03 Desember 2024
2024-12-03 12:58:37
1 Korintus 15-16

Truth Kids 02 Desember 2024 - HATI-HATI GUNAKAN MULUTMU
2024-12-02 18:12:08
Efesus 4:29
”Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.”
Rasti dan Citra sedang menunggu kedatangan Sheila. Mereka sudah janjian untuk belajar bersama di rumah Rasti. Sheila datang terlihat agak buru-buru. Walaupun begitu, tetap saja Sheila datang terlambat dari waktu yang sudah disepakati bersama. "Kamu ke mana saja, sih, Sheila? Kami menunggu kamu dari tadi," ucap Citra. Rasti pun menimpali, "Iya, lambat sekali kamu datangnya." Mendengar perkataan teman-temannya, Sheila menjadi sedih. Padahal, Sheila datang terlambat bukan karena sengaja, tetapi karena menunggu mama membuatkan kue favorit Rasti dan Citra untuk mereka makan bersama.
Sobat Kids, dari cerita tadi kita belajar bahwa menjadi anak-anak Allah, kita harus bisa belajar mengendalikan ucapan kita. Walaupun mungkin kita kecewa, sedih, atau kesal, jangan sampai apa yang kita ucapkan menyakiti hati orang lain, terutama sahabat kita. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa kita harus menjadi anak-anak Allah yang membawa berkat dan damai. Ayo, mulai dari sekarang kendalikan lidahmu.

Truth Junior 02 Desember 2024 - MENJADI PERKATAAN KITA
2024-12-02 18:10:40
Efesus 4:29
”Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.”
Sobat Junior, terkadang tanpa sadar, kita bisa mengatakan hal-hal yang menyakiti hati orang lain. Mungkin kita marah kepada teman dan berkata kasar kepadanya, atau kita kecewa dan mengeluh tanpa berpikir. Namun, Tuhan menginginkan kita untuk mengendalikan lidah agar apa yang keluar dari mulut kita adalah kata-kata yang membangun dan membawa damai. Ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini mengajarkan kita untuk berhati-hati dengan ucapan kita.
Bayangkan, jika semua orang saling mengatakan hal-hal yang baik dan penuh kasih. Dunia ini pasti akan menjadi lebih menyenangkan! Saat kita mengucapkan kata-kata yang baik, kita sedang menabur benih cinta dan damai di hati orang lain. Penguasaan diri bukan hanya tentang tidak marah, tetapi juga tentang menjaga mulut. Saat kita ingin mengatakan sesuatu yang tidak baik, kita bisa berhenti sejenak dan berpikir, apakah ini akan membuat orang lain senang atau sedih? Jika tidak membangun, lebih baik kita diam dan berdoa kepada Tuhan agar bisa berkata-kata yang baik.
Untuk itu, mari kita bersama-sama melatih diri untuk berkata hal-hal yang baik, sehingga kita bisa menjadi anak-anak yang membawa sukacita dan damai bagi semua orang di sekitar kita. Semangat untuk Sobat Junior yang berusaha melatih diri. Jangan mudah menyerah!

Truth Youth 02 Desember 2024 (English Version) - DAILY SERMON
2024-12-02 18:07:58
"And whatever you do, whether in word or deed, do it all in the name of the Lord Jesus, giving thanks to God the Father through Him." (Colossians 3:17)
What comes to mind when we think of worship? Usually, we see it as Sunday services, prayer meetings, small groups, and ministry. While these are not wrong, true worship transcends time and place. This is what Jesus described as worshiping in Spirit and Truth. True worship happens when we recognize that every action, attitude, and decision we make is an offering to God. Through our attitudes and actions, which serve as examples to those around us, we become gifts to God.
Additionally, we must not forget to give thanks. Gratitude is an essential part of our worship. In every situation, whether joyful or challenging, we are called to be thankful. Gratitude allows us to receive blessings with joy and to find meaning in the trials and problems we face. Our thankful hearts become a beautiful gift to God, as they reflect our appreciation for and recognition of His goodness in our lives.
True worship requires perseverance and commitment. How can we commit to worshiping properly? We need to remember that everything we do must be done wholeheartedly for the Lord. When we center our lives on Him, He provides strength and wisdom to face our days with hope. Let’s continue to commit to living in true worship, becoming witnesses of God in this world. Remember, every day is an opportunity to present a precious gift to God through our lives.
WHAT TO DO:
- Remain faithful in attending worship, small groups, and spiritual activities while practicing daily worship in your life.
- Do not forget to give thanks for God's guidance and provision.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Corinthians 10-13

Truth Youth 02 Desember 2024 - DAILY SERMON
2024-12-02 18:05:40
”Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.” (Kolose 3:17)
Apa yang kita pikirkan tentang ibadah? Biasanya kita menganggap ibadah hanya sekadar pertemuan ibadah di setiap minggu, pertemuan doa, komsel, dan pelayanan. Hal tersebut tidaklah salah, namun sebenarnya ibadah yang sejati tidak mengenal waktu dan tempat. Inilah yang dikatakan Tuhan Yesus sebagai menyembah dalam Roh dan Kebenaran. Ibadah yang sejati adalah ketika kita sadar bahwa setiap tindakan, sikap hati dan keputusan kita adalah persembahan bagi Tuhan. Dengan sikap dan perbuatan kita yang dapat menjadi contoh kepada orang-orang di sekitar kita, maka kita menjadi hadiah bagi Tuhan.
Selain itu, kita tidak boleh lupa untuk bersyukur. Bersyukur merupakan bagian penting dari ibadah kita. Dalam setiap situasi, baik yang suka maupun duka, kita diajak untuk selalu bersyukur. Dengan bersyukur, kita tidak hanya menerima berkat dengan sukacita, tetapi juga menemukan makna dalam setiap tantangan dan permasalahan yang kita hadapi. Sikap bersyukur kita juga menjadi hadiah yang indah bagi Tuhan, karena kita menunjukkan bahwa kita menghargai dan mengakui kebaikan-Nya dalam hidup kita.
Ibadah yang sejati tentu membutuhkan ketekunan dan komitmen. Bagaimana kita berkomitmen untuk beribadah secara benar? Kita harus ingat bahwa segala sesuatu yang kita lakukan haruslah dilakukan dengan sepenuh hati untuk Tuhan. Pandanglah Tuhan sebagai pusat kehidupan kita, maka kita akan diberi kekuatan dan hikmat untuk menghadapi hari-hari kita dengan penuh pengharapan. Mari kita terus berkomitmen untuk hidup dalam ibadah yang sejati, yakni menjadi saksi-Nya Tuhan dalam dunia ini. Ingat, bahwa setiap hari adalah kesempatan untuk memberikan hadiah yang berharga bagi Tuhan melalui hidup kita.
WHAT TO DO:
1.Tetaplah setia untuk mengikuti ibadah, komsel, dan kegiatan rohani kita, sembari kita melakukan ibadah kita setiap hari.
2.Jangan lupa untuk bersyukur atas penyertaan Tuhan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Korintus 10-13

Renungan Pagi - 02 Desember 2024
2024-12-02 18:03:42
Dalam kegembiraan sukacita yang dirasakan orang-orang percaya ketika mempersiapkan perayaan Natal, haruslah kita sadari benar bahwa
Yesus Kristuslah sukacita Natal itu. Pada malam yang gelap, ribuan tahun yang lalu ketika sukacita besar disampaikan oleh malaikat Tuhan pada para gembala waktu itu.
Dari kegemilangan yang mengelilingi para gembala, secercah sinar yang terang telah menembus kegelapan dunia. Peristiwa itu mengingatkan kita pada nubuat Nabi Yesaya, “Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar."
Apa pun yang kita alami hari ini, Yesus Kristus telah menembus dunia kita yang kelam dengan sukacita dan terang-Nya!"
(Yesaya 9:1)

Quote Of The Day - 02 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-02 18:13:19
Tuhan diatur oleh tatanan yang ada pada diri-Nya sendiri, dan Tuhan konsekuen.

Mutiara Suara Kebenaran - 02 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-02 17:59:05
Gol yang harus dicapai orang Kristen adalah sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus; dengan kata lain, berkenan kepada Allah.

INTIMACY IN FEELING - 02 Desember 2024
2024-12-02 17:57:50
Through a life of prayer, we seek the face of God, and thus we can find God in our feelings. Many of us-particularly theologians and speakers-are familiar with God in our minds but not intimate with God in our feelings. Being familiar with God in the mind can be achieved in a few months or years through studies at a theological seminary, attending seminars, or participating in Bible Schools. However, being intimate with God in our feelings must go through long years, where in every minute and second, we always think about Him. That is why God’s Word says, “Meditate on the Word of God day and night.” Truly, this is not an exaggeration. Meditating on God’s Word is the same as meditating on God and His presence.
In addition to having dedicated time to meet with God, we also have to reflect on God's presence from minute to minute, so that our lives are surrounded by God's presence. That is where our intimacy with God in our feelings grows. That is where a person has true faith, which will be tested when one faces trials or temptations to sin. Sinning is not not limited to murder, theft, or adultery but also includes temptation during moments of honor or when invited into conflict or attacked by others. How does one respond in such situations? If someone is intimate with God in his feelings, their feelings, they will not act wrongly. If they are only familiar with God in their mind, the fruit of their life will reveal it.
While we may not kill, commit adultery, or steal, our cunningness toward others, pride, or reactions when attacked and retaliating-all masked by etiquette-are not wrapped in God’s presence to consider His feelings. People may argue to justify their behavior, but God’s feelings cannot be equated with human ethics. Intimacy with God in feelings is tested when someone faces danger or threats: how calm they are in confronting those threats or dangers. How peaceful a person is who is intimate with God in their feelings, understanding what it means to depend on Him, and knowing what it means for God to be their shield and protection. Theoretically, a person can say, “God is my shield and protection,” which may reflect familiarity in the mind, but they are not necessarily intimate with Him in their feelings.
Let us not be deceived by our own thoughts; feeling that we are already intimate with God, when in fact we are only familiar with Him in our minds. One indication of this is that when faced with danger, we feel afraid of the threat and danger. A person who is intimate with God in their feelings will be tested when they face death. Those who are intimate with God in their feelings look forward to meeting Him. The longing for God cannot be built through the mind-although the mind is important-but must be cultivated through daily encounters in our feelings. How can someone long for God without encountering Him? It is impossible if one is not intimate with God in their feelings.
The question is, how can we build that intimacy? Daily encounters with God and living in holiness are absolute. We cannot meet God or have fellowship with Him without holiness. Therefore, we must diligently say, “If there is still sin in me, Lord, if there is still love for the world in me, Lord, please reveal it to me.” Then, deal with it. Let there be no sin, no attachment to the world-this is difficult but achievable. Make God our only joy and happiness. Do not hope for the world to bring happiness anymore because only God can truly be our source of joy. We must go to such extremes. Let us cultivate this intimacy with God in our feelings.
It is ironic that many people pray to a God they know only in their minds-the God of their theology-but not the God they encounter. Therefore, if someone says, “I feel God,” do not easily believe them, nor should we easily believe ourselves when we say, “I feel God.” However, subjectivity, where feelings are involved, must absolutely occur in our lives. A person who is intimate with God in their feelings will demonstrate it in a distinct way when they preach-it feels different when they mention the name of God. Their respect for God is different. So, do not mention God's name carelessly. People who touch God and experience God in their feelings are different when they pray and mention God's name.
A PERSON WHO IS INTIMATE WITH GOD IN THEIR FEELINGS WILL BE TESTED WHEN THEY FACE DEATH.

AKRAB DALAM PERASAAN - 02 Desember 2024
2024-12-02 17:55:28
Melalui kehidupan doa, kita mencari wajah Tuhan, maka kita bisa menemukan Tuhan di dalam perasaan kita. Banyak di antara kita—khususnya para teolog dan pembicara—yang akrab dengan Tuhan di pikiran, tetapi tidak akrab dengan Tuhan dalam perasaan. Akrab dengan Tuhan di dalam pikiran itu bisa dicapai dalam beberapa bulan, atau dalam beberapa tahun, melalui studi di Sekolah Tinggi Teologi, ikut seminar atau ikut Sekolah Alkitab. Tetapi akrab dengan Tuhan dalam perasaan harus melalui tahun-tahun panjang, di mana di setiap menit dan detiknya, kita selalu memikirkan Dia. Maka Firman Tuhan berkata, “Renungkanlah firman Tuhan siang dan malam,” sejatinya itu tidak berlebihan. Merenungkan firman Tuhan, sama dengan merenungkan Tuhan, kehadiran-Nya.
Selain kita harus punya waktu khusus berjumpa dengan Tuhan, kita juga harus merenungkan kehadiran Tuhan dari menit ke menit, sehingga hidup kita dilingkupi oleh kehadiran Allah. Di situ keakraban dengan Tuhan dalam perasaan kita bertumbuh. Sesungguhnya di situlah seseorang memiliki iman yang benar, yang akan teruji ketika ia menghadapi pencobaan, godaan berbuat dosa. Berbuat dosa bukan hanya membunuh, mencuri, berzina, melainkan godaan ketika seseorang memiliki kesempatan terhormat, atau ketika seseorang diajak bertikai atau diserang orang; bagaimana responsnya terhadap keadaan itu? Kalau seseorang akrab dengan Tuhan di dalam perasaan-Nya, maka dia tidak akan mengambil tindakan yang salah. Kalau hanya akrab di dalam pikiran, buah hidupnya akan nampak.
Memang kita tidak membunuh, tidak berzina, tidak mencuri, tetapi kelicikan kita terhadap orang lain, kesombongan, reaksi waktu diserang dan membalas menyerang orang yang semua dibungkus dengan etika, bukan dibungkus dengan kehadiran Tuhan untuk memperhatikan perasaan-Nya. Orang boleh berargumentasi apa pun membela kelakuannya, tetapi perasaan Tuhan tidak bisa dibandingkan dengan etika manusia. Keakraban dengan Tuhan dalam perasaan akan teruji ketika seseorang di dalam bahaya, ancaman, yaitu seberapa tenang ia menghadapi ancaman atau bahaya itu. Seberapa teduh seseorang yang akrab dengan Tuhan dalam perasaan, mengerti apa artinya bergantung kepada Tuhan, mengerti apa artinya Tuhan itu perisainya, perlindungannya.
Secara teori orang bisa berkata, “Tuhan adalah perisai dan perlindungan,” yang mana terlihat akrab di dalam pikiran, tetapi sesungguhnya dia belum tentu akrab dalam perasaan.
Jangan sampai kita tertipu oleh pikiran kita sendiri; merasa sudah akrab dengan Tuhan, padahal hanya akrab di dalam pikiran. Salah satu cirinya adalah, ketika ada di dalam bahaya, kita akan merasa takut terhadap ancaman dan bahaya itu. Orang yang akrab dengan Tuhan di dalam perasaan akan teruji waktu dia menghadapi kematian. Orang yang akrab dengan Tuhan dalam perasaan, menantikan perjumpaan dengan Tuhan. Kerinduan akan Tuhan tidak bisa dibangun dari pikiran—walaupun pikiran itu penting—namun harus dibangun dari perjumpaan dalam perasaan setiap hari.
Bagaimana orang bisa merindukan Tuhan tanpa perjumpaan? Tidak bisa kalau tidak akrab dengan Tuhan dalam perasaan.
Masalahnya, bagaimana kita bisa membangun itu? Perjumpaan dengan Tuhan setiap hari, hidup dalam kesucian, itu mutlak. Sebab kita tidak bisa menjumpai Tuhan, bergaul dengan Tuhan, tanpa kesucian. Maka kita harus rajin-rajin berkata, “Jika masih ada dosa dalam diriku, Tuhan. Jika masih ada percintaan dunia dalam diriku, Tuhan, beri tahu aku.” Lalu bereskan. Jangan ada dosa, jangan ada percintaan dan ini yang sulit, tetapi bisa kita lakukan. Jadikan Tuhan sebagai kesukaan dan kebahagiaan kita satu-satunya. Jangan harap lagi dunia membahagiakan, sebab hanya Tuhan yang bisa menjadi kebahagiaan kita. Harus seekstrem itu. Mari kita kembangkan ini, akrab dengan Tuhan dalam perasaan.
Ironis, banyak orang berdoa kepada Tuhan yang ada di dalam pikirannya, Tuhan dalam teologinya, tetapi bukan Tuhan yang dia jumpai. Maka kalau orang berkata, “Saya merasakan Tuhan,” jangan mudah percaya atau kalau kita pun berkata, “Aku merasakan Tuhan” terhadap diri sendiri pun juga jangan mudah mempercayai. Tetapi bagaimanapun, subjektivitas di mana perasaan terlibat itu mutlak harus terjadi dalam hidup kita. Orang yang akrab dengan Tuhan dalam perasaan, waktu berkhotbah itu beda, menyebut nama Tuhan itu beda. Hormatnya terhadap Tuhan itu beda. Jadi jangan menyebut nama Allah dengan sembarangan. Orang yang menyentuh Tuhan, mengalami Tuhan dalam perasaan, berbeda pada waktu dia berdoa dan menyebut nama Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
ORANG YANG AKRAB DENGAN TUHAN DI DALAM PERASAAN AKAN TERUJI WAKTU DIA MENGHADAPI KEMATIAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 02 Desember 2024
2024-12-03 12:57:40
1 Korintus 12-14

Truth Kids 01 Desember 2024 - TAHAN DIRIMU SAAT MARAH
2024-12-02 17:51:07
Amsal 16:32
”Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.”
Reno sangat menantikan datangnya hari Sabtu karena mama dan papa berjanji akan mengajaknya pergi berenang. Namun, ketika hari Sabtu tiba, hujan turun sangat deras bahkan disertai petir yang saling menyambar. Terpaksa mama dan papa membatalkan rencana untuk pergi berenang bersama Reno. Saat itu, Reno sangat kesal dan marah. Kata-kata Reno sangat ketus. Dia juga melempar mainan-mainannya dalam kamar.
Papa yang mendengar suara berisik dari kamar Reno, membuka pintu dan melihat semua barang berantakan. Papa pun menegur Reno.
Sobat Kids, ketika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginan, kita merasa kesal, sedih, dan kecewa. Namun, jika kita meresponsnya secara salah seperti yang dilakukan oleh Reno, itu hanya akan membuat keadaan lebih buruk. Lihat Reno, rencananya sudah batal, tapi ia juga kena teguran oleh papa. Belum lagi beberapa mainannya rusak karena dilempar. Tidak ada kebaikan yang bisa diperoleh oleh Reno.
Untuk itu, Sobat Kids, kita harus belajar sabar dan mengendalikan diri kita. Walaupun rencana kita gagal, kita masih bisa tenang dan memiliki sukacita di dalam hati. Ingatlah, jika rencana kita gagal, mungkin Tuhan sedang melindungi kita dari marabahaya. Jadi, kita harus selalu bersyukur.

Truth Junior 01 Desember 2024 - LEBIH BAIK TIDAK MUDAH MARAH
2024-12-02 12:42:17
Amsal 16:32
”Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.”
Halo, Sobat Junior! Ada ayat Alkitab yang mengajarkan betapa pentingnya memiliki kesabaran dan tidak cepat marah, loh. Ayatnya terdapat dalam Amsal 16:32, ayat yang kita baca hari ini. Mari kita bahas ayat tersebut bersama.
Terkadang kita jadi marah ketika sesuatu tidak berjalan seperti yang kita inginkan. Misalnya, ketika mainan kita rusak, ketika ada teman yang berbuat salah, atau saat kita tidak diperbolehkan melakukan sesuatu. Rasanya ingin sekali marah, bukan? Namun, marah hanya membuat hati kita semakin tidak tenang dan memperburuk keadaan.
Bayangkan jika seorang pahlawan yang hebat menang melawan musuh tetapi ia tidak bisa mengendalikan dirinya dan selalu marah, apakah dia benar-benar pahlawan? Tidak! Karena seorang pahlawan sejati adalah orang yang bisa sabar dan tidak mudah marah meskipun situasi sulit. Nah, begitu juga dengan kita. Tuhan menginginkan kita untuk belajar mengendalikan emosi kita. Saat kita merasa marah, kita bisa berhenti sejenak, tarik napas dalam-dalam, dan berdoa kepada Tuhan agar bisa diberi kesabaran. Dengan begitu, kita bisa membuat keputusan yang lebih baik dan menunjukkan kasih kepada orang lain, Sobat Junior.
Maka dari itu, mari kita belajar menjadi pahlawan dengan sabar dan menguasai diri. Tuhan senang terhadap hati yang tenang, penuh kasih, dan sabar. Ketika kita sabar, kita bisa membawa damai bagi diri sendiri dan orang di sekitar kita.

Truth Youth 01 Desember 2024 (English Version) - SPREAD THE LOVE
2024-12-02 12:40:05
"Do not forget to do good and to share with others, for with such sacrifices God is pleased." (Hebrews 13:16)
Hi, friends! In today's era, our lives are often filled with busyness—whether it's school, work, or simply scrolling through social media. But have we ever paused and asked ourselves, “How can I be a blessing to others?” Oftentimes, we forget that the kindness and love we extend to those around us are not just ordinary actions; they are beautiful offerings in God’s eyes.
Sometimes, we think offerings to God are only in the form of material gifts or time spent in church. However, simple acts such as helping a friend in need, showing small gestures of care, or even offering a smile to someone feeling down are also offerings. These actions are tangible expressions of love, and God values them deeply.
As written in Matthew 25:40, *"The King will reply, ‘Truly I tell you, whatever you did for one of the least of these brothers and sisters of mine, you did for me.’"* This verse reminds us that every act of kindness we do for others is, in essence, an act of service to God.
So, no matter how small your acts of kindness are—whether it’s listening to a friend’s concerns or helping someone in distress—they hold great meaning in God’s eyes. Let’s make love and empathy an integral part of our daily lives. By doing so, we can become channels of blessings, spreading joy to others and glorifying God.
WHAT TO DO:
1. Start Small: You don’t need to wait for big opportunities to do good. For example, help a friend study, pay attention to your parents, or share your lunch with a classmate.
2. Empathy Matters: Sometimes, what others need is not a solution but simply someone willing to listen and care.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Corinthians 5-9

Truth Youth 01 Desember 2024 - SPREAD THE LOVE
2024-12-02 12:38:17
”Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.” (Ibrani 13:16)
Hai, teman-teman! Di era sekarang, hidup kita sering _banget_ dipenuhi dengan kesibukan—entah itu sekolah, pekerjaan, atau sekadar scrolling di media sosial. Tapi, pernah nggak sih, kita berhenti sejenak dan bertanya, “Gimana caranya aku bisa jadi berkat buat orang lain?” Sering kali, kita lupa bahwa kebaikan dan kasih sayang yang kita berikan kepada orang sekitar bukan cuma tindakan biasa, tapi juga persembahan yang indah di mata Tuhan.
Kadang, kita berpikir persembahan buat Tuhan itu cuma dalam bentuk materi atau waktu di gereja. Padahal, tindakan sederhana seperti membantu teman yang lagi butuh, memberi perhatian kecil, atau bahkan sekadar tersenyum kepada orang yang lagi sedih juga termasuk persembahan. Tindakan ini adalah bentuk kasih yang nyata dan Tuhan menghargainya.
Seperti yang tertulis dalam Matius 25:40, “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap kebaikan yang kita lakukan kepada orang lain, sebenarnya juga kita lakukan untuk Tuhan.
Jadi, sekecil apa pun aksi kebaikanmu— misalnya, mendengarkan curhat teman atau menolong orang yang kesulitan—itu sangat berarti di mata Tuhan. Yuk, jadikan kasih dan empati sebagai bagian dari hidup kita sehari-hari. Dengan begitu, kita bisa menjadi saluran berkat dan membawa sukacita bagi sesama dan juga Tuhan.
WHAT TO DO:
1.Mulai Dari Hal Kecil: Kamu enggak perlu menunggu kesempatan besar untuk berbuat baik. Misalnya, bantu temanmu belajar, beri perhatian ke orang tua, atau berbagi makanan dengan teman di sekolah.
2.Empati Itu Penting: Kadang, yang orang lain butuhkan bukan solusi, tapi hanya seseorang yang mau mendengarkan dan peduli.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Korintus 5-9

Renungan Pagi - 01 Desember 2024
2024-12-01 11:05:23
Memasuki hari pertama dibulan Desember adalah masa-masa menjelang kita merayakan kelahiran Kristus. Marilah sejenak renungkan sosok seorang Ibu yang mengandung bayi Yesus, yaitu Maria. Apakah yang paling istimewa darinya dan yang membuat dirinya layak dikagumi? satu yang pasti, yaitu penyerahan dirinya. Itu ditandai dengan kesediaannya menjawab "ya" pada panggilan Tuhan dan mengaminkan kehendak Allah bagi dirinya.
Dalam segala kesederhanaan dan kerendahan hati, Maria mengaminkan perkataan malaikat Gabriel. Ia mengaminkan perannya yang unik penuh misteri itu. Meskipun resiko cibiran dan kesalah pahaman lingkungan harus dipikulnya, dalam keberserahan Maria berkata "ya" kepada Tuhan. Itulah kekuatan terbesar di balik pribadi Maria, sosok yang mengubah sejarah. "Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu". Lalu malaikat itu meninggalkan dia."
Keluarga membutuhkan orang-orang yang dengan sungguh hati berkata "ya" terhadap komitmen dan perannya. Gereja memerlukan para murid Kristus yang dengan mantap berkata "ya" pada panggilan dan tugasnya. Begitu pun berlaku di mana-mana, entah dalam lingkup sempit maupun luas. Dunia ini membutuhkan sosok-sosok pengubah sejarah yang berani menjawab "ya" pada kehidupan karunia Tuhan ini-seperti Maria.
(Lukas 1:38)

Quote Of The Day - 01 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-01 11:02:31
Kalau hidup ini tidak bisa dipetakan oleh manusia—yang diberi Tuhan pikiran dan perasaan, yang karenanya manusia dapat mengambil keputusan dan bertindak sesuai dengan pilihannya—betapa buruk dan mengerikannya kehidupan ini.

Mutiara Suara Kebenaran - 01 Desember 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-12-01 11:01:25
Ingat, bahwa keselamatan kita itu bukan hanya masuk surga, melainkan menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah.

THEOLOGY THROUGH LIFE EXPERIENCES - 01 Desember 2024. (English Version)
2024-12-01 10:54:54
Those of us who have children, of course we know who are the children who are loyal and love their parents. As superiors or leaders, we also know who are the subordinates who are loyal and love their parents. Likewise, God knows and feels who are His children who truly respect Him. God knows because God can feel who are His children who love Him sincerely, respect Him sincerely, who are truly loyal to Him. So, because God has feelings, why don't we try to touch God's feelings with our attitudes, with our positive steps? Why don't we measure whether our actions are felt by God as faithfulness, loyalty and sincere love for Him?
There is no life outside of God, there is no happiness outside of God; only in God is there happiness, only in God is there life. And He is not an object that has no feelings, He is a Person who has feelings. Why don't we try to have concrete steps, which we deliberately do to please God's heart? So that God knows that we are loyal to Him, we love Him and God enjoys our loyalty, enjoys our love for Him. Don't be a child with a rotten heart, who has no loyalty, who only wants to exploit, who only wants to take advantage of, who only wants to use and enslave God.
Let us be loyal children of God, who are loyal sincerely, serve in sincerity and purity of heart, serve and give life for God, not because we are blessed, but because we have been blessed, have become children of God and we are in God's perfect providence, God's perfect care. In Him there is a trustworthy and perfect guarantee. Therefore we cannot doubt God's love and care, we must not doubt in the slightest degree God's loyalty to us. We are the ones who have to doubt our own loyalty to God.
Do not doubt God's faithfulness to us, but instead, we should doubt and suspect ourselves; perhaps we are not sincere or have not yet been fully sincere toward God? Perhaps in our service activities we still have our own agenda. We have a company within a company, we have a kingdom within a kingdom. We have our own kingdom within the Kingdom of Heaven. And often unknowingly, we sacrifice the Kingdom of God, this is foolishness. But let us sincerely serve God without demanding anything, because we have received many things and we will be perfectly preserved. What we do is how we can please Him in all things, can delight God's heart in every matter.
For that, let us learn to treat God as a living Person, as a feeling Person, until we have the dynamics of life. We automatically have the rhythm of treating God as a living and feeling Person. Thus we will be gripped by a heart that fears Him, a heart that respects Him, a heart that does not want to hurt Him. It turns out that we need to practice it. So it is understandable that the theological knowledge that we study does not build a sense of fear of God proportionally. And if we also observe the lives of people who study theology, who are good at talking, who are good at speaking, also do not have the sense of fear as we should have a heart that fears God.
We agree that we must do theology and do it correctly. But more than theology, we must have experiences with God, practicing theology through life experiences. The mind is filled with knowledge, but the heart is filled with experience. That is through fellowship with God in prayer, meditation, contemplating God throughout life, experiencing the living God, building a sense of fear of God, a proper attitude of respect for God. Let's compete, how do we become people who are felt by God that we are loyal to Him, we are faithful to Him, we love Him and God enjoys our loyalty, enjoys our love and respect for Him.
It is a great joy to be like a fragrant flower or a beautiful symphony that pleases God. Remember, we only live once. And this one life is for eternity. Therefore, in this single lifetime meant for eternity, we are serious about becoming people who can truly be enjoyed by God. Pray for this-to become children whom God can be enjoyed by God.
MORE THAN THEOLOGY, WE MUST HAVE EXPERIENCES WITH GOD; PRACTICING THEOLOGY THROUGH LIFE EXPERIENCES. THE MIND IS FILLED WITH KNOWLEDGE, BUT THE HEART IS FILLED WITH EXPERIENCE.

BERTEOLOGI LEWAT PENGALAMAN HIDUP - 01 Desember 2024
2024-12-01 10:51:22
Kita yang memiliki anak, tentu kita tahu siapa anak yang setia dan mengasihi orang tua. Sebagai atasan atau pimpinan kita juga tahu siapa anak buah yang loyal dengan tulus, setia kepada kita sebagai pimpinan, dan yang menghormati kita sebagai pemimpin. Demikian pula Tuhan, Ia tahu dan merasa siapa anak-anak-Nya yang sungguh-sungguh menghormati Dia. Allah tahu karena Allah dapat merasakan siapa anak-anak-Nya yang mengasihi Dia dengan tulus, menghormati diri-Nya dengan tulus, yang sungguh-sungguh loyal kepada-Nya. Maka, karena Allah memiliki perasaan, mengapa kita tidak berusaha menyentuh perasaan Allah dengan sikap, dengan langkah-langkah kita yang positif? Mengapa kita tidak mengukur, apakah tindakan kita dirasakan Allah sebagai kesetiaan, loyalitas dan kecintaan yang tulus kepada-Nya?
Tidak ada kehidupan di luar Tuhan, tidak ada kebahagiaan di luar Tuhan; hanya di dalam Tuhan ada kebahagiaan, hanya di dalam Tuhan ada kehidupan. Dan Dia bukan suatu benda yang tidak berperasaan, Dia adalah Pribadi yang berperasaan. Mengapa kita tidak berusaha untuk memiliki langkah-langkah yang konkret, yang sengaja kita lakukan untuk bisa menyukakan hati Allah? Sehingga Allah tahu bahwa kita ini loyal terhadap-Nya, kita ini mengasihi Dia dan Allah menikmati loyalitas, menikmati cinta kita kepada-Nya. Jangan menjadi anak yang berhati busuk, yang tidak memiliki loyalitas, yang hanya mau mengeksploitasi, yang hanya mau memanfaatkan, yang hanya mau memperalat dan memperbudak Allah.
Mari kita menjadi anak-anak Allah yang loyal, yang setia dengan tulus, mengabdi dalam ketulusan dan kemurnian hati, melayani dan memberi hidup bagi Tuhan, bukan karena supaya kita diberkati, melainkan karena kita sudah diberkati, sudah menjadi anak-anak Allah dan kita ada di dalam pemeliharaan Allah yang sempurna, penjagaan Allah yang sempurna. Di dalam Dia ada jaminan yang dapat dipercaya dan sempurna. Karenanya kita tidak meragukan kasih, pemeliharaan Allah, tidak boleh meragukan setitik pun kesetiaan Allah kepada kita. Kita yang harus meragukan kesetiaan kita sendiri terhadap Allah.
Jangan meragukan kesetiaan Allah kepada diri kita, tapi sebaliknya, kita yang harus meragukan dan mencurigai diri kita sendiri; jangan-jangan kita tidak tulus atau belum tulus kepada Tuhan. Jangan-jangan dalam kegiatan pelayanan kita masih memiliki agenda sendiri. Kita punya perusahaan di dalam perusahaan, kita punya kerajaan di dalam kerajaan. Kita punya kerajaan sendiri di dalam Kerajaan Surga. Dan sering tanpa sadar, kita mengorbankan Kerajaan Allah, ini adalah suatu kebodohan. Tetapi mari kita tulus mengabdi kepada Tuhan tanpa menuntut apa pun, karena kita telah menerima banyak hal dan kita akan terpelihara dengan sempurna. Yang kita lakukan adalah bagaimana kita bisa menyenangkan Dia dalam segala hal, bisa menyenangkan Tuhan dalam segala perkara.
Untuk itu, mari kita belajar memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup, sebagai Pribadi yang berperasaan, sampai kita punya dinamika hidup. Dengan sendirinya kita memiliki irama memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup dan berperasaan. Dengan demikian kita akan tercengkerami oleh hati yang takut akan Dia, hati yang menghormati Dia, hati yang tidak ingin melukai Dia. Ternyata itu perlu kita latih. Jadi bisa dimengerti bahwa ilmu teologi yang kita pelajari tidak membangun perasaan takut akan Allah secara proporsional. Dan kalau kita juga mengamati kehidupan orang-orang yang belajar teologi, yang pintar bicara, yang cakap bicara, juga tidak memiliki perasaan takut sebagaimana seharusnya memiliki hati yang takut akan Allah.
Kita setuju bahwa kita harus berteologi dan berteologi dengan benar. Tetapi lebih dari berteologi, kita harus punya pengalaman dengan Allah; berteologi lewat pengalaman hidup. Pikiran diisi dengan pengetahuan, tetapi perasaan diisi dengan pengalaman. Yaitu lewat persekutuan dengan Tuhan dalam doa, meditasi, merenungkan Tuhan di sepanjang waktu hidup, menghayati Allah yang hidup, membangun perasaan takut akan Allah, sikap hormat yang sepatutnya kepada Allah. Ayo kita berlomba, bagaimana kita menjadi orang yang dirasakan Tuhan bahwa kita loyal kepada-Nya, kita setia kepada-Nya, kita mencintai Dia dan Allah menikmati loyalitas, menikmati cinta dan hormat kita kepada-Nya.
Adalah kebahagiaan kalau kita menjadi seperti bunga yang harum, seperti simfoni yang indah yang didengar oleh Tuhan. Ingat, kita hidup hanya satu kali. Dan satu kali ini untuk kekekalan. Jadi selama kita hidup yang sekali untuk kekekalan ini, kita bersungguh-sungguh menjadi orang yang benar-benar dapat dinikmati oleh Allah. Berdoalah untuk itu agar kita menjadi anak yang dapat dinikmati Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
LEBIH DARI BERTEOLOGI, KITA HARUS PUNYA PENGALAMAN DENGAN ALLAH; BERTEOLOGI LEWAT PENGALAMAN HIDUP. PIKIRAN DIISI DENGAN PENGETAHUAN, TETAPI PERASAAN DIISI DENGAN PENGALAMAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 01 Desember 2024
2024-12-01 10:44:25
1 Korintus 9-11

Truth Kids 30 November 2024 - BUANG YANG KOTOR
2024-11-30 18:35:18
Yakobus 1:2
”Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu”
Sobat Kids, sudah sebulan ini kita belajar tentang buah Roh kelemahlembutan. Kita sudah belajar lemah lembut bukan hanya untuk perempuan, melainkan untuk laki-laki juga. Lemah lembut bukan berarti menjadi anak yang lemah; jika ada yang mem-bully, diam saja. Namun, bukan juga berarti langsung membalas jika ada yang menyenggol kamu karena bisa saja tidak sengaja. Jika ada bahaya atau ada orang yang hendak menyakiti, kalian harus menghindar. Jika ada yang mem-bully kalian, tentu saja kalian harus cerita ke orang tua kalian.
Kita harus sadar bahwa kita manusia yang sering berbuat dosa. Oleh sebab itu, kita perlu Tuhan. Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk membuang segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang ada dalam hati kita. Setelah itu, kita harus menerima firman dengan lemah lembut. Kuasa firman Tuhan akan memberikan kita kekuatan untuk berubah menjadi lebih baik. Sobat Kids, yuk, kita menjadi teladan dalam kelemahlembutan seperti Tuhan Yesus, agar orang lain bisa melihat kasih Tuhan melalui hidup kita. Semangat!

Truth Junior 30 November 2024 - TELADAN KELEMAHLEMBUTAN
2024-11-30 18:33:16
Titus 3:2
”Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang.”
Sudah sebulan ini kita belajar tentang buah Roh kelemahlembutan. Ingat, ya, Sobat Junior, kelemahlembutan bukan berarti menjadi orang yang lemah ataupun laki-laki bersikap lembut seperti perempuan. Masing-masing pribadi, baik laki-laki dan perempuan, bisa mempraktikkan buah Roh kelemahlembutan sesuai dengan ciri khas pribadi masing-masing. Laki-laki tetap bersikap sebagai laki-laki sewajarnya.
Teladan yang patut kita tiru adalah Tuhan Yesus. Dalam ketegasan-Nya saat mengajar orang banyak, Tuhan Yesus tetap dapat bersikap lemah lembut kepada semua orang. Bahkan saat murid-murid-Nya mengusir anak-anak kecil yang mau datang ke Tuhan Yesus, Ia membiarkan anak-anak tersebut datang kepada-Nya. Tuhan Yesus tidak merasa terganggu dengan keberadaan anak-anak kecil.
Sobat Junior, jadilah teladan dalam kelemahlembutan seperti Tuhan Yesus, agar orang lain bisa melihat kasih Tuhan melalui hidup kita. Kalian pasti bisa. Sedikit demi sedikit kita mau ubah sifat kita yang keras, mau menang sendiri, menjadi lemah lembut. Orang yang bisa memberikan kasih kepada orang lain.

Truth Youth 30 November 2024 (English Version) - ACT WISELY
2024-11-30 18:37:39
"So in everything, do to others what you would have them do to you, for this sums up the Law and the Prophets." (Matthew 7:12)
The law of sowing and reaping is widely accepted by many. What you sow is what you will reap. If you sow good, you will reap good; conversely, if you sow evil, you will reap evil. The Bible also teaches us to do what is good. We want to be treated well by others; therefore, we should treat others well. It’s not easy to treat others as we would treat ourselves, especially those who have wronged us. However, the Word of God teaches us to maintain a good attitude.
This example was shown by the Lord Jesus during His time on earth. Many people during that era hurt and mocked Him, yet He still showed His love to them. This is one of the teachings that Jesus imparted to His followers.
Perhaps we have been in situations where we have done our best for others, but they repay us with unkindness. Should we stop showing love to them? Of course not! Even if we have done good and are met with unkind treatment, we must maintain that good attitude. Essentially, treating others well is not just for their benefit but also for God. Just as God has a heart that loves others, we must possess that same heart. However, to treat others rightly, we need to be sensitive to the voice of the Holy Spirit, as the right approach can vary for each individual.
For example, if a friend needs money for their mother’s medical treatment, we can provide financial assistance. In another situation, if a friend is in debt due to online loans and is being hounded by collectors, we need to be more cautious. We must discern whether lending money would truly help them or entrap them further. Here, sensitivity to the voice of the Holy Spirit is essential for us to have the right attitude in accordance with God’s will when dealing with others.
WHAT TO DO:
1. Spend time with God to gain sensitivity on how to treat the people we encounter.
2. Be cautious in making decisions and in our choice of words.
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Corinthians 1-4

Truth Youth 30 November 2024 - ACT WISELY (BERTINDAK BIJAKSANA)
2024-11-30 18:27:32
”Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Matius 7:12)
Hukum tabur tuai secara umum dipercayai oleh banyak orang. Apa yang kamu tabur, maka itu yang akan kamu tuai. Kalau kamu menabur kebaikan maka kamu akan memperoleh kebaikan. Begitupun sebaliknya jikalau kamu menabur kejahatan maka kamu akan menuai kejahatan. Alkitab juga mengajarkan kita untuk melakukan apa yang baik. Kita ingin diperlakukan baik oleh orang lain, oleh sebab itu kita juga harus memperlakukan orang lain dengan baik. Tidak mudah memperlakukan orang lain seperti kita memperlakukan diri sendiri, apalagi kepada orang yang jahat kepada kita. Namun Firman Tuhan mengajarkan kita untuk tetap memiliki sikap yang baik.
Teladan ini sudah ditunjukkan oleh Tuhan Yesus selama hidup di bumi. Banyak orang pada zaman itu yang menyakiti, mengolok-olok Yesus, tapi tetap Dia menunjukkan kasih-Nya kepada mereka ini adalah salah satu ajaran yang Yesus ajarkan bagi kita pengikut-Nya.
Mungkin kita pernah ada di keadaan sudah melakukan yang terbaik bagi orang lain, namun orang itu justru membalas dengan perlakuan yang tidak baik. Apakah kita berhenti berbuat kasih kepadanya? Tentu saja tidak, sekalipun kita sudah berbuat baik, namun dibalas dengan perlakuan tidak baik, kita harus tetap mempertahankan sikap tersebut. Karena pada dasarnya memperlakukan orang lain dengan baik itu bukan semata-mata hanya untuk orang tersebut melainkan untuk Tuhan. Sebagaimana Tuhan memiliki hati yang mengasihi orang lain, maka kita pun harus memiliki hati itu. Namun, untuk memberi perlakuan yang benar kepada orang lain kita harus memiliki kepekaan akan suara Roh Kudus, karena bersikap benar kepada masing-masing orang itu memiliki cara yang berbeda-beda. Misalnya, ada teman kita yang butuh uang untuk biaya berobat ibunya, maka kita bisa memberikan bantuan berupa uang. Di situasi lain, ada teman yang butuh uang karena terkena pinjaman online, sudah ditagih-tagih oleh penagih, di situasi ini kita harus lebih berhati-hati, apakah memang dengan meminjamkan uang itu dia bisa berubah atau justru akan semakin terjerat. Di sini butuh kepekaan akan suara Roh Kudus agar kita memiliki sikap yang benar sesuai dengan kehendak Tuhan dalam memperlakukan orang lain.
WHAT TO DO:
1. Memiliki waktu untuk Tuhan agar diberi kepekaan bagaimana bersikap benar kepada orang yang kita jumpai
2. Berhati-hati dalam mengambil keputusan dan dalam menyampaikan kata-kata
BIBLE MARATHON:
▪︎ 1 Korintus 1-4

Renungan Pagi - 30 November 2024
2024-11-30 18:25:26
Jadi diri sendiri itu lebih menyenangkan daripada harus mengikuti gaya hidup orang lain. Ketika kamu menjadi diri sendiri, kamu sudah menang tanpa harus mengikuti permainan yang diciptakan orang lain.
Jadi, jangan takut menjadi diri sendiri, karena yang menentukan jalan hidup kita adalah TUHAN, Sang Pencipta, bukan perkataan orang lain. Sampai satu saat nanti kita akan "pulang" sendiri dan menghadap Tahta Pengadilan Allah, kita bertanggungjawab atas diri sendiri.
"Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah."
(Roma 14:12).

Quote Of The Day - 30 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-30 18:23:25
Salah satu strategi Iblis adalah membuat asumsi bahwa musuh lemah, sehingga kita tidak berjaga-jaga.

Mutiara Suara Kebenaran - 30 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-30 18:18:58
Penghayatan bahwa kita anak Allah harus kita tangkap dengan satu dimensi hidup yang telah kita mesti miliki. Dimensi hidup di mana kita sudah tidak lagi memiliki kesenangan apa pun.

INSTRUMENTS IN THE HANDS OF GOD - 30 November 2024 (English Version)
2024-11-30 18:17:44
God does not desire, nor does He plan, for any of us to fail. God has a purpose for each individual, for each of us. If only we could see, witness, and understand the plans God has for each of us, we would surely be amazed. We would be in awe of how beautiful and perfect those plans are, beyond anything we could imagine, calculate, or consider. For the Word of God says that He is able to do far more than we ask or think. Therefore, let none of us feel pessimistic about the future. Let no one think that they will never become successful, accomplished, or excellent. Never think of yourself as waste to be discarded.
God’s plan for each of us is that we may become instruments in His hands. Surely, this plan is not merely for us to succeed for our own sake but to succeed for the glory of God. This means that we will surely be useful for God’s work. For we are designed to be a blessing. Abraham was called to be a blessing, Joseph was chosen to be a blessing, David was called from his pasture to be a blessing. The same is true for Moses and other heroes of faith. One certainty is that God desires us to be excellent in His sight and to become instruments in God's hands. However, the issue lies with each of us. Are we worthy to become instruments for God? That depends on us.
Life is not about speculation or chance, for God has established an order. If we understand that order and truly adhere to it, we will surely become instruments in God’s hands, according to what He has planned. For God uses each of us based on the quality we possess-whether the quality of earth, wood, silver, or gold. So, how can we become individuals of quality? How can we become instruments in God’s hands? It depends on us. Why not have the ambition now to pursue the highest quality of life, so that we can be effective instruments in God’s hands? As the Word of God says, if we are gold, we will be used for noble purposes and for noble works.
If we truly have this holy ambition, we will surely seek the face of God. For if we want to be instruments in God’s hands, we will surely seek His face and strive to encounter God. We will endeavor to please His heart in our daily lives. This is not speculation or a matter of chance-it is a certainty. We ought to have the assurance of walking with God every day, knowing that He hears our prayers. If we daily walk with God, sincerely striving to do His will and to please His heart, we can be confident that God will surely be with us. We can trust that He will anoint us, for this is what God desires. However, if we do not please God daily, if we do not live a life that is pleasing in His sight, then God cannot anoint us.
Even though this is for His purposes, God cannot deny His own laws or order. He calls us to be holy as He is holy. If our personal quality is low, it is impossible for God to use us for noble purposes. If we are children of Yahweh, who owns the heavens and the earth and everything in them, then we lack nothing. He is enough; He is more than everything. There is nothing to fear-nothing at all. But, that also makes us to reverence and respect God. Do not commit any sin, no matter how small, no matter how subtle. The inheritance we receive is the Eternal Kingdom with Lord Jesus-truly extraordinary. The beauty of the world fades in our eyes. Therefore, we must do the work of Him who sent us while it is still day. For the night is coming, when no one can work.
So, as long as there is an opportunity to save souls and open the eyes of others, let us work while it is still day as children of God the Father in heaven. The awareness that we are children of God must be captured with one dimension of life that we must have. A dimension of life where we no longer have any pleasure. A life dimension where we strive, and are striving, to live as holy as possible so that the rest of our lives are only to be instruments in God’s hands. How are we useful for God's work? Do not worry about what we need or lack. If we truly are God’s children, doing His will, and and really want to finish His work, then He will not put us to shame. If we provide ourselves to be effective instruments for God-like utensils made of gold-we will surely be prepared for great works.
GOD'S PLAN FOR EACH OF US IS THAT WE MAY BECOME INSTRUMENTS IN HIS HANDS.

ALAT DALAM TANGAN TUHAN - 30 November 2024
2024-11-30 13:04:47
Tuhan tidak menghendaki dan Tuhan tidak merencanakan satu pun dari kita menjadi gagal. Allah memiliki rancangan atas setiap individu, atas setiap kita. Seandainya kita dapat melihat, menyaksikan, dan tahu rancangan-rancangan apa yang ada pada Allah mengenai kita masing-masing, percayalah kita akan menjadi takjub. Kita akan terpesona betapa indahnya rancangan Allah tersebut dan betapa sempurnanya. Dan itu di luar perkiraan, perhitungan, dan pertimbangan kita. Karena firman Tuhan mengatakan Dia berkuasa melakukan lebih dari yang kita minta atau bayangkan. Jadi, jangan sampai ada di antara kita yang memiliki perasaan pesimis melihat masa depan. Jangan ada yang berpikir bahwa kita tidak akan pernah menjadi orang yang sukses, berhasil, dan unggul. Jangan pernah berpikir menjadi sampah yang dibuang.
Rancangan Allah atas setiap kita adalah rancangan agar kita bisa menjadi alat di dalam tangan Tuhan. Pasti rancangan tersebut bukan sekadar membuat kita menjadi orang yang sukses untuk diri kita sendiri, namun kita sukses bagi kemuliaan Allah. Artinya, kita pasti berguna bagi pekerjaan Tuhan. Karena kita dirancang untuk menjadi berkat. Abraham dipanggil untuk menjadi berkat, Yusuf dipilih untuk menjadi berkat, Daud dari padang rumputnya dipanggil untuk menjadi berkat. Demikian pula Musa dan tokoh-tokoh iman yang lain. Satu kepastian bahwa Tuhan mau menjadikan kita ini unggul di mata Allah dan kita menjadi alat di dalam tangan Tuhan. Tetapi masalahnya memang terletak pada masing-masing kita. Apakah kita layak menjadi alat bagi Allah? Tergantung kita.
Hidup ini bukan spekulasi atau untung-untungan, sebab Tuhan telah membuat tatanan. Maka kalau kita memahami tatanan tersebut dan kita sungguh-sungguh memenuhinya, pasti kita menjadi alat di dalam tangan Tuhan sesuai dengan apa yang Dia rancang. Sebab setiap kita dipakai Tuhan sesuai dengan kualitas yang kita miliki; apakah kualitas tanah, kayu, perak, atau emas. Lalu, bagaimana kita menjadi seorang yang berkualitas? Apa dan bagaimana kita bisa menjadi alat di dalam tangan Tuhan? Tergantung diri kita. Kenapa kita sekarang tidak berambisi untuk memiliki kualitas hidup setinggi-tingginya, sehingga kita menjadi alat di dalam tangan Tuhan yang efektif? Seperti yang firman Tuhan katakan, kalau kita ini adalah emas, maka kita dipakai untuk maksud-maksud yang mulia, untuk pekerjaan-pekerjaan yang mulia.
Kalau kita sungguh-sungguh memiliki ambisi yang kudus seperti ini, pasti kita akan mencari wajah Tuhan. Sebab kalau kita mau menjadi alat di dalam tangan Tuhan, maka kita akan pasti mencari wajah Tuhan, berusaha menemui Tuhan. Kita akan berusaha bagaimana bisa menyenangkan hati-Nya dalam kehidupan kita setiap hari. Ini bukan spekulasi atau untung-untungan, ini pasti. Mestinya kita sudah punya kepastian setiap hari bergaul dengan Tuhan, dan setiap doa kita didengar. Kalau kita setiap hari berjalan dengan Tuhan, sungguh-sungguh berusaha untuk melakukan yang Dia kehendaki, menyenangkan hati-Nya, maka kita boleh yakin bahwa Tuhan pasti menyertai kita. Yakin bahwa Tuhan pasti mengurapi, karena Allah memang menghendaki demikian. Tetapi, kalau kita tidak menyenangkan Tuhan setiap hari, tidak hidup dalam keberkenanan di hadapan Tuhan, maka Tuhan tidak bisa mengurapi kita.
Walaupun ini untuk kepentingan Tuhan, tapi Tuhan tidak bisa menyangkali hukum atau tatanan-Nya. Ia menghendaki kita kudus seperti Dia kudus. Kalau kualitas diri kita rendah, tidak mungkin Tuhan mau memakainya untuk pekerjaan mulia. Kalau kita adalah anak-anak Yahweh yang memiliki langit dan bumi dengan segala isinya, maka tidak ada yang kita butuhkan lagi. Dia cukup, Dia lebih dari segalanya. Tidak ada yang kita takuti, tidak ada. Tapi, hal itu juga membuat kita menjadi takut dan hormat akan Allah. Jangan berbuat dosa sekecil apa pun, sehalus apa pun. Warisan yang kita peroleh adalah Kerajaan Kekal bersama Tuhan Yesus; luar biasa. Dunia menjadi pudar keindahannya di mata kita. Maka kita harus mengerjakan pekerjaan Dia yang mengutus kita selama masih siang. Sebab akan datang malam di mana tidak ada seorang pun yang dapat bekerja.
Jadi, selagi masih ada kesempatan untuk menyelamatkan jiwa, mencelikkan mata orang, mari kita bekerja selagi siang sebagai anak-anak dari Allah Bapa di surga. Jadi, penghayatan bahwa kita anak Allah harus kita tangkap dengan satu dimensi hidup yang telah kita mesti miliki. Dimensi hidup di mana kita sudah tidak lagi memiliki kesenangan apa pun. Dimensi hidup di mana kita berusaha, dan sedang berusaha, hidup sekudus-kudusnya sehingga sisa umur hidup kita ini hanya untuk menjadi alat di dalam tangan Tuhan. Bagaimana kita berguna bagi pekerjaan Tuhan? Jangan khawatir tentang apa yang kita perlu dan butuhkan. Kalau kita benar-benar anak-anak Allah, melakukan kehendak Allah, dan benar-benar mau menyelesaikan pekerjaan-Nya, maka Dia tidak mungkin mempermalukan kita. Kalau kita menyediakan diri menjadi alat yang efektif bagi Tuhan, yaitu seperti perkakas yang terbuat dari emas, pasti kita dipersiapkan untuk pekerjaan-pekerjaan besar.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
RANCANGAN ALLAH ATAS SETIAP KITA ADALAH RANCANGAN AGAR KITA BISA MENJADI ALAT DI DALAM TANGAN TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 30 November 2024
2024-11-30 13:01:37
1 Korintus 5-8

Truth Kids 29 November 2024 - PEMBAWA DAMAI
2024-11-29 18:10:00
Titus 3:2
”Janganlah mereka memfitnah, janganlah mereka bertengkar, hendaklah mereka selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang.”
Siapa di antara Sobat Kids yang suka bertengkar? Iih, jangan sampai mempunyai kebiasaan buruk itu, ya, Sobat Kids. Sebagai anak Allah, seharusnya kita menjadi pembawa damai yang penuh dengan kelemahlembutan. Lemah lembut itu bukan hanya untuk anak perempuan saja, ya, Sobat Kids. Anak laki-laki pun bisa bersikap lemah lembut.
Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang. Semua orang, maksudnya termasuk orang-orang yang suka nakal atau iseng kepada kita. Kalau kita hanya bersikap baik kepada orang baik saja, itu tidak ada bedanya dengan anak-anak yang belum mengenal kasih Tuhan Yesus. Semua orang juga bisa bersikap baik kepada orang yang baik kepadanya.
Tuhan Yesus mengajarkan kita juga berbuat baik kepada orang yang suka nakal. Kita harus berdoa untuk mereka agar mereka bisa berubah juga menjadi baik. Kita tetap bersikap baik, malah membawa damai; tidak bertengkar. Yuk, kita belajar menjadi pembawa damai dengan lemah lembut.

Truth Junior 29 November 2024 - TIDAK KERAS HATI
2024-11-29 18:08:38
Roma 12:18
”Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa!”
Hana harus menunggu selama bertahun-tahun untuk mendapatkan keinginannya. Berkat hatinya yang lembut, sabar dalam kesesakan karena tidak bisa mempunyai anak, dan tekun dalam doa, akhirnya Tuhan memberikan seorang anak dalam kandungannya. Hingga akhirnya seorang bayi lahir dan diberi nama Samuel. Sesuai janjinya, Hana menyerahkan Samuel untuk mengabdi di Bait Allah. Sejak kecil, Samuel membantu nabi Eli melayani di Bait Allah.
Hana tentu menyayangi anaknya, Samuel. Namun, ia setia dan menepati janji yang ia telah ucapkan jika Tuhan memberikannya seorang anak. Hana tidak berkeras hati untuk melanggar janji yang telah diucapkannya untuk menyerahkan Samuel. Pasti rasanya berat bagi seorang ibu untuk menyerahkan anak yang ia nanti-nantikan selama bertahun-tahun. Walaupun berat, Hana tetap mau taat.
Jika Hana tidak memiliki kelemahlembutan dalam hatinya, pasti ia akan mengingkari janjinya. Kita tahu dari kisah Alkitab bahwa Samuel tumbuh menjadi salah satu nabi besar di zaman Perjanjian Lama. Berkat ketaatan dan kelemahanlembutan hati ibunya, Samuel bisa berada dan melayani Tuhan di Bait Allah. Sobat Junior, jadilah pribadi yang tetap mempraktikkan buah Roh kelemahlembutan di tengah-tengah dunia ini.

Truth Youth 29 November 2024 (English Version) - BE A BLESSING
2024-11-29 13:00:33
"If anyone says, ‘I love God,’ yet hates his brother or sister, he is a liar. For whoever does not love their brother and sister, whom they have seen, cannot love God, whom they have not seen." (1 John 4:20)
In these end times, there are fewer people who genuinely love one another. Many are too busy with themselves, pursuing their desires for personal pleasure and satisfaction, even to the extent of sacrificing others for their enjoyment (Matthew 24:12). There are few who care about the conditions of others. On one hand, some feel their lives are so unfortunate and tragic that they have no time to think about others. On the other hand, some refuse to be burdened by the problems of others even though they are capable of helping.
The Lord Jesus teaches us to be a blessing to others, not just to be self-centered but to be like poured-out wine and broken bread. That is the purpose for which Jesus redeemed us from sin. He teaches us to live for others, not just for ourselves. Being a blessing to others is not just about material things. Many of us may lack material wealth, but we still have ears and hearts to listen to the stories of others, offering comfort to those in need. Meanwhile, if God blesses us with sufficient material resources, we can take on the burden of sharing with those who are in need.
Learning to be sensitive to the situations of others is something that the Lord Jesus teaches us. While we are still young, let’s train ourselves to be sensitive and to care for others. Let’s not just focus on ourselves but learn to understand what others are facing. God will only use those who have a burden for others in His work.
WHAT TO DO:
1. Learn to love and care for others, starting with those closest to us, such as family, friends, and acquaintances.
2. Participate in ministries that help others, whether materially, by being a good listener for those needing counseling, or by praying for those in need.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Romans 15-16

Truth Youth 29 November 2024 - BE A BLESSING
2024-11-29 12:53:31
”Jikalau seorang berkata: “Aku mengasihi Allah,” dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya tidak mungkin mengasihi Allah yang tidak dilihatnya.” (1 Yohanes 4:20)
Di zaman akhir ini semakin sedikit orang yang memiliki kasih kepada sesama. Banyak orang hanya sibuk dengan dirinya sendiri. Meraih segala hal yang diinginkan untuk kesenangan dan kepuasan diri sendiri, bahkan ada yang sampai mengorbankan orang lain untuk kesenangan tersebut (Matius 24:12). Saat ini sangat sedikit orang yang mau peduli dengan keadaan orang lain. Di satu sisi ada yang merasa memiliki hidup yang malang dan tragis sehingga tidak sempat memikirkan hidup orang lain. Di sisi lain ada orang yang tidak mau repot dan terbeban dengan masalah orang lain padahal sebenarnya dia mampu untuk membantu.
Tuhan Yesus mengajarkan kita untuk bisa menjadi berkat bagi orang lain, tidak hanya sibuk dengan diri sendiri, namun bisa menjadi anggur yang tercurah dan roti yang terpecah. Itulah maksud dan tujuan Yesus menebus dosa kita. Dia mengajarkan kita bagaimana hidup bagi orang lain, bukan hanya untuk diri sendiri. Menjadi berkat bagi orang lain tidak hanya berbicara tentang materi semata. Banyak di antara kita yang mungkin secara materi kekurangan, tapi kita masih punya telinga dan hati yang bisa mendengar cerita orang lain, memberi penghiburan kepada mereka yang membutuhkan. Sementara kalau kita diberi materi yang cukup oleh Tuhan, kita bisa mengambil beban untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan.
Belajar untuk peka dengan keadaan orang lain adalah hal yang Tuhan Yesus ajarkan kepada kita. Selagi kita masih muda, yuk kita asah diri kita agar peka dan memiliki beban kepada orang lain, jangan hanya fokus dengan diri sendiri tetapi belajar memahami dan mengerti apa yang orang lain hadapi. Karena Tuhan hanya akan memakai orang-orang yang memiliki beban bagi orang lain bagi pekerjaan-Nya.
WHAT TO DO:
1. Belajar mengasihi dan peduli dengan orang lain dimulai dari orang-orang terdekat kita, misalnya keluarga, sahabat, teman dll.
2. Ikut mengambil bagian dalam pelayanan yang menolong orang lain (baik secara materi, menjadi pendengar yang baik bagi mereka yang butuh konseling, mendoakan mereka yang membutuhkan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Roma 15-16

Renungan Pagi - 29 November 2024
2024-11-29 12:45:55
Salah satu ciri kedewasaan rohani seseorang, bukan karena usia kekristenannya sudah puluhan tahun, bukan juga karena seringnya beribadah atau terlibat dalam kegiatan agamawi. Tetapi ciri yang paling menonjol adalah, saat kamu melakukan kesalahan, maka kamu berani bertanggungjawab atas akibat kesalahanmu, bukan malah menyalahkan orang lain, menyalahkan keadaan, apalagi sampai menyalahkan Tuhan. Sebab itu tandanya kamu masih kanak-kanak rohani, karena anak-anak itu biasanya egois, maunya menang sendiri dan merasa paling benar sendiri.
Rasul Paulus menasihatkan anak rohaninya Timotius; "Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." Jadi kedewasaan rohani bukan ditentukan oleh usia, tetapi dari hidup kita yang dapat menjadi teladan bagi orang percaya.
(1 Timotius 4:12)

Quote Of The Day - 29 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-29 12:44:34
Kedaulatan atau kehendak bebas ada di tangan kita, maka kita harus menggunakannya untuk mengarahkan diri kita seturut kehendak dan rencana-Nya.

Mutiara Suara Kebenaran - 29 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-29 12:43:18
Iblis menjauhkan pikiran dari perenungan muara hidup, supaya manusia tidak mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan Allah.

A NEW NAME - 29 November 2024 (English Version)
2024-11-29 12:40:42
One of the most puzzling, truly absurd things is how someone can live life without hope. Yet, strangely, almost everyone lives this way. Our lives are like the Bengawan Solo River, eventually flowing into the sea. This is a line from a keroncong song composed by a Javanese musician named Gesang. Each of us is like that river, destined to reach the sea; none of us can escape this reality. We are carried along by the stream of time, continuously moving toward an endpoint. And no one knows where the end of our journey will be, or when we will arrive at the estuary of our life’s timeline.
Ironically, most people-or nearly all-do not think about the endpoint of their lives. As if the road stretches on forever. It’s only when a doctor announces a terminal cancer diagnosis that someone might begin to reflect on death. This is, in fact, the work of the powers of darkness. The devil keeps the mind away from contemplating the estuary of life, so that humans do not prepare themselves to face God. Yet, when someone closes their eyes for the last time, they must account for everything they did during their time on earth. Satan deceives many into believing life is free, with no accountability. People become lost, struggling from one problem to another, chasing one desire after another, indulging in one pleasure after another. But ultimately, each of us will stand before the judgment throne of God.
We ought to feel indebted to God, who gave us life-a debt we are obliged to repay. We must not say, “It’s His fault; why did He make me human? I didn’t ask for this.” Such statements are disrespectful and deny God’s sovereignty. Such an attitude must never be expressed. Instead, we should honor God and be grateful that we exist, for even before we were born to our mother and father, we were already conceived in God’s mind. God knew the moment of our conception and when we would be brought into this world, and He already gave us a name. This is why we will receive a new name in the New Heaven and New Earth.
To become children of God for eternity, we must take responsibility for living our lives according to God’s will. This is why we go to church. The church must teach us how to live as people in alignment with God’s purposes. We should be grateful for being conceived in God’s mind. It doesn’t matter which family, tribe, or economic condition we were born into, or whether we are male or female. What truly matters is this: Will we have a new name? Failing in studies, marriage, or business is not the ultimate failure. The real failure is when we fail to obtain a new name. We must not take this matter lightly.
Other things can be considered light and meaningless, but this one is very meaningful. Therefore, we should feel indebted for being conceived in God’s mind-not created as a stone, monkey, cat, dog, or cow, but to be a human being who has eternity. We must welcome it with the right attitude, one that is appropriate. So always remember that we are children of God. Let us return to the truth which sounds simple, but is a principle. In fact, the Bible,when read under the guidance of the Holy Spirit, provides enough understanding for us to know God, to connect with Him, and to have a relationship with Him.
1 Peter 1:24 writes, "All living things are like grass and all their glory is like the flower of the grass, the grass dries up, and the flower falls." So, life is simple if we understand it correctly. We don't need to regret ourselves, why we are women or men, why we were born into this family. Because we only live no more than 100 years. Meanwhile, real life, which God designed in His mind, is eternity.Honestly, how many of those reading this reflection can truly say they are happy with this world? Maybe not more than 10, or maybe even none, because there are always thorns in the flesh. God does not make our lives smooth, there are thorns in the flesh, things that make our lives incomplete and this is beautiful, because God does not want us to treat this world as paradise.
Look at how people live only in the hope that tomorrow they can solve one problem, then the next problem. In fact, these problems often shackle our lives, making us unhappy. But if we put God's Kingdom first, how to learn to live responsibly and prepare ourselves to become God's children worthy of becoming members of God's Kingdom family-everything else will be added to us. So, 1 Peter 1:13 says, "Place your hope in the revelation of the Lord's coming. Yes, all your hope in the grace given you at the appearance of Jesus Christ."
THE REAL FAILURE IS WHEN WE FAIL TO OBTAIN A NEW NAME.

NAMA BARU - 29 November 2024
2024-11-29 12:38:59
Ada satu hal yang mestinya sangat membingungkan, benar-benar absurd (tidak masuk akal), yaitu ketika seseorang menjalani hidup tanpa pengharapan. Tetapi herannya hampir semua orang hidup dengan cara itu. Hidup kita ini seperti Bengawan Solo, akhirnya ke laut. Ini lagu keroncong yang digubah oleh seorang penggubah lagu keroncong dari Jawa yang bernama Gesang. Setiap kita adalah orang-orang yang akhirnya ke laut, tidak ada seorang pun kita yang dapat menghindarkan diri dari realitas ini. Kita ada di dalam aliran perjalanan waktu yang terus membawa kita sampai ke ujung. Dan tidak seorang pun yang tahu di mana ujung dari perjalanan waktu kita. Kita tidak tahu di mana muara, kapan kita sampai di muara waktu hidup kita.
Ironis, banyak manusia atau hampir semua manusia, tidak memikirkan muara kehidupannya atau ujung dari akhir kehidupannya. Seakan-akan jalan ini tiada berujung. Kecuali waktu dokter berkata bahwa ia mengidap penyakit kanker stadium akhir, barulah ia memikirkan kematiannya. Dan sebenarnya, inilah yang dikerjakan oleh kuasa kegelapan. Iblis menjauhkan pikiran dari perenungan muara hidup, supaya manusia tidak mempersiapkan diri untuk berhadapan dengan Allah. Padahal, ketika seseorang menutup mata, ia harus mempertanggungjawabkan apa yang dilakukannya ketika hidup di bumi. Setan menipu banyak orang, seakan-akan hidup ini gratis, tidak ada pertanggungjawaban. Manusia menjadi sesat, bergumul dari satu persoalan ke persoalan lain, dari satu keinginan ke keinginan lain, dari satu kenikmatan ke kenikmatan lain. Padahal, pada akhirnya, setiap kita akan berdiri di hadapan takhta pengadilan Allah.
Mestinya kita merasa berutang kepada Allah yang memberi hidup, yang kita harus membayar. Jangan berkata, “Ini salah-Nya sendiri, mengapa aku jadi manusia? Aku tidak minta.” Itu sikap kurang ajar dan tidak mengakui kedaulatan Allah. Pernyataan itu tidak boleh dikemukakan. Sebaliknya, kita menghormati Allah dan bersyukur kita diadakan, sebab sebelum kita dilahirkan oleh mama dan papa, kita sudah dilahirkan di pikiran Allah. Dan Allah tahu kapan kita diperanakkan, dihadirkan di bumi ini, dan Allah sudah memberi nama. Itu sebabnya mengapa kita nanti punya nama baru di Langit Baru Bumi Baru.
Tetapi, untuk menjadi anak Allah di kekekalan, kita harus bertanggung jawab mengisi waktu hidup kita sesuai dengan apa yang Allah kehendaki. Itulah sebabnya kita ke gereja. Dan gereja harus mengajar bagaimana menjadi manusia sesuai dengan kehendak Allah ini. Kita bersyukur karena telah dilahirkan di pikiran Allah. Lahir dari keluarga siapa, suku apa dan bagaimana keadaan ekonominya, pria atau wanita itu, bukan masalah. Yang jadi masalah adalah apakah kita akan memiliki nama baru? Apakah kita gagal studi, gagal rumah tangga, gagal bisnis? Semua itu pun belum kegagalan. Kegagalan yang sesungguhnya adalah ketika kita gagal memiliki nama baru. Jangan tidak serius menanggapi hal ini.
Hal yang lain bisa dianggap ringan dan tidak berarti, tapi yang satu ini sangat berarti. Jadi kita merasa berutang karena dilahirkan di pikiran Allah. Tidak menjadi batu, monyet, kucing, anjing, atau sapi, tapi jadi manusia yang memiliki kekekalan. Kita mesti menyambutnya dengan sikap yang tepat, sikap yang pantas. Jadi ingatlah selalu bahwa kita adalah anak-anak Allah. Mari kita kembali kepada kebenaran yang kedengarannya sederhana (simple), tapi prinsip. Sebenarnya Alkitab itu, kalau dibaca dengan pimpinan Roh Kudus, cukup membuat kita mengenal Allah, bisa bersentuhan dan berhubungan dengan Allah.
1 Petrus 1:24 menuliskan, "Semua yang hidup adalah seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering, dan bunga gugur." Jadi, sederhana saja hidup ini kalau kita pahami dengan benar. Kita tidak perlu menyesali diri, kenapa jadi wanita atau pria, mengapa lahir dari keluarga ini. Sebab kita hanya menjalani tidak lebih dari 100 tahun. Sedangkan hidup yang sesungguhnya, yang dirancang Allah di pikiran-Nya, adalah kekekalan. Sejujurnya, dari semua yang membaca renungan ini, berapa yang berani mengatakan bahwa dirinya bahagia dengan dunia ini? Jangan-jangan tidak lebih dari 10, atau malah jangan-jangan tidak ada, karena selalu saja ada duri dalam daging. Tuhan tidak membuat hidup kita mulus, ada saja duri dalam daging, hal yang membuat kita tidak lengkap hidup dan itu indah, karena Tuhan menghendaki agar kita tidak menjadikan dunia ini Firdaus.
Lihatlah bagaimana manusia hidup hanya berpengharapan besok bisa selesaikan masalah satu, lalu masalah berikutnya. Padahal masalah-masalah itu sering membelenggu hidup, membuat kita tidak bahagia. Tapi kalau kita mendahulukan Kerajaan Allah, bagaimana belajar hidup bertanggung jawab dan mempersiapkan diri menjadi anak-anak Allah yang layak masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah, semua ditambahkan. Maka, 1 Petrus 1:13 mengatakan, "Letakkanlah pengharapanmu pada penyataan kedatangan Tuhan. Ya, seluruh pengharapanmu atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penampakan Yesus Kristus."
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KEGAGALAN YANG SESUNGGUHNYA ADALAH KETIKA KITA GAGAL MEMILIKI NAMA BARU.

Bacaan Alkitab Setahun - 28 November 2024
2024-11-29 08:02:40
Kisah Para Rasul 18-19

Truth Junior 27 November 2024 - JAWABAN LEMAH LEMBUT
2024-11-27 15:58:28
Amsal 15:1
”Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah”
Pagi ini matahari bersinar dengan terik. Udara terasa sangat panas sekali. Angin pun tidak terasa bertiup di sekitar lapangan olahraga sekolah Albert. Tapi, mau tidak mau, Albert dan teman-temannya harus ke lapangan olahraga karena pagi itu mereka ada pelajaran olahraga. Mereka pun mengikuti instruksi yang diberikan oleh guru olahraga. Buliran keringat pun mengalir dari setiap murid. Akhirnya pelajaran olahraga pun selesai.
Sebelum kembali ke kelas dan mengganti seragam, Albert duduk di bawah pohon sejenak. Ia ingin berteduh sebentar agar tidak terlalu berkeringat saat ganti seragam nanti. Belum lama ia berteduh, tiba-tiba datang Ken, murid kelas lainnya, dan berkata, “Eh… awas, sana minggir. Enak saja duduk di sini! Ini tempat istirahat aku!”
Bagaimana perasaan Sobat Junior di saat kondisi tubuh kalian sedang letih dan kepanasan, ada orang yang mengajak bicara dengan nada yang tinggi dan kasar? Hhmm… kalau tidak pandai-pandai jaga hati, pasti sudah ikutan emosi juga, bukan? Untunglah ayat firman hari ini mengingatkan Albert dan kita semua. Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah. Jadi jangan terpancing dengan orang yang berbicara dengan nada kasar, ya, Sobat Junior. Walaupun sulit, tetaplah jawab dengan kelemahlembutan agar kita dapat meredakan amarah orang lain. Semangat!

Truth Youth 27 November 2024 (English Version) - COMPASS OF TRUTH
2024-11-27 15:56:08
"Do not turn to the right or the left; keep your foot from evil." (Proverbs 4:27)
In the past, sailors used compasses while sailing through turbulent seas as a clear guide to reach their destination. This illustration depicts the state of the world today, filled with various disruptions such as misinformation and falsehoods. This is happening in our daily lives, including within Christianity itself. The church pulpit is used by irresponsible pastors who preach falsehoods and harmful teachings.
“Just believe, don’t use logic. Eating and drinking have nothing to do with salvation because the Kingdom of God is not about eating and drinking.” Nowadays, many pastors proclaim a devilish gospel like this. They never teach how to discern between truth and falsehood. In fact, the Word of God clearly teaches us to test all spirits—including the sermons we hear—because falsehood already exists in the world (1 John 4:1). The Word of God also advises that we experience the renewal of our minds so that we can discern the will of God, which is good, pleasing, and perfect. All of this guides us, children of truth, to receive the wisdom of the Spirit; so that we understand that we truly are children of the Most High God who knows the truth.
God desires for us to understand the truth so that truth is no longer just a rule but a reality, enabling us to live in truth and for truth to become our character. God wants us to be guided by the truth that has become our character. This truth, which has become our character, then serves as the compass of truth that guides and directs our entire life. Therefore, we must be intelligent young Christians who understand the will of God, can discern truth from falsehood, so that we can be light and salt for this lost world and become a compass of truth directing many people towards the true truth, so that many may come to know God, receive salvation, and become children of God.
WHAT TO DO:
1. Consider the consequences of all our words and actions.
2. Build a healthy lifestyle.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Romans 8-10

Truth Youth 27 November 2024 - KOMPAS KEBENARAN
2024-11-27 15:51:28
”Janganlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, jauhkanlah kakimu dari kejahatan.” (Amsal 4:27)
Dahulu, para pelaut menggunakan kompas selagi berlayar di tengah lautan berombak sebagai penunjuk arah yang jelas agar mereka dapat berlayar sampai tujuan. Ilustrasi tersebut menggambarkan keadaan dunia hari ini yang penuh dengan berbagai disrupsi, seperti disinformasi dan kepalsuan. Hal ini benar-benar terjadi dalam keseharian kita, termasuk dalam kekristenan itu sendiri. Mimbar gereja digunakan oleh pendeta-pendeta yang tidak bertanggung jawab yang mengajarkan kepalsuan dan hal-hal yang mencelakakan.
“Percaya saja, jangan pakai logika. Makan dan minum tidak ada hubungannya dengan keselamatan sebab Kerajaan Allah bukan soal makan dan minum.” Hari-hari ini banyak pendeta mengabarkan injil setan seperti ini. Tidak pernah diajarkan bagaimana membedakan mana kebenaran, mana kepalsuan. Padahal, firman Tuhan dengan jelas mengajar kita untuk menguji segala roh—termasuk khotbah-khotbah yang kita dengar—sebab kepalsuan sudah ada di dalam dunia (1 Yoh. 4:1). Firman Tuhan juga menasihati agar kita mengalami perubahan akal budi sehingga kita mampu membedakan kehendak Allah, yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna. Semuanya ini mengarahkan kita, anak-anak kebenaran, supaya beroleh kecerdasan Roh; supaya kita mengerti bahwa kita sungguh-sungguh adalah anak-anak Allah yang Maha Tinggi, yang mengerti kebenaran.
Allah menghendaki kita mengerti kebenaran sehingga kebenaran bukan lagi menjadi syariat, melainkan menjadi hakikat sehingga kita senantiasa hidup dalam kebenaran dan kebenaran itu menjadi karakter kita. Allah menghendaki kita dituntun oleh kebenaran yang sudah menjadi karakter kita. Kebenaran yang sudah menjadi karakter itulah yang kemudian menjadi kompas kebenaran yang menuntun dan mengarahkan seluruh gerak kehidupan kita. Oleh sebab itu, kita harus menjadi orang-orang muda Kristen yang cerdas, mengerti kehendak Allah, mampu membedakan kebenaran dan kepalsuan, sehingga kita bisa menjadi terang dan garam bagi dunia yang sesat ini dan menjadi kompas kebenaran yang mengarahkan banyak orang pada kebenaran yang sejati sehingga banyak orang boleh mengenal Allah, beroleh keselamatan, dan menjadi anak-anak Allah.
WHAT TO DO:
1.Pikirkan konsekuensi dari seluruh ucapan dan tindakan kita
2.Membangun pola hidup yang sehat
BIBLE MARATHON:
▪︎ Roma 8-10

Bacaan Alkitab Setahun - 27 November 2024
2024-11-27 15:44:54
Kesetiaan adalah kualitas hidup seseorang dalam menjaga komitmen untuk suatu tujuan. Firman Tuhan menyatakan "Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?" Hal ini menunjukkan bahwa lebih mudah menjumpai orang-orang yang menyebut dirinya baik hati, tetapi orang yang setia sukar ditemukan. Ternyata banyak orang dapat berbuat baik, tapi tidak semua orang bisa setia. Itulah sebabnya kesetiaan menentukan kualitas diri kita yang sebenarnya.
Kesetiaan akan menghadapi berbagai tantangan dan pencobaan. Uang, jabatan, hawa nafsu, keinginan yang berlebihan dan lainnya akan menguji kesetiaan. Apakah kesetiaan terhadap pasangan hidup, setia pada tugas pelayanan, setia pada pekerjaan, terlebih setia kepada Tuhan. Seperti yang sudah dikatakan bahwa orang yang setia sukar ditemukan, apakah kita termasuk orang yang setia?. Mari bangun kualitas diri dengan kesetiaan kepada Tuhan yang akan menopang kesetiaan pada pasangan hidup, pada pekerjaan, pada pelayanan dan hal baik lainnya.
(Amsal 20:6)

Quote Of The Day - 27 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-27 11:06:05
Tanpa sadar, dunia membujuk dan menawarkan hiburan yang membuat cita rasa rohani kita rusak, tapi kita bisa melarikan diri.

Mutiara Suara Kebenaran - 27 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-27 11:04:38
Sadarilah, kalau kita bisa mengenal Allah yang benar, itu adalah anugerah. Sebab tidak semua orang menjadi umat pilihan. Dan Allah yang benar itu hanya satu, Elohim Yahweh.

CANNOT HELP BUT LOVE GOD - 27 November 2024
2024-11-27 11:03:07
God does not show favoritism but sees deeds-specifically deeds that spring from the heart. God perceives not only what is visible but also what is unseen, including a person’s motivation for their actions. God desires that everything we do is rooted in a heart that loves and honors Him. It is not about how much money we give to the church, how active we are in ministry, or how many times we attend church services each week. Instead, the question is: Do we perform all our actions, from the moment we wake up to the time we lay down at night, with a heart that loves and honors Him?
So, if the Word of God says, “Whether you eat or drink or do anything else, do all for the glory of God.” This means that everything we do must be accompanied by an attitude of heart that considers, views, treats God as noble, valuable. Of course, what we hold as valuable and honorable, we will definitely love. It is impossible for someone to love something they do not see as valuable or meaningful. We must understand that loving God is an honor. Do not view loving God as a burden, but as an honor, and we must reach a level where loving God is our inner need, to the point that we cannot help but love God.
In 2 Corinthians 11:2, it is written that we are like a pure virgin or the bride of Christ. A pure virgin here refers to someone who is untainted, whose heart is undivided and wholly devoted, with no allegiance, direction, or access to anything but God. Truly, we have no other option but to strive to reach that level. Therefore, we must compel ourselves to pursue it, for the world has stolen much of our hearts and shaped desires within us. Erasing the love of the world and eradicating these ingrained desires is not easy. However, while it is challenging, it is not impossible. Achieving this depends on how determined, intense, active, serious, and persistent we are in directing ourselves toward God.
We have no more than 100 years to live, and when compared to eternity, it is insignificant. Yet, within these 100 years, we have the opportunity to build a relationship with God so that our hearts become bound to Him, and the desires of our souls are directed solely toward Him. We make God the lover of our soul, and, in return, God makes us His lovers. This is what brings joy to God's heart. Striving to achieve this is not always easy, but without effort, it is impossible. If a servant of God-a minister, speaker, or worship leader-does not reach the pinnacle of loving God, they cannot inspire others to develop a heart that loves Him. They cannot create an atmosphere where hearts are broken before God.
Realize that knowing the true God is a gift of grace. Because not everyone is the chosen people. Yet we have the privilege of knowing the true God-and there is only one true God, Elohim Yahweh, who reveals Himself as the God of Abraham, Isaac, and Jacob. Therefore, seek Him, encounter Him, experience Him, and break our hearts to love Him. Don't lose this tiny opportunity for our eternity. People who truly experience an encounter with God will inevitably have their hearts broken before Him, and it is impossible for their character to be bad. Conversely, someone with poor character cannot have fellowship with God.
So, we must be able to distinguish between matters that are genuinely complex, complicated, or challenging and those that are not. For example, fulfilling physical needs is relatively simple-not complex. But what is complex is how to become a great, noble human being. Satan makes many people to focus on issues that are not truly complex, but are considered complex, considered complicated. And without realizing it, God's servants involve God in these simple problems, which could be resolved through responsibility and adherence to His established laws. God works within His laws: “Whatever you sow, you will reap.” God’s intervention aligns with His laws and does not disrupt His established order.
DO NOT VIEW LOVING GOD AS A BURDEN, BUT AS AN HONOR, AND WE MUST REACH A LEVEL WHERE LOVING GOD IS OUR INNER NEED, TO THE POINT THAT WE CANNOT HELP BUT LOVE GOD.

TIDAK BISA TIDAK MENCINTAI TUHAN - 27 November 2024
2024-11-27 10:10:12
Tuhan tidak memandang muka, tetapi Tuhan melihat perbuatan, dan tentu perbuatan yang lahir dari hati, karena Tuhan bukan hanya dapat menangkap apa yang kelihatan, melainkan juga yang tidak kelihatan, yaitu motivasi seseorang melakukan sesuatu. Tuhan menghendaki agar segala sesuatu yang kita lakukan didasarkan pada hati yang mengasihi dan menghormati Dia. Jadi bukan berapa banyak uang yang kita bisa berikan untuk gereja, bukan seberapa aktif kegiatan kita dalam pelayanan, bukan berapa kali kita bisa ke gereja dalam satu minggu, melainkan apakah segala sesuatu yang kita lakukan, sejak kita bangun tidur sampai kita kembali merebahkan tubuh kita di malam hari, kita melakukan segala sesuatu dengan hati yang mengasihi dan menghormati Dia?
Jadi, kalau Firman Tuhan mengatakan, “Baik kamu makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan itu semua untuk kemuliaan Allah.” Artinya, segala sesuatu yang kita lakukan haruslah disertai dengan sikap hati yang menganggap, memandang, memperlakukan Tuhan itu mulia, berharga. Tentu sesuatu yang kita hargai, sesuatu yang kita pandang mulia, pasti kita cintai. Tidak mungkin seseorang mencintai sesuatu yang dia tidak pandang berharga, tidak mungkin seseorang mencintai sesuatu yang tidak dia pandang bernilai. Kita harus mengerti bahwa bisa mencintai Tuhan adalah suatu kehormatan. Jangan kita memandang hal mencintai Tuhan sebagai suatu beban, melainkan sebagai suatu kehormatan, dan mestinya kita sampai pada level di mana mencintai Tuhan itu merupakan kebutuhan batin kita, sampai kita tidak bisa tidak mencintai Tuhan.
Dalam 2 Korintus 11:2 dikatakan bahwa kita adalah perawan suci atau mempelai Kristus. Perawan suci di sini menunjuk kepada orang yang tidak ternoda, yang hatinya tidak terbelah, hatinya tidak mendua, hatinya utuh, bulat, tidak ada jurusan, arah, akses ke mana pun kecuali Tuhan. Sejatinya, kita memang tidak memiliki pilihan lain, kita harus mencapai level itu. Jadi, kita harus memaksa diri kita, karena dunia telah banyak mencuri hati kita, menciptakan selera di dalam diri kita. Tidak mudah menghapus percintaan dunia, tidak mudah menghapus selera yang sudah melekat di dalam diri kita ini. Tidak mudah bukan berarti tidak bisa, tergantung seberapa kita nekat, intens, giat, serius, terus-menerus untuk mengarahkan diri kita kepada Tuhan.
Kita hanya memiliki kesempatan tidak lebih dari 100 tahun. Dan jika dibandingkan dengan kekekalan, tidak ada artinya. Namun di 100 tahun umur hidup kita ini, kita bisa membangun sebuah relasi dengan Tuhan, sampai hati kita terikat kepada-Nya, selera jiwa kita tertuju hanya kepada Tuhan. Kita menjadikan Tuhan kekasih jiwa kita, dan tentu Tuhan menjadikan kita kekasih-Nya, dan itu yang membahagiakan hati Tuhan. Yang berjuang, belum tentu mudah mencapainya. Kalau tidak berjuang, tidak akan bisa mencapainya. Kalau seorang pelayan Tuhan, seorang hamba Tuhan, seorang pembicara, seorang worship leader tidak sampai puncak mencintai Tuhan, maka dia tidak bisa menularkan hati yang mencintai Tuhan. Ia tidak bisa membuat atmosfer hati yang pecah di hadapan Allah.
Sadarilah, kalau kita bisa mengenal Allah yang benar, itu adalah anugerah. Sebab tidak semua orang menjadi umat pilihan. Namun kita boleh mengenal Allah yang benar, dan Allah yang benar itu hanya satu, Elohim Yahweh, yang menyatakan diri sebagai Allah Abraham, Ishak, dan Yakub. Maka, temukan Dia, temui Dia, alami Dia, dan pecahkan hati kita untuk mencintai Dia. Jangan kehilangan kesempatan yang setitik ini untuk kekekalan kita. Orang yang sungguh-sungguh mengalami perjumpaan dengan Tuhan, pasti hatinya pecah di hadapan Allah, dan tidak mungkin karakternya buruk. Sebaliknya, tidak mungkin seseorang bisa bersekutu dengan Tuhan kalau karakternya buruk.
Maka, kita harus bisa membedakan hal yang kompleks, rumit, dan muskil dengan yang tidak rumit. Jangan hal yang tidak rumit kita jadikan rumit; dan hal yang mestinya kompleks atau rumit, kita tidak anggap itu kompleks. Hal pemenuhan kebutuhan jasmani itu relatif; tidak kompleks. Tapi yang kompleks adalah bagaimana menjadi manusia yang agung, yang luhur. Setan membuat banyak orang fokus kepada apa yang sebenarnya bukan kompleks, tapi dianggap kompleks, dianggap rumit. Dan tanpa disadari, para hamba Tuhan menarik Tuhan masuk ke dalam masalah yang tidak kompleks tersebut, yang mestinya tanpa campur tangan Tuhan pun—asal dia bertanggung jawab—dapat diselesaikan. Tuhan dengan hukum-Nya akan memenuhi, karena Tuhan punya hukum: "Yang kamu tabur, kamu tuai." Campur tangan Tuhan ada di dalam hukum-Nya, bukan campur tangan Tuhan yang merusak tatanan-Nya.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
JANGAN KITA MEMANDANG HAL MENCINTAI TUHAN SEBAGAI SUATU BEBAN, MELAINKAN SEBAGAI SUATU KEHORMATAN, DAN MESTINYA KITA SAMPAI PADA LEVEL DI MANA MENCINTAI TUHAN ITU MERUPAKAN KEBUTUHAN BATIN KITA, SAMPAI KITA TIDAK BISA TIDAK MENCINTAI TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 27 November 2024
2024-11-27 10:06:56
2 Tesalonika 1-3

Truth Kids 26 November 2024 - TULUS MEMBANTU
2024-11-26 20:36:02
1 Yohanes 4 : 19
”Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.”
"Oke, aku akan bantu kamu, tapi kamu harus kasih aku hadiah, ya!" ujar Tono kepada Budi. "Hhmm.. hadiah apa? Kan aku gak punya uang untuk beliin kamu hadiah," jawab Budi sambil tertunduk sedih. "Ya, apa saja, deh. masa minta bantuan gratis?" tegas Tono kepada Budi.
Sobat Kids, sedih sekali, ya, jika saat kita minta tolong kepada seseorang, malah kita harus memberikan hadiah sebagai balasannya. Namun, saat seseorang meminta bantuan kepada kita, jangan kita berbuat seperti itu, ya. Kita harus memberikan bantuan kepada orang lain tanpa syarat.
Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Allah mengasihi kita tanpa mengharapkan hadiah apa pun dari kita. Dengan kasih-Nya yang lembut, Allah mengasihi kita tanpa syarat. Membantu orang termasuk tindakan mengasihi, Sobat Kids. Kita mau belajar untuk mengasihi dengan tulus. Salah satu caranya adalah membantu tanpa minta balasan atau hadiah.

Truth Junior 26 November 2024 - DISKON 100%
2024-11-26 20:29:26
1 Yohanes 4:19
”Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita.”
Sobat Junior, pernahkan kalian melihat poster diskon besar-besaran sebuah produk? Mungkin saat kalian sedang berjalan-jalan di mal, ada tawaran menarik, sebuah toko mainan memberikan diskon hingga 70%. Melihat hal itu, kalian langsung menarik tangan orang tua untuk masuk ke dalam toko tersebut. Karena merasa akan mendapatkan diskon besar, kalian minta dibelikan mainan yang harganya cukup mahal. Namun, setelah sampai di kasir, ternyata mainan yang kalian ingin beli hanya mendapat diskon 5%. Mengapa demikian? Ternyata, di bawah tulisan diskon hingga 70% ada tanda bintang yang menuliskan syarat yang berlaku. Tidak semua mainan mendapatkan diskon 70%, hanya beberapa mainan saja yang bekas pajangan di toko tersebut. Kondisi mainan tersebut pun sudah kurang bagus karena sudah dipegang atau dimainkan oleh pengunjung toko lainnya. Kalian pun akhirnya menjadi kecewa.
Tuhan memberikan kita diskon besar 100%, Sobat Junior. Saat Ia mengasihi kita dengan mati di kayu salib, Tuhan memberikannya secara gratis tanpa syarat apa pun. Tuhan rela mengasihi kita tanpa syarat. Sekalipun kita tidak atau belum mengasihi-Nya, Ia telah mengorbankan nyawa-Nya untuk semua manusia yang ada di dunia ini. Kasih sejati telah ditunjukkan Tuhan kepada kita semua. Dengan hati yang lembut, Tuhan mengasihi kita. Sudah sepatutnyalah kita juga mengasihi, karena Tuhan Allah lebih dahulu mengasihi kita.

Truth Youth 26 November 2024 (English Version) - SUPPORT THAT STRENGTHENS
2024-11-26 20:22:39
"Brothers and sisters, if someone is caught in a sin, you who live by the Spirit should restore that person gently. But watch yourselves, or you also may be tempted." (Galatians 6:1)
We’ve all been at a point where we find it difficult to change or let go of bad habits that harm ourselves or others. For instance, habits like gossiping, being easily offended, or frequently getting angry. Sometimes, we want to change, but it feels incredibly hard. This is where the support from friends, family, and those close to us becomes essential.
Galatians 6:1 reminds us, “Brothers and sisters, if someone is caught in a sin, you who live by the Spirit should restore that person gently. But watch yourselves, or you also may be tempted.” This verse teaches us that we are not alone on our faith journey. We need a community—people close to us who can help guide us back to the right path with love and gentleness.
At times, we need to open our hearts to accept advice or correction from others. Asking for support doesn’t mean we’re weak; instead, it shows that we are brave enough to be honest with ourselves and ready to change. If you feel there are behaviors you need to change, consider confiding in a trusted friend or family member. Ask them to continue supporting and reminding you. They may have experienced similar situations and possess valuable insights to help you.
By supporting one another, we can become stronger and grow together. Each time we are willing to be open, seek support, and strive to change together, it is a tangible act of worship. We give the best “present” to God through our willingness to improve, to love one another, and to live according to His will. So, don’t hesitate to seek support. Remember, we are not alone on this journey.
WHAT TO DO:
1. Accepting input and advice from others will help us become aware of our mistakes.
2. Don’t be ashamed to ask for support and prayer when we are down.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Romans 4-7

Truth Youth 26 November 2024 - DUKUNGAN YANG MENGUATKAN
2024-11-26 20:19:55
”Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.” (Galatia 6:1)
Kita semua pasti pernah ada di titik di mana kita merasa kesulitan untuk berubah atau melepaskan kebiasaan buruk yang merugikan diri sendiri atau orang lain. Misalnya, kebiasaan ngomongin orang di belakang, mudah tersinggung, atau suka marah-marah. Kadang, kita merasa pengen berubah, tapi kok susah banget ya? Di sinilah pentingnya dukungan dari sahabat, keluarga, dan orang-orang terdekat.
Galatia 6:1 mengingatkan kita, “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.” Ayat ini ngajarin bahwa kita nggak sendirian dalam perjalanan iman kita. Kita butuh komunitas, orang-orang terdekat yang bisa bantu mengarahkan kita kembali ke jalan yang benar dengan penuh kasih dan kelembutan.
Kadang, kita perlu buka hati buat terima nasihat atau koreksi dari orang lain. Meminta dukungan nggak berarti kita lemah, tapi justru menunjukkan bahwa kita berani jujur sama diri sendiri dan siap berubah. Coba deh, kalau kamu ngerasa ada perilaku yang perlu diubah, curhat ke sahabat atau keluarga yang kamu percaya. Minta mereka buat terus mendukung dan mengingatkan kamu. Bisa jadi, mereka juga pernah ngalamin hal yang sama dan punya pengalaman berharga yang bisa membantu kamu.
Dengan saling mendukung, kita bisa jadi lebih kuat dan bertumbuh bersama. Setiap kali kita mau terbuka, minta dukungan, dan bersama-sama berusaha berubah, itu adalah bentuk ibadah yang nyata. Kita kasih “present” terbaik untuk Tuhan lewat kesediaan kita untuk jadi lebih baik, untuk mencintai sesama, dan untuk hidup sesuai kehendak-Nya. Jadi, jangan ragu buat cari dukungan. Ingat, kita nggak sendirian di jalan ini.
WHAT TO DO:
1.Menerima masukan dan nasihat dari orang lain akan membuat kita menyadari kesalahan kita
2.Tidak malu untuk minta dukungan dan doa di saat kita terpuruk.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Roma 4-7

Renungan Pagi - 26 November 2024
2024-11-26 19:10:11
Alkitab berkata, "Bukan tangan Tuhan kurang panjang untuk menolong kita, bukan telinga-Nya tidak sanggup mendengar seruan, tetapi yang menjadi jurang penghambat antara kita dengan Allah yaitu segala dosa dan kejahatan".
Seringkali doa kita tidak berkuasa, karena sementara berdoa, dosa masih tetap menguasai hidup kita, sementara berdoa tetapi dosa masih menjadi bagian dalam hidup kita. Doa orang benar, jika dengan yakin didoakan sangat besar kuasanya.
(Yesaya 59:1)

Quote Of The Day - 26 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-26 19:08:49
Kita yang harus menjauhi potensi situasi di mana kita bisa tercenderungi jatuh dalam dosa, memang kita tidak bisa mengkondisi lingkungan karena itu di luar kemampuan kita, tapi kita bisa mengkondisi diri kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 26 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-26 19:07:37
Persiapkan diri kita untuk menjadi bangsawan surgawi sejak di bumi, agar kita layak masuk ke dalam keluarga Kerajaan Surga.

A WORSHIPING PEOPLE - 26 November 2024 (English Version)
2024-11-26 19:06:06
How can we earnestly strive to please the Father in heaven, Elohim Yahweh? Through praise and worship, as we often do. Yes, but our praise and worship become meaningless if we do not live in holiness. It is in vain. Our lives must reflect Jesus or conform to Jesus. And that has never before existed in the history of humanity. Jesus became the firstborn who truly pleased the Father's heart: “This is My beloved Son, in whom I am well pleased.” He became the firstborn, which means that after Jesus, children of God who are also like Him were brought forth.
There has never been anyone in the history of humanity like Jesus, except Jesus of Nazareth, followed by believers. If we believe Jesus is not equal to God the Father, it does not belittling Jesus. Jesus indeed became fully human (Hebrews 2:14-17 For this reason he had to be made like them, fully human in every way, in order that he might become a merciful and faithful high priest in service to God, and that he might make atonement for the sins of the people), capable of sinning, but He did not sin. Jesus obeyed to the point of death, even death on a cross, and that was no pretense. Through Jesus' obedience, we-whether Manadonese, Ambonese, Javanese, Chinese, Bataknese, or any other ethnicity-can call God "Father." If Jesus had not died on the cross, we would never have become the chosen people. We would have no opportunity to draw near to God. So, because of Jesus, we become a people who can call God "Father," become a people who worship Him.
We are justified by Jesus, who became fully human and obeyed to the point of death so that He could serve as an example for us. And now, Jesus sits at the right hand of God the Father, meaning He has received all authority. Remember Joseph, who saved all of Egypt? Without Joseph, Egypt would not exist today. Everyone would have perished. Seven years without rain-everything died. The name Joseph holds a similar meaning, יָשַׁע (Yasa in Hebrew), Joshua, Savior. Pharaoh said, “I am Pharaoh, the supreme ruler, but no one may lift a hand or foot without Joseph’s knowledge.” Then Joseph was carried in Pharaoh’s chariot to be honored. No one in Egypt was allowed to act without Joseph's permission or knowledge.
Likewise, no one is greater than Jesus, and no one should hold authority except Him. Jesus will inherit the Kingdom of Heaven and will share this inheritance with us-if we suffer together with Him and become like Him (Romans 8:17 Now if we are children, then we are heirs-heirs of God and co-heirs with Christ, if indeed we share in his sufferings in order that we may also share in his glory). Therefore, our praise and worship will please God when those who sing strive to become more like Jesus. Though we are not perfect, we must pursue greater perfection. Let us strive to live holy lives, speaking no wrong words and committing no wrong actions. By truly living in holiness and purity, we glorify and honor God with our actions and behavior. The holier our lives, the more we glorify and appreciate God, and the more He is pleased.
The quality of our praise and worship will rise and be increasingly pleasing to God only if we become like Jesus-completely blameless and without fault, not harming or hurting anyone, full of kindness, generosity, and gentleness. Later the Holy Spirit will lead, because each of us has a different personality. Yet, we will certainly be beautiful in the eyes of God and be a blessing to those around us. Let us prepare ourselves to be heavenly nobles since on earth, so that we are worthy to enter the family of the Kingdom of Heaven. This is not a dream, fairy tale, or fantasy.
We must leave the "Egypt" of the world and journey toward the heavenly Canaan. Starting today, we have to show that attitude of packing up, until people will wonder in their hearts, “What has happened in your life? What's really going on?" In this way, we become a testimony to them. Leave sin behind; do not sin any longer. Let our greatest ambition be to become people who are worthy before God, to please the Father, to be the Father's favorite child. And our days are about doing God's will and fulfilling God's plan. These sentences are abstract, but once we truly embrace them, we can definitely definitely fulfill them. How glorious it is to be children of Yahweh who one day inherit the Kingdom of Heaven.
BECAUSE OF JESUS, WE BECOME A PEOPLE WHO CAN CALL GOD "FATHER," BECOME A PEOPLE WHO WORSHIP HIM.

UMAT YANG MENYEMBAH - 26 November 2024
2024-11-26 13:01:57
Bagaimana kita berusaha sungguh-sungguh menyenangkan Bapa di surga atau Elohim Yahweh? Melalui pujian penyembahan seperti yang sering kita lakukan. Ya, tetapi pujian penyembahan kita menjadi tidak ada artinya kalau kita tidak hidup dalam kesucian. Percuma. Hidup kita harus menjadi seperti Yesus atau serupa dengan Yesus. Dan itu tidak pernah ada dalam sejarah kehidupan. Yesus menjadi yang sulung yang benar-benar menyenangkan hati Bapa; "Ini Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nya Aku berkenan." Dia menjadi yang sulung, artinya setelah Yesus juga kemudian dihadirkan anak-anak Allah yang juga seperti Dia.
Tidak ada dalam sejarah kehidupan ada manusia seperti Yesus kecuali Yesus dari Nazaret, dan kemudian diikuti oleh orang percaya. Kalau kita meyakini Yesus tidak sejajar dengan Allah Bapa, itu bukan merendahkan Yesus. Yesus memang sepenuhnya menjadi manusia yang bisa berbuat salah, tapi Ia tidak berbuat salah. Yesus taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib, dan itu bukan sandiwara. Oleh ketaatan Yesus, kita ini—orang Manado, orang Ambon, orang Jawa, orang Tionghoa, orang Batak dan semua suku lainnya—boleh memanggil Allah dengan panggilan, Bapa. Kalau Yesus tidak mati di kayu salib, kita tidak pernah menjadi umat pilihan. Kita tidak mendapat kesempatan untuk menghampiri Allah. Jadi karena Yesus, maka kita menjadi umat yang bisa memanggil Allah itu Bapa, menjadi umat yang menyembah Dia.
Kita dibenarkan oleh Yesus yang menjadi manusia sepenuhnya dan taat sampai mati agar bisa menjadi contoh teladan bagi kita. Dan sekarang Yesus duduk di sebelah kanan Allah Bapa, artinya menerima segala pemerintahan. Ingat, Yusuf yang menyelamatkan seluruh Mesir? Kalau tidak ada Yusuf, hari ini tidak ada Mesir. Semua punah. Tujuh tahun tidak ada hujan, mati semua. Yusuf artinya sama, יָשַׁע (Ibr. Yasa), Yosua, penyelamat. Firaun berkata, "Aku Firaun, kaisar tertinggi, tapi tidak boleh ada seorang pun yang bergerak di luar sepengetahuan Yusuf." Lalu Yusuf dinaikkan kereta Firaun untuk dimuliakan. Tidak ada seorang pun yang boleh bergerak di Mesir di luar izin dan sepengetahuan Yusuf.
Sama, tidak ada yang lebih besar dari Yesus. Dan tidak boleh seorang pun bisa berkuasa selain Yesus. Yesus akan mewarisi Kerajaan Surga, mewarisi bersama-sama dengan kita, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia dan jika kita serupa dengan Yesus. Jadi, pujian penyembahan kita akan menyenangkan hati Allah kalau yang menyanyi makin serupa dengan Yesus. Ya, kita semua belum sempurna, tapi kita harus makin sempurna. Mari kita berjuang untuk hidup kudus; tidak ada perkataan yang salah, tidak ada tindakan yang keliru. Kita benar-benar hidup di dalam kekudusan dan kesucian. Semakin kita hidup kudus, semakin kita memuliakan dan menghargai Allah dengan seluruh tindakan dan perilaku kita, semakin Allah disenangkan.
Dan kualitas pujian penyembahan kita makin tinggi, makin berkenan, hanya jika kita serupa dengan Yesus, benar-benar tak bercacat, tak bercela, tidak melukai orang, tidak menyakiti siapa pun, suka menolong, murah hati, lemah lembut. Nanti Roh Kudus akan pimpin, karena masing-masing kita punya _personality,_ kepribadian yang berbeda-beda. Tapi, kita pasti akan menjadi indah di mata Allah dan menjadi berkat bagi orang di sekitar kita. Kita persiapkan diri untuk menjadi bangsawan surga sejak di bumi, agar kita layak masuk ke dalam keluarga Kerajaan Surga. Itu bukan mimpi, bukan dongeng, bukan fantasi.
Kita harus meninggalkan Mesir dunia, kita menuju Kanaan surgawi. Sejak hari ini, kita harus menunjukkan sikap berkemas-kemas itu, sampai orang dalam hati akan bertanya, "Apa yang terjadi dalam hidupmu? Ada apa sebenarnya?" Kita akan menjadi kesaksian bagi mereka. Tinggalkan dosa, jangan berbuat dosa lagi. Biarlah cita-cita kita hanya menjadi manusia yang layak di hadapan Allah, menyenangkan hati Bapa, menjadi anak kesukaan Bapa. Dan hari-hari kita adalah melakukan kehendak Allah dan memenuhi rencana Allah. Kalimat-kalimat ini abstrak, tapi kalau kita sudah menghayati, kita pasti bisa memenuhinya. Dan betapa hebatnya kehidupan menjadi anak-anak Yahweh yang suatu hari mewarisi Kerajaan Surga.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KARENA YESUS, MAKA KITA MENJADI UMAT YANG BISA MEMANGGIL ALLAH ITU BAPA, MENJADI UMAT YANG MENYEMBAH DIA.

Bacaan Alkitab Setahun - 26 November 2024
2024-11-26 12:43:00
1 Tesalonika 1-5

Truth Kids 25 November 2024 - HATI YANG BARU
2024-11-25 18:29:49
Yehezkiel 36:26
”Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat.”
Tuhan memberikan kita panca indra, salah satunya adalah kulit untuk merasakan tekstur kasar atau halus. Saat menggunakan kulit untuk merasakan suatu benda, mana yang kalian suka? Apakah kalian lebih suka merasakan permukaan benda yang lembut atau kasar? Rasanya anak-anak lebih suka merasakan benda yang lembut. Contohnya lebih suka mengelus-ngelus boneka yang halus daripada mengelus batu bata yang kasar.
Begitu juga seharusnya dengan hidup kita, Sobat Kids. Seharusnya kita lebih suka jika perbuatan dan perkataan kita lemah lembut. Oleh karena itu, Isi hati kita dengan sikap lemah lembut. Begitu juga dengan perkataan kita, Sobat Kids. Jaga hati kita tetap lembut. Caranya dengan dengar-dengaran terhadap firman Tuhan dan nasihat orang tua. Tuhan akan membentuk hati kita menjadi lemah lembut jika kita mau taat kepada-Nya.

Truth Junior 25 November 2024 - LIVER
2024-11-25 18:28:30
Yehezkiel 36:26
”Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat.”
Hati atau disebut juga liver merupakan organ terbesar yang dimiliki manusia. Hati terletak di bawah rusuk, di bagian kanan atas perut. Fungsi hati sangatlah penting bagi kelangsungan hidup manusia. Salah satu fungsinya adalah menetralisir racun dan melawan infeksi (kemasukan bibit penyakit). Hal unik tentang organ hati atau liver ini adalah tiga perempat bagian dari liver dapat diambil dan sisanya dapat tumbuh kembali ke ukuran dan bentuk normal dalam periode waktu tertentu. Wah… keren, ya, Tuhan kita! Ia menciptakan tubuh kita dengan ajaib.
Sobat Junior, hari ini kita diingatkan untuk menjauhkan diri dari hati yang keras; hati yang tidak mau dengar-dengaran dan taat kepada Tuhan. Saat kita tidak mau dengar-dengaran kepada firman Tuhan, itu sama saja kita sedang mengeraskan hati kita. Saat keras hati, kita tidak dapat melawan “infeksi dosa.”
Kita perlu menjaga hati kita tetap lembut sehingga kita dapat menyaring “racun dosa” yang masuk ke dalam hati. Akui setiap kesalahan kita, maka Tuhan akan memberikan hati dan roh yang baru dalam hidup kita sehingga kita memiliki hati yang taat kepada Tuhan. Yuk, kita jaga hati kita tetap lembut dan terbuka terhadap bimbingan Tuhan.

Truth Youth 25 November 2024 (English Version) - RECOGNIZE THE 'DANGER ALARMS' WITHIN YOURSELF
2024-11-25 18:26:56
"The heart is deceitful above all things, and desperately wicked; who can know it?" (Jeremiah 17:9)
Have you ever felt suddenly angry or upset with someone for no clear reason? Or maybe you find yourself doing something you know is wrong, yet it feels so hard to stop? It turns out, within us, there are many "danger alarms" that can trigger negative behavior. If we don’t recognize and become aware of these alarms, we might end up trapped in the same cycle of mistakes.
Jeremiah 17:9 reminds us, "The heart is deceitful above all things, and desperately wicked; who can know it?" This verse highlights that our own hearts can be our worst enemies. Without realizing it, our hearts can whisper many harmful things, such as jealousy, anger, or pride. Therefore, it is crucial to recognize what is inside us—what triggers us to do wrong or think negatively.
The first step is to be aware of the situations or conditions that might provoke us to do wrong. For example, perhaps we become easily emotional when we’re tired or sleep-deprived. Or we might feel envious when we see a friend’s success. By identifying these "danger alarms," we learn when to be vigilant and prepared to face them.
Each time we recognize and control our emotions or negative impulses, it is an act of worship to God. We submit our lives into His hands, asking Him to help us become better. We show that we love God not just in worship, but also in our daily lives.
So, let’s start to know ourselves better. Discover what often triggers our negative behaviors, and learn to control them. In doing so, we can give the best of our lives as a “present” to God. Show that we are ready to change and grow, reflecting His love and truth each day.
WHAT TO DO:
1. Be brave in analyzing your personality and how well you know yourself.
2. Change must start from the attitude of being willing to change.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Romans 1-3

Truth Youth 25 November 2024 - KENALI ‘ALARM BAHAYA’ DALAM DIRI SENDIRI
2024-11-25 18:24:41
”Betapa liciknya hati, lebih licik dari segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” (Yeremia 17:9)
Pernah ngerasa nggak, tiba-tiba aja kita marah atau kesel sama seseorang tanpa alasan yang jelas? Atau mungkin kita jadi ngelakuin sesuatu yang kita tahu salah, tapi kok rasanya susah banget buat berhenti? Ternyata, di dalam diri kita ada banyak “alarm bahaya” yang bisa memicu perilaku negatif. Kalau kita nggak kenal dan sadari alarm-alarm ini, bisa-bisa kita terus terjebak dalam siklus kesalahan yang sama.
Yeremia 17:9 berkata, “Betapa liciknya hati, lebih licik dari segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” Ayat ini mengingatkan kita bahwa hati kita sendiri bisa menjadi musuh dalam selimut. Tanpa kita sadari, hati kita bisa membisikkan banyak hal yang nggak baik, seperti rasa iri, marah, atau kesombongan. Makanya, penting banget untuk mengenali apa yang ada di dalam diri kita—apa yang memicu kita untuk berbuat salah atau berpikir negatif.
Langkah pertama adalah menyadari apa saja situasi atau kondisi yang bisa membuat kita terpancing melakukan hal yang nggak baik. Misalnya, mungkin kita jadi gampang emosi kalau lagi capek atau kurang tidur. Atau, kita jadi gampang iri saat melihat teman lebih sukses. Dengan mengenali “alarm bahaya” ini, kita jadi tahu kapan harus waspada dan siap untuk menghadapinya.
Setiap kali kita mengenali dan mengendalikan emosi atau dorongan negatif, itu adalah bentuk penyembahan kepada Tuhan. Kita menyerahkan hidup kita ke tangan-Nya, meminta Dia untuk menolong kita berubah menjadi lebih baik. Kita tunjukkan bahwa kita mengasihi Tuhan bukan hanya dalam ibadah, tapi juga dalam kehidupan sehari-hari kita.
Jadi, yuk mulai mengenali diri sendiri lebih dalam. Cari tahu apa yang sering jadi pemicu perilaku negatif kita, dan belajar untuk mengendalikannya. Dengan begitu, kita bisa memberikan yang terbaik dari hidup kita sebagai “present” untuk Tuhan. Tunjukkan bahwa kita siap untuk berubah dan bertumbuh, menjadi pribadi yang lebih mencerminkan kasih dan kebenaran-Nya setiap hari.
WHAT TO DO:
1.Berani menganalisi kepribadian kita dan sejauh mana kita mengenal diri kita
2.Perubahan harus diambil dari sikap yang berani untuk berubah
BIBLE MARATHON:
▪︎ Roma 1-3

Renungan Pagi - 25 November 2024
2024-11-25 12:35:00
Menyerah dan putus asa adalah jalan orang bodoh, karena itu janganlah menyerah dan putus asa, selama masih punya semangat dan tetap percaya pada Tuhan, maka akan melihat kemenangan dan mukjizat terjadi dalam hidup kita, pada waktunya. "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka IA akan meluruskan jalanmu."
Jika kita sedang mengalami masalah, apapun itu, tetaplah bersemangat untuk mengubah keadaan, jangan ucapkan hal-hal yang negatif, stop berkata "percuma" kita harus biasakan berkata "Saya percaya", putus asa, kecewa dan menyerah itu adalah mental seorang budak, tetapi cara hidup anak-anak Tuhan adalah harus tetap bersemangat, tetap percaya, maka Tuhan akan meluruskan jalan sehingga selalu ada pertolongan tersedia bagi kita.
(Amsal 3:5-6)

Quote Of The Day - 25 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-25 12:33:34
Pengalaman hidup, kejadian demi kejadian, akan membuka mata pengertian kita untuk menemukan betapa berharganya Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 25 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-25 12:31:16
Ketika kita merasa layak di hadapan Allah dengan nilai-nilai lebih di mata manusia, sejatinya kita meremehkan Allah seakan-akan Allah bisa dibayar dengan kelebihan yang tak ada nilainya di mata-Nya.

UNDERSTANDING YOURSELF CORRECTLY - 25 November 2024 (English Version)
2024-11-25 12:29:39
Psalm 139:23-24
"Search me, O God, and know my heart; test me and know my thoughts. See if there is any offensive way in me, and lead me in the way everlasting."
The Bible shows us that we need enlightenment from God Himself to understand ourselves correctly. We will never know ourselves correctly if we do not ask for God's enlightenment. Only people who truly respect God, love God, and genuinely desire to please God's heart will seek to be clean in His eyes, ensuring nothing disturbs His feelings. When the Bible says in Romans 8:28, "God works in all things for the good of those who love Him," it means that God will open a person's mind to understand themselves if they honor Him, love Him, and seek to please His heart.
God will create life events that make us recognize the virus of evil and cunning that is within us. Those who love God will receive this gift. And if we truly love God, we will not offer Him only a portion of our lives, because the standard for receiving God's transformative work is total surrender. We must give ourselves completely so that God can work on us fully without interruption. If we do not surrender fully, the process may still occur, but it will not progress ideally. This is why in Luke 14:33, the Word of God states, "Anyone who does not give up everything they have cannot be My disciple." That is, it cannot be changed. The process of change uses life events. Like Abraham, Joseph and David certainly went through a process. However, our maturity must be perfect like the Father and similar to Jesus. How much higher the standard we will achieve than Abraham, Joseph, and David.
These individuals were beloved friends of God who lived solely to fulfill God's plan. Abraham had to pass the test as the "father of faith," so his life could serve as a model for believers in the future, including for us today. God wants to cultivate our hearts so that we have clean hearts, and this can only happen or take place in the school of the Holy Spirit. Therefore, we must not defile our bodies with fornication, with sin. Since our bodies are the temple of God, they must be clean so that God can dwell within us comfortably. Only the Holy Spirit can cleanse us. How does God cleanse us? By calling us to meet Him, love Him, and please Him. God will reveal our sins, but it is our responsibility to uproot them. This is where the process of self-denial takes place."
This cannot be done as a sideline. This must be a wholehearted activity. Because in fact, nothing in our life's activities is interesting except striving to become clean. We want to be as clean as possible, because we are the temple of God. Our conscience must be clean, and that process takes place every day. There is always God's voice behind every event in life. It is a shame if we are not serious about God. He is alive, He is real. Do not act as if He does not exist and is weak because we are not serious about dealing with Him. Make a new history in our lives, be serious with God. Cleanse yourself from all impurities, poor character, bad habits, and low mental attitudes so that we are worthy to be the temple of God.
We will prove in the days ahead that Yahweh, whom we worship-Elohim Yahweh-is real. There is no need for theological debates; simply prove that God is alive and true, that He is real. One day, when we stand before God's judgment, we will be allowed to enter the Father's house. Trust that we will be continually protected because we are the apple of His eye. Do not worry about anything, for the Lord is with us. Always remember what the Bible says: when David was in distress, he strengthened his trust in God. Let us not harbor suspicion toward Him but live a clean life. Let the room in our hearts be filled with God, leaving no space for sin or impurity. Indeed, there are times when God places us in situations where the doors seem closed and the path forward unclear. But God reminds us today of one thing: when He opens a door, no one can close it; and when He closes a door, no one can open it.
God desires our lives to be clean because He cannot deny Himself. If our lives are not clean, we cannot receive His blessings. How deep is God the Father's love for the nation of Israel, and yet He could not bless them when they were stubborn, hard-hearted, and disobedient. Live a clean life and experience the living, real God. Do not merely dwell in the fantasies of your mind, for God is not a fantasy. What is written in the Bible must be lived out in our daily lives. The drama of human lives walking with God, whose footprints are recorded in the Bible, must come alive in us.
WE WILL NEVER KNOW OURSELVES CORRECTLY IF WE DO NOT ASK FOR GOD'S ENLIGHTENMENT.

MENGENALI DIRI DENGAN BENAR - 25 November 2024
2024-11-25 12:27:18
Mazmur 139:23-24
"Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal."
Alkitab menunjukkan kepada kita bahwa kita membutuhkan pencerahan dari Allah sendiri agar kita dapat mengenali diri kita dengan benar. Kita tidak akan pernah mengenali diri kita secara benar kalau kita tidak minta pencerahan dari Allah. Hanya orang-orang yang sungguh-sungguh menghormati Allah, mengasihi Allah, dan sungguh-sungguh mau menyenangkan hati-Nya yang ingin berkeadaan bersih di mata Allah, agar tidak ada sesuatu yang mengganggu perasaan-Nya. Kalau Alkitab berkata di Roma 8:28, "Allah bekerja dalam segala hal mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia," artinya Tuhan akan membuka pikiran seseorang untuk mengenali dirinya sendiri, jika ia memang menghormati Allah, mengasihi Allah dan mau menyenangkan hati-Nya.
Tuhan akan membuat peristiwa-peristiwa kehidupan yang membuat kita mengenali virus kejahatan dan kelicikan yang ada di dalam diri kita. Mereka yang mengasihi Allah akan mendapat anugerah ini. Dan kalau kita mengasihi Allah, kita tidak memberikan sebagian hidup kita, sebab standar untuk mendapat penggarapan Allah adalah kita harus menyerahkan diri sepenuhnya supaya Allah dapat menggarap kita sepenuhnya tanpa gangguan. Jadi, kalau tidak sepenuhnya, bisa saja proses itu terjadi, tetapi tidak akan berlangsung secara ideal. Itulah sebabnya di dalam Lukas 14:33, firman Tuhan mengatakan, "Barangsiapa tidak menyerahkan seluruh miliknya, ia tak dapat menjadi murid-Ku." Artinya, tidak bisa diubah. Proses perubahan tersebut menggunakan peristiwa-peristiwa hidup. Seperti Abraham, Yusuf dan juga Daud yang pasti mengalami proses. Tetapi, kematangan kita harus sempurna seperti Bapa dan serupa dengan Yesus. Betapa jauh standar yang kita akan capai lebih dari Abraham, Yusuf, dan Daud.
Mereka adalah orang-orang yang menjadi kekasih atau sahabat Allah yang hidup hanya untuk memenuhi rencana Allah. Abraham harus lulus sebagai “bapa orang percaya,” supaya kehidupannya menjadi teladan orang percaya di kemudian hari, termasuk untuk kita hari ini. Tuhan mau mengolah batin kita agar kita punya hati yang bersih, dan itu hanya bisa terjadi atau berlangsung di sekolah Roh Kudus. Maka, jangan kotori tubuh kita dengan percabulan, dengan dosa. Sebab tubuh kita menjadi bait Allah supaya Allah nyaman di situ, harus bersih. Dan yang bisa membersihkan adalah Roh Kudus. Jadi, Tuhan mau membersihkan kita. Caranya? Kita harus bertemu Tuhan, mengasihi Dia, menyenangkan Tuhan. Tuhan akan tunjukkan dosa kita, tapi kita yang harus mencabut dosa itu. Maka, proses menyangkal diri berlangsung di situ.
Ini tidak bisa dibuat sambilan. Ini harus menjadi aktivitas segenap hati. Sebab sesungguhnya, aktivitas hidup kita tidak ada yang menarik kecuali bagaimana kita bersih. Kita mau menjadi sebersih-bersihnya, karena menjadi bait Allah. Nurani kita harus bersih, dan proses itu berlangsung setiap hari. Selalu ada suara Tuhan di balik setiap peristiwa hidup. Sangat disayangkan kalau kita tidak serius dengan Allah. Dia hidup, Dia nyata. Jangan menjadi seakan-akan Dia tidak ada dan lemah karena kita yang tidak serius berurusan dengan Dia. Buatlah sejarah baru dalam hidup kita, serius dengan Tuhan. Bersihkan diri dari semua kenajisan, karakter, watak, mental yang buruk, yang rendah, agar kita layak menjadi bait Allah.
Kita akan buktikan hari-hari ke depan bahwa Yahweh yang kita sembah, Elohim Yahweh adalah nyata. Kita tidak usah debat-debat teologis, buktikan Allah itu hidup dan benar, Dia nyata. Dan suatu hari kita ada di pengadilan Tuhan, kita diperkenan masuk rumah Bapa. Percayalah, kita akan dilindungi terus karena kita adalah biji mata Allah. Jangan khawatir atas apa pun, karena Tuhan menyertai kita. Selalu ingat apa yang ditulis Alkitab, ketika Daud dalam kesesakan, dia menguatkan percayanya kepada Allah. Jangan kita menaruh curiga terhadap-Nya, tetapi hiduplah dalam kehidupan yang bersih. Ruangan hati kita biar diisi oleh Allah, tidak ada dosa dan kenajisan di situ. Memang Tuhan sering membuat kita seperti ada di tempat di mana pintu tertutup dan tidak jelas ke depan. Tapi Tuhan ingatkan satu hal hari ini, kalau Dia membuka, maka tidak ada yang bisa menutup. Dan kalau Dia menutup, tidak ada yang bisa membuka.
Tuhan mau hidup kita bersih, karena Tuhan tidak bisa menyangkali diri-Nya. Kalau hidup kita tidak bersih, maka kita tidak bisa diberkati. Betapa sayangnya Allah Bapa kepada bangsa Israel, tetapi Allah tidak bisa memberkati bangsa itu kalau mereka tegar tengkuk, keras kepala, dan tidak dengar-dengaran. Hiduplah bersih dan alami Allah yang hidup dan nyata. Jangan hanya di dalam fantasi pikiran, sebab Allah bukan fantasi. Apa yang Alkitab tulis harus dihidupkan di dalam hidup kita. Drama kehidupan anak-anak manusia yang berjalan dengan Allah, yang jejaknya ditulis dalam Alkitab, harus kita hidupkan dalam hidup kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA TIDAK AKAN PERNAH MENGENALI DIRI KITA SECARA BENAR KALAU KITA TIDAK MINTA PENCERAHAN DARI ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 25 November 2024
2024-11-25 12:24:51
Kisah Para Rasul 17

Truth Junior 24 November 2024 - PERKATAAN YANG BAIK
2024-11-25 05:27:10
Efesus 4:29
”Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.”
Sejak adanya pandemi COVID-19, penggunaan smartphone meningkat, bahkan di kalangan anak-anak. Puji Tuhan, lockdown karena COVID-19 sudah ditiadakan. Kita sudah bebas keluar rumah tanpa menggunakan masker. Sayangnya, anak-anak masih banyak yang tergantung dengan smartphone. Bahkan sampai ada yang kecanduan games online. Setiap hari kalau belum bermain games online, rasanya ada yang kurang. Ada juga yang merasa ketinggalan informasi jika tidak membuka sosial media; serasa tidak tahu kejadian-kejadian yang sedang viral di sosmed.
Dengan adanya internet, kita bisa terhubung dengan berbagai orang dari berbagai bagian dunia ini. Sisi negatifnya adalah kebiasaan yang anak-anak dunia lakukan bisa mempengaruhi kita. Ayo… siapa di antara kalian yang mengikuti gaya bicara anak dunia? Misalnya merasa wajar-wajar saja memanggil teman dengan nama-nama binatang. Atau mengucapkan kata-kata kotor, kasar, dan tidak sopan, tetapi tidak merasa salah, justru merasa itu adalah hal yang cool untuk dilakukan. Wah... hati-hati dengan pemikiran yang seperti itu, ya, Sobat Junior. Standar hidup anak Tuhan berbeda dengan gaya hidup anak dunia.
Kalian seharusnya menjadi contoh dan teladan untuk bersikap sebagai anak-anak Allah. Tidak perlu mengikuti perbuatan atau perkataan anak-anak dunia. Sayangnya, ada yang merasa keren dan gaul jika menggunakan kata-kata yang kasar dan memanggil teman dengan julukan tertentu. Hari ini kita belajar untuk melakukan firman Tuhan yang tertulis dalam Efesus 4:29. Jangan sampai ada perkataan kotor yang kita ucapkan. Seharusnya, kita mengucapkan perkataan yang baik untuk membangun teman-teman kita.

Truth Youth 24 November 2024 (English Version) - E A LIGHT IN DARK PLACES
2024-11-25 05:22:56
"You are the light of the world. A city that is set on a hill cannot be hidden. Nor do they light a lamp and put it under a basket, but on a lampstand, and it gives light to all who are in the house. Let your light so shine before men, that they may see your good works and glorify your Father in heaven." (Matthew 5:14-16)
Imagine you're walking around a city at night when suddenly the power goes out completely. It's dark, you can't see anything, and you can only feel your way around to avoid bumping into things. But then, there’s one house with its lights on brightly. Instantly, that house becomes the center of attention, right? Everyone in the darkness will surely look for their way toward it. In this life, we can all be like that shining house—a light in the midst of darkness.
Matthew 5:14-16 teaches us that "You are the light of the world. A city that is set on a hill cannot be hidden." This verse reminds us that our lives should shine as a light, guiding others.
Building strong moral and ethical principles means having a clear standard of what is right and wrong, based on God's teachings. It's not just for ourselves, but also to be an example for others. For example, in school or at work, we can demonstrate integrity by not cheating, being honest, and doing good even when no one is watching. Or, in our friendships, we can show love and loyalty even when faced with gossip or unpleasant drama.
By being a light, we not only help ourselves stay on the right path, but we also inspire others to do the same. Every good deed we perform, every principle-based decision we make, is the best "present" we can offer to God. So, let’s be a light in dark places, build strong moral and ethical principles, and prove that we are children of God who dare to be different to glorify His name!
WHAT TO DO:
1. Build your life on the truth of God’s Word.
2. Be a light by guarding your words and behavior towards others.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Acts 27-28

Truth Youth 24 November 2024 - JADI CAHAYA DI TEMPAT YANG GELAP
2024-11-25 05:19:11
”Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” (Matius 5:14-16)
Bayangkan kamu lagi jalan-jalan malam di kota yang tiba-tiba listriknya padam total. Gelap, nggak ada yang bisa dilihat, dan kamu cuma bisa meraba-raba supaya nggak nabrak apa-apa. Tapi tiba-tiba, ada satu rumah dengan lampu menyala terang. Otomatis, rumah itu langsung jadi pusat perhatian, _kan_? Semua orang yang ada di kegelapan pasti akan mencari arah ke situ. Dalam kehidupan ini, kita semua bisa jadi seperti rumah yang bercahaya itu— terang di tengah kegelapan.
Matius 5:14-16 bilang, “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” Ayat ini ngajarin kita kalau hidup kita harus jadi terang, jadi penunjuk jalan buat orang lain.
Membangun prinsip moral dan etika yang kuat berarti kita punya standar yang jelas tentang apa yang benar dan salah, berdasarkan ajaran Tuhan. Bukan cuma buat diri kita sendiri, tapi juga buat jadi contoh buat orang lain. Misalnya, di sekolah atau tempat kerja, kita bisa menunjukkan integritas dengan nggak mencontek, jujur, dan berbuat baik meski orang lain nggak lihat. Atau di lingkup pertemanan, kita tetap menunjukkan kasih dan kesetiaan meski terkadang ada gosip atau drama yang nggak menyenangkan.
Dengan jadi terang, kita nggak cuma bantu diri kita buat tetap berada di jalan yang benar, tapi juga menginspirasi orang lain untuk melakukan hal yang sama. Setiap tindakan baik yang kita lakukan, setiap keputusan berdasarkan prinsip yang kita buat, adalah “present” terbaik yang bisa kita persembahkan buat Tuhan. Yuk, jadilah terang di tempat yang gelap, bangun prinsip moral dan etika yang kuat, dan buktikan bahwa kita adalah anak-anak Tuhan yang berani beda untuk memuliakan nama-Nya!
WHAT TO DO:
1.Membangun hidup dengan kebenaran firman Tuhan
2.Menjadi terang dengan menjaga perkataan dan perilaku kita terhadap orang lain
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kisah Para Rasul 27-28

Renungan Pagi - 24 November 2024
2024-11-25 05:15:26
Melayani pekerjaan Tuhan sebenarnya suatu kehormatan yang diberikan Tuhan kepada kita, namun sayang banyak orang menolak untuk melayani Dia dengan berbagai alasan. Disisi lain banyak juga orang yang melayani pekerjaan Tuhan dengan motivasi tertentu, ada yang motivasinya ingin mendapat pujian, pengakuan dan ada juga yang ingin mendapatkan uang dan kekayaan.
Tidak sedikit juga hamba-hamba Tuhan yang terkenal, justru inginnya dilayani dengan segala fasilitas yang "Wah", mereka sepertinya sudah lupa bahwa dirinya seorang "Hamba" yang sudah seharusnya melayani, bukan dilayani. Tuhan Yesus sudah memberikan teladan itu, ketika DIA datang ke dunia bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani". "Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
(Markus 10:45)

Quote Of The Day - 24 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-25 05:12:36
Salah satu yang membuat kita tetap kokoh adalah jika kita hidup dalam doa.

Mutiara Suara Kebenaran - 24 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-25 05:11:26
Tuhan mau hidup kita bersih, karena Tuhan tidak bisa menyangkali diri-Nya. Kalau hidup kita tidak bersih, maka kita tidak bisa diberkati.

THE PERMANENT RHYTHM OF LIFE - 124 November 2024 (English Version)
2024-11-25 05:09:12
God helps us in our problems to introduce Himself that He is good, unless we are not aware that it is God's goodness. If it were not God who helped us, if it were not God who defended us, if it were not God who took care of us, our situation would not be like today. God introduces Himself that He loves us. But God's goodness does not stop until we can experience the fulfillment of physical needs and escape from the problems of fulfilling physical needs. God wants to bring us to a place where there is no war, no sorrow, no death, no crisis, no sickness, no suffering. Therefore, we must be the wheat that is harvested. And Jesus said, "Bring it into My barn." Unless we do not want to be harvested by God, then we will be harvested by the power of darkness and put into His barn; where His barn is eternal fire.
Let's seriously question, are we wheat or weeds? Can our lives be enjoyed by God? If it is wheat, it means that we can be enjoyed by God. And that every second, every minute, every hour we must pay attention to. Until we have a permanent dynamic rhythm of how to have a life that can be enjoyed by God. May we always have a longing to want to please His heart. Every word, attitude, deed and thought we please God. When we have to share our lives for others, then we crush our flesh, we break our ego, then we do what we don't really like because our ego is disturbed, but we choose to please God.
Choosing to please God must become a permanent dynamic rhythm of life. And it is not automatic, we must fight for it. Every second, minute, hour, habits of our lives that God does not approve of, do not do them. When God wants us to share our lives for others, even though it is not pleasant, then we must continue to do it until it becomes pleasant, then we can smell the fragrance of God. God is pleased with what we do. One day we will meet God, how proud God is to see us who live to do the will of the Father, so that He will say, “This is My beloved Son, in whom I am well pleased.”
Becoming wine poured out and broken bread will not make us poor, we will not be humiliated. Give in when people are hostile to us, be silent when we are hurt by people, repay evil with good; God enjoys that. Children, love your parents. Even if your parents are poor, can't fulfill your needs, not satisfying your life, love your parents, respect them even though they seem unworthy of respect because they are ignorant, poor, or constantly in the wrong, but you must respect them for the sake of God. The Holy Spirit will help you to respect your parents. Parents, be a role model for your children, so that you can inherit the fear of God and the presence of God in their lives. That is the provision. Each of us can be wheat. We change ourselves from weeds to wheat.
And each of us must realize that eternity is more valuable than anything we have in this world. Going through suffering while living on earth, it doesn't matter. Our disappointments will be replaced with eternal joy. Don't remember the betrayal of those who have betrayed our lives. Forget it. Now, consider seriously, ask the Holy Spirit for guidance, are we wheat or weeds. And not infrequently God allows such deep bitterness to change us into wheat. Because if we are still in pleasure, we will continue to be weeds. God wants to shift our lives from being weeds to wheat. Don't regret what happened. Be faithful! Come on, let's just seek God. God will restore our lives. Suffering can make us shift from being weeds to being wheat.
The Holy Spirit will help and guide our lives. If we are serious about this, it means that we are really serious about honoring God. And if we are really successful in questioning our own eternity, surely we will also question the eternity of others. People who do not care about the salvation of others, because they also do not care about their own salvation. If the Bible says, "Love your neighbor as you love yourself," then the way we love ourselves will be the same as we love others. Our standard in loving ourselves is the same standard we apply to loving others.
If our standard in loving ourselves is how we bring ourselves to eternity, then we will also question how others are brought to eternity. There are not many people who truly love and honor God. Yet in this world, God preserves a remnant of those who love and honor Him. We are part of that remnant. We are not just Sunday Christians, but Christians all the time, and that is our eternal provision.
CHOOSING TO PLEASE GOD MUST BECOME A PERMANENT DYNAMIC OF THE RHYTHM OF LIFE.

IRAMA HIDUP PERMANEN -24 November 2024
2024-11-25 05:06:25
Tuhan menolong kita dalam masalah-masalah kita untuk memperkenalkan diri-Nya bahwa Dia baik, kecuali kita tidak sadar bahwa itu adalah kebaikan Tuhan. Jikalau bukan Tuhan yang menolong kita, jikalau bukan Tuhan yang membela kita, jikalau bukan Tuhan yang memelihara kita, keadaan kita tidak seperti hari ini. Tuhan memperkenalkan diri-Nya bahwa Dia mengasihi kita. Tapi kebaikan Tuhan tidak berhenti sampai kita dapat mengalami pemenuhan kebutuhan jasmani dan lolos dari masalah-masalah pemenuhan kebutuhan jasmani. Allah ingin membawa kita ke tempat di mana tidak ada perang, tidak ada dukacita, tidak ada kematian, tidak ada krisis, tidak ada sakit-penyakit, tidak ada penderitaan. Karenanya, kita harus menjadi gandum yang dituai. Dan Yesus katakan, “Bawa masuk ke lumbung-Ku.” Kecuali kita tidak mau dituai oleh Tuhan, maka kita akan dituai oleh kuasa kegelapan dan dimasukkan ke dalam lumbungnya; di mana lumbungnya adalah api kekal.
Mari dengan serius kita perkarakan, apakah kita ini gandum atau ilalang? Apakah hidup kita bisa dinikmati Tuhan? Kalau gandum berarti kita bisa dinikmati Tuhan. Dan itu setiap detiknya, setiap menitnya, setiap jamnya harus kita perhatikan. Sampai kita memiliki irama dinamika permanen bagaimana memiliki hidup yang bisa dinikmati oleh Tuhan. Kiranya kita selalu memiliki kerinduan untuk ingin menyenangkan hati-Nya. Setiap tutur kata, sikap, perbuatan dan pikiran kita menyenangkan Tuhan. Ketika kita harus membagi hidup untuk orang lain, maka kita meremukkan kedagingan kita, kita patahkan ego kita, lalu kita melakukan apa yang sebenarnya tidak kita sukai karena ego kita terganggu, tetapi kita memilih untuk menyenangkan Tuhan.
Memilih menyenangkan Tuhan harus sampai menjadi dinamika irama hidup yang permanen. Dan itu tidak otomatis, kita harus berjuang untuk itu. Setiap detik, menit, jam, kebiasaan-kebiasaan hidup kita yang Tuhan tidak berkenan, jangan lakukan. Ketika Tuhan menghendaki kita membagi hidup untuk orang lain, walaupun itu tidak menyenangkan, maka kita harus tetap lakukan sampai menjadi menyenangkan, maka kita bisa mencium keharuman Tuhan. Tuhan senang dengan apa yang kita lakukan. Suatu hari kita akan bertemu Tuhan, betapa bangganya Tuhan melihat kita yang hidup melakukan kehendak Bapa, sehingga Ia akan berkata, “Inilah anak-Ku yang Kukasihi, kepadanya Aku berkenan.”
Menjadi anggur yang tercurah dan roti yang terpecah, tidak akan membuat kita jadi miskin, kita tidak akan dipermalukan. Mengalahlah kalau orang memusuhi kita, diamlah kalau kita disakiti orang, balaslah kejahatan dengan kebaikan; Tuhan menikmati itu. Anak-anak, sayangi orang tuamu. Biar orang tuamu miskin, tidak bisa memenuhi kebutuhanmu, tidak memuaskan hidupmu, sayangi mama papamu, hormati mereka walaupun mereka seakan-akan tidak layak untuk dihormati karena bodoh, miskin, salah melulu, tapi kamu harus menghormati mereka demi Tuhan. Roh Kudus akan menolong kamu untuk menghormati orang tua. Orang tua, jadilah teladan untuk anak-anak, supaya bisa mewariskan takut akan Allah dan kehadiran Allah dalam hidup mereka. Itu bekal. Setiap kita bisa menjadi gandum. Kita ubah diri kita dari ilalang menjadi gandum.
Dan setiap kita harus sadar bahwa kekekalan lebih berharga dari apa pun yang kita miliki di dunia ini. Melewati penderitaan waktu hidup di bumi, tidak masalah. Kekecewaan kita akan diganti dengan sukacita kekal. Jangan ingat pengkhianatan orang yang pernah mengkhianati hidup kita. Lupakan. Sekarang, pertimbangkan dengan serius, minta petunjuk Roh Kudus, kita ini gandum atau ilalang. Dan tidak jarang Tuhan mengizinkan kepahitan yang begitu dalam untuk mengubah kita jadi gandum. Sebab kalau kita masih dalam kenikmatan, kita jadi ilalang terus. Tuhan mau menggeser hidup kita dari kehidupan sebagai ilalang, menjadi gandum. Jangan menyesali yang terjadi. Setialah! Ayo, kita cari Tuhan saja. Tuhan akan membuat hidup kita dipulihkan. Penderitaan dapat membuat kita bisa bergeser dari keadaan ilalang menjadi gandum.
Roh Kudus akan menolong dan menuntun hidup kita. Kalau kita serius mempersoalkan hal ini, berarti kita sungguh-sungguh serius menghormati Tuhan. Dan kalau kita sungguh-sungguh berhasil memperkarakan kekekalan kita sendiri, pasti kita juga akan memperkarakan kekekalan orang lain. Orang yang tidak peduli keselamatan orang lain, karena dia juga tidak peduli keselamatannya sendiri. Kalau Alkitab berkata, “Kasihilah sesama manusia seperti kau mengasihi dirimu sendiri,” maka cara kita mengasihi diri sendiri akan sama seperti kita mengasihi orang lain. Standar kita dalam mengasihi diri sendiri merupakan standar yang sama yang kita kenakan untuk mengasihi orang lain.
Kalau standar kita dalam mengasihi diri sendiri adalah bagaimana kita membawa diri kita kepada kekekalan, maka kita juga akan mempersoalkan bagaimana orang lain dibawa kepada kekekalan. Tidak banyak orang yang sungguh-sungguh mencintai dan menghormati Tuhan. Tetapi di dunia ini, Tuhan menyisakan orang-orang yang mencintai dan menghormati Dia. Dan kita adalah orang yang disisakan itu. Kita bukan hanya menjadi orang Kristen hari Minggu, melainkan menjadi orang Kristen sepanjang waktu, dan itulah bekal kekal kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
MEMILIH MENYENANGKAN TUHAN HARUS SAMPAI MENJADI DINAMIKA IRAMA HIDUP YANG PERMANEN.

Bacaan Alkitab Setahun - 24 November 2024
2024-11-25 05:03:08
Galatia 4-6

Truth Kids 23 November 2024 - CINTA DALAM EJEKAN
2024-11-23 19:24:48
Matius 5:44
”Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Setiap pagi, Daniel menyempatkan diri untuk berdoa dan membaca Alkitab sebelum berangkat ke sekolah. Ia selalu berusaha menjadi teman yang baik bagi semua orang. Suatu hari saat di sekolah, Daniel mendengar teman-temannya mengejek seorang murid baru karena penampilannya yang berbeda. Meski tidak terlibat, hati Daniel terasa sakit. Ia teringat ayat dalam Alkitab yang mengajarkan untuk mengasihi sesama.
Dengan kelembutan, Daniel mendekati murid baru itu dan mengajaknya berbicara. Ia berusaha membuatnya merasa diterima dan dihargai. Daniel juga berdoa agar Tuhan memberi kekuatan dan keberanian kepada murid tersebut. Tidak lama kemudian, Daniel melihat bahwa murid baru itu mulai tersenyum dan lebih percaya diri.
Sobat Kids, ketika kita dihadapkan pada ejekan dan cemoohan, ingatlah untuk bersikap lembut dan berdoa. Dengan kasih, kita bisa membawa perubahan di sekitar kita. Kelembutan hati akan menjadi kekuatan dalam menghadapi tantangan, dan doa akan menjadi penuntun kita dalam setiap langkah.

Truth Junior 23 November 2024 - PERUNDUNGAN
2024-11-23 19:19:06
Matius 5:44
”Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Banyak poster anti-bullying dipajang di sekolah. Sejak awal tahun ajaran pun, para guru telah mengingatkan seluruh murid untuk tidak melakukan tindakan bullying, baik secara verbal maupun fisik. Sayangnya, masih ada saja murid yang tidak taat terhadap peraturan yang ada di sekolah.
Tidak sedikit kasus bullying yang terjadi di dalam sekolah. Semoga kalian tidak pernah mengalami perundungan, ya, Sobat Junior. Namun, jika sampai kalian pernah mengalaminya, kalian harus segera lapor kepada orang tua atau guru. Tidak perlu kalian takut jika kalian benar. Tindakan bullying harus dihentikan secepatnya.
Sobat Junior, biasanya orang yang melakukan perundungan adalah orang yang pernah mengalami kekerasan dari orang lain. Biasanya orang yang merasa lebih kuat akan melakukan tindakan kepada orang yang dianggap “lebih lemah.” Sebenarnya kita harus mengasihani mereka, Sobat Junior. Karena ada pelaku perundungan yang menganggap diri mereka sebagai jagoan karena bisa menyakiti orang lain. Sesungguhnya jiwa mereka itu sedang sakit, jika mereka berpikiran seperti itu. Kasihan, ya…
Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk mengasihi dan berdoa bagi mereka yang menganiaya kita. Memang tidak enak rasanya ketika kita di-bully. Selain melaporkan kejadian kalian kepada orang tua dan guru, kalian juga bisa berdoa bagi mereka sehingga mereka bisa sadar atas kesalahan yang telah diperbuat dan tidak mengulanginya lagi.

Truth Youth 23 November 2024 (English Version) - STAYING TRUE IN THE FACE OF TEMPTATION
2024-11-23 18:42:28
"Blessed is the man who endures temptation; for when he has been approved, he will receive the crown of life which the Lord has promised to those who love Him." (James 1:12)
Have you ever felt tempted to take the easier path, even though you know it's wrong? For instance, during an exam, you might be tempted to cheat a little for a better grade, or in a small conflict with friends, you might choose to gossip about another friend to protect yourself. The temptation to do wrong is always there, especially when it seems easier and "beneficial." But let's think it over. Is this really the best choice?
James 1:12 reminds us, "Blessed is the man who endures temptation; for when he has been approved, he will receive the crown of life which the Lord has promised to those who love Him." This verse reminds us that being faithful to the truth, even when tempted to do wrong, is very valuable in God's eyes. Temptations often come with sweet promises that are only temporary, but the truth always brings lasting and satisfying results.
When we choose to remain faithful to the truth, we are giving the best "present" or gift to God through our lives aligned with His will. We show God that we love Him, not just through words but through real actions. For example, staying honest even when tempted to cheat, or showing love even when hurt, all of these are concrete evidence of our worship to God through our lives.
So, let’s commit to staying faithful to the truth, even when it feels really heavy at times. Remember, every time we overcome temptation, we glorify God and demonstrate that our faith is greater than any temptation that comes our way. Stay faithful, stay strong, for the crown of life awaits!
WHAT TO DO:
1. Be brave to say no to sin and choose to live in obedience to God.
2. Our closeness to God is reflected in our faithfulness to Him.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Acts 24-26

Truth Youth 23 November 2024 - TETAP SETIA DI TENGAH GODAAN
2024-11-23 18:40:12
”Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.” (Yakobus 1:12)
Pernah nggak kalian merasa tergoda buat memilih jalan yang lebih mudah, meski tahu itu salah? Misalnya, lagi ujian dan ada kesempatan buat nyontek sedikit biar nilai lebih baik, atau pas ada konflik kecil di pertemanan, kita pilih gosipin teman lain buat melindungi diri. Godaan buat ngelakuin yang salah itu emang selalu ada, apalagi kalau kelihatan lebih gampang dan “menguntungkan.” Tapi, coba deh, kita pikir ulang. Apa benar ini pilihan terbaik?
Yakobus 1:12 bilang, “Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.” Ayat ini ngingetin kita kalau setia dalam kebenaran, bahkan saat digoda untuk ngelakuin yang salah, itu sangat berharga di mata Tuhan. Godaan sering datang dengan janji-janji manis yang cuma sebentar, tapi kebenaran selalu membawa hasil yang langgeng dan memuaskan.
Waktu kita milih buat tetap setia pada kebenaran, kita lagi memberikan “present” atau hadiah terbaik buat Tuhan dalam bentuk hidup kita yang sesuai dengan kehendak-Nya. Kita tunjukkan ke Tuhan bahwa kita cinta sama Dia, bukan cuma lewat kata-kata, tapi juga lewat tindakan nyata. Misalnya, tetap jujur meski ada kesempatan buat curang, atau tetap kasih sayang meski disakiti, itu semua adalah bukti nyata kita menyembah Tuhan dengan hidup kita.
Jadi, yuk, kita komitmen untuk terus setia pada kebenaran, meski kadang rasanya berat banget. Ingat, setiap kali kita menang atas godaan, kita lagi memuliakan Tuhan dan menunjukkan bahwa iman kita lebih besar daripada godaan apa pun yang datang. Tetap setia, tetap teguh, karena ada mahkota kehidupan yang menanti!
WHAT TO DO:
1.Berani berkata tidak untuk melakukan dosa dan memilih untuk hidup taat kepada Tuhan
2.Kedekatan kita kepada Tuhan dilihat dari kesetiaan kita kepada Tuhan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kisah Para Rasul 24-26

Renungan Pagi - 23 November 2024
2024-11-23 18:24:31
Orang yang hidup berdasarkan firman Tuhan, maka langkahnya akan mantap karena dia tahu Tuhan yang menjadi pembela dan penolongnya. Seseorang yang hidup dalam kebenaran, guru yang paling menonjol adalah, cepat mengerti jika melakukan kesalahan dan akan segera diperbaiki, ketika bersalah, akan diakui dengan kesadaran, lalu bertobat dan bertanggungjawab membereskan akibat dari kesalahannya.
"Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran." Orang yang bergaul dengan firman Tuhan dan menghidupi kebenaran, bukan berarti sudah sempurna, tetapi orang yang mau disempurnakan; mau ditegur, mau dinasehati dan diperingatkan jika dia bersalah, lalu bertobat.
(2 Timotius 3:16).

Quote Of The Day - 23 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-23 18:22:14
Tuhan tidak keberatan kita bahagia dengan keluarga dan usaha kita baik-baik, tapi Tuhan lebih ingin kita memiliki kehidupan di balik langit baru dan bumi baru.

Mutiara Suara Kebenaran - 23 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-23 18:20:46
Setiap kita harus sadar bahwa kekekalan lebih berharga dari apa pun yang kita miliki di dunia ini.

WHEAT OR WEEDS - 23 November 2024 (English Version)
2024-11-23 18:19:37
Since childhood, what is shown by the world makes children not recognize the true Christian life. Without realizing it, they are sown by the power of darkness and will be reaped by Satan-not as wheat but as weeds among the wheat. And there may even be more weeds than wheat. In the parable of the wheat and the weeds in Matthew 13:29-30, Jesus said, "Don't, because the wheat might be uprooted when you pull up the weeds. Let both grow together until harvest time. At that time I will say to the reapers: First gather the weeds and bind them in bundles to burn them; then gather the grain into my barn."
Have we ever questioned whether we are wheat or weeds? Let us not speculate, let us not be calm and say, "Perhaps I’m wheat, perhaps I’m weeds." No! We must be certain whether we are wheat or weeds. This is the provision that God's Word speaks of. Whether we are wheat or weeds, does not depend on God, but on us. What we bring is what becomes our eternal provision. And whether we are wheat or weeds, depends on how we fill our days on this earth. Frankly, many of us are still speculating, whether we are wheat or weeds. And we hesitate to take concrete steps to become wheat. Even though this is about eternal provision.
It is said in the word of God that there are no people who have hatred, grudges, which means the same as murderers, idolaters, which represents materialistic people-“who will enter the Kingdom of Heaven.” Don’t take this lightly. More clearly in Revelation 21:8 it says, “But the cowardly, the unbelieving, the vile, the murderers, the sexually immoral, those who practice magic arts, the idolaters and all liars-they will be consigned to the fiery lake of burning sulfur. This is the second death."
We come to church with the intention of learning and understand what God desires. Thus, our purpose for attending church should focus on addressing the matter of our eternal life. Because if it only concerns physical life or material needs, the world can provide for those. Even people without God can meet their physical needs. But what people outside the church cannot provide is eternity-eternal provision. That is why the church must be concerned and troubled-in particular, pastors and God's servants-when they see that the congregation lacks certainty about their eternal provision. No longer, what is important is that the congregation comes, then we create entertaining programs.
Wheat can become bread, nourishment, and life-giving food. Weeds, however, cannot. So, the question we must ask ourselves today is: Can we be enjoyed by God? We desire to enjoy physical blessings, abundance, and seek God’s help in solving the challenges we face in life-and indeed, God blesses us. Now the question is this: having received God’s goodness, can we be enjoyed by God? When we reflect on the question, “Can I be enjoyed by God?” we ought to tremble. If we are honest, we may sense that God has not yet been fully satisfied with enjoying us. Our condition should be better, sweeter, more pleasing to be enjoyed by God the Father. Therefore, we must strive and continually work to change, so that our lives can be enjoyed by God. Our lives should be spent as a daily sacrifice of love to Him.
If in the past the Israelites slaughtered animals as offerings, now we slaughter our flesh and sinful desires. So that when we face God, we can say, “God, I love You, I dedicate my whole life to You.” Such a declaration would be sweet to God’s ears. But if we do not slaughter our flesh every day, we only satisfy our hearts, our flesh, we say, “I love You, God,” we are hypocritical, rotten. 1 Corinthians 16:22 warns, “If anyone does not love the Lord, let that person be cursed.” Horrible. How quickly we forget how God has saved us-how we narrowly avoided disaster: almost imprisoned, almost impoverished, almost bankrupt, almost dead from illness, almost shamed, but just ‘almost, almost, almost’. God saved us. We often forget to repay God’s kindness, so that we are not enjoyed by Him. In fact, the Father’s love for us is immeasurable. He doesn’t merely want to save our finances, health, families, households, or reputations; but He wants to save our eternal life. So have good eternal provisions, be a human being who can be enjoyed.
WHETHER WE ARE WHEAT OR WEEDS, DOES NOT DEPEND ON GOD, BUT ON US. WHAT WE BRING IS WHAT BECOMES OUR ETERNAL PROVISION. AND WHETHER WE ARE WHEAT OR WEEDS, DEPENDS ON HOW WE FILL OUR DAYS ON THIS EARTH.

GANDUM ATAU ILALANG - 23 November 2024
2024-11-23 12:31:27
Sejak kecil, apa yang dipertontonkan oleh dunia membuat anak-anak tidak mengenali kehidupan kekristenan yang benar. Tanpa disadari, mereka disemai oleh kuasa kegelapan dan akan dituai oleh Iblis. Tidak menjadi gandum-gandum, tapi lalang-lalang di antara gandum. Dan bisa jadi lebih banyak lalangnya daripada gandumnya. Yang di dalam perumpamaan gandum dan ilalang dalam Matius 13:29-30, Yesus katakan, “Jangan, sebab mungkin gandum itu ikut tercabut pada waktu kamu mencabut lalang itu. Biarkanlah keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai. Pada waktu itu aku akan berkata kepada para penuai: Kumpulkanlah dahulu lalang itu dan ikatlah berberkas-berkas untuk dibakar; kemudian kumpulkanlah gandum itu ke dalam lumbungku.”
Pernahkah kita memperkarakan, apakah kita ini lalang atau gandum? Jangan kita berspekulasi, jangan juga kita tenang-tenang saja dengan berkata, “Mungkin gandum, mungkin juga ilalang,” jangan. Kita harus bisa memastikan apakah kita ini ilalang atau gandum. Itulah bekal yang dimaksud oleh firman Tuhan. Apakah kita gandum atau ilalang, bukan tergantung Tuhan, melainkan tergantung kita. Apa yang kita bawa adalah apa yang menjadi bekal kekal kita. Dan apakah kita gandum atau ilalang, tergantung bagaimana kita mengisi hari hidup kita di bumi ini. Terus terang, banyak di antara kita yang sekarang ini masih berspekulasi, apakah dirinya gandum atau ilalang. Dan kita tidak berani untuk mengambil langkah konkret menjadi gandum atau lalang. Padahal ini adalah bekal kekal.
Dikatakan dalam firman Tuhan bahwa tidak ada orang-orang yang memiliki kebencian, dendam, yang sama artinya dengan pembunuh, penyembah berhala, yang artinya orang-orang materialistis—“yang akan masuk Kerajaan Surga.” Jangan anggap ringan hal ini. Lebih jelasnya dalam Wahyu 21:8 dikatakan, “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.”
.Kita datang ke gereja bermaksud untuk belajar, untuk mengerti apa yang Allah kehendaki. Jadi kita datang ke gereja mestinya untuk mempersoalkan kehidupan kekal kita. Sebab kalau hanya menyangkut masalah kehidupan jasmani atau pemenuhan jasmani, dunia bisa menyediakan. Orang tidak bertuhan pun bisa terpenuhi kebutuhannya. Tapi yang tidak bisa diberikan oleh orang di luar gereja adalah kekekalan, bekal kekekalan. Itulah sebabnya gereja harus cemas, gereja harus galau—dalam hal ini khususnya para pendeta dan pelayan Tuhan—kalau melihat jemaat belum memiliki kepastian berbekal atau tidak. Bukan lagi, yang penting jemaat datang, lalu kita membuat acara-acara yang menarik.
Gandum, bisa menjadi roti, menjadi makanan; gandum memberi kehidupan. Lalang, tidak. Maka pertanyaan yang kita harus persoalkan hari ini adalah apakah kita bisa dinikmati oleh Tuhan? Kita mau menikmati berkat jasmani, kelimpahan, dan melibatkan Tuhan untuk menolong dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hidup yang kita alami. Dan Tuhan memberkati kita. Sekarang pertanyaannya, kita yang sudah menerima kebaikan Tuhan, apakah bisa dinikmati oleh Allah? Kalau sudah bicara “Apakah aku bisa dinikmati Tuhan? Kita harus gentar. Sebab sejujurnya, kita merasa Allah belum puas menikmati diri kita. Mestinya keadaan kita lebih baik, lebih manis, lebih lezat untuk bisa dinikmati oleh Allah Bapa. Karenanya, kita harus berjuang dan berusaha terus untuk berubah, agar hidup kita bisa dinikmati oleh Tuhan. Kita menghabiskan waktu hidup kita untuk memberikan persembahan cinta kepada Tuhan.
Kalau dulu bangsa Israel menyembelih hewan sebagai persembahan, maka sekarang kita menyembelih kedagingan dan keinginan-keinginan dosa. Sehingga ketika kita menghadap Tuhan, kita bisa berkata, “Tuhan, aku cinta pada-Mu, kupersembahkan seluruh hidupku bagi-Mu.” Dan itu bisa manis terdengar. Tapi kalau kita tidak menyembelih daging kita setiap hari, kita hanya memuaskan hati kita, daging kita, kita berkata, “Aku cinta pada-Mu, Tuhan,” kita munafik, busuk. 1 Korintus 16:22 berkata, “Terkutuklah orang yang tidak mencintai Tuhan.” Mengerikan. Kita lupa, kita hampir masuk penjara, hampir jadi miskin, bangkrut, hampir mati karena sakit, hampir dipermalukan, tapi ‘hampir, hampir, hampir’ saja. Tuhan menyelamatkan kita. Sering kita lupa membalas kebaikan Tuhan, sehingga kita tidak dinikmati oleh-Nya. Padahal Bapa sayang sekali kepada kita. Dia bukan hanya mau menyelamatkan ekonomi kita, kesehatan, keluarga, rumah tangga, atau nama baik kita, namun Dia ingin menyelamatkan hidup kekal kita. Maka milikilah bekal kekal yang baik, jadilah manusia yang bisa dinikmati.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
APAKAH KITA GANDUM ATAU ILALANG BUKAN TERGANTUNG TUHAN, MELAINKAN TERGANTUNG KITA. APA YANG KITA BAWA ADALAH APA YANG MENJADI BEKAL KEKAL KITA. DAN APAKAH KITA GANDUM ATAU ILALANG, TERGANTUNG BAGAIMANA KITA MENGISI HARI HIDUP KITA DI BUMI INI.

Bacaan Alkitab Setahun - 23 November 2024
2024-11-23 12:27:29
Galatia 1-4

Truth Kids 22 November 2024 - KEKUATAN KELEMAHLEMBUTAN
2024-11-22 20:03:58
Yakobus 3:17
”Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik.”
Setiap hari adalah anugerah dari Tuhan. Kita sering kali dihadapkan pada berbagai situasi yang memungkinkan kita menunjukkan kelemahlembutan. Misalnya, saat kita melihat teman yang sedang kesulitan, kita punya pilihan untuk membantu atau justru mengabaikan. Ketika kita menunjukkan kelemahlembutan, kita mencerminkan kasih Allah dalam tindakan kita.
Kelemahlembutan bukanlah tanda kelemahan, tetapi sebuah kekuatan. Seperti lembutnya angin yang dapat menggerakkan daun-daun, begitu juga sikap lembut kita dapat memengaruhi orang lain dengan cara yang positif. Ketika kita berusaha untuk bersikap lembut, kita menanamkan benih kasih di hati orang-orang di sekitar kita. Ingatlah, setiap tindakan kecil bisa memberikan dampak besar. Ketika kita melatih kelemahlembutan, kita memperlihatkan bahwa kita adalah anak-anak Allah.
Ayo, Sobat Kids, gunakan setiap kesempatan untuk bersikap lembut, karena dengan demikian, kita tidak hanya menyenangkan hati Tuhan, tetapi juga membuat dunia ini menjadi tempat yang lebih baik!

Truth Junior 22 November 2024 - REMEDIAL
2024-11-22 20:02:19
Yakobus 3:17
”Tetapi hikmat yang dari atas adalah pertama-tama murni, selanjutnya pendamai, peramah, penurut, penuh belas kasihan dan buah-buah yang baik, tidak memihak dan tidak munafik.”
Sobat Junior, hidup kita di bumi ini adalah persiapan untuk kekekalan nantinya. Oleh sebab itu, kita harus berjuang untuk hidup berkenan di hadapan Tuhan. Setiap perkataan yang kita ucapkan, setiap pikiran yang ada dalam otak kita, dan setiap perbuatan kita, harus menyenangkan hati Tuhan. Apakah mudah untuk melakukannya? Tentu tidak…
Setiap hari adalah kesempatan untuk melatih kelemahlembutan dalam setiap tindakan kita. Saat kalian belum mengerti pelajaran di sekolah dan mendapatkan nilai yang kurang bagus, kalian akan diberikan remedial. Tujuannya agar kalian dapat lebih mengerti dengan pengulangan asesmen atau tugas lainnya. Begitu juga dengan kehidupan rohani kita, Sobat Junior. Setiap hari baru yang Tuhan berikan, kita gunakan untuk remedial kehidupan pribadi kita. Gunakan kesempatan yang ada untuk jadi lebih baik lagi, ya, Sobat Junior. Karena kesempatan itu bisa berakhir suatu saat nanti. Jadi sebelum terlambat dan menyesal, kita harus menggunakan setiap waktu yang ada untuk lebih baik lagi. Semangat, Sobat Junior!

Truth Youth 22 November 2024 (English Version) - HIS WORDS
2024-11-22 19:58:35
"A man has joy by the answer of his mouth, and a word spoken in due season, how good it is!" (Proverbs 15:23)
Our words can be very painful if not used wisely. There is a saying that the tongue has no bones, meaning that people can easily speak and even twist words. This tongue can either kill someone's spirit or, conversely, bring it to life. Having uplifting words that inspire others can be a great strength for our fellow human beings in this increasingly broken world. This brokenness is not just about the destruction of the world, but also the devastation of our friends' lives due to various trials they face.
Consider how Paul wisely used his words when confronted with the anger of the Jews. Instead of defending himself, he chose to testify about the work of God in his life and how he came to know the Lord. Paul demonstrated that even in life-threatening situations, words filled with love and hope can become powerful tools to build faith and uplift others.
The words we speak must be chosen carefully, as we do not know the condition of every person we will encounter or those in our surroundings. Through Paul, we learn that our words can either break someone down or lift them up, and the choice of which path to take lies in our hands as children of God. Therefore, having uplifting words becomes a serious responsibility for us, as we should speak words that come from God's heart. When we speak, we should not only express what we want but also what God desires. Ultimately, the goal is to please God and bless those around us.
WHAT TO DO:
1. Guard your words to be a blessing to others.
2. Follow the example of Jesus to become a wise individual.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Acts 22-23

Truth Youth 22 November 2024 - KATA-KATA-NYA
2024-11-22 19:56:12
”Seseorang bersukacita karena jawaban yang diberikannya, dan alangkah baiknya perkataan yang tepat pada waktunya!” (Amsal 15:23)
Kata-kata kita bisa menjadi hal yang sangat menyakitkan jika tidak digunakan dengan baik. Ada pepatah yang berkata bahwa lidah tidak bertulang, yang artinya manusia mudah sekali berkata-kata, bahkan memutarbalikkan kata. Lidah ini bisa membunuh mental seseorang, atau sebaliknya bisa membangkitkan. Memiliki perkataan yang membangun, serta membangkitkan orang lain bisa menjadi sebuah kekuatan bagi sesama kita di dunia yang semakin hancur ini. Bahkan dunia yang hancur bukan tentang rusaknya dunia, tapi hancurnya dunia sahabat kita dengan berbagai banyak pencobaan. Melihat bagaimana Paulus dengan bijaksana menggunakan perkataannya yang ketika sedang diperhadapakan dengan kemarahan orang Yahudi, tetapi ia tidak menggunakan kata-katanya untuk membela dirinya sendiri, tetapi Paulus lebih memilih untuk bersaksi bagaimana karya Tuhan dalam perjalanan hidupnya, bagaimana ia mengenal Tuhan. Paulus menunjukkan bahwa meskipun berada dalam situasi yang mengancam hidupnya, kata-kata yang penuh kasih dan pengharapan dapat menjadi alat yang kuat untuk membangun iman dan membangkitkan orang lain.
Perkataan yang dikeluarkan dari mulut kita harus dengan hati-hati karena kita tidak tahu bagaimana kondisi setiap manusia yang akan kita temui ataupun yang ada dalam lingkungan kita. Melalui Paulus kita bisa belajar bahwa dengan perkataan kita bisa mematahkan seseorang ataupun membangkitkan orang lain, kedua pilihan ini tergantung apa yang akan dipilih sebagai anak Tuhan. Oleh sebab itu memiliki perkataan yang membangun menjadi tanggung jawab yang serius bagi kita karena, melalui perkataan kita harus keluar kata-kata yang berasal dari hati Tuhan. Ketika kita berkata, kita tidak hanya berkata sesuatu yang kita inginkan, namun apa yang Tuhan inginkan. Tujuan akhirnya adalah menyenangkan Tuhan dan memberkati sesama kita.
WHAT TO DO:
1.Menjaga perkataan agar memberkati sesama
2.Mengikuti teladan Tuhan Yesus untuk menjadi pribadi yang bijaksana
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kisah Para Rasul 22-23

Renungan Pagi - 22 November 2024
2024-11-22 07:10:08
Kita harus menjadi orang percaya yang senantiasa meneladani Kristus dan harus memberi teladan di manapun berada, sehingga orang lain dapat melihat perbuatan kita yang baik dan memuliakan Bapa yang di sorga.
"Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
Jangan menjadi batu sandungan, jangan sampai menjadi bahan tertawaan orang karena kita sering berbicara tentang Yesus, tapi dalam hidup penuh dengan kemunafikan.
(Matius 5:16)

Quote Of The Day - 22 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-22 07:03:53
Tidak mungkin orang yang masih menikmati sukacita dunia hidupnya suci.

Mutiara Suara Kebenaran - 22 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-22 07:02:05
Datang ke gereja mestinya untuk mempersoalkan kehidupan kekal kita. Sebab kalau hanya menyangkut masalah kehidupan jasmani atau pemenuhan jasmani, dunia bisa menyediakan.

NOT AUTOMATICALLY HONORING GOD - 22 November 2024 (English Version)
2024-11-22 07:00:17
Basically, salvation wants to return humans to God, bring humans to God. Man's broken relationship with God is reconnected by the blood of the Lord Jesus Christ which justifies us. And after that, the Holy Spirit was given so that we can truly be in righteousness. If we have been connected to God, of course we should experience an encounter with Him; personal encounter between God the Father and us. And Jesus became the High Priest who served the great House of the Father. So in the book of Hebrews, to be our Intercessor. "I am the way," which means that through Jesus we reach the Father, the God worshiped by Abraham, Isaac, and Jacob, who declared himself the God of Israel, Elohim Yahweh.
Yahweh, it shouldn't be a name. Because the word Yahweh cannot represent the Almighty God. No name can contain the greatness of God. When the Creator of heaven and earth was asked, “What is Your name?” He did not say Yahweh but rather, “I am who I am.” Time and again, God declares, “There is no God besides Me; Yahweh.” When the Word of God says, “Do not misuse My Name,” the original translation does not use the word "misuse." The term for "misuse" in the original Hebrew is לָקַח (lakah). The verse also does not use the word 'call' or קָרָא (Hebrew. Qara), instead, it uses נָשָׂא (Heb. Nasa), meaning “to lift up” or “to carry.” This implies, "Do not lift up My Name carelessly." There is not a single verse in the Bible that forbids saying the name Yahweh; all that is written is: “Do not lift up His Name in vain.”
So, "Do not lift up the name of God carelessly", meaning treat God with respect. Indeed, since 586 BC, the Jews honored their God by not pronouncing the name. In that way, they wanted to honor God. But in the New Testament, Jesus said to the Jews who did not pronounce the name Yahweh and replaced it with terms like הַשֵּׁם (Hashem), meaning "the Name," אֲדוֹן (Greek Adonai), meaning "Lord," or הַקָּדוֹשׁ (Greek Haqadosh), meaning "the Holy One." However, in the New Testament, Jesus told the Jews who refrained from saying Yahweh’s Name and used these substitutes instead, that they still did not honor God the Father and His Son, Jesus. So it is clear that not mentioning or calling the name of Yahweh does not automatically show that they honored God. And God allows that. Why? Because Jesus will one day give that name to His disciples. In His prayer, Jesus said, "I have given them Your name." Of course, what is meant is not the name of Yahweh, but His existence.
And one of His great beings is the Father-He is the Father. In the word Yahweh is contained all the greatness and existence of God as protector, guardian, Father, hero who gives fertility, strength, victory, and so on. The pagan people or the Canaanite nations had many elohim or gods: the god of war, the god of fertility, the god of prosperity, such as Asherah, Ashtoreth, Milcom, Dagon, Baal, and others. In contrast, Elohim Yahweh is singular, not plural, but a "plural of Majesty." This is because the name Yahweh contains the entirety of His boundless being. When Jesus said, "I have given them Your Name," it meant, "I have introduced Your Name." That is why Jesus is called by various titles: the Everlasting Father, because when we see Jesus, we see the Father; the Wonderful Counselor; the Prince of Peace. The fullness of God's existence is embodied in Jesus, who has been given all authority in heaven and on earth.
We awaken worship to Elohim Yahweh as the source of grace and blessings. We call on the name Yahweh with reverence because He alone is worthy of worship and praise. So we now understand that Yahweh is not just a name, but existence that contains the title of God's infinite existence. Therefore, he is called Elohim, because His existence is plural: He is the Father, He is the Protector, He is the Guardian, He is the War Hero, and a series of titles that are needed by humans. Even before we were born on earth, God had conceived of us in His mind-what kind of person He intended us to become.
Each of us is born original with God's great plans in us. If we follow God's ways, then we will become the human being He designed us to be. When we were brought together with the Father, the Father spoke like this: "I want you to become the human being I designed you to be from the beginning of creation." In other words, "I just want you to be like My Son, Jesus Christ.” Nothing more. If we are justified and reunited with God the Father, then we do not become human according to the original design, then Jesus' sacrifice on the cross is in vain. That is why we mourn every mistake we make, because it becomes a pebble that hurts Father's heart, which makes us not harmonious in fellowship with Him. So, our service is not just about making the congregation have good morals, but also having a new nature, a divine nature, and the Holy Spirit will help.
NOT MENTIONING OR CALLING THE NAME OF YAHWEH DOES NOT AUTOMATICALLY SHOW THAT ONE HONORS GOD.

TIDAK OTOMATIS MENGHORMATI ALLAH - 22 November 2024
2024-11-22 06:55:24
Pada dasarnya, keselamatan hendak mengembalikan manusia kepada Allah, membawa manusia kepada Allah. Hubungan manusia yang terputus dengan Allah disambung oleh darah Tuhan Yesus Kristus yang membenarkan kita. Dan setelah itu, Roh Kudus diberikan agar kita sungguh-sungguh bisa berkeadaan benar. Jika kita telah terhubung dengan Allah, tentu kita mestinya mengalami perjumpaan dengan Dia; perjumpaan pribadi antara Allah Bapa dengan kita. Dan Yesus menjadi Imam Besar yang melayani Rumah Bapa yang besar. Begitu dalam kitab Ibrani, menjadi Juru Syafaat kita. “Akulah jalan,” yang artinya melalui Yesus kita sampai kepada Bapa, Allah yang disembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub, yang menyatakan diri sebagai Allah Israel, Elohim Yahweh.
Yahweh, mestinya bukan nama. Sebab kata Yahweh tidak akan bisa mewakili Allah Yang Maha Besar. Tidak ada nama yang bisa memuat kebesaran Allah. Ketika Allah, Pencipta langit dan bumi ditanya, "Siapa nama-Mu?" Ia tidak menyebut Yahweh, tetapi “Aku adalah Aku.” Berkali-kali Allah menyatakan, "Tidak ada Allah selain Aku; Yahweh." Ketika firman Tuhan mengatakan, "Jangan menyebut Nama-Ku dengan sembarangan," sebenarnya terjemahan aslinya bukan ‘menyebut.’ Kalau kata ‘menyebut’ dalam bahasa aslinya לָקַח ( Ibr. lakah). Ayat itu juga tidak menggunakan kata ‘memanggil’ atau קָרָא (Ibr. Qara), tetapi "jangan mengangkat Nama-Ku," נָשָׂא (Ibr. Nasa). Artinya jangan menggunakan nama itu dengan sembarangan. Tidak ada satu pun ayat di Alkitab yang melarang menyebut nama Yahweh; yang ada hanyalah: "Jangan mengangkat nama-Nya secara sembarangan."
Jadi, jangan mengangkat nama Allah dengan sembarangan, artinya perlakukan Allah dengan hormat. Memang, sejak tahun 586 sebelum Masehi, orang-orang Yahudi menghormati Allahnya dengan tidak melafalkan nama itu. Dengan cara itu, mereka mau menghormati Allah. Tapi di Perjanjian Baru, Yesus berkata kepada orang-orang Yahudi yang tidak melafalkan nama Yahweh dan mengganti dengan nama הַשֵּׁם (Yun. Hashem), אֲדוֹן (Yun. Adonai), הַקָּדוֹשׁ (Yun. Haqados), artinya yang suci. Tuhan Yesus menyebut mereka tidak menghormati Allah Bapa dan Anak-Nya, Yesus. Jadi jelas, bahwa nama Yahweh yang tidak disebut atau tidak dipanggil bukan sesuatu yang otomatis menunjukkan bahwa mereka menghormati Allah. Dan Allah membiarkan itu. Kenapa? Karena Yesus suatu hari akan memberikan nama itu kepada murid-murid-Nya. Dalam doa-Nya, Yesus berkata, "Aku telah memberikan nama-Mu kepada mereka." Tentu maksudnya bukan nama Yahweh, melainkan keberadaan-Nya.
Dan salah satu keberadaan-Nya yang hebat adalah Bapa, Dia Bapa. Di dalam kata Yahweh termuat segala kebesaran dan keberadaan Allah sebagai pelindung, penjaga, Bapa, pahlawan yang memberi kesuburan, kekuatan, kemenangan, dan lain-lain. Orang-orang kafir atau bangsa-bangsa Kanaan memiliki banyak Elohim atau dewa: dewa perang, dewa kesuburan, dewa kemakmuran, ada Asyera, Asytoret, Milkom, Dagon, Baal, dan lain-lain. Elohim Yahweh bersifat tunggal, bukan jamak, tapi plural of Majesty. Sebab di dalam nama Yahweh termuat seluruh keberadaan-Nya yang tidak terbatas. "Aku memberikan nama-Mu kepada mereka,"_ artinya, "Aku memperkenalkan nama-Mu." Itulah Yesus, disebut dengan berbagai gelar; Bapa yang kekal. Sebab melihat Yesus, kita melihat Bapa, Penasihat Ajaib, Raja Damai. Keberadaan Allah diberikan kepada Yesus yang menerima segala kuasa di surga dan di bumi.
Kita membangkitkan penyembahan kepada Elohim Yahweh sebagai sumber berkat anugerah. Kita menyebut nama Yahweh dengan hormat, karena Dia yang layak disembah dan dipuji. Jadi kita sekarang mengerti bahwa Yahweh bukanlah sekadar nama, melainkan keberadaan yang memuat gelar dari keberadaan Allah yang tidak terbatas. Karenanya disebut Elohim, karena keberadaan-Nya plural: Dia Bapa, Dia Pelindung, Dia Penjaga, Dia Pahlawan Perang, dan sederetan sebutan yang dibutuhkan oleh manusia. Bahkan sebelum kita dilahirkan di bumi, Allah sudah melahirkan kita di dalam pikiran-Nya mau menjadi manusia macam apa kita ini.
Setiap kita dilahirkan orisinal dengan rencana-rencana Allah yang agung di dalamnya. Kalau kita menurut jalan Tuhan, maka kita akan menjadi manusia seperti yang dirancang-Nya. Ketika kita sudah dipertemukan dengan Bapa, Bapa bicara begini: "Aku ingin kau menjadi manusia seperti yang Kurancang sejak penciptaan awal." Dengan kalimat lain, “Aku hanya ingin kau menjadi serupa dengan Putra-Ku, Yesus Kristus.” Tidak lebih. Kalau kita dibenarkan dan dipertemukan dengan Allah Bapa, lalu kita tidak menjadi manusia sesuai rancangan semula, maka sia-sia kurban Yesus di kayu salib. Itulah sebabnya setiap kesalahan yang kita lakukan, kita ratapi, karena menjadi kerikil yang melukai hati Bapa, yang membuat kita tidak harmoni bersekutu dengan Dia. Maka, pelayanan kita bukan sekadar membuat jemaat memiliki moral baik, melainkan memiliki kodrat baru, kodrat ilahi, dan Roh Kudus akan menolong.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
NAMA YAHWEH YANG TIDAK DISEBUT ATAU TIDAK DIPANGGIL BUKAN SESUATU YANG OTOMATIS
MENUNJUKKAN BAHWA MEREKA MENGHORMATI ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 22 November 2024
2024-11-22 06:48:12
Kisah Para Rasul 15-16

Truth Kids 21 November 2024 - NILAI PERSAHABATAN
2024-11-21 18:07:11
Amsal 17:17
”Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.”
Coba Sobat Kids perhatikan, ya. Mana yang lebih menyenangkan: mendapatkan hadiah atau mendapatkan sahabat yang baik? Tentu saja, memiliki sahabat yang baik, jauh lebih berharga! Sahabat sejati selalu ada di saat kita senang maupun susah. Seperti yang tertulis dalam Amsal 17:17, "Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran."
Persahabatan itu seperti taman yang harus kita rawat dengan kelemahlembutan. Ketika kita berbuat baik dan berbicara dengan lembut kepada teman, kita seperti menyiram tanaman agar tumbuh subur. Kita perlu melatih diri untuk bersikap lembut, terutama ketika ada konflik atau kesalahpahaman. Misalnya jika teman kita berbuat salah, daripada marah, kita bisa mengingatkan mereka dengan cara yang baik.
Ingat, Sobat Kids, setiap kali kita menjaga persahabatan dengan kelemahlembutan, kita sedang bersyukur atas berkat Tuhan yang ada dalam hidup kita. Mari kita berlatih mencintai dan menghargai teman-teman kita, agar persahabatan kita tumbuh semakin kuat!

Truth Junior 21 November 2024 - INDAHNYA PERSAHABATAN
2024-11-21 18:08:38
Amsal 17:17
”Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.”
Apakah Sobat Junior sadar bahwa teman-teman yang kita miliki adalah berkat dari Tuhan? Tuhan memberikan kita teman agar bisa saling membantu, berbagi kebahagiaan, dan mendukung satu sama lain, terutama saat ada masalah. Itulah sebabnya, kita harus menjaga persahabatan dengan baik, salah satunya dengan bersikap lembut dan penuh kasih.
Terkadang, mungkin ada teman yang membuat kita kesal atau tidak setuju dengan kita. Namun, seperti ayat di Amsal 17:17 mengajarkan, seorang sahabat yang baik selalu ada dan menunjukkan kasih, bahkan dalam situasi sulit. Dengan bersikap lembut, kita bisa menjaga hubungan baik dengan teman-teman kita dan memastikan persahabatan tetap kuat.
Salah satu contoh persahabatan yang indah dalam Alkitab adalah kisah Daud dan Yonatan. Meskipun ayah Yonatan, Raja Saul, tidak menyukai Daud, Yonatan tetap setia dan melindungi Daud. Mereka saling mendukung dan Yonatan menunjukkan kasihnya dengan kelemahlembutan. Yonatan bahkan membantu Daud melarikan diri saat ayahnya berusaha mencelakainya. Persahabatan mereka penuh dengan kasih dan kesetiaan, seperti yang Tuhan inginkan dari kita.
Dalam kehidupan sehari-hari, Sobat Junior juga bisa menjadi sahabat yang baik, misalnya ketika teman sedang sedih atau bermasalah, coba untuk mendengarkan keluh kesahnya dan berikan kata-kata yang menghibur. Begitu juga kalau ada teman berbuat salah, jangan langsung marah atau memutuskan hubungan pertemanan, berusaha bicara dengan lembut dan jelaskan perasaanmu. Apalagi ketika teman membutuhkan pertolongan, kita harus siap sedia membantu dengan tulus.
Dengan sikap lembut dan penuh kasih seperti ini, kita bisa menjaga persahabatan sehingga persahabatan kita bisa bertahan lama. Sobat Junior mau kan punya persahabatan yang baik?

Truth Youth 21 November 2024 (English Version) - BEING A ROLE MODEL IS A FORM OF LOVE
2024-11-21 12:53:16
"Beloved, let us love one another, for love is of God; and everyone who loves is born of God and knows God." (1 John 4:7)
Talking about love is not an easy thing. The phrase “to give an example” refers to how we become role models. If we look at the love that Paul demonstrated, it was not just words but through concrete actions. As mentioned at the beginning of this reflection, love is not easy; when we only talk about love without taking real action, as Paul has exemplified, it amounts to nothing more than empty words.
If we closely observe, Paul faced danger and persecution in Jerusalem, yet he steadfastly continued on his journey. This shows how willing Paul was to suffer for God and how deeply he loved his congregation. The love Paul displayed was not limited to mere sympathy for the congregation he served; it was a love that involved the sacrifice of his own life. Through Paul, we see how he humbly loved all his congregations from various places without distinction. This is particularly interesting for us because love is not just empty talk but a tangible act of sacrifice, and importantly, love strengthens unity regardless of each individual's background.
Being an example of love for everyone can begin in the small circles where we find ourselves. It is about seeing every individual through God’s loving perspective. Everyone we meet needs the embrace of Christ's love. Therefore, let us be God's little hands that can reach out with that love.
Through Paul, we see how he humbly loved all his congregations from different places without discrimination. This is appealing to us because love is not mere words but genuine actions, sacrifices, and importantly, a love that fosters unity without regard for each individual's background. Becoming a model of love for everyone can begin in the small circles we inhabit. We need to view every person through God's loving lens. Everyone who encounters us is in need of the embrace of Christ's love. Therefore, we are invited to be active agents of love, not just speakers of love. Let us show up with genuine love, not just on our lips but in our hearts and actions every day.
WHAT TO DO:
1. Learn to have love in the form of sacrifice.
2. Love must start from within ourselves to become a role model.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Acts 20-21

Truth Youth 21 November 2024 - TELADAN ADALAH BENTUK KASIH
2024-11-21 12:50:28
”Saudara-saudaraku yang kekasih, marilah kita saling mengasihi, sebab kasih itu berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah." (1 Yohanes 4:7)
Berbicara mengenai kasih bukanlah sebuah hal yang mudah. Kata “memberikan contoh” berarti bagaimana kita menjadi teladan, jika kita melihat kasih yang Paulus lakukan bukan sekadar kata-kata, tetapi melalui tindakan nyata. Seperti pada awal kalimat renungan ini, kasih bukanlah hal yang mudah, ketika kita hanya berbicara mengenai kasih tanpa melakukan tindakan nyata, seperti yang sudah diteladankan oleh Paulus, maka itu hanya sampai pada titik omong kosong. Jika diperhatikan dengan saksama, Paulus menghadapi bahaya dan penganiayaan di Yerusalem tetapi dengan teguh ia tetap pergi, ini menunjukkan betapa Paulus mau dan bersedia untuk menderita bagi Tuhan dan bagaimana ia begitu mengasihi jemaatnya. Kasih yang diperlihatkan oleh Paulus bukan hanya berhenti pada rasa simpati akan jemaat yang dilayaninya tetapi kasih yang menunjukkan pengorbanan hidupnya. Melalui Paulus kita melihat bagaimana ia dengan rendah hati mengasihi semua jemaatnya dari berbagai tempat tanpa membedakan, dalam hal ini sangat menarik bagi kita karena, hal mengasihi bukan hanya omongan kosong, tetapi tindakan nyata dalam pengorbanan dan yang penting adalah kasih yang mempererat persatuan tanpa memandang latar belakang setiap individu. Menjadi contoh kasih bagi semua orang, bisa kita mulai dari lingkaran kecil di mana kita berada. Bagaimana kita melihat setiap individu dengan cara pandang Tuhan yang penuh kasih. Setiap orang yang bertemu dengan kita adalah orang-orang yang butuh rangkulan kasih Kristus. Oleh sebab itu, jadilah tangan-tangan kecil Tuhan yang bisa merangkul dengan kasih itu.
Melalui Paulus, kita melihat bagaimana ia dengan rendah hati mengasihi semua jemaatnya dari berbagai tempat tanpa membedakan. Dalam hal ini, sangat menarik bagi kita karena kasih bukan hanya omongan kosong, tetapi tindakan nyata, pengorbanan, dan yang penting adalah kasih yang mempererat persatuan tanpa memandang latar belakang setiap individu. Menjadi contoh kasih bagi semua orang bisa kita mulai dari lingkaran kecil di mana kita berada. Bagaimana kita melihat setiap individu dengan cara pandang Tuhan yang penuh kasih. Setiap orang yang bertemu dengan kita adalah orang-orang yang butuh rangkulan kasih Kristus. Oleh sebab itu, jadilah tangan-tangan kecil Tuhan yang bisa merangkul dengan kasih itu. Kita diajak untuk menjadi pelaku kasih, bukan hanya pembicara kasih. Mari kita hadir dengan penuh cinta, bukan hanya di bibir, tapi di hati dan tindakan kita sehari-hari.
WHAT TO DO:
1.Belajar memiliki kasih dengan wujud pengorbanan
2.Kasih harus dimulai dari diri sendiri bisa menjadi teladan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kisah Para Rasul 20-21

Renungan Pagi - 21 November 2024
2024-11-21 12:45:59
Ada ungkapan yang berkata, jika yang kita makan adalah 'Sampah' maka yang keluar juga sampah. Sampah itu identik dengan "kotoran" dan barang-barang yang sudah tidak berguna lagi, akan dibuang di tempat sampah. Karena itu, jika kata-kata yang keluar dari mulut kita masih kotor, sia-sia, tidak berguna, coba perhatikan dengan baik, apakah kita terlalu banyak "makan sampah", artinya yang kita dengar adalah hal-hal yang jahat, masuk dalam hati dan pikiran kita, maka hal-hal jahat itu yang akan keluar lewat ucapan kita.
"Tetapi sekarang, buanglah semuanya ini, yaitu marah, geram, kejahatan, fitnah dan kata-kata kotor yang keluar dari mulutmu." "Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu."
Jadi, jika mau mendengarkan firman Tuhan dan membiarkannya tertanam dalam hati, maka kita pasti akan melakukan kebenaran itu dengan setia, dan seharusnya kita akan mengalami pembaharuan dari setiap tutur kata tidak ada lagi "Sampah" yang kita ucapkan! Percayalah, saat itu akan melihat kemuliaan Tuhan dinyatakan atas hidup kita, sebab perkataan selalu mempermuliakan Nama-NYA.
(Kolose 3:8; Yakobus 1:21)

Quote Of The Day - 21 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-21 12:44:27
Kita harus menyadari betapa berharganya kesempatan untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan sebagai satu-satunya persiapan menghadapi keadaan terburuk sehingga menatap hari esok yang tidak tentu, yang berkabut, dan kita percaya Allah Yang Maha Kuasa menyertai kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 21 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-21 12:43:27
Kalau kita dibenarkan dan dipertemukan dengan Allah Bapa, lalu kita tidak menjadi manusia sesuai rancangan semula, maka sia-sia kurban Yesus di kayu salib.

HEAD TO HEAD - 21 November 2024 (English Version)
2024-11-21 12:41:44
In our journey of life interacting with God, we will experience from fantasy to reality. This is indeed difficult to explain, but we will know if the Holy Spirit opens our minds. We have not experienced head to head, face to face means we have not experienced God in real terms that He is a Person who, if we experience it, is awesome and terrifying. Our concept of God which is limited to knowledge, has not made us feel terrified before God, has not made us feel the awesomeness of God, although of course we also say "God is awesome", but in reality and contemplation of life, not yet.
If we continue to seek God in the days of our lives, truly maintain holiness in life and truly no longer desire this world, then we can know God 'head to head,' experience the existence of God who is truly terrifying, awesome because God is a living God. This is what makes us, when we pray or call out "Father in heaven, Elohim Yahweh," unable to hold back tears, because we can understand, experience, and encounter a real Person who grips our soul. We can feel the horror, the awesomeness of the 'Person'.
Many people talk about God, but in reality, they have not yet had a 'head to head' experience with God. What they speak of is just theory, merely knowledge in their minds, and of course, it's not 'wet' but 'dry.' Sermons can be good as if they are argumentative based on Bible verses, but it is dry-it doesn't change human nature, - it may change, they can change, but they do not significantly alter the way we think, or change our thoughts about God-because it is being delivered by someone who has not directly experienced God. Because when we reach a 'head-to-head' experience with God, we will undoubtedly feel His terror and awesomeness, so we will not easily sin.
Therefore, if we truly fear and honor God, we will also tremble and fear making even the smallest mistake. Hence, it is crucial that the holiness of our lives is based on holiness that is not forced, one that is done and driven by a heart that truly respects and loves God. To do this, we must continually seek God, live in holiness, and not desire this world-whatever it may be; we only desire God and His Kingdom. Then, God will be like the sun that rises and is real to our eyes, real before us, and we can be 'head to head' with Him just as we would with our parents, who give advice, or a close friend, who can accompany us; even more, God is so real in our lives.
That is why God allows us to face problems, challenges, pressures, and trials. Through these difficulties, God accompanies us; He is with us. The Word of God says, "Your walls are in My eyes," meaning that God is watching, guarding us so that if there are enemies, wild animals, evil people who want to ruin our lives, God will prevent them. Although in the reality of life, we face various problems, God will not make us always calm on earth. There are always problems. But our calmness is not determined by our environment. Do not think that we can only feel calm when there are no problems.
If Almighty Yahweh becomes our Father, who are we afraid of? For He is the Almighty God who controls and governs everything. It depends on how much we trust Him. Do not underestimate, do not belittle, do not insult God with our disbelief or doubts about His faithfulness. The personal problems we face are exercises in trusting God. Once we pass these tests, then God will entrust His great work. Where we return to face the reality of how difficult the struggle of life is in God's work, which sometimes God seems to be hiding. But God wants to train our faith in trusting Him.
So, while we still have the opportunity to reconcile with God and know God properly, we want to reconcile and know God properly. If someone does not have this experience, it is difficult for them to honor God properly and appropriately. Honoring God must be natural, flowing from our hearts, from an encounter with God who is so awesome. Experience His Person, where we can be ‘head to head’ facing God so that we have and feel awesome fear. If we have this experience, then praying is no longer an obligation, but a necessity. We are encouraged to find and have a dialogue with God.
WHEN WE REACH A "HEAD TO HEAD" EXPERIENCE WITH GOD, WE WILL UNDOUBTEDLY FEEL HIS TERROR AND AWESOMENESS, SO WE WILL NOT EASILY SIN.

HEAD TO HEAD - 21 November 2024
2024-11-21 12:38:59
Dalam perjalanan hidup kita berinteraksi dengan Tuhan, kita akan mengalami dari fantasi menjadi realitas. Hal ini memang sulit dijelaskan, tetapi kita akan tahu jika Roh Kudus membuka pikiran kita. Kita belum mengalami head to head, face to face berarti kita belum mengalami Tuhan secara nyata bahwa Dia adalah satu Pribadi yang jika kita mengalaminya, dahsyat dan mengerikan. Konsep kita tentang Tuhan yang sebatas pengetahuan, belumlah membuat kita merasa ngeri di hadapan Allah, belumlah membuat kita merasakan kedahsyatan Allah, walaupun tentu kita juga mengatakan “Allah itu dahsyat”, tetapi di dalam kenyataan dan perenungan hidup, belum.
Kalau kita terus mencari Tuhan dalam hari-hari hidup kita, benar-benar menjaga kesucian dalam hidup dan sungguh-sungguh tidak lagi mengingini dunia ini, maka kita bisa mengenal Allah
‘head to head,’ menghayati keberadaan Allah yang benar-benar mengerikan, mendahsyatkan karena Allah adalah Allah yang hidup. Ini yang membuat ketika kita berdoa atau ketika kita memanggil “Bapa di surga, Elohim Yahweh,” tidak bisa tidak meneteskan air mata, sebab kita bisa mengerti, menghayati, menjumpai satu Sosok nyata yang mencengkeram jiwa kita. Kita bisa merasakan kengerian, kedahsyatan ‘Pribadi’ itu.
Banyak orang bicara tentang Tuhan, padahal sejatinya dia tidak sampai pada pengalaman ‘head to head’ dengan Allah—belum. Yang dia bicarakan mengenai Tuhan hanya teori, sebatas pengetahuan di dalam pikiran dan tentu saja tidak ‘basah;’ tapi ‘kering.’ Khotbah bisa bagus seakan-akan argumentatif berdasarkan ayat-ayat Alkitab, tapi kering —tidak mengubah kodrat manusia, bisa mengubah, tapi tidak signifikan mengubah cara berpikir, mengubah isi pikiran kita tentang Allah—karena disampaikan oleh orang yang tidak mengalami Tuhan secara langsung. Sebab ketika kita sampai pengalaman ‘head to head’ dengan Allah, kita pasti merasakan kegentaran dan kedahsyatan-Nya, maka kita tidak mudah berbuat dosa.
Jadi, apabila kita kita sungguh-sungguh gentar dan hormat akan Allah, pasti kita juga gentar dan takut untuk berbuat salah, sekecil apa pun kesalahan itu. Maka, sangat penting bila kesucian hidup kita didasarkan pada kesucian yang tidak dipaksakan, yang dilakukan dan didorong oleh hati yang sungguh-sungguh menghormati Allah dan mengasihi Dia. Untuk itu, kita harus mencari Tuhan terus, hidup dalam kekudusan, jangan mengingini dunia ini, apa pun; kita hanya mengingini Tuhan dan Kerajaan-Nya. Maka Tuhan seperti matahari yang terbit dan nyata di mata kita, nyata di depan kita dan kita bisa ‘head to head’ senyata orang tua kita yang dapat memberi nasihat, senyata sahabat, teman dekat, yang bisa mendampingi; lebih dari itu Allah begitu nyata di dalam hidup kita.
Itulah sebabnya Tuhan memberi kita masalah, persoalan, tekanan, pencobaan. Di dalam masalah-masalah itu, Tuhan mendampingi kita, Dia menyertai kita. Firman Tuhan mengatakan, "Tembok-tembokmu di mata-Ku," artinya Tuhan memperhatikan, menjagai kita sehingga kalau ada musuh, binatang buas, ada orang jahat yang mau merusak hidup kita, Tuhan akan mencegah. Walaupun di dalam kenyataan hidup, kita menghadapi berbagai persoalan, Tuhan tidak akan membuat kita selalu tenang di bumi. Selalu saja ada masalah. Tapi ketenangan kita tidaklah ditentukan oleh lingkungan kita. Jangan berpikir kalau tidak ada masalah, kita baru tenang.
Kalau Yahweh Yang Maha Kuasa menjadi Bapa kita, siapa yang kita takuti? Sebab Dia adalah Allah Yang Maha Kuasa yang mengontrol, mengendalikan segala sesuatu. Ini tergantung seberapa kita mempercayai Dia. Jangan meremehkan, jangan merendahkan, jangan menghina Allah dengan ketidakyakinan atau keraguan kita atas kesetiaan-Nya. Masalah-masalah pribadi yang kita hadapi merupakan latihan kita memercayai Allah. Yang jika kita sudah lulus, maka Tuhan akan memercayakan pekerjaan-Nya yang besar. Yang di situ kita kembali menghadapi realitas betapa beratnya pergumulan hidup dalam pekerjaan Tuhan, yang kadang-kadang Tuhan seperti bersembunyi. Tapi Tuhan mau melatih iman kita dalam memercayai Dia.
Maka, selagi kita masih memiliki kesempatan untuk berdamai dan mengenal Allah secara benar, kita mau berdamai dan mengenal Allah secara benar. Kalau seseorang tidak memiliki pengalaman ini, sulit ia menghormati Tuhan secara patut dan pantas. Penghormatan akan Allah harus natural yang mengalir dari hati kita, dari perjumpaan dengan Allah yang begitu dahsyat. Alamilah Pribadi-Nya, di mana kita bisa 'head to head’ berhadapan dengan Allah sehingga memiliki dan merasakan kegentaran yang dahsyat. Kalau kita memiliki pengalaman ini, maka berdoa sudah tidak lagi menjadi kewajiban, tapi kebutuhan. Kita didorong untuk menemukan dan berdialog dengan Allah.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KETIKA KITA SAMPAI PENGALAMAN ‘HEAD TO HEAD’ DENGAN ALLAH, KITA PASTI MERASAKAN KEGENTARAN DAN KEDAHSYATAN-NYA, MAKA KITA TIDAK MUDAH BERBUAT DOSA.

Bacaan Alkitab Setahun - 21 November 2024
2024-11-21 12:34:31
Yakobus 1-5

Truth Youth 20 November 2024 (English Version) - BECOMING A ROLE MODEL
2024-11-20 19:15:00
"Let no one despise your youth, but be an example to the believers in word, in conduct, in love, in spirit, in faith, and in purity." (1 Timothy 4:12)
Sometimes we think, “Oh, I’m still young, I don’t know much yet.” But in reality, age is not a barrier to being a role model for others. In fact, it is during our youth that we have a great opportunity to be a good example and make a positive impact. We can show that living in truth is possible and cool, even in a world full of temptations and challenges.
1 Timothy 4:12 reminds us, “Let no one despise your youth. Be an example to the believers in word, in conduct, in love, in spirit, in faith, and in purity.” This verse encourages us that as young people, we can be role models in all aspects—how we speak, act, and love others. We are called to be light and demonstrate Christ’s values in our daily lives.
Being a role model doesn’t mean we have to be perfect. Instead, through our weaknesses and struggles, we can show how God’s love and truth work in our lives. When we choose to be honest even when we have the chance to lie, when we continue to show love even when others are unkind, or when we boldly say no to things that are wrong, we demonstrate what it means to live in truth.
Living as a role model also means we dare to walk in faith, even when others doubt or mock us. Every time we choose to do what is right and live according to God’s Word, we are giving the best “present” as our worship to God. We show that we care more about what God thinks than about the opinions of others.
WHAT TO DO:
1. Starting today, avoid gossip, slander, or degrading words, and choose to spread kindness through your speech.
2. When a friend is in need or facing difficulties, show your care and love without expecting anything in return.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Acts 18-19

Truth Youth 20 November 2024 - MENJADI ROLE MODEL
2024-11-20 19:11:19
Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” (1 Timotius 4:12)
Kadang kita merasa, “Ah, aku kan masih muda, masih banyak yang belum aku tahu.” Tapi sebenarnya, usia bukanlah halangan untuk jadi role model bagi orang lain. Malah, justru di masa muda inilah kita punya kesempatan besar buat jadi contoh yang baik dan membawa dampak positif. Kita bisa menunjukkan bahwa hidup dalam kebenaran itu mungkin dan keren, bahkan di tengah dunia yang penuh godaan dan tantangan.
1 Timotius 4:12 berkata, “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” Ayat ini ngingetin kita bahwa sebagai pemuda, kita bisa jadi role model dalam segala hal—dari cara kita bicara, bertindak, sampai bagaimana kita mengasihi orang lain. Kita dipanggil buat jadi terang dan menunjukkan nilai-nilai Kristus dalam kehidupan sehari-hari.
Menjadi role model nggak harus berarti jadi sempurna. Justru lewat kelemahan dan perjuangan kita, kita bisa menunjukkan bagaimana kasih dan kebenaran Tuhan bekerja dalam hidup kita. Saat kita memilih untuk tetap berkata jujur meski ada kesempatan untuk berbohong, saat kita tetap menunjukkan kasih meski orang lain nggak baik sama kita, atau saat kita berani berkata tidak pada hal-hal yang salah, artinya kita sedang menunjukkan apa artinya hidup dalam kebenaran.
Hidup sebagai role model juga berarti kita berani berjalan dalam iman, bahkan ketika orang lain meragukan atau mengejek. Setiap kali kita memilih untuk melakukan yang benar dan hidup sesuai dengan firman Tuhan, kita sedang memberikan “present” terbaik sebagai penyembahan kita kepada Tuhan. Kita menunjukkan bahwa kita lebih peduli pada apa yang Tuhan pikirkan daripada pendapat orang lain.
WHAT TO DO:
1.Mulai hari ini, hindari gosip, umpatan, atau kata-kata yang merendahkan, dan pilih untuk menyebarkan kebaikan lewat ucapanmu.
2.Saat ada teman yang membutuhkan atau sedang mengalami kesulitan, tunjukkan kepedulian dan kasihmu tanpa mengharapkan balasan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kisah Para Rasul 18-19

Renungan Pagi - 20 November 2024
2024-11-20 17:47:09
Ibadah adalah bagian yang tidak boleh dipisahkan dari kehidupan iman kristen, karena iman kristen tanpa disertai ibadah kepada Tuhan adalah kemunafikan, begitu juga ibadah tanpa iman adalah kebodohan. "Tetapi engkau hai manusia Allah, jauhilah semuanya itu, kejarlah keadilan, ibadah, kesetiaan, kasih, kesabaran dan kelembutan. Bertandinglah dalam pertandingan iman yang benar dan rebutlah hidup yang kekal. Untuk itulah engkau telah dipanggil dan telah engkau ikrarkan ikrar yang benar di depan banyak saksi."
Ibadah itu bukan hanya sekedar ritual agamawi, tetapi ibadah itu adalah komunikasi dua arah dengan Tuhan, ibadah adalah membangun hubungan pribadi dengan Tuhan, ibadah adalah saat dimana kita memuji dan menyembah dalam hadirat Tuhan, belajar mengenal kehendak-Nya untuk dilakukan, saat melakukan ibadah di gereja, maka kita bersekutu dengan orang-orang percaya lainnya juga, kemudian mempraktekkan ajaran Tuhan itu di tengah komunitas orang percaya.
(1 Timotius 6:11-12)

Quote Of The Day - 20 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-20 17:45:43
Jangan main-main dengan Tuhan! Persiapkan diri untuk situasi yang terburuk.

Mutiara Suara Kebenaran - 20 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-20 17:44:29
Penghormatan akan Allah harus natural yang mengalir dari hati kita, dari perjumpaan dengan Allah yang begitu dahsyat.

THE COLORS OF LIFE - 20 November 2024 (English Version)
2024-11-20 17:43:10
We must constantly live with the awareness that we are walking with God, more than the candid camera that is always watching us. Therefore, be careful with your mouth, be careful with your eyes, be careful with your hands. Many believers live as if God does not exist, even though their bodies are the temple of God. Because they do not experience God's presence, they are careless with what they say, think and do; here they grieve the Spirit of God. If they continue to grieve the Spirit of God, then they will quench the Spirit. And if they have quenched the Spirit of God, then they enter the level of blaspheming the Spirit of God. And all of that is a maneuver of the power of darkness that they are not aware of. In fact, how much God loves them; also us.
The question is, are we willing to change? If yes, then do this: change our life routine. Because when we change our routine, we change our nature. Start the day early with prayer. Avoid looking at inappropriate things and refrain from building close relationships with people who do not fear God. Be cautious with your eyes, words, and ears, for life is as fleeting as vapor. The Bible says, like the grass flower that blooms in the morning, beautiful, but by the evening it has thrown into the trash. Don't disrespect God. God may seem silent, but in reality God is active; God responds to what we do. Just as parents react to the actions of their own children-though not as strongly to those of someone else’s child-when it is their own child, it deeply affects them.
And if we claim that God is our Father, then everything we do affects His feelings. Ironically, most believers are religious but not truly connected to God. Because they feel that they have believed in God by diligently going to church. Believing in God is a relationship that continues at all times. That is the ideal, and only then is the beautiful color that God desires built, where God enjoys it. There is no view more beautiful for God to see, no fragrance sweeter for God to smell, and no melody more pleasing to His ears than when we walk with Him every moment and in all things we please His heart.
We still have a chance. And realize how precious every second, minute, hour, day is. But a person's seconds, minutes, hours, days, years can be wasted if they are not filled properly, namely interaction with God, giving birth to a relationship that is enjoyed by God. Each of us is imperfect and not yet perfect, but we want to achieve it. So we always ask, "What should I do, Lord? Make me understand Your will for me to do, and make me understand Your plan for me to fulfill." The first is to be willing to live a holy life and leave behind all things that God does not approve of. The second is to be willing to have no desire other than to do His will. Let us not happen when we die, we do not have the color of life as God desires.
Honestly, we surely know what are the wrong things that if we do them, it grieves God. Unless we don't want to know because we don't care about God's feelings. If we bring these matters before Him, then God will definitely tell us. Create a beautiful life by walking with God. Because besides us prepared to enter eternity, we will also be blessed on this earth. God will not let us be put to shame because we must be witnesses with a life that is attached to God. Indeed, for a while, maybe when we are serious, the situation will actually get worse. Wait! We are being tested by God, to what extent our faithfulness is. But in time, God will lift us up. God knows what our needs and longings are. He knows who we love and protects them even without us asking. We will be able to feel the real presence of God.
Don't wait until we have a vision or physical touch before we say: "God really exists." Not that way. The Lord Jesus said to Thomas, "Blessed is the man who believes, even though he does not see." That means we have to believe first, and we express this belief with action; how we please God by getting rid of all sins. Besides being sensitive to what grieves God, we can also be sensitive to what pleases God. There our conscience becomes alive and matures. To that extent, the color of our life will please God, and we are worthy to be called God's children. The nature of God is within us when our conscience is matured through the process of everyday life, so that it becomes God's conscience.
CREATE A BEAUTIFUL LIFE BY WALKING WITH GOD.

WARNA KEHIDUPAN - 20 November 2024
2024-11-20 17:40:58
Kita harus selalu dalam penghayatan bahwa kita berjalan dengan Tuhan, lebih dari candid camera yang selalu mengawasi kita. Karena itu, hati-hati gunakan mulut, hati-hati gunakan mata, hati-hati gunakan tangan kita. Banyak orang percaya yang hidup seakan-akan Tuhan tidak ada, padahal tubuhnya adalah bait Allah. Karena mereka tidak menghayati kehadiran Allah, maka mereka sembarangan dengan apa yang mereka ucapkan, pikirkan dan lakukan; di sini mereka mendukakan Roh Allah. Kalau terus-menerus mendukakan Roh Allah, maka mereka akan memadamkan Roh itu. Dan kalau sudah memadamkan Roh Allah, lalu masuk ke tingkat menghujat Roh Allah. Dan itu semua adalah manuver dari kuasa kegelapan yang tidak mereka sadari. Padahal, betapa sayang Tuhan kepada mereka; juga kepada kita.
Pertanyaannya, maukah kita berubah? Jika ya, maka lakukan ini: ubahlah rutinitas hidup kita. Sebab ketika kita mengubah rutinitas, maka kita mengubah kodrat kita. Bangunlah pagi, berdoa. Jangan melihat apa yang tidak pantas, jangan bergaul akrab dengan orang yang tidak takut Tuhan. Hati-hati gunakan mata, mulut, telinga karena hidup kita singkat seperti uap. Kata Alkitab, seperti bunga rumput yang pada pagi hari mekar, indah, namun sore telah dibuang ke dalam sampah. Jangan tidak menghormati Tuhan. Memang Tuhan seakan-akan diam, tapi sebenarnya Tuhan aktif; Tuhan merespons apa yang kita lakukan. Sama seperti orang tua yang pasti merespons, bereaksi terhadap apa yang dilakukan anaknya. Kalau anak tetangga, tidak terlalu memengaruhi perasaan orang tua. Tapi kalau anak sendiri, pasti memengaruhi.
Dan kalau kita mengaku Allah adalah Bapa kita, maka segala sesuatu yang kita lakukan itu memengaruhi perasaan-Nya. Ironis, sebagian besar orang percaya beragama, tapi tidak bertuhan. Karena mereka merasa sudah bertuhan dengan rajin pergi ke gereja. Bertuhan adalah sebuah hubungan yang tiada henti setiap saat. Itu baru ideal, dan baru terbangun warna indah yang Allah kehendaki yang di situ Allah menikmatinya. Tidak ada pemandangan yang lebih indah yang dapat dilihat Tuhan dan tidak ada keharuman yang harum dicium oleh Allah, juga tidak ada melodi indah yang terdengar di telinga Allah, kecuali ketika kita setiap saat berjalan dengan Tuhan dan dalam segala hal kita menyenangkan hati-Nya.
Kita masih punya kesempatan. Dan sadarilah betapa berharganya setiap detik, menit, jam, hari kita. Tetapi detik, menit, jam, hari, tahun-tahun seseorang bisa menjadi sia-sia kalau tidak diisi dengan benar, yaitu interaksi dengan Allah, melahirkan sebuah hubungan yang dinikmati oleh Allah. Setiap kita tidak sempurna dan belum sempurna, tapi kita mau mencapainya. Maka selalu kita perkarakan, “Apa yang harus aku lakukan, Tuhan? Buat aku mengerti kehendak-Mu untuk kulakukan, dan buat aku mengerti rencana-Mu untuk kupenuhi.” Yang pertama, bersedia hidup suci dan meninggalkan semua hal yang Tuhan tidak berkenan. Yang kedua,
bersedia tidak punya keinginan apa pun kecuali melakukan kehendak-Nya. Jadi jangan sampai nanti ketika kita meninggal dunia, kita tidak memiliki warna hidup seperti yang Allah kehendaki.
Sejujurnya, kita pasti tahu hal-hal apa yang salah yang kalau kita lakukan, itu mendukakan Tuhan. Kecuali kita tidak mau tahu karena kita tidak peduli perasaan Allah. Jika kita memperkarakannya dengan Tuhan, maka Tuhan pasti beri tahu. Ciptakan kehidupan yang indah berjalan dengan Tuhan. Sebab selain kita dipersiapkan masuk kekekalan, kita juga akan diberkati di bumi ini. Tuhan tidak akan permalukan kita. Sebab kita harus menjadi saksi dengan kehidupan yang melekat dengan Tuhan. Memang untuk sementara waktu, mungkin saja ketika kita sungguh-sungguh, keadaan justru makin terpuruk. Tunggu! Kita sedang diuji Tuhan, sampai di mana kesetiaan kita. Namun pada waktunya, Tuhan akan angkat kita. Tuhan tahu apa yang menjadi kebutuhan dan kerinduan kita. Tuhan mengenal siapa yang kita kasihi untuk dilindungi Tuhan, tanpa kita minta. Kita akan bisa merasakan keberadaan Allah yang nyata.
Jangan menunggu kita mendapat penglihatan atau sentuhan fisik, baru kita berkata: “Allah itu benar-benar ada.” Tidak dengan cara demikian. Tuhan Yesus berkata kepada Tomas, “_
Berbahagialah orang yang percaya, walau tidak melihat.” Itu berarti kita harus percaya dulu, dan percaya ini kita nyatakan dengan tindakan; bagaimana kita menyenangkan Tuhan dengan membuang semua dosa. Selain kita peka terhadap apa yang mendukakan hati Allah, kita juga bisa peka terhadap apa yang menyenangkan hati Allah. Di situ nurani kita menjadi hidup dan didewasakan. Sampai tingkat itu, warna hidup kita baru menyenangkan hati Allah, dan kita layak disebut sebagai anak-anak Allah. Sifat Allah ada dalam diri kita ketika nurani kita didewasakan lewat proses kehidupan setiap hari itu, sehingga menjadi nurani Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
CIPTAKAN KEHIDUPAN YANG INDAH BERJALAN DENGAN TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 20 November 2024
2024-11-20 17:38:01
Kisah Para Rasul 13-14

Truth Kids 19 November 2024 - PEDULI SESAMA
2024-11-19 21:33:17
Filipi 2:4
”dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”
Di sebuah desa kecil, hiduplah si Kelinci Baik. Setiap pagi dia melompat-lompat dengan riang sambil berteriak, "Hari baru, kesempatan baru untuk membantu teman-teman!" Melihatnya, si Burung Cendrawasih bertanya, "Mengapa kamu selalu begitu bersemangat, Kelinci Baik?" "Karena setiap orang memiliki kebutuhan, dan aku ingin membantu hidup mereka! Meski kadang aku tidak tahu bagaimana caranya, aku percaya dengan kelemahlembutan, aku bisa membuat perbedaan," jawab Kelinci Baik dengan ceria.
Sobat Kids, seperti Kelinci Baik yang selalu siap membantu, kita pun dipanggil untuk peka terhadap kebutuhan orang lain. Ketika kita melihat teman yang kesulitan atau merasa sedih, marilah kita mendekat dan menawarkan bantuan dengan lembut. Tidak selalu kita harus memberikan sesuatu yang besar. Kadang, perhatian dan kata-kata baik sudah cukup untuk menghibur mereka. Ingatlah, dengan kelemahlembutan dalam hati, kita dapat menunjukkan kasih Tuhan kepada sesama. Mari kita berkomitmen untuk menjadi pembawa kebaikan, karena setiap tindakan kecil kita dapat memberi dampak yang besar!

Truth Junior 19 November 2024 - TANGAN PENOLONG
2024-11-19 21:31:29
Filipi 2:4
”dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”
Pernahkah Sobat Junior melihat teman sedang menangis? Atau mungkin ada teman yang sedang sakit dan tidak bisa ikut bermain? Kita semua pernah mengalami perasaan seperti itu. Di dalam Alkitab, Tuhan mengajarkan kita untuk menjadi sahabat yang baik. Sahabat yang baik adalah orang yang peduli dengan teman-temannya. Dia akan berusaha untuk menghibur teman yang sedih, membantu teman yang sedang kesulitan, dan selalu ada untuk teman-temannya.
Dalam Lukas 10:25-37, ada kisah tentang seorang pria yang sedang melakukan perjalanan dan dirampok oleh para pencuri. Ia dipukuli dan ditinggalkan terluka di pinggir jalan. Beberapa orang melewati dia tanpa peduli, namun ada seorang Samaria yang baik hati. Orang Samaria ini melihat orang yang terluka, merasa kasihan, dan dengan kelemahlembutan merawatnya. Dia membalut lukanya, mengantarnya ke penginapan, dan membayarkan semua kebutuhannya. Inilah contoh yang Tuhan Yesus berikan kepada kita, yaitu menolong orang yang membutuhkan, meskipun kita tidak mengenalnya.
Tuhan menginginkan kita untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, tetapi juga melihat apa yang orang lain butuhkan. Kadang-kadang, teman atau orang di sekitar kita mungkin membutuhkan bantuan, dan Tuhan mengajar kita untuk membantu dengan kasih dan kelemahlembutan.
Ketika peka terhadap kebutuhan orang lain dan memberikan bantuan dengan kelemahlembutan, kita menunjukkan kasih Tuhan. Inilah sikap yang disukai Tuhan. Ingatlah, setiap perbuatan kecil yang kita lakukan dengan hati yang lembut bisa membuat orang lain merasakan cinta dan perhatian dari Tuhan.

Truth Youth 19 November 2024 (English Version) - BUILDING THE CHARACTER OF CHRIST
2024-11-19 21:29:31
"Let this mind be in you, which was also in Christ Jesus." (Philippians 2:5)
We all have role models, individuals we admire and aspire to emulate in our lives. They could be celebrities, athletes, or even friends we consider remarkable. But as believers, our best role model is actually Jesus Himself. He is not just an example, but also the goal we should strive to achieve in shaping our character every day.
Philippians 2:5 reminds us to have the same mindset and feelings as Christ Jesus. The character of Christ is not just about patience or humility; it’s also about how we love others, even when it’s difficult. It’s about forgiving, even when our hearts are hurt.
Building the character of Christ means we must be ready to let go of selfish traits, the desire to always win, or the need to be seen as the best by others. Instead, we learn to be humble, patient, and willing to love unconditionally. For example, when a friend wrongs us, rather than retaliating or shutting them out, we choose to forgive and continue to love them. Or, when we have the opportunity to stand out, we remain humble and avoid arrogance.
Every time we choose to exhibit the character of Christ, it is the best “present” we can give as worship to God. We show that our lives are no longer just about ourselves, but about Him who lives in us. It’s not always easy, but remember that the Holy Spirit is always there to help us become more like Christ every day.
WHAT TO DO:
1. Whenever you feel the urge to prove yourself or be the best, try to hold back and focus on how to help others instead.
2. Each day, look for opportunities to do good and love others, even in simple ways. In doing so, you are gradually building the character of Christ in your life.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Acts 16-17

Truth Youth 19 November 2024 - MEMBANGUN KARAKTER KRISTUS
2024-11-19 21:27:31
”Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” (Filipi 2:5)
Kita semua pasti punya role model, sosok yang kita kagumi dan ingin kita tiru dalam hidup. Mungkin itu artis, atlet, atau bahkan teman yang kita anggap hebat. Tapi sebagai orang percaya, role model terbaik kita sebenarnya adalah Yesus sendiri. Dia bukan hanya teladan, tapi juga tujuan yang harus kita capai dalam membentuk karakter kita setiap hari.
Filipi 2:5 berkata, “Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus.” Ayat ini mengingatkan kita untuk memiliki cara berpikir dan merasa yang sama seperti Yesus. Karakter Kristus nggak cuma soal sabar atau rendah hati, tapi juga tentang bagaimana kita mengasihi orang lain, bahkan ketika mereka sulit untuk dikasihi. Ini tentang bagaimana kita mengampuni, bahkan ketika hati kita terluka.
Membangun karakter Kristus berarti kita harus siap meninggalkan sifat egois, keinginan untuk selalu menang, atau keinginan untuk dilihat sebagai yang terbaik oleh orang lain. Sebaliknya, kita belajar untuk rendah hati, sabar, dan berani mengasihi tanpa syarat. Misalnya, saat ada teman yang berbuat salah sama kita, alih-alih membalas atau mendiamkan, kita memilih untuk mengampuni dan tetap mengasihi. Atau, saat kita punya kesempatan untuk menonjol, kita tetap rendah hati dan nggak sombong.
Setiap kali kita memilih untuk menampilkan karakter Kristus, itu adalah bentuk “present” terbaik yang bisa kita berikan sebagai penyembahan kepada Tuhan. Kita sedang menunjukkan bahwa hidup kita nggak lagi tentang kita sendiri, tapi tentang Dia yang hidup di dalam kita. Memang nggak selalu mudah, tapi ingatlah bahwa Roh Kudus selalu ada untuk membantu kita menjadi lebih seperti Kristus setiap hari.
WHAT TO DO:
1.Setiap kali kamu merasa ingin membuktikan diri atau menjadi yang terbaik, cobalah untuk menahan diri dan fokus pada cara membantu orang lain.
2.Setiap hari, cari kesempatan untuk berbuat baik dan mengasihi orang lain, bahkan dalam hal-hal sederhana. Dengan cara ini, kamu sedang membangun karakter Kristus sedikit demi sedikit dalam hidupmu.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kisah Para Rasul 16-17

Renungan Pagi - 19 November 2024
2024-11-19 21:25:04
Menyatakan kasih Allah bagi orang lain, bukan hanya ketika kita tersenyum kepada orang lain, bukan juga hanya ketika mengulurkan tangan bagi orang yang memerlukan dan bukan hanya ketika mengangkat mereka yang jatuh, dengan cara mendoakan, supaya mereka berbalik kepada Tuhan, Rasul Paulus mengingatkan kita.
"Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!"
Tetapi kasih Allah juga harus diwujudkan dalam memberitakan Injil, jangan merasa malu, takut dan minder untuk memberitakan Injil, sebab orang yang tidak memberitakan Injil adalah orang yang jahat di mata Tuhan, sebab itu berarti kita tidak menunaikan tugas pelayanan Amanat Agung Tuhan Yesus.
(2 Timotius 4:2,5)

Quote Of The Day - 19 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-19 21:23:13
Ketika kita mencari Tuhan, sejatinya kita sedang menggores sejarah kehidupan yang indah, berkenan kepada Allah, dan yang abadi.

Mutiara Suara Kebenaran - 19 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-19 21:21:56
Kalau kita mengaku Allah adalah Bapa kita, maka segala sesuatu yang kita lakukan itu memengaruhi perasaan-Nya.

MERASA BERHARGA - 19 November 2024
2024-11-19 21:19:44
Seseorang yang biasa dihargai orang, selalu mendapatkan respons dan sikap positif dari lingkungan, dapat membuat seseorang menjadi begitu percaya diri dengan keadaan yang mana membuatnya memiliki nilai lebih di mata manusia. Namun, jangan merasa karena hal itu maka kita merasa diri menarik di mata Allah. Jangan sombong. Justru ketika kita merasa layak di hadapan Allah dengan nilai-nilai lebih di mata manusia, sejatinya kita meremehkan Allah seakan-akan Allah bisa dibayar dengan kelebihan yang tak ada nilainya di mata-Nya. Setan mau membinasakan banyak orang dengan cara membuat manusia merasa dirinya tidak bernilai. Lalu bagaimana dia bisa menjadi bernilai? Dia akan berusaha untuk studi dan meraih gelar sebanyak-banyaknya. Bukan tidak boleh punya gelar; setiap kita harus memaksimalkan potensi. Di sisi lain, ia akan mengumpulkan kekayaan dan harta, supaya orang lain bisa menundukkan diri dan menghormatinya. Dan dengan cara ini, mereka merasa bernilai.
Betapa sesatnya pikiran-pikiran semacam ini. Jangan merasa kita berharga di mata manusia lalu otomatis juga berharga di mata Allah. Dan sebaliknya, jangan kita merasa tidak berharga di mata Allah karena kita tidak berharga di mata manusia. Hari ini bangkitlah, pandanglah ke atas. Allah Bapa yang penuh belas kasihan justru mencari orang-orang yang terpuruk, yang jatuh, yang mengalami brokenness; kehancuran, karena Tuhan mengangkat orang-orang seperti ini; “Buluh yang terkulai tidak akan dipatahkan. Lampu yang pudar tidak akan dipadamkan.” Allah justru membelaskasihani orang-orang yang terbuang. Seperti Yesus ketika datang, Dia menghampiri pemungut cukai yang menjadi kelompok outcast di mata orang Yahudi, kelompok yang terbuang, kelompok orang yang dianggap berdosa, menjadi manusia-manusia yang di-_persona-non-grata-kan (artinya: Orang yang tidak disukai).
Justru Tuhan menyentuh perempuan-perempuan berdosa dan menyelamatkan mereka, yang mana orang-orang moralis pada waktu itu mencela, mengkritisi Yesus seakan-akan Dia bukan nabi yang baik karena bergaul dengan orang berdosa. Tapi Yesus berkata, “Bukan orang sehat yang membutuhkan tabib. Orang sakit yang butuh tabib.” Bukan orang sehat yang perlu dokter, tapi orang sakit. Ironis, ada di antara orang percaya yang tidak terlalu merasa membutuhkan Tuhan, dan itu penipuan agama. Agama membuat orang menjadi baik, melakukan kegiatan agama untuk kepentingan agama itu sendiri. Apalagi kalau itu menyangkut kepentingan pemimpin agamanya, atau kelompoknya, sampai-sampai Tuhan dijual.
Perhatikan, kalau kita tidak merasa membutuhkan Tuhan atau rasa butuh kita tidak memenuhi kuota di mata Allah, bertobatlah. Jangan sampai pada waktunya Tuhan berkata, “Aku tidak kenal kamu” karena kesombongan kita. Sebaliknya, kita yang terpuruk, yang merasa terbuang, ingatlah ucapan Tuhan Yesus, “Aku mencari kamu. Aku mencari kamu.” Tuhan mau menemukan kita, lalu bisa membangun sebuah fellowship Dalam fellowship itu ada warna yang istimewa, yang tidak pernah ada di muka bumi selain antara Allah dan kita, dan hanya Allah yang tahu, tapi kita pun bisa merasakannya. Dan itu yang harus ditemukan, karena itulah yang menjadi harta abadi kita.
Jangan sampai ketika kita meninggal, Tuhan tidak menemukan warna itu. Sebab kita dilahirkan, dirancang sebagai manusia yang luar biasa dengan keunikannya. Dan Allah mau menemukan warna itu, yang Allah sendiri juga nikmati. Jangan kita merasa sudah bertuhan karena kita beragama, ke gereja, beribadah, memberi persembahan uang, lalu kita merasa sudah menyelesaikan tugas kita dan berkata, “Done.” Mengerikan. Masalahnya, banyak orang tidak berambisi untuk menemukan Tuhan dan memiliki hubungan yang personal itu. Waktu kita itu berharga sekali. Waktu adalah satu hal yang tidak bisa dibeli, tidak bisa ditukar. Alkitab katakan, “Sehasta saja kita tidak bisa menambahkan umur hidup kita” (Luk. 12:25). Maka betapa bernilainya waktu ketika kita berjalan dengan Tuhan setiap saat; bukan hanya setiap hari.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
JANGAN KITA MERASA TIDAK BERHARGA DI MATA ALLAH KARENA KITA TIDAK BERHARGA DI MATA MANUSIA.

Bacaan Alkitab Setahun - 19 November 2024
2024-11-19 21:15:26
Kisah Para Rasul 11-12

Truth Kids 18 November 2024 - TENANG DALAM MARAH
2024-11-19 21:11:21
Yakobus 1:19
”Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;”
Namaku Rian, dan aku sangat bersemangat saat pergi ke sekolah setiap hari. Setiap pagi, ibuku menyiapkan sarapan yang lezat agar aku punya energi untuk belajar. Ibu selalu mengingatkanku untuk bersikap baik kepada teman-teman, terutama saat mereka sedang marah.
Suatu hari saat di sekolah, aku melihat teman sekelasku, Dika, sedang berteriak marah. Teman-teman yang lain menjauh karena takut. Aku merasa perlu melakukan sesuatu. Dengan hati-hati, aku mendekatinya dan bertanya, "Dika, kenapa kamu marah? Apakah ada yang bisa aku bantu?" Dika berhenti sejenak dan menjawab, "Aku kehilangan buku pentingku, dan aku sangat kesal!" Aku mencoba bersikap lembut dan mengajaknya mencari buku tersebut bersama-sama. "Mari kita cari bersama, siapa tahu ada di sekitar sini," ucapku sambil tersenyum. Setelah beberapa menit, kami menemukan bukunya terjatuh di bawah meja. Dika terlihat lega dan berterima kasih padaku.
Sobat Kids, dari cerita ini, kita belajar bahwa menghadapi kemarahan dengan kelemahlembutan, dapat membawa ketenangan. Tuhan ingin kita menjadi penyejuk bagi orang-orang di sekitar kita.

Truth Junior 18 November 2024 - PEMBAWA DAMAI
2024-11-19 07:14:17
Yakobus 1:19
”Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah;”
Sobat Junior, bagaimana reaksimu ketika melihat temanmu sedang marah yang wajahnya memerah, suaranya meninggi, atau bahkan dia menangis karena kesal? Terkadang kita pasti bingung dan mungkin ikut merasa sedih. Tapi, tahukah kamu, ada cara yang baik untuk menghadapi teman yang sedang marah?
Tuhan menginginkan kita untuk mendengarkan orang lain dengan baik, tidak cepat marah, dan tidak terburu-buru dalam berbicara. Dengan begitu, kita bisa menunjukkan kelemahlembutan dalam kehidupan kita. Misalnya, ketika teman sedang marah, kita harus sabar mendengarkan dahulu apa yang ingin dia katakan. Tenangkan hati, jangan sampai kita ikut marah. Marah hanya akan membuat keadaan semakin buruk.
Lalu, ucapkan kata-kata yang lembut untuk menenangkan hati mereka, seperti “Aku mengerti kamu sedang marah,” atau “Ayo, kita cari jalan keluarnya bersama.” Kita juga bisa memberikan pelukan, karena pelukan bisa membuat orang yang marah merasa lebih tenang. Selanjutnya, ajak bermain atau melakukan hal yang menyenangkan untuk mengalihkan perhatian, sehingga bisa membuat teman kita lupa akan kemarahannya.
Kita harus tetap bersikap lembut pada teman yang marah karena sikap lemah lembut bisa membuat amarah menjadi redup. Dengan mempraktikkan kelemahlembutan, kita akan menjadi anak-anak yang lebih sabar, penuh kasih, dan membawa kedamaian di sekitar kita.
Ingatlah, Tuhan Yesus selalu mengajarkan kita untuk menjadi lemah lembut dan rendah hati, karena itulah yang membawa sukacita dan kebaikan dalam hidup kita.
Yuk, Sobat Junior, kita belajar lebih sabar, lebih mendengarkan, dan tidak mudah marah, seperti yang Tuhan inginkan melalui firman-Nya di Yakobus 1:19.

Truth Youth 18 November 2024 (English Version) - THE DARK NIGHT OF THE SOUL
2024-11-19 07:12:14
"Therefore be careful how you walk, not as unwise men but as wise, making the most of your time, because the days are evil." (Ephesians 5:15-16)
In the spiritual journey of believers, there is a phase often referred to as “the dark night of the soul.” This phase is frequently characterized by the feeling that God has abandoned us, where prayers seem dry and unanswered, and the presence of God feels distant. Believers may feel spiritually empty and wonder why they are experiencing this darkness despite being faithful in their faith. However, this experience, although challenging, is part of the process of faith purification. During this phase, God often teaches believers to release their emotional dependence on spiritual feelings and to focus more on steadfast hope in Him. The dark night of the soul is an invitation to delve deeper into mature faith, which is not solely based on enjoyable emotional or spiritual experiences, but on unwavering trust in God's love, even amidst darkness. One outcome of enduring this phase is the emergence of pure intentions in serving God and others.
Serving God is not limited to activities in the church or merely spiritual practices; it encompasses all aspects of daily life, including work, family, social relationships, and how one conducts their life. In the Christian faith, a person's life as a whole is viewed as an act of worship and service to God. Those who have passed through this phase will realize that everything they have, including their calling to serve, is a gift from God. This is the art of building intentions to serve not driven by the need for recognition or personal satisfaction, but by a motivation that arises from gratitude and love for a faithful God. Thus, the intention to serve emerges as a response of love to God's love.
WHAT TO DO:
1. Change our perspective on life’s difficulties.
2. Make God's love our primary strength.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Acts 14-15

Truth Youth 18 November 2024 - THE DARK NIGHT OF THE SOUL
2024-11-18 18:33:37
”Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” (Efesus 5:15-16)
Dalam perjalanan kehidupan rohani orang percaya, terdapat fase yang sering kali disebut sebagai “the dark night of the soul.” Fase ini sering kali ditandai oleh perasaan seolah-olah Tuhan telah meninggalkan kita, di mana doa terasa kering dan tiada jawaban, serta kehadiran Allah terasa jauh. Orang percaya mungkin merasa kosong secara rohani dan bertanya-tanya mengapa mereka mengalami kegelapan ini meskipun telah setia dalam iman. Namun, pengalaman ini, walaupun berat, adalah bagian dari proses pemurnian iman. Dalam fase ini, Tuhan sering kali sedang mengajar orang percaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan emosional pada perasaan rohani dan lebih fokus pada pengharapan yang teguh kepada-Nya. The dark night of the soul adalah undangan untuk masuk lebih dalam ke dalam iman yang matang, yang tidak hanya didasarkan pada pengalaman emosional atau spiritual yang menyenangkan, tetapi pada kepercayaan yang penuh kepada kasih Tuhan, bahkan di tengah kegelapan. Salah satu hasil dari melewati fase ini adalah munculnya niat yang murni dalam melayani Tuhan dan sesama.
Melayani Tuhan tidak terbatas pada aktivitas di gereja atau kegiatan spiritual semata, tetapi meliputi semua aspek kehidupan sehari-hari, termasuk pekerjaan, keluarga, hubungan sosial, dan cara seseorang menjalani hidup. Dalam iman Kristen, hidup seseorang secara keseluruhan dipandang sebagai bentuk ibadah dan pelayanan kepada Tuhan. Orang yang telah melewati fase ini akan menyadari bahwa segala yang mereka miliki, termasuk panggilan untuk melayani, adalah karunia dari Tuhan. Ini adalah seni membangun niat untuk melayani tidak lagi didorong oleh kebutuhan akan pengakuan atau kepuasan pribadi, tetapi oleh dorongan yang lahir dari rasa syukur dan cinta kepada Tuhan yang telah setia. Dengan demikian, niat untuk melayani muncul dari respons kasih kepada kasih Tuhan.
WHAT TO DO:
1.Mengubah perspektif kita dalam melihat kesulitan hidup
2.Menjadikan cinta Tuhan sebagai kekuatan utama
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kisah Para Rasul 14-15

Renungan Pagi - 18 November 2024
2024-11-18 06:38:38
Kesetiaan itu tidak timbul dalam sehari, kesetiaan itu adalah sebuah jalan yang panjang, didalam kesetiaan; ada air mata, ada pergumulan, ada rasa tertekan, tetapi seorang yang setia akan selalu berkata, "Apapun yang terjadi aku akan tetap bertahan". Seperti Tuhan Yesus, DIA setia sampai mati di kayu salib dan Allah Bapa yang memanggil kita untuk hidup menjadi anak-anak-NYA, adalah Allah yang setia.
"Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia." Jadi setia itu bukan berarti tidak pernah susah dan menangis, tetapi setia adalah tetap berjalan bersama Tuhan, sekalipun sambil menangis, tetap setia dan tidak memberontak ketika dibentuk oleh Tuhan.
Setia juga bukan berarti tidak pernah menghadapi badai, tetapi orang yang setia tidak akan mudah kecewa, bersungut-sungut dan berputus-asa, tetap percaya bahwa Tuhan akan menuntun melewati badai. Belajarlah untuk tetap setia pada Tuhan apapun keadaannya, karena Tuhan Allah yang setia, tidak akan pernah mengecewakan kita.
(1 Korintus 1:9)

BELIEVING AND BEING TRUSTED - 18 November 2024 (English Version)
2024-11-18 05:10:26
In truth, there is still a lot of God's work that we must complete. The problem is, if one day we meet God, have we really completed the tasks assigned, entrusted to us? Honestly, there is trembling, there is a feeling of fear. That is why we must always ask, "What do You want me to do, Lord? What is Your work, Your plan in my life that I must fulfill?" Because, if we believe in Jesus as Lord and Savior, we cannot help but be entrusted by God to carry out His work. Our faith in God, therefore, has a reciprocal effect.
We believe in Him as Lord and Savior, for whom we submit ourselves and give ourselves to be processed, returned to God's original plan. And after that, we must do His work. So, we cannot say we believe in God without being trusted by God, it is impossible. Our belief is like a coin with two sides. The first side is our faith in God, directed from us toward Him. The other side is God's trust in us, directed from Him to us.
Jesus our Lord said, "As the Father sent me, now I send you." This applies to all Christians. This does not only apply to those who become church activists, church councillors, pastors, or those who attended Bible school and then became evangelists. This applies to all who profess belief in Jesus; not just for those studying theology specifically. That is why we should question what God wants in our lives that we are called to fulfill? What is God's plan, God's work entrusted to us, for us to carry out or complete?
As stated in John 4:34, the words of the Lord Jesus, "My food is to do the will of the Father and to finish His work. "While it is day, let us do God's will. The world can change beyond human predictions. We do not expect today's Israel-Hamas war to be prolonged. We also do not expect the Ukraine-Russia war to be prolonged. We do not want tensions in the South Sea ( tensions between Taiwan and China, North Korea, South Korea) are prolonged, we do not expect. But many things can happen beyond our thoughts and predictions.
If we are already so serious about working for God-according to our own assessment, we are already serious-even then there is still fear, there is trembling. So we must still learn to be more serious. We dedicate our lives, try not to have worldly desires like before, try to live holy. And every time we face Him, we question: "Is there still God's work that I have not done or have not finished?" Imagine, what about those who do not care about lost souls? They only care about themselves, their own families, their own ideals, their own desires that are not directed towards the joy of God's heart.
How terrifying it will be if one day such a person-someone indifferent to God's work and the salvation of lost souls-stands before Him. Could they possibly say, as Cain did, "Am I my brother's keeper?" In truth, yes, we must take care of our other brothers and sisters. There are many people who are truly weak, poor, uneducated, morally corrupt, and without hope for the future. If God wants to save them, who will be the means or instrument in God's hands to reach them?
Certainly, it is us, isn’t it? God wants to use us to express His love and presence in the lives of others through our lives. Therefore, we ask God to have a heart like His-a heart burdened for lost souls, to see lost souls as God sees them. Ask God for a heart of compassion like His. If we have a heart of compassion like God's heart, then we will serve others with love, ministering to souls with sincerity. We will not seek financial gain or livelihood from ministry; instead, we will offer our lives.
It is not wrong for a servant of God to live off their ministry or to earn a living through it, but that should not be the reason we serve. May God open our minds to have a heart that loves souls like the heart of the Lord Jesus Himself. In this way, we honor the Father in heaven, namely when we can satisfy His heart by loving souls like the Father, like the heart of the Lord Jesus Christ loves them.
IF WE BELIEVE IN JESUS AS LORD AND SAVIOR, WE CANNOT HELP BUT BE ENTRUSTED BY GOD TO CARRY OUT HIS WORK. OUR FAITH IN GOD, THEREFORE, HAS A RECIPROCAL EFFECT.

PERCAYA DAN DIPERCAYA - 18 November 2024
2024-11-18 05:07:26
Sejatinya, masih banyak pekerjaan Tuhan yang harus kita selesaikan. Masalahnya, kalau suatu hari nanti kita bertemu Tuhan, apakah kita benar-benar telah menyelesaikan tugas yang dibebankan, yang dipercayakan kepada kita? Sejujurnya, ada kegentaran, ada perasaan takut. Itulah sebabnya kita harus selalu bertanya, "Apa yang Kau kehendaki untuk kulakukan, Tuhan? Apa pekerjaan-Mu, rencana-Mu dalam hidupku yang harus kutunaikan?" Sebab, kalau kita percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, maka tidak bisa tidak, kita juga dipercayai Tuhan untuk melakukan pekerjaan-Nya. Jadi, percaya kita kepada Tuhan itu ada timbal baliknya.
Kita mempercayai Dia sebagai Tuhan dan Juru Selamat, yang karena-Nya kita menundukkan diri dan memberi diri untuk diproses, dikembalikan ke rancangan Allah semula. Dan setelah itu, kita harus melakukan pekerjaan-Nya. Jadi, *kita tidak bisa mengatakan percaya kepada Tuhan tanpa dipercayai Tuhan, tidak mungkin.* Percaya kita seperti sekeping mata uang dengan 2 muka, 2 wajah. Wajah yang pertama, percaya kepada Tuhan dari arah kita kepada-Nya, tetapi di sisi lain, ada arah dari Tuhan kepada kita.
Yesus Tuhan kita berkata, "Seperti Bapa mengutus Aku, sekarang Aku mengutus kamu." Ini berlaku bagi semua orang Kristen. Ini bukan hanya berlaku bagi mereka yang menjadi aktivis gereja, majelis gereja, pendeta, atau mereka yang duduk di bangku Sekolah Alkitab lalu menjadi penginjil. Ini berlaku untuk semua orang yang mengaku percaya kepada Yesus; bukan hanya untuk mereka yang belajar teologi secara khusus. Itulah sebabnya kita patut memperkarakan apa yang Allah kehendaki dalam hidup kita, untuk kita penuhi? Apa rencana Allah, pekerjaan Allah yang dipercayakan kepada kita, untuk kita tunaikan atau kita selesaikan?
Seperti yang dikatakan di dalam Yohanes 4:34, ucapan Tuhan Yesus, "Makanan-Ku melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." Selagi hari siang, mari kita melakukan kehendak Tuhan. Dunia bisa berubah di luar prediksi manusia. Kita tidak mengharapkan perang Israel-Hamas hari ini akan berkepanjangan. Kita juga tidak mengharapkan perang Ukraina dan Rusia akan berkepanjangan. Kita tidak ingin ketegangan di Laut Selatan (ketegangan Taiwan dan Cina, Korea Utara, Korea Selatan) berkepanjangan, kita tidak mengharapkan. Tetapi banyak hal yang bisa terjadi di luar pemikiran dan prediksi kita.
Kalau kita yang sudah begitu serius bekerja untuk Tuhan—menurut penilaian kita sendiri, sudah serius—ini pun masih ada ketakutan, ada kegentaran. Maka kita tetap harus belajar untuk lebih serius. Kita persembahkan hidup, berusaha tidak punya keinginan-keinginan dunia lagi seperti dulu, berusaha untuk hidup kudus. Dan setiap kita menghadap, kita perkarakan: "Apakah masih ada pekerjaan Tuhan yang belum kutunaikan atau belum kuselesaikan?" Bayangkan, bagaimana dengan mereka yang tidak peduli dengan jiwa-jiwa yang terhilang? Mereka hanya peduli dengan diri sendiri, keluarga sendiri, cita-cita, keinginan sendiri yang tidak diarahkan untuk kesukaan hati Allah.
Betapa mengerikan kalau suatu hari seseorang yang tidak peduli pekerjaan Tuhan, seseorang yang tidak peduli jiwa-jiwa yang terhilang, menghadap Tuhan. Apakah dia bisa berkata seperti Kain berkata, "Apakah aku penjaga bagi adikku? Apakah aku penjaga bagi saudaraku?" Sejatinya iya, kita harus menjaga saudara kita yang lain. Ada banyak orang yang benar-benar lemah, miskin, tidak berpendidikan, rusak moralnya, dan masa depannya pun gelap. Kalau Tuhan mau menyelamatkan mereka, siapa yang menjadi sarana atau alat di dalam tangan Tuhan untuk menjangkau mereka?
Ya, tentu saja kita, bukan? Tuhan mau memakai kita untuk menyatakan kasih-Nya, menyatakan hadir-Nya di dalam hidup orang lain melalui hidup kita. Karenanya, kita minta kepada Tuhan untuk memiliki hati seperti hati-Nya, terbeban terhadap jiwa-jiwa yang terhilang, memandang jiwa-jiwa yang terhilang seperti Tuhan memandang. Mintalah kepada Tuhan hati yang berbelaskasihan seperti hati-Nya. Kalau kita memiliki hati yang berbelaskasihan seperti hati Tuhan, maka kita akan melayani dengan kasih, melayani jiwa-jiwa dengan tulus. Kita tidak mencari uang, nafkah dalam pelayanan, tapi kita memberikan hidup kita.
Tidak salah seorang hamba Tuhan hidup dari pelayanan, tidak salah hamba Tuhan mendapatkan nafkah dari pelayanan, tapi bukan karena nafkah itu kita melayani. Kiranya Tuhan membukakan pikiran kita untuk memiliki hati yang mengasihi jiwa-jiwa seperti hati Tuhan Yesus sendiri. Dengan demikian, kita menghormati Bapa di surga, yaitu ketika kita bisa memuaskan hati-Nya dengan kita mengasihi jiwa-jiwa seperti Bapa, seperti hati Tuhan Yesus Kristus mengasihi mereka.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU KITA PERCAYA KEPADA YESUS SEBAGAI TUHAN DAN JURU SELAMAT, MAKA TIDAK BISA TIDAK, KITA JUGA DIPERCAYAI TUHAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN-NYA. JADI, PERCAYA KITA KEPADA TUHAN ITU ADA TIMBAL BALIKNYA.

Renungan Pagi - 17 November 2024
2024-11-17 14:10:52
Utamakanlah kejujuran dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dipercayakan pada kita, dimanapun berada. Jangan meniru sikap banyak orang yang pada umumnya buruk dan penuh kebohongan, semua itu ada disekitar kehidupan orang percaya. Kita harus memiliki integritas seperti yang diajarkan Tuhan Yesus. "Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak, apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat."
Kejujuran adalah harga mati yang harus dilakukan bagi setiap kita, anak-anak Tuhan. Berjuanglah untuk hidup jujur setiap hari, jujur terhadap diri sendiri, terhadap pasangan hidupmu, terhadap kerabatmu, rekan kerjamu, rekan pelayananmu, terlebih lagi harus jujur terhadap Tuhan, sebab tidak ada yang tersembunyi dihadapan-NYA. Jika engkau hidup selalu tidak jujur, itu artinya engkau hidup dibawah pengaruh si jahat. Mari bertobat dan mulai jujur dalam setiap perkataanmu.
(Matius 5:37)

Quote Of The Day - 17 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-17 14:08:10
Keteduhan kita menghadapi segala situasi bertumbuh seiring dengan bertumbuhnya kedewasaan kita, pengertian kita tentang kehidupan, dan pemahaman kita mengenai kebenaran.

Mutiara Suara Kebenaran - 17 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-17 14:06:04
Siapa yang menguasai pikiran kita, itulah yang menentukan masa depan kita.

BEING WHOLEHEARTED - 17 November 2024 (English Version
2024-11-17 14:03:58
2 Chronicles 16:9 "For the eyes of the LORD range throughout the earth to strengthen those whose hearts are fully committed to Him."
People whose hearts are serious about God are people who really want to deal with God. Many things keep us busy, so we don't give God the proper place. Of course God bestows His power not without purpose, but so that the person who receives God's power can carry out God's will, fulfill God's plan, carry out and complete the work that God has given him. Having a heart fully committed to God is not a gift from God; rather, it depends on each individual—whether or not we are willing to wholeheartedly commit to the Lord.
And this is good news, because no one can hinders us if we are willing to be wholeheartedly committed to the Lord. We have authority over ourselves, meaning that we can reject things that do not need to keep us busy so that we can give Him the proper place and time. We have power over ourselves also means that we must dare to make the decision that God is the only thing we are busy with, God is our only interest, God is our only goal in life, God is our only happiness so that there is no other pleasure in our lives except God. Thus, a wholehearted person makes God his only world.
Honestly, we have wasted a lot of time where we have many activities, interests, life goals, personal and worldly happiness. Often, God becomes just one of many priorities in our lives, and frequently, He is not even the first. Even prioritizing God first in a list of other priorities is a mistake. We make God the first order, which is wrong because God must be the only choice; so there is no order. God is our only interest, our busyness, our happiness, our purpose in life; He is the only one. Thus we can be included among those who are said by the word of God to be wholehearted towards God. And God can feel who is wholehearted towards Him and who is not. God sees, who are the people who truly make God their pleasure, their business, their interests, their affairs, their only world.
Nothing can stop us, if we want; nothing can forbid and hinder us. Satan cannot stop us, even God does not force us. Willingly, joyfully and consciously, we want to make God our only concern and our interest. Our lives are focused on this. In this way, we are actually separating ourselves from the world and we are prepared to enter the Kingdom of our Lord Jesus Christ. Let's run away from the world. Let's separate ourselves from this world. Let's leave all entertainment, pleasure, hobbies that prevent us from making God everything.
And how beautiful the life of someone who makes God everything. The horizons of our lives will change completely. The way we view life will change when we make God everything in this life; our only concern, interest, busyness, purpose of life, happiness is only Him. When we truly make God our only world, then we are taken by God to a higher area. Our longing is only to pray and read His word.
Of course this does not make us abandon responsibility; the responsibility of taking care of family, responsibility for taking care of work, business, earning a living. Of course we don't leave it, because that's where we serve God and devote ourselves to God. But in doing everything, we do it all for God. And this way of life, this dynamic of life, will continue later in eternity. Therefore people who make God their only world or people who are wholeheartedly towards Him are the ones who are worthy to enter the Kingdom of Heaven, especially the Palace of the Father or the Palace of the Lord Jesus Christ. While there is still a chance, let's commit ourselves wholeheartedly to Him.
NO ONE CAN HINDERS US IF WE ARE WILLING TO BE WHOLEHEARTEDLY COMMITTED TO GOD.

BERSUNGGUH HATI - 17 November 2024
2024-11-17 13:07:48
2 Tawarikh 16:9
“Mata TUHAN menjelajah seluruh bumi untuk melimpahkan kekuatan-Nya
kepada mereka yang bersungguh hati terhadap Dia.”
Orang yang hatinya bersungguh terhadap Tuhan adalah orang yang sungguh-sungguh mau berurusan dengan Tuhan. Banyak hal yang membuat kita sibuk, sehingga kita tidak memberikan tempat yang sepatutnya bagi Allah. Tentu Tuhan melimpahkan kekuatan-Nya bukan tanpa maksud, melainkan agar orang yang menerima kekuatan Allah tersebut dapat melakukan kehendak Allah, memenuhi rencana Allah, mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan yang Allah berikan kepadanya. Memiliki hati yang bersungguh kepada Tuhan atau bersungguh hati terhadap Dia, bukanlah karunia dari Tuhan, namun tergantung masing-masing individu; apakah kita mau bersungguh hati terhadap Tuhan atau tidak?
Dan ini menjadi kabar baik, karena tidak ada siapa pun yang dapat menghalangi kita kalau kita mau bersungguh hati terhadap Tuhan. Kita sendiri yang berkuasa atas diri kita, artinya kita yang bisa menolak apa yang tidak perlu membuat kita sibuk sehingga kita dapat memberikan tempat dan waktu yang pantas untuk Dia. Kita berkuasa atas diri kita sendiri juga kita harus berani mengambil keputusan bahwa Tuhanlah satu-satunya kesibukan kita, Tuhanlah satu-satunya kepentingan kita, Tuhanlah satu-satunya tujuan hidup kita, Tuhanlah satu-satunya kebahagiaan kita sehingga tidak ada keasyikan lain dalam hidup kita kecuali Tuhan. Demikianlah, orang yang bersungguh hati menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya dunianya.
Sejujurnya, telah banyak waktu yang kita sia-siakan di mana kita memiliki banyak kesibukan, kepentingan, tujuan hidup, kebahagiaan diri dan dunia. Tuhan hanya menjadi salah satu dari kesibukan dan kepentingan kita dan sering tidak pada urutan yang pertama, padahal urutan itu pun salah. Kita menjadikan Tuhan urutan pertama itu pun keliru karena Tuhan harus menjadi satu-satunya pilihan; jadi tidak ada urutan. Tuhan satu-satunya kepentingan kita, urusan kita, kesibukan kita, kebahagiaan kita, tujuan hidup kita; Dia satu-satunya. Dengan demikian kita bisa termasuk orang yang dikatakan firman Tuhan sebagai orang bersungguh hati terhadap Tuhan. Dan Tuhan bisa merasakan siapa orang yang bersungguh hati terhadap Dia dan yang tidak. Tuhan melihat, siapa orang yang benar-benar menjadikan Tuhan sebagai kesenangannya, kesibukannya kepentingannya, urusannya, satu-satunya dunianya.
Tidak ada yang bisa menghalangi kita, kalau kita mau; tidak ada yang bisa melarang dan menghalangi kita. Setan pun tidak bisa menghalangi kita, bahkan Tuhan juga tidak memaksa kita. Dengan rela, sukacita dan sadar, kita mau menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya urusan kita dan kepentingan kita. Hidup kita terfokus pada hal ini. Dengan demikian, sebenarnya kita sedang memisahkan diri dari dunia dan kita dipersiapkan masuk Kerajaan Tuhan kita Yesus Kristus. Ayo larikan diri kita dari dunia. Mari kita pisahkan diri kita dari dunia ini. Mari kita tinggalkan semua hiburan, kesenangan, hobi yang membuat kita tidak menjadikan Tuhan segalanya.
Dan betapa indahnya kehidupan seseorang yang menjadikan Tuhan segalanya. Cakrawala hidup kita akan berubah total. Cara kita memandang hidup akan berubah ketika kita menjadikan Tuhan segalanya dalam hidup ini; satu-satunya urusan, kepentingan, kesibukan, tujuan hidup, kebahagiaan kita hanya Dia. Ketika kita sungguh-sungguh menjadikan Tuhan satu-satunya dunia kita, maka kita dibawa Tuhan ke kawasan yang lebih tinggi. Kerinduan kita hanya berdoa dan membaca firman-Nya.
Tentu hal ini tidak membuat kita meninggalkan tanggung jawab; tanggung jawab mengurus keluarga, tanggung jawab mengurus pekerjaan, bisnis, cari nafkah. Tentu tidak kita tinggalkan, karena itulah tempat kita mengabdi kepada Tuhan, karena itulah tempat kita melayani Tuhan. Tapi dalam melakukan segala sesuatu, kita lakukan semua untuk Tuhan. Dan cara hidup seperti ini, dinamika hidup seperti ini, akan berlanjut nanti di kekekalan. Karenanya orang yang menjadikan Tuhan satu-satunya dunianya atau orang yang bersungguh hati terhadap Dia adalah orang-orang yang layak masuk Kerajaan Surga, khususnya Istana Bapa atau Istana Tuhan Yesus Kristus. Mumpung masih ada kesempatan, mari kita bersungguh hati.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
TIDAK ADA SIAPA PUN YANG DAPAT MENGHALANGI KITA KALAU KITA MAU BERSUNGGUH HATI TERHADAP TUHAN.

Truth Kids 16 November 2024 - KEKUATAN MEMAAFKAN
2024-11-16 19:27:53
Matius 6:14
”Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.”
Brak!! "Aduh!" Clara tidak sengaja mendorong tas Sarah hingga jatuh saat bermain di Sekolah Minggu. Semua buku dan pensil Sarah berserakan di lantai. Clara hanya menatap sebentar dan langsung pergi. Sarah merasa kesal, tetapi dia mengingat pelajaran yang baru saja didengar, "Memaafkan orang lain." Dengan tenang, Sarah menghampiri Clara dan berkata, "Clara, hati-hati, ya, lain kali. Tas aku sampai jatuh tadi." Clara pun merasa bersalah dan meminta maaf.
Sobat Kids, memaafkan orang lain memang tidak selalu mudah, apalagi saat kita sedang merasa kesal. Namun, ingatlah bahwa Tuhan selalu siap memaafkan kesalahan kita, walaupun kita sering berbuat salah. Saat kita mau memaafkan orang lain, kita sedang menunjukkan hati yang lembut, seperti yang Tuhan inginkan. Jadi, kalau ada teman yang membuat kamu kesal, coba untuk memaafkan dia, ya. Dengan memaafkan, kita sedang mencontoh kasih Tuhan kepada kita semua. Tuhan memaafkan semua kesalahan kita, maka kita juga harus belajar memaafkan orang lain.

Truth Junior 16 November 2024 - HADIAH TAK TERLIHAT
2024-11-16 19:26:22
Matius 6:14
”Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.”
Kita pasti pernah berbuat salah kepada orang lain, baik kesalahan kecil, maupun kesalahan besar. Kepada orang tua, teman, guru, sahabat, atau lingkungan sekitar kita, pasti pernah ada kesalahan yang kita lakukan. Apakah Sobat Junior memiliki karakter yang mudah meminta maaf? Atau sebaliknya, malah sulit mengakui kesalahan dan malu atau enggan untuk meminta maaf kepada orang lain? Bagaimana dengan Sobat Junior sendiri, apakah saat orang lain melakukan kesalahan kepadamu, kalian mudah memaafkan mereka meskipun kesalahannya besar? Tentu jika kesalahannya besar, tidak mudah untuk memaafkan mereka begitu saja, ya. Tapi kita pasti bisa, asalkan kita mau. Lama-lama kita akan melupakan sakit hati atau kekecewaan atau kemarahan kita kepada mereka, jika kita bertekad untuk mengampuni.
Saat kalian yang berbuat salah lalu dengan malu meminta maaf, apa yang kalian harapkan? Tentu kalian berharap dimaafkan, bukan? Misalnya kalian tanpa sengaja merusak barang yang mahal di rumah milik orang tua kalian. Saat kalian minta maaf, kalian pasti berharap orang tua kalian memaafkan kalian. Ketika orang tua kalian memaafkan dan tidak mempermasalahkan kesalahan kalian, bagaimana rasanya? Pasti senang, lega, tenang, bersyukur, ya? Begitu juga saat orang lain kita maafkan, Sobat Junior. Jika kita dengan mudah memaafkan kesalahan orang lain, berarti kita memiliki kelembutan hati, seperti hati Tuhan Yesus, loh! Yuk, kita jadi seperti Tuhan Yesus yang selalu sedia mengampuni.

Truth Youth 16 November 2024 (English Version) - ART AS A LOVE LANGUAGE
2024-11-16 19:24:40
"For we are God’s handiwork, created in Christ Jesus to do good works, which God prepared in advance for us to do." (Ephesians 2:10)
Art is a mirror of our soul, a window that reveals the depths of our hearts and the beauty that is often difficult to express with words. In our daily lives, we express our love for God through prayer, worship, and acts of kindness. However, art can also be an important love language in our relationship with the Creator.
Imagine if every painting, piece of music, or poem we create is an expression of our heart to God. When an artist paints, they delve into their inner world and express what cannot be articulated in words. Likewise, as we create art, we can convey our gratitude, praise, and longing for God. Every brushstroke, every note played, and every word written is a unique and personal form of praise that can reach God’s heart in a deep and meaningful way.
Art has the extraordinary power to bring us closer to God. In the creative process, we can feel a connection with Him, much like spending time with a beloved friend. Through art, we not only talk about our faith but also bring it to life. Art teaches us to see beauty in everything, including in God’s creation and within ourselves. As young people, let’s make art a part of our love language to God. Let our works be expressions of praise and gratitude, reflecting our faith and hope. Thus, every piece of art we create not only becomes an expression of ourselves but also a profound, sincere, and meaningful act of devotion and love for God.
WHAT TO DO:
1. Use art as an expression of gratitude and praise to God through painting, music, or poetry that reflects the depth of our hearts and faith.
2. Create artworks that bring our faith to life, expressing our longing and closeness to God in every brushstroke, note, or word.
3. Make the process of creating art a special time to connect with God, and see the beauty in His creation and in ourselves as part of our spiritual journey.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Acts 10-11

Truth Youth 16 November 2024 - ART AS A LOVE LANGUAGE
2024-11-16 19:22:19
”Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Efesus 2:10)
Seni adalah cermin dari jiwa kita, jendela yang memperlihatkan kedalaman hati dan keindahan yang sering kali sulit diungkapkan dengan kata-kata. Dalam kehidupan sehari-hari, kita berbicara tentang cinta kita kepada Tuhan melalui doa, ibadah, dan tindakan kebaikan. Namun, seni bisa menjadi love language yang tak kalah penting dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta.
Bayangkan jika setiap lukisan, musik, atau puisi yang kita ciptakan adalah ungkapan hati kita kepada Tuhan. Ketika seorang seniman melukis, ia menyelami dunia batinnya dan mengekspresikan apa yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Begitu pula saat kita mencipta karya seni, kita bisa menyampaikan rasa syukur, pujian, dan kerinduan kita kepada Tuhan. Setiap goresan kuas, setiap nada yang dimainkan, dan setiap kata yang ditulis adalah bentuk pujian yang unik dan pribadi, yang bisa menjangkau hati Tuhan dengan cara yang mendalam dan penuh makna.
Seni memiliki kekuatan luar biasa untuk membawa kita lebih dekat kepada Tuhan. Dalam proses mencipta, kita dapat merasakan kedekatan dengan- Nya, seperti saat kita menghabiskan waktu bersama sahabat yang kita cintai. Melalui seni, kita tidak hanya berbicara tentang iman kita, tetapi kita juga menghidupkannya. Seni mengajarkan kita untuk melihat keindahan dalam segala hal, termasuk dalam ciptaan Tuhan dan dalam diri kita sendiri. Sebagai anak muda, mari kita jadikan seni sebagai bagian dari love language kita kepada Tuhan. Biarkan karya-karya kita menjadi bentuk pujian dan ungkapan syukur, serta cerminan dari iman dan harapan kita. Dengan demikian, setiap karya seni yang kita ciptakan bukan hanya menjadi ekspresi diri, tetapi juga bentuk pengabdian dan cinta kita kepada Tuhan yang mendalam, tulus, dan penuh arti.
WHAT TO DO:
1.Gunakan seni sebagai ungkapan rasa syukur dan pujian kepada Tuhan melalui lukisan, musik, atau puisi yang mencerminkan kedalaman hati dan iman Kita.
2.Buatlah karya seni yang menghidupkan iman kita, dengan mengekspresikan kerinduan dan kedekatan kita dengan Tuhan dalam setiap goresan kuas, nada, atau kata-kata.
3.Jadikan proses mencipta seni sebagai waktu khusus untuk berhubungan dengan Tuhan, dan lihatlah keindahan dalam ciptaan- Nya serta dalam diri kita sendiri sebagai bagian dari perjalanan spiritual kita.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kisah Para Rasul 10-11

Renungan Pagi - 16 November 2024
2024-11-16 18:59:06
Memanfaatkan orang untuk kepentingan diri sendiri banyak terjadi disekitar kita, dalam keluarga, pertemanan, pekerjaan dan bahkan pelayanan. Memanfaatkan kebaikan orang lain demi mendapatkan apa yang diharapkan, membuat banyak orang bersikap seperti bunglon, atau ilalang dalam perumpamaan Alkitab. Namun bagi orang benar, yang sungguh-sungguh hidup dalam kebenaran, pasti tidak mau melakukan hal itu, tidak akan memanfaatkan orang lain.
Tetapi selalu berusaha maksimal sesuai kemampuan, selebihnya berserah dan percaya kepada Tuhan. "Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidak binasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman."
Orang yang hidupnya benar, pasti tidak akan mempergunakan apa yang namanya aji mumpung dan kesempatan dalam kesempitan, orang benar cenderung akan ber-empati ketika melihat penderitaan orang lain dan dia mau untuk menolong sejauh dia bisa menolong. Sebab orang benar itu tahu bahwa Tuhan yang akan memberi upah kepadanya, bukan manusia.
(Roma 2:6-8)

Quote Of The Day - 16 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-16 18:56:53
Selama kita masih menikmati dan mengandalkan sukacita dunia, kita tidak bisa menikmati damai sejahtera Allah.

Mutiara Suara Kebenaran - 16 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-16 18:55:47
Jadi kalau dunia melakukan segala sesuatu untuk dirinya sendiri, kita melakukan segala sesuatu untuk Allah.

MENGHAYATI KEDAHSYATAN ALLAH - 16 November 2024
2024-11-16 18:53:57
Ada satu hal yang penting untuk disampaikan, yaitu: “Manusia hidup bukan hanya dari roti, tapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” Kalau dikatakan keluar dari mulut Allah, pasti terkait dengan peristiwa yang berlangsung, ada kontekstual peristiwa yang berlangsung, dan dalam waktu yang bersamaan Tuhan bicara. Melalui siapa? Roh Kudus. Sebenarnya ketika Yesus berkata, "Aku menyertai kamu sampai kesudahan zaman," itu Roh Kudus yang menyertai, mewakili Bapa dan Tuhan Yesus. Maka, Yesus berkata—dan hebat sekali kalimat ini—"Setiap orang yang mengatakan sesuatu melawan Anak Manusia, ia akan diampuni; tetapi barangsiapa menghujat Roh Kudus, ia tidak akan diampuni”_ (Luk. 12:10) Mengapa? Karena Roh Kudus adalah representasi, satu-satunya wakil Bapa dan Anak yang menyertai orang percaya. Tidak ada roh lain, hanya Roh Allah, hanya Roh Kudus yang menyertai.
Jadi kalau seseorang menolak pekerjaan Roh Allah artinya ia tidak bisa digarap. Maka, kalau Firman Tuhan mengatakan, “Firman yang keluar dari mulut Allah” itu adalah Roh Kudus, Jadi betapa aktifnya Roh Kudus itu menuntun kita. Dan kalau dikatakan, “Allah bekerja dalam segala hal, mendatangkan kebaikan bagi orang yang mengasihi Dia.” Artinya yang bekerja sama untuk mendatangkan kebaikan adalah Roh Allah, yang mewakili Bapa dan Tuhan Yesus di tengah-tengah umat. Di ayat yang lain dikatakan bahwa kita harus selalu memperbarui budi. Bagaimana budi dibarui? Melalui peristiwa, lalu Roh Kudus berbicara, inilah yang namanya rhema, dari mulut Allah, maksudnya Roh Kudus yang berbicara, maka pasti ada peristiwa atau kejadian.
Bagaimana kita bisa mengerti kehendak Dia? Ini prosesnya, ketika kita mengalami kepenuhan Allah, lewat peristiwa demi peristiwa, maka kita tahu apa yang baik, apa yang berkenan, dan yang sempurna. Berkenan ini bicara soal tahapannya, sempurna itu titik puncaknya. Jadi orang Kristen itu, secara hukum harus sudah baik dulu. Tidak sederhana, baru meningkat, step by step, pada tingkat berkenan, yang nanti puncaknya baru sempurna. Hidup kita selama 70-80 tahun itu hanya untuk proses ini. Roma 8:12-14 katakan, “Jadi, Saudara-saudara kita adalah orang berutang, tetapi bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging. Sebab jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup. Semua orang yang dipimpin Roh Allah adalah anak Allah.”
Coba perhatikan, semua kita berutang, namun bukan kepada daging, supaya hidup menurut daging. Bangsa Israel berutang kepada Allah Elohim Yahweh, karena telah memerdekakan mereka dari perbudakan Mesir. Orang Kristen berutang kepada Tuhan, karena Tuhan telah membebaskan kita dari ikatan dosa. Maka, karena kita berutang, kita harus membayar utang karena utang adalah kewajiban. Ironis, banyak orang Kristen tidak mengerti, seakan-akan dia tidak punya utang, apalagi kalau bicara soal kasih karunia atau anugerah. Kasih karunia adalah pemberian cuma-cuma. Itu benar. Tapi masalahnya, dengan pengertian yang salah, hal itu membuat mereka merasa tidak punya tanggung jawab. Jadi kalau kita sama seperti dunia ini, hidup menurut daging, berarti kita hidup untuk daging untuk kepuasan daging kita. Tapi kalau kita mengerti kehendak Allah, menyerahkan tubuh sebagai korban yang hidup, kudus, dan yang berkenan kepada Allah, maka baik kita makan atau minum atau melakukan segala sesuatu, kita lakukan untuk kemuliaan Allah; itu namanya hidup menurut Roh.
Kita menerima anugerah, tapi kita tidak berhenti di sini, harus jalan terus untuk menuju kedewasaan, dan sampai kepada LB3 nanti. Banyak orang Kristen merasa sudah punya anugerah di sini, padahal anugerah Tuhan tidak berhenti sampai di kayu salib di bukit Golgota, tapi harus dimuridkan sampai pada titik di mana seseorang benar-benar mengalami kedewasaan; “Pergilah, jadikan semua bangsa murid-Ku.” Sebab kalau masih hidup menurut daging, maka kita binasa. Jadi sekarang kita bisa menjawab, “Apa perbedaan kita dengan orang dunia?” Yaitu apa pun yang kita lakukan semuanya untuk Allah. Ini sama dengan hidup menurut Roh, dan semua orang yang dipimpin Roh, atau menurut Roh, adalah anak-anak Allah.
Namun ada masalah pelik di sini. Banyak orang Kristen memanggil Allah itu “Abba, Ya Bapa,” dengan begitu mudahnya, ceroboh tanpa memiliki kelayakan sebagai anak-anak Allah. Sebab sejatinya mereka tidak menyadari, tidak menghayati keberadaan Allah yang sesungguhnya. Mereka tidak mengalami Tuhan. Mestinya seseorang menghayati kedahsyatan Allah, sebab dengan menghayati kedahsyatan Allah, maka seseorang menjadi takut, gentar, dan hormat akan Allah. Dia mengerti apa artinya kegentaran atau takut akan Allah, tapi itu terjadi setelah ia menuruti kehendak Allah, karena mengerti apa yang baik, yang berkenan, dan yang sempurna.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
DENGAN MENGHAYATI KEDAHSYATAN ALLAH, MAKA SESEORANG MENJADI TAKUT, GENTAR, DAN HORMAT AKAN ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 16 November 2024
2024-11-16 18:50:39
Kisah Para Rasul 4-6

Truth Kids 15 November 2024 - KASIHI DIRI SENDIRI
2024-11-15 20:25:28
Mazmur 103:14
”Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.”
Bram duduk termenung di sudut kelas. Hari ini dia merasa kesal karena nilainya di ujian matematika tidak sesuai harapan. "Aduh, bagaimana aku ini," gumamnya pelan. Vina, sahabatnya, melihat wajah sedih Bram dan mendekat. "Bram, jangan terlalu keras sama diri sendiri, ya. Semua orang bisa salah, tapi kita bisa belajar dari kesalahan itu," kata Vina lembut. Bram tersenyum kecil. "Terima kasih, Vin. Mungkin aku harus lebih santai dan belajar lebih rajin lagi."
Sobat Kids, sering kali kita terlalu keras pada diri sendiri saat melakukan kesalahan. Kita jadi merasa tidak cukup baik dan terus menyalahkan diri. Padahal, Tuhan mengajarkan kita untuk bersikap lembut, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Saat kita menghadapi kegagalan atau kesalahan, jangan langsung menyerah atau memarahi diri sendiri. Ingatlah bahwa Tuhan mengasihi kita, dan kasih-Nya tak pernah bergantung pada keberhasilan atau kegagalan kita. Jadi, mari kita belajar untuk mengasihi diri sendiri dengan tidak terlalu keras, dan terus berusaha memperbaiki diri dengan penuh kasih dan kesabaran.

Truth Junior 15 November 2024 - I LOVE ME
2024-11-15 20:17:56
Mazmur 103:14
”Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.”
“Kak, kenapa wajahmu murung? Bukankah baru saja menjadi pemenang di perlombaan lari tadi?” tanya Ibu kepada Kak Ami. “Ami tidak bahagia, Bu, walaupun juara. Soalnya Ami hanya meraih juara 2. Harusnya Ami bisa juara 1,” Kak Ami menjawab dengan sedih. “Bu, memangnya Kak Ami harus juara 1?” tanya Abi, adiknya. “Kata siapa harus juara 1? Tidak, tentu saja Ibu dan Bapak tidak mengharuskan Kak Ami juara 1,” Ibu menjelaskan kepada anak bungsunya, Abi. Ibu pun kemudian menghibur dan menguatkan Kak Ami. “Ami, kamu boleh merasa kurang puas terhadap prestasimu yang belum mencapai juara 1. Tapi bukan berarti usaha dan kerja kerasmu sia-sia hanya karena kamu juara 2. Semua keluarga dan teman-temanmu tahu bahwa kamu sudah berusaha dan memberikan yang terbaik. Kami semua bangga pada Ami, tanpa memandang tingkatan prestasi dalam perlombaanmu. Juara 2 atau juara 1, sama saja buat kami, karena kamu sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan optimal.”
Sobat Junior, terkadang kita lupa menghargai kerja keras kita sendiri atau usaha yang sudah kita lakukan. Meskipun orang lain melihat dan menghargai upaya kita, jangan lupa, kita juga harus bersyukur bahwa kita sudah melakukan yang terbaik yang kita bisa. Kak Ami terlalu keras pada dirinya sendiri, sehingga ia kehilangan sukacita. Dalam hal apa pun, kita bisa merasakan kebahagiaan jika kita menghargai usaha kita sendiri. Tentu saja usaha kita harus semaksimal mungkin, ya. Tuhan pantas mendapatkan yang terbaik dari kita. Dalam hal apa pun, do your best and love yourself (lakukan yang terbaik dan kasihilah dirimu sendiri)!

Truth Youth 15 November 2024 (English Version) - FROM GOD, FOR GOD
2024-11-15 20:12:50
"For it is just like a man going on a journey, who called his servants and entrusted his property to them. To one he gave five talents, to another two, to another one, to each according to his ability. Then he went away." (Matthew 25:14-30)
The talents and artistic abilities we possess are precious gifts from God. Every time we observe beauty in the form of art—whether through painting, singing, dancing, or acting—we are actually seeing a reflection of the Creator's work. These abilities, which we often consider a part of ourselves, are, in truth, gifts from God that require gratitude and responsibility.
Returning these talents to God through our artistic works means using them to glorify Him and bless others. In every brushstroke, note sung, or movement made, we have the opportunity to convey a deeper message—one of love, beauty, and truth that comes from God. The artworks we create not only reflect our creativity but also mirror God’s work in our lives.
Being an artist who glorifies God means we must commit to diligently honing our talents. Untapped talents are like seeds that remain unplanted—they will not grow or develop. Conversely, when we continually learn and practice, we honor God's gift and demonstrate our readiness to offer our best to Him. We must recognize that every practice and effort we make is an act of service and gratitude to God.
Moreover, the artworks we create can serve as powerful mediums to spread positive messages and inspire others. In each piece, we have the chance to display God's love and goodness to the world. Thus, we not only showcase our talents but also return all glory to God, the Giver of all talents. Through every artistic work we present, we contribute to God’s grand masterpiece and glorify His name.
WHAT TO DO:
1. Hone and develop our artistic talents by continually learning and practicing so that we can offer our best works to God.
2. Create works that glorify God by conveying messages of love, beauty, and truth through every piece of art we make.
3. Spread positive messages and inspiration through our art to bless others and give glory to God.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Acts 8-9

Truth Youth 15 November 2024 - DARI ALLAH, UNTUK ALLAH
2024-11-15 20:10:55
”Sebab hal Kerajaan Surga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.” (Matius 25:14-30)
Talenta dan bakat seni yang kita miliki adalah anugerah yang sangat berharga dari Tuhan. Setiap kali kita mengamati keindahan dalam bentuk seni—entah itu dalam melukis, menyanyi, menari, atau berakting—kita sebenarnya melihat cerminan dari karya Sang Pencipta. Kemampuan ini, yang sering kali kita anggap sebagai bagian dari diri kita, sesungguhnya adalah pemberian Tuhan yang memerlukan rasa syukur dan tanggung jawab.
Mengembalikan talenta ini kepada Tuhan melalui karya seni berarti kita memanfaatkannya untuk memuliakan- Nya dan memberkati orang lain. Dalam setiap goresan kuas, nada yang dinyanyikan, atau gerakan yang dilakukan, kita memiliki kesempatan untuk menyampaikan pesan yang lebih dalam—pesan tentang cinta, keindahan, dan kebenaran yang berasal dari Tuhan. Karya seni yang kita ciptakan tidak hanya merefleksikan kreativitas kita, tetapi juga mencerminkan karya Tuhan dalam hidup kita.
Menjadi seniman yang memuliakan Tuhan berarti kita harus berkomitmen untuk mengasah bakat kita dengan tekun. Talenta yang tidak dikembangkan akan seperti bibit yang tidak ditanam— tidak akan tumbuh dan berkembang. Sebaliknya, ketika kita terus belajar dan berlatih, kita sedang menghargai karunia Tuhan dan menunjukkan bahwa kita siap untuk mempersembahkan yang terbaik bagi-Nya. Kita harus menyadari bahwa setiap latihan dan usaha yang kita lakukan adalah bentuk pelayanan dan rasa syukur kepada Tuhan.
Lebih dari itu, karya seni yang kita ciptakan bisa menjadi medium yang kuat untuk menyebarkan pesan-pesan positif dan memberikan inspirasi kepada orang lain. Dalam setiap karya, kita memiliki kesempatan untuk menunjukkan kasih dan kebaikan Tuhan kepada dunia. Dengan demikian, kita tidak hanya memperlihatkan bakat kita, tetapi juga mengembalikan segala kemuliaan kepada Tuhan, Sang Pemberi segala talenta. Dalam setiap karya seni yang kita persembahkan, kita berkontribusi pada karya agung Tuhan dan memuliakan nama-Nya.
WHAT TO DO:
1.Asah dan kembangkan bakat seni kita dengan terus belajar dan berlatih agar dapat mempersembahkan karya terbaik kepada Tuhan.
2.Ciptakan karya yang memuliakan Tuhan dengan menyampaikan pesan cinta, keindahan, dan kebenaran melalui setiap karya seni yang kita buat.
3.Sebarkan pesan positif dan inspirasi melalui karya seni kita untuk memberkati orang lain dan mengembalikan kemuliaan kepada Tuhan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kisah Para Rasul 8-9

Renungan Pagi - 15 November 2024
2024-11-15 20:08:51
Sudahkah kita mengerti, bahwa pada akhirnya setiap kita harus mempertanggung-jawabkan setiap talenta, potensi, berkat yang Tuhan percayakan kepada masing-masing dan kita akan menerima penentuan dari Tuhan apakah kita adalah hamba yang baik dan setia, ataukah hamba yang malas, jahat dan hamba yang tidak berguna?
Kepada setiap kita diberikan talenta, potensi dan berkat, semua adalah milik Tuhan, Majikan Agung kita, sebagai hamba-NYA, kita harus jadi pengelola yang baik. Itulah sebabnya, disisa umur hidup, selama masih ada kesempatan dan masih kuat, ini adalah waktunya buat kita pakai untuk memuliakan Tuhan, melayani, mengasihi sesama dan menjadi berkat bagi sesama, jangan sampai terlambat dan dijumpai malas, jahat dan tidak berguna.
(Matius 25:14-30)

Quote Of The Day - 15 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-15 20:06:59
Kita harus sampai pada pengalaman memiliki kehausan akan Allah di dalam jiwa kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 15 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-15 20:05:05
Tidak ada kata mudah-mudahan masuk surga. Kalau hari ini kita tidak ada di dalam lingkup Kerajaan Surga, maka kita tidak masuk. Jadi, mestinya kita selalu melihat keadaan kita ini benar-benar layak di hadapan Allah atau tidak.

A GUARANTEE ASSURED - 15 November 2024 (English Version)
2024-11-15 20:02:10
Those of us who have children or subordinates, surely know who the children or subordinates are who are loyal and love and respect and are faithful to us as their parents or leaders. Likewise, the Father, He knows and feels, who are His children who truly love and respect Him. The Father knows, because the Father feels it, who are His children who love Him sincerely, respect Him sincerely, who are truly faithful to Him. If God has feelings, why don't we try to touch God's feelings, with our attitudes, with our positive steps? Why don't we measure, whether our actions are felt by God as love, respect and sincere loyalty to Him?
There is no life outside of God; there is no happiness outside of God, because only in God is there life, and only in God is there happiness. God is not a lifeless object without feeling; He is a personal Being who feels. Why don’t we strive to take concrete steps intentionally to bring joy to God’s heart? So that God knows, "This child of Mine respects and is faithful to Me, this child loves Me." God delights in our loyalty, respect, and love for Him. Let us not be children with rotten hearts, who lack respect and loyalty, who merely want to exploit, manipulate, use, and enslave God.
Let us become God’s children who are respectful, sincerely faithful, serving with purity of heart. Let us serve and dedicate our lives to God not because we seek blessings, but because we have already been blessed—we are already His children and we live under His perfect care and protection. In Him, there is a guarantee that is assured, trustworthy, and perfect. Therefore, we must not doubt God’s love or care for us; we must not question even for a moment His faithfulness to us. Instead, we should question our own faithfulness to God. Let us be suspicious of ourselves; perhaps we are not yet sincere with God. Perhaps, in our acts of service, we still have personal agendas. We have a company within a company, a kingdom within a Kingdom. And often, without realizing it, we sacrifice the interests of God’s Kingdom, which is foolishness.
But let us serve God sincerely, without demanding anything, because we have already received so much and are perfectly preserved by Him. What we do is how we can please Him in all things, to bring joy to God in every matter. So, let us learn to treat God as a living Person, who has feelings, until we have the dynamics of life treating God as a living Person, who has feelings without forcing ourselves to live the living God, who has feeling. In this way, we will develop a rhythm of treating God as a living and feeling Person. Thus, we will be gripped by a heart that reveres Him, a heart that respects Him, a heart that does not wish to hurt Him. It turns out that we need to practice it.
Ironically, theology does not build a sense of fear and respect for God proportionally. We also observe the lives of people who study theology, who are good at talking, who are good at speaking, also do not have a sense of fear and respect for God as they should. Indeed, we must do theology and do theology correctly, but more than theology, we must have experience with God. Do theology through life experience. So that our minds should not only be filled with knowledge, but our feelings should also be filled with experience. Our feelings must be filled through fellowship with God in prayer, meditation, contemplating God throughout life, so that we live the living God, build a sense of fear for God, and a proper attitude of respect for God.
Let’s race to become those who make God feel our loyalty and respect toward Him, who love Him, so that God may enjoy in our loyalty, respect, and love. It is a true joy if we become like a fragrant flower smelled by God, or a beautiful symphony heard by Him. Remember, we live only once-once for eternity. So, while we live this one life for eternity, let’s sincerely strive to be people who can be enjoyed by God. Let us pray, “Help me to be a child You can delight in, Lord.”
IN HIM THERE IS A GUARANTEE THAT IS ASSURED, TRUSTWORTHY AND PERFECT.

JAMINAN YANG TERJAMIN - 15 November 2024
2024-11-15 19:59:19
Kita yang memiliki anak atau bawahan, pasti tahu siapa anak atau bawahan yang setia dan mengasihi dan menghormati serta setia kepada kita sebagai orang tua atau pimpinannya. Demikian pula Bapa, Ia tahu dan merasa, siapa anak-anak-Nya yang sungguh-sungguh mengasihi dan menghormati Dia. Bapa tahu, karena Bapa merasakan itu, siapa anak-anak-Nya yang mengasihi Dia dengan tulus, menghormati diri-Nya dengan tulus, yang sungguh-sungguh setia kepada-Nya. Kalau Allah memiliki perasaan, mengapa kita tidak berusaha menyentuh perasaan Allah, dengan sikap, dengan langkah-langkah kita yang positif? Mengapa kita tidak mengukur, apakah tindakan kita dirasakan Allah sebagai kecintaan, penghormatan dan kesetiaan yang tulus kepada-Nya?
Tidak ada kehidupan di luar Tuhan, tidak ada kebahagiaan di luar Tuhan sebab hanya di dalam Tuhan ada kehidupan, hanya di dalam Tuhan ada kebahagiaan. Tuhan bukanlah suatu benda yang tidak berperasaan, Dia adalah Pribadi yang berperasaan. Mengapa kita tidak berusaha untuk memiliki langkah-langkah yang konkret, yang sengaja kita lakukan untuk bisa menyukakan hati Allah? Sehingga Allah tahu, “Anak-Ku ini hormat dan setia terhadap-Ku, anak-Ku ini mengasihi Aku.” Allah menikmati kesetiaan dan hormat serta cinta kita kepada-Nya. Jangan menjadi anak yang berhati busuk, yang tidak memiliki hormat dan kesetiaan, yang hanya mau mengeksploitasi, memanfaatkan, memperalat, dan memperbudak Allah.
Mari kita menjadi anak-anak Allah yang hormat, yang setia dengan tulus, mengabdi dalam ketulusan dan kemurnian hati, kita melayani dan memberi hidup bagi Tuhan, bukan karena supaya kita diberkati, melainkan karena kita sudah diberkati, sudah menjadi anak-anak Allah dan kita ada di dalam pemeliharaan Allah yang sempurna, penjagaan Allah yang sempurna. Di dalam Dia ada jaminan yang terjamin; dapat dipercaya dan sempurna. Karenanya kita tidak meragukan kasih, pemeliharaan Allah, tidak boleh meragukan setitik pun kesetiaan Allah atas kita. Kita yang harus meragukan kesetiaan kita sendiri terhadap Allah. Jangan meragukan kesetiaan Allah atas diri kita. Kita yang harus meragukan dan mencurigai diri kita sendiri; jangan-jangan kita tidak tulus atau belum tulus kepada Tuhan. Jangan-jangan dalam kegiatan pelayanan, kita masih memiliki agenda sendiri. Kita punya perusahaan di dalam perusahaan, kita punya kerajaan di dalam kerajaan. Dan sering tanpa sadar kita mengorbankan kepentingan Kerajaan Allah, ini adalah suatu kebodohan.
Tetapi mari kita tulus mengabdi kepada Tuhan tanpa menuntut apa pun, karena kita telah menerima banyak hal dan kita terpelihara dengan sempurna. Yang kita lakukan adalah bagaimana kita bisa menyenangkan Dia dalam segala hal, bisa menyenangkan Tuhan dalam segala perkara. Maka, mari kita belajar memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup, yang berperasaan, sampai kita punya dinamika hidup memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup, yang berperasaan tanpa memaksa diri menghayati Allah yang hidup dan berperasaan. Dengan sendirinya kita memiliki irama memperlakukan Allah sebagai Pribadi yang hidup dan berperasaan. Dengan demikian, kita akan tercengkerami oleh hati yang takut akan Dia, hati yang menghormati Dia, hati yang tidak ingin melukai Dia. Ternyata itu perlu kita latih.
Ironis, ilmu teologi ternyata tidak membangun perasaan takut dan hormat akan Allah secara proporsional. Kita juga mengamati kehidupan orang-orang yang belajar teologi, yang pintar bicara, yang cakap bicara, juga tidak memiliki perasaan takut dan hormat akan Allah sebagaimana seharusnya. Memang kita harus berteologi dan berteologi dengan benar, tetapi lebih dari berteologi, kita harus punya pengalaman dengan Allah. Berteologi lewat pengalaman hidup. Sehingga jangan pikiran kita hanya diisi dengan pengetahuan, tetapi perasaan kita diisi juga dengan pengalaman. Perasaan kita harus diisi melalui persekutuan dengan Tuhan dalam doa, meditasi, merenungkan Tuhan di sepanjang waktu hidup, supaya kita menghayati Allah yang hidup, membangun perasaan takut akan Allah, dan sikap hormat yang sepatutnya kepada Allah.
Ayo kita berlomba, bagaimana kita menjadi orang yang dirasakan Tuhan bahwa kita setia dan hormat kepada-Nya, kita mencintai Dia dan Allah menikmati kesetiaan, hormat dan menikmati cinta kita kepada-Nya. Adalah kebahagiaan kalau kita menjadi seperti bunga yang harum dicium, seperti simfoni yang indah didengar oleh Tuhan. Ingat, kita hidup hanya satu kali. Satu kali untuk kekekalan. Jadi selama kita hidup yang sekali untuk kekekalan ini, mari kita bersungguh-sungguh menjadi orang yang benar-benar dapat dinikmati oleh Allah. Mari kita berdoa untuk itu, “Tolong aku menjadi anak yang dapat Kau nikmati, Tuhan.”
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
DI DALAM DIA ADA JAMINAN YANG TERJAMIN, DAPAT DIPERCAYA DAN SEMPURNA.

Bacaan Alkitab Setahun - 15 November 2024
2024-11-15 18:33:37
Kisah Para Rasul 1-3

Quote Of The Day - 14 November 2024 - (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-14 18:38:53
Tuhan memberi duri dalam daging ini sebagai katup pengaman agar kita tidak sombong dan jatuh dalam dosa.

Mutiara Suara Kebenaran - 14 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-14 18:37:45
Taklukkan masa depan kita di bumi ini dengan kesucian.

A CHANGED LIFE - 14 November 2024 (English Version)
2024-11-14 18:35:19
The Word of God says, “Do not be conformed to this world, but be transformed by the renewal of your mind, so that you may discern what is the will of God-what is good, pleasing, and perfect” (Romans 12:2). This is a verse we’ve often heard, yet today God challenges and asks us, “Where is the difference between you and the world?” Let’s take a moment to reflect on this and think about it seriously. Are we, perhaps, still conformed to this world? It’s clear that we’re called to be different. This isn’t simple-it’s something complex and requires honesty with ourselves. Without such honesty, illuminated by the Holy Spirit, we’ll fail to find out what our true condition is.
“Do not be conformed to this world” means we must be distinct. But where exactly should this difference be evident? In what aspects? With people of different religions, the differences may be more obvious, as these involve different beliefs and doctrines. However, we’re faced with the world itself. Have we ever noticed the difference between ourselves and the world? What kind of difference does God desire? If we read the first verse of Romans 12, we can begin to see this difference: “Therefore, brothers and sisters, in view of God’s mercy, I urge you to present your bodies as a living sacrifice, holy and pleasing to God—this is your true worship.” The key phrase here is “in view of God’s mercy.” God has shown us love, saved us, and given us mercy-this is something the world does not know.
We are debtors because of God's mercy. Because God has been good to us, but the world does not know it. This is the same as the beginning of the 10 Commandments which begins with the sentence: "I am The Lord your God, who brought you out of slavery in Egypt." It's the same as "By the mercy of God," because we have received the mercy of God. So, we have one thing that the world doesn't have. Which if put in another sentence would be: “Whether you eat or drink or whatever you do, do it all for the glory of God." It means that because God has saved us, everything is for God. So if the world does everything for itself, we do everything for God. It means that we are in the jurisdiction or territory of God.
The question is, have we lived fully for the glory of God?
Honestly, we aren’t fully living for God’s glory. But now, we want to be 100% committed to Him. Achieving this, however, isn’t easy. Why? Because our human nature, or our “old self,” prevents us from fully giving ourselves to God. If we delay in reaching this commitment, it becomes harder with time, even though God desires our whole lives to be dedicated to Him. Romans 12:2 states beautifully, “Do not be conformed to this world, but be transformed by the renewing of your mind.” Who initiates this renewal of our minds? It’s a collaboration between God’s work and our response, led by the Holy Spirit. Therefore, we must actively respond to the work of the Holy Spirit.
Becoming a Christian actually has only one goal, which is a changed life. And for this transformation, we must be willing to sacrifice or let go of anything that hinders it-a complete “metamorphosis.” And this must take place or happen in our lives from time to time. If it really happens, then we can distinguish between God's will or not God's will, what is good, pleasing to God, and perfect. So, while we are being processed, what must happen in our lives is the renewal of the mind. This renewal occurs through the Word (Greek: rhema), which reshapes our thinking. Each of us has a unique, specific journey, and as events unfold in our lives, God speaks to us and transforms our thoughts. Those who study the Word but do so without connecting it to life’s experiences remain their lives are unformed.
No amount of learning is enough if it’s disconnected from real-life events, where we learn to understand God’s will-what is good, pleasing, and perfect-through personal experiences. When someone is willing to deny themselves, they may say, “Alright, Lord,” even if it causes pain, though their response might not be perfect. Tomorrow, they may face a similar but even more challenging situation, and God will urge them again, “Be silent, don’t retaliate.” These experiences shape them into a man of God, filling their mind with His guidance. Who controls our mind, determines our future.
TO BE A CHRISTIAN IS FUNDAMENTALLY TO HAVE ONE PURPOSE: A LIFE THAT IS TRANSFORMED.

HIDUP YANG DIUBAH - 14 November 2024
2024-11-14 18:33:33
Firman Tuhan mengatakan, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna" (Rm. 12:2). Ayat yang sudah sering kita dengar, tetapi hari ini Tuhan menantang dan bertanya kepada kita, _
“Di mana letak perbedaanmu dengan dunia?” Mari kita renungkan, kita pikirkan dengan serius. Jangan-jangan kita masih serupa dengan dunia ini. Padahal jelas kita harus berbeda. Ini tidak sederhana, bukan sesuatu yang simple, ini sesuatu yang kompleks. Dan untuk memahami hal ini, dibutuhkan kejujuran untuk melihat diri sendiri. Sebab kalau kita tidak jujur, kita akan gagal menemukan bagaimana keadaan kita yang sebenarnya; tentu kejujuran yang diterangi Roh Kudus.
“Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini,” artinya kita harus berbeda. Di mana letak perbedaan kita dengan dunia? Dari aspek mana sebenarnya? Kalau dengan orang-orang yang beragama lain, perbedaannya jelas. Ini menyangkut kepercayaan, keyakinan, yang di situ akan melibatkan hukum-hukum syariat berbeda. Namun, kita berhadapan head-to-head dengan dunia. Pernahkah kita melihat perbedaan dengan dunia? Perbedaan yang bagaimana yang Allah kehendaki? Kalau kita membaca ayat yang pertama, baru kita akan bisa menemukan perbedaan itu, _“Karena itu, Saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah, itu adalah ibadahmu yang sejati.” Kata yang membedakan adalah “demi kemurahan Allah.” Karena Tuhan sudah mengasihi kita, menyelamatkan kita, memberikan kemurahan kepada kita. Ini yang anak-anak dunia tidak mengenal.
Kita adalah orang-orang yang berutang karena kemurahan Allah. Karena Allah sudah berbuat baik kepada kita, namun dunia tidak mengenalnya. Ini sama dengan permulaan 10 Hukum Taurat yang dimulai dengan kalimat: "Akulah Tuhan, Allahmu, yang membebaskan kamu dari perbudakan bangsa Mesir." Sama dengan “Demi kemurahan Allah,” karena kita telah menerima kemurahan Allah. Jadi, kita memiliki satu hal yang dunia tidak miliki. Yang kalau dibahasakan dengan kalimat lain berbunyi: "Baik kamu makan atau minum atau melakukan segala sesuatu, lakukanlah semua untuk kemuliaan Allah." Artinya karena Allah sudah menyelamatkan kita, maka semua untuk Tuhan. Jadi kalau dunia melakukan segala sesuatu untuk dirinya sendiri, kita melakukan segala sesuatu untuk Allah. Berarti kita ada di wilayah yuridiksi atau wilayah kekuasaan Allah.
Pertanyaannya, apakah kita sudah hidup sepenuhnya untuk kemuliaan Allah? Sejujurnya, tidak sepenuhnya kita hidup untuk kemuliaan Allah. Tapi sekarang kita serius mau 100% untuk Tuhan. Tapi untuk mencapai ini tidak mudah. Kenapa? Karena keberadaan kita yang masih punya kedagingan, atau yang sama dengan manusia lama, membuat kita tidak bisa 100% untuk Tuhan. Kalau orang terlambat untuk mencapai ini, sulit. Padahal Tuhan menghendaki agar seluruh, segenap hidup kita dipersembahkan bagi Tuhan. Ayat berikutnya indah sekali, Roma 12:2, "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu." Siapa yang mengubah pembaruan budi kita? Tentu kerjasama, kolaborasi antara pekerjaan Allah dengan kita yang dipimpin oleh Roh Kudus. Maka kita harus menanggapi pekerjaan Roh Kudus ini.
Menjadi Kristen itu sebenarnya hanya memiliki satu tujuan, yaitu hidup yang diubah. Dan untuk ini, apa pun mesti kita korbankan, apa pun mesti kita lepaskan, demi perubahan itu (metamorfoste). Dan ini harus berlangsung atau terjadi dalam hidup kita dari waktu ke waktu. Jika itu benar-benar berlangsung, maka kita dapat membedakan antara kehendak Allah atau bukan kehendak Allah, apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna. Jadi, sementara kita diproses, yang harus terjadi dalam hidup kita adalah pembaruan pikiran. Pikiran inilah yang dibarui oleh firman (Yun. rhema). Dan setiap orang pasti punya keadaan yang unik, yang khusus, yang spesifik. Dan ketika kejadian itu berlangsung, Tuhan berbicara, pikiran diubah. Maka kita melihat, orang yang belajar firman, bukan dari atau bukan bersamaan dengan peristiwa-peristiwa hidup, hidupnya mentah.
Mau belajar setinggi langit, tetapi kalau tidak melalui peristiwa hidup, tidak membangun pemikiran untuk mengerti kehendak Allah—apa yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna—maka itu tidak cukup, sebab harus melalui pengalaman-pengalaman hidup. Kalau seseorang mau menyangkal diri, dia berkata, “Baik, Tuhan.” Walau ia merasa sakit, tapi belum sempurna. Nilainya mungkin masih 6 atau 6 setengah. Besok, ia bertemu dengan pengalaman yang sama lagi, mungkin lebih menyakitkan, dan Tuhan bicara, "Diam, jangan membalas.” Inilah yang membentuk dia menjadi manusia Allah, dan suara inilah yang memenuhi pikirannya. Siapa yang menguasai pikiran kita, itulah yang menentukan masa depan kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
MENJADI KRISTEN ITU SEBENARNYA HANYA MEMILIKI SATU TUJUAN, YAITU HIDUP YANG DIUBAH.

Truth Kids 13 November 2024 - LEMAH LEMBUT
2024-11-14 13:18:54
Galatia 5:23
”kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.”
Saat pelajaran olahraga di lapangan, Anto bermain futsal dengan teman-temannya. Ia terjatuh karena ada pemain dari pihak lawan merebut bola yang sedang ia bawa. Ia terguling sehingga kaki dan tangannya lecet. Kemudian teman-temannya berteriak supaya Anto membalas perlakuan teman yang membuatnya terjatuh.
Anto tidak melakukan itu. Ia dibantu temannya keluar dari lapangan dan diberikan pertolongan pertama. Teman-temannya berkata bahwa siswa yang membuat Anto terjatuh harus diberi pelajaran.
Namun, Anto melarang temannya untuk melakukan semua itu. Ia dapat menahan emosinya dan tidak membalas apa yang dilakukan oleh temannya. Kemudian temannya datang dan meminta maaf kepadanya. Anto pun memaafkan dan mereka saling berjabat tangan.
Sobat Kids, orang yang memiliki sifat lemah lembut seperti yang Tuhan Yesus teladankan, mampu mengendalikan dirinya dalam segala keadaan. Tidak mudah emmengeluarkanosi, tidak gampang marah dan bahasa kasar atau caci maki terhadap orang lain, meskipun orang itu menyakiti kita. Tetap lemah lembut, ya, Sobat Kids.

Truth Junior 13 November 2024 - TENGGANG RASA
2024-11-14 12:49:06
Galatia 5:23
”kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hukum yang menentang hal-hal itu.
Apakah Sobat Junior tahu arti dari tenggang rasa? Tenggang rasa berarti menghargai atau menghormati perasaan orang lain. Tidak mudah, loh, untuk tenggang rasa. Sebagai contoh, saat kalian ada kerja kelompok. Guru kalian memberikan tugas untuk membuat sebuah proyek. Ada teman memberikan ide yang kalian tahu bahwa ide tersebut agak sulit diwujudkan karena keterbatasan kemampuan untuk anak seusia kalian. Sebagai teman yang baik, kalian harus tenggang rasa. Maksudnya tetap mendengarkan pendapat teman tanpa menghakimi bahwa idenya tidak bisa diwujudkan ke dalam proyek. Justru kalian berusaha untuk memberikan pendapat agar hasil yang terbaik bisa didapat.
Untuk bersikap tenggang rasa, dibutuhkan kelemahlembutan, Sobat Junior. Jika kita merasa selalu paling benar, itu namanya sombong. Kita tidak bisa menerima dan menghargai pendapat orang lain. Yuk, kita sama-sama belajar untuk memiliki kelemahlembutan dan menguasai diri kita, sehingga kita bisa tenggang rasa kepada orang lain.

Truth Youth 13 November 2024 (English Version) - WELCOME HOME!
2024-11-14 12:45:21
"And let us consider how we may spur one another on toward love and good deeds." (Hebrews 10:24)
Someone once said, “Our home is our most comfortable place, where we can be ourselves without having to pretend. Parents and siblings know and accept our flaws because that is what family is about.” Family is not only about biological ties but also about brotherly love, acceptance, support, and care. Unfortunately, many of us have recently felt that home is no longer a comfortable place because the function of family has started to fade, leading us to seek comfort elsewhere in our own ways.
A healthy family always seeks to provide love, support, and care for each member so that everyone can achieve their individual goals. Similarly, a Christian community should not only be a place for religious activities but also function as a family in Christ—a place where we are accepted, receive spiritual support, embrace our weaknesses, and feel the presence of Christ's love through each member, thus building our faith. However, if we find ourselves in an unhealthy community, our spiritual growth can also become unhealthy. Therefore, we must seek out the right community to lead us to the truth. We need to be brave enough to step away from environments that may hinder our positive growth. So, join a Christian community that not only supports us emotionally but also makes us feel like part of a family.
WHAT TO DO:
1. Seek the right community to build your faith.
2. Be courageous in stepping away from unhealthy communities if you feel you are in the wrong company.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Acts 4-5

Bacaan Alkitab Setahun -14 November 2024
2024-11-14 07:03:02
Lukas 24
Yohanes 20-21

Truth Youth 13 November 2024 - WELCOME HOME!
2024-11-13 20:37:23
”Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik.” (Ibrani 10:24)
Seseorang pernah berkata, “Rumah kita adalah tempat ternyaman kita, tempat di mana kita menjadi diri kita sendiri tanpa perlu berpura-pura. Orang tua dan adik-beradik mengenal dan menerima kekurangan kita karena itulah disebut keluarga.” Keluarga bukan hanya tentang ikatan persaudaraan secara biologis, tapi keluarga juga bicara tentang kasih persaudaraan, tempat penerimaan, dukungan dan perhatian. Sayangnya, belakangan ini ramai di antara kita yang merasa rumah bukan lagi tempat yang nyaman karena fungsi keluarga itu sudah mulai pudar sehingga kita cenderung mencari kenyamanan di luar dengan cara kita sendiri.
Keluarga yang sehat selalu ingin memberikan kasih, dukungan dan perhatian kepada setiap anggota keluarganya supaya dapat mencapai tujuan setiap anggotanya. Sama halnya dengan komunitas Kristen, di mana sebuah komunitas Kristen tidak hanya menjadi tempat kita melakukan kegiatan agama tetapi lebih dari itu, komunitas Kristen berfungsi sebagai keluarga dalam Kristus; tempat di mana kita diterima, kita mendapatkan dukungan secara rohani, tempat merangkul kelemahan kita dan membuat kita merasakan kehadiran kasih Kristus dalam setiap anggotanya sehingga bisa membangun iman kita. Tapi, jika kita berada di komunitas yang tidak sehat, pertumbuhan rohani kita juga bisa tidak sehat. Oleh sebab itu, kita harus mencari komunitas yang benar untuk memimpin kita kepada kebenaran. Kita harus berani melangkah keluar dari lingkungan yang mungkin membuat kita tidak bertumbuh secara positif. Jadi bergabunglah dalam komunitas Kristen yang bukan hanya sekadar mendukung kita secara emosional, tetapi menjadikan kita bagian dari keluarga.
WHAT TO DO:
1.Carilah komunitas yang benar untuk membangun iman.
2.Berani keluar dari lingkungan komunitas yang tidak sehat, jika merasa berada dalam pergaulan yang salah.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kisah Para Rasul 4-5

Renungan Pagi - 13 November 2024
2024-11-13 20:30:25
Sebagai anak-anak Tuhan yang telah dipanggil dan dipilih, seharusnya membuat kita merasakan kasih Bapa yang besar. Penebusan dan keselamatan di dalam pengorbanan Putra-Nya, Tuhan Yesus Kristus adalah anugerah terindah dan terbesar yang pernah kita dapatkan.
Lalu bagaimana sikap hati kepada Bapa, adakah menyambut kasih dan anugerah-Nya dengan kerinduan untuk dapat menyenangkan hati-Nya? Atau bahkan masih belum menyadari betapa besarnya kasih dan anugerah Tuhan itu membuat kita santai, terlena dengan keindahan cinta akan dunia ini.
"Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu." Mari ekspresikan kasih kita kepada Allah dengan penuh kerinduan untuk senantiasa berjuang agar tidak lagi mencintai dunia ini dan apa yang ada di dalamnya, menjadikan Tuhan dan Kerajaan-Nya sebagai satu-satunya tujuan hidup kita.
(1 Yohanes 2:15-16)

Quote Of The Day - 13 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-13 20:27:58
Ketika kita dibawa kepada situasi di mana kita menjadi patah hati dengan dunia, sejatinya itulah keadaan yang menolong kita untuk membujuk diri kita sendiri agar melepaskan dunia.

Mutiara Suara Kebenaran - 13 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-13 20:26:43
Ketika kita mencari nilai diri di luar rumah, mencari kepuasan tanpa Bapa di samping kita, maka kita akan terus dalam pencarian yang tiada berakhir, yang nanti ujungnya adalah api kekal.

FAITH IN CERTAINTY - 13 November 2024 (English Version)
2024-11-13 12:32:23
Faith becomes a certainty when it is manifested in real actions or deeds. One of the most widespread deceptions throughout church history and across the world is equating faith in God with mere belief. Over time, doctrines have emerged based on pillars that actually stem from the forces of darkness, rather than from the Bible. This deception lies in equating faith with belief, as if merely holding a belief is the same as being faithful. James, in James 2:19, states, “You believe that there is one God. Good! Even the demons believe that-and shudder.” In the original text, the word used here is not "demons" but rather "evil spirits" (Greek: daimonia), while "Satan" (Greek: diabolos) refers to the ruler, the leader.
Therefore, faith is not just belief. But faith becomes a certainty when it is expressed in concrete actions or deeds. So, here it takes the effort of the whole life. If Christianity is only a part of life, we will never make faith a saving faith. Thus, we must understand that "faith" is not the same as mental belief. Faith is self-surrender. The question then becomes: to what extent have we surrendered ourselves to God? It must be 100% or completely, which is expressed in loving God with all our heart, mind and strength. Faith becomes certainty when it comes to a life of loving God with all our heart, mind and strength. If not, then it is not yet a saving faith. A saving faith is faith in certainty, where a person truly has a heart that loves God. Remember, that our salvation is not just entering heaven, but becoming a member of the Kingdom of God. That the goal that Christians must achieve is to be perfect like the Father, to be like Jesus-in other words, to be pleasing to God.
Therefore, we must examine whether we truly have a saving faith or not. Don't play around with God. Unfortunately, most people do not give God the rightful place in their lives. In fact, to build a faith that is true and certain, we must seriously consider a few things. First, are there any sins we still commit? Sins that break moral laws are easy to recognize, but there may be actions we are unaware of that hurt others. Do not mock God. Sin is abhorrent to Him.
Secondly, is there any pleasure in us other than pleasing God? As humans, we enjoy gathering with family, eating, traveling, and so on. There is nothing wrong with these pleasures since we are human and capable of enjoyment, but they must not bind our hearts. We can enjoy them without idolizing them. In other words, if we were to lose everything, we should still feel complete. Remember how Job was tested by God and “promoted” when all he had was taken away-his wealth, children, health, and wife-yet he did not lose his life. Why? Because he did not lose God. The Bible says that in all these things, Job did not sin. Though he had lost everyone and everything, he still had God. He had no earthly pleasures: no wealth, family, health, children, or even friends. We may have many things, but if we do not have true fellowship with God, it means we do not have life. Do not be arrogant! God is educating us, so that we can have a life without anything, without anyone, but we can live with God.
Thirdly, what is our motivation in life? Our motivation in life must be one, which is to serve God, to please God. One of the wrong motivations in life is not giving the best for God. This service must be the best. Our world is only to serve God. And this should not exhaust us. We must dare to question our lives: "What did I do wrong, God?" Not as a complaint, but with a heart seeking, “What wrong have I done that makes You uncomfortable or even hurt? What sin have I still committed?” If God has forgiven us, forgotten our sins, and covered our faults, let us not sin again. Let us conquer our future on earth with purity.
Thus, there is no “maybe” when it comes to entering heaven. If today we are not in the scope of the Kingdom of Heaven, then we are not going to enter. So, we should always see whether our condition is truly worthy before God or not. Because our condition is an eternal condition that will not change when we die. This is the final evaluation. So, while there is an opportunity, we improve ourselves.
FAITH BECOMES A CERTAINTY WHEN IT IS EXPRESSED IN REAL ACTIONS OR DEEDS.

IMAN DALAM KEPASTIAN - 13 November 2024
2024-11-13 12:30:37
Iman menjadi suatu kepastian ketika iman itu diwujudkan dalam tindakan atau perbuatan nyata. Salah satu penyesatan yang berhasil, yang masif meliputi seluruh dunia dan di sepanjang perjalanan sejarah gereja, dan kemudian dari hal itu tersusun doktrin-doktrin yang sebenarnya pilarnya adalah suara dari kuasa kegelapan, bukan dari Alkitab. Penyesatan itu adalah menyamakan iman kepada Allah dengan keyakinan. Dan kalau sudah meyakini, dianggap sebagai orang beriman. Yakobus mengatakan di dalam Yakobus 2:19, “Engkau percaya bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar.” Sebenarnya, teks aslinya di sini bukan setan, melainkan roh-roh jahat (Yun. daimonia). Sedangkan setan (Yun. diabolos) adalah penghulu, pemimpin.
Jadi, iman itu bukan sekadar keyakinan. Tetapi iman menjadi suatu kepastian kalau dinyatakan dalam perbuatan atau tindakan konkret. Maka, di sini dibutuhkan usaha segenap hidup. Kalau kekristenan hanya menjadi bagian hidup, kita tidak akan pernah menjadikan iman itu iman yang menyelamatkan. Jadi kita harus memahami kata "iman" ini tidak sama dengan keyakinan di dalam pikiran. Iman adalah penyerahan diri. Pertanyaannya, berapa persen kita telah menyerahkan diri kepada Tuhan? Tentu harus 100% atau sepenuhnya, yang dinyatakan di dalam mengasihi Allah dengan segenap hati, akal budi dan kekuatan. Iman menjadi kepastian jika sampai pada kehidupan mengasihi Allah dengan segenap hati, akal budi dan kekuatan. Jika tidak, berarti belum menyelamatkan. Iman yang menyelamatkan adalah iman dalam kepastian di mana seseorang benar-benar memiliki hati yang mengasihi Allah. Ingat, bahwa keselamatan kita itu bukan hanya masuk surga, melainkan menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah. Bahwa gol yang harus dicapai orang Kristen adalah sempurna seperti Bapa, serupa dengan Yesus; dengan kata lain, berkenan kepada Allah.
Jadi, kita harus memperkarakan apakah sungguh-sungguh kita telah memiliki iman yang menyelamatkan atau belum. Jangan main-main dengan Tuhan. Tetapi, rata-rata orang memberikan porsi yang tidak patut bagi Allah. Padahal untuk membangun keyakinan yang benar menjadi iman dalam kepastian, kita harus sungguh-sungguh memperkarakan beberapa hal. Yang pertama, apakah masih ada dosa yang kita lakukan? Tentu dosa yang melanggar moral bisa kita pahami dengan cepat, tapi ada perbuatan kita yang belum kita sadari yang ternyata melukai orang. Jangan mengolok-olok Tuhan. Dosa itu kebencian bagi Allah.
Yang kedua, apakah masih ada kesenangan dalam diri kita selain menyenangkan Tuhan? Sebagai manusia, kita senang berkumpul bersama keluarga, makan, wisata dll. Tidak salah, karena kita manusia dan bisa menikmati, tetapi hal itu tidak boleh mengikat hati kita. Kita bisa menikmatinya, namun tanpa memberhalakan. Jadi, seandainya kita tidak memiliki sesuatu, kita tetap merasa lengkap. Ingat bagaimana Ayub dibuat Tuhan naik kelas, yaitu ketika seluruh miliknya diambil—harta, anak, kesehatan, dan istri—tapi dia tidak kehilangan hidup. Kenapa dia tidak kehilangan hidup? Karena dia tidak kehilangan Tuhan. Alkitab menuliskan bahwa dalam semuanya itu, Ayub tidak berbuat dosa. Dia tidak memiliki siapa-siapa, tetapi dia memiliki Tuhan. Dia tidak punya kesenangan. Apakah itu harta, keluarga, kesehatan, anak, bahkan sahabat. Kita boleh memiliki banyak hal, tapi kalau kita tidak bersekutu dengan Tuhan secara benar, berarti kita tidak memiliki hidup. Jangan sombong! Tuhan sedang mendidik kita, supaya kita bisa memiliki hidup tanpa apa-apa, tanpa siapa-siapa, tapi kita bisa hidup dengan Tuhan.
Yang ketiga, apa motivasi hidup kita? Motivasi hidup kita harus satu, yaitu melayani Tuhan, menyenangkan hati Allah. Salah satu motivasi yang tidak tepat dalam hidup adalah tidak memberi yang terbaik untuk Tuhan. Pelayanan ini harus yang terbaik. Dunia kita hanya untuk mengabdi ke Tuhan. Dan itu tidak membuat kita merasa capek. Kita harus berani memperkarakan hidup kita: "Apa salahku, Tuhan?" Bukan dalam rangka kita sedang mengeluh, “Apa salahku yang membuat Engkau tidak nyaman atau bahkan terlukai? Apa salahku, dosa apa yang masih kulakukan?” Kalau Tuhan sudah mengampuni kita, melupakan dosa kita dan menutupi kesalahan kita, jangan berbuat dosa lagi. Taklukkan masa depan kita di bumi ini dengan kesucian.
Jadi, tidak ada kata mudah-mudahan masuk surga. Kalau hari ini kita tidak ada di dalam lingkup Kerajaan Surga, maka kita tidak masuk. Jadi, mestinya kita selalu melihat keadaan kita ini benar-benar layak di hadapan Allah atau tidak. Karena keadaan kita inilah keadaan abadi yang pada waktu kita mati, tidak akan berubah. Ini merupakan nilai akhir. Maka, selagi ada kesempatan, kita bebenah diri.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
IMAN MENJADI SUATU KEPASTIAN KETIKA IMAN ITU DIWUJUDKAN DALAM TINDAKAN ATAU PERBUATAN NYATA.

Bacaan Alkitab Setahun - 13 November 2024
2024-11-13 12:26:52
Matius 28
Markus 16

Truth Kids 12 November 2024 - PERHATIAN
2024-11-12 19:12:51
Roma 15:1
”Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.”
Di dalam kelas, Rino melihat temannya yang sedang menangis. Ia menghampirinya dan menanyakan tentang keadaannya. "Kenapa kamu menangis, Joy?" tanya Rino. "Aku sedih karena papaku masuk rumah sakit dan harus dioperasi karena sakit jantung," jawab Joy. Kemudian Rino mengajak Joy ke kantin untuk makan bersama.
Rino memberikan penghiburan kepada Joy untuk tetap berharap kepada Tuhan. Rino mengingatkan bahwa Tuhan mengizinkan pencobaan itu terjadi, tidak melebihi kekuatan manusia. Kita tetap berdoa kepada Tuhan, sebab pasti Tuhan akan memberikan yang terbaik untuk kita. Akhirnya Joy merasa sangat lega karena dapat menceritakan kesedihannya dan mendapatkan perhatian dari temannya, Rino.
Sobat Kids, mari kita saling memberikan perhatian dan penguatan kepada teman-teman atau saudara kita yang sedang dalam kelemahan. Karena, akan sangat baik jika kita yang kuat, menopang yang lemah dengan kasih dan kelemahlembutan.

Truth Junior 12 November 2024 - SALING MENOPANG
2024-11-12 19:11:29
Roma 15:1
”Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri.”
Setiap anak diciptakan Tuhan dengan unik. Pasti setiap dari Sobat Junior berbeda. Tidak ada yang persis sama seperti kalian. Pola asuh atau cara orang tua mendidik kalian masing-masing juga pasti berbeda-beda sehingga di sekolah kalian akan menemui berbagai macam sifat teman-teman. Mungkin di kelas, ada teman yang senang bercerita; kerjanya cerita terus, bahkan saat guru menjelaskan pelajaran, masih saja sibuk berbicara. Ada juga teman yang sebaliknya, sukanya diam saja. Jika tidak ada orang yang mengajaknya bicara, ia akan diam saja sepanjang sekolah. Mungkin ada juga teman yang sukanya melucu, suka berbuat yang aneh-aneh supaya teman-teman yang lain di kelasnya bisa tertawa. Bagaimana dengan kelas kalian, Sobat Junior?
Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita, sebagai anak yang kuat, untuk menanggung atau membantu kelemahan orang yang tidak kuat. Jika ada teman di kelas kalian yang sukanya menyendiri, kalian harus berusaha untuk menemaninya, Sobat Junior. Alasan mereka mungkin berbagai macam, antara lain karena merasa tidak sekaya teman yang lain, tidak sepintar orang lain, tidak pandai bicara, ataupun alasan lainnya. Tugas kita adalah memberikan perhatian dan kelembutan kepada mereka. Jangan kita hanya memikirkan diri sendiri, tetapi kita harus memikirkan orang lain juga, Sobat Junior. Kita harus saling menopang sehingga kita akan menjadi sama-sama kuat bersama-sama. Yuk, bisa, yuk!

Truth Youth 12 November 2024 (English Version) - MY IDOL
2024-11-12 19:09:21
"And the things you have heard me say in the presence of many witnesses entrust to reliable people who will also be qualified to teach others." (2 Timothy 2:2)
We all have likely idolized someone or a famous figure at some point. Usually, we idolize someone because we see something appealing in their personality and achievements. Some may even idolize a figure as a way to motivate themselves to achieve success. When we idolize someone, we seek to learn about their background, their accomplishments, and often their life stories that can inspire us. We try to emulate what they have done so we, too, can attain success like they have. The same applies to our spiritual lives. Is it wrong to idolize a spiritual mentor? It's not wrong, but we must not rely solely on humans, as they can still make mistakes. Our true role model is the Lord Jesus.
Friends, while building our spirituality, we often need a mentor who can guide us to live in truth. We need a spiritual mentor who can set a good example for us. So, what are the characteristics of a spiritual mentor we can emulate? First, a love for God. Just because someone regularly attends church doesn't mean they love God. However, someone who does not love God will often make excuses to avoid church. Second, a spiritual mentor must be spiritually mature. This means that whatever decisions they make, they always prioritize God's will over their own desires. Third, they should exhibit the fruits of the Spirit (Galatians 5:22-23). How can we tell if a spiritual mentor possesses the fruits of the Spirit? Observe how they respond to problems and how they prioritize the needs of others over themselves. A spiritual mentor is responsible for guiding us on how to live like Christ.
WHAT TO DO:
1. Seek a spiritual mentor who can serve as a role model to build your faith.
2. Make the Lord Jesus your primary role model.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Acts 1-3

Truth Youth 12 November 2024 - MY IDOL
2024-11-12 19:06:15
”Apa yang telah engkau dengar dari padaku di depan banyak saksi, percayakanlah itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai, yang juga cakap mengajar orang lain.” (2 Timotius 2:2)
Semua kita tentu pernah mengidolakan seseorang atau tokoh yang terkenal. Biasanya kita mengidolakan seseorang karena kita melihat sesuatu yang menarik tentang kepribadian dan pencapaiannya. Ada juga yang mengidolakan seorang tokoh sebagai cara untuk memotivasi diri demi mencapai sebuah kesuksesan. Ketika kita mengidolakan seseorang, kita akan berusaha mencari tahu tentang latar belakang tokoh tersebut. Apa saja pencapaiannya, dan pasti ada kisah hidupnya yang bisa menginspirasi kita. Kita mencoba untuk meniru apa yang telah dilakukannya supaya kita juga bisa mencapai kesuksesan seperti yang dicapainya. Sama halnya dalam hal kerohanian. Apakah salah jika kita mengidolakan mentor rohani? Tidak salah, tetapi kita tidak boleh bergantung sepenuhnya pada manusia karena manusia masih bisa melakukan kesalahan. Role model kita yang sesungguhnya adalah Tuhan Yesus.
Teman-teman, memang dalam membangun kerohanian kita, kita juga pasti butuh seorang mentor yang bisa membimbing kita hidup dalam kebenaran. Kita membutuhkan mentor rohani yang bisa menjadi teladan bagi kita. Lalu, apa saja ciri-ciri mentor rohani yang bisa kita teladani? Pertama, cinta Tuhan. Teman-teman, orang yang rajin ke gereja tidak berarti sudah cinta Tuhan. Tetapi orang yang tidak cinta Tuhan, pasti malas atau suka beralasan untuk tidak ke gereja. Kedua, mentor rohani harus dewasa rohani. Artinya, apa pun keputusan yang diambil, pasti selalu mengutamakan kehendak Tuhan, bukan kehendak diri sendiri. Ketiga, memiliki buah-buah Roh (Gal 5:22-23). Bagaimana untuk mengetahui seorang mentor rohani memiliki buah Roh? Perhatikanlah bagaimana ia merespons sesuatu masalah. Bagaimana ia lebih mengutamakan kepentingan orang lain dibanding dirinya sendiri. Mentor rohani bertanggung jawab membimbing kita bagaimana hidup seperti Kristus.
WHAT TO DO:
1.Carilah mentor rohani yang bisa dijadikan teladan untuk membangun iman.
2.Jadikan Tuhan Yesus sebagai role model yang utama.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Kisah Para Rasul 1-3

Renungan Pagi - 12 November 2024
2024-11-12 19:02:41
Ada yang tidak pernah dapat diulang kembali didunia ini, yaitu waktu. Waktu tidak akan pernah kembali ke masa lalu, tetapi akan terus berjalan maju ke depan dan waktu tidak menunggu, kitalah yang harus tetap mengikutinya melangkah ke depan melalui hari demi hari hidup di bumi ini. Waktu akan tetap berlalu dan setiap detik yang telah terlewat adalah masa lalu yang hanya bisa diingat dalam kenangan.
Demikianlah waktu dapat kita habiskan dalam kekuatiran, ketakutan, pekerjaan ataupun kesenangan dan kesia-siaan, hampir setiap kita belum menyadari bahwa waktu ini suatu saat akan berakhir. "Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan."
Alkitab mengajarkan untuk menghargai waktu, sebab waktu ini sangat singkat. Hari-hari terakhir ini bahkan menjadi waktu-waktu yang jahat, sehingga kita harus benar-benar memperhatikan bagaimana menjalankan hidup, jangan menjadi bodoh, tetapi harus bijaksana, mengerti kehendak Allah, waktu hidup di bumi sekarang ini adalah masa persiapan agar layak menerima kemuliaan dalam Kerajaan Allah yang kekal.
(Efesus 5:16-17)

Quote Of The Day - 12 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-12 19:00:56
Kalau kita menganggap Tuhan itu penting, maka dalam setiap tindakan dan keputusan, kita akan selalu mempertimbangkan apakah yang kita lakukan menyenangkan Tuhan atau tidak.

Mutiara Suara Kebenaran - 12 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-12 18:59:39
Hiduplah wajar di mata Allah, walau di mata dunia kita dinilai tidak wajar. Baik kita makan atau minum atau melakukan sesuatu, lakukan untuk kemuliaan Allah.

WE STILL HAVE GOD - 12 November 2024 (English Version)
2024-11-12 18:57:48
God will prepare everything so that we truly become people who are significant to Him. No matter our current state, God can make us a pleasing fragrance before Him. Therefore, make a case, deal with God. When we pray, we can hear God's voice. Especially when we set aside dedicated time in God’s presence, the Holy Spirit surely speaks and guides us on how to fill each second, minute, hour, day, week, month, and year of our lives. However, it’s challenging to explain this to modern people who are often trapped in selfishness, egocentrism, and self-centeredness. The standard many live by today is “life for oneself.” The standard of human life has deteriorated. Even within the church, among activists, and within the lives of pastors, this damage is evident.
In general, people feel they have the right to have desires. In fact, if they understand that they have been redeemed by the blood of Jesus and is completely owned by God, then living on Earth temporarily is only a preparation for the real life later. So in this world the standard is only “As long as there is food, clothing, enough.” This does not mean that we become poor, but so that we are not bound by any desires. We must be able to enjoy what God created, but not be bound by them. And later in eternity all this beauty will be there and we will enjoy it without the power of darkness dragging us into darkness. For now, enjoy what is available. "As long as there is food, clothing, that's enough." God will train us in this.
Each of us has a special quality that God enjoys with a special taste. When we grow into maturity according to God's will, we are tasted by God and God says, "I really enjoy this taste." Each of us has a unique flavor that is pleasing in God’s eyes. Remember, God wants our condition to be good, but do not be tied to the world, then God will make our condition good. We must walk with God. No matter how great this explanation is, No matter how clever the description of words and sentences are, it will never be perfect. Because we have to experience God and how God unfolds this truth and places this truth in our lives through minute-to-minute, hour-to-hour, day-to-day experiences, and it's amazing.
God will open our eyes that God is alive, God is real. It is a very confidential, private experience, but that is where the value of our lives and ourselves lies. Not because we have a title, wealth, appearance. Young people, don't say, "I love You, Lord," but you can't do anything for God. If you’re in school but performing poorly, in college, you fail; or working yet lazy and lacking finances. You're useless. If you say, "I love You, Lord," there must be something you can do for God that is useful for the Kingdom of Heaven. For mothers, maybe people don't see your work today. But when you shed tears every day for your children, you educate them seriously, then one day they will become people who are useful for the Kingdom of Heaven. You are making an eternal investment through your children. Don't feel small and insignificant.
The living God, the God who wants us to be special people for Him. And God is able to make us special; whether seen by humans or not. That is what is called believing in God properly. So, do not feel small if we have ever been rejected by our parents. Or when we were married we were betrayed by our life partner, so that our souls ached. Feelings of resentment, hatred, and despair may arise, and we can even blame God. Because our condition which is like a broken ship is actually a means for God to make us His lovers. When we have no one and nothing, remember, we still have God. And God wants to love, care for us, and give Himself for us. God is more than our parents, more than our life partner, our children, more than anyone else. Prove it and experience it.
However, when we look for self-worth outside the home, looking for satisfaction without the Father beside us, then we will continue in an endless search, the end of which will be eternal fire. We are deceived by Satan. There is no need to look anywhere, for God says, “Here I am.” God wants us to find Him. We have God, enough. And God will keep us from being put to shame. God lives and reigns. For those who are lost like the prodigal son, come back today; God is waiting for you, longing for you. You are precious in His eyes. When we worship God, it will heal our souls. Don't do it half-heartedly. God must be everything in our lives. Let nothing hold greater value than Him. If we do not make God everything in this life, in fact, we are lost.
WHEN WE HAVE NO ONE AND NOTHING, REMEMBER, WE STILL HAVE GOD.

KITA MASIH PUNYA TUHAN - 12 November 2024
2024-11-12 06:37:21
Allah akan mempersiapkan segala sesuatunya, sehingga kita benar-benar menjadi orang yang berarti bagi Allah. Apa pun dan bagaimanapun keadaan kita hari ini, Tuhan bisa membuat kita menjadi keharuman bagi Tuhan. Maka, berperkaralah, berurusanlah dengan Tuhan. Ketika kita berdoa, kita bisa mendengar suara Tuhan. Apalagi ketika kita menyiapkan waktu khusus di hadapan Allah, pasti Roh Kudus bicara dan menuntun bagaimana kita harus mengisi setiap detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun hidup kita. Namun, betapa sulitnya menjelaskan ini kepada manusia modern hari ini yang sudah terjebak dalam egoisme, egosentris, akusentris. Karena standar yang dikenakan hampir semua orang adalah hidup untuk diri sendiri. Standar hidup manusia sudah rusak. Bahkan dalam kehidupan gereja, kehidupan aktivis, kehidupan pendeta pun ikut rusak.
Pada umumnya, orang merasa memiliki hak untuk punya keinginan. Padahal kalau dia mengerti bahwa dirinya telah ditebus oleh darah Yesus dan dimiliki Tuhan sepenuhnya, maka hidup di Bumi yang sementara hanyalah persiapan untuk kehidupan yang sesungguhnya nanti. Maka di dunia ini standarnya hanyalah
“Asal ada makanan, pakaian, cukup.” Hal ini bukan berarti kita jadi miskin, tapi supaya kita jangan terbelenggu oleh keinginan apa pun. Kita harus bisa menikmati yang diciptakan Allah, tapi tidak terikat. Dan nanti di kekekalan semua keindahan ini ada dan kita akan menikmati tanpa ada kuasa kegelapan yang menyeret kita ke dalam kegelapan. Kalau sekarang, nikmati seadanya. “Asal ada makanan, pakaian, cukup.” Tuhan akan melatih kita.
Setiap kita punya keistimewaan yang dinikmati Tuhan dengan rasa khas. Yang kalau kita bertumbuh dalam kedewasaan sesuai kehendak Allah, kita dikecap oleh Allah dan Allah mengatakan “Aku nikmat sekali dengan rasa ini.” Setiap kita punya rasa yang berbeda, tapi nikmat di mata Tuhan. Ingat, Tuhan mau keadaan kita baik-baik, namun jangan terikat dengan dunia, maka Tuhan akan membuat keadaan kita baik-baik. Kita harus berjalan dengan Tuhan. Sehebat apa pun penjelasan ini, secerdas apa pun uraian kata dan kalimat, tidak akan bisa sempurna. Sebab kita harus mengalami Tuhan dan bagaimana Tuhan mengurai kebenaran ini dan meletakkan kebenaran ini di dalam hidup kita lewat pengalaman dari menit ke menit, jam ke jam, hari ke hari, dan itu luar biasa.
Tuhan akan membuat mata kita tercelik bahwa Allah itu hidup, Allah itu nyata. Itu pengalaman yang sangat confidential, private, tapi di situlah nilai hidup dan diri kita. Bukan karena kita punya gelar, kekayaan, penampilan. Anak-anak muda, jangan berkata, “Aku mengasihi Engkau, Tuhan,” tapi engkau tidak bisa buat apa-apa untuk Tuhan. Sekolah, kamu bodoh; kuliah, kamu gagal; kerja, kamu malas, kamu tidak punya uang. Kamu tidak berguna. Kalau engkau berkata, “Aku mengasihi Engkau, Tuhan,” harus ada sesuatu yang bisa engkau lakukan untuk Tuhan yang itu berguna untuk Kerajaan Surga. Bagi ibu-ibu, mungkin orang tidak melihat karyamu hari ini. Tapi ketika engkau meneteskan air mata setiap hari untuk anakmu, engkau mendidik dia dengan sungguh-sungguh, maka suatu hari mereka akan menjadi orang-orang yang berguna bagi Kerajaan Surga. Engkau menanam investasi saham kekal melalui anak-anakmu. Jangan merasa engkau kecil dan tidak berarti.
Allah yang hidup, Allah yang mau kita menjadi orang-orang istimewa bagi Dia. Dan Allah sanggup membuat kita istimewa; entah dilihat manusia atau tidak. Itu yang namanya bertuhan dengan benar. Jadi, jangan merasa kecil kalau kita pernah tertolak oleh orang tua kita. Atau ketika menikah pun kita dikhianati pasangan hidup, sehingga sakit jiwa kita. Yang ada hanya dendam, kebencian, putus asa, dan bisa-bisa menyalahkan Tuhan. Sebab keadaan kita yang seperti kapal pecah ini sebenarnya menjadi sarana Allah membuat kita menjadi kekasih-Nya. Ketika kita tidak punya siapa-siapa dan apa-apa, ingat, kita masih punya Tuhan. Dan Tuhan mau mencintai, mengasihi kita, dan memberikan diri-Nya untuk kita. Tuhan lebih dari orang tua kita, lebih dari pasangan hidup kita, anak kita, lebih dari siapa pun. Buktikan itu dan alami itu.
Namun ketika kita mencari nilai diri di luar rumah, mencari kepuasan tanpa Bapa di samping kita, maka kita akan terus dalam pencarian yang tiada berakhir, yang nanti ujungnya adalah api kekal. Kita ditipu setan. Tidak usah mencari ke mana-mana, sebab Tuhan berkata, “Aku di sini.” Tuhan mau kita menemukan Dia. Kita punya Tuhan, cukup. Dan Tuhan akan membuat kita tidak dipermalukan. Allah hidup dan berkuasa. Bagi yang terhilang seperti anak bungsu, pulanglah hari ini, engkau ditunggu Tuhan, engkau dinantikan. Engkau berharga di mata Dia. Ketika kita menyembah Tuhan, itu akan menyembuhkan jiwa kita. Jangan setengah-setengah. Tuhan harus menjadi segalanya dalam hidup kita. Jangan ada yang lebih berarti dari Tuhan. Kalau kita tidak menjadikan Tuhan segalanya dalam hidup ini, sejatinya, kita terhilang.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KETIKA KITA TIDAK PUNYA SIAPA-SIAPA DAN APA-APA, INGAT KITA MASIH PUNYA TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 12 November 2024
2024-11-12 06:26:28
Lukas 23
Yohanes 18-19

Truth Kids 11 November 2024 - TUNJUKKAN KASIHMU
2024-11-11 19:35:43
1 Petrus 3:8
”Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati.”
Sore itu, tanpa sengaja adik Doni memecahkan jam tangan kesukaan Doni. Mereka bermain terlalu semangat. Adiknya berlari kencang dan jatuh, terkena meja kecil yang ada di ruang tamu. Alhasil, jam Doni jatuh terlempar dan pecah bagian kacanya.
Namun, Doni tidak marah kepada adiknya, melainkan ia menasihati adiknya dengan lemah lembut. "Sudah, Dik, tidak apa-apa. Kan kamu tidak sengaja. Lain kali kita harus lebih hati-hati saat bermain supaya tidak merusak barang-barang yang ada di rumah. Nanti kita lapor ke mama papa, kalau jamnya pecah karena kita sedang bermain kejar-kejaran," ujar Doni menenangkan adiknya.
Malam harinya sebelum doa bersama, mereka menceritakan ke orang tuanya tentang kejadian tersebut. Dan kedua orang tua Doni juga tidak memarahi mereka. Papa dan mamanya memberikan nasihat supaya bermain lebih berhati-hati.
Sobat Kids, marilah kita belajar untuk bersikap lemah lembut. Kita bisa menegur atau menasihati dengan kasih yang Tuhan Yesus ajarkan.

Truth Junior 11 November 2024 - MENGALAH
2024-11-11 19:33:22
1 Petrus 3:8
”Dan akhirnya, hendaklah kamu semua seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati.”
“Dek… jangan gitu, dong! Kamu jangan pegang-pegang mainan Kakak. Susah tahu buatnya! Nanti kalau sampai jatuh, memang kamu bisa benerinnya?” seru Anton kepada adiknya, Toni. “Kan, aku cuma mau lihat mainan yang sudah Kakak rakit sendiri. Aku mau belajar supaya bisa juga seperti Kakak. Masa begitu saja gak boleh, sih!” bela Toni.
Sobat Junior, apakah kalian pernah berada di situasi seperti yang Anton dan Toni alami di atas? Baik Anton maupun adiknya, Toni, bersikap kurang tepat. Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk mengasihi saudara-saudara kita. Kita harus sayang dan rendah hati. Memang terkadang ada saatnya kita tidak seia sekata dengan saudara, baik kakak atau pun adik. Namun, kita perlu belajar untuk tetap bersikap lemah lembut.
Bersikap lembut kepada anggota keluarga adalah cara menunjukkan kasih kita. Memang tidak mudah, oleh sebab itu kita harus belajar setiap hari, Sobat Junior. Terus berjuang sehingga kita mampu menurunkan rasa kesal kita hingga akhirnya kita bisa mengalah. Bertekadlah untuk mempraktikkan buah Roh kelemahlembutan dalam keluarga masing-masing. Kalian pasti bisa, Sobat Junior!

Truth Youth 11 November 2024 (English Version) - CHRISTIAN RHYTHM
2024-11-11 19:31:06
"Do not let this Book of the Law depart from your mouth; meditate on it day and night, so that you may be careful to do everything written in it. Then you will be prosperous and successful." (Joshua 1:8)
This verse provides important guidance for the life of a believer, emphasizing the significance of meditating on God's Word daily and praying. The life of prayer and Bible reading can be likened to the rhythm of music. In music, rhythm is the pattern that determines the beauty and balance of each note played. Without a regular rhythm, music sounds chaotic and loses its meaning. Likewise, our lives need a consistent "spiritual rhythm" through prayer and Bible reading. When we consistently pray and meditate on God's Word each day, we maintain a steady rhythm in our faith journey. Prayer is our form of communication with God, while reading the Bible is how we hear God’s voice speaking into our lives.
Just as a musician continually practices to play music harmoniously, we must also train our personalities to be sensitive to God by praying and meditating on His Word. Additionally, prayer and the Bible provide direction, peace, and strength in our daily lives. Just like the rhythm of music guides the tempo and flow of a song, prayer and the Word of God guide our steps in a world full of challenges and decisions. When the rhythm of prayer and Bible reading is maintained, our lives will align with God's will. Conversely, when we neglect prayer and God’s Word, our lives can lose direction, like music that goes out of rhythm.
Therefore, let us arrange our lives by establishing the habit of prayer and meditating on God’s Word daily, so that our lives have a harmonious and beautiful rhythm before Him. By following this pattern, God will lead us on the path of true success, in accordance with His promise in Joshua 1:8.
WHAT TO DO:
1. Regularly pray and read the Bible.
2. Take time amid our activities to meditate on and remember Gid's word.
BIBLE MARATHON :
John 20-21

Truth Youth 11 November 2024 - CHRISTIAN RHYTHM
2024-11-11 19:26:20
”Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung.” (Yosua 1:8)
Ayat ini memberikan arahan penting bagi kehidupan orang percaya, yaitu tentang pentingnya merenungkan firman Tuhan setiap hari dan berdoa. Kehidupan doa dan membaca Alkitab dapat dianalogikan seperti ritme musik. Dalam sebuah musik, ritme adalah pola yang menentukan keindahan dan keseimbangan dari setiap nada yang dimainkan. Tanpa ritme yang teratur, musik akan terdengar kacau dan kehilangan maknanya. Demikian juga, kehidupan kita membutuhkan “ritme rohani” yang teratur melalui doa dan membaca Alkitab. Ketika kita konsisten berdoa dan merenungkan firman Tuhan setiap hari, kita menjaga ritme yang stabil dalam perjalanan iman kita. Doa adalah bentuk komunikasi kita dengan Tuhan, sedangkan membaca Alkitab adalah mendengar suara Tuhan yang berbicara dalam hidup kita.
Seperti seorang musisi yang terus-menerus melatih diri agar dapat memainkan musik dengan harmonis, kita juga harus terus melatih kepribadian kita untuk menjadi peka terhadap Tuhan dengan cara berdoa dan merenungkan firman-Nya. Selain itu, doa dan Alkitab memberikan arahan, ketenangan, dan kekuatan dalam kehidupan sehari-hari. Sama seperti ritme musik yang memandu tempo dan aliran lagu, doa dan firman Tuhan membimbing langkah kita di dunia yang penuh tantangan dan keputusan. Ketika ritme doa dan pembacaan firman terjaga, hidup kita pun akan selaras dengan kehendak Tuhan. Sebaliknya, ketika kita mengabaikan doa dan firman Tuhan, kehidupan kita dapat kehilangan arah, seperti musik yang keluar dari ritmenya. Oleh karena itu, mari kita menata kehidupan kita dengan membangun kebiasaan doa dan merenungkan firman Tuhan setiap hari, agar kehidupan kita memiliki ritme yang harmonis dan indah di hadapan-Nya. Dengan mengikuti pola ini, Tuhan akan memimpin kita pada jalan keberhasilan yang sejati, sesuai dengan janji-Nya dalam Yosua 1:8.
WHAT TO DO:
1.Rutin berdoa dan membaca Alkitab
2.Mengambil waktu di tengah-tengah aktivitas kita untuk merenungkan dan mengingat firman Tuhan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yohanes 20-21

Renungan Pagi - 11 November 2024
2024-11-11 19:23:26
Iri hati dapat membuat kekuatan seseorang merosot dan kehilangan sukacita. Bahkan seseorang yang tadinya tegar menghadapi masalah, sabar menghadapi tantangan, ketika iri hati mulai menguasai, maka mereka menjadi orang yang mudah emosi, mudah marah, tidak dapat mengendalikan diri dan bahkan kegeraman dalam hatinya membuahkan dendam, sehingga yang ada dipikirannya hanyalah bagaimana cara melampiaskan rasa iri hatinya, yang mengakibatkan sengketa dan pertengkaran.
"Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu? Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa, karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu."
Biasanya iri hati akan berkembang menjadi sakit hati dan kebencian, membuat gelisah, tidak tenang, sehingga akhirnya sulit untuk berdoa, dan bahkan jika pun dapat berdoa, tujuannya hanyalah untuk memuaskan hawa nafsu dan keinginannya. Jadi betapa berbahayanya rasa iri hati itu jika telah menguasai kita. Marilah sekarang belajar menguasai diri dan menjadi tenang, supaya dapat berdoa. Sebab kesudahan segala sesuatu sudah dekat."
(Yakobus 4:1-3, 1 Petrus 4:7)

Quote Of The Day - 11 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-11 19:07:35
Tuhan tidak mungkin membiarkan kita menjadi orang yang tidak berguna.

Mutiara Suara Kebenaran - 11 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-11 18:14:54
Kalau kita tidak memancarkan keharuman di Bumi bagi kemuliaan Allah, maka kita tidak akan memancarkan keharuman di kekekalan. Bertobatlah, jangan hidup wajar seperti manusia lain.

ALWAYS IN RELATIONSHIP WITH GOD - 11 November 2024 (English Version)
2024-11-11 18:11:46
God, who is our Father, educates us, and Jesus, who is our Teacher, also teaches and guides us on how to rightly position ourselves before God and to treat God appropriately in our lives in all places and in all things. This is what it truly means to live a godly life. When God shapes our lives, only then can we truly live the scripture that says, “Whether you eat or drink or whatever you do, do it all for the glory of God.” And how wonderful it is to live in this way! Those who have not experienced such a life dynamic may wonder if such a lifestyle truly exists. But it does. Each of us ultimately has a unique, special way of interacting with God, different from others.
Just as a father with several children has a unique, distinct relationship with each child, he can take joy, pride, or happiness in each of them differently because each child has a unique character. Thus, each child becomes special to the father. We, too, are incredibly special. Even if we may have physical disabilities, or lack intellectual sharpness, every one of us possesses uniqueness that no one else has. As a housewife, you may feel buried in household duties and feel less significant compared to your husband, who may have a respected career, or compared to career women with professional accomplishments.
We are all special and have a place that can be enjoyed by God, as long as we treat God in the right place in our lives. Our interaction, relationship, and connection with God are not limited to the moments when we are in prayer with folded hands, on our knees, or in church following the liturgy, but in every moment and activity we engage in, we interact with God. And God interacts with us through our activities. There must be projects where we can do it for God, and He can smell our service offerings. Amid the busyness of managing the household, we might spend a few moments in conversation with a neighbor, giving encouragement, comfort. We become God’s representatives, tending to and comforting others’ hearts; and God can enjoy it.
Everything we do must always be in relationship with God.
We must position ourselves rightly before God, being constantly aware that we are His creations, existing solely for the pleasure of our Creator. This idea may seem philosophical and abstract, but when it sinks into our hearts and we say, “I want to do it,” the Holy Spirit will clarify it. Not with sentences, but with life events. How we as creatures, do works to please the Creator. But ironically, a pastor, is not necessarily serving the Father's feelings. Because he only makes all service activities a means for self-actualization, self-pleasure, honor in the midst of congregational life and on social media. Such people do not please God.
Even if we are not pastors or church staff, we can be wholeheartedly devoted to God, making us full-time servants for Him. Whether eating, drinking, or doing anything else, we do it for God, so that we come to feel that our lives truly belong to Him. Our work becomes God’s work, as does our family and business. These are the true servants of God-not only those who hold the title of pastor but all who wholeheartedly give themselves to Him. In God's plans, we are enjoyed by God. We are owned by God, become God's representatives, and our lives become a fragrance before God.
If we live this way, God will be for us as well, and we will have an everlasting life that transcends all limits. This is extraordinary. It doesn’t require pretty face or handsomeness, but it does require that we live as fragrant roses planted by God on Earth, to one day be gathered by Him and replanted in His eternal garden. But if we fail to radiate this fragrance on Earth for God’s glory, we will not radiate fragrance in eternity. Repent and refuse to live by worldly standards. Live rightly before God, even if the world sees it as strange. Whether we eat, drink, or do anything else, let it all be done for the glory of God.
EVERYTHING WE DO MUST ALWAYS BE IN RELATIONSHIP WITH GOD.

SELALU DALAM HUBUNGAN DENGAN TUHAN - 11 November 2024
2024-11-11 18:08:56
Allah yang adalah Bapa mendidik kita, Yesus yang adalah Guru kita juga mendidik, mengajar kita, bagaimana kita menempatkan diri dengan benar di hadapan Allah, dan menempatkan Allah secara patut di dalam kehidupan kita di segala tempat dan dalam segala perkara. Itu baru namanya bertuhan. Setelah Tuhan memproses hidup kita, baru benar-benar kita bisa menghayati firman yang mengatakan, “Baik kamu makan atau minum atau melakukan sesuatu yang lain, lakukan semua untuk kemuliaan Allah.” Dan betapa asyiknya hidup seperti ini. Orang yang tidak pernah masuk ke dalam kawasan hidup atau dinamika hidup seperti ini, mungkin curiga; apakah ada jenis gaya hidup seperti itu? Ada. Yang akhirnya, setiap kita memiliki kekhasan, keunikan dalam berinteraksi dengan Allah, yang tidak sama dengan yang lain.
Sama seperti seorang ayah yang punya beberapa anak, pasti ada hubungan khas dan unik antara sang ayah dengan masing-masing anak tersebut. Dan sang ayah bisa menikmati atau memiliki kebanggaan atau kebahagiaan atas setiap anak tersebut secara berbeda-beda karena masing-masing memiliki keberadaan yang berbeda-beda juga. Maka, setiap anak menjadi istimewa bagi sang ayah. Kita adalah orang-orang yang sungguh-sungguh sangat istimewa. Bahkan mungkin kita dalam keadaan cacat fisik, dalam kekurangan, tidak memiliki IQ yang cerdas, tetapi setiap kita pasti punya keistimewaan yang tidak dimiliki yang lain. Sebagai seorang ibu rumah tangga, jangan merasa sudah terkubur dalam kegiatan rumah tangga dan merasa kurang berarti dibanding suami yang memiliki karya-karya yang terhormat di mata manusia. Atau membandingkan dengan ibu-ibu karier yang memiliki karya-karya dalam kariernya.
Semua kita itu istimewa dan memiliki tempat yang bisa dinikmati oleh Tuhan, asal kita menempatkan Tuhan di tempat yang tepat. Interaksi, relasional, hubungan kita dengan Tuhan bukan hanya waktu kita ada di ruang doa melipat tangan, menekuk lutut, atau pada waktu di gereja mengikuti liturgi, namun dalam setiap keadaan dan kegiatan, kita berinteraksi dengan Allah. Dan Allah berinteraksi dengan kita melalui kegiatan kita itu. Pasti ada proyek-proyek di mana kita bisa melakukannya untuk Tuhan, dan Dia bisa mencium persembahan pelayanan kita. Di tengah-tengah kesibukan mengurus rumah tangga, kita punya beberapa waktu berdialog dengan ibu tetangga, memberi penguatan, penghiburan. Karena kita menjadi wakil Tuhan untuk merawat dan melawat perasaan; dan Tuhan bisa menikmati.
Apa pun yang kita lakukan harus selalu dalam hubungan dengan Tuhan. Maka kita harus menempatkan diri kita benar di hadapan Allah, artinya kita harus selalu dalam kesadaran bahwa kita adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah, yang dikehendaki untuk hadir hanya untuk kesukaan Sang Khalik. Kalimat ini sangat filosofis dan juga abstrak, tapi ketika masuk di dalam pikiran kita dan kita berkata, “Aku mau melakukannya,” maka Roh Kudus akan menjelaskan. Bukan dengan kalimat, namun dengan kejadian-kejadian hidup. Bagaimana kita sebagai ciptaan, melakukan karya-karya untuk menyenangkan Sang Pencipta. Namun ironis, seorang pendeta, belum tentu melayani perasaan Bapa. Sebab ia hanya menjadikan semua kegiatan pelayanan itu sarana untuk aktualisasi diri, kesenangan diri sendiri, kehormatan di tengah-tengah kehidupan jemaat dan di media sosial. Orang seperti itu tidak menyenangkan Tuhan.
Walau kita bukan pendeta, bukan fulltimer gereja, tapi wholehearted
untuk Tuhan, artinya kita adalah fulltimer untuk Allah. Yaitu apabila, baik kita makan atau minum atau melakukan sesuatu, kita lakukan untuk Tuhan. Sehingga kita bisa merasakan bagaimana hidup kita ini dimiliki Tuhan. Kegiatan kita adalah pekerjaan Tuhan, bahkan hidup kita adalah pekerjaan Tuhan. Keluarga, bisnis kita pun pekerjaan Tuhan. Dan itulah hamba-hamba Allah yang sesungguhnya; bukan hanya mereka yang bergelar pendeta, tapi tidak sepenuh hati memberikan diri bagi Tuhan. Di dalam rencana-rencana Allah itu, kita dinikmati oleh Tuhan. Kita dimiliki oleh Tuhan, menjadi perwakilan Tuhan, dan hidup kita menjadi keharuman di hadapan Allah.
Dan jika demikian, maka Tuhan juga untuk kita, dan kita memiliki kehidupan dalam keabadian yang tidak terbatas. Itu luar biasa. Tidak dibutuhkan wajah cantik atau tampan, tapi kita harus menjadi bunga mawar harum yang ditanam Tuhan di Bumi ini, yang suatu hari akan dipetik Tuhan dan ditanam di taman abadi-Nya. Tapi kalau kita tidak memancarkan keharuman di Bumi bagi kemuliaan Allah, maka kita tidak akan memancarkan keharuman di kekekalan. Bertobatlah, jangan hidup wajar seperti manusia lain. Hiduplah wajar di mata Allah, walau di mata dunia kita dinilai tidak wajar. Baik kita makan atau minum atau melakukan sesuatu, lakukan untuk kemuliaan Allah.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
APA PUN YANG KITA LAKUKAN HARUS SELALU DALAM HUBUNGAN DENGAN TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 11 November 2024
2024-11-11 11:48:14
Matius 27
Markus 15

Truth Kids 10 November 2024 - TULUS MENOLONG
2024-11-10 21:07:14
Galatia 6:1
”Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.”
"Tolong! Tolong! Tolong!" Terdengar suara minta tolong dari seorang ibu karena anaknya hampir tenggelam di pantai. Tiba-tiba seorang laki-laki berlari kencang menuju tepi pantai dan langsung berenang. Rupanya ia adalah penjaga pantai. Ia berenang dengan cepat dan meraih anak tersebut, lalu membawanya ke pinggir pantai. Anak itu pun selamat. Ibunya sangat bergembira dan menangis terharu.
Sobat Kids, seperti halnya penjaga pantai yang selalu berjaga-jaga untuk menolong orang yang hampir tenggelam, harusnya kita pun seperti itu. Kita sepatutnya memiliki hati yang mengasihi dan ikhlas dalam menolong seseorang. Kita dapat menolong sesuai dengan kemampuan kita, Sobat Kids. Walaupun kalian masih kecil, bukan berarti kalian tidak dapat membantu orang lain. Asalkan kalian memiliki hati yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan, rasa ingin menolong dengan tulus akan muncul dari kehidupan Sobat Kids.

Truth Junior 10 November 2024 - PAHLAWAN
2024-11-10 21:05:09
Amsal 16:32
”Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.”
Sobat Junior, hari ini diperingati sebagai hari pahlawan. Pada 10 November 1945, terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia melawan pasukan Inggris di Surabaya. Pertempuran ini terjadi setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Walaupun harus berkorban jiwa, para pahlawan Indonesia tidak takut, hingga akhirnya mereka bisa mengusir semua lawan dari tanah tercinta, Indonesia.
Tidak sembarangan orang dapat disebut sebagai pahlawan. Hanya orang-orang khusus yang perjuangannya diakui oleh negara dapat disebut sebagai pahlawan. Para pahlawan kita adalah orang-orang hebat yang mau “membayar harga” perjuangan. Mereka rela meninggalkan keluarganya demi berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsa ini.
Yuk, kita belajar dari perjuangan para pahlawan, Sobat Junior. Memang sekarang kita tidak perlu berjuang mengusir penjajahan negara asing. Kita berjuang untuk menguasai diri sendiri; berjuang dari keinginan kita yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Kita mau berjuang untuk bisa tetap sabar dan lemah lembut dalam kehidupan sehari-hari kita.

Truth Youth 10 November 2024 - LIFE OF AN ARTISTIC CANDY
2024-11-10 21:03:48
"Do not conform to the pattern of this world, but be transformed by the renewing of your mind. Then you will be able to test and approve what God’s will is: His good, pleasing and perfect will." (Romans 12:2)
In our lives, change can often be challenging. Many people prefer to stay in their comfort zones and maintain the habits and character they've developed over the years. However, God's Word in Romans 12:2 advises us not to conform to this world but to be transformed by the renewing of our minds. This means that as believers, we are called to continually renew our thoughts, attitudes, and actions to align more closely with God’s will.
A good illustration for this is “artistic cotton candy,” often seen at markets or street art fairs. This cotton candy is not just a sweet treat; it is often crafted into beautiful works of art by its makers. Initially, cotton candy is merely a blob of liquid sugar without shape. However, in the hands of an artist, it begins to be shaped and transformed gradually into appealing forms like flowers, animals, or other artistic shapes. This shaping process requires skill, patience, and time. The artist must carefully pull, twist, and mold it to avoid ruining it.
Similarly, our lives are like “cotton candy” in the hands of God, the Creator. He desires to shape us into individuals who reflect His love and truth.
However, this process of shaping is not always easy. Sometimes, we may feel pulled in uncomfortable directions, or we might feel “burned” by challenges and difficulties. Yet, just like the cotton candy that eventually becomes a beautiful piece of art, God has a noble purpose for our lives. The continuous transformation of our character is not an instant process. We must continually be willing to be changed by the Holy Spirit, surrendering every aspect of our lives to Him. With renewed minds, we can understand what is good, pleasing to God, and perfect.
Like cotton candy that is ultimately enjoyed by those who see and eat it, our transformed lives will serve as a testimony enjoyed by many. They will witness God’s goodness through our character changes and, ultimately, glorify God. So let us continually open ourselves to be shaped by the Lord. Do not be afraid of change, for change led by the Holy Spirit always brings goodness. Just as cotton candy transforms from a simple blob of sugar into a beautiful work of art, our lives will also become something beautiful, enjoyed by God and others.
WHAT TO DO:
1. Ask God to guide you in transforming your life.
2. Be willing and patient during the transformation process.
BIBLE MARATHON:
▪︎ John 18-19

Renungan Pagi - 10 November 2024
2024-11-10 21:00:05
Mungkinkah ada diantara kita yang dalam hidupnya tidak mengalami damai, masih merasa di kejar-kejar oleh dosa dan kesalahan dimasa lalu yang membuat kita selalu merasa tidak layak dihadapan Tuhan. Setiap kita punya masa lalu yang kelam, telah melakukan dosa di masa-masa kebodohan, tetapi ketahuilah waktu kita mau mengakui dosa dan memohon pengampunan, maka Tuhan adalah setia dan adil.
DIA akan mengampuni dan menyucikan dari segala kejahatan. *"Jika kita berkata bahwa tidak berdosa, maka menipu diri sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita. Jika mengaku dosa, maka IA adalah setia dan adil, sehingga IA akan mengampuni segala dosa dan menyucikan kita dari segala kejahatan".*
Tentunya dengan komitmen dari diri kita untuk berusaha tidak lagi jatuh dalam kesalahan dan dosa yang sama, memohon pengampunan, berarti kita menyatakan bersedia untuk diperbaiki dan dipulihkan, jangan lagi menoleh kebelakang untuk mengingat dosa-dosa itu, sebab Tuhan sudah mengampuni. Dan penebusan di dalam Darah Kristus telah melayakkan kita di hadapan-Nya.
(1 Yohanes 1:8-9)

Quote Of The Day - 10 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-10 20:57:24
Kita bisa menjadi orang besar Tuhan, yaitu jika kita melakukan kehendak Bapa.

Mutiara Suara Kebenaran - 10 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-10 19:59:40
Jangan hanya menjadi orang beragama yang ke gereja. Jadilah orang yang ber-Tuhan, yang sungguh-sungguh memberi ruangan seluas-luasnya untuk berkoneksi, berinteraksi, berelasi dengan Tuhan.

TO BE ENJOYED BY GOD - 10 November 2024 (English Version)
2024-11-10 19:57:32
Each of us has a unique personality, and in this vast universe, no two people are exactly alike-let alone three. Across the span of history, every individual is one of a kind, a unique creation without replica. God designed each of us; He willed our existence intentionally, not by accident. God created us even before the world was made. As stated in Ephesians 1:4-5, “For He chose us in Him before the creation of the world to be holy and blameless in His sight. In love, He predestined us for adoption to sonship through Jesus Christ, in accordance with His pleasure and will.”
Each of us is designed to exist, to take part in life. And God desires to enjoy each of us with our unique qualities and character. Because there is no one else exactly like us, our true worth lies in being able to be enjoyed by God. And if we can be enjoyed by God, it means we can also enjoy God. Scripture invites us to “The Word of God says, “Taste that the Lord is good.” Of course we taste God not because we have a private house, private car, wealth, education, title, rank, power, and various facilities. However, we can taste God because we are in touch with His Person. It is impossible for us to enjoy God unless God enjoys us.
Psalm 73, a lover of God is made by God to have nothing, even almost slipping. When seeing the wicked fat, healthy, happy forever on earth, many people flock to him like a flood. While he was lonely and plagued every morning. But then in the sanctuary, he sees the ultimate end of these people, understanding that in eternity, they will not be present, even if they seemed successful on Earth. “In an instant they are destroyed. You despise their faces. You cannot enjoy the life of these people because they enjoy something that is not God.”
Let us truly grow in a relationship that is increasingly intimate and exclusive with God, finding eternal love and romance in Him. This is uniquely special. Each of us is immensely valuable, desired by God to exist and take part in the history of the universe, to be a beloved enjoyed by God. For this reason, God has given us thoughts and feelings. With these, we are free to have will. We are free to produce will. And if we wish to be enjoyed by God, it means we want to produce, bear fruit, and produce intentions aligned with God’s will. And that is the life enjoyed by God.
So, do not feel like a failure if you lack a high level of education, are financially poor, have no children or are unable to have them, do not have a life partner, or experience setbacks in your career. Do not feel small. Our worth is not determined by the world. Our worth must be measured by how much God can enjoy us. And this is an extraordinary adventure, because we are in touch with the Great Person Who is Almighty, Most Great, Most Glorious, the Creator of the heavens and the earth who is eternal, who has existed from everlasting to everlasting. Our opportunity to live on this Earth becomes valuable when we are allowed to touch or experience an encounter with God and have the dynamic of interacting with God.
Many humans are lost, busy with many things that have no eternal value. It is not an exaggeration to say that people like this would rather never have been human than to be human, but do not place themselves rightly before God and do not treat God correctly in their lives. They only interact with the surrounding nature, with God’s creation, but not with the Creator Himself. They interact with other humans which is indeed unavoidable. But don't forget, humans are theios beings, creatures with a divine nature who must also "socialize, connect, relate, have relations, and fellowship" with the Creator, and that is the value.
Therefore, do not merely be religious people who go to church. Be people of faith, who truly gives the widest possible space to connect, interact, and relate to God. The entire space of our lives should be a space to meet God. Not only when we are in the prayer room folding our hands, bending our knees, or when we are in church following the liturgy. Even in our busy moments at work, in our careers, our studies, and our social lives, all of these should become our meeting room with God, where we present God in all of these activities.
IF WE CAN BE ENJOYED BY GOD, IT MEANS WE CAN ALSO ENJOY GOD.

BISA DINIKMATI ALLAH - 10 November 2024
2024-11-10 19:55:42
Setiap kita memiliki personality atau kepribadian yang berbeda-beda. Dan di jagat raya ini tidak ada dua orang yang sama, apalagi tiga. Dalam rangkaian sejarah jagat raya ini, hanya ada satu orang yang unik, dan tidak ada yang sama. Allah merancang setiap kita. Dia menghendaki setiap kita ada, bukan kecelakaan. Allah yang mengadakannya, bahkan sebelum dunia dijadikan. Seperti yang tertulis dalam Efesus 1:4-5, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.”
Setiap kita dirancang untuk ada, dirancang untuk hadir dalam kehidupan. Dan Allah mau menikmati setiap kita dengan rasa khas, rasa khusus. Sebab, tidak ada pribadi yang sama. Jadi, mestinya kita memiliki kesadaran bahwa tidak ada yang membuat kita bernilai selain bisa dinikmati oleh Allah. Dan tentu saja kalau sampai kita bisa dinikmati oleh Allah, berarti kita juga bisa menikmati Allah. Firman Tuhan mengatakan, “Kecaplah betapa baik Tuhan.” Tentu kita mengecap Tuhan bukan karena kita memiliki rumah pribadi, mobil pribadi, harta, pendidikan, gelar, pangkat, kekuasaan, dan berbagai fasilitas. Namun, kita bisa mengecap Allah karena kita bersentuhan dengan Pribadi-Nya. Tidak mungkin orang bisa menikmati Allah kalau Allah tidak menikmati dirinya.
Mazmur 73, seorang kekasih Tuhan dibuat Tuhan tidak memiliki apa-apa, bahkan nyaris tergelincir. Ketika melihat orang fasik gemuk, sehat, senang selamanya di bumi, banyak orang berbondong-bondong datang kepadanya seperti air bah. Sedangkan dia kesepian dan kena tulah setiap pagi. Tetapi kemudian dia melihat kesudahan dari orang-orang ini di tempat kudus. Artinya ketika ia melihat kekekalan, ia ada di kekekalan, ia tidak menemukan orang-orang yang ketika di Bumi sepertinya sukses. “Dalam sekejap mereka lenyap. Muka mereka Kau pandang hina. Muka mereka Kau pandang hina, tidak dapat Kau nikmati kehidupan orang-orang ini sebab mereka menikmati sesuatu yang bukan Tuhan.”
Mari kita benar-benar bertumbuh mengalami hubungan yang makin intim, makin eksklusif dengan Tuhan, dan menemukan asmara abadi, asmara kekal dengan Tuhan. Dan ini istimewa sekali. Setiap kita itu sangat berharga, dikehendaki Allah untuk ada, eksis atau hadir dalam rangkaian sejarah jagat raya ini, supaya kita menjadi kekasih Tuhan yang dinikmati oleh Tuhan. Itulah sebabnya, kita diberi Tuhan pikiran dan perasaan. Dengan pikiran dan perasaan itu, kita bebas memiliki kehendak. Kita bebas memproduksi kehendak. Dan tentu kalau kalau kita mau menjadi orang yang dinikmati Tuhan, berarti kita mau memproduksi, membuahkan, menghasilkan, membuat kehendak yang sesuai dengan kehendak Allah. Dan itulah kehidupan yang dinikmati oleh Tuhan.
Jadi, jangan merasa gagal karena kita tidak berpendidikan tinggi, miskin secara materi, tidak memiliki anak atau mandul, tidak memiliki teman hidup, atau gagal dalam karier. Jangan merasa kecil. Keberhargaan kita bukan diletakkan oleh dunia. Keberhargaan kita harus diukur dari seberapa Allah bisa menikmati kita. Dan ini adalah suatu petualangan yang luar biasa, karena kita bersentuhan dengan Pribadi Agung Yang Maha Kuasa, Maha Besar, Maha Mulia, Pencipta langit dan bumi yang maha kekal, yang sudah ada dari kekal sampai kekal. Kesempatan hidup kita di Bumi ini menjadi berharga ketika kita diperkenan untuk bersentuhan atau mengalami perjumpaan dengan Allah dan memiliki dinamika hidup berinteraksi dengan Allah.
Banyak manusia sesat, sibuk dengan banyak hal yang tidak memiliki nilai abadi. Tidak berlebihan kalau kita katakan, orang-orang seperti ini lebih baik tidak pernah menjadi manusia daripada menjadi manusia, namun tidak menempatkan diri secara benar di hadapan Allah dan tidak menempatkan Allah secara benar di dalam hidupnya. Dia hanya berinteraksi dengan alam sekitar. Dia berinteraksi dengan ciptaan Allah, bukan dengan Sang Penciptanya. Dia berinteraksi dengan manusia lain yang memang tidak bisa dihindari. Tapi jangan lupa, manusia adalah makhluk theios, makhluk yang berkodrat ilahi yang mestinya juga harus “bersosialisasi, berkoneksi, berhubungan, berelasi, ber-fellowship” dengan Sang Khalik, dan itu nilainya.
Maka, jangan hanya menjadi orang beragama yang ke gereja. Jadilah orang yang bertuhan, yang sungguh-sungguh memberi ruangan seluas-luasnya untuk berkoneksi, berinteraksi, berelasi dengan Tuhan. Mestinya seluruh ruangan hidup kita ini adalah ruangan perjumpaan dengan Allah. Bukan hanya ketika kita di ruang doa melipat tangan, menekuk lutut. Bukan hanya pada waktu kita di gereja, kita mengikuti liturgi. Tapi ketika kita ada di dalam kesibukan bekerja, dalam kegiatan berkarier, dalam aktivitas studi, dalam pergaulan, itu semua menjadi ruangan perjumpaan kita dengan Tuhan, di mana kita menghadirkan Tuhan di dalam seluruh kegiatan tersebut.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU SAMPAI KITA BISA DINIKMATI ALLAH, BERARTI KITA JUGA BISA MENIKMATI ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 10 November 2024
2024-11-10 13:02:39
Yohanes 14-17

Truth Kids 09 November 2024 - KESABARAN SEORANG PEMENANG
2024-11-09 18:02:29
1 Korintus 13:4
”Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.”
Melukis sudah menjadi hobi Iren sejak usia 4 tahun. Hingga saat ini, ia sudah menghasilkan banyak lukisan yang indah. Minggu depan Iren akan mengikuti lomba lukisan. Sebelumnya, ia sudah berlatih setiap hari. Iren sangat siap mengikuti perlombaan itu.
Hari yang dinanti pun tiba. Semua peserta berkonsentrasi menyelesaikan lukisan mereka, termasuk Iren. Mereka berkarya sebagus mungkin.
Iren berusaha menyesuaikan kecepatan tangannya karena waktu sudah hampir habis. Iren menggerakkan kuasnya dengan penuh kelemahlembutan dan kesabaran. Tak lama kemudian, panitia meniup peluit tanda waktu melukis sudah selesai. Para juri menilai setiap lukisan dan memutuskan pemenangnya. Tidak membutuhkan waktu lama, para juri sudah memutuskan pemenangnya adalah Iren. Iren merasa pengorbanan dan perjuangannya tidak sia-sia.
Iren berjuang untuk menang dan berusaha mengendalikan diri dengan penuh kelemahlembutan menyelesaikan lombanya. Sebagai anak Allah, kita pun harus berusaha memiliki sifat lemah lembut dalam perkataan dan sikap. Yuk, Sobat Kids, kita berjuang!

Truth Junior 09 November 2024 - HATI YANG BERSIH
2024-11-09 18:00:25
1 Korintus 13:4
”Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.”
Kakak di Sekolah Minggu pasti pernah bercerita kalau kita harus mengampuni musuh kita, seperti Tuhan telah menerima kita yang berdosa dan mengampuni kita juga. Kata kunci mengampuni adalah mempunyai “kasih.” Firman hari ini berkata “kasih itu sabar,” itu artinya ketika kita bertemu dengan teman yang suka mengganggu, maka caranya menegurnya adalah dengan sabar.
Kedua, “kasih itu murah hati,” berarti waktu kita melihat teman sedang menyapu kelas, maka kita mau menolong mengambil pengki sampahnya. Ketiga, “kasih itu tidak cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong,” misalnya waktu teman kita sedang latihan bernyanyi atau menari untuk lomba, kita tidak mengejeknya karena merasa diri kita lebih baik.
Tuhan ingin kita memiliki kasih yang tulus dengan sesama. Namun, apakah hati kita sudah bersih? Bila ingin menolong teman atau orang tua, janganlah karena hanya ingin dipuji atau supaya dapat hadiah. Itu sama saja tidak murah hati. Bentuk kasih yang benar adalah “tanpa pamrih” atau tulus dan penuh perhatian dengan orang tua dan teman kita. Jaga hati kita tetap bersih, ya, Sobat Junior.

Truth Youth 09 November 2024 - CITA-CITAKU : SERUPA DENGAN-NYA
2024-11-09 17:56:49
”Sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus” (Efesus 4:13)
Dengan siapa kita sering bergaul, lama-kelamaan kebiasaan kita akan mirip dengan orang tersebut. Misalnya, kita dari kecil meneladani dan hidup bersama orang tua kita, pastilah semakin kita dewasa, akan ada nilai-nilai yang sama, kebiasaan, cara pandang hidup yang sama, karena kita terbiasa bergaul dengan orang tua kita. Bahkan sampai di titik, kita sudah memahami yang mana yang orang tua kita suka dan tidak. Dalam hal hubungan dengan Tuhan juga demikian.
Semakin sering kita bergaul intim dengan Tuhan, semakin dekat dan kita pun semakin memiliki cita rasa Tuhan, kita bisa seperasaan dan sepikiran dengan Tuhan. Kita akan semakin peka terhadap apa yang Tuhan senangi dan tidak.
Semakin hari kita mau bercita-cita untuk mencapai titik kedewasaan penuh di dalam Tuhan. Kita dulu kecil ingin cepat-cepat dewasa karena kita menganggap saat sudah dewasa banyak hal yang boleh dan bisa kita lakukan. Seharusnya kita pun demikian dalam hal kerohanian kita, kita harus berambisi untuk mencapai titik kedewasaan penuh hingga bisa mencerminkan dengan benar kepribadian yang seperti Kristus dalam lingkungan sekitar kita. Semakin hari kita pasti mau mengembangkan diri dan pribadi yang lebih baik lagi. Tapi kita sebagai anak Tuhan, gak hanya sekadar lebih baik, tapi juga harus mencerminkan kekudusan dan cara hidup Tuhan Yesus. Tentu bukan hal yang mudah dan bisa dilakukan dalam waktu singkat, tapi kalau sejak muda kita berani dan nekat untuk berkomitmen demikian, pasti kita akan bisa mencapai titik kedewasaan penuh dalam Kristus. Oleh karena itu, kita semakin hari mau semakin bergaul intim dengan Tuhan Yesus, supaya kita bisa semakin mengembangkan kepribadian kita dan semakin sepikiran dan seperasaan dengan Kristus.
WHAT TO DO:
Jangan ragu untuk memiliki ambisi untuk semakin intim lagi dengan Tuhan untuk mencapai titik kedewasaan penuh dalam Tuhan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yohanes 16-17

Renungan Pagi - 09 November 2024
2024-11-09 17:54:06
Orang-orang percaya yang sungguh-sungguh mempercayai Tuhan sebagai Pribadi yang patut dipercaya, tidak bimbang dan tidak ragu, apapun yang terjadi tetap beriman dan berpegang teguh pada janji Tuhan, maka dia tidak akan mungkin dipermalukan. "Karena Kitab Suci berkata: "Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan."
Selama tetap percaya kepada Tuhan, mengijinkan proses Tuhan membentuk pribadi kita seperti yang diinginkan-NYA, maka Tuhan akan mengangkat dan mempermuliakan kita. Tetaplah percaya dan tetap setia, maka Tuhan akan berlaku setia menggenapi janji-NYA.
(Roma 10:11)

Quote Of The Day - 09 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-11 19:06:13
Setiap hari kita meneliti diri kita, supaya makin hari kita makin bersih, makin berkenan di hadapan Tuhan dan makin menjadi orang besar di hadapan Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 09 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-09 17:45:02
Jangan kita menginvestasikan diri kepada orang yang salah atau gereja yang salah.

SPIRITUAL MATURITY - 09 November 2024 (English Version)
2024-11-09 17:42:57
If we believe that God is alive, why don’t we strive to know Him through His word, delivered by true servants of God who open our minds and understanding to the truth? These are the people who open our eyes, enabling us to understand and experience God’s glory. Let’s not invest ourselves in the wrong people or the wrong church. If a woman marries the wrong man, she is investing herself in the wrong person. For women, don’t invest your life in the wrong man, and the same goes for men. Similarly, when it comes to church, don’t invest yourself in the wrong church or the wrong pastor.
Starting today, value God properly. Often, God grants someone the grace to value Him by giving him a problem that cannot be solved by his own strength, which urges and forces him to seek God, pray, and approach God. And when he approaches God, he finds His true worth. God can help us through that problem, but if we stop seeking Him after receiving help, it means we value our problems more than we value God. When God stimulates us to meet Him and appreciate Him through life’s problems, anchor ourselves in God and say, “Lord, now I no longer worry about my problems. Whether my problems are resolved or not, what matters is that I have You.”
The church should not only direct the congregation to deal with God for the sake of the temporal problems of this world, but should guide them to engage with God to position themselves correctly before Him and treat God properly in their lives. And there is no other way to treat God properly in our lives unless we achieve spiritual maturity. For if we are not spiritually mature, we cannot honor God as He deserves. Just as immature children fail to honor their parents properly, we cannot properly honor, respect, and value God if we lack spiritual maturity. Spiritual maturity comes when our character is truly transformed, and the standard of this character transformation is Jesus, for Jesus is the model of a perfect human being who honors God.
We still have a long way to go in life. We must seek God earnestly, must grow seriously. And that is our eternal treasure, our everlasting wealth. Spiritual maturity is what enables us to place ourselves rightly and appropriately before God. So, grow into maturity. Do not remain stagnant. Satan will keep us busy with many things and not thinking about whether or not we are growing spiritually. If we are not spiritually mature, then we cannot respect God properly. If we do not respect God properly, then we are not worthy to live in the presence of God. So actually being able to honor God is not in an instant, not in a moment we say, "I honor You, Lord" but through spiritual growth, where someone can treat God correctly in their life.
If the highest score is 100, and Jesus achieved the highest score in honoring God, where do we stand today? It depends on our spiritual maturity. The more spiritually mature we are, the more we honor God properly. For when a person is spiritually mature, then he can kill, deny, and put to death the desires of his flesh. When someone is spiritually mature, then he has no worldly happiness, but only God as his happiness. He can fulfill what the Bible says: "Taste the Lord." So if God is alive, we should have a supernatural experience. Even shamans can commune with demons, devils, or entities who serve them. Of course we can also supernaturally enjoy our supernatural God. But many of us are in the realm of the flesh, far from the supernatural atmosphere.
We can enter this dimension, but it cannot be easily reached. It must be someone who is truly attached to God, can hear God's voice, can mingle with God, be intimate with God. When the psalmist says, “As the deer pants for flowing streams, so my soul pants for You,” it was something that was felt, not a fantasy. Learn to ignite emotions and feelings to love God. God surely notice our faithfulness. God knows how earnestly we seek Him. We will not be put to shame. God makes surprises so that we seek Him, not to afflict, or to hurt us. God helps us so that we can love and appreciate God properly.
SPIRITUAL MATURITY IS WHAT ENABLES US TO PLACE OURSELVES RIGHTLY AND APPROPRIATELY BEFORE GOD.

KEDEWASAAN ROHANI - 09 November 2024
2024-11-09 17:41:12
Kalau kita percaya Allah itu hidup, mengapa kita tidak berusaha untuk mengenal Dia lewat firman yang kita dengar dari hamba Tuhan yang benar, yang membuka pikiran dan pengertian kita terhadap kebenaran? Yang membuat mata kita tercelik, bisa mengerti dan merasakan kemuliaan Allah. Jangan kita menginvestasikan diri kepada orang yang salah atau gereja yang salah. Kalau seorang wanita menikah dengan pria yang salah, dia investasikan dirinya kepada pria yang salah itu. Bagi wanita, jangan investasikan hidupmu untuk pria yang salah, atau sebaliknya. Untuk konteks gereja, jangan investasikan dirimu kepada gereja yang salah atau pendeta yang salah.
Mulai hari ini, hargailah Tuhan secara patut. Sering kali Tuhan memberi anugerah kepada seseorang untuk menghargai Dia dengan cara memberi persoalan yang tak terselesaikan dengan kekuatannya sendiri, yang mendesak dan memaksa orang itu mencari Tuhan, berdoa, dan menghampiri Tuhan. Dan ketika dia menghampiri Tuhan, dia menemukan keberhargaan Allah itu. Allah bisa menolong kita dalam masalah tersebut, tapi jangan setelah ditolong lalu kita tidak mencari Tuhan lagi. Itu berarti masalah kita lebih berharga daripada Tuhan. Ketika Tuhan menstimulasi kita untuk bertemu dengan Dia dan menghargai Dia lewat persoalan hidup, berlabuhlah pada Tuhan dan berkata, “Tuhan, sekarang aku sudah tidak lagi mempersoalkan masalahku. Masalahku selesai atau tidak, yang penting aku mendapatkan Engkau.”
Gereja tidak boleh hanya mengarahkan jemaat untuk berurusan dengan Tuhan demi masalah-masalah fana dunia ini, tetapi harus mengajak jemaat berurusan dengan Allah dalam rangka bisa menempatkan diri secara benar di hadapan Allah dan menempatkan Allah secara patut di dalam hidupnya. Dan tidak ada cara lain untuk menempatkan Allah secara patut dalam hidup kecuali kita menjadi dewasa rohani. Sebab kalau kita tidak dewasa rohani, maka kita tidak bisa menempatkan Tuhan secara patut. Seperti anak-anak yang belum dewasa, dia tidak menempatkan orang tuanya secara patut. Jadi bagaimana kita bisa menempatkan Allah secara patut dan menghormati, menghargai Dia secara pantas? Kalau kita dewasa rohani; kalau karakter kita benar-benar diubah. Dan standar perubahan karakter adalah Yesus, karena Yesuslah model manusia sempurna yang menghormati Allah.
Masih panjang perjalanan hidup kita. Kita harus mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, harus bertumbuh dengan sungguh-sungguh. Dan itu adalah harta kekal, harta abadi kita. Kedewasaan rohanilah yang bisa menempatkan diri kita secara patut dan benar di hadapan Allah. Jadi, bertumbuhlah dewasa. Jangan tidak bertumbuh. Setan akan membuat kita sibuk dengan banyak hal dan tidak memikirkan kita bertumbuh dewasa atau tidak. Kalau kita tidak dewasa rohani, maka kita tidak bisa menghargai Allah secara patut. Kalau kita tidak menghargai Allah secara patut, maka kita tidak layak hidup di hadirat Tuhan. Jadi sebenarnya bisa menghormati Allah itu tidak dalam sekejap, tidak dalam sesaat kita berkata, “Aku menghormati Engkau, Tuhan” tetapi lewat pertumbuhan rohani, di mana seseorang bisa menempatkan Allah secara benar.
Kalau nilai tertinggi 100, dan Yesus mencapai nilai tertinggi untuk menghormati Allah, berapa nilai kita hari ini? Itu tergantung kedewasaan rohani kita. Semakin kita dewasa rohani, semakin kita menghormati Allah secara benar. Sebab ketika seseorang dewasa rohani, maka dia bisa mematikan, menyangkal, membunuh keinginan-keinginan dagingnya. Ketika seseorang dewasa rohani, maka dia tidak punya kebahagiaan dunia, tapi hanya Tuhan sebagai kebahagiaannya. Dia bisa memenuhi yang Alkitab katakan: “Kecaplah Tuhan.” Maka kalau Allah itu hidup, mestinya kita memiliki pengalaman adikodrati; pengalaman supranatural. Dukun saja bisa bercengkerama dengan setan, Iblis, genderuwo, atau yang melayani dia. Tentu kita juga bisa secara supranatural menikmati Allah yang supranatural itu. Tapi banyak di antara kita yang ada di kawasan kedagingan, jauh dari suasana supranatural itu.
Kita bisa ada di dalam dimensi itu, namun tidak bisa dengan mudah dicapai. Itu harus orang yang sungguh-sungguh melekat dengan Tuhan, bisa mendengar suara Tuhan, bisa bercengkerama dengan Tuhan, bermesraan dengan Tuhan. Kalau pemazmur bisa berkata, “Seperti rusa merindukan sungai yang berair, demikian jiwaku merindukan Engkau,” sesuatu yang dirasa, bukan fantasi. Belajarlah membakar emosi dan perasaan untuk mengasihi Tuhan. Tuhan pasti memperhatikan kesetiaan kita. Tuhan tahu betapa kita mencari Dia. Kita tidak akan dipermalukan. Tuhan membuat kejutan supaya kita mencari Dia, bukan untuk menyengsarakan, menyakiti. Tuhan menolong kita untuk kita dapat mengasihi dan menghargai Tuhan dengan benar.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KEDEWASAAN ROHANILAH YANG BISA MENEMPATKAN DIRI KITA SECARA PATUT DAN BENAR DI HADAPAN ALLAH.

Bacaan Alkitab Setahun - 09 November 2024
2024-11-09 17:38:15
Lukas 22
Yohanes 13

Truth Kids 08 November 2024 - ANAK-ANAK ALLAH
2024-11-08 18:56:29
Matius 5:9
”Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.”
Malam itu Doni sedang bermain bersama ibu di kamar. Ibu memiliki 2 kertas yang ditutup oleh tangannya. Doni diminta memilih tangan kiri atau kanan. "Ayo, Doni, kamu pilih yang mana; tangan kiri atau kanan?" tanya ibu. Doni memilih tangan kanan, dan saat dibuka, kertasnya bertuliskan "pembawa damai." "Apa arti pembawa damai itu, Bu?" tanya Doni. Ibu berkata, "Pembawa damai adalah seseorang yang menciptakan kedamaian. Orang yang tidak suka bertengkar."
Lalu Doni ingin melihat tulisan di sebelah kiri dan berkata, "Ibu, coba buka tangan kiri Ibu." Tulisannya "pembawa celaka." "Pembawa celaka artinya apa, Bu?" tanya Doni. "Pembawa celaka artinya seseorang yang membuat masalah terus, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain," jelas ibu. "Jika begitu, aku mau pilih pembawa damai, Bu. Itu pasti anak Bapa yang membuat Bapa senang," ucap Doni dengan yakin. "Benar, Nak. Di dalam Matius 5:9 tertulis: berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah," ujar ibu sambil mengelus kepala Doni.
Sobat Kids, seperti cerita Doni di atas, manakah yang kita pilih? Pembawa damai atau pembawa celaka? Pembawa damai membuat hari-hari Sobat Kids menjadi penuh kasih, kebaikan, dan disenangi banyak orang. Ayo, kita membawa damai di rumah, di sekolah, di tempat les, dan di mana pun kita berada, sehingga kita disebut anak-anak Allah

Truth Junior 08 November 2024 - PEMBAWA DAMAI
2024-11-08 18:54:20
Matius 5:9
”Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.”
Sobat Junior, bagaimana perasaan kalian jika kalian diangkat menjadi anak oleh salah satu konglomerat (orang yang kaya raya) di Indonesia atau bahkan di dunia? Wah… pasti rasanya senang sekali, bukan? Tidak bisa orang asing mengaku sebagai anaknya Elon Musk, salah satu konglomerat yang memiliki perusahaan Tesla. Kita pun tidak bisa meminta orang untuk menyebut kita sebagai anak-anaknya Elon Musk. Siapalah kita?
Namun, ada satu syarat supaya kita dapat disebut sebagai anak-anak Pemilik dunia ini. Apa syaratnya? Syaratnya adalah membawa damai. Dengan membawa damai, kita dapat disebut sebagai anak-anak dari Pencipta dunia ini, lebih hebat dari konglomerat manapun.
Apakah mudah menjadi pembawa damai? Hhmm… mudah-mudah sulit. Tergantung keadaan rasanya, ya… Kalau sekitar kita tenang-tenang saja dan tidak ada yang mengganggu kita, tentu mudah untuk membawa damai. Namun, kalau kita berada di tengah-tengah lingkungan yang sering marah, bicaranya teriak-teriak, sering berlaku kasar, tentu akan sulit untuk membawa damai ke lingkungan tersebut. Tetapi justru itulah kita harus berjuang, Sobat Junior. Kita harus dapat membawa damai dalam kondisi apa pun. Ini berarti kita harus menguasai diri kita terlebih dahulu, baru kita bisa membawa damai untuk orang lain. Yuk, kita jaga diri kita tetap lemah lembut.

Truth Youth 08 November 2024 - RETURN TO THE RIGHT PATH
2024-11-08 18:51:18
"If we confess our sins, He is faithful and just to forgive us our sins and to cleanse us from all unrighteousness." (1 John 1:9)
Have you ever used Google Maps, taken a wrong turn, and then had to find an alternative route or even turn back to get on the right path? Ultimately, you end up arriving late at your destination. The directions on Google Maps were correct, but sometimes we miss the turn or feel uncertain about which way to go. This is similar to our journey with God. We humans are not immune to sin, but those of us who have received salvation and recognize the voice of truth can choose not to sin.
God has provided us with a “manual,” the Bible, much like Google Maps provides directions. However, we often ignore it. Even though we may read the Bible daily and know its stories by heart, in practice, we often fail to follow it, understanding it only on a surface level. As a result, we still tend to take wrong turns and fall into sin. How often do we know better yet still choose to sin, repent, and then sin again, creating a vicious cycle?
As noted in 1 John 1:9, if we confess our sins, He will forgive and cleanse us. We must genuinely confess our sins before God, take responsibility for their consequences, and, most importantly, commit not to repeat them. It’s not about sinning again and again and then simply repenting. Instead, we must make a firm commitment to break the cycle and stop repeating the same sins. In doing so, our lives become increasingly holy, and we can create an environment of worship through our righteous living.
WHAT TO DO:
Learn to commit to not repeating the same sins.
BIBLE MARATHON:
▪︎ John 13-15

Truth Youth 08 November 2024 - KEMBALI KE JALAN YANG BENAR
2024-11-08 18:49:10
”Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” (1 Yohanes 1:9)
Pernah gak kita saat buka google maps, lalu salah jalan, seharusnya kita belok di gang pertama, tapi kita salah belok, lalu kita akan mencari jalan alternatif atau bahkan harus putar balik lagi untuk menemukan jalan yang benar yang kita tuju, dan pada akhirnya kita akan telat sampai ke tujuan. Padahal arahan di google maps sudah benar, hanya saja kita kadang terlewat, atau kita ragu memilih jalan yang mana. Sama halnya seperti kita dengan Tuhan. Kita manusia memang tidak bisa luput dari namanya dosa, tetapi kita yang sudah menerima keselamatan dan mengenal suara kebenaran, kita akan bisa memilih untuk tidak melakukan dosa.
Tuhan sudah menuliskan manual book yaitu Alkitab, seperti google maps yang memberikan arahan tujuan. Namun sering kali, kita mengabaikan, walaupun kita membaca Alkitab setiap hari, mungkin bahkan sudah hafal kisah-kisah Alkitab, tapi dalam praktiknya, sering kali kita gak melakukannya, kita memahami Alkitab sebatas di nalar kita saja. Sehingga, masih sering kita berbelok ke arah yang salah dan jatuh ke dalam dosa. Seberapa sering kita sudah tahu, tapi kita tetap melakukan dosa, lalu bertobat tetapi berbuat dosa lagi, dan begitu terus seperti lingkaran setan. Seperti yang dicatat dalam 1 Yohanes 1:9, jika kita mengaku dosa, Ia akan mengampuni dan menyucikan kita. Kita harus mengaku dosa di hadapan Tuhan dengan sungguh-sungguh, bertanggung jawab atas konsekuensi dosa, dan yang paling penting adalah tidak mengulanginya lagi. Bukan dengan mudahnya berbuat salah lagi, lalu bertobat, lalu begitu terus. Tapi kita harus berkomitmen dan tegas untuk tidak mengulangi dosa yang sama. Sehingga kehidupan kita semakin kudus, dan kita pun bisa menciptakan lingkungan ibadah melalui cara hidup kita yang benar.
WHAT TO DO:
Belajar untuk komitmen tidak mengulangi dosa yang sama.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yohanes 13-15

Renungan Pagi - 08 November 2024
2024-11-08 18:46:06
Belajarlah untuk melewati hari-hari hidup dengan hati penuh ucapan syukur setiap waktu, sekalipun keadaan tidak baik-baik saja, tetapi selalu ada hal baik yang harus kita syukuri setiap hari. Jikalau hari ini ada kekuatiran, kekecewaan, kegelisahan dan ketakutan dalam hatimu, ingatlah bahwa Tuhan Yesus selalu setia menyertaimu, DIA tidak akan pernah terlelap, DIA menjagamu.
"Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi. Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. TUHANlah Penjagamu, TUHANlah naunganmu di sebelah tangan kananmu."
(Mazmur 121:2-5)

Quote Of The Day - 08 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-08 18:44:54
Hidup ini menjadi asyik ketika kita bisa lewat dari kesalahan-kesalahan dan tidak melakukannya lagi.

Mutiara Suara Kebenaran - 08 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-08 18:43:27
Pengalaman, kejadian demi kejadian, akan membuka mata pengertian kita untuk menemukan betapa berharganya Tuhan.

HOW MUCH DO WE VALUE GOD? - 08 November 2024 (English Version)
2024-11-08 18:40:29
Most believers acknowledge and are convinced that God exists. If we believe and recognize God’s existence, how much do we truly value Him? How precious is God in our eyes? And what is our response and attitude toward this reality of God’s existence? Certainly, for every person and even for objects around us, we assign value. While this value may not be measurable in monetary terms, our estimation of someone or something is shown through our attitudes. Consider a mother who wakes up at 3 a.m. to peel bananas and fry them to sell at the market. She values her children; she holds their education in high regard and works to make it possible. A person who loses a valued possession can become stressed and unhappy.
So, let us reflect on the value we place on God. Although it can’t be represented by a number, our attitude clearly reflects how much we value God in our lives. Scripture says, “What good will it be for someone to gain the whole world, yet forfeit their soul?” This means the soul is worth more than all the world’s wealth combined. If the soul is valued that highly, then surely God is of even greater worth than all the riches in the entire world, indeed the entire universe. It should be that if someone feels that they have God and have fellowship with God, they feel that they have more wealth than anything else. And of course, they are willing to do anything for God.
When the Bible says in Matthew 22:37-40, “Love the Lord your God with all your heart, with all your soul, with all your mind, and all your strength,” it essentially means, “Give Him more worth than anything you love, more than anyone and anything else. Value Him above all.” And when the Bible says, “You must worship the Lord your God, and serve Him only,” it is really instructing us to hold Him in the highest regard, above all else. In the context of Luke 4:5-8, Jesus was taken by the devil to a high place and shown the wealth and glory of the world. The devil then said, “If You worship me, I will give You all this.” Jesus faced a choice between the splendor of the world and God. Whom or what would Jesus choose? Jesus quoted Scripture, “It is written, ‘You must worship the Lord your God.’”
In the Garden of Gethsemane, Jesus faced a choice between His own will-which was undoubtedly precious to Him, as humans typically regard their own desires as primary, most important, and most valuable-and the will of the Father. Jesus once said, “If it is possible, let this cup pass from Me.” But at the end of the prayer, three times with the same words, Jesus always conquered the struggle by saying, "Let Your will be done." He valued the Father's will more than His personal will. Jesus passed the test. This is what is called humbling oneself before God. Humbling ourselves before God is not enough for us to sing, "I come to humble myself." Saying the sentence, "I come to humble myself before You" is easy to do, but to humble oneself with the attitude when someone denies one's own desires and obeys God's will, that is true self-humility.
We are tested when our emotions are about to explode, when we are offended and pushed aside. At that time we must choose our own will or God's will. Do we honor God more or honor ourselves? It turns out that it is not easy to give God a high value. First, we must know the truth of the Bible from God's servants who truly convey God's voice and messages from heaven. Second, we must face God personally, so that we can feel the greatness, the glory of God in a direct encounter with God. Third, through experience. Experience, through one incident after another, will open the eyes of our understanding to see how precious God is.
It's ironic, perhaps few of us have genuinely valued God as He deserves. If God were easily offended, all of us would have ended a long time ago. But God, with His patience and humility, still gives us opportunities to upgrade ourselves, to change, so that we appreciate Him properly. Only if at the end of life, we do not honor God, will we be thrown into eternal fire. Because God does not want people to respect Him suddenly. Once you die, you see the glory of God, you suddenly respect God. Only people who honor God willingly on earth are allowed to enter God's presence.
EXPERIENCE, THROUGH ONE INCIDENT AFTER ANOTHER, WILL OPEN THE EYES OF OUR UNDERSTANDING TO SEE HOW PRECIOUS GOD IS.

SEBERAPA KITA MENGHARGAI TUHAN - 08 November 2024
2024-11-08 18:38:36
Paling tidak, sebagian besar orang percaya yakin dan mengakui bahwa Allah itu ada. Kalau kita percaya dan mengakui Allah itu ada, seberapa kita menghargai Allah? Seberapa harga Allah di mata kita? Dan apa respons dan sikap kita terhadap kenyataan mengenai keberadaan Allah tersebut? Tentu kepada setiap orang, juga kepada benda di sekitar kita, kita memberi harga. Walaupun tidak bisa digambarkan dengan nominal, tetapi penilaian kita terhadap sesuatu atau seseorang itu akan ditunjukkan dalam sikap. Perhatikan bagaimana seorang ibu yang bangun pukul 3 pagi mengupas pisang, lalu menggorengnya untuk dia jual di pasar. Dia menghargai, dia memberi nilai tinggi terhadap anak supaya anak bisa sekolah. Seseorang yang kehilangan barang yang dinilai berharga, bisa menjadi stres, tidak bahagia.
Mari kita memperkarakan, berapa harga yang kita berikan untuk Tuhan. Memang tidak bisa dilihat dengan nominal angka, tapi sikap kita jelas-jelas menunjukkan seberapa kita menghargai Tuhan di dalam hidup kita. Firman Tuhan mengatakan, “Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, kalau jiwanya binasa?” Jadi, jiwa itu lebih berharga dari seluruh harta di dunia ini jika dikumpulkan. Kalau harga jiwa sampai sedemikian, tentu Allah lebih tinggi dari nilai harta seluruh dunia bahkan seluruh jagat raya. Mestinya kalau seseorang merasa memiliki Tuhan dan memiliki persekutuan dengan Tuhan, ia merasa memiliki kekayaan lebih dari apa pun. Dan pastinya, ia rela berbuat apa pun demi Tuhan.
Kalau firman Tuhan mengatakan di Injil Matius 22:37-40, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati, segenap jiwa, segenap akal budi dan kekuatan,” itu sebenarnya sama artinya “beri Dia nilai lebih dari apa pun yang kau kasihi, kau cintai. Kasihilah Dia lebih dari siapa pun dan apa pun. Beri Dia harga lebih dari siapa pun dan apa pun.” Dan ketika Alkitab berkata, “Kamu harus menyembah Tuhan Allahmu, dan hanya kepada Dia saja kamu berbakti,” sebenarnya maksud pernyataan itu adalah berilah nilai tinggi kepada-Nya lebih dari segala sesuatu. Konteksnya di Lukas 4:5-8, Tuhan Yesus dibawa oleh Iblis ke atas tempat yang tinggi, dan kepada Yesus ditunjukkan kekayaan dunia, kemuliaan dunia. Dan Iblis berkata, “Kalau Kamu menyembah aku, aku berikan dunia ini kepada-Mu.” Yesus diperhadapkan antara keindahan dunia dengan Allah. Siapa yang Dia pilih atau apa yang Yesus pilih? Yesus mengutip ayat Alkitab, “Sudah tertulis, kamu harus menyembah Tuhan Allahmu.”
Ketika di taman Getsemani, Yesus diperhadapkan pada kehendak-Nya sendiri yang tentu itu berharga—sebab manusia pada umumnya menilai dirinya dan kehendaknya sebagai yang paling utama, paling penting, paling berharga—dan kehendak Bapa. Sempat Yesus berkata, “Jikalau boleh cawan ini lalu daripada-Ku.” Tetapi di akhir doa, tiga kali dengan perkataan yang sama, Yesus selalu menaklukkan pergumulan itu dengan mengatakan, “Biarlah kehendak-Mu yang jadi.” Dia lebih menghargai kehendak Bapa daripada kehendak diri Pribadi-Nya. Yesus lulus. Ini yang namanya merendahkan diri di hadapan Allah. Merendahkan diri di hadapan Allah tidak cukup kita menyanyi, “Ku datang rendahkan diri.” Mengucapkan kalimat, “Aku datang merendahkan diri di hadapan-Mu” mudah dilakukan, tetapi merendahkan diri dengan sikap ketika seseorang menyangkal keinginannya sendiri dan menuruti kehendak Allah, itu perendahan diri yang benar.
Kita teruji pada waktu emosi kita mau meledak, ketika kita tersinggung dan merasa tersingkirkan. Pada waktu itulah kita harus memilih kehendak kita sendiri atau kehendak Allah. Kita lebih menghormati Tuhan atau menghormati diri kita sendiri? Ternyata tidak mudah untuk memberi nilai tinggi Allah. _
Pertama, kita harus mengenal kebenaran Alkitab dari hamba Tuhan yang benar-benar menyampaikan suara Allah dan pesan dari surga. Yang kedua, kita harus berhadapan dengan Tuhan secara pribadi, supaya kita bisa merasakan keagungan, kemuliaan Allah dalam perjumpaan langsung dengan Tuhan. Yang ketiga, melalui pengalaman. Pengalaman, kejadian demi kejadian, akan membuka mata pengertian kita untuk menemukan betapa berharganya Tuhan.
Ironis, jangan-jangan sedikit di antara kita yang sudah menghargai Tuhan secara patut. Kalau Tuhan gampang tersinggung, semua kita sudah berakhir sejak dulu. Tetapi Tuhan dengan kesabaran dan kerendahan hati-Nya masih memberi kita peluang untuk meng-upgrade diri, untuk berubah, supaya kita menghargai Dia dengan patut. Hanya kalau sampai pada akhir hidup, kita tidak menghormati Tuhan, maka kita akan dibuang ke dalam api kekal. Sebab Tuhan tidak menghendaki orang menghormati Dia mendadak. Begitu mati, melihat kemuliaan Allah, baru mendadak menghormati Allah. Hanya orang yang menghormati Allah sejak di bumi dengan kerelaan yang diperkenan masuk di hadirat Allah.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
PENGALAMAN, KEJADIAN DEMI KEJADIAN, AKAN MEMBUKA MATA PENGERTIAN KITA UNTUK MENEMUKAN BETAPA BERHARGANYA TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 08 November 2024
2024-11-08 18:33:53
Matius 26
Markus 14

Truth Youth 07 November 2024 - TENANG
2024-11-07 21:20:52
”Yang hatinya teguh Kaujagai dengan damai sejahtera, sebab kepada-Mulah ia percaya.” (Yesaya 26:3)
Setiap manusia memiliki perjalanan hidup masing-masing yang unik bersama Tuhan. Perjalanan yang harus ditempuh pun berbeda satu sama lain, hampir semua tidak ada yang mengetahui ujung perjalanan hidupnya, kecuali Tuhan itu sendiri. Setiap kisah yang akan dialami dan dihadapi akan memberikan pelajaran berharga yang berguna untuk manusia itu sendiri. Tergantung bagaimana orang tersebut mereponi perjalanan hidup ini.
Perjalanan bersama Tuhan tidaklah selalu membahagiakan bagi jiwa kita, mengapa demikian? Hal ini karena jiwa kita sudah terkontaminasi dengan segala macam racun yang dunia berikan. Racun seperti kepahitan, kesombongan diri, keinginan daging, keinginan mata, dan segala bentuk kewajaran di mata dunia. Tanpa disadari semua ini sudah tercampur merata di dalam pikiran dan hati setiap orang, tak terkecuali orang percaya.
Semua bentuk ketidaktepatan di pandangan Allah inilah yang menjadi bentuk rintangan-rintangan dalam perjalanan hidup orang percaya. Tidak bisa dipungkiri rintangan ini tidaklah mudah, bahkan bagi sebagian orang rintangan ini seperti badai yang menghantam kapal kehidupannya atau seperti hujan lebat yang melanda wilayah kehidupannya. Tidak sedikit orang yang jika mengandalkan kekuatannya sendiri akan berakhir pada keputusasaan dan lebih ekstremnya memilih meninggalkan kepercayaan kepada Tuhan.
Itu sebabnya penting diketahui bersama yaitu kita sebagai orang percaya meyakini semua yang kita alami dan hadapi adalah bagian dari kedaulatan Tuhan. Tuhan turut bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan, hanya kepada mereka yang mengasihi-Nya, mengapa demikian? Karena hanya orang-orang yang mengasihi-Nya yang akan mampu melihat setiap badai yang datang dalam kehidupannya merupakan sarana pendewasaan dari Tuhan. Namun, akan jadi sebaliknya jika dilihat dari orang yang tidak mengasihi Dia.
Berkeadaan tenang menjadi solusi yang harus dilakukan orang percaya saat berjuang melewati segala bentuk persoalan yang ada. Tenang bukan karena yakin akan kemampuan diri sendiri, melainkan karena tahu ada Tuhan yang berjalan dan menuntun langkah kita untuk berani menjalaninya. Oleh sebab itu refleksi diri dengan melihat Tuhan yang selalu ada di segala musim kehidupan kita, akan membuat jiwa serta langkah yang kita tempuh penuh dengan harapan dan kepastian.
WHAT TO DO:
1.Sediakan waktu minimal 30 menit untuk bertemu dengan Tuhan dalam doa
2.Memikirkan apa yang masih harus diperbaiki dalam hidup serta minta tuntunan Roh Kudus dalam mengambil segala keputusan.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yohanes 11-12

Renungan Pagi - 07 November 2024
2024-11-07 07:26:32
Keselamatan itu adalah anugerah, kekuatan untuk hidup dalam keselamatan adalah hasil perjuangan. Itu sebabnya Tuhan ingin kita berjuang dalam hidup, dengan senantiasa bergantung pada kekuatan Tuhan. Ketahuilah bahwa jika Tuhan izinkan badai terjadi dalam hidup, maka semua itu untuk melatih otot-otot iman, agar bertambah teguh dan kuat dalam Tuhan. Karena kita memiliki pengharapan yang kekal dan mulia didalam Tuhan, sehingga apapun yang kita hadapi didunia ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan kita terima nanti dalam kekekalan.
"Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai dengan kekuatan kuasa-Nya." Dengan berpegang pada pengharapan ini, maka hidup kita tidak akan mudah terpengaruh, tidak mudah digoncangkan, melainkan tetap berpegang teguh pada panggilan hidup sebagai anak-anak Allah.
(Efesus 1:18-19)

Quote Of The Day - 07 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-07 07:24:23
Jangan meminta banyak jika kita belum rela melepas banyak.

Mutiara Suara Kebenaran - 07 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-07 07:23:14
Banyak orang tidak siap menghadapi keadaan terburuk, padahal keadaan terburuk bisa dialami kapan saja. Namun yang paling mengerikan adalah kematian bagi orang yang tidak bersiap-siap menghadap takhta pengadilan Allah.

DO NOT MOCK GOD - 07 November 2024 (English Version)
2024-11-07 07:21:09
A critical question for us, one that we must genuinely consider: are we truly convinced that the Bible is not a mere tale? Are we confident that the Bible is empirical fact? And the God presented there, the central Figure in the Bible, is a living God, one who has never died, a real God who created the heavens and the earth, who maintains His faithfulness forever? If this is true and we truly believe it, we should experience it firsthand. We should not merely interpret events in our lives as the hand and help of God but actually experience them in a way that becomes real and visible to those around us.
In Hebrews 11:6, the Word of God says, “Without faith, it is impossible to please God, because anyone who comes to Him must believe that He exists and that He rewards those who earnestly seek Him.” "God gives rewards," meaning that our pursuit of God is never in vain. It's not for the reward that we seek God, but if we genuinely seek Him, we will undoubtedly receive something of great value-something reserved only for those who truly seek Him. So, don’t be half-hearted, do not gamble or speculate. With God, we must have complete faith.
There is no fear in facing this life if we are completely for God. The same God written in the Bible, that is the God we worship. The God of the Bible must be real in our lives today. Real not only in miracles of healing-because Satan can do that too-but real in our noble behavior. However, many people are not or are not yet ready to face reality. Our lives are already full of realities that we never wanted to happen, or that we never expected at all. Have we ever imagined ourselves as passengers on the Titanic? In the midst of the joy, on a luxury cruise ship, it turned out that the hull was leaking. Even though the ship was declared and believed to be unsinkable, there were no lifeboats or life jackets provided for adequate rescue.
According to records, out of 2,220 passengers, 1,513 died of drowning and freezing in the heavy snow, and on the luxurious cruise ship were three American millionaires: John Jacob Astor, Benjamin Guggenheim and Isidor Straus. Titanic, a very luxurious British cruise ship, with a gross weight of 46,000 tons, but on April 14, 1912, the ship sank. This world is like the Titanic which has a leaky hull. Many things will happen on this earth. If we lived in the Ukraine or the Gaza Strip, we would never have thought about the terrible war and the chaos caused by the war. But this is the world, anything can happen. This is a general situation in a large capacity. There are situations in a personal capacity: a sudden layoff, company downsizing, a police summons due to alleged involvement in a crime or violation of law, a sudden illness, or the loss of a loved one. Many things can happen.
Many people are not prepared to face the worst, even though the worst can happen at any time. But the most terrible thing is death for those who are not prepared to face the judgment seat of God. Don't be arrogant! Don't be like the man who built the Titanic who made a statement that the Titanic would not sink. Don't play around with God! Prepare yourself for the worst situation. We humble ourselves at the feet of God and always pray, "Protect me, Lord. I surrender my life in Your hands, Lord. I cannot and do not dare to walk alone."
We must realize how valuable the opportunity is to humble ourselves before God as the only preparation to face the worst situation so that facing an uncertain tomorrow, which is foggy, we believe that Almighty God is with us. We know who is holding our hand. Keep faithfully seeking God, do not play around, do not fight God. Let us live holy, live blameless, spotless, leave all sinful habits and things that displease God. Do not mock God, for what a person sows, they will also reap.
DO NOT MOCK GOD, FOR WHAT A PERSON SOWS, THEY WILL ALSO REAP.

JANGAN MEMPERMAINKAN TUHAN - 07 November 2024
2024-11-07 06:58:10
Pertanyaan penting bagi kita, yang harus benar-benar kita perkarakan: apakah kita sungguh-sungguh yakin bahwa Alkitab itu bukan dongeng? Apakah kita yakin bahwa Alkitab itu fakta empiris? Dan Allah yang dikemukakan, yang menjadi Tokoh utama di dalam Alkitab adalah Allah yang hidup, yang tidak pernah mati, Allah yang nyata, yang menciptakan langit dan bumi, yang memelihara kesetiaan-Nya sampai selama-lamanya? Jika itu benar dan kita yakini, mestinya kita mengalaminya. Kita bukan hanya memakainya atau mengartikan suatu kejadian dalam hidup kita sebagai perbuatan tangan Tuhan dan pertolongan Tuhan, melainkan benar-benar kita mengalaminya dan pengalaman itu bisa benar-benar nyata dilihat orang di sekitar kita.
Di dalam kitab Ibrani 11:6 firman Tuhan mengatakan, “Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah, sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada dan bahwa Allah memberikan upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.” “Allah memberi upah,” artinya tidak akan sia-sia apa yang kita lakukan dalam mencari Allah. Bukan karena upah itu sebenarnya kita mencari Allah. Tetapi kalau kita sungguh-sungguh mencari Allah, kita pasti memperoleh sesuatu yang sangat bernilai, yang hanya untuk orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. Jadi jangan setengah-setengah, jangan gambling atau spekulatif. Kepada Tuhan kita harus yakin sepenuhnya.
Tidak ada takutnya dalam menghadapi hidup ini kalau kita sepenuhnya bagi Allah. Allah yang sama yang ditulis di Alkitab, itulah Allah yang kita sembah. Allah yang ada di Alkitab harus nyata dalam hidup kita hari ini. Nyata bukan hanya pada mukjizat kesembuhan—karena itu setan bisa buat juga—melainkan nyata dalam kelakuan kita yang agung. Namun, banyak orang yang sebenarnya tidak atau belum siap menghadapi realitas. Hidup kita ini sudah penuh dengan realitas yang tidak pernah kita ingini terjadi, atau yang tidak kita duga sama sekali. Pernahkah kita membayangkan ketika kita menjadi salah satu penumpang kapal Titanic? Di tengah-tengah suasana kegembiraan, ada di kapal pesiar yang mewah, ternyata lambungnya bocor. Padahal kapal itu dinyatakan dan diyakini tidak akan bisa tenggelam, sehingga tidak disediakan pelampung penyelamat atau pelampung untuk penyelamatan secara cukup.
Menurut catatan, dari 2.220 penumpang terdapat 1.513 yang mati tenggelam dan kedinginan di udara bersalju hebat, dan di dalam kapal pesiar yang mewah itu ada tiga orang miliuner Amerika: John Jacob Astor, Benjamin Guggenheim dan Isidor Straus. Titanic, kapal pesiar Inggris yang sangat mewah, dengan bobot kotor 46.000 ton, namun pada 14 April 1912, kapal itu tenggelam. Dunia ini seperti kapal Titanic yang sudah bocor lambungnya. Banyak hal yang akan terjadi di bumi ini. Kalau seandainya kita hidup di daerah Ukraina atau di Jalur Gaza, pasti tidak pernah berpikir dahsyatnya perang dan porak-porandanya keadaan karena perang. Tetapi inilah dunia, segala sesuatu bisa terjadi. Ini adalah keadaan secara umum dalam kapasitas besar. Ada keadaan-keadaan yang dalam kapasitas pribadi: tiba-tiba perusahaan memberikan surat pemecatan, pengurangan pegawai, pemberhentian, tiba-tiba dipanggil polisi karena dianggap terlibat suatu perbuatan pidana misalnya, pelanggaran terhadap hukum atau tiba-tiba ada penyakit di tubuh kita atau orang yang kita kasihi meninggal dunia. Banyak hal yang bisa terjadi.
Banyak orang tidak siap menghadapi keadaan terburuk, padahal keadaan terburuk bisa dialami kapan saja. Namun yang paling mengerikan adalah kematian bagi orang yang tidak bersiap-siap menghadap takhta pengadilan Allah. Jangan sombong! Jangan seperti orang yang membangun kapal Titanic yang memberikan pernyataan bahwa kapal Titanic tidak akan bisa tenggelam. Jangan main-main dengan Tuhan! Persiapkan diri untuk situasi yang terburuk. Kita merendahkan diri di kaki Tuhan dan selalu kita berdoa, “Lindungi aku Tuhan. Aku serahkan hidupku dalam tangan-Mu, Tuhan. Aku tak dapat dan tidak berani berjalan sendiri.”
Kita harus menyadari betapa berharganya kesempatan untuk merendahkan diri di hadapan Tuhan sebagai satu-satunya persiapan menghadapi keadaan terburuk sehingga menatap hari esok yang tidak tentu, yang berkabut, kita percaya Allah Yang Maha Kuasa menyertai kita. Kita tahu siapa yang menggenggam tangan kita. Tetaplah setia mencari Tuhan, jangan main-main, jangan melawan Tuhan. Mari kita hidup suci, hidup tak bercacat, tak bercela, tinggalkan semua kebiasaan dosa dan hal-hal yang Tuhan tidak berkenan. Jangan mempermainkan Tuhan karena apa yang ditabur orang, itu yang akan dituainya.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
JANGAN MEMPERMAINKAN TUHAN KARENA APA YANG DITABUR ORANG, ITU YANG AKAN DITUAINYA.

Bacaan Alkitab Setahun - 07 November 2024
2024-11-07 06:55:12
Matius 26

Renungan Pagi - 06 November 2024
2024-11-06 16:04:40
Ternyata cara kerja iblis di dunia ini selalu dimulai dari keinginan daging, lalu akan dilihat oleh mata kita, bahwa yang diinginkan itu mendatangkan kenikmatan, padahal itu sesuatu yang salah, lalu kemudian apa yang dilihat masuk dalam pikiran, tersimpan dalam hati, menjadi keinginan yang menuntut dipuaskan dan selanjutnya diwujudkan dalam perbuatan.
Iblis dan roh-roh jahat, serta penghulu dunia yang gelap selalu bekerja sama mencobai manusia mulai dari keinginan dagingnya sendiri sampai kemudian dilakukan dalam perbuatan. Sesuai dengan peringatan Firman Tuhan; "Sebab semua yang ada di dalam dunia, yaitu keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup, bukanlah berasal dari Bapa, melainkan dari dunia.
Dan dunia ini sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap hidup selama-lamanya." Dunia dan keinginannya sedang menuju kebinasaan, jangan sampai kita hidup menuruti keinginan daging. Dan hati-hati dengan keinginan mata, bacaan yang kita baca, tontonan yang kita tonton dan semua hal-hal najis yang kita lihat dalam hidup setiap hari, harus kita kendalikan.
Sebab itu, jangan menuruti keinginan dagingmu, jangan melihat apa yang tidak perlu engkau lihat, supaya engkau tidak menyimpan dalam hatimu dan membuahkan dosa dalam perbuatanmu melawan kehendak Tuhan, hidup dengan jumawa, lakukanlah apa yang Tuhan kehendaki, supaya layak menerima kemuliaan bersama Tuhan dalam kekekalan.
(1 Yohanes 2:16-17)

Quote Of The Day - 06 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-06 16:02:37
Ketika kita bisa membuat Tuhan memercayai kita, berarti kita membuat Tuhan nyaman, maka ke ujung langit manapun kita aman.

Mutiara Suara Kebenaran - 06 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-06 16:01:03
Melayani Tuhan, pada intinya adalah melayani perasaan Tuhan melalui segala sesuatu yang kita lakukan.

I D O L - 06 November 2024 (English Version)
2024-11-06 16:00:12
In John 17:20-21 it says, “I do not pray for these alone, but also for those who will believe in Me through their word; that they all may be one, as You, Father, are in Me, and I in You; that they also may be in Us, so that the world may believe that You sent Me.” If we desire the world, it means that we are not in the same chemistry with the Lord Jesus. When the Lord Jesus was offered to have the world, Jesus refused and said, “You must worship the Lord your God and serve Him only,” worship means giving high value to God; which is the same as we must consider and be able to live that He is important, that He is the main one. What captivates the heart will become an idol that we will worship and serve.
The question is, whom do we worship today? What we consider important, highly valuable, and to which we devote our lives is what Luke 4:8 refers to as worship. Let us not be like the rich man in Luke 16, who, upon dying, realized his thirst. He cried out to Lazarus in Abraham's bosom, “Father Abraham, send Lazarus to dip the tip of his finger in water to cool my tongue, for I am tormented in this flame.” This rich man did not realize the holy thirst he should have had, as he was always clothed in purple and fine linen and indulged daily in luxury. It is not wrong to have wealth, purple garments, and fine linen, but do not idolize them.
The world with all its entertainment has blinded our minds and damaged our our spiritual appetite. It happens to many believers, including us and pastors, where we are in that foolishness and error for years. And to get out of the bondage of this world, it is so difficult. But, we must keep trying to get out, we must struggle to the maximum. We must seek God earnestly. As Jesus said, "Strive to enter the narrow way, for many try and do not enter." The Lord Jesus' statement answers when people ask, "Are there only a few who go to heaven? (Luke 13:23,24). So every day we must look at God seriously.
The level of damage to our lives is high, aka severe. Therefore, every day we need improvement, need renewal with strong perseverance. It is ironic if we do not realize that one day everyone will stand before the judgment seat of God. We do not consider God important, and this is evident from the way we speak and behave. Remembering the words of the Lord Jesus, "Oh, if you would only know what would bring you peace." Jesus said this in relation to the destruction of Jerusalem, because 40 years after Jesus said this, Jerusalem collapsed so tragically.
Today, we may not be able to imagine how terrifying it would be to stand before the judgment seat of God if we are not truly in the state of being the bride of Christ. We are not like Jesus, but like the world. The elements of our being are worldly, not spiritual. And we do not know that fixing this damage requires daily perseverance. But if we love God and we strive, we can. The question is, why don't we truly repent? Why do we still fill our days with pleasures? What does it all mean? Do not be arrogant; do not be attached to the world-whether it be money, possessions, status, titles, or anything else.
Let us seek God, until we find that thirst. Only then will we know how important God is to our souls. Not because we have physical problems or needs. Our real problem is the thirst of the soul, the emptiness of our souls that can only be filled by God. God feels when we thirst for Him, and seriously says, “I need You, Lord, more than the breath and blood in my body. You are more valuable than my life.” God senses this and responds, “You are My beloved. Where I am, there you will be.”
Through long nights, through waking up every morning, we seek God to prove that He is real, He is not a fantasy. Don't let us die and never have this thirst. Then say, "It turns out, You are the one I need," too late! We must say that since we are on earth, today. If we truly have a thirst for God, and we are filled by God, then our interest is only one, which is to serve God. Serving God, in essence, is serving God's feelings through everything we do. In truth, serving God is not an invitation, but a natural rhythm that we automatically have when we feel the need for God to fill our souls.
WHAT CAPTIVATES THE HEART WILL BECOME AN IDOL THAT WE WILL WORSHIP AND SERVE.

BERHALA - 06 November 2024
2024-11-06 07:17:47
Dalam Yohanes 17:20-21 dikatakan, “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.”
Kalau kita mengingini dunia, berarti kita tidak satu chemistry dengan Tuhan Yesus. Ketika Tuhan Yesus ditawari untuk memiliki dunia, Yesus menolak dan berkata, “Kamu harus menyembah Tuhan Allahmu dan hanya kepada Dia saja kamu berbakti,” menyembah artinya memberi nilai tinggi Allah; yang sama dengan kita harus menganggap dan bisa menghayati bahwa Dia penting, bahwa Dia yang utama. Apa yang memikat hati akan menjadi berhala yang kepadanya kita akan menyembah dan mengabdi.
Pertanyaannya, kepada siapa kita hari ini menyembah? Yang kita anggap penting, bernilai tinggi, dan kita memberikan hidup kita kepadanya, yang dikatakan dalam Lukas 4:8 itu sebagai menyembah. Jangan sampai seperti orang kaya di Lukas 16, ketika mati baru menyadari kehausan itu. Dia berseru kepada Lazarus di pangkuan Abraham, “Bapa Abraham, suruh Lazarus untuk mencelupkan ujung jarinya guna mengisi kehausan yang ada padaku, untuk menyejukkan lidahku.” Orang kaya ini tidak menyadari kehausan kudus yang harus dia miliki karena ia selalu berpakaian jubah ungu dan kain halus, dan setiap hari ia bersukaria dalam kemewahan. Tidak salah punya uang banyak, punya jubah ungu dan kain halus, tapi jangan memberhalakan.
Dunia dengan segala hiburannya telah membutakan mata pikiran kita dan merusak selera rohani kita. Hal itu terjadi kepada banyak orang percaya, temasuk kita dan juga para pendeta, di mana kita ada dalam kebodohan dan kesalahan itu selama bertahun-tahun. Dan untuk keluar dari ikatan dunia ini, begitu sulit. Tapi, kita harus terus berusaha untuk keluar, kita harus berjuang secara maksimal. Kita harus mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh. Seperti yang dikatakan Yesus, “Berjuanglah memasuki jalan sempit, karena banyak orang berusaha, tapi tidak masuk.” Pernyataan Tuhan Yesus itu menjawab ketika orang bertanya, “Sedikit sajakah orang yang masuk surga?” Maka setiap hari kita harus serius memandang Tuhan.
Tingkat kerusakan hidup kita tinggi alias parah. Karenanya, setiap hari kita perlu perbaikan, perlu pembaruan dengan ketekunan yang kuat. Ironis, kalau kita tidak menyadari bahwa suatu saat nanti setiap orang akan berdiri di hadapan takhta pengadilan Allah. Kita tidak menganggap Tuhan penting, dan ini nampak dari cara bicara dan sikap kita. Teringat akan perkataan Tuhan Yesus, “Wahai, betapa baiknya kalau kamu mengerti apa yang mendatangkan damai sejahteramu.” Yesus mengatakan ini terkait dengan hancurnya Yerusalem, karena 40 tahun kemudian setelah Yesus mengucapkan ini, runtuhlah Yerusalem dengan begitu tragis.
Hari ini mungkin kita tidak dapat membayangkan betapa mengerikan ketika kita ada di hadapan takhta pengadilan Allah jika kita tidak benar-benar berkeadaan menjadi mempelai Kristus. Kita tidak serupa dengan Yesus, tapi serupa dengan dunia. Unsur diri kita adalah unsur dunia, bukan unsur rohani. Dan kita tidak tahu bahwa memperbaiki kerusakan ini memerlukan ketekunan setiap hari. Tapi kalau kita mengasihi Tuhan, kita berjuang, kita bisa. Pertanyaannya, mengapa kita tidak bertobat sungguh-sungguh? Mengapa kita masih mengisi hari dengan kesenangan-kesenangan? Apa artinya semua itu? Jangan sombong, jangan terikat dunia; apakah itu uang, harta, pangkat, gelar, atau apa pun.
Mari kita mencari Tuhan, sampai kita menemukan kehausan itu. Ketika itulah kita baru tahu betapa pentingnya Tuhan untuk jiwa kita. Bukan karena kita punya masalah atau kebutuhan jasmani. Masalah kita yang sesungguhnya adalah kehausan jiwa, kosongnya jiwa kita yang hanya bisa diisi oleh Tuhan. Tuhan merasakan ketika kita haus akan Dia, dan serius mengatakan, “Aku memerlukan Engkau, Tuhan, lebih dari napas dan darah di tubuhku. Engkau lebih berharga dari nyawaku.” Tuhan merasa, lalu Tuhan berkata, “Engkau kekasih-Ku. Di mana Aku ada, kamu ada.”
Melewati malam panjang, melewati bangun pagi setiap hari, kita mencari Tuhan untuk membuktikan Dia riil, Dia nyata, Dia bukan fantasi. Jangan sampai kita meninggal dan tidak pernah punya kehausan ini. Lalu baru berkata, “Ternyata, Engkau yang kubutuhkan,” terlambat! Kita mesti berkata itu sejak kita ada di bumi, hari ini. Jika kehausan akan Allah sungguh-sungguh kita miliki, dan kita diisi oleh Tuhan, maka kepentingan kita hanya satu, yaitu melayani Tuhan. Melayani Tuhan, pada intinya adalah melayani perasaan Tuhan melalui segala sesuatu yang kita lakukan. Sejatinya, melayani Tuhan itu bukan ajakan, melainkan sebuah irama natural yang otomatis kita miliki ketika kita merasakan kebutuhan akan Tuhan yang memenuhi jiwa kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
APA YANG MEMIKAT HATI AKAN MENJADI BERHALA YANG KEPADANYA KITA AKAN MENYEMBAH DAN MENGABDI.

Bacaan Alkitab Setahun - 06 November 2024
2024-11-06 07:09:12
Matius 24

Truth Kids 05 November 2024 - MENGALAH BUKAN BERARTI KALAH
2024-11-05 18:21:03
Roma 12:19
”Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.”
Sobat Kids, siapa yang kalau dinasihati oleh orang lain, malah jadi marah? Siapa yang pernah di rumah marah kepada mama atau papa karena ditegur? Padahal kalian tahu bahwa kalian membuat kesalahan.
Nah, kalau kalian tidak melakukan kesalahan tapi ada yang memarahi kalian, bagaimana? Apa tidak boleh ikutan marah?
Sobat Kids, pernahkah kalian menonton film saat Tuhan Yesus hendak disalibkan? Di sana kita bisa melihat banyak sekali orang mencaci maki bahkan meludahi Tuhan Yesus. Apakah Tuhan Yesus membalas? Apakah ketika disalib, Tuhan Yesus mengucapkan kutuk atas mereka? Tidak, Sobat Kids! Malah sebaliknya, di saat-saat terakhir, Tuhan Yesus berdoa agar Bapa di surga mengampuni dosa-dosa mereka. Luar biasa, ya, Sobat Kids? Dari situ, kita belajar bahwa hal negatif tidak bisa dilawan dengan hal negatif juga, tetapi harus dilawan dengan hal positif.
Jika ada yang marah dan yang lain ikut marah, itu tidak akan menyelesaikan masalah. Harus ada yang mau dengan lembut hati dan sabar mengalah, seperti Tuhan Yesus. Berkat kelembutan hati dan kesabaran serta kasih yang begitu besar dari Tuhan Yesus, kita boleh menerima pengampunan. Untuk itu, teladan yang sudah Tuhan Yesus tunjukkan harus kita teruskan, ya.

Truth Junior 05 November 2024 - PEMBALASAN
2024-11-05 18:17:39
Roma 12:19
”Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.”
“Kenapa kamu memukul Edo?” tanya ibu guru kepada Joko. “Habis, dia pukul aku duluan, Bu. Ya, sudah… aku langsung balas, aku pukul balik,” jawab Joko tanpa rasa bersalah. “Bukan begitu, Bu. Aku gak bermaksud untuk pukul Joko. Tadi waktu bermain saat istirahat, aku sedang main kejar-kejaran di lapangan dengan Budi. Waktu lari aku, sempat lihat ke belakang mau lihat Budi, apakah dia sudah hampir kejar aku atau masih jauh. _Nah_, jadi saat aku mengayunkan tanganku, tiba-tiba ada Joko juga yang sedang berlari. Jadi tanganku kena badannya Joko… Benar, Bu aku tidak berniat untuk memukul Joko. Itu ada Budi sebagai saksinya,” jelas Edo kepada gurunya dan Joko.
Sobat Junior, jangan kita langsung menghakimi orang lain tanpa tahu kebenarannya. Apalagi kita langsung membalas tanpa mencari tahu penyebabnya. Seperti cerita di atas, ternyata Joko sudah salah sangka. Ia langsung membalas tanpa mencari tahu alasan atau penyebabnya.
Roma 12:19 mengingatkan kita bahwa pembalasan adalah haknya Tuhan. Hadapilah kemarahan orang lain dengan hati yang lembut dan tidak membalas. Memang hal tersebut tidak semudah membaca tulisan ini. Namun, percayalah, Sobat Junior, jika kita mau, pasti Tuhan akan memberikan kita kesabaran dan kelemahlembutan. Kita akan dimampukan untuk mempraktikkan buah Roh kelemahlembutan.

Truth Youth 05 November 2024 (English Version) - CLEANSING THE SOUL
2024-11-05 18:13:48
"Search me, O God, and know my heart; test me and know my anxious thoughts. See if there is any offensive way in me, and lead me in the way everlasting." (Psalm 139:23-24)
As we discussed previously, it’s essential for people to learn self-reflection so that they can find peace and approach everything with the right mindset. Self-reflection is not just about calming our mind or identifying what’s wrong within ourselves; more than that, self-reflection helps us cleanse our soul in alignment with God’s standards.
A person’s soul often needs help, especially when they feel that life is not going well. When anger, sadness, and disappointment build up, we can feel that no one truly understands what’s happening in our lives. In such moments, we need deep self-reflection.
Therefore, it’s important to address any anger and disappointment that we may be experiencing. However, don’t act in haste—calm yourself first through your daily activities. Take time for yourself, perhaps through prayer or meditation.
Inner peace is a crucial key to examining ourselves and understanding what is truly happening in our lives. Without peace, everything can feel chaotic and uncontrollable. Trust that peace and self-reflection will lead you to a clearer understanding of what your soul truly needs. When your soul is at peace, you will be better prepared to face any challenges with a calm heart and clear mind.
WHAT TO DO:
Come before God to find peace and pray.
Remember that only God is the answer to our needs.
BIBLE MARATHON:
▪︎ John 7-8

Truth Youth 05 November 2024 - MEMBERSIHKAN BATIN
2024-11-05 18:12:01
”Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!” (Mazmur 139:23-24)
Setelah kita tahu di hari sebelumnya bahwa manusia perlu belajar untuk merefleksikan dirinya sendiri, agar mereka bisa tenang dan melakukan segala sesuatu dengan pikiran yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Refleksi diri tidak hanya bertujuan untuk menenangkan pikiran kita, atau sekadar mencari tahu apa yang salah dari diri kita. Lebih dari itu, refleksi diri membantu kita membersihkan batin sesuai dengan standar Tuhan.
Batin atau jiwa seseorang sering kali membutuhkan pertolongan, terutama ketika mereka lebih banyak berdiam diri, merasakan bahwa hidupnya sedang tidak baik-baik saja. Ketika semua kemarahan, kesedihan, dan kekecewaan menumpuk, kita sering merasa bahwa tidak ada yang bisa memahami apa yang sedang terjadi dalam kehidupan kita. Pada saat seperti ini, kita benar-benar membutuhkan refleksi diri yang mendalam.
Oleh sebab itu, penting bagi kita untuk mengatasi segala kemarahan dan kekecewaan yang tengah melanda. Namun, jangan terburu-buru dalam bertindak, tapi tenangkan diri kita terlebih dahulu dalam aktivitas sehari-hari yang sedang dijalani. Luangkan waktu untuk diri kita sendiri—misalnya dengan berdoa atau bermeditasi.
Ketenangan batin adalah salah satu kunci penting dalam menyelidiki diri sendiri dan memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam kehidupan kita. Tanpa ketenangan, segala sesuatu akan terasa kacau dan tidak terkendali. Percayalah bahwa ketenangan dan refleksi diri akan menuntunmu pada pemahaman yang lebih baik tentang apa yang dibutuhkan oleh jiwamu. Ketika jiwamu tenang, maka kamu akan lebih siap untuk menghadapi segala tantangan dengan hati yang damai dan pikiran yang jernih.
WHAT TO DO:
1.Membawa diri di hadapan Tuhan untuk tenang dan berdoa.
2.Ingatlah hanya Tuhan yang menjadi jawaban kebutuhan kita
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yohanes 7-8

Renungan Pagi - 05 November 2024
2024-11-05 18:08:38
Makin kita jauh dari Tuhan, makin mudah untuk jatuh dalam dosa, tetapi makin mendekatkan diri pada Tuhan dalam doa, saat teduh dan membaca serta merenungkan firman-NYA, melibatkan diri dalam pelayanan pekerjaan Tuhan, langsung mempraktekkan kasih Kristus dan menjadi saluran berkat bagi banyak orang.
Sebab orang-orang yang memiliki hubungan dekat dengan Tuhan pasti hidupnya membawa dampak yang baik dan benar bagi sesamanya. "Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan."
Hidup sendiri sudah menjadi korban persembahan yang harum dihadapan Tuhan, menyenangkan hati Tuhan, jika mengasihi Tuhan dan sesama. Kalau mengasihi Tuhan dan sesama dengan benar, maka kita pun pasti mempersembahkan apapun yang telah dipercayakan Tuhan dalam hidup kita, bagi kemuliaan-NYA.
(Markus 12:33)

Quote Of The Day - 05 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-05 18:04:01
Abraham dibenarkan bukan karena apa yang ia yakini, melainkan karena ia melakukan apa yang ia yakini.

Mutiara Suara Kebenaran - 05 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-05 18:01:51
Rasa kebutuhan akan Allah ini bukan karena kita punya masalah atau kebutuhan akan pemenuhan jasmani, melainkan karena pribadi Tuhan itu sendiri.

HOW IMPORTANT? - 05 November 2024 (English Version)
2024-11-05 18:00:16
In this life, we inevitably interact with many people across various strata, positions, statuses, levels of education, social levels, ranks, and so on. We also interact with family-immediate family, extended family, friends, colleagues, and others. In our interactions or relationships with others, we are able to assess and weigh the importance of each individual. From not important, less important, somewhat important, important, very important, to extremely important. When dealing with someone we consider to be of extreme importance, we are willing to put everything aside and ignore everything else for their sake. Even when we are unwell, we may force ourselves to do what they ask or meet with them.
The question for each of us is: how important is God to us? Please do not let this be merely a topic of contemplation, but let it truly be a challenge, something we seriously consider and resolve today. How much do we consider God important? Because this determines our eternal destiny, which many people ignore due to the nihilistic atmosphere of the world. Even in a society that is religious, that upholds religion, and even has the first principle of "Belief in the One Supreme God," the nihilistic atmosphere is so strong. God is regarded as non-existent or unnecessary. The devil has successfully blinded the minds of many, making God seem non-existent or unnecessary. He is replaced with the philosophy of humanity, humanism, and others, which are considered as human values that are no less important than believing in God.
Honestly, we see the lives of many whose actions suggest that God does not exist. It is even more terrifying when this is found among pastors or religious figures whose behavior conveys the message that God does not exist. Our society, which is practically nihilistic and atheistic-in theory, acknowledging God but in practice denying Him-pulls us toward a lack of conviction that God exists, resulting in very few who genuinely care about God's feelings. Very few truly honor God. Even among Christians who feel they already honor God, their reverence for Him is often inadequate or unworthy.
Let us reflect today on how important God is to us. For people who are cornered because they face problems without solutions, and the problems are beyond their capabilities, then they consider God important. But in reality, God is only a tool, a means to solve problems, and needs. Because for him what is important is that his problems are solved, his needs are met-not on God Himself. Here honesty is needed, how much do we really consider God important. If we consider God important, then in every action and decision, we will always consider whether what we do pleases God or not. We will seriously examine every step of our lives: whether what we do and decide is pleasing to God or not.
This is what is meant by maintaining God's feelings. People who consider God important, surely map out the hours of their lives to meet God, treating that meeting as prime time. Don't let it happen that when we knock on the door and say, "Lord, Lord, open the door," but from inside the answer is heard, "I don't know you." So We must make the effort to examine ourselves before God: are there still sins we commit? Are there still mistakes that we have made, Are there still worldly pleasures binding our lives? Because we ought to make God everything in this life. And if we can live (perceive) it, how extraordinary our life is. This sense of need for God is not because we have problems or a need for physical fulfillment, but because of the person of God Himself. We must come to the experience of having a thirst for God in our souls. But in general, the human soul is damaged. Its appetite is filled with worldly love, so it does not have a right thirst for God.
Let us not be like the rich man in Luke 12 who felt his soul was satisfied with material things by saying, “O my soul, you have many possessions. Be of good cheer and take your rest.” He made the riches of this world his pleasure and his harbor. Then the Bible says, “O Fool, today, tonight your life is taken. For whom will it be?” He is incapable of needing God, incapable of having a thirst for God. In truth, humans were created in a locked or hostage state that humans cannot live without their Creator. That is why there is thirst in our souls that cannot be satisfied by anyone and anything except God. But Satan has blinded the eyes of many people and dulled their feelings, blinded their spiritual minds so that people do not have that thirst. In fact, if we do not have a thirst for God, we cannot be side by side with Jesus and become a bride for Christ because we have a different chemistry.
IF WE CONSIDER GOD IMPORTANT, THEN IN EVERY ACTION AND DECISION, WE WILL ALWAYS CONSIDER WHETHER WHAT WE DO PLEASES GOD OR NOT.

SEBERAPA PENTING? - 05 November 2024
2024-11-05 17:45:21
Dalam hidup ini, kita pasti berinteraksi dengan banyak orang dalam berbagai strata, jabatan, status, tingkat pendidikan, tingkat sosial, tingkat pangkat, dan lain-lain. Kita berinteraksi juga dengan keluarga; keluarga inti, keluarga besar, sahabat, rekan, dan lain sebagainya. Dalam berinteraksi dengan sesama atau dalam hubungan dengan sesama, kita pasti bisa mempertimbangkan, menakar kepentingan kepada masing-masing individu. Dari yang tidak penting, kurang penting, agak penting, penting, sangat penting, dan sangat-sangat penting. Bila berurusan dengan orang yang kita anggap sebagai urusan yang sangat-sangat penting, maka apa pun kita kalahkan, apa pun kita abaikan demi orang tersebut. Sedang sakit pun kita juga bisa memaksa diri untuk melakukan apa yang dia perintahkan atau untuk bertemu beliau.
Pertanyaan untuk setiap kita adalah seberapa penting Tuhan bagi kita? Mohon jangan hanya menjadi bahan renungan, tetapi sungguh-sungguh menjadi tantangan, sungguh-sungguh kita perkarakan dan kita selesaikan hari ini. Seberapa kita menganggap Tuhan itu penting? Karena ini menentukan nasib kekal kita, yang banyak orang tidak peduli karena faktor suasana dunia yang nihilistis. Walaupun ada di masyarakat yang religius, masyarakat yang menjunjung tinggi agama, bahkan yang memiliki sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa,” tapi suasana nihilistis begitu kuat. Tuhan dianggap tidak ada atau tidak perlu ada. Setan sukses menutup mata pikiran banyak orang sehingga Tuhan dianggap tidak ada atau tidak perlu ada. Digantikan dengan filosofi kemanusiaan, humanisme, dan lain-lain, yang itu dianggap sebagai nilai kemanusiaan yang tidak kalah pentingnya dengan bertuhan.
Sejujurnya, kita melihat potret hidup banyak orang yang tindakannya menunjukkan seakan-akan Tuhan itu tidak ada. Lebih mengerikan lagi kalau itu ada di lingkungan pendeta, lingkungan rohaniwan dengan perilaku yang memancarkan pesan seakan-akan Tuhan tidak ada. Dan masyarakat kita yang nihilistis dan ateis praktis—secara teori bertuhan, secara praktik tidak bertuhan—menyeret kita untuk kurang yakin bahwa Allah itu ada, sehingga sedikit sekali kita yang sungguh-sungguh memperhatikan perasaan Tuhan. Sedikit sekali orang yang sungguh menghormati Tuhan. Kalaupun ada orang-orang Kristen yang merasa sudah menghormati Tuhan, penghormatannya kepada Tuhan sebenarnya belum patut atau belum pantas.
Ayo kita perkarakan hari ini, seberapa penting Tuhan untuk kita. Untuk orang-orang yang kepepet karena menghadapi masalah tanpa solusi, dan masalah itu berada di luar kemampuannya, barulah mereka menganggap Tuhan itu penting. Tapi sejatinya, Tuhan hanya menjadi alat, sarana untuk menyelesaikan masalah, dan kebutuhannya. Sebab baginya yang penting adalah masalahnya selesai, kebutuhannya terpenuhi, bukan Tuhan. Di sini dibutuhkan kejujuran, seberapa kita sungguh-sungguh menganggap Tuhan itu penting. Kalau kita menganggap Tuhan itu penting, maka dalam setiap tindakan dan keputusan, kita akan selalu mempertimbangkan apakah yang kita lakukan menyenangkan Tuhan atau tidak. Benar-benar kita serius memperkarakan setiap langkah hidup kita; apakah yang kita lakukan ini, kita putuskan, berkenan di hadapan Tuhan atau tidak.
Ini yang namanya menjaga perasaan Tuhan. Orang yang menganggap Tuhan itu penting, pasti memetakan jam-jam hidupnya untuk bertemu dengan Tuhan, dan pertemuan dengan Tuhan itu sebagai prime time. Jangan sampai nanti ketika kita mengetuk pintu dan berkata, “Tuhan, Tuhan, bukakan pintu,” namun dari dalam terdengar jawaban, “Aku tidak mengenal kamu.” Maka kita harus berusaha untuk memperkarakan diri di hadapan Tuhan, apakah masih ada dosa yang kita lakukan? Apakah masih ada kesalahan yang kita perbuat, apakah masih ada kesenangan-kesenangan dunia yang mengikat hidup kita? Sebab mestinya kita menjadikan Tuhan itu segalanya dalam hidup ini. Dan kalau kita bisa menghayatinya, betapa luar biasa kehidupan kita. Rasa kebutuhan akan Allah ini bukan karena kita punya masalah atau kebutuhan akan pemenuhan jasmani, melainkan karena pribadi Tuhan itu sendiri. Kita harus sampai pada pengalaman memiliki kehausan akan Allah di dalam jiwa kita. Namun pada umumnya, jiwa manusia sudah rusak. Seleranya diisi dengan percintaan dunia, sehingga tidak memiliki kehausan yang benar akan Allah.
Jangan kita menjadi seperti orang kaya di Lukas 12 yang merasa jiwanya dipuaskan oleh materi dengan mengatakan, “Hai, jiwaku, banyak harta. Bersenang-senanglah, beristirahatlah.” Dia menjadikan harta dunia ini sebagai kesenangan dan pelabuhannya. Lalu Alkitab berkata, “Hai, orang bodoh, hari ini, malam ini nyawamu diambil. Untuk siapa itu nanti?” Ia tidak mampu membutuhkan Tuhan, tidak mampu memiliki kehausan akan Allah. Sejatinya, manusia diciptakan dengan keadaan terkunci atau tersandera bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa Penciptanya. Itulah sebabnya ada kehausan dalam jiwa kita yang tidak bisa dipenuhi oleh siapa pun dan apa pun kecuali oleh Allah. Tetapi Iblis telah membutakan banyak mata orang dan membutakan perasaan, membutakan pikiran rohani sehingga orang tidak memiliki kehausan itu. Padahal kalau kita tidak memiliki kehausan akan Allah, kita tidak bisa bersanding dengan Yesus dan menjadi mempelai bagi Kristus karena kita memiliki chemistry yang berbeda.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU KITA MENGANGGAP TUHAN ITU PENTING, MAKA DALAM SETIAP TINDAKAN DAN KEPUTUSAN, KITA AKAN SELALU MEMPERTIMBANGKAN APAKAH YANG KITA LAKUKAN MENYENANGKAN TUHAN ATAU TIDAK.

Bacaan Alkitab Setahun - 05 November 2024
2024-11-05 17:42:35
Markus 13

Truth Kids 04 November 2024 - HATI KERAS ATAU LEMBUT ?
2024-11-04 19:50:06
Efesus 4:32
”Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Sobat Kids, tahukah kalian bagaimana ciri hati yang keras? Jika seseorang memiliki hati yang keras, biasanya tidak mau mendengarkan nasihat orang lain. Mereka tidak mau mengaku salah ataupun meminta maaf. Begitu pula jika ada orang yang bersalah kepada mereka, sulit sekali bagi mereka untuk memaafkan. Ayo, adakah di antara kalian yang seperti ini? Semoga tidak, ya. Semoga semua sobat Kids bisa belajar memiliki hati yang lembut.
Teladan kita, Tuhan Yesus, memiliki kelembutan hati, mau memaafkan dan mengampuni seluruh dosa dan kesalahan. Kita harus belajar memiliki hati yang lembut dan penuh kasih untuk bisa dan mau memaafkan orang-orang yang melakukan kesalahan kepada kita. Kalau cuma bicara, terlihatnya mudah, ya. Tetapi melakukannya tidaklah mudah. Ketika kita merasa sakit hati, sedih, kecewa, bahkan marah, itu membuat kita sulit untuk memaafkan, Sobat Kids. Oleh karena itu, kita harus terus berdoa agar Tuhan menuntun dan menguatkan kita sehingga mampu melepaskan pengampunan kepada orang lain. Semangat, Sobat Kids.

Truth Junior 04 November 2024 - MENGAMPUNI DENGAN HATI YANG LEMBUT
2024-11-04 19:47:16
Efesus 4:32
”Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.”
Sobat Junior, siapa di sini yang pernah merasa kesal atau marah kepada teman? Kadang, teman kita mungkin berbuat salah dan rasanya sulit untuk memaafkan. Tapi tahukah kalian? Tuhan mengajarkan kita untuk belajar mengampuni, bahkan saat kita merasa sakit hati.
Di Efesus 4:32, Tuhan meminta kita untuk menjadi anak-anak yang penuh kasih, ramah, dan siap mengampuni. Mengampuni orang lain itu penting, karena Tuhan sendiri telah mengampuni semua kesalahan kita melalui Yesus. Bayangkan, jika Tuhan begitu besar kasih-Nya untuk memaafkan kita, maka kita juga harus belajar memaafkan orang lain dengan hati yang lembut.
Mengampuni berarti melepaskan rasa marah atau sakit hati, dan memilih untuk tetap mengasihi orang tersebut. Kadang itu sulit, tapi dengan bantuan Tuhan, kita bisa melakukannya. Saat kita memaafkan, hati kita akan terasa lebih ringan, dan Tuhan pun senang melihat kita mau saling mengampuni.
Jadi, ingat ya Sobat Junior, jika ada teman atau seseorang yang berbuat salah, jangan simpan marah dalam hati. Belajarlah untuk mengampuni dengan hati yang lembut, seperti Tuhan selalu mengampuni kita. Dengan begitu, kita bisa hidup penuh damai dan kasih!

Truth Youth 04 November 2024 (English Version) - MIRROR
2024-11-04 19:43:40
"Surely I have calmed and quieted my soul; like a weaned child with his mother, like a weaned child is my soul within me." (Psalm 131:2)
Everyone has looked in a mirror, right? Whether it's to check that we look neat and clean for meeting others or to ensure we’re doing well. A mirror reflects our outer self. But beyond appearances, a mirror should remind us to look deeper, to reflect on the state of our heart and soul. Self-reflection is an effort to understand what’s happening within and how to move forward, especially in difficult times or when we feel stuck.
In this process, encountering God becomes essential. When we take time to be still, pray, and meditate on His Word, it means we are “looking in the mirror” before God. We view ourselves from His perspective, allowing Him to calm our restless soul. Praying and worshiping are the best ways to experience His presence and gain renewed strength. As Psalm 131:2 says, in silence and closeness with God, our soul finds peace, like a weaned child resting in its mother’s arms.
The truest mirror is our inner one. When we look into it, we must ask, “Am I living in harmony with God’s will? Is my soul at peace before Him?” Let daily reflection and prayer be our spiritual mirror, a place where we can see ourselves as God does, and a place to find true peace in Him.
WHAT TO DO:
1. We need God’s Word to understand ourselves honestly.
2. Prayer is one of the most effective ways for self-reflection.
BIBLE MARATHON:
▪︎ John 5-6

Truth Youth 04 November 2024 - CERMIN
2024-11-04 19:41:33
”Sesungguhnya, aku telah menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti anak yang disapih berbaring dekat ibunya, ya, seperti anak yang disapih jiwaku dalam diriku.” (Mazmur 131:2)
Semua orang pasti pernah bercermin, bukan? Hanya untuk sekadar melihat penampilan yang telah rapi dan bersih untuk bertemu dengan orang-orang sekitar, atau memastikan diri ini sedang baik-baik saja. Karena cermin adalah refleksi diri kita yang bisa kita lihat. Namun, lebih dari sekadar melihat penampilan luar, cermin seharusnya mengingatkan kita untuk melihat lebih dalam, untuk merefleksikan keadaan hati dan jiwa kita. Refleksi diri menjadi sebuah usaha kita untuk memahami apa yang sedang terjadi di dalam diri dan bagaimana kita melanjutkan kehidupan, terutama di masa-masa yang sulit atau saat kita merasa buntu.
Dalam proses ini, perjumpaan dengan Tuhan menjadi sangat penting. Ketika kita meluangkan waktu untuk berdiam diri, berdoa, dan merenungkan firman- Nya, artinya kita sedang bercermin di hadapan Tuhan. Kita melihat diri kita dari sudut pandang-Nya dan membiarkan-Nya menenangkan jiwa kita yang gelisah. Berdoa dan beribadah adalah cara terbaik untuk mengalami kehadiran-Nya dan mendapatkan kekuatan baru. Seperti yang dikatakan dalam Mazmur 131:2, dalam keheningan dan kedekatan dengan Tuhan, maka jiwa kita akan tenang dan damai, seperti anak yang disapih berada di pelukan ibunya.
Cermin yang sesungguhnya adalah cermin batin kita. Ketika kita melihatnya, kita harus bertanya, “Apakah aku telah hidup selaras dengan kehendak Tuhan? Apakah jiwa ini sudah tenang di hadapan-Nya?” Jadikanlah perenungan dan doa setiap hari menjadi cermin rohani kita, tempat di mana kita bisa melihat diri kita seperti Tuhan melihat, dan tempat di mana kita menemukan kedamaian sejati di dalam-Nya.
WHAT TO DO:
1.Manusia membutuhkan bantuan firman Tuhan untuk mengetahui dirinya dengan jujur.
2.Berdoa menjadi salah satu cara paling efektif untuk refleksi diri
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yohanes 5-6

Renungan Pagi - 04 November 2024
2024-11-04 18:56:32
Hubungan baik yang dibina dalam pertemanan bisa mendatangkan berkat dan banyak orang merasa senang jika punya banyak teman. Tetapi ingatlah jangan salah bergaul dengan teman-teman yang justru akan merusak pribadi dan membuat kita tidak lagi takut akan Tuhan.
Alkitab berkata; "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." Jadi punya banyak teman tidak salah, tetapi jagalah caramu bergaul, jangan sampai tersesat, jangan membiarkan diri terbawa arus yang akan merusak cara hidupmu hanya karena tidak mau dikatakan kuper - kurang pergaulan, atau takut kehilangan teman. Bergaullah akrab dengan teman yang dapat membawamu bergaul akrab dan dekat pada Tuhan.
(1 Korintus 15:33)

Quote Of The Day - 04 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-04 18:01:45
Semakin kita mengakui setiap kesalahan, semakin hati kita bersih.

Mutiara Suara Kebenaran - 04 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-04 17:59:52
Kalau kita tidak sampai pada titik bercinta dengan Tuhan, maka kita tidak mungkin bisa memuja Tuhan dengan benar.

FOUL-SMELLING -04 November 2024 ( English Version)
2024-11-04 17:52:50
When a child is young, parents usually accept it if what they say doesn’t match reality or if they don’t understand what they’re saying. Parents often just smile and understand. But this can’t go on indefinitely. At some point, a child must begin to understand and fulfill what he says. Likewise in our relationship with God. Our praise and worship should ultimately encompass our entire lives. If not, there’s a disconnect between words and actions, or we may say things we don’t truly understand. This is understandable for new Christians since they’re just beginning, but for mature believers, they must be at a level of maturity.
When before God, we express our love for God, are ready to work for God, are willing to dedicate our lives to God, but our daily lives do not prove what we say, then we become a foul odor before God. Because our praise and worship encompasses all aspects of our lives. We cannot treat worship as merely a ceremonial liturgy of worship. What we do before God representsthe entire journey of our lives, from minute to minute, from hour to hour. And those who truly want to believe in God, truly want to enter the Kingdom of Heaven, truly want to be the chosen people, truly become children of God, must continue to try to synchronize what they declare before God with their daily lives.
So if someone has time to pray, time for dialogue with God, the more he sits still-if he prays with the right attitude-then the prayer it will affect his life. Maybe until now many people do not know-that for believers, prayer is breathing-even though they say the sentence. Just as people breathe, taking in oxygen and expelling CO2, so when we pray, God begins to teach us to knitting life. Is what we present before God in sync with our daily lives? If not, it is not only hypocritical, but disrespectful to God, trying to deceive God. This should create fear in our lives. Because if we say, "I worship You, Lord," that means we give high value. Does our life from minute to minute give high value to God?
The more we live holy-truly refraining from sin and finding no joy except in pleasing God-the more our lives are fragrant before God and our praises sound ever more beautiful in His ears. Let our eyes not be blind and our understanding darkened, carelessly saying we worship, praise God, glorify God, but our lives every day do not give God high value. That is deception. Do we think God is ignorant or has no feelings? Remember, God has feelings. The quality of our praise and worship is not only determined by the rhythm of the music or the beauty of our lyrics and vocals, but by how deeply our lives are immersed in His presence. It is time for us to truly live holy, not committing, not touching sin no matter how small, no matter how subtle. It is time for us to have no pleasure except to please God. It is time for us to have no longing other than to meet God and always be in fellowship with God.
Imagine a husband or wife enjoying togetherness only in bed, then going separate ways without care. What kind of quality does that couple have? Our enjoyment is not only when we pray, we worship, we explode emotions, feelings that are just fantasies, but in our daily lives we should also truly relate to God. Let’s learn to love God wholly and completely, as the Lord Jesus said in Mark 12:30, "Love the Lord your God with all your heart, and with all your soul, and with all your mind, and with all your strength." Until we find our love and we can say, "All I need is You, the only one," then our worship becomes a sweet fragrance to Him.
If we do not reach the point of loving God intimately, then we cannot possibly adore God properly. So how wonderful it would be if we had the opportunity to become God's lovers and our praise would be fragrant to Him. The world will pass away, but those who do God's will, those who are truly in fellowship with God, become His eternal lovers. This intimacy with God is incredible. So we can understand why Abraham did not hesitate to offer up his son Isaac, because he loved Yahweh, his God, so much. And we can also understand why the psalmist said, "You are all I want." Let our minds and hearts be opened, we must be willing to lose anything and anyone so that we can be attached to Yahweh, our Father God.
WHEN BEFORE GOD, WE EXPRESS OUR LOVE FOR GOD, ARE READY TO WORK FOR GOD, ARE WILLING TO DEDICATE OUR LIVES TO GOD, BUT OUR DAILY LIVES DO NOT PROVE WHAT WE SAY, THEN WE BECOME A FOUL ODOR BEFORE GOD.

BERBAU BUSUK - 04 November 2024
2024-11-04 17:47:35
Waktu seorang anak manusia masih kanak-kanak, apa yang diucapkan tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, atau apa yang diucapkan tidak dia mengerti, orang tua biasanya menerima. Orang tua hanya tersenyum dan mengerti. Tetapi hal itu tidak boleh berlangsung terus atau selamanya. Suatu kali anak harus sudah mulai mengerti dan memenuhi apa yang diutarakannya. Demikian pula dalam hubungan kita dengan Tuhan. Pujian dan penyembahan kita itu akhirnya meliputi seluruh kehidupan kita. Jika tidak, maka tidak ada satunya kata dan perbuatan, atau mengucapkan kata-kata yang dia tidak mengerti. Kalau orang-orang Kristen baru, bisa dimengerti, karena memang orang Kristen baru. Tetapi kalau sudah dewasa, dia harus ada dalam tingkat kedewasaan.
Ketika di hadapan Tuhan, kita menyatakan cinta kepada Tuhan, siap kerja untuk Tuhan, rela mempersembahkan hidup bagi Tuhan, tapi hidup keseharian kita tidak membuktikan apa yang kita katakan, maka kita berbau busuk di hadapan Tuhan. Sebab pujian dan penyembahan kita meliputi segenap aspek hidup kita. Kita tidak bisa menjadikan pujian penyembahan ini bagian dari seremonial liturgi kebaktian. Jadi, apa yang kita lakukan di hadapan Tuhan ini mewakili seluruh perjalanan hidup kita, dari menit ke menit, dari jam ke jam. Dan orang yang sungguh-sungguh mau bertuhan, sungguh-sungguh mau masuk Kerajaan Surga, sungguh-sungguh mau menjadi umat pilihan, sungguh-sungguh menjadi anak-anak Allah, harus terus berusaha menyinkronkan apa yang dia nyatakan di hadapan Tuhan dengan kehidupan setiap hari.
Maka kalau seseorang memiliki waktu berdoa, waktu dialog dengan Tuhan, semakin dia banyak duduk diam—jika ia berdoa dengan sikap hati yang benar—maka doa itu akan memengaruhi hidupnya. Mungkin sampai sekarang juga banyak orang tidak tahu—bahwa bagi orang percaya, doa adalah napas—walaupun mereka mengucapkan kalimat itu. Seperti orang bernapas, menarik oksigen dan membuang CO2, maka pada waktu kita berdoa, Tuhan mulai mengajar kita untuk merajut kehidupan. Apakah yang kita kemukakan di hadapan Tuhan itu sinkron dengan kehidupan kita setiap hari? Kalau tidak, bukan hanya munafik, tetapi tidak menghormati Tuhan, mencoba menipu Tuhan. Seharusnya ini membuat kegentaran dalam hidup kita. Sebab kalau kita berkata, "Aku menyembah Engkau, Tuhan," itu berarti kita memberi nilai tinggi. Apakah kehidupan kita dari menit ke menit telah memberi nilai tinggi Tuhan?
Semakin kita hidup kudus—benar-benar tidak menyentuh dosa dan tidak memiliki kesenangan kecuali hanya mau menyenangkan Tuhan—semakin hidup kita harum di hadapan Tuhan dan semakin pujian kita indah terdengar di telinga-Nya. Jangan mata kita menjadi buta dan pengertian kita menjadi gelap, sembarangan mengatakan menyembah, memuji Tuhan, memuliakan Tuhan, tapi hidup kita setiap hari tidak memberi nilai tinggi Tuhan. Itu penipuan. Apakah kita pikir Tuhan itu bodoh atau tidak punya perasaan? Ingatlah, Tuhan punya perasaan. Kualitas pujian penyembahan kita bukan hanya ditentukan oleh irama musik atau indahnya syair dan vokal kita, melainkan bagaimana kehidupan kita setiap hari ditenggelamkan di hadirat Allah. Sudah saatnya kita benar-benar hidup suci, tidak melakukan, tidak menyentuh dosa sekecil apa pun, sehalus apa pun. Sudah saatnya kita tidak memiliki kesenangan kecuali menyenangkan Tuhan. Sudah saatnya kita tidak memiliki kerinduan selain bertemu dengan Tuhan dan selalu bersekutu dengan Allah.
Bayangkan kalau seorang suami atau istri menikmati kebersamaan hanya di ranjang, setelah itu tidak jelas ke mana suami pergi, ke mana istri pergi. Kualitas macam apa yang dimiliki pasangan itu? Kenikmatan kita bukan hanya pada waktu kita berdoa, kita menyembah, kita meledakkan emosi, perasaan yang hanya fantasi, tapi seharusnya di kehidupan setiap hari kita juga sungguh-sungguh berhubungan dengan Tuhan. Mari kita belajar untuk mencintai Tuhan secara bulat dan utuh, seperti yang dikatakan oleh Tuhan Yesus di Markus 12:30, “Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu.” Sampai kita menemukan cinta kita dan kita bisa berkata, "Yang aku perlu hanyalah diri-Mu, satu-satunya," maka penyembahan kita menjadi harum.
Kalau kita tidak sampai pada titik bercinta dengan Tuhan, maka kita tidak mungkin bisa memuja Tuhan dengan benar. Maka betapa luar biasa kalau kita mendapat kesempatan menjadi kekasih Tuhan dan pujian kita harum bagi-Nya. Dunia akan lenyap, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah, orang yang benar-benar bersekutu dengan Tuhan, menjadi kekasih abadi-Nya. Percintaan dengan Tuhan itu luar biasa. Maka kita bisa mengerti kenapa Abraham tidak ragu-ragu mempersembahkan anaknya Ishak, karena dia begitu mencintai Yahweh, Allahnya. Dan kita juga bisa mengerti kenapa pemazmur berkata, _"Yang kuingini Engkau saja."_ Biarlah pikiran dan hati kita dibukakan, kita harus rela kehilangan apa pun dan siapa pun agar kita bisa melekat dengan Yahweh, Allah Bapa kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KETIKA DI HADAPAN TUHAN, KITA MENYATAKAN CINTA KEPADA TUHAN, SIAP KERJA UNTUK TUHAN, RELA MEMPERSEMBAHKAN HIDUP BAGI TUHAN, TAPI HIDUP KESEHARIAN KITA TIDAK MEMBUKTIKAN APA YANG KITA KATAKAN, MAKA KITA BERBAU BUSUK DI HADAPAN TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 04 November 2024
2024-11-04 17:43:28
Matius 23
Lukas 20-21

Truth Kids 03 November 2024 - HIDUPKU ADALAH SURAT TERBUKA
2024-11-03 10:37:52
Amsal 15:1
”Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.”
Sobat Kids, pernahkah kalian membaca kisah tentang Tuhan Yesus di Alkitab? Tentu sering, dong? Pernahkah kalian membaca kalau Tuhan Yesus bersikap kasar? Bahkan ketika Tuhan Yesus ada di antara orang-orang yang berdosa pun, Dia tetap memperlakukan mereka dengan kasih. Ia juga terus menyampaikan kebenaran akan keselamatan dan Kerajaan Surga. Beberapa kali Tuhan Yesus mengajar, dan banyak orang mengikuti Dia. Ketika ada anak-anak yang mendekat kepada-Nya, beberapa orang mengusir mereka karena dianggap mengganggu. Namun, Tuhan Yesus tidak marah, bahkan mengatakan bahwa orang-orang itu haruslah mencontoh anak-anak yang dengan semangat mau mendekat kepada Tuhan Yesus.
Nah, kita harus mencontoh sikap Tuhan Yesus. Hidup kita adalah surat yang terbuka yang bisa dilihat oleh banyak orang. Pikiran, perkataan, dan perbuatan kita haruslah sesuai dengan kebenaran firman dan kehendak Tuhan. Orang dapat melihat kelemahlembutan Tuhan melalui kehidupan kita sehari-hari, karena kita adalah surat yang terbuka.

Truth Junior 03 November 2024 - KATA-KATA LEMBUT MEMBAWA KEDAMAIAN
2024-11-03 10:36:11
Amsal 15:1
”Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah.”
Hai Sobat Junior, bagaimana kabarnya? Semoga dalam keadaan yang baik, ya. Pernahkah kalian merasa marah atau kesal ketika ada yang berbicara kasar kepada kalian? Kata-kata yang keras bisa membuat hati kita terasa sakit dan membuat suasana menjadi buruk. Itulah mengapa Tuhan mengajarkan kita dalam Amsal 15:1 untuk selalu menggunakan kata-kata yang lembut.
Kata-kata lembut itu seperti air yang menyejukkan. Ketika kita berbicara dengan lembut dan penuh kasih, kita bisa meredakan kemarahan, memperbaiki keadaan, dan membawa kedamaian. Mungkin saat ada teman yang sedang bertengkar atau ada yang berbuat salah, kita harus tetap berbicara dengan baik agar masalah tidak menjadi lebih besar.
Tuhan ingin kita menyampaikan kebenaran dan kasih melalui perkataan yang lembut. Saat kita mengoreksi atau memberi nasihat, pastikan kita melakukannya dengan hati yang sabar dan rendah hati. Ingatlah, kata-kata kita memiliki kekuatan, apakah untuk membangun atau meruntuhkan.
Jadi, mari kita belajar untuk selalu menggunakan kata-kata lembut dalam setiap situasi. Dengan cara ini, kita dapat menunjukkan kasih Tuhan kepada orang lain dan membuat dunia di sekitar kita menjadi lebih damai dan penuh cinta. Tuhan senang ketika kita berbicara dengan kelembutan hati!

Truth Youth 03 November 2024 (English Version) - CONNECTED WITH GOD
2024-11-03 10:33:47
"I will meditate on Your precepts and consider Your ways." (Psalm 119:15)
An artist certainly has a unique way of diving deep into their chosen art form. A painter, for example, doesn’t merely practice brushstrokes or shading a design; they also seek inspiration and often have a hidden story behind each piece they create. In our Christian walk, we don’t love God merely out of duty; instead, life events continually guide us to know Him more deeply. The God we seek to know is One we can draw near to in any way, as long as we stay true to His Word.
Through art, we can become more connected to God and grow in love for His Word. Like an artist who delves deeply into their beloved craft, we too can combine both—knowing God in a more enjoyable and transformative way. Blending art with our journey to know God better helps us express our faith. For example, poetry allows us to recreate the Word of God that we read, which indirectly leads us to reflect on it. In poetry, we can freely add our feelings or opinions about what we’ve read or express our gratitude for belonging to God.
God created us as creative beings, distinct from all other creatures. In other words, God has placed within us the potential to be creative. The creative God made us in His image, and so we try to connect with Him creatively through art, such as writing poetry as a reflection on His Word. God can be approached in many ways, so don’t close yourself off; keep finding ways to connect with Him however you can.
WHAT TO DO:
Continue to open yourself to know God and His Word through the potential God has placed in your life.
BIBLE MARATHON:
▪︎ John 3-4

Truth Youth 03 November 2024 - CONNECTED WITH GOD
2024-11-03 10:31:04
”Aku hendak merenungkan titah-titah-Mu dan mengamat-amati jalan-jalan-Mu.” (Mazmur 119:15)
Seorang seniman pasti memiliki caranya sendiri dalam mendalami jenis seni yang ia sukai. Bagi seorang pelukis, ia tidak hanya berlatih menggores-gores kuas atau mengarsir sebuah rancangan lukisan, melainkan tentu ia akan mencari referensi dan memiliki kisah tersembunyi di balik lukisan yang ia buat. Di dalam kehidupan Kristen pun, kita tidak hanya mengasihi Tuhan karena itu adalah kewajiban, melainkan tentu ada peristiwa hidup yang semakin hari semakin menggiring kita untuk ingin lebih mengenal-Nya. Tuhan yang ingin kita kenal adalah Tuhan yang dapat kita dekati dengan cara apa pun, selagi kita tidak menyimpang dari ajaran firman-Nya.
Melalui karya seni, kita bisa loh semakin terhubung dengan Tuhan dan semakin mencintai firman-Nya. Seperti seorang seniman yang memiliki caranya sendiri dalam mendalami seni yang digemari, kita bisa menggabungkan keduanya, yaitu mengenal Tuhan dengan cara yang lebih asyik dan transformatif. Menggabungkan seni dan proses pengenalan atau keterhubungan dengan Tuhan membantu kita mengekspresikan iman kita. Contoh sederhana, seni dalam bentuk puisi membantu kita mereka ulang firman Tuhan yang kita baca, sehingga secara tidak langsung kita dibawa ke dalam proses perenungan akan firman Tuhan. Dalam puisi, kita pun bisa bebas menambah perasaan kita, atau opini kita terhadap apa yang telah kita baca atau betapa bersyukurnya kita menjadi milik Tuhan.
Allah menciptakan kita manusia sebagai makhluk yang kreatif, berbeda dari makhluk hidup lainnya. Dengan kata lain, Allah menaruh potensi dalam diri kita untuk menjadi kreatif. Allah yang kreatif menciptakan kita dengan kreatif pula, sehingga kita pun mencoba terhubung dengan Allah secara kreatif melalui seni, sebagai contoh sebuah puisi sebagai perenungan kita akan firman Tuhan. Allah dapat didekati dengan cara apa pun, jadi jangan menutup diri dan teruslah mencoba terhubung dengan-Nya dengan cara apa pun yang kita bisa.
WHAT TO DO:
Terus membuka diri untuk mengenal Tuhan dan firman- Nya melalui potensi yang Allah berikan dalam hidup kita.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yohanes 3-4

Renungan Pagi - 03 November 2024
2024-11-03 10:28:48
Kalau datang beribadah hanya sebagai seremonial atau hanya sebagai suatu rutinitas karena orang kristen, maka ibadah kita itu tidak akan ada artinya dihadapan Tuhan. Tidak membuat hidup dalam kebenaran dan mengenal Pribadi Tuhan yang benar. Kita tahu sebagaimana kehidupan orang-orang farisi dan ahli-ahli taurat, yang sangat taat melakukan tradisi dan adat istiadat nenek moyangnya melebihi ketaatan melakukan firman Tuhan.
Yesus pernah mengecam mereka sebagai orang-orang munafik; "Jawab-Nya kepada mereka: "Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu, hai orang-orang munafik! Sebab ada tertulis: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia."
Perbaharuilah ibadahmu dihadapan Tuhan, jangan sampai melakukan ibadah secara rutinitas, lalu Tuhan menyatakan kita adalah orang-orang yang munafik. Ibadah itu haruslah dinyatakan dalam ketaatan melakukan kebenaran firman Tuhan, sehingga hidup kita menyenangkan hati-NYA.
(Markus 7:6-7)

Quote Of The Day - 03 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-03 10:22:20
Situasi yang membuat kita jatuh dalam dosa adalah ketika kita tidak menjaga hati kita dengan segala kewaspadaan, sehingga Iblis bisa menaburkan benih-benih kejahatannya di dalam diri kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 03 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-03 10:20:09
Kekhawatiran menjadi bahasa yang menunjukkan ketidakpercayaan kita kepada Allah yang hidup.

LOOK UP - 03 November 2024 (English Version)
2024-11-03 10:16:07
We thank God for the new day He has given us. In this new day, God provides us with the blessings we need-both physical and spiritual. Let us also remember what God says in Luke 12:27-28, “Consider the lilies, how they grow; they neither toil nor spin, yet I tell you, even Solomon in all his glory was not arrayed like one of these. If that is how God clothes the grass of the field, which is here today and tomorrow is thrown into the fire, how much more will He clothe you-you of little faith!” This verse shows that the flowers of the field are adorned by God more beautifully than Solomon, and then adds that believers are adorned by God even more than the flowers, whose beauty surpasses even the clothing of Solomon.
This is not an exaggeration or hyperbole. God’s Word is very accurate: God cares for us more than He did for Solomon. Why is that? Because our bodies are the temple of the Holy Spirit. In Solomon’s time, the temple of God was a building, a house, or a structure. But in the New Testament, our bodies are the 'temple of God,' and even more, we are God’s children. Since our bodies are His temple, God surely adorns His temple with perfect care and provision. We must not doubt this at all, even though we are often led into difficult situations that make it seem as though God does not care for us; it may seem that way, but in truth, God cares for us and makes us more beautiful than the flowers of the field. We are cared for more than the flowers of the field, which are more splendid than Solomon's clothing.
If God cares for us so perfectly, there should be no worry within us—not even a trace of worry. Worry becomes a language that reveals our lack of trust in the living God. Worry is a language of 'doubt' in God’s presence, love, and care. When God leads us into difficult situations, where it seems like He does not care for us, we must still trust that He does care for us. The Bible says that even the hairs on our head are numbered. In the original text, according to Jewish tradition, the phrase ‘the hairs on our head are numbered’ means that each strand of hair is marked by God. This shows how important we are in God’s eyes, that even the hairs on our head are marked. This should make us all the more certain that God cares for and guards us perfectly.
In Isaiah 49:16, it says, “See, I have engraved you on the palms of My hands; your walls are ever before Me.” This means that God watches over us. Let us be grateful for our faithful God, Elohim Yahweh, who is faithful and cares for us. Let us honor and glorify Him with hearts that trust in Him. In difficult situations, in our critical and crisis conditions and circumstances, we look to God and always say, “I trust in You.” We can also learn from what David did in the city of Ziklag, when he lost his wealth, family, even his commanders were disloyal to David, but David still said, "I trust in You."
David strengthened his faith in God in a situation where no one stood with him. The men and warriors who had followed David were even ready to stone him. Yet David strengthened his faith. He didn’t know where his family and the families of his followers had been taken, they were really in a critical and crisis situation, a situation where there was not a single glimmer of light, it felt completely dark, but David strengthened his belief in God. And God guided David. Finally, David was able to take back all his property and family as well as the property and families of his followers.
Let us look to the Lord and truly trust Him, the living God who is with us. Maybe right now there are big problems, heavy problems that we face, where we don't see a single glimmer of light, it feels like everything is pitch black, but know that He is faithfully with us, and the Father will not disappoint us. When those on the left, right, front and back disappoint and leave us, look up, He will not disappoint and leave us. This is how we honor Him properly, namely by continuing to trust Him in any situation.
WHEN THOSE ON THE LEFT, RIGHT, FRONT AND BACK DISSAPOINT AND LEAVE US, LOOK UP, HE WILL NOT DISAPPOINT AND LEAVE US.

PANDANGLAH KE ATAS - 03 November 2024
2024-11-03 10:11:13
Kita berterima kasih kepada Tuhan untuk hari yang baru, yang Tuhan berikan kepada kita. Dan di dalam hari yang baru ini Tuhan menyediakan berkat yang kita perlukan; berkat jasmani maupun berkat rohani. Kiranya kita juga ingat apa yang Tuhan katakan dalam Lukas 12:27-28, “Perhatikanlah bunga bakung, yang tidak memintal dan tidak menenun, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi, jika rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api demikian didandani Allah, terlebih lagi kamu, hai orang yang kurang percaya!” Ayat ini menunjukkan bahwa bunga di padang didandani Tuhan lebih indah dari Salomo, tetapi kemudian firman Tuhan menambahkan bahwa orang percaya didandani Tuhan lebih dari bunga, yang keindahannya lebih dari pakaian yang dikenakan Salomo.
Tentu ini bukan hal yang berlebihan atau hiperbola atau dilebih-lebihkan. Firman Tuhan sangat akurat, bahwa Allah memelihara kita lebih dari Salomo. Kalau diperkarakan, apa alasannya? Alasannya, karena tubuh kita adalah bait Roh Kudus. Kalau pada zaman Salomo, bait Allah berbentuk bangunan, rumah atau gedung. Tapi di Perjanjian Baru, tubuh kita inilah ‘bait Allah’ dan terlebih lagi, kita adalah anak-anak Allah. Dengan tubuh kita menjadi bait Allah, Allah pasti mendandani bait-Nya ini dengan pemeliharaan yang sempurna, pendandanan yang sempurna. Kita tidak boleh meragukan sama sekali, walaupun sering kita dibawa kepada situasi yang sulit seakan-akan Tuhan tidak memedulikan kita; seakan-akan, tetapi sejatinya Allah memperhatikan kita, Allah membuat kita lebih indah dari bunga di padang. Kita dipelihara lebih dari bunga di padang yang mana bunga di padang lebih indah dari pakaian Salomo.
Kalau Tuhan memelihara kita begitu sempurna, mestinya tidak ada kekhawatiran di dalam diri kita, tidak boleh ada sekecil apa pun kekhawatiran. Kekhawatiran menjadi bahasa yang menunjukkan ketidakpercayaan kita kepada Allah yang hidup. Kekhawatiran adalah bahasa ‘meragukan’ kehadiran Allah, kasih dan pemeliharaan-Nya. Kalau Tuhan membawa kita kepada situasi-situasi yang sulit, seakan-akan Tuhan tidak peduli dengan kita, kita harus tetap percaya bahwa Dia peduli terhadap kita. Alkitab katakan bahwa rambut kepala kita pun terhitung. Dalam teks aslinya menurut tradisi Yahudi, kalimat ‘rambut kepala kita terhitung’ itu berarti setiap lembar rambut kita ditandai oleh Allah. Maka, begitu pentingnya diri kita di mata Allah, sampai rambut kepala kita pun ditandai. Hal ini makin membuat kita harus yakin bahwa kita dipelihara, dijaga Tuhan dengan sempurna.
Dalam Yesaya 49:16 dikatakan, “Lihat, Aku telah melukiskan engkau di telapak tangan-Ku; tembok-tembokmu tetap di ruang mata-Ku.” Artinya Tuhan menjagai kita. Bersyukur kita memiliki Allah Elohim Yahweh yang setia dan memelihara kita. Mari kita memuliakan dan menghormati Dia dengan hati yang memercayai Dia. Dalam situasi-situasi yang sulit, dalam kondisi dan keadaan kita yang kritis dan krisis, kita memandang Tuhan dan selalu mengatakan, “Aku percaya kepada-Mu.” Kita juga bisa belajar dari apa yang dilakukan Daud di kota Ziklag, ketika dia kehilangan harta, keluarga, bahkan hulubalang-hulubalangnya pun bersikap tidak setia kepada Daud, tapi Daud tetap berkata, “Aku percaya kepada-Mu.”
Daud menguatkan percayanya kepada Allah di situasi di mana tidak ada seorang pun yang ada di pihak dirinya. Hulubalang-hulubalang dan orang-orang yang selama itu menyertai Daud, mau melempari Daud dengan batu.
Tapi Daud menguatkan percayanya. Daud tidak tahu ke mana dibawa lari keluarganya, keluarga semua orang yang mengikut dia, benar-benar dalam situasi yang kritis dan krisis, situasi di mana tidak ada secercah cahaya pun, gelap gulita rasanya, tapi Daud menguatkan percayanya kepada Tuhan. Dan Tuhan menuntun Daud. Akhirnya Daud dapat mengambil kembali seluruh harta dan keluarganya serta harta dan keluarga para pengikutnya.
Mari kita memandang Tuhan dan benar-benar memercayai Dia, Allah yang hidup dan menyertai kita. Mungkin saat ini ada masalah-masalah besar, masalah-masalah berat yang kita hadapi, yang mana kita tidak melihat secercah cahaya pun, rasanya semua gelap gulita, namun ketahuilah bahwa Dia setia menyertai kita, dan Bapa tidak akan mengecewakan kita. Ketika di kiri kanan depan belakang mengecewakan dan meninggalkan kita, pandanglah ke atas, Dia tidak akan mengecewakan dan meninggalkan kita. Itulah cara kita menghormati Dia dengan benar, yaitu dengan tetap memercayai-Nya dalam keadaan bagaimanapun.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KETIKA DI KIRI KANAN DEPAN BELAKANG MENGECEWAKAN DAN MENINGGALKAN KITA, PANDANGLAH KE ATAS, DIA TIDAK AKAN MENGECEWAKAN DAN MENINGGALKAN KITA.

Bacaan Alkitab Setahun - 03 November 2024
2024-11-03 10:01:57
Matius 22
Markus 12

Truth Kids 02 November 2024 - KENDALIKAN DIRIMU SAAT MARAH
2024-11-02 18:08:22
Kolose 3:12
”Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.”
Ketika jam istirahat sekolah, Catherine makan di kantin. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh suatu kejadian. Ada adik kelas yang sedang bertengkar. Penyebabnya, karena saat sedang membeli makanan, antreannya diserobot oleh temannya. Ia menjadi sangat marah dan mulai memarahi temannya dengan nada tinggi. Mereka bahkan harus dipisahkan oleh om dan tante yang berjualan makanan di kantin itu. Akhirnya mereka berdua dibawa ke ruang guru dan mendapatkan hukuman.
Sobat Kids, kita tidak pernah tahu kapan kejadian seperti itu akan terjadi kepada kita. Bisa saja ketika mengantre, antrean kita juga diserobot orang lain. Atau ketika kita lelah, ada saja yang membuat kita marah. Namun, coba lihat kejadian tadi di atas. Jika kita tidak sabar dan tidak memperlakukan orang dengan lemah lembut serta penuh kasih, kejadiannya akan seperti tadi. Semuanya menjadi rugi, bisa terluka, bahkan kena hukuman juga.
Sobat Kids, mari kita belajar sabar dan melembutkan hati kita agar bisa memperlakukan orang lain di sekitar kita dengan penuh kasih.

Truth Junior 02 November 2024 - MENGHADAPI KESULITAN DENGAN SABAR
2024-11-02 17:59:46
Kolose 3:12
”Karena itu, sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan dan kesabaran.”
Sobat Junior, kita semua pasti pernah menghadapi kesulitan. Misalnya, saat ada PR yang sulit, bertengkar dengan teman, atau merasa kecewa karena tidak mendapatkan apa yang diinginkan. Tapi, tahukah kalian? Di dalam situasi seperti itu, Tuhan mengingatkan kita untuk tetap bersabar dan lemah lembut.
Kolose 3:12 mengajarkan kita untuk memiliki hati yang penuh belas kasihan, rendah hati, lembut, dan sabar. Saat kita mengalami masalah, mudah sekali merasa marah atau tidak sabar. Namun, Tuhan ingin kita tetap tenang dan memilih bersikap baik, seperti Yesus yang selalu sabar dan mengasihi semua orang.
Jika suatu saat kalian merasa kesal karena ada yang tidak berjalan sesuai rencana, coba ingat bahwa Tuhan selalu bersama kita. Dia ingin kita belajar untuk menghadapi kesulitan dengan sabar dan tidak menyerah. Sikap lembut dan penuh kasih membuat kita bisa lebih tenang dan tetap bersyukur, meskipun keadaan sedang sulit.
Untuk itu, mari kita belajar menjadi anak-anak yang sabar dan lemah lembut dalam setiap keadaan. Ingatlah bahwa Tuhan selalu ada untuk membantu dan menguatkan kita.

Truth Youth 02 November 2024 (English Version) - FEEL THE ART, FEEL OUR GOD
2024-11-02 17:49:30
"Sing to Him a new song; play skillfully, and shout for joy!" (Psalm 33:3)
One of the essential components that living beings possess, which inanimate objects do not, is emotional expression. Both animals and humans have this component—they can feel sadness, joy, worry, fear, and so on. However, far beyond animals, humans can express themselves through captivating and beautiful art, as they have intellect surpassing other living beings. God created humans so perfectly that they can express themselves through various things around them, especially in art.
Through art, each person can express their feelings and reverence for God. Art is always tied to human expression—how a person conveys their emotions through what they do, their hobbies, and what makes them passionate. Therefore, art should be a medium where each person shares their feelings and shows reverence to God. Art, in its tangible forms, can be dance, musical accompaniment, or something as simple as writing or painting to express how valuable God is in their lives. These are all valid forms of worship; God is not selective in accepting the efforts of His children who want to feel His presence.
The presence of art in a Christian’s life is not only a means for expressing emotions but also a form of spiritual awareness, where each person feels more connected to God. Art, when expressed from the heart, ultimately becomes an individual’s spiritual expression or their deepest desire to know God personally. God does not restrict how He can be encountered, so express yourself freely through your artistic abilities. Let art be your expression of praise and worship to God, glorifying Him with everything you have.
WHAT TO DO:
1. Express yourself through art.
2. Feel God’s presence through self-reflection.
BIBLE MARATHON:
▪︎ John 1-2

Truth Youth 02 November 2024 - FEEL THE ART, FEEL OUR GOD
2024-11-02 17:46:08
”Nyanyikanlah bagi-Nya nyanyian baru; petiklah kecapi baik-baik dengan sorak-sorai!” (Mazmur 33:3)
Salah satu komponen penting yang dimiliki oleh makhluk hidup dan tidak dimiliki oleh benda-benda di muka bumi ini adalah ekspresi emosional. Hewan dan manusia memiliki komponen ini, mereka bisa menjadi sedih, senang, khawatir, takut, dan sebagainya. Namun, jauh melampaui hewan, manusia dapat mengekspresikan dirinya melalui karya seni yang begitu memukau dan menarik, sebab manusia memiliki akal budi yang melampaui makhluk hidup lainnya. Sedemikian sempurnanya manusia diciptakan Allah, sehingga manusia bisa mengekspresikan dirinya melalui berbagai hal di sekitarnya misalnya dalam hal seni.
Melalui seni, setiap orang dimungkinkan untuk menyampaikan perasaan dan penghormatannya kepada Tuhan. Seni selalu berkaitan dengan ekspresi manusia, bagaimana manusia tersebut menyampaikan perasaannya melalui apa yang dikerjakannya, hobinya, dan apa yang membuat ia bersemangat. Dengan demikian, seni pun seharusnya menjadi sebuah sarana di mana setiap orang menyampaikan perasaannya dan bentuk penghormatannya kepada Tuhan. Seni sebagai hal konkret dapat berupa tarian, iringan musik, atau sesederhana seseorang menulis hingga melukis betapa berharganya Tuhan di dalam hidupnya. Semuanya adalah bentuk penyembahan yang valid, Allah tidak mungkin menjadi picky dalam menilai dan menyambut anak-anak yang ingin merasakan hadirat-Nya.
Keberadaan seni di dalam kehidupan orang Kristen tidak hanya sebagai sarana agar ekspresi emosionalnya terefleksikan, melainkan menjadi sebuah bentuk kesadaran spiritual, di mana setiap orang merasa semakin terhubung dengan Allah. Seni yang dikelola melalui perasaan, pada akhirnya menjadi bentuk ungkapan spiritual seseorang atau keinginan terdalamnya untuk mengenal pribadi Allah. Allah tidak akan membatasi diri-Nya untuk ditemui, maka berekspresilah sebebas mungkin melalui kemampuan kita dalam karya seni. Jadikanlah seni sebagai ekspresi kita dalam memuji dan menyembah Allah, muliakanlah Dia dengan segala yang kita miliki.
WHAT TO DO:
1.Mengekspresikan diri melalui seni.
2.Merasakan kehadiran Allah melalui refleksi diri.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Yohanes 1-2

Renungan Pagi - 02 November 2024
2024-11-02 17:44:06
Rasul Paulus pernah menyatakan; "Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus."
Mari melangkah maju bersama Tuhan, DIA ada dihadapan kita. Tuhan telah menebus hidupmu dan mau memulihkannya, DIa tidak berurusan denganmu di masalah lalu, tetapi Tuhan berurusan dengan kita saat ini dan mau jadi apa ke depan, lupakan semua yang ada di belakangmu, masa lalumu.
(Filipi 3:13-14)

Quote Of The Day - 02 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-02 17:41:33
Hati kita seperti taman yang mana Tuhan mau menumbuhkan tanaman-Nya, yaitu kebenaran-kebenaran-Nya yang jika bertumbuh akan terekspresi dan terwujud dalam tindakan dan perbuatan.

Mutiara Suara Kebenaran - 02 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-02 17:40:15
Orang yang rendah hati adalah orang yang selalu merasa membutuhkan Tuhan dalam segala keadaan.

THIRST FOR GOD - 02 November 2024 (English Version)
2024-11-02 17:38:55
A humble person is one who always feels the need for God in all circumstances; whether he is comfortable, calm, peaceful, has no problems, or is in a state of turmoil, critical, crisis, and many problems. This is essential. On the contrary, a proud person does not feel the need for God. This statement may seem simple, but it is actually complex. Feeling a need for God is not easy because God is invisible, and He often tests His chosen people to see how much we trust Him and do not suspect Him-especially when He leads us into truly critical situations, times of crisis, and as if God does not exist.
Throughout the lives of those loved by God, we see this phenomenon. For example, Abraham waited nearly a quarter of a century for his child to be born. He also faced times of famine, where he was tested to see if he would return to Ur of the Chaldeans or continue as God commanded. Similarly, Joseph was thrown into a dark, dry well and then sold as a slave. As a slave, he was falsely accused of attempting to assault his master’s wife and was thrown into prison. His world seemed to collapse, even though God had promised through dreams that Joseph would become a ruler greater than his father, mother, and brothers. Not to mention Moses, David, and other figures of faith who were brought by God into situations often described as deserts.
Thus, it is not easy to have a heart that truly relies on God and feels a need for Him, especially when those around us ignore, disregard, or dismiss God. The way others live often implies: 'God doesn’t exist, and God isn’t necessary.' Not infrequently, God, in His mercy-so that we do not perish-gives us a blow that leaves us seeing no way out, no help, no one with mercy to aid us, except God. In the end, we are compelled and drawn to look to Him and seek Him. This, too, is a form of God’s mercy.
So, if God strikes us, bringing us to critical situations, crises, to the peak of difficulties-what people often call the lowest point-it is actually so that we look up to God. God actually does not need us, but His mercy is given to us so that we do not fall out of fellowship with Him, because falling out of fellowship with God means perishing. This is not just a matter of being sick, then getting well, going bankrupt, then having the economy restored, or failure followed by success. God is life, not just our temporary life on earth, but also life in eternity. There is no life outside of God, so that the human soul can feel the thirst for Him.
So, if we end up needing God, it’s not because we are single, facing financial issues, or seeking blessings for our careers. But the problem is, not many people reach the point of thirsting where they genuinely feel the need for God. Many people whose souls are lost, their thirst is for worldly things. The desires of their souls have been corrupted, led astray by Satan, so that when they need God, it is not because God is expected to satisfy their soul's thirst, but so that their problems are solved. They are people who are actually not faithful to God. But our God is great, our God is very patient, He continues to guide us.
If we reach the point where we have a sincere, pure, and complete thirst, then we will surely become God's lovers. Our thirst for God is enjoyed by God. So, if God beats us with blows, it is because God wants us to look to Him. But there is something terrifying: God does not always strike. There is a kind of order in the spiritual realm that God also has a portion to reprimand someone-the intensity of the discipline and the number of times. It’s not wild without rules. That’s why, if God warns us once, twice, three, four, or five times, there may come a time when He no longer warns us. Perhaps the storms of life we go through are truly heavy, but in the end, we find the purpose of that process.
We only have one life, we must not miss the mark. We must have a holy mellow feeling, not a mellow that is vulnerable to the soul, to be strong people facing the world no matter how heavy it is. People who can cry at the feet of God will certainly not cry facing the world. But people who cry facing the world, cannot possibly cry before God. And one of the characteristics of a person who can cry before God is a person who dares to face the world, dares to bear the burden of other people's suffering.
IF WE REACH THE POINT OF HAVING A GENUINE, PURE, AND COMPLETE THIRST FOR GOD, WE WILL SURELY BECOME GOD'S LOVERS.

KEHAUSAN AKAN TUHAN - 02 November 2024
2024-11-02 17:36:50
Orang yang rendah hati adalah orang yang selalu merasa membutuhkan Tuhan dalam segala keadaan; apakah ia dalam keadaan nyaman, tenang, teduh, tidak bermasalah, atau sedang dalam keadaan bergejolak, kritis, krisis, dan banyak masalah. Ini sangat prinsip. Jadi, sebaliknya, orang yang sombong adalah orang yang tidak merasa membutuhkan Tuhan. Kalimat ini sederhana, tetapi sebenarnya tidak sederhana. Ada kompleksitas, ada kerumitannya di dalam hal ini. Merasa membutuhkan Tuhan itu bukan sesuatu yang mudah karena Tuhan tidak kelihatan, dan Tuhan sering menguji kita sebagai umat pilihan, seberapa kita memercayai dan tidak mencurigai Dia; yaitu ketika Tuhan membawa kita ke dalam keadaan-keadaan yang benar-benar kritis, krisis, dan seakan-akan Tuhan tidak ada.
Dalam sejarah kehidupan orang-orang yang dikasihi Tuhan, kita melihat fenomena ini. Misalnya, Abraham yang hampir seperempat abad menunggu anaknya lahir. Abraham juga menghadapi masa kekeringan, di mana dia diuji apakah dia akan kembali ke Ur-Kasdim atau tetap melanjutkan sebagaimana yang Tuhan perintahkan. Demikian juga Yusuf, ia dimasukkan ke dalam sumur gelap, kering, lalu dijual menjadi budak. Sebagai budak, ia dituduh hendak memperkosa nyonyanya, sehingga ia masuk penjara. Rasanya langit hidupnya rubuh, padahal TUHAN menjanjikan melalui mimpi bahwa Yusuf akan menjadi penguasa yang lebih besar dari ayah, ibu, dan saudara-saudaranya. Belum lagi bicara soal Musa, Daud, tokoh-tokoh iman yang dibawa Tuhan ke satu keadaan yang sering digambarkan sebagai padang gurun.
Jadi tidak mudah untuk dapat memiliki hati yang mengandalkan Tuhan, merasa membutuhkan Tuhan. Apalagi kalau kita melihat orang di sekitar kita menganggap Tuhan sepi, meremehkan Tuhan, tidak memperhitungkan Tuhan. Kesaksian hidup manusia di sekitar kita berbunyi: Tuhan tidak ada dan Tuhan tidak perlu ada. Tidak jarang Tuhan membelaskasihani kita—supaya kita tidak binasa—dengan memberi pukulan di mana dalam pukulan tersebut kita tidak melihat jalan keluar, kita tidak melihat pertolongan, kita tidak melihat orang yang berbelaskasihan dan membantu kita, kecuali Tuhan. Yang akhirnya kita dipaksa, digiring untuk memandang Tuhan, dan mencari Tuhan. Itu bentuk belas kasihan Tuhan.
Jadi, kalau Tuhan memukul kita, membawa kita kepada keadaan kritis, krisis, puncak kesulitan, atau yang sering orang bahasakan dengan titik terendah, sejatinya itu supaya kita memandang Tuhan ke atas. Tuhan itu sebenarnya tidak membutuhkan kita, tapi belas kasihan-Nya diberikan kepada kita supaya kita tidak lepas dari persekutuan dengan Dia, sebab lepas persekutuan dari Tuhan itu binasa. Ini bukan sekadar masalah sakit, lalu sembuh, bangkrut, lalu dipulihkan ekonominya, atau terpuruk, lalu sukses. Tuhan adalah kehidupan, bukan hanya kehidupan sementara kita di bumi, melainkan kehidupan dalam kekekalan. Tidak ada kehidupan di luar Tuhan, supaya jiwa manusia bisa merasakan kehausan akan Dia.
Jadi, kalau akhirnya kita membutuhkan Tuhan, itu bukan karena kita belum menikah, dalam problem ekonomi, atau karena kita mau diberkati untuk karier kita. Namun masalahnya, tidak banyak orang yang sampai pada kehausan di mana ia merasa membutuhkan Tuhan. Banyak orang yang jiwanya sesat, kehausannya itu kepada perkara-perkara dunia. Cita rasa jiwanya telah dirusak, disesatkan oleh Iblis, sehingga ketika membutuhkan Tuhan pun bukan karena Tuhan yang diharapkan dapat memuaskan dahaga jiwanya, namun supaya masalahnya selesai. Mereka adalah orang-orang yang sebenarnya tidak setia kepada Tuhan. Tetapi hebat sekali Tuhan kita, sabar sekali Tuhan kita, Dia tuntun kita terus.
Kalau sampai kita bisa memiliki kehausan yang tulus, murni, dan utuh, maka kita pasti menjadi kekasih Tuhan. Kehausan kita akan Allah itu dinikmati oleh Tuhan. Jadi, kalau Tuhan hajar kita dengan pukulan, itu karena Tuhan mau kita berkiblat kepada-Nya. Namun, ada satu hal yang mengerikan, yaitu Dia tidak selalu memukul. Ada semacam tatanan dalam alam rohani bahwa Tuhan pun memiliki porsi untuk menegur seseorang, seberapa kuat pukulan itu, dan berapa kali itu. Bukan liar tanpa aturan. Makanya, kalau Tuhan peringatkan 1, 2, 3, 4, 5 kali, bisa kemudian, tidak diingatkan kembali. Mungkin badai hidup yang kita lalui benar-benar berat, tetapi akhirnya kita menemukan tujuan dari pada proses itu.
Kita punya hidup hanya sekali, jangan meleset. Kita harus memiliki perasaan mellow yang kudus, bukan mellow yang rentan jiwa, menjadi orang yang kuat menghadapi keadaan dunia seberat apa pun. Orang yang bisa menangis di kaki Tuhan pasti tidak akan menangis menghadapi dunia. Tapi orang yang menangis menghadapi dunia, tidak mungkin bisa menangis di hadapan Allah. Dan salah satu ciri orang yang bisa menangis di hadapan Allah adalah orang yang berani menghadapi dunia, berani memikul beban penderitaan orang lain.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU SAMPAI KITA BISA MEMILIKI KEHAUSAN YANG TULUS, MURNI, DAN UTUH, MAKA KITA PASTI MENJADI KEKASIH TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 02 November 2024
2024-11-02 17:31:46
Markus 11
Yohanes 12

Truth Kids 01 November 2024 - MENGASIHI DENGAN ADIL
2024-11-01 19:31:48
Efesus 4:2
”Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.”
Sobat Kids, pernahkah kalian bertemu dengan orang yang memiliki keterbatasan seperti tidak bisa melihat atau tidak bisa berjalan? Apa reaksi kalian ketika bertemu dengan mereka? Mungkin ada sebagian dari kita yang merasa kasihan, atau ada pula yang merasa takut. Sobat Kids, ketahuilah bahwa meskipun mereka memiliki keterbatasan dalam tubuh, tetapi Tuhan Yesus sangat mengasihi mereka. Apa buktinya? Kita bisa melihat di dalam Alkitab, banyak sekali cerita Tuhan Yesus ada bersama-sama dengan mereka yang memiliki keterbatasan fisik. Bahkan, Tuhan Yesus mau menyembuhkan mereka.
Terkadang ada yang memperlakukan mereka dengan cara yang tidak baik. Sayangnya, masih ada yang mengejek, berkata kasar, atau bahkan memperlakukan mereka secara tidak adil. Sebagai anak-anak Allah yang merasakan kasih-Nya, kita harus memperlakukan mereka seperti yang Tuhan Yesus telah contohkan. Kita mau ada bersama-sama mereka dan bersikap lemah lembut terhadap orang-orang memiliki keterbatasan. Bagaimanapun kondisi seseorang, ia tetap dikasihi oleh Tuhan. Tuhan mengajarkan kita untuk selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar.

Truth Junior 01 November 2024 - BELAJAR LEMBUT SEPERTI YESUS
2024-11-01 19:30:11
Efesus 4:2
”Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.”
Sobat Junior, tahu tidak bahwa setiap orang itu berharga di mata Tuhan? Tuhan menciptakan kita semua dengan penuh kasih dan perhatian. Itu sebabnya Tuhan ingin kita memperlakukan satu sama lain dengan sikap yang baik, rendah hati, dan lemah lembut.
Bayangkan jika kamu sedang bermain dengan teman-teman dan ada satu teman yang tiba-tiba kesal atau marah. Apa yang harus kita lakukan? Apakah kita harus marah juga? Tidak, Sobat Junior. Sebagai anak-anak Tuhan, kita harus belajar untuk sabar dan lembut. Mungkin temanmu sedang menghadapi masalah yang tidak kita tahu. Dan dengan bersikap lembut, kita bisa menunjukkan bahwa kita peduli.
Di dalam Efesus 4:2, Tuhan mengajarkan kita untuk selalu menunjukkan kasih, terutama ketika ada orang lain yang membutuhkan bantuan. Kasih itu bukan hanya kata-kata, melainkan juga tindakan. Misalnya, ketika kita membantu teman yang kesulitan, kita sedang menunjukkan kasih yang sejati.
Jadi, ingat ya, Sobat Junior, setiap kali kita sabar, rendah hati, dan lemah lembut, kita sedang mengikuti teladan Yesus. Tuhan ingin kita selalu mengasihi sesama dengan sikap yang baik, karena setiap orang itu berharga di mata-Nya. Tetaplah menjadi anak yang penuh kasih!

Truth Youth 01 November 2024 (English Version) - EXPERIENCING GOD
2024-11-01 19:27:16
"Praise Him with the sounding of the trumpet, praise Him with the harp and lyre, praise Him with timbrel and dancing, praise Him with the strings and pipe, praise Him with the clash of cymbals, praise Him with resounding cymbals!" (Psalm 150:3-5)
Each person has a unique way of expressing worship. For some, dancing is a form of worship. Others may express themselves through music or other forms of art. There is nothing wrong with this; whatever touches an individual's "expression" is objective to them. it is their way of perceiving something. People who try to express themselves through art in worship are attempting to experience or perceive God in their own way. It does not mean they are simply doing as they please; rather, it is their way of approaching God, the most comfortable way for them to feel close to Him. It is not wrong, as long as what is done aligns with His feelings and will.
Experiencing God through art as an expression of worship is very fascinating. It’s also worth emphasizing that art holds a different position from other forms of worship expression, like prayer and verbal praise, which we often do in church. Through art, some people may more easily feel God’s presence because art is something they truly enjoy. While dancing, playing the piano, guitar, or other instruments, they can fully express themselves in worship to God. Ultimately, all of this rises to the Lord as a form of praise and worship that brings joy to His heart.
As the psalmist says in Psalm 150:3-5, praising God can be done in many ways—not only through songs and prayers but also through the instruments we have, or even simply through dancing or clapping hands. Praising God is an encouragement to His people, a call for us to remember Him and continually worship Him. The most important point in praising God is to bring joy to His heart. God is surely pleased when each of His children can praise and worship Him according to their own unique abilities, especially through art as an expression of worship.
WHAT TO DO:
Be yourself and be brave in expressing praise and worship through art as a form of worship.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Luke 23-24

Truth Youth 01 November 2024 - MERASAKAN ALLAH
2024-11-01 18:38:57
”Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi! Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling! Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang!” (Mazmur 150:3-5)
Setiap orang memiliki ekspresi beribadah yang berbeda dari yang lainnya. Bagi sebagian orang, menari adalah sebuah ekspresi beribadah. Begitu pula dengan bermain musik, atau mengekspresikan dirinya di dalam karya seni lainnya. Tidak ada yang salah, sebab apa pun yang bersinggungan dengan “ekspresi” seseorang, itu adalah hal objektif bagi dirinya sendiri, itu adalah caranya menginderawi suatu hal. Orang-orang yang mencoba mengekspresikan dirinya melalui seni dalam sebuah ibadah, artinya mereka sedang mencoba untuk merasakan atau menginderawi Allah melalui cara mereka sendiri. Bukan berarti mereka suka-suka sendiri, tetapi itulah cara mereka mendekati Allah, cara ternyaman mereka menyentuh Pribadi Allah dalam arti menjadi semakin dekat dengan Dia. Tidak salah, selagi apa yang dilakukan sesuai dengan perasaan dan kehendak-Nya.
Merasakan Allah melalui seni sebagai ekspresi beribadah merupakan hal yang sangat menarik. Patut ditekankan juga bahwa seni memiliki posisi yang berbeda dari ekspresi ibadah lainnya seperti doa-doa dan pujian verbal yang sering kita lakukan di gereja. Melalui seni, beberapa orang dapat dengan mudah merasakan Allah, karena seni adalah hal yang disukai oleh mereka. Sambil menari, bermain piano, gitar, dan lainnya, seseorang mengekspresikan dirinya seutuhnya ke dalam penyembahan kepada Tuhan. Pada akhirnya, semuanya naik kepada Tuhan sebagai suatu bentuk pujian penyembahan yang menyenangkan hati-Nya.
Seperti kata pemazmur dalam Mazmur 150:3-5, memuji Tuhan dilakukan dengan begitu banyak cara, tidak hanya melalui nyanyian dan doa saja, tetapi melalui alat-alat yang kita punya atau sesederhana dengan diri kita sendiri melalui tarian atau tepukan tangan. Memuji Tuhan adalah sebuah imbauan kepada umat, agar kita mengingat Allah dan terus menyembah-Nya. Poin terpenting dari memuji Tuhan adalah kita menyenangkan hati-Nya. Allah pasti disenangkan apabila setiap anak-anak-Nya dapat memuji menyembah-Nya dengan kemampuan setiap individu, terlebih melalui seni sebagai ekspresi beribadah.
WHAT TO DO:
Menjadi diri sendiri dan berani mengekspresikan pujian penyembahan melalui seni sebagai ekspresi kita dalam beribadah.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Lukas 23-24

Renungan Pagi - 01 November 2024
2024-11-01 18:34:58
Ada banyak orang berpikir bahwa rumah Tuhan hanyalah gereja, karena itu gereja kita hormati, serius, sungguh-sungguh. Tetapi tahukah bahwa didalam keluarga Tuhan juga mau berdiam; betapa indahnya hubungan kasih dalam keluarga, jika kita mengijinkan Kristus tinggal dan berdiam didalam keluarga, bahkan jika dalam keluarga, suami, istri dan anak-anak membangun mezbah doa, sepakat berseru kepada Tuhan, maka apapun yang kita minta akan dikabulkan oleh Tuhan.
Tentu saja harus hidup didalam Tuhan, yang kita minta pasti tidak akan bertentangan dengan kehendak Tuhan. Karena Tuhan Yesus berkata; "Dan lagi Aku berkata kepadamu: jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka."
(Matius 18:19-20)

Quote Of The Day - 01 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-01 18:33:08
Menjaga hati dengan segala kewaspadaan, kita mulai dengan hidup di hadirat Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 01 November 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-11-01 18:31:23
Ketika kita mencari Tuhan, sejatinya kita sedang menggores sejarah kehidupan yang indah, berkenan kepada Allah, dan yang abadi.

APPRECIATE HIS PRESENCE - 01 November 2024 (English Version)
2024-11-01 18:29:21
We must all continue to seek God's presence diligently until we find Him. It is not uncommon for us to sit quietly at God's feet for hours, but it seems as if God does not care. Physically, we do not feel His presence. Our prayer room is so quiet, as if God is not there. However, in this way, God wants to test our loyalty; how serious we want to deal with God. It is also intended so that we appreciate His presence, and not take His presence for granted.
Consider this question: did God not know that Abraham was serious about offering his son, Isaac? God is omniscient. God knows what has happened, is happening, and will happen. But there must be proof; that is the law and order that is in God. Doesn't God know that we will remain faithful and diligent in seeking Him, even though sometimes it seems as if God doesn't care, as if He doesn't exist? Doesn't God know that we will continue to sit quietly waiting for God's presence, seeking God's presence, waiting for Him? Of course God knows, but there must be proof. And we must prove in real and concrete terms that we are serious about dealing with God so that there is a recorded history of life, which is written down.
So, when we seek God, we are actually writing a history of life that is beautiful, pleasing to God, and eternal. We often say, "Even if I don’t go to church, God knows my heart." That's right, and God not only knows our hearts, He also knows what we want to become in the future. But we have to show, prove our loyalty to God. God knows whether we love God or not, but there must be real proof. God also knows that we are good, we will not take revenge even if we are hurt. But we must meet the person who hurts us as badly as possible, until it is proven that we can indeed love our enemies and forgive people; for proof. This proof becomes an eternal scratch and makes our existence permanent-permanently humble, permanently non-materialistic, permanently living a blameless, flawless life.
God will train us, and for that, He places us in situations where we can prove that our hearts are anchored in Him. We will face various tests. So, if we pray and it seems as though God is silent, continue praying, saying, "I’ll keep waiting, Lord." There may be a temptation in our hearts that says, "It doesn't matter if I pray or not; God knows my heart and that I love Him." But no. If we truly love Him, let us prove it. Don't delay, because we will continue to delay and in the end we will continue to be wrong. This proof is essential, and it is something that is counted. We must dialogue with Him. If we claim to live in His presence and walk with Him, we do not have a dialogue with Him, it means we are deceiving ourselves.
The problem is, we often close our ears to His voice because we are overwhelmed by all the other voices we hear, and we are busy with many things we think about. Therefore, we must learn to be still, give ourselves a moment of pause, then look to God, speak to Him, or listen as He speaks to us. Being friends with God must be real, having a dialogue with God must also be real. Then, when we face the brink of death or a critical situation where we need to understand God’s will, we don’t have to go searching for Him, because we are already close to Him. When we love someone, we show that love by giving gifts, attention, and whatever brings them joy. Why don’t we try to understand what pleases God and we satisfy Him? Let us become true Christians, true children of God. Let us prove our love for Him.
GOD WANTS TO TEST OUR LOYALTY; HOW SERIOUS WE WANT TO DEAL WITH GOD.

MENGHARGAI KEHADIRAN-NYA - 01 November 2024
2024-11-01 18:03:20
Kita semua harus terus mencari hadirat Tuhan dengan tekun sampai kita menemukan-Nya. Tidak jarang ketika kita berjam-jam duduk diam di kaki Tuhan, tetapi seakan-akan Tuhan tidak peduli. Secara fisik, kita tidak merasakan kehadiran-Nya. Ruang doa kita begitu sepi, seakan-akan Tuhan tidak ada. Tetapi, dengan cara demikian, Tuhan mau menguji kesetiaan kita; seberapa sungguh-sungguh kita mau berurusan dengan Tuhan. Hal itu juga dimaksudkan agar kita menghargai kehadiran-Nya, dan tidak menganggap remeh kehadiran-Nya.
Menjadi pertanyaan kita, apakah Allah tidak tahu kalau Abraham serius mau mempersembahkan anaknya, Ishak? Tuhan Maha Tahu. Tuhan tahu apa yang sudah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi. Tetapi harus ada pembuktian; itu hukum dan tatanan yang ada di dalam diri Allah. Apakah Allah tidak tahu kalau kita akan tetap setia dan tekun mencari Dia, walau kadang-kadang seakan-akan Allah tidak peduli, seakan-akan Dia tidak ada? Apakah Allah tidak tahu bahwa kita akan tetap duduk diam menunggu hadirat Tuhan, mencari hadirat Allah, menanti-nantikan Dia? Tentu Allah tahu, tetapi harus ada pembuktian. Dan kita harus membuktikan secara nyata dan konkret bahwa kita serius berurusan dengan Tuhan supaya ada sejarah kehidupan yang tercatat, yang digoreskan.
Jadi, ketika kita mencari Tuhan, sejatinya kita sedang menggores sejarah kehidupan yang indah, berkenan kepada Allah, dan yang abadi. Sering kita berkata, "Biar saya tidak ke gereja, Tuhan tahu isi hati saya." Benar, dan Tuhan bukan hanya tahu hati kita, Dia juga tahu kelak kita mau jadi apa. Tapi kita harus menunjukkan, membuktikan kesetiaan kita kepada Tuhan. Tuhan tahu kalau kita mengasihi Tuhan atau tidak, tapi harus ada pembuktian yang nyata. Tuhan juga tahu kita itu baik, tidak akan balas dendam walau disakiti. Tapi kita mesti bertemu orang yang melukai, menyakiti sehebat-hebatnya, sampai terbukti bahwa kita memang bisa mengasihi musuh dan mengampuni orang; untuk pembuktian. Dan pembuktian itu menjadi goresan kekal dan membuat keberadaan kita permanen. Permanen rendah hati, permanen tidak materialistis, permanen hidup tidak bercacat, tidak bercela.
Tuhan akan melatih kita dan untuk itu Dia memberikan kita satu kondisi di mana kita bisa membuktikan bahwa kita melabuhkan hati kita kepada Tuhan. Jadi kita akan mendapatkan pengujian-pengujian. Maka kalau kita berdoa, namun Tuhan seakan tidak ada, tetaplah berdoa; “Aku tunggu terus, Tuhan.” Mungkin ada godaan dalam hati yang berkata, "Doa tidak doa sama saja, Tuhan tahu hatiku bahwa aku mengasihi Dia." Tidak. Kalau kita benar mengasihi Dia, berikan pembuktian. Jangan menunda, sebab kita akan menunda terus dan akhirnya kita akan salah terus. Jadi, pembuktian itu harus ada. Dan itu bukanlah sesuatu yang tidak diperhitungkan. Kita harus berdialog dengan Dia. Kalau kita mengaku bahwa kita hidup di hadirat-Nya, berjalan dengan Dia, tapi kita tidak berdialog dengan Dia, artinya kita bohong.
Masalahnya, kita sering menutup telinga terhadap suara-Nya karena begitu gaduhnya suara yang kita dengar, dan kita sibuk dengan banyak hal yang kita pikirkan. Maka kita harus belajar diam, beri waktu jeda, lalu kita memandang Tuhan, kita bicara kepada-Nya atau Dia bicara kepada kita. Bersahabat dengan Tuhan itu harus nyata, berdialog dengan Tuhan juga harus nyata. Nanti kalau kita di ujung maut atau dalam situasi tertentu di mana kita perlu mengerti kehendak Allah, kita tidak usah mencari-cari Tuhan karena memang kita sudah melekat dengan Dia. Kalau kita mencintai seseorang, maka kita berusaha untuk membuktikan cinta itu dengan memberi hadiah, perhatian, dan lain sebagainya. Apa yang menjadi kesenangan dia, kita berikan, kita berusaha menyenangkan hatinya. Mengapa kita tidak berusaha untuk mengerti apa yang disenangi Tuhan dan kita memuaskan-Nya? Ayo, kita menjadi Kristen sejati, anak-anak Allah sejati. Buktikanlah cinta kita kepada-Nya.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
TUHAN MAU MENGUJI KESETIAAN KITA, SEBERAPA SUNGGUH-SUNGGUH KITA MAU BERURUSAN DENGAN TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 01 November 2024
2024-11-01 17:59:35
Lukas 19

Truth Youth 31 Oktober 2024 - PERFECT IN WORDS
2024-10-31 17:47:51
”Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia.” (Efesus 4:29)
Perkataan yang keluar dari mulut seseorang itu adalah cerminan dari hati dan pikirannya. Orang yang memiliki perkataan yang baik biasanya memiliki hati yang baik, walau hal ini tidak mutlak, karena kita masih sering menjumpai orang-orang yang berbicara lemah lembut seakan-akan baik, namun tindakannya jahat.
Jika ada orang berkata, “Mulutku memang jahat, tetapi hati saya tidak,” itu omong kosong. Kalau mulutnya busuk, hatinya pasti busuk, karena hati adalah sumber. Surat Yakobus mengatakan, “Siapa yang bisa mengendalikan lidah, maka dia bisa sempurna.” Orang yang bisa mengendalikan lidah adalah orang yang sempurna. Di dalam Efesus 4:17- 32 berbicara tentang manusia baru kita diingatkan untuk hidup menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan. Membuang segala dusta, perkataan kotor, dan memakai perkataan yang benar, jujur dan membangun supaya yang mendengar perkataan kita memperoleh kasih karunia. Orang yang memiliki kepahitan, kegeraman, amarah, suka pertikaian, gosip, dan fitnah pasti tidak akan bisa menjadi berkat bagi orang lain. Suasana hati yang seperti itu pasti hanya akan mentransferkan spirit kepahitan, kegeraman, amarah, pertikaian, gosip dan fitnah.
WHAT TO DO:
1. Selalu meminta tuntunan Roh Kudus ketika berbicara
2. Menghindari percakapan-percakapan yang tidak membangun seperti gossip dan lain-lain
3. Menyediakan waktu untuk dikoreksi oleh Tuhan lewat doa
BIBLE MARATHON:
▪︎ Lukas 21-22

Renungan Pagi - 31 Oktober 2024
2024-10-31 17:39:37
Seorang yang menyimpan dendam, sakit hati, kepahitan atau sering mengeluh, bersungut saat mengalami banyak masalah seringkali merasa sulit untuk mengontrol perkataannya, tetapi dari perkataanmu setiap hari sebenarnya akan melihat apa yang ada di hatimu. "Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang."
Itulah perkataan Tuhan Yesus, bahwa apa yang dari dalam itu akan terpancar keluar dan menajiskan hidupnya. Tuhan Yesus tentu dapat melihat isi hati kita, tetapi orang lain disekitar, akan melihat melalui perkataan yang keluar dari mulut kita. Perkataan itu ternyata sangat menentukan bagaimana hidup kekristenan kita.
(Matius 15:18)

Quote Of The Day - 31 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-31 17:38:14
Salah satu ciri anak-anak Allah adalah berbelas kasihan terhadap sesama.

Mutiara Suara Kebenaran - 31 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-31 17:36:46
Kita yang harus mengondisi hidup kita untuk menjadi kudus dalam segala hal.

BINDING OURSELVES FOREVER - 31 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-31 17:35:31
The matter of holiness is not something that makes us strange, loses pleasure, nor does it mean that we cannot be happy. The natural desires of humans led by the Holy Spirit make our lives happy. Eating with family, traveling with family, enjoying food and drink together, are not forbidden by God. But we do all of this with a heart that is bound to God. In Exodus 21 there is a great clause. If a slave is ready to be freed, but he says, "I love my master, I do not want to be free," then he will remain with his master. He is pierced, then he belongs to his master forever. The question for us today is, who is the owner of our lives to whom we bind ourselves forever?
Do not let the world bind us until we are not worthy to enter wedding feast of the Lamb. But we must decide now, to whom we want to bind ourselves. Honestly, many Christians do not dare to be people who are bound to God, because they still want to be free. Especially if they are still quite young, not too old. So we are grateful that we have been chastened by God, because if God had not chastened us, we might not have reached this place. Our lives are very short and tragic. Where will we go after we die? While the world is getting more and more damaged, with wars and earthquakes everywhere. If we do not long for God, something is definitely wrong. How can God welcome those who do not long for Him?
We must live holy. What do we lose by living a holy life? The evil one is Satan, who says: “If you live holy, you will not be happy. You may, but not now. You have many affairs. If you are holy, your affairs won’t work out.” Redemption does not make us lose free will. Redemption does not automatically change our thinking system to God's thinking system or to think like God. It does not automatically change our sinful appetite. So, we must change, learn, change, learn, until flawless and blameless. For this, we must constantly look at the face of God. But have we truly looked upon His face? Honestly, we tend to look at other things in this world, which means we do not love Him. If we do not honor God, then who are we living for, and what is the purpose of our lives? What hope do we have if we do not honor God? So, beyond merely having thoughts, reasoning, or studying the Word, there must be an encounter with God.
And because we have been training every day since long ago, we have begun to learn to maintain holiness in all things. Come on, let's be truly holy. We must condition our lives to be holy in all things. We must be able to get through as Joseph did. Then God exalted him, and God used him. No one who fails is used by God. The church must be a way to transform the congregation. Don't be fake Christians. If we want to pretend to be holy or pretend to be righteous, it is too costly to wake up every morning to pray, and we often fast. We must truly strive to have the lifestyle of God’s children. If we call ourselves children of God but do not possess God’s nature, then we are lying.
Ephesians 1:4 says, “For God chose us in Him before the foundation of the world,” in Jesus we were chosen before the foundation of the world, “that we might be holy and blameless before Him.” So in the plan, in the mind of God the Father, there is our name. We were created by God. Why do I exist? I was created by God, designed to be children of God. Verse 5 says, “In love He predestined us to be adopted as His children through Jesus Christ, according to the good pleasure of His will.” Being His children is not just about having the status of a child, but having the existence of a child. That’s why we must go through a process. We must repent and change! Pity our children if we as parents do not repent; how can our children be saved? If parents cannot see the Kingdom of Heaven, then children in this broken world will not be able to see Heaven either. Let us prepare to go home, for the world is not our home.
WE MUST CONDITION OUR LIVES TO BE HOLY IN ALL THINGS.

MENGIKATKAN DIRI SELAMANYA - 31 Oktober 2024
2024-10-31 07:22:32
Hal kesucian bukanlah sesuatu yang membuat kita jadi orang aneh, kehilangan kesenangan, bukan juga berarti kita tidak bisa bahagia. Keinginan-keinginan wajar manusia yang dipimpin Roh Kudus itu membahagiakan hidup kita. Makan dengan keluarga, wisata dengan keluarga, menikmati makan minum bersama, itu tidak dilarang Tuhan. Tetapi semua kita lakukan dengan hati yang terikat kepada Tuhan. Di Keluaran 21 ada satu klausal yang hebat. Kalau seorang budak sudah waktunya dibebaskan merdeka, tapi dia berkata, “Aku mencintai tuanku, aku tidak mau jadi orang merdeka,” maka dia akan tetap tinggal bersama majikannya. Dia ditindik, lalu jadi milik tuannya sampai selamanya. Pertanyaan untuk kita hari ini, siapa pemilik hidup kita yang kepadanya kita mengikatkan diri selamanya?
Jangan sampai dunia mengikat kita sampai kita tidak layak masuk ke dalam pesta perjamuan Anak Domba. Namun kita harus putuskan sekarang, kepada siapa kita mau mengikatkan diri. Sejujurnya, banyak orang Kristen yang belum berani untuk menjadi orang yang terikat dengan Tuhan, karena masih mau merdeka. Apalagi jika secara umur masih lumayan muda, belum tua bangka. Maka kita bersyukur kalau selama ini kita dihajar Tuhan, sebab kalau Tuhan tidak menghajar kita, mungkin kita tidak sampai ke wilayah ini. Hidup kita sangat singkat dan tragis. Mau ke mana kita setelah meninggal nanti? Sementara dunia tambah rusak, perang dan gempa di sana sini. Kalau sampai kita tidak merindukan Tuhan, pasti ada yang salah. Bagaimana Tuhan mau menyambut orang yang tidak merindukan Dia?
Kita harus hidup suci. Apa ruginya hidup suci? Yang jahat itu setan, yang berkata: “Kalau kamu hidup suci, kamu tidak bahagia. Boleh, tapi jangan sekarang. Urusan kamu itu banyak. Kalau kamu suci, tidak beres urusanmu.” Penebusan tidak membuat kita kehilangan kehendak bebas. Penebusan tidak otomatis membuat sistem berpikir kita berubah menjadi sistem berpikir Allah atau berpikir seperti Tuhan. Tidak mengubah otomatis selera dosa kita. Maka, kita harus berubah, belajar, berubah, belajar, sampai tak bercacat tak bercela. Untuk itu kita harus terus memandang wajah Tuhan. Namun, apakah kita sudah memandang wajah Tuhan? Sejujurnya, lebih memandang yang lain waktu di dunia, yang berarti kita tidak mencintai Dia. Kalau tidak menghormati Tuhan, lalu hidup kita untuk siapa dan mau apa? Pengharapan apa yang kita miliki kalau kita tidak menghormati Tuhan? Maka lebih dari sekadar memiliki pikiran, nalar, belajar firman, harus ada perjumpaan dengan Tuhan.
Dan karena kita berlatih terus tiap hari sejak dulu, jadi kita mulai belajar menjaga kesucian dalam segala hal. Ayo, kita benar-benar suci. Kita yang harus mengondisi hidup kita untuk menjadi kudus dalam segala hal. Harus bisa dilewati, lulus seperti Yusuf. Maka Tuhan angkat dia, Tuhan pakai dia. Tidak ada orang yang tidak lulus yang dipakai Tuhan. Gereja harus jadi jalan untuk membuat jemaat berubah. Jangan menjadi Kristen palsu. Kalau kita mau pura-pura kudus, mau pura-pura benar, terlalu mahal tiap pagi harus bangun untuk doa, dan sering kita puasa. Kita harus sungguh-sungguh berusaha untuk memiliki gaya hidup anak-anak Allah. Kalau kita menyebut diri sebagai anak-anak Allah, tapi kita tidak punya kodrat Allah, berarti kita bohong.
Efesus 1:4 mengatakan, “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan,” di dalam Yesus kita dipilih sebelum dunia dijadikan, “Supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya.” Jadi di dalam rencana, dalam pikiran Allah Bapa itu ada nama kita. Kita ini diadakan oleh Allah. Kenapa aku ada? Aku diadakan oleh Allah, dirancang untuk menjadi anak-anak Allah. Ayat yang ke-5, “Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya, sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya.” Menjadi anak-anak-Nya itu bukan sekadar kita berstatus anak, namun berkeberadaan sebagai anak. Makanya harus diproses. Kita harus bertobat dan berubah! Kasihan anak-anak kita sebagai orang tua tidak bertobat; bagaimana anak-anak kita selamat? Kalau orang tua tidak bisa melihat Kerajaan Surga, maka anak-anak di dunia yang rusak ini juga tidak bisa melihat surga. Ayo, kita bersiap-siap untuk pulang, sebab dunia bukan rumah kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KITA YANG HARUS MENGONDISI HIDUP KITA UNTUK MENJADI KUDUS DALAM SEGALA HAL.

Bacaan Alkitab Setahun - 31 Oktober 2024
2024-10-31 07:19:41
Matius 20-21

Truth Kids 30 Oktober 2024 - TETAP PERCAYA DAN SETIA
2024-10-30 18:15:05
Yakobus 1:12
”Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.”
Siapa yang mau mendapatkan hadiah? Wah, pasti semua orang suka mendapatkan hadiah! Apalagi jika mendapatkan hadiah yang istimewa. Pasti senang, bahagia, bangga, semua perasaan bercampur jadi satu.
Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan jika kita bertahan dalam pencobaan dan tidak ikut-ikutan
berbuat dosa, maka kita akan mendapatkan hadiah. Hadiahnya ini bukan hadiah sembarangan, Sobat Kids. Allah menjanjikan akan memberikan mahkota kehidupan kepada anak-anak-Nya yang mengasihi Dia. Ketika kita mengasihi Allah, pasti kita tidak mau membuat-Nya sedih. Oleh sebab itu, kita harus menjaga diri kita hidup kudus; tidak berbuat dosa. Jangan melakukan sesuatu hal yang akan membuat sedih. Kita harus berjuang untuk selalu membuat Allah happy.
Tetap percaya dan setia kepada Allah, ya, Sobat Kids. Walaupun ada kesulitan dalam hidup ini, tetaplah setia dan percaya bahwa Tuhan selalu ada bersama kita.

Truth Junior 30 Oktober 2024 - MAHKOTA KEHIDUPAN
2024-10-30 18:13:24
Yakobus 1:12
”Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.”
Sobat Junior, sepanjang bulan ini kita telah membahas tentang buah Roh kesetiaan. Memang tidak mudah untuk selalu melakukan perintah Tuhan dengan setia. Kadang-kadang ada saatnya kita mager (malas gerak) dari tempat tidur untuk bangun pagi dan berdoa. Terkadang godaan untuk main online games atau membuat konten sosmed lebih menarik daripada membuka Alkitab. Apakah Sobat Junior pernah merasakan hal seperti itu?
Itulah sebabnya kita mau berjuang untuk mempraktikkan buah Roh kesetiaan sejak sekarang ini. Percayalah Sobat Junior, jika kalian sudah mulai berjuang sejak usia kalian sekarang ini, kalian akan terus bertumbuh menjadi laskar-laskar Kristus yang tangguh. Kalian akan menjadi tahan uji terhadap segala pencobaan yang datang kepada kalian.
Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita mengenai reward yang akan didapatkan jika kita setia sampai akhirnya. Kalian pasti mau mendapatkan mahkota kehidupan, bukan? Yuk, kita sama-sama berjuang untuk tetap setia kepada Allah Bapa.

Truth Youth 30 Oktober 2024 (English Version) - REFLECTION OF FAITH
2024-10-30 18:09:04
"Now faith is confidence in what we hope for and assurance about what we do not see." (Hebrews 11:1)
Many people interpret faith as something that cannot be seen because it relates to the belief in God that varies from person to person. However, in reality, a person's faith in God can be observed through their life. Someone who leads an immoral life, hurts others, and commits sins is not a person of faith. Even if their mouth claims to believe in Jesus, that is not true faith. Faith is the submission to the Lord being worshiped, obeying and following what the Lord desires.
For Christians, the reflection of faith can be seen through thoughts and words. You might wonder how we can discern someone's thoughts to determine whether they are faithful or not. What about those whose words are gentle but whose hearts or actions are evil? These two questions may arise in our minds. A person's faith is evident in their thoughts, which we can see through their life and conversations. Someone whose mind is filled only with truth will certainly have conversations about that truth, and the fruit of their life will reflect that truth. Conversely, someone whose mind is filled with negativity will exhibit negative behavior.
Next, consider their words. Someone who claims to have faith in Jesus will surely have words guided by the Holy Spirit—words that will not harm others. Their words carry messages and advice, not empty and tasteless phrases. Words that can bring peace and uplift others. Someone who tends to talk excessively and cannot control their speech may show signs of inner turmoil. If their inner self is damaged, their behavior will inevitably be as well.
These two aspects are reflections of a person's faith, as stated in Hebrews 11:1: *“Now faith is confidence in what we hope for and assurance about what we do not see.”* Our faith in the unseen Elohim Yahweh can be proven through our thoughts, actions, and words.
WHAT TO DO:
1. Speak less; let your words be guided by the Holy Spirit.
2. Fill your mind with the truth of God's Word.
3. Be careful in your thoughts, actions, and speech.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Luke 19-20

Truth Youth 30 Oktober 2024 - REFLECTION OF FAITH (CERMINAN IMAN)
2024-10-30 18:03:21
”Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” (Ibrani 11:1)
Banyak orang mengartikan iman sesuatu hal yang tidak bisa dilihat karena ini berhubungan dengan kepercayaan kepada Tuhan yang dipercayai oleh masing-masing orang. Padahal sejatinya seseorang itu beriman kepada Tuhan dapat dilihat dari kehidupannya. Orang yang memiliki kehidupan yang tidak baik, menyakiti sesama, melakukan dosa pasti bukan orang yang beriman. Sekalipun mulutnya mengaku dia mempercayai Tuhan Yesus, namun itu bukanlah iman. Iman itu merupakan penundukan diri kepada Tuan yang disembah, menaati dan menuruti apa yang Tuannya kehendaki.
Bagi orang Kristen, cerminan iman itu dapat dilihat dari pikiran dan perkataannya. Mungkin kita berpikir bagaimana kita bisa mengetahui pikiran seseorang untuk melihat bahwa dia beriman atau tidak? Lalu bagaimana dengan orang-orang yang perkataan nya lemah lembut, tapi ternyata hatinya atau sikapnya jahat? Dua hal ini mungkin akan muncul di pikiran kita. Iman seseorang dapat terlihat dari pikirannya ketika kita melihat kehidupan seseorang tersebut, isi percakapannya. Seseorang yang pikirannya diisi hanya oleh kebenaran pasti percakapannya berisi tentang kebenaran, dan buah hidupnya pasti akan mencerminkan kebenaran. Sementara seseorang yang pikirannya diisi dengan hal-hal negatif pasti perilakunya akan negatif.
Selanjutnya, dalam perkataan. Seseorang yang mengaku beriman kepada Tuhan Yesus pasti memiliki kata-kata yang dituntun oleh Roh Kudus. Kata-kata yang pasti tidak akan menyakiti sesamanya. Kata-kata yang memiliki pesan dan nasihat, bukan kata-kata yang kosong dan hambar tanpa arti. Kata-kata yang bisa memberikan keteduhan, membangkitkan semangat bagi orang lain. Seseorang yang punya kecenderungan banyak bicara dan tidak bisa mengendalikan mulutnya, itu merupakan gejala bahwa batiniahnya sebenarnya rusak. Kalau batinnya rusak, kelakuannya tidak mungkin tidak rusak.
Kedua hal ini merupakan cerminan iman seseorang, seperti yang tertulis di Ibrani 11:1 “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Iman percaya kita kepada Elohim Yahweh yang tidak terlihat dapat dibuktikan lewat pikiran, perbuatan dan perkataan kita.
WHAT TO DO:
1. Jangan banyak bicara, bicaralah sesuai dengan tuntunan Roh Kudus
2. Mengisi pikiran dengan kebenaran firman Tuhan
3. Berhati-hati dalam berpikir, bertindak dan berbicara
BIBLE MARATHON:
▪︎ Lukas 19-20

Renungan Pagi - 30 Oktober 2024
2024-10-30 18:00:19
Alkitab berkata "Janganlah padamkan Roh, dan janganlah anggap rendah nubuat-nubuat, ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik, jauhkanlah dirimu dari segala jenis kejahatan." Jangan memadamkan Roh Kudus yang akan selalu mengingatkan akan setiap firman Tuhan yang harus kita taati, kalau sering mengabaikannya dan lebih menuruti hawa nafsu kedagingan, maka kita akan memadamkan Roh dan jangan anggap rendah nubuatan, itu adalah peringatan Tuhan bagi kita.
Tidak semua nubuat yang diserukan itu palsu, boleh mengujinya, tetapi jangan meremehkannya, setelah menguji nubuat itu, peganglah yang baik, sebab tidak ada yang tidak baik datang dari Tuhan, semua yang Tuhan buat, pasti baik. Kemudian tuntunan Roh Kudus dan nubuat yang telah diuji itu akan membuat kita sanggup menjauhkan diri dari segala kejahatan.
(1 Tesalonika 5:19- 22)

Quote Of The Day - 30 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-30 17:57:52
Kita jangan bermental blok sehingga tertipu oleh diri kita sendiri.

Mutiara Suara Kebenaran - 30 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-30 17:56:58
Semua kita harus sungguh-sungguh serius hidup suci sampai kita berpikir lebih baik tidak pernah menjadi manusia, daripada menjadi manusia yang ditolak oleh Allah.

CHRISTIANITY WITHOUT STAKES - 30 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-30 17:55:02
Do we have fear when we imagine ourselves before the judgment seat of God? In the past, we were sure that when we died we would go to heaven. Or if we were not sure, we convinced ourselves. But now, after going through a long journey following Jesus, experiencing an encounter with God, we feel a much greater fear. When we meet God, will we be allowed to enter the feast of the Lamb of God? In truth, what we can imagine today is not necessarily 5% of the reality that we will see. The greatness of the feast of the Lamb, where there is a meeting between Jesus and faithful believers throughout the centuries, of course including the apostles, Paul, godly people throughout the ages until us and later.
This gathering is what is referred to as the banquet of the Lamb of God. Are we worthy to enter that banquet? For not everyone becomes part of the chosen people (Eph. 1:4-5). Those who are chosen must also be children of God, meaning have a nature like the Father. This is why Jesus said, “You must be perfect as the Father is, because you are His children. You must possess the attributes of the Father.” In 1 Peter 1:17, if we call God our Father, we must be careful with our lives. He shows no favoritism but judges according to deeds, examining whether what we do aligns with His thoughts and feelings, which means constantly pleasing Him. To be the chosen people means to be the bride, and as the bride, the standard must be spotless and without blemish.
As 1 Thessalonians 3:13 says, “May he strengthen your hearts to be blameless and holy before God.” Our God and Father at the coming of our Lord Jesus with all His saints.” The Lord comes with His saints to take the saints. In the remaining years of our lives now, we must truly become holy people, godly people in the eyes of God. Ironically, because very few people are willing to truly struggle to have holiness according to God's standards. But as God’s chosen people, we have no other choice-we must indeed become holy. And we must be optimistic that achieving holiness is a certainty. We speak of this not because we want to impress others or to cover up sin. Yes, we are all sinners. But going forward, starting today, we must truly live without blemish, without spot.
Don't be like the five foolish virgins who when they knocked at the door of the wedding banquet, they were not allowed to enter. Don't be like the parable of a nobleman who held a banquet, the invited guests came without wedding clothes, so they were thrown out. Let's think seriously about this. We can be like those people, who were not allowed to enter the banquet or thrown out of the banquet because they were not wearing wedding clothes, which refers to the sanctity of life, the worthiness of life. All of us must be truly serious, to the point that we think it is better to never have been human, than to be a human being rejected by God. We must be serious, not careless, because the world’s way of thinking has corrupted our minds.
Each of us must be repaired, must be redesigned. As stated in Romans 12:2 (Do not conform to the pattern of this world, but be transformed by the renewing of your mind. Then you will be able to test and approve what God’s will is-his good, pleasing and perfect will), the world system that damages our minds must be replaced with God's mind. We must undergo transformation; a change of mind so that we no longer conform to this world. This requires serious effort, serious work to be able to reach the standard that God desires for His chosen people. The congregation in Antioch was the first congregation to be called "Christians," a label given by others who saw how they lived, how they behaved like Jesus Christ and fought for His cause, how they were willing to lose anything. In those days, following the Lord Jesus meant risking everything; possessions, family, even life.
The condition of Christians at that time made them stop sinning, as Peter said, “Those who suffer in the body because of persecution cease from sin.” So, this was indeed necessary for new congregation, it was conditioned like that so that they could become godly people. Because the standard of heaven has remained unchanged from the beginning and will remain the same until the world to come: we must become godly people. If today we are asked by people, “What is your religion?” we identify ourselves, label ourselves, as Christians. But does this label carry the true meaning of "Christian?” Let us ask ourselves, “Does the label, the title, the status of ‘Christian’ that we hold have real substance?” Because many Christians today are Christians without stakes, making the term experience decay or decline. For anyone who claims to be a Christian must live like Christ (1 John 2:6 Whoever claims to live in him must live as Jesus did).
ANYONE WHO CLAIMS TO BE A CHRISTIAN MUST LIVE LIKE CHRIST.

KRISTEN TANPA PERTARUHAN - 30 Oktober 2024
2024-10-30 17:53:17
Apakah kita memiliki kegentaran ketika membayangkan diri ada di hadapan takhta pengadilan Tuhan? Dulu kita yakin-yakin saja nanti kalau meninggal dunia masuk surga. Atau kalau kurang yakin, meyakin-yakinkan diri. Tetapi sekarang, setelah melewati perjalanan panjang mengikut Yesus, mengalami perjumpaan dengan Tuhan, baru merasakan kegentaran yang jauh lebih besar. Apakah kalau bertemu dengan Tuhan, kita itu diperkenan masuk pesta perjamuan Anak Domba Allah? Sejatinya, apa yang bisa kita bayangkan hari ini, belum tentu 5% dari kenyataan yang kita akan lihat. Keagungan pesta perjamuan Anak Domba, di mana ada pertemuan antara Yesus dengan orang percaya yang setia di sepanjang abad, tentu termasuk para rasul, Paulus, orang-orang saleh di sepanjang zaman sampai kita dan nanti.
Perjumpaan inilah yang disebut sebagai pesta perjamuan Anak Domba Allah. Apakah kita layak masuk pesta perjamuan itu? Sebab tidak semua orang menjadi umat pilihan (Ef. 1:4-5). Yang menjadi umat pilihan juga harus menjadi anak-anak Allah, artinya berkeberadaan seperti Bapa. Jadi kita bisa mengerti mengapa Yesus berkata, “Kamu harus sempurna seperti Bapa, karena kamu anak. Kamu harus memiliki sifat-sifat Bapa.” Dalam 1 Petrus 1:17, kalau kita memanggil Allah itu Bapa, hati-hati dengan hidup kita. Dia tidak memandang muka, tapi memandang perbuatan, apakah yang kita lakukan sesuai dengan pikiran dan perasaan Allah, artinya selalu menyenangkan Dia. Menjadi umat pilihan berarti menjadi mempelai. Dan menjadi mempelai, standarnya harus tak bercacat dan tak bernoda.
Seperti yang dikatakan dalam 1 Tesalonika 3:13, “Kiranya Dia menguatkan hatimu, supaya tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang kudus-Nya.” Tuhan datang dengan orang kudus-Nya menjemput orang kudus. Di sisa umur hidup kita sekarang ini, kita harus benar-benar menjadi orang kudus, orang saleh di mata Tuhan. Ironis, karena sedikit sekali orang yang mau benar-benar berjuang untuk memiliki kesucian sesuai standar Allah. Tetapi sebagai umat pilihan Allah, tidak ada pilihan lain, kita memang harus menjadi orang kudus. Dan kita harus optimis bahwa menjadi orang kudus itu suatu keniscayaan. Kita bicara ini bukan karena kita mau tebar pesona, atau mau menutupi dosa. Ya, semua kita orang berdosa. Tetapi ke depan, dimulai hari ini, kita harus benar-benar hidup tak bercacat, tak bercela.
Jangan seperti lima gadis bodoh yang ketika mengetuk pintu pesta perjamuan kawin, mereka tidak boleh masuk. Jangan kita seperti perumpamaan seorang bangsawan yang mengadakan pesta perjamuan, tamu yang diundang datang tidak memakai pakaian pesta, sehingga diusir. Mari kita serius memikirkan hal ini. Kita bisa berkeadaan seperti orang-orang itu, yang tidak diperkenan masuk pesta perjamuan atau diusir dari pesta perjamuan karena tidak memakai pakaian pesta, yang itu menunjuk pada kesucian hidup, kelayakan hidup. Semua kita harus sungguh-sungguh serius, sampai kita berpikir lebih baik tidak pernah menjadi manusia, daripada menjadi manusia yang ditolak oleh Allah. Kita harus serius, jangan tidak serius. Karena sistem pemikiran dunia ini sudah merusak pikiran kita.
Setiap kita harus diperbaiki, harus didesain ulang. Seperti yang dikatakan di dalam Roma 12:2, sistem dunia yang merusak pikiran kita harus digantikan dengan pikiran Tuhan. Harus mengalami transformasi; perubahan pikiran agar tidak serupa dengan dunia ini. Di sini menuntut usaha yang serius, kerja serius untuk bisa mencapai standar umat pilihan yang Allah kehendaki. Jemaat di Antiokhia merupakan jemaat pertama yang mendapat julukan sebagai orang Kristen. Dan itu diberikan oleh masyarakat setempat, dari orang lain yang melihat hidup mereka, yaitu bagaimana mereka berperilaku seperti Yesus Kristus dan memperjuangkan kepentingan Yesus Kristus, bagaimana mereka rela kehilangan apa pun. Pada zaman itu, berani percaya Tuhan Yesus itu pertaruhannya segenap hidup; harta, keluarga, nyawa.
Kondisi orang Kristen pada waktu itu, membuat mereka berhenti berbuat dosa. Sesuai dengan yang dikatakan oleh Petrus, “Orang-orang yang mengalami penderitaan badani karena aniaya, berhenti berbuat dosa.” Jadi memang untuk jemaat baru itu, dikondisi demikian supaya mereka bisa menjadi orang-orang saleh. Karena standar surga tidak bisa berubah dari awal sampai nanti dunia akan datang: harus jadi orang saleh. Kalau hari ini kita ditanya orang, “Apa agamamu?” Kita menyebut diri—memberi stempel, identitas—sebagai orang Kristen. Tapi apakah Kristen yang kita sebut itu memiliki isi sesuai dengan makna kata “Kristen?” Coba kita perkarakan, “Apakah label, stempel, sebutan, status Kristen yang kita miliki itu berisi?” Karena banyak orang Kristen sekarang merupakan Kristen tanpa pertaruhan, sehingga sebutan itu mengalami dekadensi atau kemerosotan. Sebab seseorang yang mengaku Kristen, maka hidupnya harus seperti Kristus.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SESEORANG YANG MENGAKU KRISTEN, MAKA HIDUPNYA HARUS SEPERTI KRISTUS.

Bacaan Alkitab Setahun - 30 Oktober 2024
2024-10-30 17:49:47
Matius 19
Markus 10

Truth Kids 29 Oktober 2024 - GARIS AKHIR
2024-10-29 21:35:47
2 Timotius 4:7
”Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.”
Kita telah merayakan HUT Kemerdekaan Indonesia pada beberapa bulan lalu. Apakah Sobat Kids mengikuti lomba yang diadakan di lingkungan rumah kalian, atau mungkin di sekolah? Dari semua peserta, apakah semuanya bisa menjadi juara? Tentu tidak, bukan? Hanya yang menyelesaikan lomba paling cepat dan tepat, yang memiliki kemungkinan sebagai pemenang. Hanya ada satu juara pertama, satu juara kedua, dan satu juara ketiga. Jika banyak pesertanya, mungkin panita akan memberikan hadiah hingga juara harapan. Namun, tidak bisa semua peserta lomba mendapatkan hadiah, apa lagi tidak mengakhiri pertandingan dengan baik.
Kehidupan rohani kita juga seperti itu, Sobat Kids. Kita harus tetap setia mengikut Tuhan Yesus hingga kita mencapai garis akhir. Kita harus setia memelihara iman percaya kita kepada Tuhan Yesus. Sejak kecil, kalian harus terus belajar tentang Tuhan Yesus. Semakin besar, semakin dewasa, kalian akan semakin mengenal Tuhan. Hingga suatu saat nanti Tuhan Yesus datang yang kedua kalinya, itulah garis akhir kita. Kita tetap setia menjadi anak-anak Allah yang percaya hanya kepada-Nya.

Truth Junior 29 Oktober 2024 - MENDAPATKAN MEDALI
2024-10-29 21:39:52
2 Timotius 4:7
”Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.”
Pada bulan Agustus lalu, Olimpiade 2024 telah berakhir. Dari 206 negara yang mengikuti olimpiade ini, tidak semua negara berhasil mendapatkan medali. Banyak atlet yang harus kembali ke negara asalnya tanpa membawa medali juara. Namun, semua atlet telah berusaha untuk mengikuti dan mengakhiri setiap pertandingan dengan baik. Mereka adalah atlet-atlet terbaik dari setiap negara. Walaupun belum bisa meraih medali, mereka merupakan yang terbaik dari negara asalnya masing-masing.
Sebagai pengikut Kristus, kita pun berada dalam pertandingan iman, Sobat Junior. Kita harus mencapai garis akhir nanti, yaitu saat kita kembali ke rumah Bapa di surga, dengan memelihara iman percaya kita. Jangan sampai kita berhenti di tengah-tengah pertandingan iman ini. Kita harus tetap setia sampai garis akhir. Memang tidak mudah untuk menjaga iman kita, apalagi saat kesulitan datang. Atau saat terasa Tuhan diam terhadap seruan doa-doa kita. Namun, jangan menyerah, ya, Sobat Junior. Kita mau mempraktikkan buah Roh kesetiaan dalam hidup ini. Kita mau berjuang menjadi yang terbaik sehingga kita layak mendapatkan medali dari Tuhan.

Truth Youth 29 Oktober 2024 (English Version) - RIGHT THOUGHTS, RIGHT ACTION
2024-10-29 19:47:35
"We demolish arguments and every pretension that sets itself up against the knowledge of God, and we take captive every thought to make it obedient to Christ." (2 Corinthians 10:1-5)
Thoughts are human mental concepts formed from many influences. Everything that enters through our eyes and ears is stored in our minds. What we allow into our thoughts will be expressed in our daily lives. When our minds are filled with negative things, our actions will inevitably reflect that negativity. Conversely, a mind filled with positive things will yield positive actions.
The mind is often a battlefield where the devil lands his ideas to ensnare individuals to follow his will. The devil sees the mind as a soft base from which he can control someone's life. We often underestimate the things we see and hear every day, believing that they won't influence our actions. We think that merely seeing or watching something doesn't mean we'll act on it. Unbeknownst to us, what we observe is stored in our memory and can surface at certain moments (for example, during prayer, studying, or exercising), eventually taking root in our thoughts and manifesting as actions. For instance, if we spend hours watching Korean dramas (which mostly revolve around romantic plots), we see romantic scenes that make us wish to experience the same. Consequently, those of us who are single may feel sorry for ourselves because no one treats us romantically like in those films, while those in relationships might try to emulate their on-screen romances.
We must realize that there is a constant battle in our minds, where the devil works hard to fill our thoughts with things that stray from God's will through what we see and hear. Therefore, we need to strive to renew our minds through truth and personal encounters with God so that we can dismantle everything the devil attempts to bring us down with. A mind filled with truth will produce actions that align with that truth.
We cannot adopt a passive stance; we must be proactive in uprooting every thought the devil has planted in our minds. When we continuously fight to eliminate all thought patterns not from God, our minds will become calm, peaceful, and wise in navigating life. A person who can control their thoughts can control their entire life, ensuring that their actions align with God's will, rather than their own or the devil's.
WHAT TO DO:
1. Avoid watching or listening to negative things that do not pertain to our eternal lives.
2. Fill our days with truth by listening and reading the Bible.
3. Have a personal encounter with God through prayer.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Luke 16-18

Truth Youth 29 Oktober 2024 - RIGHT THOUGHTS, RIGHT ACTION
2024-10-29 19:44:20
”Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus” (2 Korintus 10:1-5)
Pikiran adalah gagasan mental manusia yang terbentuk dari banyak hal. Segala hal yang masuk melalui mata maupun telinga kita akan tersimpan di pikiran kita. Hal-hal yang masuk ke dalam pikiran kita itulah yang akan kita ekspresikan setiap hari dalam hidup. Ketika pikiran kita hanya diisi dengan hal-hal yang negatif, maka tindakan kita sehari-hari pun pasti akan negatif. Begitu pun sebaliknya, pikiran yang diisi dengan hal-hal positif akan menghasilkan tindakan yang positif.
Pikiran adalah medan yang sering digunakan Iblis untuk mendaratkan ide-idenya untuk menjerat seseorang agar mengikuti kemauannya. Iblis memandang bahwa pikiran itu merupakan pangkalan yang empuk di mana ia bisa menguasai hidup seseorang. Kita sering sekali menganggap remeh hal-hal yang kita lihat dan dengar setiap harinya, merasa hal tersebut tidak berpengaruh dengan apa yang akan kita lakukan. Kita berpikir bahwa itu hanya kita lihat/tonton saja tidak akan dilakukan. Tanpa sadar hal-hal yang kita lihat itu akan tersimpan di memori pikiran kita, pada saat-saat tertentu dia akan muncul di pikiran kita (contohnya : pada saat berdoa, belajar, olah raga) dan akhirnya akan bersarang di pikiran kita yang membuahkan tindakan. Misalnya kita mengisi hari-hari kita ber-jam-jam dengan menonton film korea (film yang kebanyakan isi ceritanya drama percintaan). Kita melihat adegan-adegan romantis yang membuat kita juga ingin merasakan hal tersebut. Akhirnya kita yang masih jomblo merasa kasihan dengan diri sendiri karena tidak ada yang memperlakukan kita dengan romantis seperti di film tersebut. Sementara yang sudah punya pacar akan berusaha mempraktikkan gaya pacarannya seperti apa yang ditonton.
Kita harus menyadari bahwa di dalam pikiran kita ini ada peperangan yang tidak akan pernah berhenti, di mana Iblis bekerja keras membangun isi pikiran kita dengan hal-hal yang meleset dari kehendak Allah lewat apa yang kita dengar dan lihat. Oleh sebab itu, kita harus berjuang untuk memperbarui pikiran kita lewat kebenaran dan perjumpaan pribadi dengan Allah agar kita bisa merobohkan segala hal yang Iblis upayakan untuk menjatuhkan kita. Pikiran yang diisi dengan kebenaran akan menghasilkan tindakan yang sesuai dengan kebenaran.
Kita tidak boleh bersikap bertahan saja, namun harus menyerang agar kita bisa mencabut setiap pikiran yang sudah dimasukkan Iblis ke dalam pikiran kita. Ketika kita selalu berjuang untuk mencabut semua pola pikiran yang bukan dari Allah maka akan membuahkan pikiran menjadi teduh, damai serta menjadi cerdas dalam menjalani hidup, karena orang yang mampu mengontrol pikirannya, orang yang mampu mengontrol segenap hidupnya, sehingga setiap apa yang dilakukan bisa sesuai dengan kehendak Tuhan bukan kehendak diri sendiri apalagi kehendak Iblis.
WHAT TO DO:
1. Jangan melihat/menonton/mendengar hal-hal yang negatif, yang tidak berhubungan dengan hidup kekal kita
2. Mengisi hari-hari dengan mendengar kebenaran dan membaca Alkitab
3. Memiliki perjumpaan pribadi dengan Tuhan lewat doa
BIBLE MARATHON:
▪︎ Lukas 16-18

Renungan Pagi - 29 Oktober 2024
2024-10-29 19:34:16
Orang yang sombong, biasanya memiliki kecenderungan egois, selalu berpusat pada kepentingannya sendiri. Hidupnya tidak pernah merasa puas dengan berkat yang Tuhan sudah berikan dalam hidupnya dan pasti tidak akan pernah merasa bahagia, karena yang ada dibenaknya hanya ingin menekan dan menyakiti hati orang lain, selama itu menguntungkan bagi dirinya sendiri, dia tidak ingin dikalahkan dan disaingi, tidak dapat menerima jika ada orang lain yang melebihi dia.
Tetapi sifat egois itu dapat kita taklukkan ketika berjumpa dengan kebenaran yang sejati, yaitu berjumpa dengan Kristus, itu pasti akan mengubah karakter sombong dan egois yang kita miliki. Sehingga dapat melakukan hukum Tuhan yang tercakup dalam "KASIH". "Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini, yaitu: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!" Kasih Tuhan dalam diri kita akan membuat rasa kepedulian yang tinggi terhadap sesama.
(Galatia 5:14)

Quote Of The Day - 29 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-29 19:32:18
Kalau seseorang tidak sungguh-sungguh melakukan kehendak Allah, ia tidak bisa dikatakan mencari Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 29 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-29 19:31:00
Menyangkal diri adalah bagaimana membunuh semua kemanusiaan kita untuk bisa mengenakan kehendak Tuhan. Maka, kita berusaha mengerti pikiran perasaan Tuhan.

SURRENDERING ONESELF - 29 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-29 12:43:27
God wants us to grow in capacity. If we are truly seeking a deep relationship with God, striving to understand His will so that we can carry it out and fulfill His plans until we become people who truly bring Him joy, that is capacity. We reach the point where we can’t feel joy if we aren’t pleasing God. We surrender, giving up our right to pursue our own pleasures for the sake of His joy. This is what it means to have capacity. Each day, we seek God’s face, we pray and fast, longing to dive into His presence until we understand His thoughts and feelings. There is a place in God’s mind for us, and we want to know what He thinks of us, what He wills for us, and what He plans for us.
1 Corinthians 6:17 says, "But whoever joins himself to God, becomes one spirit with Him." This is an extraordinary fellowship. It means we can understand God’s thoughts and feelings. Therefore, we must learn to dwell in God’s presence, to approach Him, and to enter His mind and heart. Yet, few people have the optimism to believe they can truly be in God’s presence and understand His thoughts and feelings—grasping what He wants us to do and knowing what He has planned for us to fulfill. Here lies the essence of capacity, where a person can be trusted by God. Because indeed after we are redeemed to belong to God, all our lives and rights are taken. Even in Luke 16:12 (And if you have not been trustworthy with someone else’s property, who will give you property of your own?), it is said that our own possessions will be in the new heaven and new earth, not now. Everything we have today is not ours, but belongs to God.
If on earth we open our hearts to the pleasures injected by the world, we perish. So, when we are brought to a difficult situation, where joy seems absent, and every door to worldly pleasure is shut, it doesn’t matter-as long as we understand His will to be done and His plan for us to fulfill. In the complexities, struggles, and seeming indifference from God, there will surely be moments when we grasp His will for us to accomplish and uncover His plan for us to fulfill. Each of us has yet to reach perfection, but we continue moving toward this direction-until our lives are are completely taken over, so that everything is merely a reflection of all His desires.
Denying oneself is about killing all aspects of our humanity in order to wear God's will. Therefore, we strive to understand God’s thoughts and feelings. However, it is impossible for us to understand God's will and plan without being in God's presence for a long time. This life is not about ourselves, but about Him. In this way, we can save ourselves (1 Timothy 4:16 Watch your life and doctrine closely. Persevere in them, because if you do, you will save both yourself and your hearers). It is here that one begins to develop true capacity.
So actually, in our seemingly ordinary situations, God is at work within us. The main thing is that we understand what God wants us to do where we are and what His plan is for our lives. There’s no need to focus on grand plans right away; rather, in our respective places, let’s precisely do what God wants, that satisfies God's heart. No matter how significant or extraordinary the things God can do, what matters is that we have the capacity to understand God’s thoughts and feelings and to do His will. Let’s begin within our households, starting with the simple things in our lives. Discover and do them. Our ambition must be strong, namely how to be of one mind and one feeling with God.
This is where our lives are seized. We used to understand denying ourselves is too simple. It turns out that denying oneself means when our entire lives are claimed by God, taken in full. Because, in truth, we don’t belong to ourselves. This is not easy; it’s like an animal sacrifice that is slaughtered. We are “slaughtered,” so that Jesus lives in us. If our old selves do not die, then Jesus cannot live within us, because we cannot serve two masters. We must not wait until death, for what dies is a corpse. What God desires is a living sacrifice. Don’t be afraid to surrender ourselves to God. Don’t listen to the voice of Satan and the world, for our only salvation is when we surrender ourselves into God’s hands.
DON'T BE AFRAID TO SURRENDER OURSELVES TO GOD. DON'T LISTEN TO THE VOICE OF SATAN AND THE WORLD, FOR OUR ONLY SALVATION IS WHEN WE SURRENDER OURSELVES INTO GOD'S HANDS.

MENYERAHKAN DIRI - 29 Oktober 2024
2024-10-29 12:41:19
Tuhan mau kita berkapasitas. Kalau kita sekarang ini sungguh-sungguh berurusan dengan Tuhan dengan berusaha untuk mengerti kehendak Allah untuk kita lakukan dan rencana-Nya untuk kita penuhi sampai menjadi orang yang benar-benar menyenangkan Tuhan, itu kapasitas. Sampai kita tidak akan bahagia kalau tidak membahagiakan Tuhan. Kita tidak akan memiliki kesukaan kalau tidak menyukakan Tuhan. Dan kita melepaskan, menanggalkan hak memiliki kesenangan hidup demi kesenangan Tuhan. Itu yang dimaksud dengan kapasitas. Setiap hari kita mencari wajah Tuhan, kita doa puasa, kita mau menyelami hadirat Tuhan sampai kita masuk ke pikiran dan perasaan Tuhan. Ada bagian di dalam pikiran Tuhan mengenai kita, dan kita mau tahu apa yang Dia pikirkan mengenai kita, apa yang Dia kehendaki mengenai kita, dan apa yang Dia rencanakan mengenai kita.
1 Korintus 6:17, "Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia." Itu sebuah persekutuan yang luar biasa. Berarti kita bisa mengerti pikiran perasaan Tuhan. Maka, kita harus belajar ada di hadirat Tuhan, menghampiri Tuhan, lalu masuk ke pikiran dan perasaan-Nya. Namun, sedikit sekali orang yang punya optimisme bisa ada di hadirat Tuhan dan masuk ke pikiran dan perasaan-Nya. Menangkap apa yang Dia kehendaki untuk kita lakukan, mengetahui apa yang Dia rencanakan untuk kita penuhi. Di situ orang punya kapasitas dan bisa dipercaya Allah. Sebab memang setelah kita ditebus menjadi milik Tuhan, seluruh hidup dan hak kita diambil. Bahkan dalam Lukas 16:12 dikatakan bahwa harta kita sendiri itu nanti di langit baru bumi baru, bukan sekarang. Semua yang ada pada kita hari ini bukan milik kita, tapi milik Tuhan.
Kalau di bumi kita membuka hati untuk kesenangan yang disuntikkan dunia, binasa kita. Jadi, ketika kita dibawa kepada keadaan yang sulit yang tidak membahagiakan, bahkan semua pintu kesenangan tertutup, tidak apa-apa, yang penting kita mengerti kehendak-Nya untuk dilakukan dan rencana-Nya untuk kita penuhi. Di situasi hidup kita yang rumit, susah, dan seakan-akan Tuhan tidak peduli, tapi di situ pasti ada kesempatan di mana kita mengerti kehendak Allah untuk kita lakukan dan kita harus menemukan apa yang direncanakan Allah untuk kita penuhi. Setiap kita belum mencapai titik sempurna, tapi kita terus melangkah ke arah ini. Bagaimana hidup kita disita sepenuhnya, sehingga semua yang kita ingini itu adalah fotokopi dari semua keinginan-Nya.
Menyangkal diri adalah bagaimana membunuh semua kemanusiaan kita untuk bisa mengenakan kehendak Tuhan. Maka, kita berusaha mengerti pikiran perasaan Tuhan. Namun, tidak mungkin kita bisa mengerti kehendak dan rencana Tuhan tanpa berlama-lama ada di hadirat Tuhan. Hidup ini bukan tentang diri kita, namun tentang diri-Nya. Dengan cara ini, kita bisa menyelamatkan diri kita. Sampai di sini, orang baru berkapasitas.
Jadi sebenarnya, keadaan kita yang kelihatannya biasa-biasa saja, di situ Allah sedang menggarap kita. Satu hal saja, kita mengerti apa yang Tuhan kehendaki untuk kita lakukan di tempat kita berada, apa rencana Tuhan dalam hidup kita. Tidak perlu dulu bicara tentang rencana besar, namun di tempat kita masing-masing kita presisi melakukan yang Allah mau, itu memuaskan hati Tuhan. Sebesar apa pun, sedahsyat apa pun yang Tuhan bisa lakukan, yang penting kita punya kapasitas; mengerti pikiran perasaan Allah dan melakukan kehendak-Nya. Mulailah di rumah tangga kita, mulailah dari hal-hal sederhana di dalam hidup kita. Temukan dan lakukan itu. Ambisi kita harus kuat, yaitu bagaimana bisa sepikiran dan seperasaan dengan Allah.
Dari hal inilah hidup kita disita. Dulu kita memahami menyangkal diri itu terlalu sederhana. Ternyata menyangkal diri itu ketika seluruh hidup kita disita Tuhan, diambil seluruhnya. Dan karena memang kita bukan milik diri sendiri. Ini tidak mudah. Ini sama seperti binatang korban yang disembelih. Kita disembelih, supaya Yesus hidup di dalam diri kita. Kalau manusia lama kita tidak mati, maka Yesus tidak bisa hidup di dalam diri kita karena kita tidak bisa mengabdi kepada dua tuan. Jangan tunggu mati, karena yang mati bangkai, yang Tuhan mau adalah persembahan yang hidup. Jangan takut menyerahkan diri untuk Tuhan. Jangan dengar suara setan dan dunia, karena satu-satunya penyelamatan kita adalah ketika kita menyerahkan diri dalam tangan Tuhan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
JANGAN TAKUT MENYERAHKAN DIRI UNTUK TUHAN. JANGAN DENGAR SUARA SETAN DAN DUNIA, KARENA SATU-SATUNYA PENYELAMATAN KITA ADALAH KETIKA KITA MENYERAHKAN DIRI DALAM TANGAN TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 29 Oktober 2024
2024-10-29 12:38:19
Lukas 18

Truth Youth 28 Oktober 2024 - MENGISI PIKIRAN DENGAN HAL YANG BENAR
2024-10-28 18:08:04
”Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” (Filipi 4:8)
Pernahkah kamu merasa bahwa apa yang kita pikirkan bisa benar-benar ngatur perasaan dan tindakan kita? Misalnya, saat kita terus-menerus memikirkan hal negatif, nggak butuh waktu lama buat kita jadi stres atau cemas. Pikiran itu seperti benih yang kita tanam, yang pada akhirnya akan tumbuh jadi tindakan dan memengaruhi hidup kita. Apa yang kita pikirkan punya pengaruh besar dalam bagaimana kita menjalani hidup sehari-hari.
Filipi 4:8 mengingatkan kita, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Ayat ini ngajarin kita bahwa penting
banget buat mengisi pikiran kita dengan hal-hal yang positif dan sesuai dengan kehendak Tuhan. Ketika pikiran kita diisi dengan hal-hal yang benar, mulia, dan patut dipuji, maka ini akan mempengaruhi perasaan kita, cara kita bertindak, dan pada akhirnya hasil yang terbaik dalam hidup kita.
Sering kali, kita terlalu sibuk khawatir dengan apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Hal ini bisa membuat kita merasa nggak cukup baik atau ragu dengan langkah yang kita ambil. Tapi, ayat ini mengajak kita untuk mengalihkan fokus dari pendapat orang ke hal-hal yang lebih penting—kebenaran, kasih, dan kebajikan. Saat kita memilih untuk mengisi pikiran kita dengan hal-hal positif dan benar di mata Tuhan, maka kita akan lebih damai, lebih percaya diri, dan lebih berani dalam bertindak.
Pikiran yang positif dan berdasarkan firman Tuhan akan mendorong kita untuk mengambil tindakan yang tepat, menghindarkan kita dari ketakutan akan opini orang lain, dan membawa hasil yang memuliakan Tuhan. Sebaliknya, kalau kita membiarkan pikiran negatif menguasai diri kita, maka itu akan mempengaruhi tindakan kita secara negatif dan merusak hasil dalam hidup kita.
Jadi, mulailah isi pikiran kita dengan hal-hal yang membangun. Saat pikiran kita terfokus pada kebenaran dan kasih Tuhan, maka kita akan lebih kuat menghadapi tekanan hidup dan lebih berani melangkah tanpa harus takut dengan pendapat orang lain. Ingat, hidup kita dipengaruhi oleh apa yang kita pikirkan—jadi pastikan pikiran kita selalu dipenuhi dengan hal-hal yang membawa damai dan pengharapan.
WHAT TO DO:
1.Melatih diri kita untuk memiliki pemikiran yang positif dalam menjalani hidup
2.Isi hidup kita dengan hal yang benar, sehingga kita memiliki pemikiran yang benar
BIBLE MARATHON:
▪︎ Lukas 13-15

Renungan Pagi - 28 Oktober 2024
2024-10-28 18:02:44
Hati adalah cerminan hidup kita, apa yang tersimpan dalam hati, jika itu hal-hal yang negatif dan jahat, maka pola hidup yang dihasilkan adalah kejahatan dan kenajisan. Seperti yang telah dikatakan oleh Tuhan Yesus kepada murid-murid-NYA; "Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat, itulah yang menajiskan orang."
Itulah sebabnya kita diminta untuk menjaga hati dengan segala kewaspadaan, artinya selalu berjaga, jangan sampai lalai dan menyerahkan hatimu pada kejahatan, harus waspada! Ingatlah bahwa dari hatimu yang dekat dengan Tuhan, hidup takut akan Tuhan, seharusnya memancarkan kehidupan.
(Matius 15:19-20A)

Quote Of The Day - 28 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-28 17:57:14
Kita harus mencintai Tuhan begitu rupa sampai kita bisa sungguh-sungguh mengangkat diri kita sampai di hadirat Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 28 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-28 17:54:51
Cinta akan kekayaan dapat mengarahkan kepada perbudakan dan menjadi bentuk penyembahan berhala.

SELF-CAPACITY - 28 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-28 17:53:03
When we truly trust God, seek Him wholeheartedly, live a holy life, and commit ourselves to genuinely serve Him, God often doesn’t make us appear extraordinary in the eyes of others. Whether materially or spiritually, God sometimes hides our distinctiveness, so only a few may realize our spiritual uniqueness. But most people around us do not see the beauty or depth of our Christian life and spirituality. In fact, sometimes our financial living conditions are lower, more difficult than those who do not seek God earnestly, who do not associate with God earnestly, who do not live holy, who are not committed to serving God.
In such circumstances, we must learn to keep trusting God, persevering without becoming weak. If we live in holiness and our finances quickly grow, blessings overflow, our health remains perfect, and life becomes comfortable and easy, then our motivation for holiness could become impure, and the quality of our devotion could diminish. But when we live in holiness, sincerely seek God, commit to serving Him, yet our situation remains the same as others, with no promotion at work, even facing the threat of layoffs or being marginalized by those who dislike us, and it feels as though God isn’t on our side—but we still trust Him—then that is truly beautiful.
On the other hand, when we start seeking God, regularly attend church, and join morning prayers, but there is no change or progress in our lives, doubts may begin to creep in, whispering, “Maybe God doesn’t exist. And if He does, maybe He doesn’t care.” We feel confused, overwhelmed, and unsure of the answer, and gradually, without realizing it, we become disappointed with God. We may not express this disappointment with words, but we begin to slacken, lose our persistence, and stop pressing into God. This is actually depicted in the lives of figures of faith such as Abraham, Joseph, Shadrach, Meshach, Abednego, and Daniel, where they maintain their holiness, but instead of being promoted, they are thrown into the lion's den and thrown into the furnace.
Especially the early church, it was truly amazing. They had just become Christians, they believed that Jesus was the King who sat at the right hand of God the Father and that He would come to take them to be with Him. And according to God's promise that God would come back and take them so that they would be Where God is, they are also. What is certain is that we will not be put to shame, even if we nearly experience shame. We will not fall flat, even if we almost stumble. And indeed, we will not fall into the abyss, even though we almost fall because we are walking on the edge of a cliff, but we will not fall. God will definitely accompany us, protect us, but do not expect things to be as good as we want or as we desire.
For one or two months, or even years, things may remain the same. A low-level employee may continue in that role, struggling to put their children through school. This can lead us to wonder, “What is the difference between me and someone who doesn’t earnestly seek God?” Here, we may feel a reason to grow weak. We might start to doubt God. This is actually related to our capacity. Conversely, there are those who are unprepared to receive financial blessings, honor, and praise. God refrains from granting these because they could be dangerous for us. If our days were made easy, it could become risky for us. Through the passage of time, God prepares us to be resilient individuals who can carry the trust He bestows.
In fact, God wants to use us in an extraordinary way and to the fullest. Because God is great, His work is great, we can also think big. God is great, but believers who become great are not many, in fact, it almost feels like none. Why? Because to become great must be accompanied by a great self-capacity. Because if we do not have a great self-capacity, then when God entrusts us with great things, God's work will be destroyed.
TO BECOME GREAT MUST BE ACCOMPANIED BY A GREAT SELF-CAPACITY. BECAUSE IF WE DO NOT HAVE A GREAT SELF-CAPACITY, THEN WHEN GOD ENTRUSTS US WITH GREAT THINGS, GOD'S WORK WILL BE DESTROYED.

KAPASITAS DIRI - 28 Oktober 2024
2024-10-28 17:50:57
Ketika kita sungguh-sungguh memercayai Allah, mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, hidup suci, berkomitmen untuk benar-benar hidup kudus dan melayani Dia, keadaan kita sering tidak dibuat Tuhan istimewa di mata orang. Baik secara materi, bahkan secara rohani kadang-kadang Tuhan juga menyembunyikan hal itu sehingga mungkin hanya beberapa orang yang tahu bahwa kita secara rohani istimewa. Tapi, sebagian besar orang di sekitar kita tidak melihat keelokan, keindahan hidup kekristenan dan kerohanian kita. Bahkan, kadang-kadang kondisi hidup secara finansial kita lebih rendah, lebih sulit dibanding mereka yang tidak mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, yang tidak bergaul dengan Tuhan dengan sungguh-sungguh, yang tidak hidup suci, yang tidak berkomitmen untuk melayani Tuhan.
Dalam keadaan seperti ini, kita harus belajar untuk tetap memercayai Allah dan tetap bertekun, jangan menjadi lemah. Ketika kita hidup suci, lalu ekonomi kita cepat bertambah maju, berkat-berkat finansial berlimpah, tubuh kita tidak pernah sakit, situasi hidup jadi menyenangkan, mudah dijalani, maka nanti motivasi untuk hidup di dalam kesucian bisa menjadi tidak murni dan bisa saja hal itu berarti kurang atau tidak berkualitas. Tetapi, ketika kita hidup suci, mencari Tuhan sungguh-sungguh, berkomitmen melayani Tuhan, namun keadaan kita sama dengan orang lain, tidak dipromosikan di pekerjaan, bahkan terancam untuk di-PHK, terancam digusur oleh orang-orang yang tidak menyukai kita, dan seakan-akan Tuhan tidak di pihak kita, tapi kita tetap percaya kepada Tuhan, itu indah sekali.
Di sisi lain, ketika kita sudah mulai mencari Tuhan, rajin ke gereja, doa pagi, tapi situasi hidup kita tidak ada perubahan, keadaan hidup kita tidak ada pergerakan, maka kita mulai meragukan dan mulai ada suara yang mengatakan, “Jangan-jangan Tuhan tidak ada. Kalaupun ada, jangan-jangan Tuhan tidak peduli.” Kita bingung, mumet, tidak tahu jawabnya apa, tapi kemudian tanpa kita sadari, kita menjadi kecewa terhadap Tuhan. Kita memang tidak menunjukkan kekecewaan dengan ucapan, tapi kita mulai kendur, mulai tidak tekun, tidak mendesak Allah. Hal ini sebenarnya tergambar dalam kehidupan tokoh-tokoh iman seperti Abraham, Yusuf, Sadrakh, Mesakh, Abednego, Daniel, di mana mereka menjaga kesucian, tapi bukannya dipromosikan, malah masuk gua singa, dibuang ke dapur perapian.
Apalagi gereja mula-mula, benar-benar menakjubkan. Mereka baru menjadi Kristen, mereka meyakini bahwa Yesus itu Raja yang duduk di sebelah kanan Allah Bapa dan akan turun menjemput mereka. Dan sesuai janji Tuhan bahwa Tuhan akan datang kembali dan membawa mereka supaya di mana Tuhan berada, mereka juga berada. Namun yang pasti kita tidak akan dipermalukan, walaupun kita nyaris dipermalukan. Dan yang pasti kita tidak akan jatuh tergeletak, walaupun nyaris tergelincir. Yang pasti juga, kita tidak akan jatuh ke jurang walaupun nyaris jatuh karena kita berjalan di pinggir jurang, tapi kita tidak akan jatuh. Tuhan pasti menyertai, memproteksi kita, tapi jangan berharap keadaan menjadi baik seperti yang kita ingini atau seperti yang kita mau.
Satu dua bulan, satu dua tahun, tiga tahun, empat tahun keadaan bisa biasa-biasa saja. Yang tadinya pegawai rendahan masih tetap menjadi pegawai rendahan, masih terseok-seok menyekolahkan anak. Sehingga kita bertanya-tanya, “Apa bedanya saya dengan orang yang tidak mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh?” Di sini seakan-akan kita memiliki alasan untuk menjadi lemah. Kita mulai mencurigai Tuhan. Sebenarnya, hal ini terkait dengan kapasitas diri kita. Sebaliknya, ada orang yang sebenarnya tidak siap untuk menerima berkat finansial, kehormatan, dan pujian. Tuhan tidak mau membuat kita mengalami ini, karena membahayakan untuk kita. Kalau kita dibuat mudah melewati hari, bahaya. Maka melalui perjalanan waktu, kita dipersiapkan Tuhan menjadi orang yang tangguh untuk memikul kepercayaan dari Tuhan.
Sebenarnya, Tuhan itu mau memakai kita secara luar biasa dan sebisa-bisanya maksimal. Sebab Allah itu besar, pekerjaan-Nya besar, kita pun juga boleh berpikir besar. Allah itu besar, tapi orang percaya yang jadi besar tidak banyak, bahkan hampir tidak ada rasanya. Kenapa? Karena untuk menjadi besar harus disertai dengan kapasitas diri yang besar pula. Sebab kalau kita tidak memiliki kapasitas diri yang besar, maka ketika Tuhan memercayakan perkara besar, pekerjaan Tuhan akan hancur.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
UNTUK MENJADI BESAR HARUS DISERTAI DENGAN KAPASITAS DIRI YANG BESAR PULA. SEBAB KALAU KITA TIDAK MEMILIKI KAPASITAS DIRI YANG BESAR, MAKA KETIKA TUHAN MEMERCAYAKAN PERKARA BESAR, PEKERJAAN TUHAN AKAN HANCUR.

Bacaan Alkitab Setahun - 28 Oktober 2024
2024-10-28 17:47:02
Yohanes 11

Truth Kids 27 Oktober 2024 - MAGNET BUATAN
2024-10-27 21:10:10
Yohanes 15:4
”Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku”
Sobat Kids, kalian sudah pernah melihat magnet, bukan? Magnet mempunyai dua jenis kutub; kutub Utara dan kutub Selatan. Dua buah magnet akan saling tarik-menarik jika kutub Utara dan kutub Selatan dari magnet-magnet tersebut berdekatan. Namun, magnet akan saling tolak menolak jika kutub yang berdekatan adalah sejenis, baik itu utara dengan utara, ataupun selatan dengan selatan.
Tahukah kalian cara membuat magnet? Salah satu caranya adalah dengan menggosok-gosokkan batang besi dengan magnet permanen, bukan hanya satu kali saja melainkan harus berkali-kali, sehingga dari gesekan tersebut, batang besi itu akan menjadi magnet juga.
Sobat Kids, jika kita sering berkomunikasi dengan Tuhan, kita juga memiliki kesempatan untuk menjadi serupa seperti-Nya. Seperti ilustrasi di atas, besi yang berubah menjadi magnet. Kita mau setia untuk ikut Tuhan dan tinggal di dalam Tuhan; mengikuti semua perintah-Nya, sehingga kita bisa memiliki sifat-sifat sebagai anak Allah.

Truth Junior 27 Oktober 2024 - BERBUAH
2024-10-27 21:08:02
Yohanes 15:4
”Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku”
Dengan berkembangnya sains dan teknologi sekarang ini, para ilmuwan banyak melakukan percobaan untuk menghasilkan tanaman yang tahan terhadap serangan hama, cepat tumbuh, dan dapat menghasilkan banyak buah yang besar dan manis. Seberapa pun canggih teknologi yang dipakai para ilmuwan, semua ranting tanaman harus tetap menyatu dengan pohonnya agar dapat menghasilkan buah. Tidak ada ranting yang dapat sudah terlepas dari batang pohon dapat berbuah dari dirinya sendiri. Jika sebuah ranting sudah terlepas dari batang pohon, tentulah ranting itu akan layu dan mati.
Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk tinggal di dalam Tuhan setiap saat. Tuhan diumpamakan sebagai Pokok Anggur yang benar dan kita adalah ranting-rantingnya. Sama seperti ranting yang tidak dapat berbuah jika terlepas dari batang pohonnya, kita pun tidak dapat “berbuah” jika lepas dari Tuhan. Rohani kita tidak akan dapat hidup jika kita terlepas dari Tuhan.
Kita harus setia untuk berdoa dan membaca Alkitab. Kesetiaan kita kepada Yesus akan memperkuat hubungan kita dengan-Nya. Kita akan semakin mengerti kehendak Tuhan dalam hidup ini. Hingga suatu saat nanti, kita akan menghasilkan “buah-buah” yang manis yang menyenangkan hati Tuhan.

Truth Youth 27 Oktober 2024 (English Version) - CHANGING THE WAY WE VIEW CHALLENGES
2024-10-27 21:05:30
"Not only that, but we also glory in our sufferings, because we know that suffering produces perseverance; perseverance, character; and character, hope. And hope does not disappoint us, because God has poured out his love into our hearts by the Holy Spirit, whom he has given us." (Romans 5:3-5)
In a life full of challenges, we often find ourselves thinking, “Why do I have to go through this? What’s the point of all these problems?” When we face difficulties, it’s natural to feel despair or even fear, especially when there’s pressure from others that makes us doubt even more. But this is where our faith is tested and strengthened.
Romans 5:3-5 teaches us to see challenges from a different perspective—not as obstacles, but as opportunities to grow in faith. The verse says, “Not only that, but we also glory in our sufferings, because we know that suffering produces perseverance; perseverance, character; and character, hope. And hope does not disappoint us, because God has poured out his love into our hearts by the Holy Spirit, whom he has given us.”
Faith transforms the way we view problems. Instead of feeling afraid or hopeless due to external pressures, faith helps us see every difficulty as a character-building process. When we choose to persevere in faith, we learn to rely more on God than on the opinions of others. The perseverance we build through each challenge will yield greater hope, and that hope will not disappoint.
In a world filled with opinions and expectations, our faith becomes a strong foundation. Challenges are no longer enemies but friends that draw us closer to God. When we bravely face difficulties with steadfast faith, we show the world that our hope is not based on people’s opinions but on God’s enduring love for us.
So, whenever you face challenges, remember that the journey of faith changes the way we see everything. We are no longer fearful or dismayed, because we know that in every difficulty, God is shaping us into stronger, hopeful individuals. Keep walking in faith, and trust that hope in the Lord never disappoints!
WHAT TO DO:
1. Be bold in walking through life with God.
2. Maintain strong faith in facing challenges.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Luke 11-12

Truth Youth 27 Oktober 2024 - MENGUBAH CARA KITA MELIHAT TANTANGAN
2024-10-27 21:02:44
”Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” (Roma 5:3-5)
Di tengah hidup yang penuh tantangan, kadang kita sering berpikir, “Kenapa harus ngalamin ini? Apa gunanya semua masalah ini?” Ketika kita menghadapi kesulitan, wajar kalau kita merasa putus asa atau bahkan takut. Apalagi kalau ada tekanan dari pendapat orang lain yang membuat kita semakin ragu. Tapi, di sinilah iman kita diuji dan diperkuat.
Roma 5:3-5 berkata, “Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.” Ayat ini ngajarin kita untuk melihat tantangan dari perspektif yang berbeda—bukan sebagai hambatan, tapi sebagai kesempatan buat bertumbuh dalam iman.
Perjalanan iman mengubah cara kita memandang masalah. Ketika sebelumnya kita mungkin merasa takut atau putus asa karena tekanan dari orang lain, tapi iman membantu kita melihat setiap kesulitan sebagai proses pembentukan karakter. Di saat kita memilih bertahan di dalam iman, kita belajar untuk lebih mengandalkan Tuhan daripada opini orang lain. Ketekunan yang kita bangun melalui setiap tantangan akan menghasilkan pengharapan yang lebih besar, dan pengharapan itu nggak akan mengecewakan.
Di dunia yang penuh opini dan ekspektasi, iman kita menjadi fondasi yang kokoh. Tantangan nggak lagi jadi musuh, tapi sahabat yang membantu kita semakin mendekat pada Tuhan. Ketika kita berani melalui kesulitan dengan iman yang teguh, artinya kita tunjukkan pada dunia bahwa pengharapan kita bukan terletak pada pendapat orang, tapi pada kasih Tuhan yang selalu ada buat kita.
Jadi, setiap kali kamu menghadapi tantangan, ingatlah bahwa perjalanan iman mengubah cara kita melihat segala hal. Kita nggak lagi takut atau gentar, karena tahu bahwa dalam setiap kesulitan, Tuhan sedang membentuk kita menjadi pribadi yang lebih kuat dan penuh harapan. Tetaplah berjalan dengan iman, dan percayalah bahwa pengharapan dalam Tuhan nggak pernah mengecewakan!
WHAT TO DO:
1.Berani untuk melangkah dalam kehidupan bersama dengan Tuhan
2.Memiliki iman yang kuat dalam menghadapi tantangan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Lukas 11-12

Renungan Pagi - 27 Oktober 2024
2024-10-27 20:59:14
Apakah berhutang itu dosa? Memang tidak ada ayat dalam Alkitab yang menyatakan bahwa berhutang itu dosa, kita berdosa kepada Tuhan apabila berhutang kepada orang lain dan tidak membayar (tidak mengembalikan) hutang tersebut, bahkan pemazmur menyebutnya sebagai orang fasik, Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali, karena itu "Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga."
Walaupun hutang bukanlah perbuatan dosa, akan tetapi sangat berbahaya dan hutang yang tidak dikembalikan akan menjadi dosa, dan menjadi batu sandungan bagi orang lain, bagi orang-orang yang belum percaya dan tidak sedikit orang kristen yang berlaku demikian: berhutang sana-sini tapi tidak mau melunasinya sehingga menjadi bahan omongan orang atau tetangga, karena itu buatlah perencanaan keuangan keluarga dengan baik dan pastikan setiap hutang yang ada pada kita terbayar dengan tepat waktu, jangan sampai mengingkarinya.
(Roma 13:8)

Quote Of The Day - 27 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-27 20:54:57
Hidup hanya satu kali, dan kita mau memilih Tuhan, tidak ada pilihan lain.

Mutiara Suara Kebenaran - 27 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-27 20:50:23
Setiap masalah sebagai kesempatan untuk memperdalam keyakinan bahwa Allah selalu bersama kita.

THE DECISION TO LIVE Holy - 27 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-27 20:49:01
We must dare to make the decision to live holy. This is a very big decision. Each of us is not a person who always lives holy. We go through years of life that are also unclean. But when we direct our hearts to holiness and make up our minds, the Holy Spirit guides us. Do not think that holiness cannot be achieved on earth. The Lord who said, "Be holy," was certainly on Earth, not in another world. Do not think that holiness will make our lives less complete, less whole, less happy. Do not think that the holiness we have will make us excluded from the world. Even if we are excluded, it doesn't matter. And do not think that holiness is none of our business.
Our lives cannot remain unchanged, for holiness transforms our lives. God will protect us perfectly. We will witness extraordinary changes. As stated in 1 Peter 1:16-17, “Be holy, because I am holy. Since you call on a Father who judges each person’s work impartially, live out your time as foreigners here in reverent fear.” So, if we want to enter the realm of holiness, it is like wearing a white garment, and indeed, the blood of Jesus has sanctified us. We will be more careful, for any stain will be visible.
A holy life makes us more fearful. There is a sense of fear and trembling when doing wrong. It becomes difficult to indulge in sin, even if it feels pleasurable to the flesh. But when we are committed, sin brings incredible pain. It doesn’t have to be a big sin—even small slips are enough to disturb us. Don’t delay, for delay will lead to failure. Our determination to live a holy life reflects how serious we truly are about dealing with God. There is no other measure or parameter to show our seriousness in dealing with God besides holiness.
The story of our lives will change; so if our circumstances do not change, something is wrong. Let's start from this. When we are serious in dealing with God, then God will be serious in dealing with us. Issues of health, finances, family, and children become the object of God’s concern. And God will help us because we honor Him. So, first, how serious we are about dealing with God is measured by the holiness of our lives. However, up to now, we have not considered this earnestly. Now we can say, "Cursed am I if I do not live a holy life; cursed am I if I do not love God."
Holiness can feel abstract. In general, holiness under the law in monotheistic religions has clear measures—the written laws. For example, murder is defined as taking another’s life; adultery as having sexual relations outside of marriage. But if holiness is drawn from God’s feelings, who can grasp this except God Himself? Only the Holy Spirit and the individual person can perceive this—when we enter holiness according to God’s standards, then it ceases to be abstract and becomes clear. At that point, we begin to understand what it means to abide in God. As 1 Corinthians 6:17 says, "He who is joined to God becomes one spirit."
For religions where holiness is based on law, people are bound to that religion through the law. But for the children of God, holiness is based on God’s standards-His thoughts, feelings, preferences, and tastes. And God will surely let us know, “This is off; this is right.” For those who wish to follow Jesus, we must first be right by the law. After we are correct by law, we enter into the realm of precision. And for this precision, God is the measure. So, people who really want to pursue the holiness of God's standards will understand what it means to be bound in one spirit with God, and it’s remarkable.
We will be in touch with God, with His feelings, at all times. This is where a relationship with God forms, and it’s extraordinary. Only then do we understand what it means that we live in Him and He in us. It is not abstract. Holiness in Christianity cannot be written on a book no matter how many pages there are, because it can only be felt by God and the person. Thus, in the end, a person’s spiritual life is subjective. There is a relationship, and we did not know all this time that holiness with God's standards would condition us to be attached to God. And from this, only then can we feel that God is our only happiness. Only then can we feel what the psalmist said, "Apart from You there is nothing I desire on earth."
THERE IS NO OTHER MEASURE OR PARAMETER TO SHOW OUR SERIOUSNESS IN DEALING WITH GOD BESIDES HOLINESS.

KEPUTUSAN UNTUK HIDUP SUCI - 27 Oktober 2024
2024-10-27 09:18:45
Kita harus berani membuat keputusan untuk hidup suci. Ini adalah keputusan yang sangat besar. Setiap kita bukanlah manusia yang selalu hidup suci. Kita melewati tahun-tahun hidup yang juga tidak bersih. Tapi ketika kita mengarahkan hati kepada kesucian dan membulatkan tekad, maka Roh Kudus menuntun kita. Jangan berpikir kesucian itu tidak bisa dicapai di bumi. Tuhan yang berkata, "Kuduslah kamu," itu tentu di Bumi, bukan di dunia lain. Jangan berpikir bahwa kesucian membuat hidup kita akan menjadi kurang lengkap, kurang utuh, kurang bahagia. Jangan juga berpikir, bahwa kesucian yang kita miliki akan membuat kita tersingkir dari dunia. Kalaupun tersingkir, tidak masalah. Dan jangan berpikir, kesucian itu bukan urusan kita.
Hidup kita tidak mungkin tidak berubah, sebab kesucian membuat hidup kita berubah. Allah akan melindungi kita sempurna. Kita akan melihat perubahan yang luar biasa. Dalam 1 Petrus 1:16-17 dikatakan, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia.” Jadi, kalau kita mau masuk wilayah kekudusan, kita seperti pakai baju putih, dan memang darah Yesus sudah menguduskan kita. Kita akan lebih hati-hati, sebab kalau ada noda akan tampak.
Kesucian hidup membuat kita lebih takut. Ada perasaan takut dan gentar kalau berbuat salah. Sulit kita menikmati dosa, walaupun dosa itu nikmat di daging. Tapi, ketika kita sudah punya komitmen, maka ketika kita punya dosa, luar biasa sakitnya. Tidak perlu dosa besar, kemelesetan-kemelesetan juga cukup membuat kita terganggu. Jangan ditunda, sebab penundaan akan menghasilkan atau membuahkan kegagalan. Tekad kita untuk memiliki kesucian merupakan ukuran seberapa kita sungguh-sungguh serius mau berurusan dengan Tuhan. Tidak ada ukuran atau parameter lain untuk menunjukkan keseriusan kita mau berurusan dengan Tuhan selain kesucian.
Sejarah hidup kita akan berubah, jadi kalau keadaan kita tidak berubah, ada yang salah. Ayo kita mulai dari hal ini. Ketika kita serius berurusan dengan Allah, maka Allah akan serius berurusan dengan kita. Masalah kesehatan, ekonomi, keluarga, anak-anak menjadi objek masalah Tuhan. Dan Tuhan akan tolong karena kita menghormati Dia. Jadi, yang _pertama,_ seberapa kita serius mau berurusan dengan Tuhan, diukur dari kesucian hidup kita. Namun, selama ini kita tidak memikirkan hal ini dengan sungguh-sungguh. Sekarang kita bisa berkata, "Terkutuklah aku kalau aku tidak hidup suci, terkutuklah aku kalau aku tidak mengasihi Tuhan."
Kesucian itu abstrak. Sebab, kalau kesucian menurut hukum dalam agama-agama samawi pada umumnya, ukurannya jelas, yaitu hukum tertulis. Misalnya, yang namanya membunuh adalah menghabisi nyawa orang; yang namanya berzina adalah melakukan hubungan seks di luar nikah. Tapi kalau kesucian itu berangkat dari perasaan Tuhan, siapa yang bisa membaca ini kecuali Tuhan sendiri? Juga Roh Kudus dan pribadi orang itu, yaitu ketika kita masuk ke dalam kesucian menurut standar Allah, baru hal itu tidak menjadi abstrak, jelas. Dan di situ, kita baru bisa mengerti apa artinya tinggal di dalam Tuhan. Seperti yang dikatakan 1 Korintus 6:17, "Barangsiapa mengikatkan diri dengan Allah menjadi satu roh."
Kalau agama yang kesuciannya didasarkan hukum, maka orang terikat dengan agama itu melalui sarana hukum. Tapi, kalau anak-anak Allah, kesuciannya didasarkan pada standar Allah: pikiran-Nya, perasaan-Nya, selera-Nya, cita rasa Allah. Dan Tuhan pasti memberi tahu, "Yang ini meleset, yang ini tepat." Sebab, kalau mau ikut Tuhan Yesus, maka secara hukum kita harus sudah benar dulu. Setelah secara hukum benar, baru masuk wilayah presisi atau ketepatan. Dan untuk ketepatan ini, ukurannya Tuhan. Jadi, orang yang benar-benar mau memburu kesucian standar Allah baru mengerti apa artinya ikatan satu roh dengan Allah, dan itu luar biasa.
Kita akan bersentuhan dengan Tuhan, dengan perasaan-Nya, setiap saat. Di situ ada jalinan hubungan dengan Tuhan, dan itu luar biasa. Baru kita mengerti apa artinya kita tinggal dalam Dia dan Dia di dalam kita. Tidak abstrak. Kesucian dalam Kristen tidak bisa ditulis di atas buku sebanyak apa pun lembar buku itu, karena ini hanya bisa dirasakan oleh Allah dan orang tersebut. Maka, pada akhirnya, kehidupan rohani seseorang itu subjektif. Ada jalinan hubungan, dan kita tidak tahu selama ini bahwa kesucian dengan standar Allah akan mengondisi kita melekat dengan Tuhan. Dan dari hal ini, baru kita bisa merasakan bahwa Tuhan satu-satunya kebahagiaan kita. Baru kita bisa merasakan apa yang dikatakan pemazmur itu merasakan, "Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.
"
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
TIDAK ADA UKURAN ATAU PARAMETER LAIN UNTUK MENUNJUKKAN KESERIUSAN KITA MAU BERURUSAN DENGAN TUHAN SELAIN KESUCIAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 27 Oktober 2024
2024-10-27 09:14:45
Lukas 16-17

Truth Kids 26 Oktober 2024 - MELAKUKAN JANJI
2024-10-26 18:02:13
Mazmur 15:4b
”tetapi memuliakan orang yang takut akan Tuhan; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi;”
"Anak-anak, Miss mau minta tolong. Apakah kalian mau menolong Miss?" tanya Miss Jane kepada murid-muridnya di kelas 1. "Mau, Miss," jawab murid-murid kelas 1 dengan kompak. "Oke. Tolong kalian semua menjaga permen-permen ini. Kalian tidak boleh makan permen ini. Tunggu dulu sampai Miss kembali dari toilet. Setelah kembali dari toilet, Miss akan membagi-bagikan permen ini kepada kalian semua. Kalian harus janji untuk tidak mengambil permen ini," jelas Miss Jane. "Oke, Miss!" seru murid-murid.
Tak lama setelah Miss Jane keluar kelas, mulai ada murid yang mendekati kotak permen yang ditinggalkan oleh gurunya tersebut. Ia mulai mencoba mengambil satu dari banyak permen yang ada di kotak. "Nino! Jangan kamu ambil permennya! Kan tadi kita semua sudah janji untuk jaga permen ini. Tidak ada yang boleh ambil permennya," seru Nita yang menjadi ketua kelas. "Ah, Miss Jane tidak akan tahu. Permen di kotak ini ada banyak. Tidak akan ketahuan kalau aku cuma ambil satu," ujar Nino memberi alasan. "Tetap saja tidak boleh! Kalau kita sudah janji, harus ditepati. Sudah, kamu kembali lagi duduk di kursi kamu," nasihat Nita.
Sobat Kids, jika kita sudah membuat janji untuk mengerjakan suatu tugas, kita harus setia melakukannya. Kita harus menjalankan tugas itu hingga selesai. Seperti contoh di atas, seharusnya Nino tidak mencoba untuk mengambil permen yang ditinggalkan gurunya. Ketika sudah berjanji, kita harus melakukan janji kita. Yuk, kita setia melakukan janji yang telah kita ucapkan.

Truth Junior 26 Oktober 2024 - MISIONARIS
2024-10-26 17:57:34
Mazmur 15:4b
”tetapi memuliakan orang yang takut akan Tuhan; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi;”
Sobat Junior apakah kalian pernah mendengar cerita tentang misionaris? Misionaris adalah orang yang melakukan penyebaran kabar tentang Injil kepada orang lain yang belum pernah mengenal Kristus. Biasanya misionaris berasal dari luar negeri. Indonesia termasuk negara yang pernah didatangi oleh para misionaris.
Para misionaris itu harus meninggalkan kenyamanan tinggal di negaranya untuk tinggal di negara asing. Mereka harus beradaptasi dengan banyak hal, antara lain bahasa, makanan, kebiasaan, dan tempat tinggal. Namun, para misionaris itu telah memiliki komitmen untuk memberitakan Injil kepada banyak orang. Apa pun rintangannya, mereka tetap setia kepada komitmen untuk memperkenalkan Yesus Kristus sehingga banyak orang dapat diselamatkan.
Para misionaris itu tidak memikirkan untung rugi untuk diri mereka sendiri. Dari cerita sejarah, kita dapat mengetahui para misionaris yang sungguh-sungguh cinta Tuhan rela mengorbankan nyawa mereka agar masyarakat yang mereka layani itu dapat percaya dan menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat mereka satu-satunya. Kita bersyukur untuk para misionaris yang pernah melayani di Indonesia, sehingga sekarang kita sudah dapat mendengar firman Tuhan di mana-mana. Yuk, kita belajar juga dari kesetiaan para misionaris ini, Sobat Junior. Setia untuk melakukan komitmen atau janji kita kepada Tuhan.

Truth Youth 26 Oktober 2024 (English Version) - FULLY TRUSTING
2024-10-26 17:50:26
"Trust in the LORD with all your heart, and lean not on your own understanding; in all your ways acknowledge him, and he will make your paths straight."
(Proverbs 3:5-6)
Have you ever felt confused or unsure of what to do? In moments like these, we often try hard to find answers on our own. We think, think, and keep thinking until our heads spin, but we still can’t find a solution. Proverbs 3:5-6 gives us a simple yet powerful instruction: “Trust in the LORD with all your heart, and lean not on your own understanding; in all your ways acknowledge him, and he will make your paths straight.”
What this means is that God wants us to entrust all our decisions, fears, and confusion to Him. He knows what is best for us, even when we ourselves don’t know. So, instead of getting caught up in all the possibilities that make us dizzy, why not just hand it over to God?
Trusting God doesn’t mean we become passive or lazy in our efforts. On the contrary, we still need to strive and do our best. The difference is that we do it with a heart that believes God will guide our steps.
When we begin to surrender everything to God, He promises to make our paths straight. This means He will guide us in the right and best direction. So, start trusting everything to God. We may not always know the answers, but God does, and that is enough.
WHAT TO DO:
1. Pray every day and hand over all your worries to God.
2. Read God’s Word to seek guidance and wisdom in your decisions.
3. Do your best in every task, but continue to trust that God is guiding the outcome.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Luke 9-10

Truth Youth 26 Oktober 2024 - PERCAYA PENUH
2024-10-26 17:47:35
”Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” (Amsal 3:5-6)
Pernah nggak sih, kamu merasa bingung atau nggak tahu harus ngapain?
Di saat-saat seperti itu, sering kali kita berusaha keras mencari jawaban sendiri. Kita mikir, mikir, dan terus mikir sampai kepala pusing, tapi tetap nggak ketemu solusinya. Amsal 3:5-6 kasih kita petunjuk yang sederhana tapi powerful banget: “Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.”
Maksudnya, Tuhan ingin kita mempercayakan semua keputusan, ketakutan, dan kebingungan kita kepada-Nya. Dia tahu apa yang terbaik buat kita, bahkan ketika kita sendiri nggak tahu. Jadi, daripada sibuk memikirkan semua kemungkinan yang bikin pusing, kenapa nggak serahkan saja kepada Tuhan?
Percaya sama Tuhan itu bukan berarti kita jadi pasif atau malas usaha. Sebaliknya, kita tetap harus berusaha dan melakukan yang terbaik. Tapi, bedanya adalah kita melakukannya dengan hati yang percaya bahwa Tuhan yang akan menuntun langkah kita.
Kalau kita mulai menyerahkan segala sesuatu kepada Tuhan, Dia berjanji akan membuat jalan kita lurus. Artinya, Dia akan membimbing kita ke arah yang benar dan terbaik. Jadi, mulai percayakan segala sesuatu sama Tuhan. Mungkin kita nggak selalu tahu jawabannya, tapi Tuhan tahu, dan itu cukup.
WHAT TO DO:
1.Berdoa setiap hari dan serahkan segala kekhawatiranmu kepada Tuhan.
2.Baca firman Tuhan untuk mencari petunjuk dan hikmat dalam keputusanmu.
3.Lakukan yang terbaik dalam setiap tugasmu, tapi tetap percaya Tuhan yang menuntun hasilnya.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Lukas 9-10

Renungan Pagi - 26 Oktober 2024
2024-10-26 17:44:50
Dunia saat ini semakin memiliki kecenderungan untuk individualistis dan materialistis, banyak orang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri dan tidak peduli kepentingan orang lain, tidak mau mengalah dan mereka berprinsip bahwa kalau mengalah dan memikirkan kepentingan orang lain, itu berarti lemah dan mudah dimanfaatkan orang lain, padahal sikap mementingkan diri sendiri adalah bentuk keegoisan dan kesombongan.
Sikap seperti ini sebenarnya banyak menimbulkan pertengkaran, kekacauan dan kegagalan, dalam pekerjaan, pelayanan juga dalam rumah tangga, jika kehidupan orang percaya tidak menampilkan hal yang berbeda dari gaya hidup dunia dalam hal individualistis dan materialistis yang membuat egois dan sombong, maka kita belum sungguh-sungguh mengenakan hidup Kristus, belum hidup dalam kebenaran.
Karena Tuhan Yesus tidak memberikan teladan seperti itu, justru sebaliknya, DIA ingin kita belajar dari cara hidupnya yaitu lemah lembut dan rendah hati, serta hidup dalam kasih, yang artinya peduli dan mengasihi sesamamu. "Pikullah kuk yang Ku-pasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati, jiwamu akan mendapat ketenangan."
"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu."
(Matius 11:28; Yohanes 15:9)

Quote Of The Day - 26 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono )
2024-10-26 17:42:02
Kita harus punya frekuensi yang tidak bisa disentuh dan tidak bisa diketahui, tidak bisa seirama dengan anak dunia karena berbeda.

Mutiara Suara Kebenaran - 26 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-26 12:51:59
Cinta kepada Tuhan bukan hanya dengan kata-kata, melainkan dengan tindakan nyata.

URGENT AND IMPORTANT - 26 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-26 12:36:07
Holiness must become a need that we always feel is urgent and, of course, important, until the moment comes when we truly cannot live without holiness according to God's standard. For those of us who have followed the Lord Jesus for many years, having gone through heavy struggles, painful discipline, and correction to reach this feeling, holiness becomes a need that we constantly feel is both urgent and important. We always feel that the level of holiness we have attained is not yet what God desires, even though logically we might no longer find or almost never find fault in ourselves.
Sometimes, we still miss the mark, and we realize these shortcomings and confess them, asking for forgiveness. We feel that the level of holiness we have reached can be improved, can please God more, can bring greater joy to His heart. But we must have a strong ambition to apply this in our lives. In fact, we should consider nothing more important than holiness. Psalm 73 states, “Whom have I in heaven but You? And besides You, I desire nothing on earth. Though my flesh and my heart may fail, God is the strength of my heart and my portion forever.” There is a strong element of holiness implied here. We cannot make God a part of our lives without holiness according to His standard, and God has integrity in our lives.
If God desires our holiness to be like His holiness, that means we must reach a level of holiness that is acceptable to God-not by our own standards, but by God's standards. Of course, each person is different, and this may be part of the mystery of life for each individual. It is like parents who accept a 1-year-old child wetting the bed; it does not make them angry. But if at 20 years old they are still doing that, it’s different. Therefore, there must be a level of holiness that is acceptable to God, and this is a personal matter-something that others may not understand, and they don’t need to. This should be our sole need.
Until we can truly feel the beauty of living in holiness. Satan deceives us, first by telling us that holiness is unattainable, that holiness is impossible. He says holiness can only be achieved in heaven, where there is no more Satan. This is a lie. Secondly, the devil makes us believe that holiness doesn’t bring happiness, that holiness will bind us, causing us to lose freedom and liberty, making it seem like holiness is a threat. Thirdly, Satan convinces us that holiness is not meant for us, saying, “Others may achieve holiness, but you cannot.” Fourth, holiness makes us unable to socialize with others; as if it makes us alienated. We might even end up blaming ourselves, or others might blame us. In this case, we care more about other people's feelings than God's feelings.
In truth, holiness must be enjoyed and felt until we become "addicted" to it. That is where we can what is written in Matthew 5: “Blessed are those who hunger and thirst for righteousness, for they will be filled.” Here, it means to hunger for holiness, to long for it. If we want to awaken that within ourselves-even though we have not yet been able to feel holiness as a pleasure in life, but we can and if we want to direct it, then the Holy Spirit will lead us. We are not great people, but we are reckless people. We dare to vow to live a holy life, even though looking at our past, it feels like we have never achieved holiness.
However, we do not give even the smallest room for error. We know that we can make mistakes and we are aware that we are limited, we also know that we are not immune to sin, but we have no other choice in this life except to live in holiness. So we dare to promise, "I want to live a holy life, Lord. I want to live blamelessly, Lord." And when we have that commitment, we direct our hearts to holiness. We feel God's intervention helping us. Living in God’s standard of holiness may seem like stepping into a dark room, but when we gather the courage to enter it, it turns out that the room is not dark. God can lead us to holiness.
HOLINESS MUST BECOME A NEED THAT WE ALWAYS FEEL IS URGENT AND, OF COURSE, IMPORTANT, UNTIL THE MOMENT COMES WHEN WE TRULY CANNOT LIVE WITHOUT HOLINESS ACCORDING TO GOD'S STANDARD.

MENDESAK DAN PENTING - 26 Oktober 2024
2024-10-26 12:34:25
Kesucian harus menjadi kebutuhan yang kita rasakan selalu mendesak, tentu juga penting, sampai pada saatnya kita sungguh-sungguh tidak bisa hidup tanpa kesucian menurut standar Tuhan. Bagi kita yang telah mengikut Tuhan Yesus sekian puluh tahun, itu pun melalui pergumulan yang berat, melalui hajaran dan pukulan yang menyakitkan untuk sampai pada perasaan itu, kesucian sebagai kebutuhan yang kita rasa selalu mendesak tentu juga penting. Kita selalu merasa bahwa kesucian yang kita capai belumlah seperti yang Allah kehendaki, walau secara nalar pikiran kita kita sudah tidak menemukan kesalahan atau hampir tidak menemukan kesalahan.
Kadang-kadang kita masih meleset dan kita sadar ada kemelesetan itu dan kita mengakui kesalahan tersebut, lalu minta ampun. Dan kita merasa bahwa kesucian yang kita capai bisa ditingkatkan, bisa lebih memuaskan hati Tuhan, bisa lebih menyenangkan hati-Nya. Tapi kita harus berambisi kuat untuk bisa menerapkan itu di dalam hidup. Bahkan mestinya, tidak ada yang kita anggap penting selain kesucian. Mazmur 73 yang menuliskan, “Siapa gerangan ada padaku di surga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya” tersirat di situ ada unsur kesucian yang kuat. Kita tidak bisa menjadikan Tuhan sebagai bagian hidup kita tanpa kesucian standar Allah dan Allah berintegritas dalam hidup kita.
Kalau Allah menghendaki kekudusan kita seperti kekudusan-Nya, itu berarti kita harus mencapai tingkat kesucian yang bisa diterima oleh Allah, bukan ukuran standar kita, tapi ukuran standar Allah. Memang masing-masing orang berbeda dan ini bisa termasuk misteri kehidupan atas setiap individu. Seperti halnya orang tua yang menerima anak usia 1 tahun masih ngompol, belumlah membuat orang tua marah. Tapi kalau umur 20 tahun masih ngompol, beda. Jadi harus ada standar kesucian yang Allah terima dan ini urusan pribadi, urusan yang tidak bisa dimengerti orang lain dan memang tidak perlu orang lain tahu. Mestinya ini menjadi kebutuhan kita satu-satunya.
Sampai kita bisa merasakan indahnya hidup di dalam kekudusan itu. Setan menipu kita, yang pertama, kesucian tidak bisa kita capai, kekudusan itu mustahil. Kekudusan hanya bisa dicapai waktu di surga di mana tidak ada lagi Iblis. Ini penipuan. Yang kedua, kesucian itu tidak membuat kita bahagia. Kesucian akan membelenggu kita sehingga kita kehilangan kebebasan, kita kehilangan kemerdekaan, sehingga kesucian menjadi ancaman. Ketiga, kesucian itu bukan bagian kita. Setan menipu dengan kalimat, “Orang lain bisa suci kalau kamu tidak.” Yang keempat, kesucian membuat kita tidak akan bisa bersosialisasi dengan sesama; seakan-akan membuat kita akan terasing. Lalu orang bisa menyalahkan kita atau bahkan kita menyalahkan diri kita sendiri. Dalam hal ini, kita lebih menjaga perasaan orang daripada perasaan Tuhan.
*Sejatinya, kesucian harus bisa dinikmati dan dirasakan sampai kita bisa seperti orang kecanduan. Di situlah kita bisa memenuhi yang dikatakan di dalam firman Tuhan Matius 5, “Berbahagialah orang yang haus dan lapar akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.” Di sini maksudnya haus akan kesucian, rindu mencapai kesucian. Kalau kita mau membangkitkan itu di dalam diri kita—walaupun kita belum sampai bisa merasakan kesucian sebagai kenikmatan hidup atau sampai menjadi seperti candu—namun kita bisa dan kalau kita mau mengarahkannya, maka Roh Kudus akan pimpin kita. Kita bukan manusia hebat, tapi kita manusia nekat. Kita berani mengucapkan sumpah untuk hidup suci, walaupun kalau melihat jejak rekam hidup masa lalu, rasanya kita tidak pernah mencapai kesucian.
Tetapi kita tidak membuka ruangan sekecil apa pun untuk berbuat salah. Kita tahu kesalahan bisa kita lakukan dan kita sadar bahwa kita terbatas, kita juga tahu kalau kita tidak kebal terhadap dosa, tetapi kita tidak punya pilihan lain dalam hidup ini kecuali hidup dalam kesucian. Sehingga kita berani berjanji, "Aku mau hidup suci, Tuhan. Aku mau hidup tidak bercacat, tidak bercela, Tuhan." Dan ketika kita memiliki komitmen itu, kita mengarahkan hati kita kepada kesucian. Kita merasakan campur tangan Tuhan menolong kita. Hidup dalam kesucian standar Allah seperti ruangan gelap, tapi coba beranikan diri masuk ke situ, ternyata ruangan itu tidak gelap. Tuhan bisa menuntun kita kepada kesucian.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KESUCIAN HARUS MENJADI KEBUTUHAN YANG KITA RASAKAN SELALU MENDESAK, TENTU JUGA PENTING, SAMPAI PADA SAATNYA KITA SUNGGUH-SUNGGUH TIDAK BISA HIDUP TANPA KESUCIAN MENURUT STANDAR TUHAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 26 Oktober 2024
2024-10-26 12:30:48
Lukas 14-15

Truth Kids 25 Oktober 2024 - DISIPLIN
2024-10-25 18:42:18
Efesus 5:16
”dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat”
Sobat Kids, apakah kalian masih ingat cerita yang kita baca dua hari yang lalu, cerita mengenai lalat capung? Apakah kalian masih ingat waktu hidup binatang tersebut? Mayfly atau lalat capung merupakan binatang yang memiliki masa hidup paling singkat di bumi ini; hanya 24 jam. Benar, hanya bisa hidup selama 1 hari saja. Setelah itu, lalat capung akan mati. Betapa singkat masa hidupnya, ya.
Masa hidup manusia tidak ada satu orang pun yang tahu. Ada manusia yang bisa hidup sampai ratusan tahun, ada juga yang hidup sampai puluhan tahun, atau bahkan ada bayi-bayi yang juga meninggal di usia beberapa hari. Alkitab mencatat Metusalah sebagai orang yang hidup paling lama di bumi ini, yaitu selama 969 tahun. Wow, lama sekali, bukan? Hampir 1 milenium.
Zaman sekarang, jarang sekali manusia yang bisa hidup di atas 100 tahun. Tidak ada yang tahu pasti berapa lama Tuhan izinkan kita hidup di bumi ini. Oleh sebab itu, kita harus pergunakan setiap waktu yang ada dengan baik. Kerjakan setiap tugas kalian. Jangan suka menunda-nunda, ya, Sobat Kids. Jika kalian ada tugas, langsung kerjakan. Kesetiaan kalian dalam mengerjakan tugas menunjukkan kalian anak yang disiplin.

Truth Junior 25 Oktober 2024 - SISA WAKTU
2024-10-25 18:39:43
Efesus 5:16
”dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat."
Belum lama ini dunia maya diramaikan dengan adanya potensi gempa megathrust. Biasanya jika terjadi gempa dalam skala besar di laut, maka dapat memicu tsunami. Berbagai reaksi ditunjukkan oleh orang. Ada yang mulai panik, ada yang biasa-biasa saja, bahkan ada juga yang hanya menganggap itu hanya mitos semata.
Sobat Junior, memang tidak ada yang pasti di dunia ini. Peristiwa alam yang terjadi kadang-kadang di luar pemikiran manusia. Jika dulu kalian belajar Indonesia terdiri dari dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau, pada bulan yang berakhiran “ber” seperti September, Oktober, November, dan Desember, biasanya sudah masuk dalam musim hujan. Namun, sekarang ini keadaan alam sudah berubah. Bumi ini tidak menjadi semakin baik, malahan menjadi semakin rusak. Belum lagi polusi di mana-mana. Langit terkadang tidak lagi berwarna biru, melainkan abu-abu karena tingginya tingkat polusi di daerah tersebut.
Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk mempergunakan setiap waktu yang ada dengan baik. Kita tidak tahu kapan bumi ini akan berakhir. Olehnya, kita harus mempergunakan setiap waktu yang ada dengan baik. Kesetiaan dalam menghargai waktu menunjukkan disiplin, Sobat Junior. Sebelum waktu kita di bumi ini berakhir, kita mau melakukan yang terbaik. Selesaikan semua tugas kalian tanpa menunda-nunda. Yuk,kalian pasti bisa!

Truth Youth 25 Oktober 2024 (English Version) - GOD IS WITH US IN TRIALS
2024-10-25 18:36:49
"The eyes of the LORD are on those who fear him, on those whose hope is in his unfailing love." (Psalm 33:18)
In the midst of the darkness of depression and anxiety, faith can be a light that guides us. When the world feels heavy and full of uncertainty, faith gives us a reason to hope. Faith is not just about believing in something unseen, but also about finding strength in the conviction that there is purpose and meaning behind every trial, no matter how difficult it may be.
Faith provides a broad perspective on life. When we feel overwhelmed, we often focus on the difficulties we face, losing sight of our entire journey. Faith helps us see beyond the current challenges and understand that every experience, even the most painful ones, can be part of a valuable process of learning and personal growth. With faith, we can find comfort in the belief that we are not alone. Even in silence and loneliness, faith reminds us that there is something greater than ourselves watching over and caring for us. It gives us the impetus to keep moving forward, even when each step feels heavy and full of obstacles.
Faith also offers a space for speaking and reflecting—a safe place to express our pain and anxiety without fear of judgment. Through prayer or reflection, we can release the burdens we carry and feel fully accepted in any condition. In this process, we learn to better accept ourselves. Faith builds strength in inner peace. When we shift our focus from our anxieties to the belief in something greater, we find tranquility amidst emotional turmoil. Faith is not a problem eraser, but a source of strength that helps us navigate and face everything with courage, renewed hope, and deep serenity.
WHAT TO DO:
1. Cultivate intimacy to build trust.
2. Do not doubt God’s presence.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Luke 7-8

Truth Youth 25 Oktober 2024TUHAN SERTAI DALAM PENCOBAAN
2024-10-25 18:32:48
”Sesungguhnya, mata TUHAN tertuju kepada mereka yang takut akan Dia, kepada mereka yang berharap akan kasih setia-Nya.” (Mazmur 33:18)
Di tengah gelapnya depresi dan kecemasan, iman bisa menjadi cahaya yang membimbing kita. Saat dunia terasa berat dan penuh ketidakpastian, iman memberi kita alasan untuk berharap. Iman bukan hanya tentang percaya pada sesuatu yang tak terlihat, tetapi juga tentang menemukan kekuatan dalam keyakinan bahwa ada tujuan dan makna di balik setiap cobaan, tidak peduli seberapa beratnya.
Iman memberikan perspektif yang luas tentang kehidupan. Ketika kita merasa tertekan, sering kali kita fokus pada kesulitan yang kita hadapi, kehilangan pandangan pada keseluruhan perjalanan kita. Iman membantu kita melihat melampaui tantangan saat ini dan memahami bahwa setiap pengalaman, bahkan yang paling menyakitkan sekalipun, bisa menjadi bagian dari proses pembelajaran dan pertumbuhan pribadi yang berharga. Dengan iman, kita bisa menemukan penghiburan dalam keyakinan bahwa kita tidak sendirian. Bahkan dalam keheningan dan kesepian, iman mengingatkan kita bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari diri kita yang memperhatikan dan peduli. Ini memberi kita dorongan untuk terus maju, meskipun langkah terasa berat dan penuh rintangan.
Iman juga menawarkan ruang untuk berbicara dan merenung, sebuah tempat yang aman untuk mengungkapkan rasa sakit dan kecemasan kita tanpa takut dihakimi. Melalui doa atau refleksi, kita bisa melepaskan beban yang kita pikul dan merasa diterima sepenuhnya dalam kondisi apa pun. Dalam proses ini, kita belajar untuk menerima diri sendiri dengan lebih baik. Iman membangun kekuatan dalam ketenangan batin. Saat kita mengalihkan perhatian dari kecemasan kita ke keyakinan akan sesuatu yang lebih besar, maka kita menemukan ketenangan di tengah gelombang emosional. Iman bukanlah penghapus masalah, tetapi peneguh yang membantu kita menavigasi dan menghadapi segala sesuatu dengan keberanian, harapan baru, dan ketenangan yang mendalam.
WHAT TO DO:
1.Memiliki keintiman agar dapat percaya
2.Tidak meragukan penyertaan Tuhan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Lukas 7-8

Renungan Pagi - 25 Oktober 2024
2024-10-25 18:26:34
Apakah yang dapat menjadi kebanggaan kita saat ini? Harta kekayaan, jabatan, kehormatan, kepandaian? Dapatkah semua itu meluputkan dari bencana, kematian dan ancaman peperangan? Ingatlah pengetahuan dan teknologi secanggih apapun tetap tidak dapat dijadikan tempat perlindungan dari bencana, kematian dan ancaman peperangan.
Cuaca mungkin dapat di prediksi dengan kecanggihan teknologi, tetapi jika bencana itu datang, dapatkah kekayaan menjamin keselamatan, dapatkah jabatan dan kehormatan melindungi? Berapa banyak sudah korban berjatuhan ketika gempa bumi, tanah longsor, banjir bandang dan berbagai bencana datang tiba-tiba tanpa peringatan sebelumnya.
Dengan semua kenyataan itu, kita mengerti bahwa hanya Tuhanlah tempat perlindungan yang paling aman. Manusia tidak berarti apapun jika hidup tanpa Tuhan.
"Sesungguhnya, bangsa-bangsa adalah seperti setitik air dalam timba dan dianggap seperti sebutir debu pada neraca. Sesungguhnya, pulau-pulau tidak lebih dari abu halus beratnya." Betapa kecilnya kita dihadapan Tuhan, tetapi jika hidup melekat pada Tuhan, maka hidup akan memiliki arti yang besar, sebab kita berharga dimata Tuhan.
Jadi tidak ada yang akan membuat Tuhan terpesona pada diri kita, selain dari hati yang berpaut pada-Nya dan hidup yang melekat, bergantung penuh kepada-Nya. Jika memiliki harta kekayaan, jabatan, kehormatan dan pengetahuan, semua pun berasal dari Tuhan. Jangan melupakan Tuhan jika kita memiliki segalanya tersebut. Sebab hanya orang-orang yang melekat pada Tuhan yang dapat mengerti, betapa berharga hidupnya di tangan Tuhan.
(Yesaya 40:15)

Quote Of The Day - 25 Oktober 2024 - (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-25 18:24:56
Kehidupan seorang yang memberkati orang lain adalah kehidupan yang setiap hari menjaga mulut, mata, telinga, perbuatan, agar tidak mencemari diri dengan dosa.

Mutiara Suara Kebenaran - 25 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-25 18:23:16
Orang Kristen yang tidak memancarkan terang Kerajaan Surga, artinya kehidupan mereka tidak berbeda dengan manusia lain.

HEAVEN IS VISIBLE - 25 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-25 18:21:16
Our lives must truly make heaven visible-seen, of course, by those whose consciences can still be restored, by those who can still turn and repent, but it will not be visible to those whose consciences have darkened and whose thoughts are evil. If we truly want to follow Jesus, we should ask the Lord to help us follow in His footsteps. Then heaven will be revealed, and this is a characteristic or attribute of the children of God who follow Jesus, as stated in Matthew 5:14-15, “A city on a hill cannot be hidden,” meaning heaven will certainly be visible. Why, then, are there so many Christians who do not reveal heaven in their lives? It is because they do not radiate the light of the Kingdom of God. A Christian who does not shine the light the Kingdom of Heaven, meaning their lives are no different from other humans.
The Holy Spirit will help us if we sincerely want to follow Jesus and carry this attribute: “A city on a hill cannot be hidden,” meaning it is sure to be seen. A life separated from the world, although we live in it, should become increasingly distinct. People will start to ask, “What kind of person are you? Yes, you’re religious, but why so extreme? Christian, yes, but why like this?” Day by day we are becoming more different, and our lives will act as a dividing line-some will truly follow, while others will attack us. Somehow, people will have a desire to ruin our reputation, disrupt our peace, make us upset, angry, and frustrated. Without them realizing it, in fact, they are being used by the powers of darkness.
And “they” can be a life partner, close family members, church activists, or even a pastor-a pastor whose spiritual atmosphere is different. Don't be disappointed if almost no one follows us. They will try to find fault in us, but we must not be weak. That is precisely what makes us, without realizing it, have a stake. It may not be spoken, but we have a stake in the matter: who are truly the children of God, the followers of Jesus Christ, and who are not. Because many people follow Jesus Christ in their imagination and fantasy. We must not follow Jesus in our imagination, fantasy, and theological knowledge about Him stored in our minds. Instead, we must seek to meet Him face to face. We want to encounter God heart to heart, and when we do, we should approach Him as if we have no theology, no knowledge about Him at all.
But it is in this that we will gain an experience that can never be obtained from any book, school, or seminar. This challenge will push us to increasingly leave the world behind, live in holiness and purity, and willingly let go of desires, pride, any sense of status, dignity, or anything else. It's hard, but this is what will perfect us. If we still feel offended, angry, humiliated, or belittled, it means our flesh is not yet dead; we must put to death all negative feelings. We will become shining individuals. For those whose conscience can still be straightened, who can still repent, especially those who are humble, they will walk with us. But those who are arrogant, who feel smart, and capable, will surely think we are misguided.
We need to seek a way, ask for God's wisdom on how to become true Christians. We strive to find a new habitat, the habitat of the Kingdom of God. Even though we may have studied theology with the highest academic achievement, what we are now seeking is how to meet God heart to heart. The reality is, theology, Bible school, and church have not made the world see the new heaven and new earth, do not make people see the new Jerusalem, because many Christians are not even interested in returning to His House, do not have a longing to meet the Lord Jesus.
There are still many things people hope from this world to bring happiness and joy. We choose the path that truly leads us to the presence of God, the presence of the Kingdom of Heaven, the new habitat that is lost. We ask for help from the Father in heaven, ask for the companionship of the Lord Jesus and His Spirit to guide us. We want to experience God, to present God in our lives, which later the fruits of our lives will be evident; our burden for souls, our compassion for others, and not being preoccupied with our own affairs. And every person we touch through our ministry will, day by day, see the Kingdom of Heaven.
Day by day we will kill the old self, mortifying the flesh. We won’t become odd or eccentric, we will still live gracefully in society, but with the true colors of the members of the Kingdom of God-clearly placing our hope in the Kingdom of Heaven. And our life steps will clearly show that we are preparing to leave this world. We will not leave any part of our heart behind on this earth.
OUR LIVES MUST TRULY MAKE HEAVEN VISIBLE.

SURGA NAMPAK - 25 Oktober 2024
2024-10-25 18:19:20
Hidup kita harus sungguh-sungguh membuat surga menjadi Nampak, kelihatan, tentunya kelihatan bagi orang yang nuraninya masih bisa diperbaiki, bagi orang yang masih bisa berbalik dan bertobat, tetapi tidak akan terlihat oleh mereka yang nuraninya sudah gelap, yang pikirannya jahat. Jika kita sungguh-sungguh mau mengikut Yesus, kita mohon Tuhan menolong kita untuk mengikut jejak Yesus. Maka surga akan nampak, dan ini merupakan atribut atau ciri dari anak-anak Allah yang mengikut Yesus, seperti yang dikatakan di dalam Matius 5:14-15, "Kota yang terletak di atas bukit mustahil tersembunyi,” jadi pasti surga itu nampak. Mengapa selama ini banyak orang Kristen yang tidak membuat surga itu nampak? Karena mereka tidak memancarkan terang Kerajaan Allah. Orang Kristen yang tidak memancarkan terang Kerajaan Surga, artinya kehidupan mereka tidak berbeda dengan manusia lain.
Roh Kudus akan menolong jika kita sungguh-sungguh mau mengikut Yesus dan memiliki atribut atau ciri ini: “Kota yang terletak di atas bukit mustahil tersembunyi,” artinya pasti terlihat. Kehidupan yang dipisahkan dari dunia, walaupun kita ada di tengah-tengah dunia, tapi warna kita harus makin hari makin berbeda, sehingga orang akan berkata, "Manusia macam apa kamu ini? Beragama, ya, beragama, tapi jangan terlalu begini. Kristen, ya, Kristen, tapi kok kamu seperti ini?” Makin hari kita makin berbeda. Dan hidup kita akan menjadi alat pemisah; ada yang sungguh-sungguh akan ikut, tetapi di pihak lain kita akan diserang. Entah bagaimana, orang memiliki gairah mau membunuh nama baik, merusak damai sejahtera, membuat kita kesal, marah, frustasi. Tanpa disadari oleh mereka, sesungguhnya, mereka dipakai oleh kuasa kegelapan.
Dan “mereka” bisa pasangan hidup, keluarga dekat, atau aktivis di gereja, bahkan bisa saja itu pendeta; pendeta yang atmosfernya beda. Dan jangan kecewa kalau hampir-hampir tidak ada orang yang ikut kita. Kita akan dicari-cari salahnya, tapi kita tidak boleh menjadi lemah. Justru itu yang membuat kita, tanpa disadari, memiliki pertaruhan. Memang tidak diucapkan, tetapi kita memiliki pertaruhan. Siapa yang benar-benar anak-anak Allah, pengikut Yesus Kristus, dan yang bukan. Sebab banyak orang mengikut Yesus Kristus dalam bayangan dan fantasinya. Kita tidak boleh ikut Yesus dalam bayangan, fantasi, dan pengetahuan teologi mengenai Dia di otak kita, tapi kita mau berjumpa langsung. Kita mau bertemu dengan Tuhan heart to heart, dan kalau kita bertemu dengan Tuhan, tempatkan diri kita seakan-akan kita tidak punya teologi, tidak punya pengetahuan apa-apa tentang Dia.
Tapi di situlah kita akan punya pengalaman yang tidak pernah didapat dari buku mana pun, dari sekolah atau seminar mana pun. Pertaruhan ini akan mendesak kita untuk semakin meninggalkan dunia, hidup dalam kekudusan, kesucian, rela tidak punya keinginan, kebanggaan apa pun, rela tidak punya martabat, harga diri, atau apa pun. Berat, tapi inilah yang akan menyempurnakan kita. Kalau kita masih tersinggung, marah, merasa direndahkan, masih merasa dihina, berarti kedagingan kita belum mati; kita harus matikan semua perasaan negatif. Kita menjadi manusia cemerlang. Bagi orang yang nuraninya masih bisa diluruskan, yang masih bisa bertobat, terutama orang yang rendah hati, mereka bisa bersama kita, tapi orang yang sombong, merasa pintar, cakap, pasti menilai kita sesat.
Kita mau mencari jalan, minta hikmat Tuhan bagaimana kita menjadi orang-orang Kristen yang benar. Kita berjuang untuk menemukan habitat baru, habitat Kerajaan Allah. Sekalipun kita sudah belajar teologi dengan prestasi akademis summacumlaude, namun sekarang yang kita cari adalah bagaimana kita heart to heart ketemu Tuhan. Sebab kenyataannya, teologi, sekolah Alkitab, gereja, tidak membuat mata dunia melihat langit baru bumi baru, tidak membuat orang melihat Yerusalem baru, karena banyak orang Kristen pun tidak tertarik pulang ke Rumah-Nya, tidak memiliki kerinduan bertemu dengan Tuhan Yesus.
Masih banyak yang diharapkan dari dunia ini untuk bisa membahagiakan dan menyukakan hati. Kita memilih jalan yang benar-benar membawa kita kepada kehadiran Allah, kehadiran Kerajaan Surga, habitat baru yang hilang. Kita minta pertolongan Bapa di surga, mohon pendampingan Tuhan Yesus dan Roh-Nya yang menuntun kita. Kita mau mengalami Tuhan, menghadirkan Tuhan dalam hidup kita, yang nanti buah-buah hidup kita akan nyata; keterbebanan kita terhadap jiwa-jiwa, belas kasihan kita kepada orang lain, tidak sibuk dengan urusan sendiri. Dan setiap orang yang kita sentuh melalui pelayanan kita, hari demi hari akan melihat Kerajaan Surga.
Hari demi hari kita akan membunuh manusia lama, mematikan kedagingan. Kita tidak menjadi aneh, nyentrik, kita masih santun hidup di tengah-tengah masyarakat, tapi dengan warna anggota Kerajaan Allah yang benar-benar nampak pengharapannya tertaruh di Kerajaan Surga, dan langkah-langkah hidupnya yang benar-benar nampak berkemas-kemas. Kita tidak menyisakan, meninggalkan hati kita di bumi ini.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
HIDUP KITA HARUS SUNGGUH-SUNGGUH MEMBUAT SURGA MENJADI NAMPAK.

Bacaan Alkitab Setahun - 25 Oktober 2024
2024-10-25 18:16:37
Lukas 12-13

Truth Kids 24 Oktober 2024 - SETIA MENGASIHI
2024-10-24 12:59:02
1 Korintus 13:7
”Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”
Dalam Perjanjian Lama, kita dapat membaca kisah kesetiaan Rut, menantu ibu Naomi. Setelah suami Rut meninggal, seharusnya ia bisa kembali kepada orang tuanya. Namun, Rut memilih untuk tetap setia mengikuti Naomi, ibu suaminya yang meninggal. Walaupun berasal dari bangsa yang berbeda, Rut tetap setia kepada ibu Naomi. Ia tidak mau meninggalkan ibu Naomi yang hidup seorang diri. Bahkan, Rut rela bekerja untuk mendapatkan makanan bagi mereka berdua. Hingga akhirnya, Rut bertemu dengan Boas yang menjadi suaminya. Keturunan Boas dan Rut melahirkan raja Daud. Dan dari keturunan raja Daud, lahirlah Yesus. Dari kesetiaan Rut, keturunannya melahirkan Yesus, Sang Juru Selamat dunia.
Sobat Kids, kita mau belajar dari kesetiaan Rut mengasihi ibu Naomi. Kasih yang sejati tidak pernah berakhir. Kasih yang sabar menanggung segala sesuatu. Percayalah, jika kita setia, pasti Tuhan akan melihatnya. Tuhan akan merasa senang dengan kesetiaan yang kita lakukan.

Truth Junior 24 Oktober 2024 - SETIA MENGASIHI
2024-10-24 12:57:31
1 Korintus 13:7
”Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.”
Sobat Junior, yang dimaksud dengan kata “Ia” dari ayat firman Tuhan di atas adalah kasih. Kita dapat mengetahuinya dengan membaca ayat-ayat sebelum 1 Korintus 13:7. Dalam 1 Korintus 13:4 dituliskan: “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.” Banyak hal yang dapat kita lakukan jika memiliki kasih, termasuk yang dituliskan dalam 1 Korintus 13:7.
Tuhan mengajarkan kita untuk memiliki kasih yang tulus. Menurut KBBI _online_, tulus memiliki arti sungguh dan bersih hati; benar-benar keluar dari hati yang suci, jujur, tidak pura-pura. Jadi jika kita mengasihi orang, maka kita akan sungguh-sungguh mengasihi tanpa mengharapkan imbalan atau balasan kebaikan dari orang yang kita kasihi.
Kasih yang kita berikan pun hendaknya bukan hanya sekali-sekali, melainkan kita mau mengasihi dengan setia. Jangan sampai kita mengasihi karena mau sesuatu, ya, Sobat Junior. Seperti Tuhan yang setia mengasihi kita, kita pun mau berjuang untuk mengasihi dengan setia. Coba kalian renungkan, Allah Bapa memberikan Anak-Nya Yang Tunggal tanpa menunggu kita hidup benar, hidup suci di hadapan-Nya, Sobat Junior. Kita pun harus setia mengasihi orang lain seperti yang telah dicontohkan oleh Tuhan.

Truth Youth - 24 Oktober 2024 TRIALS
2024-10-24 12:54:53
"Consider it pure joy, my brothers and sisters, whenever you face trials of many kinds, because you know that the testing of your faith produces perseverance. Let perseverance finish its work so that you may be mature and complete, not lacking anything." (James 1:2-4)
Often in life, we face situations that make us feel weak and lose hope. These trials come without warning. Perhaps it’s family problems, friendship issues, or even pressure from school or college that makes us think, “Does God really care?” However, as Christian teenagers, we have a God who is always faithful and unchanging. There was a Roman officer who believed that Jesus could heal his servant with just a word. From this story, we learn that faith in God brings hope, even when we don’t always see the results immediately. Jesus also raised a young boy in the town of Nain, showing that God cares and is capable of doing the impossible. When situations feel heavy, we are reminded that God can restore circumstances that seem impossible to change.
In another story, a woman who had been bleeding for 12 years was healed simply by touching Jesus' cloak. At the same time, Jesus raised Jairus's daughter from the dead. These two events teach us that God never forgets us, even though we sometimes have to wait. He is always present at the right time. As teenagers, we may often feel weary from various problems, but these stories encourage us to never lose hope. God is our source of strength, and His promises are always faithful. We can rely on God in our helplessness, believing that He will always be there to help us.
WHAT TO DO:
1. God is greater than life’s trials.
2. Learn to understand trials.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Luke 5-6

Truth Youth 24 Oktober 2024 - PENCOBAAN
2024-10-24 12:53:09
”Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apa pun.” (Yakobus 1:2-4)
Sering kali, dalam hidup, kita menghadapi situasi yang membuat kita merasa lemah dan kehilangan harapan. Bahkan pencobaan-pencobaan tersebut datang tanpa bisa dihentikan. Mungkin masalah keluarga, persahabatan, atau bahkan tekanan dari sekolah atau kuliah yang membuat kita berpikir, “Apakah Tuhan benar-benar peduli?” Namun, sebagai remaja Kristen, kita punya Tuhan yang selalu setia dan tak pernah berubah. Ada seorang perwira Romawi yang sangat percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkan hambanya hanya dengan berkata sepatah kata. Dari kisah ini, kita belajar bahwa iman kepada Tuhan memberikan pengharapan, meskipun kita tidak selalu melihat langsung hasilnya. Yesus juga membangkitkan seorang anak muda di kota Nain, menunjukkan bahwa Tuhan peduli dan sanggup melakukan hal-hal yang mustahil. Ketika situasi terasa berat, kita diingatkan bahwa Tuhan sanggup memulihkan keadaan yang tampaknya tak mungkin berubah.
Dalam kisah lain, perempuan yang sakit pendarahan selama 12 tahun sembuh hanya dengan menyentuh jubah Yesus. Di saat yang sama, Yesus membangkitkan anak Yairus yang sudah meninggal. Kedua peristiwa ini mengajarkan kita bahwa Tuhan tidak pernah melupakan kita, meskipun terkadang kita harus menunggu. Dia selalu hadir tepat pada waktu-Nya. Sebagai remaja, mungkin kita sering merasa lelah dengan berbagai masalah, tetapi dari kisah-kisah ini, kita diajak untuk tidak pernah kehilangan harapan. Tuhan adalah sumber kekuatan, dan janji-Nya selalu setia. Kita sangat bisa mengandalkan Tuhan dalam ketidakberdayaan kita, kita bisa percaya bahwa Tuhan akan selalu hadir dan memberikan pertolongan.
WHAT TO DO:
1.Tuhan lebih besar dari pencobaan hidup
2.Belajar memahami pencobaan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Lukas 5-6

Renungan Pagi - 24 Oktober 2024
2024-10-24 12:46:34
Alkitab mengatakan pada zaman Nuh, "Manusia telah rusak, tetapi Nuh hidup bergaul dengan Allah." Disini kita melihat bahwa orang yang bergaul dengan Allah akan nampak perbedaannya, orang yang rajin beribadah belum tentu berbeda, ada orang rajin beribadah tapi berbohong jalan terus, menipu jalan terus, iri hati dan bergosip jalan terus, hidup ngaco jalan terus, kuatir jalan terus, akan tetapi orang yang bergaul dengan Allah, pasti berbeda.
"Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang se-zamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah." Persoalannya ada orang yang rajin beribadah tetapi hidupnya tidak bergaul dengan Tuhan, karena itulah Alkitab berkata; "Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi."
Jika kita beribadah dengan benar dan hidup bergaul dengan Allah setiap hari, maka pasti akan memiliki hidup yang berbeda dengan orang dunia, sebab ketika bergaul dekat dengan Tuhan, maka kita mengenal Pribadi Tuhan. Pengenalan yang benar akan Tuhan menghasilkan perubahan hidup. Jikalau menemukan ada orang rajin ke gereja, tapi tidak mengalami perubahan, seperti misalnya istri rajin ke gereja, tetapi masih suka melawan suami, tetap cerewet dan suka memaki, tetap suka mengeluh dan tetap kuatir.
Suami yang rajin ke gereja perilakunya masih kasar, egois, suka selingkuh dan tidak peduli dengan keluarga, anak yang rajin ke gereja, perilakunya tetap melawan orangtua, tidak bisa dinasehati, tidak suka belajar, maka itu berarti mereka hanya beribadah, tapi tidak hidup bergaul dengan Allah, sebab orang yang hidup bergaul dengan Allah dan firman-Nya, hidupnya pasti berubah.
(Kejadian 6:9,12)

Quote Of The Day - 24 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-24 12:44:03
Menjadi kekasih abadi Tuhan dengan mencintai Tuhan secara benar, bukan karunia atau anugerah, melainkan pilihan.

Mutiara Suara Kebenaran - 24 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-24 12:42:52
Tuhan Maha Murah, tapi Tuhan tidak murahan. Tuhan hanya bisa dijumpai oleh orang yang benar-benar menghormati Dia.

ADDICTED TO GOD - 24 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-24 12:40:50
Today, let us not waste any opportunity; start your day by meeting God every morning. Perhaps we have prayed a lot, but can we feel that He hears our prayers and accepts our praise? When we say, “You are the one I love,” are we truly serious about loving Him? What is God’s feeling toward us? Could it be that God says, “I don’t feel that you love Me. Your mouth speaks of love for Me, but your heart does not. You have many other lovers.” So, if the Lord Jesus says, “I never knew you, you who do not do the will of the Father,” that will is tied to His thoughts and feelings-what He likes or what pleases Him-not just legal sentences. Religion deals with rules written in legal sentences.
Thus, we cannot make our relationship with God something secondary-it cannot be. It must be our entire life. The issue is that most of us have not yet encountered God. What’s the proof that we haven’t met God? We don’t long to meet Him. Because when someone meets God, love and longing for God will be kindled, until we become truly, deeply addicted to God. We haven’t become addicted to God because we are already addicted to many other things. Addiction isn’t just about drugs; it can be about many things. Addiction is something that, if we don’t indulge in it, we feel unhappy, unsatisfied, incomplete, and we want more-a bigger portion, a higher degree, a more intense stage.
What if, when God comes today, most of us will not be recognized by Him? Let’s be honest with ourselves. Because someone who has encountered God will surely exhibit extraordinary holiness. Their character will be majestic, their words likewise noble-they won’t speak carelessly. Someone who meets God
it is very noble and great, certainly like God. So, it’s not an exaggeration when Jesus says, “You must be perfect, just as the Father is perfect.” We must be ambitious in seeking God-praying every day, meeting God, studying the Word, and growing. But Satan does not sit idle; he will divert our focus to many other things, and in the end, our time is wasted, and our character remains unchanged. We won’t even be good, let alone perfect. We’ll still be easily offended, dishonest, lustful, and attacking others.
Our life rhythm has long been wrong, so if we want to change, we must be truly determined. Break free from worldly addictions and move into addiction to God. And that takes time. The transition can be long. Love yourself because we are eternal beings who will one day face the judgment of God. Don’t remain unchanged. Don’t take this lightly. Each of us must repent while there is still an opportunity to repent. We are not seeking God earnestly, yet we feel safe-that’s wrong! We are not safe. Eternity is terrifying. But most people no longer fear eternity; they sneer.
Don’t be rebellious anymore. Momentary pleasures destroy us. Don’t treat God as secondary, for God is everything. Outside of Him, we are doomed. Even though we may seem fine now, without God we are in danger. Start each day with prayer-spend 30 minutes daily meeting with God, and we will surely encounter Him. Life is hard, but eternity is far more terrifying. Don’t go against God. Starting today, we must repent. Our repentance must be accompanied by concrete steps, mapping out each day what we will do. Remember, seeking God is harder than making money, more difficult than building a career, more complicated than finding a life partner. That’s why the Word of God says, “Seek first the Kingdom of God and His righteousness.”
So, how can we go one day without a personal encounter with God during a special time? Yes, we can pray and talk to God anywhere, but there must be special times when we truly meet Him. In the Bible, many figures trembled before God. In Israel, when God was present, all the priests fell down and could not stand. In real terms, God can be felt. Does God change? No, God does not change. Therefore, we must experience things like that. We must experience God as a living, real Person, with whom we are truly in touch. Inwardly we connect, but also physically we feel His presence.
God is Generous, but God is not cheap. God can only be encountered by those who truly honor Him. So, when Jesus says, “I am the way, the truth, and the life; no one comes to the Father except through Me,” there is a high price that we must pay. Through Jesus, in the sense of knowing Him, namely the truths that Jesus taught, and having a life like Jesus’ life so that we are worthy to meet the Father. If we can’t even understand Him, how can we meet Him? The price is high-it costs us our whole life; it cannot be done casually.
WHEN SOMEONE ENCOUNTERS GOD, LOVE AND LONGING FOR GOD WILL BE KINDLED, UNTIL WE BECOME TRULY, DEEPLY ADDICTED TO GOD.

KECANDUAN TUHAN - 24 Oktober 2024
2024-10-24 06:59:22
Sekarang ini, jangan kita menyia-nyiakan kesempatan, mulailah hari kita dengan bertemu Tuhan setiap pagi. Mungkin kita sudah banyak berdoa, tapi apakah kita bisa merasakan bahwa Dia mendengar doa dan menerima pujian kita? Ketika kita mengatakan, “Engkau yang kucinta,” apakah kita serius mencintai Dia? Apa perasaan Tuhan terhadap kita? Jangan-jangan Tuhan berkata, “Aku tidak merasa kau mencintai Aku. Mulutmu yang bersuara mencintai Aku, hatimu tidak. Kau banyak kekasih yang lain.” Jadi kalau Tuhan Yesus berkata, “Aku tidak kenal kamu, kamu yang tidak melakukan kehendak Bapa,” kehendak itu ada di pikiran dan perasaan, menyangkut apa yang dia sukai atau selera Tuhan, bukan di dalam kalimat-kalimat hukum. Kalau agama itu, peraturannya di kalimat hukum.
Maka, kita tidak bisa menjadikan bertuhan itu sambilan, tidak bisa. Itu harus seluruh hidup kita. Masalahnya, sebagian besar kita belum menjumpai Tuhan. Apa buktinya kalau kita belum menjumpai Tuhan? Kita tidak rindu bertemu Tuhan. Sebab kalau orang bertemu Tuhan, maka akan terbangun kecintaan, kerinduan akan Tuhan, sampai kita betul-betul menjadi kecanduan yang kuat. Kita belum sampai kecanduan dengan Tuhan karena kita telah kecanduan dengan banyak hal. Kecanduan itu tidak hanya narkoba, bisa banyak hal. Kecanduan adalah sesuatu yang jika kita tidak menikmatinya, maka kita merasa tidak bahagia, tidak puas, tidak lengkap, dan kita mau porsi yang lebih besar, kadar yang lebih besar, stadium yang lebih banyak.
Jangan-jangan, kalau Tuhan datang hari ini, sebagian besar kita bisa tidak dikenal Tuhan. Mari kita jujur melihat diri kita sendiri. Karena seseorang yang bertemu Tuhan, pasti kesuciannya luar biasa. Keagungan pribadinya, perkataannya juga agung, tidak sembarangan bicara. Orang yang bertemu Tuhan itu mulia dan agung sekali, pasti seperti Tuhan. Jadi tidak berlebihan kalau Yesus berkata, “Kamu harus sempurna seperti Bapa.” Kita harus berambisi mencari Tuhan. Tiap hari berdoa, bertemu Tuhan, belajar firman, bertumbuh. Tapi, setan tidak tinggal diam, dia akan mengalihkan fokus kita kepada banyak hal, yang akhirnya waktu kita terbuang sia-sia dan karakter kita tidak berubah. Jangankan sempurna, baik saja tidak. Masih tersinggung, tidak jujur, mata keranjang, menyerang orang.
Irama hidup kita sudah lama salah, maka kalau kita mau berubah harus betul-betul nekat. Lepaskan diri dari kecanduan dunia, lalu masuk kepada kecanduan Tuhan. Dan itu perlu waktu. Transisinya bisa panjang. Kasihi diri kita, karena kita adalah makhluk kekal di mana kita akan berhadapan dengan pengadilan Tuhan. Jangan tidak berubah. Jangan main-main. Setiap kita harus bertobat, mumpung masih ada kesempatan untuk bertobat. Kita tidak mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, lalu kita merasa cukup aman, salah itu! Kita tidak aman. Kekekalan itu mengerikan. Namun rata-rata orang sudah tidak takut kekekalan, mereka mencibir.
Jangan nakal lagi. Kesenangan sesaat membinasakan kita. Jangan jadikan Tuhan sebagai sambilan, sebab Tuhan itu segalanya. Di luar Dia, kita celaka. Walaupun sekarang kita kelihatan aman-aman, tapi kita celaka tanpa Tuhan. Mulailah hari kita dengan doa, setiap hari 30 menit bertemu Tuhan, dan kita pasti bertemu Tuhan. Hidup ini sulit, tapi kekekalan lebih mengerikan. Jangan melawan Tuhan. Jadi, mulai hari ini kita harus bertobat. Pertobatan yang harus kita sertai dengan langkah-langkah konkret, memetakan setiap hari apa yang akan kita lakukan. Ingatlah, mencari Tuhan lebih sulit daripada mencari uang, lebih berat dari berkarier, lebih rumit dari mendapatkan jodoh. Itulah sebabnya firman Tuhan mengatakan, "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya.”
Maka, bagaimana mungkin satu hari tidak ada perjumpaan dengan Tuhan secara pribadi di waktu khusus? Memang di mana pun kita bisa berdialog dengan Tuhan, bisa berdoa, tapi mesti ada waktu khusus di mana kita menjumpai Tuhan. Dalam Alkitab banyak tokoh Alkitab yang gemetar di hadapan Allah. Di Israel pada waktu Allah hadir, imam-imam semua tertelungkup dan tidak sanggup berdiri. Secara nyata, Allah pun bisa dirasakan. Apakah Allah berubah? Tidak, Allah tidak berubah. Maka, kita harus mengalami hal-hal seperti itu. Kita harus mengalami Tuhan sebagai Pribadi yang hidup, yang nyata, yang dengan-Nya kita benar-benar bersentuhan. Secara batin kita nyambung, tapi juga fisik kita pun merasakan kehadiran-Nya.
Tuhan Maha Murah, tapi Tuhan tidak murahan. Tuhan hanya bisa dijumpai oleh orang yang benar-benar menghormati Dia. Jadi ketika Yesus berkata, “Akulah jalan kebenaran dan hidup, tidak seorang pun sampai kepada Bapa kecuali melalui Aku,” di situ ada harga mahal yang harus kita bayar. Melalui Yesus, dalam arti mengenal Dia, yaitu kebenaran-kebenaran yang Yesus ajarkan, dan memiliki kehidupan seperti kehidupan Yesus sehingga kita layak menjumpai Bapa. Tanpa kekudusan, tidak seorang pun dapat melihat, artinya memahami Tuhan. Memahami saja tidak, bagaimana bisa menjumpai Dia? Harganya mahal; seluruh hidup kita, tidak bisa sambilan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU ORANG BERTEMU TUHAN, MAKA AKAN TERBANGUN KECINTAAN, KERINDUAN AKAN TUHAN, SAMPAI KITA BETUL-BETUL MENJADI KECANDUAN YANG KUAT.

Bacaan Alkitab Setahun - 24 Oktober 2024
2024-10-24 12:38:29
Lukas 10

Truth Kids 23 Oktober 2024 - BERSYUKUR
2024-10-23 18:10:43
1 Tesalonika 5:18
”Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.”
"Aduh" aku bosseennn!" keluh Kiki, sang kupu-kupu. "Mau ngapain lagi, ya?" Mendengar keluh kesah kupu-kupu itu, Bibi sang burung hantu yang terkenal bijaksana mulai berkomentar, "Kenapa kamu mengeluh, Kiki? Bukankah kamu bisa terbang ke sana, ke mari? Kamu bisa pergi ke tempat yang kamu ingini dengan cepat. Binatang lain harus berusaha lebih lama karena mereka tidak memiliki sayap untuk terbang." "Iya, juga. Tapi aku harus ngapain lagi?" "Coba kamu perhatikan May-May, sang lalat capung. Ia tidak memiliki waktu untuk mengeluh karena ia hanya hidup selama 24 jam. Jadi, semua waktu yang ia miliki, digunakannya untuk bekerja sebaik mungkin," nasihat Bibi, sang burung hantu. "Hah?! hanya 24 jam? Itu sama saja seperti 1 hari, dong, kasihan sekali, baru hidup sebentar lalu mati," ucap Kiki sambil tertunduk malu. Seharusnya Kiki bisa mengucap syukur atas kehidupannya yang lebih enak. Ia seharusnya merasa lebih beruntung dari lalat capung itu.
Sobat Kids, sering kali kita merasa bosan terhadap sesuatu sehingga lupa untuk bersyukur. Hari ini kita belajar dari cerita di atas. Ketika kita merasa bosan atau merasa sulit, ternyata ada orang lain yang lebih menderita. Ada orang lain yang mengalami kesusahan lebih parah dari yang kita alami. Oleh sebab itu, apa pun keadaan kita hari ini, kita harus bersyukur. Tetaplah setia untuk bersyukur atas setiap hal kecil yang Tuhan berikan kepada kita.

TRUTH JUNIOR 23 Oktober 2024 - SETIA MENGUCAP SYUKUR
2024-10-23 18:02:12
1 Tesalonika 5:18b
”Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu."
Kalau kita sedang senang atau memiliki semua hal yang kita perlukan, pasti mudah untuk bersukacita. Namun, bagaimana jika kondisi kita sedang tidak baik-baik saja? Bagaimana kalau kondisi hati kita sedang susah karena kesulitan yang sedang dialami? Apakah masih mudah untuk mengucap syukur? Tentunya tidak, bukan?
Ayat firman Tuhan hari mengingatkan kita untuk mengucap syukur, tetapi tidak hanya sampai di situ saja. Dikatakan kita perlu mengucap syukur dalam segala hal. Itu artinya mengucap syukur setiap saat; baik senang maupun susah, karena itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kita.
Memang tidak mudah untuk bersyukur dalam keadaan sulit atau sedih. Namun, hari ini kita mau belajar untuk melakukannya. Kita mau setia untuk mengucap syukur. Baik saat senang maupun sedih, tetap setia bersyukur. Jika kita berpikir kitalah yang paling sedih atau paling susah, itu mungkin karena kita belum bertemu dengan orang yang lebih sedih atau lebih susah dari kita. Masih banyak orang-orang yang tidak kita kenal, keadaan mereka sungguh benar-benar sangat menyedihkan dan sulit. Sobat Junior, tetaplah setia dalam mengucap syukur apa pun kondisi kita.

Truth Youth 23 Oktober 2024 (English Version) - LOVER CORE
2024-10-23 17:54:50
"For I know the plans I have for you," declares the Lord, "plans to prosper you and not to harm you, plans to give you hope and a future." (Jeremiah 29:11)
To love God, not just to be loved by Him, is a statement that embodies commitment. In spiritual life, a person's relationship with God is often likened to a romantic relationship. This metaphor beautifully illustrates how God’s love for humanity is not merely transactional but deep, personal, and full of commitment. When someone is in the “lover core” phase, it reflects a person who is fundamentally filled with love, commitment, and affection in relationships, whether with a partner, family, or God, when understood in a spiritual context. It means they have realized how deeply God loves them at the core of their being, transcending human flaws and weaknesses. This awareness transforms how a person commits to God, much like a lover who is willing to understand and fulfill their partner's wishes. Such love demands full dedication to understand, respond to, and live in God’s will.
A person who loves God from the depths of their soul will remain committed to understanding and doing His will, even when it is difficult. Just as a lover remains faithful in a relationship tested by time and hardship, believers will remain steadfast in doing God’s will because they know that God’s love is true love that will never abandon them. This awareness leads one to a strong commitment to understand and fulfill God’s will. In the context of a relationship with God, this action manifests as an effort to comprehend His will and a commitment to carry it out, regardless of the challenges and sacrifices that may arise. God's love is perfect love, and when we love God from the deepest core of our being, we will have the strength to live in His will.
WHAT TO DO:
1. Give God a special place in our lives.
2. Deepen our relationship with God.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Luke 3-4

Truth Youth 23 Oktober 2024 - LOVER CORE
2024-10-23 17:51:29
”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11)
To love God, not just to be loved by Him. adalah pernyataan yang memuat komitmen di dalamnya. Dalam kehidupan rohani, hubungan seseorang dengan Tuhan sering kali diibaratkan sebagai sebuah romansa cinta. Perumpamaan ini memberikan gambaran yang indah tentang bagaimana kasih Tuhan terhadap manusia bukan hanya bersifat transaksional, tetapi dalam, pribadi, dan penuh komitmen. Ketika seseorang berada dalam fase “lover core” mencerminkan seseorang yang pada intinya adalah penuh cinta, komitmen, dan kasih sayang dalam hubungan, baik dengan pasangan, keluarga, maupun Tuhan, jika dipahami dalam konteks spiritual. Itu berarti mereka telah menyadari betapa Tuhan mencintai mereka dalam inti terdalam dari keberadaan mereka, melampaui kesalahan dan kelemahan manusia. Kesadaran ini mengubah cara seseorang berkomitmen kepada Tuhan, seperti seorang kekasih yang rela memahami dan memenuhi kehendak pasangannya. Kasih semacam ini menuntut dedikasi penuh untuk mengerti, merespons, dan hidup dalam kehendak Tuhan.
Orang yang mencintai Tuhan dari inti jiwanya akan tetap berkomitmen untuk memahami dan melakukan kehendak-Nya, bahkan ketika itu sulit. Seperti seorang kekasih yang rela tetap setia dalam hubungan yang diuji oleh waktu dan kesulitan, demikian pula orang percaya akan tetap setia dalam melakukan kehendak Tuhan, karena mereka tahu bahwa cinta Tuhan adalah cinta yang sejati, yang tidak pernah meninggalkan mereka. Kesadaran ini membawa seseorang pada komitmen yang kuat untuk mengerti dan melakukan kehendak Tuhan. Dalam konteks hubungan dengan Tuhan, tindakan itu terwujud dalam usaha untuk memahami kehendak-Nya dan berkomitmen untuk melakukannya, terlepas dari tantangan dan pengorbanan yang mungkin dihadapi. Cinta Tuhan adalah cinta yang sempurna, dan ketika kita mencintai Tuhan dari inti terdalam keberadaan kita, kita akan memiliki kekuatan untuk hidup dalam kehendak-Nya.
WHAT TO DO:
1.Memberikan Tuhan tempat istimewa dalam hidup kita
2.Memperdalam hubungan bersama Tuhan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Lukas 3-4

Renungan Pagi - 23 Oktober 2024
2024-10-23 17:48:02
Alkitab mengajarkan cara mengelola pikiran kita yaitu: apa yang benar, apa yang mulia, apa yang sedap didengar itulah yang harus kita pikirkan, karena itu hati tidak boleh iri, dengki, dendam, penuh kebencian dan pikiran tidak boleh selalu dipenuhi hal-hal yang negatif. "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."
Karena itulah, damai sejahtera Allah harus memelihara hati dan pikiran kita didalam Tuhan, supaya semua yang berasal dari Tuhan saja, hal-hal yang baik dan benar yang akan terbit dalam hati dan pikiran, sehingga pasti tidak akan ada yang negatif, kotor dan najis yang menguasai hati dan pikiran kita. "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus."
(Filipi 4:7-8)

Quote Of The Day - 23 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-23 17:46:22
Memberkati orang lain adalah membuat orang menerima dan merasakan kebaikan Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 23 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-23 17:45:13
Siapa pun kita yang hari ini tidak mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, dipastikan kita akan sangat menyesal. Penyesalan itu akan terekspresi dalam ratap tangis dan kertak gigi.

FACE TO FACE - 23 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-23 12:36:35
In certain important situations, we may ask staff to convey a message to someone, but sometimes we don't feel fully at peace until we've had direct contact with that person. For important matters, this needs to be done. But have we ever thought that we need to come face to face with God? Has our prayer truly been heard? Does God approve of our request, or is He displeased with it? Have we ever sincerely wanted to know God's assessment of us? For other matters, whether trivial or non-principal, they may not be fundamental or critical. However, this is different when it comes to God.
We should believe that all our needs are answered in Him, whatever they may be. Both our needs on this earth and, especially later, in eternity-needs that no one else can answer or fulfill. Each of us must truly not only have faith in God but also know Him. There should be no element of God., hoping for the best, or speculation when it comes to God. When it comes to matters of eternity, we must really have certainty. And that certainty can only be achieved if we truly come face to face with God, directly interacting with Him.
One characteristic of religiosity is the dominance of certain figures, the role of prominent individuals, as if these people determine our relationship, connection, or bond with God-dominantly and absolutely. However, in Christianity, we have only one Mediator who can bring us face to face with the Almighty God, the Creator of heaven and earth, and our Creator, and that is Jesus. In the book of Hebrews, it says that He became the High Priest who is the mediator of the New Covenant. In the Old Covenant, people could not interact directly with God, only through the priest. And even the priest could only meet God once a year. But we have a High Priest, who is Jesus, as Hebrews 4:14 says, "Who has ascended through the heavens, Jesus, the Son of God."
So, we can meet directly with God the Father. That is why in John 14:6, Jesus said, "I am the way, the truth, and the life. No one comes to the Father except through Me." Therefore, all of us can encounter God. However, we must not expect to meet God when the time to meet Him has already run out. God declares, "Seek Me while I may be found." Thus, there will come a time when God is no longer willing to be found. Even high-ranking officials, leaders, or respected people on this earth, when they no longer wish to be seen, no one can dictate their availability-how much more the Almighty God of the universe. In truth, God has provided us with abundant time, unlimited time. As long as our heart still beats, our pulse still throbs, and we still breathe, we can encounter God anytime, anywhere.
Give time every day at least 30 minutes to meet God. Eventually 30 minutes will feel less. However, many Christians have been blinded by teachings that only use reason, thought, and are systematic in dogmatics. Believe in Jesus, you are saved. That sentence may not be wrong. But, what is belief? How can we be said to believe without encountering the Person we believe in? How can that belief save, if it is something related to the feelings of the Subject, in this case the feelings of God? In Matthew 7:21-23, the Lord Jesus said, "It is useless for you to call Me ‘Lord, Lord.’ It is useless, it means nothing. But he who does the will of the Father." How can someone do the will of the Father without experiencing an encounter with Him?
Therefore, we must soar high until we touch the presence of God, until we penetrate His thoughts and feelings, especially those related to our lives. This cannot be fully expressed in words, but it can be felt. How we continuously behold God, enter His presence, and strive to understand His heart, thoughts, and feelings, saying, "Lord, give me understanding of Your will so that I may do it, and Your plan so that I may fulfill it." What are we relying on? Why are we not seeking certainty by experiencing a direct encounter with God? It is evident that many people study theology but do not encounter God. As a result, when they preach, they do not inspire others to seek an encounter with God, because they themselves have not encountered Him. Whoever we are today who does not seeking God earnestly, we will certainly regret it very much. That regret will be expressed through weeping and gnashing of teeth. Imagine being in a situation where we are no longer permitted to encounter God-how terrifying that would be.
WHEN IT COMES TO MATTERS OF ETERNITY, WE MUST REALLY HAVE CERTAINTY. AND THAT CERTAINTY CAN ONLY BE ACHIEVED IF WE TRULY COME FACE TO FACE WITH GOD, DIRECTLY INTERACTING WITH HIM.

Bacaan Alkitab Setahun - 23 Oktober 2024
2024-10-23 12:34:19
Yohanes 9-10

BERHADAPAN LANGSUNG - 23 Oktober 2024
2024-10-23 12:33:15
Dalam beberapa peristiwa untuk urusan yang penting, kita meminta staf untuk menyampaikan pesan kepada seseorang, namun kadang kita merasa kurang sejahtera kalau belum berhubungan langsung dengan orang tersebut. Untuk hal penting, hal itu harus dilakukan. Namun pernahkah kita berpikir bahwa kita harus berhadapan langsung dengan Tuhan? Apakah doa kita benar-benar sudah didengar? Apakah Tuhan berkenan atas permintaan kita, atau Tuhan tidak berkenan atas permintaan itu? Pernahkah kita sungguh-sungguh mau mengetahui apa penilaian Tuhan terhadap kita? Kalau untuk hal lain, untuk masalah apa pun, bisa tidak prinsip, bisa dianggap bukan sesuatu yang fundamental, yang penting atau prinsip. Namun, beda dengan Tuhan.
Mestinya kita percaya bahwa seluruh kebutuhan kita itu terjawab di dalam Dia, apa pun. Baik semua kebutuhan kita di bumi ini, dan nanti terutama di kekekalan yang tidak bisa dijawab atau tidak bisa dipenuhi oleh siapa pun. Setiap kita harus benar-benar, bukan saja yakin mengenai Tuhan, melainkan tahu mengenai Tuhan. Benar-benar tidak ada unsur untung-untungan, mudah-mudahan, kiranya, atau sebuah spekulasi. Kalau untuk urusan kekekalan kita harus sungguh-sungguh memiliki kepastian. Dan itu bisa kita peroleh kalau kita sungguh-sungguh berhadapan langsung dengan Tuhan, berinteraksi langsung dengan Tuhan.
Salah satu ciri keberagamaan adalah dominasi tokoh, peran tokoh, seakan-akan tokoh ini yang menentukan relasi, koneksi, hubungan kita dengan Allah; dominan dan mutlak. Padahal di dalam kekristenan, kita hanya punya satu Pengantara yang bisa membuat kita berhadapan langsung dengan Allah semesta alam yang menciptakan langit dan bumi dan yang menciptakan kita, yaitu Yesus. Dalam kitab Ibrani dikatakan bahwa Dia menjadi Imam Besar yang menjadi pengantara Perjanjian Baru. Kalau Perjanjian Lama, umat tidak bisa berinteraksi langsung dengan Allah, hanya melalui imam. Dan imam pun menjumpai Allah hanya satu tahun sekali. Tetapi kita memiliki Imam Besar, yaitu Yesus, yang dalam Ibrani 4:14 dikatakan, “Yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah.”
Jadi, kita bisa langsung bertemu dengan Allah Bapa. Itulah sebabnya dalam Yohanes 14:6, Yesus berkata: “Akulah jalan, kebenaran, dan hidup. Tidak seorang pun datang atau sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.” Jadi, semua kita bisa menjumpai Allah. Namun, jangan berharap kita bisa menjumpai Tuhan ketika waktu untuk menjumpai Dia sudah habis. Tuhan berfirman, “Carilah Aku selama Aku berkenan ditemui.” Jadi, ada saat di mana Allah tidak berkenan ditemui. Pejabat tinggi, pimpinan, atasan, orang terhormat di bumi ini saja kadang kalau sudah tidak mau ditemui, tidak ada yang bisa mengatur dia. Apalagi Tuhan Allah semesta alam. Sejatinya, begitu banyak waktu yang Tuhan sediakan, tidak terbatas. Selama jantung kita masih berdetak, dan nadi kita masih berdenyut, masih ada napas, kita bisa menjumpai Tuhan kapan pun, di mana pun.
Berilah waktu setiap hari minimal 30 menit untuk bertemu dengan Tuhan. Nantinya 30 menit akan terasa kurang. Namun, banyak orang Kristen telah dibutakan oleh pengajaran yang semua hanya menggunakan nalar, pikiran, dan tersistematis dalam dogmatika. Percaya Yesus, selamat. Kalimat itu bisa tidak salah. Tapi, percaya itu apa? Bagaimana kita bisa dikatakan percaya tanpa perjumpaan dengan Pribadi yang kita percayai? Bagaimana keyakinan itu menyelamatkan, jika itu sesuatu yang bertalian dengan perasaan Subjek, dalam hal ini perasaan Allah? Di dalam Matius 7:21-23, Tuhan Yesus berkata, “Percuma kamu memanggil Aku ‘Tuhan-Tuhan. Percuma, tidak ada artinya. Tetapi yang melakukan kehendak Bapa.” Bagaimana orang bisa melakukan kehendak Bapa tanpa mengalami perjumpaan dengan Dia?
Maka kita harus terbang tinggi sampai menyentuh hadirat Allah, sampai kita masuk terus ke dalam pikiran dan perasaan-Nya, tentu yang terkait dengan hidup kita. Ini tidak bisa dikalimatkan, tapi bisa dirasakan. Bagaimana kita terus memandang Tuhan, masuk hadirat-Nya, dan berusaha mengerti hati, pikiran dan perasaan Tuhan, dan berkata: “Tuhan, beri aku mengerti kehendak-Mu untuk kulakukan, rencana-Mu untuk kupenuhi.” Apa yang kita andalkan? Kenapa kita tidak mencari kepastian dengan mengalami perjumpaan langsung dengan Tuhan? Terbukti, banyak orang yang belajar teologi namun tidak menjumpai Tuhan, maka ketika mereka berkhotbah, tidak membuat orang lain terdorong untuk menjumpai Tuhan, karena dia sendiri tidak menjumpai Tuhan. Siapa pun kita yang hari ini tidak mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh, dipastikan kita akan sangat menyesal. Penyesalan itu akan terekspresi dalam ratap tangis dan kertak gigi. Coba bayangkan, kita ada di saat di mana kita tidak diperkenan menjumpai Allah, betapa mengerikan keadaan itu.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
KALAU UNTUK URUSAN KEKEKALAN KITA HARUS SUNGGUH-SUNGGUH MEMILIKI KEPASTIAN. DAN ITU BISA KITA PEROLEH KALAU KITA SUNGGUH-SUNGGUH BERHADAPAN LANGSUNG DENGAN TUHAN, BERINTERAKSI LANGSUNG DENGAN TUHAN.

Truth Youth 22 Oktober 2024 - BERANI TAMPIL BEDA
2024-10-22 18:15:05
”Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” (1 Petrus 1:15-16)
Di dunia yang sering kali menilai kita dari penampilan luar, pendapat, atau apa yang kita lakukan, berani tampil beda bukanlah hal yang mudah. Banyak dari kita takut nggak diterima, takut dikucilkan, atau bahkan takut dianggap “sok suci” ketika memilih untuk hidup dalam kebenaran. Tapi Tuhan memanggil kita untuk jadi lebih dari sekadar “ikut-ikutan.”
1 Petrus 1:15-16 bilang, “Tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” Ayat ini mengajari kita bahwa hidup kita harus mencerminkan kekudusan Tuhan, dan itu berarti kita harus punya integritas, takut akan Tuhan, dan berani melawan dosa, bahkan ketika dunia di sekitar kita memilih jalan yang berbeda.
Memiliki integritas berarti kita konsisten memilih yang benar meskipun nggak ada yang lihat, tetap jujur meski orang lain berbohong, dan berani berkata tidak pada dosa meski tekanan begitu besar. Takut akan Tuhan berarti kita lebih peduli pada apa yang Tuhan pikirkan daripada apa yang orang lain katakan. Kita berani tampil beda karena kita tahu bahwa tujuan kita lebih tinggi dari sekadar menyenangkan manusia; tujuan kita adalah menyenangkan Tuhan.
Tentu saja, ini nggak selalu gampang. Mungkin kamu pernah ngalamin dilema ketika teman-teman ngajak kita buat melakukan hal yang jelas-jelas salah, atau saat kamu tahu harus jujur meski bisa merugikan diri sendiri. Jadi, mari berani berbeda. Jangan takut untuk melawan dosa dan berdiri teguh dalam iman, karena kita tahu kita dipanggil untuk sesuatu yang lebih besar. Kita bukan hidup untuk pendapat orang, tapi untuk kemuliaan Tuhan. Ingat, di mata Tuhan, keberanianmu untuk tetap setia pada-Nya lebih berharga daripada popularitas di mata manusia. Tetap kuat, tetap teguh, dan beranilah jadi terang di tengah kegelapan!
WHAT TO DO:
1.Berani untuk tampil beda dengan tidak mengikuti hal yang salah dalam pergaulan
2.Tidak mengikuti apa kata orang tentang diri kita
3.Ingat bahwa hidup kita berharga di mata Tuhan
BIBLE MARATHON:
▪︎ Lukas 1-2

Renungan Pagi - 22 Oktober 2024
2024-10-22 18:11:02
Ketika kita membawa persembahan kepada Tuhan, belajarlah untuk memberi yang terbaik, bukan seperti memberi kepada tukang parkir, karena memberi bagi pekerjaan Tuhan, karena kita sudah diberkati, jadi kalau tidak memberi dengan rasa hormat dan rasa syukur, lebih baik jangan memberi. Sebab Tuhan tidak meminta kita memberi dengan terpaksa, kita memberi dari apa yang kita punya bukan dari apa yang tidak kita punya dan semua kepunyaan kita pun berasal dari Tuhan.
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
"Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Sebab pelayanan kasih yang berisi pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada Allah."
Tuhan tidak akan menderita disorga kalau kita tidak memberi, Tuhan tidak membutuhkan kita, tetapi kitalah yang membutuhkan Tuhan. Sebab itu jika memberi bagi pekerjaan Tuhan, menolong orang-orang miskin, itu karena sudah diberkati oleh Tuhan dan semua berkat itu pun milik Tuhan yang dipercayakan pada kita untuk mengelolanya. Jika ingin memberi, maka berikanlah dengan sukacita, jangan dengan terpaksa.
(2 Korintus 9:7,12)

Quote Of The Day - 22 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-22 18:09:29
Tidak jarang, demi supaya kita punya ketahanan, Tuhan bisa merangsang dengan persoalan atau pergumulan, sehingga kita mencari Tuhan.

Mutiara Suara Kebenaran - 22 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-22 18:07:57
Dosa sering mengotori batin kita dan membuat kita terperangkap dalam ketidakjujuran.

ENTERING THE DIVINE DIMENSION - 22 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-22 18:00:50
We have been Christians for years, but we are still in the realm or dimension of humans in general; the dimension of worldliness, the dimension of normal life, the worldly dimension. Now we must free ourselves from this dimension, then enter the dimension of the life of the child of God. As we know that the 'Lord's Prayer' is actually not just a prayer formula, but a life formula. So if we say, "Give us this day our daily bread," it means we have to go to work. The next sentence, "And lead us not into temptation," means that we should avoid situations and conditions, where we will easily fall into sin.
So when we pray: "Thy kingdom come," we actually have to try to get out of the dimension of worldly life, the dimension of normal human life, into the dimension of the life of the citizens of the Kingdom of God or the dimension of the life of the family of the Kingdom of Heaven. We are not aware that we have been bound in the wrong dimension of life, or 'living in the habitat of the world.' So if Paul says, "You have died, your life is hidden with Christ in God," it means that there is a new habitat that we must have; Colossians 3:3, "For you died, and your life is now hidden with Christ in God."
If someone continues to be formed from a young age, then it will be easier for him to enter that dimension. But if he is already old, even if he is a pastor, it will be very difficult or even impossible. So when he realizes that he is living in a life that wrong, then he began to repent, even entered Bible school, it might all just be church activities. Such people are never elevated to enter the dimension of being children of God. Good people who serve "God's work," but if he still has the dimension of the life of a child of the world, surely one time he will hurt someone, or he will take advantage of the opportunity for personal interests and pleasure. Because there must be a personal agenda, no matter how small, and it interferes with God's work.
So very few people will truly enter the family of God's Kingdom, very few people will enter the habitat of God's children. So if we understand this, we will be half in despair when we see God's work in the hands of good people, but behind it there is cruelty because they have not yet been lifted. If you use the sentence that Jesus said, they are people who are still saving lives, have not lost their lives. People who enter a new habitat, the habitat of God's children, will definitely lose their lives. (Matthew 10:39 Whoever finds their life will lose it, and whoever loses their life for my sake will find it). Whether we realize it or not, inside us there is the 'old man.' When Jesus said to Peter, "Get behind me, Satan. You are a stumbling block to Me, because you think not what God thinks, but what men think” (Matt. 16:23), the "thoughts of Satan" in this context means something that hinders God's work.
Honestly, we are in certain situations-feeling offended, desiring this and that, craving honor, or indulging in the flesh-those are the thoughts of Satan, which are contrary to God's holiness. And we feel it is reasonable because we can silence or oppress or make him powerless, but in reality, we are still in the dimension of children of the world, awaiting a fall; and we certainly cannot achieve perfection. We must immediately leave this state. In the divine dimension, we will no longer be able to sin-not at all. Often, God disciplines us through hardships, bitterness, sorrow, and disappointment, which are actually meant to lift us into this higher dimension. And Satan will truly have no power over us once we enter the divine dimension.
Those who enter this dimension can represent God, meaning that we see people who have entered this dimension becoming like God in their gentleness, humility, care for others, and willingness to sacrifice. It is extraordinary because they manifest God's presence in their lives. So, if we still like to taste the sweetness of the world, it means we cannot enter this dimension. This is because statements like these will not manifest in our lives: "You have died, and your life is hidden with Christ" or "For to me, to live is Christ and to die is gain. And if we live, we live for Him."
We should indeed tremble and ask, "Do I still have time to fix myself?" Therefore, when we are before God, we must strive to recognize ourselves. God is priceless, heaven is priceless-it cannot be purchased cheaply; it requires our entire lives, without limits.
SATAN WILL TRULY HAVE NO POWER OVER US ONCE WE ENTER THE DIVINE DIMENSION.

MASUK DIMENSI ILAHI - 22 Oktober 2024
2024-10-22 17:59:09
Telah bertahun-tahun kita menjadi orang Kristen, tetapi masih berada di wilayah atau di dimensi manusia pada umumnya; dimensi keduniawian, dimensi hidup wajar, dimensi duniawi. Sekarang kita harus melepaskan diri dari dimensi ini, lalu masuk ke dimensi kehidupan anak Allah. Seperti yang kita tahu bahwa ‘Doa Bapa Kami’ itu sebenarnya bukan sekadar formula kalimat doa, melainkan formula kehidupan. Jadi kalau kita berkata, “Berilah kami makanan kami pada hari ini secukupnya,” itu berarti kita harus pergi bekerja. Kalimat selanjutnya, “Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan,” artinya agar kita tidak mendekatkan diri pada situasi, kondisi, di mana kita akan mudah jatuh ke dalam dosa.
Jadi ketika kita berdoa: “Datanglah Kerajaan-Mu,” sebenarnya kita harus berusaha keluar dari dimensi hidup duniawi, dimensi hidup manusia wajar, masuk ke dimensi kehidupan warga Kerajaan Allah atau dimensi hidup keluarga Kerajaan Surga. Kita tidak sadar bahwa kita telah terbelenggu dalam dimensi hidup yang salah, atau ‘hidup dalam habitat dunia.’ Jadi kalau Paulus mengatakan, “Kamu telah mati, hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah,” itu berarti ada habitat baru yang kita harus miliki; Kolose 3:3, “Sebab kamu telah mati dan hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus di dalam Allah.”
Kalau seseorang terus dibentuk sejak muda, maka akan lebih mudah baginya untuk bisa masuk ke dimensi itu. Tapi kalau sudah telanjur tua, sekalipun pendeta, akan sangat sulit bahkan tidak bisa. Jadi ketika ia sadar bahwa ia hidup dalam kehidupan yang salah, lalu ia mulai bertobat, bahkan masuk sekolah Alkitab, bisa jadi semua hanya dalam aktivitas kegiatan gerejawi. Orang-orang seperti ini tidak pernah dientaskan untuk masuk ke dimensi kehidupan anak Allah. Orang-orang baik yang melayani “pekerjaan Tuhan,” tetapi jika dia masih punya dimensi hidup anak dunia, pasti suatu kali dia akan melukai orang, atau dia akan memanfaatkan kesempatan itu untuk kepentingan dan kesenangan pribadi. Karena pasti ada agenda pribadi, sekecil apa pun, dan itu mengganggu pekerjaan Tuhan.
Jadi sedikit sekali orang yang benar-benar akan masuk menjadi anggota keluarga Kerajaan Allah, sedikit sekali orang yang masuk ke habitat anak Allah. Jadi kalau kita mengerti hal ini, kita jadi setengah putus asa melihat pekerjaan Tuhan di tangan orang baik, namun yang di belakangnya ada kebengisan-kebengisan karena memang belum dientaskan. Kalau menggunakan kalimat yang Yesus katakan, mereka adalah orang-orang yang masih menyelamatkan nyawa, belum kehilangan nyawa. Orang yang masuk habitat baru, habitat anak Allah, pasti kehilangan nyawa. Sadar atau tidak, di dalam diri kita itu ada ‘manusia lama.’ Pada waktu Yesus berkata kepada Petrus, “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mat. 16:23), ‘pikiran Iblis’ untuk konteks ini artinya sesuatu yang menghalangi pekerjaan Allah.
Sejujurnya, pada waktu kita dalam situasi tertentu—tersinggung, ingin barang ini dan itu, mau terhormat, kedagingan—itu adalah pikiran Iblis yang bertentangan dengan kesucian Allah. Dan kita merasa wajar karena kita bisa membungkam atau menindas atau membuatnya tidak berdaya, tetapi sejatinya kita masih berada di dimensi anak dunia, yang menunggu kejatuhannya; dan pasti tidak bisa sempurna. Kita harus segera keluar. Dalam dimensi ilahi nanti kita tidak bisa berbuat dosa, tidak bisa. Sering kali Tuhan menghajar kita dengan kesulitan-kesulitan, kepahitan, kepedihan, kekecewaan, yang sebenarnya mau membawa kita naik ke dimensi ini. Dan Iblis betul-betul tidak akan berkuasa kalau kita masuk dimensi ilahi.
Orang yang masuk ke dimensi ini bisa mewakili Tuhan, artinya kita melihat orang yang masuk ke dimensi ini menjadi seperti Tuhan dalam lemah lembutnya, rendah hatinya, kepeduliannya terhadap orang, kerelaannya berkorban. Pasti luar biasa, karena dia menghadirkan Tuhan dalam hidupnya. Jadi, kalau kita masih suka mengecap manisnya dunia, berarti kita tidak bisa masuk ke dimensi ini. Sebab pasti kalimat-kalimat ini tidak terjadi dalam hidup kita: “Kamu sudah mati, hidupmu tersembunyi bersama dengan Kristus” atau “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Dan kalau kita hidup, kita hidup untuk Dia.”
Sejatinya, kita harus gentar, “Masih ada waktukah untuk saya memperbaiki diri?” Maka ketika kita di hadapan Tuhan, kita harus berusaha untuk mengenali diri. Tuhan itu mahal, surga itu mahal, tidak bisa dibayar murah; tapi harus dengan segenap hidup kita tanpa batas.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
IBLIS BETUL-BETUL TIDAK AKAN BERKUASA KALAU KITA MASUK DIMENSI ILAHI.

Bacaan Alkitab Setahun - 22 Oktober 2024
2024-10-22 17:56:59
Yohanes 7-8

Truth Kids 21 Oktober 2024 - BERUBAH!
2024-10-21 18:27:08
Roma 12:2
”Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Sobat Kids, apakah kalian pernah melihat binatang bunglon? Bunglon adalah salah satu binatang jenis reptil yang dapat mengubah warna kulitnya. Itu sebenarnya salah satu cara bunglon untuk menyelamatkan diri. Jika bunglon merasa ada pemangsa yang mengancam hidupnya, ia akan mengubah warna kulitnya menjadi serupa dengan warna lingkungan sekitarnya. Wah, hebat, bukan?!
Tetapi yang boleh serupa dengan lingkungan sekitarnya cukup bunglon, ya, Sobat Kids. Kita sebagai anak-anak Allah, justru tidak boleh menjadi serupa dengan lingkungan atau dunia ini. Ayat firman Tuhan hari ini mengingatkan kita untuk berubah sesuai kehendak Tuhan. Jangan biarkan diri kita terpengaruh hal-hal buruk yang ada di dunia ini. Kita harus setia berdoa kepada Tuhan dan membaca Alkitab agar kita bisa membedakan kehendak Allah. Kita mau hanya melakukan yang baik, yang berkenan kepada Allah, dan yang sempurna. Kita mau membuat Allah tersenyum.

Truth Junior 21 Oktober 2024 - BERANI BEDA
2024-10-21 18:25:18
Roma 12:2
”Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.”
Shalom, Sobat Junior! Yuk, pelan-pelan kita baca ulang ayat di atas. Apakah Sobat Junior dapat memahaminya? Ayat di atas mengajarkan kita untuk tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif dan tetap setia pada hal-hal yang benar.
Mari kita lihat cerita tentang Tuhan Yesus. Setelah Tuhan Yesus dibaptis, Ia pergi ke padang gurun untuk berdoa dan berpuasa selama 40 hari. Pada akhir waktu Ia berpuasa, Iblis datang untuk mencoba menggoda-Nya. Iblis menawarkan berbagai hal menarik kepada Yesus jika Ia mau mengikuti keinginan Iblis, seperti membuat batu menjadi roti, menawarkan kekuasaan, dan menerima kekayaan duniawi.
Namun, Yesus tetap teguh pada firman Tuhan. Meskipun godaan Iblis sangat kuat dan menarik, Yesus menolak semua tawaran itu dengan tegas. Ia selalu memilih untuk taat kepada Bapa dan mengikuti jalan yang benar. Yesus mengingatkan bahwa kita harus tetap setia pada nilai-nilai baik dan tidak terpengaruh oleh hal-hal negatif yang mencoba mengalihkan perhatian kita dari kebenaran.
Kita harus belajar mengerti mana kehendak Bapa dan perlu melihat segala sesuatu sesuai dengan keinginan-Nya. Ia menginginkan kita menjadi anak yang baik seperti Tuhan Yesus, oleh sebab itu, penting untuk banyak belajar tentang kebenaran firman dan melatih diri untuk memancarkan buah Roh. Ayo, Sobat Junior, semangat membaca dan melakukan firman Tuhan, sehingga kita bisa terus berupaya mengambil keputusan yang tepat dan menyenangkan hati Bapa.

Truth Youth 21 Oktober 2024 (English Version) - LED BY GOD, NOT BY PEOPLE'S OPINIONS
2024-10-21 18:22:17
"For those who are led by the Spirit of God are the children of God." (Romans 8:14)
Have you ever felt confused about making a decision because of too many opinions from others? Friends say one thing, family says another, and social media has yet another perspective. Amid all this noise, we sometimes forget to pause and ask, “What does God want in my life?”
Romans 8:14 says, "For those who are led by the Spirit of God are the children of God." This verse reminds us that as children of God, we have the privilege of being led directly by the Holy Spirit. Yet often, we find ourselves more busy listening to what others say rather than hearing God's voice. Why? Because we fear being wrong, fear being seen as strange, or fear not meeting others' expectations. Allowing God to lead our lives means we must be brave enough to place our trust entirely in Him, even if it means going against the tide or appearing different in the eyes of others. God has a special plan for each of us, and His plans are always the best. When we try too hard to follow people's opinions, we risk losing sight of the direction and purpose that God has set for our lives.
So, how do we allow God to lead us? Start by prioritizing time with God every day. Read His Word, pray, and ask the Holy Spirit to guide our steps. Learn to listen to His voice more than the voices of those around us. It’s not always easy, but trust that God knows what’s best for us.
Let’s dare to place our lives in God’s hands, not in the hands of others’ opinions. Allow the Holy Spirit to guide every decision and step we take. This way, we’re not just living to please people, but also to please God, who knows exactly who we are and what is best for us. Remember, our lives are not about how much we are accepted by others, but about how close we are to God.
WHAT TO DO:
1. Make prayer a lifestyle, so that it is no longer boring or strange.
2. Learn to seek the face of God through listening to worship and reading the Bible.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Mark 15-16

Truth Youth 21 Oktober 2024 - DIPIMPIN TUHAN, BUKAN OPINI ORANG*
2024-10-21 18:16:55
”Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” (Roma 8:14)
Pernah nggak sih, kamu merasa bingung mau ambil keputusan karena terlalu banyak pendapat dari orang lain? Teman bilang begini, keluarga bilang begitu, dan media sosial punya pendapat yang beda lagi. Di tengah semua kebisingan ini, kadang kita lupa buat berhenti sejenak dan bertanya, “Apa yang Tuhan mau dalam hidupku?”
Roma 8:14 berkata, “Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah.” Ayat ini ngingetin kita kalau sebagai anak-anak Tuhan, kita punya
privilege buat dipimpin langsung oleh Roh Kudus. Tapi sering kali, kita malah lebih sibuk dengar apa kata orang lain daripada mendengar suara Tuhan. Kenapa? Karena kita takut dibilang salah, takut dibilang aneh, atau takut nggak sesuai ekspektasi orang. Mengizinkan Tuhan memimpin hidup kita artinya kita harus berani menaruh kepercayaan kita kepada- Nya, itu berarti kita harus melawan arus atau terlihat berbeda di mata orang lain. Tuhan punya rencana khusus buat masing-masing kita, dan rencana-Nya selalu yang terbaik. Ketika kita terus berusaha mengikuti opini orang, kita bisa kehilangan arah dan tujuan yang sudah Tuhan tetapkan buat hidup kita.
Jadi, gimana caranya mengizinkan Tuhan memimpin? Mulailah dengan mengutamakan waktu bersama Tuhan setiap hari. Baca firman-Nya, berdoa, dan minta Roh Kudus untuk mengarahkan langkah-langkah kita. Belajar untuk lebih mendengarkan suara-Nya daripada suara orang di sekitar kita. Memang nggak selalu mudah, tapi percayalah, Tuhan tahu yang terbaik buat kita.
Yuk, berani taruh hidup kita di tangan Tuhan, bukan di tangan opini orang lain. Biarkan Roh Kudus memimpin setiap keputusan dan langkah kita. Dengan begitu, kita nggak cuma hidup buat menyenangkan manusia, tapi juga untuk menyenangkan Tuhan, yang tahu persis siapa kita dan apa yang terbaik buat kita. Ingat, hidup kita bukan tentang seberapa banyak kita diterima orang, tapi seberapa dekat kita dengan Tuhan.
WHAT TO DO:
1.Menjadikan doa sebagai gaya hidup, sehingga doa tidak lagi hal yang membosankan dan aneh
2.Belajar untuk mencari wajah Tuhan dari mendengarkan puji-pujian dan membaca Alkitab
BIBLE MARATHON:
▪︎ Markus 15-16

Renungan Pagi - 21 Oktober 2024
2024-10-21 18:02:42
Hendaknya kita hidup selalu mengasihi Tuhan, dengan tulus, dengan segenap hati. Sebab Tuhan selalu mengasihi dengan kasih-NYA yang abadi. Dalam segala situasi hidup kita, saat mengalami kegagalan ataupun keberhasilan, saat dalam kesesakan ataupun bersukacita, Tuhan tetap mengasihi. Karena itu kita harus tetap setia mengasihi Tuhan, karena Tuhan adalah kekuatan dan kesenangan kita.
Jika kita selalu hidup mengasihi Tuhan, maka akan mengerti bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidup ini, Tuhan akan menyatakan kebaikan-NYA dan Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan, bagi orang-orang yang mengasihi Dia. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
(Roma 8:28)

Quote Of The Day - 21 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-21 17:59:51
Tahun-tahun umur hidup kita adalah proses pendandanan manusia batiniah kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 21 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-21 17:56:21
Mestinya hidup orang-orang yang benar-benar menjadi bait Allah dicengkeram oleh kehadiran Tuhan.

DIVINE AWARENESS - 21 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-21 17:53:42
We must continually grow until we can truly feel and comprehend, from concrete experiences, what it means to live in the presence of God. A life always in awe but in peace, in the presence of God. Only then can we begin to understand what it means to live in the dimension of being God's children or in the dimension of being members of the Kingdom of God. Essentially, when the Lord Jesus taught us the Lord's Prayer: “Our Father who art in heaven, hallowed be Thy name, Thy kingdom come...,” He wanted to lead us into a dimension of life as children of God-a dimension of life that no one has ever possessed before, only experienced first by the Lord Jesus, the Son of God, who in all things was made like us (Hebrews 2:17 Therefore he had to be made like his brethren in every respect, so that he might become a merciful and faithful high priest in the service of God, to make expiation for the sins of the people), and we all who follow in His footsteps. The Lord Jesus became the firstborn, and then we follow.
That is why we must have a quality of life like that of our Lord Jesus Christ. This is where our struggle lies: to fulfill what the Word of God says, that we must be perfect as the Father is perfect, with Jesus Christ as the image of God who has reached perfection (Hebrews 5:7-9 In the days of his flesh, Jesus offered up prayers and supplications, with loud cries and tears, to him who was able to save him from death, and he was heard for his godly fear. 8 Although he was a Son, he learned obedience through what he suffered; 9 and being made perfect he became the source of eternal salvation to all who obey him), so that we too can become the temple of God. Jesus said, "Destroy this temple, and I will rebuild it in three days." This was not referring to a physical temple, but to Jesus' body itself, which became the temple of God; He was killed, but on the third day, He rose. Jesus is the living temple of God, the first. After that, we all become temples of God.
If we are the temple of God, then our entire lives belong to Him. The lives of those who truly become the temple of God should be gripped by the presence of the Lord. Just like the temple in Jerusalem, which had a Most Holy Place that signified the presence of God, the rooms of our lives must be fully surrendered so that no one else occupies the space in our hearts except God, who places His temple or His Most Holy Place within us. Therefore, it is not excessive to say that we must always be aware of God's presence at every moment. Every moment, not only when we are in church or during a prayer service or at a household service. Every moment, we must always live with the realization that we are in the presence of God.
Especially for pastors and servants of God who preach from the pulpit, or who pray for the sick, or cast out the forces of darkness, they must always remain in the presence of God so that wherever they are, the presence of God flows. Wherever a servant of God is present, they represent God. When they speak from the pulpit, it is not their own thoughts and feelings being spoken, but the thoughts and feelings of God and the Word from God's heart that they are delivering.
If we are constantly in the presence of God, we experience what is called being "drunk in the Holy Spirit." Just as a person gets drunk when drinking wine, we become filled with the Holy Spirit. Like being intoxicated, our fleshly consciousness becomes lower or even lost. So, if we are filled with the Holy Spirit, our carnal awareness is increasingly subdued, increasingly put to death, and divine awareness is increasingly awakened. For all of us, we must know how to place, act, speak, and even think correctly, depending on the situation we are in; this is wisdom.
If we are filled with the Holy Spirit, if we are in the presence of God, not only is it difficult to sin, but we cannot sin. It feels like we are incapable of hating, not just unwilling to hate, but unable to hate. Our hearts are filled with compassion for everyone, even for those who try to harm or bring us down. We feel compassion, and this cannot be faked, it cannot be forced, but it is naturally within us. This compassion will automatically flow when someone is filled with the Holy Spirit. We must think of God day and night. We must set our minds only on Jesus, only on God the Father. This way, we will live 24 hours a day in the presence of God, all the way into eternity. We can die at any moment, but if we are in God's presence, whenever we die, we are ready, and even death becomes a joyous moment.
IF WE ARE FILLED WITH THE HOLY SPIRIT, OUR CARNAL AWARENESS IS INCREASINGLY SUBDUED, INCREASINGLY PUT TO DEATH, AND DIVINE AWARENESS IS INCREASINGLY AWAKENED.

KESADARAN ILAHI - 21 Oktober 2024
2024-10-21 17:51:43
Kita harus bertumbuh terus sampai kita benar-benar bisa merasakan, menghayati, dari pengalaman konkret hidup di hadirat Allah. Hidup yang selalu dalam ketercekaman, tetapi dalam damai sejahtera di hadirat Allah. Di situ kita baru bisa mengerti apa artinya berada di dalam dimensi hidup anak Allah atau dimensi hidup anggota keluarga Kerajaan Allah. Sejatinya, ketika Tuhan Yesus mengajar kita Doa Bapa Kami: “Bapa kami yang di surga, dipermuliakanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu…,” Tuhan mau membawa kita ke suatu dimensi hidup anak Allah, dimensi hidup yang tidak pernah dimiliki oleh siapa pun dan kapan pun, hanya dialami yang pertama oleh Tuhan Yesus, Anak Allah, yang dalam segala hal disamakan dengan kita dan kita semua yang mengikuti jejak Tuhan Yesus. Tuhan Yesus menjadi yang sulung, lalu kita mengikuti.
Itulah sebabnya kita harus memiliki kualitas hidup seperti kualitas hidup Tuhan kita Yesus Kristus. Di sinilah perjuangan kita lakukan, memenuhi yang dikatakan oleh firman Tuhan bahwa kita harus sempurna seperti Bapa dan Tuhan Yesus menjadi gambar Allah yang mencapai kesempurnaan (Ibr. 5:7-9) sehingga kita bisa menjadi Bait Allah. Tuhan Yesus berkata, “Rubuhkan Bait Allah ini, Aku akan membangunnya dalam tiga hari.” Itu bukan bait Allah secara fisik, melainkan Tubuh Yesus sendiri yang menjadi Bait Allah; dibunuh, tapi pada hari ke-3 Dia bangkit. Yesus adalah bait Allah yang hidup, yang pertama. Setelah itu kita semua menjadi bait Allah-bait Allah.
Jika kita adalah bait Allah, maka seluruh hidup kita milik Tuhan. Mestinya hidup orang-orang yang benar-benar menjadi bait Allah dicengkeram oleh kehadiran Tuhan. Karena seperti bait Allah di Yerusalem, ada ruang maha kudus yang menunjukkan kehadiran Allah. Ruangan hidup kita harus kita serahkan semua sehingga tidak ada siapa pun yang memiliki ruangan dalam hati kita kecuali Tuhan yang memang menempatkan bait atau ruang maha suci-Nya di dalam diri kita. Maka tidak berlebihan kalau setiap saat kita harus bisa menghayati kehadiran Tuhan. Setiap saat, bukan hanya pada waktu kita di gereja atau pada waktu kebaktian doa atau di kebaktian rumah tangga. Setiap saat kita selalu dalam penghayatan bahwa kita ada di hadirat Allah.
Apalagi bagi para pendeta dan hamba Tuhan yang berkhotbah di mimbar, atau yang mendoakan orang sakit, yang mengusir kuasa kegelapan, harus tetap ada di hadirat Allah, supaya di mana mereka berada, di situ hadirat Allah mengalir. Di mana seorang hamba Tuhan hadir, di situ dia mewakili Allah. Ketika dia berbicara di mimbar, bukan ucapan pikiran dan perasaannya sendiri, melainkan pikiran dan perasaan Tuhan serta firman dari hati Tuhanlah yang disampaikannya.
Kalau setiap saat kita ada di hadirat Allah, kita mengalami apa yang disebut “drunk in the Holy Ghost.” Kalau orang minum anggur menjadi mabuk, tapi kita dipenuhi Roh Kudus. Seperti orang mabuk, kesadaran kita rendah bahkan bisa hilang. Maka jika kita dipenuhi oleh Roh Kudus, kesadaran kedagingan kita makin ditundukkan, makin dimatikan dan kesadaran ilahi makin dibangkitkan. Untuk kita semua, kita harus tahu bagaimana meletakkan, menempatkan dan bersikap, berkata bahkan berpikir tepat, dalam situasi yang tepat, di mana kita berada, dalam situasi yang bagaimana; itulah hikmat.
Kalau kita dipenuhi Roh Kudus, kalau kita ada di hadirat Allah, bukan saja sulit untuk berbuat dosa tetapi tidak bisa berbuat dosa. Rasanya mau membenci pun tidak mampu; bukan tidak mau membenci, tetapi tidak bisa membenci. Hati kita penuh belas kasihan kepada semua orang, bahkan kepada orang-orang yang berusaha menjahati dan menjatuhkan kita. Kita berbelas kasihan dan ini tidak bisa dibuat-buat, tidak bisa dipaksakan, tapi ada di dalam diri kita sendiri. Ini otomatis akan mengalir ketika seseorang dipenuhi Roh Kudus. Pikirkanlah Allah siang dan malam. Jadi kita setting pikiran kita hanya ada pada Yesus, hanya ada pada Allah Bapa. Jadi kita 24 jam ada di hadirat Allah, sampai di kekekalan. Kita bisa meninggal setiap saat tetapi kalau kita berada di hadirat Allah, kapan pun meninggal, kita siap, bahkan kematian menjadi saat yang menyenangkan.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
JIKA KITA DIPENUHI OLEH ROH KUDUS, KESADARAN KEDAGINGAN KITA MAKIN DITUNDUKKAN, MAKIN DIMATIKAN DAN KESADARAN ILAHI MAKIN DIBANGKITKAN.

Bacaan Alkitab Setahun - 21 Oktober 2024
2024-10-21 17:49:23
Matius 18

Bacaan Alkitab Setahun - 20 Oktober 2024
2024-10-21 17:48:34
Matius 17
Markus 9

Truth Kids 20 Oktober 2024 - PINOKIO
2024-10-20 10:27:51
Efesus 4:25
”Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota.”
Ada seorang tukang kayu yang tinggal seorang diri. Karena merasa kesepian, ia pun membuat sebuah boneka laki-laki dari kayu. Setelah selesai, sang tukang kayu tertidur. Betapa kaget ketika ia bangun keesokkan paginya, boneka kayu yang ia buat telah berubah menjadi seorang anak laki-laki yang bisa bergerak. Namun, ada yang unik dari boneka kayu ini. Setiap kali ia berbohong, hidungnya menjadi bertambah panjang. Semakin banyak bohong, semakin hidungnya menjadi panjang. Hidungnya akan kembali menjadi normal jika ia mengakui kebohongannya.
Untunglah cerita di atas hanya sekadar dongeng, Sobat Kids. Namun, kita bisa belajar dari dongeng tersebut. Seperti ayat yang kita baca hari ini, kita diingatkan untuk membuang dusta. Maksudnya, kita harus berhenti untuk berkata dusta dan harus berkata benar setiap saat, tidak lagi berbohong. Kita harus setia, terus-menerus, berkata jujur, ya Sobat Kids.

Truth Junior 20 Oktober 2024 - BERANI JUJUR?
2024-10-20 10:22:31
Efesus 4:25
”Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain, karena kita adalah sesama anggota.”
Hai, Sobat Junior! Semoga kalian masih terus semangat membaca dan merenungkan firman Tuhan. Hari ini kita akan kembali membahas mengenai kejujuran. Apa kalian masih ingat apa itu kejujuran? Menurut kalian, apakah berkata dan berlaku jujur adalah hal yang mudah?
Ada seorang anak yang rajin bernama Adriann. Dia siap menghadapi ujian Matematika hari itu, namun ketika guru keluar kelas, teman-teman Adrian mulai menyontek. Mereka meminta Adrian untuk menyontek juga. Adrian merasa bingung, dia tahu menyontek itu salah, tetapi dia takut nilainya rendah jika tidak ikut menyontek.
Akhirnya, Adrian ikut menyontek. Setelah ujian selesai, dia mendapatkan nilai yang cukup baik, tetapi dia merasa sedih dan kecewa. Adrian menyadari bahwa menyontek membuatnya tidak bahagia dan tidak jujur.
Sobat Junior, kejujuran tidak dapat muncul begitu saja di diri seseorang. Menjadi orang jujur itu tidak mudah, apalagi bila dihadapkan dengan situasi yang mendesak kita untuk berbohong, bahkan dalam kebohongan kecil sekalipun. Dalam Alkitab, kita diajarkan untuk selalu berkata yang benar. Seperti tertulis dalam Amsal 12:22, “Bibir yang tidak jujur adalah kekejian bagi TUHAN, tetapi orang yang melakukan kebenaran adalah kesukaan-Nya.”
Ingatlah untuk selalu mengatakan yang benar dan lakukan yang benar, meskipun terasa sulit. Dengan kejujuran, kita menunjukkan kesetiaan pada kebenaran dan membuat diri kita merasa lebih baik. Jadi, mari kita berusaha untuk selalu jujur dan setia pada kebenaran dalam setiap tindakan kita.

Truth Youth 20 Oktober 2024 (English Version) - FACING DOUBTS IN THE DIGITAL ERA
2024-10-20 10:16:34
"Your word is a lamp for my feet, a light on my path." (Psalm 119:105)
In this increasingly advanced technological era, we often feel confused and uncertain. Information is scattered everywhere, and other people's opinions can easily influence us. From social media to online news, we are bombarded with various views, sometimes contradictory. It's not uncommon for this to make us start questioning our own faith. “Is what I believe true?” “Am I just following the crowd?” These questions can arise when we feel pushed by others' opinions.
Psalm 119:105 says, "Your word is a lamp for my feet, a light on my path." This verse reminds us that amidst confusion and doubt, God's Word is a reliable guide. God's Word is like a lamp illuminating our path in the dark of night. When we feel bewildered by the tide of opinions and the rapidly changing technology, God's truth is the only thing that remains steadfast and unshakable.
Technology certainly brings many positives, such as easier access to information and communication. However, if we are not careful, technology can also cause us to lose our direction. For instance, when we start looking for answers on social media or online forums instead of turning to God's Word, it can lead us further away from the truth. We need to hold firmly to God's Word as our main standard, not other people's opinions or current trends.
So, how can we face doubts and crises of faith amidst advancing technology? Start by strengthening our relationship with God through daily reading of His Word. Make God's Word the solid foundation for determining the course of your life, rather than just following others' opinions. And remember, we don’t need to fear other people's opinions. We have a clear guide—God's Word—that provides direction, clarity, and peace amidst all confusion.
Don't let doubts lead you astray. Keep holding on to God's Word as the light that guides your every step, for it is only in Him that we find truth and strength to face the challenges of this age.
WHAT TO DO:
1. The times may advance with technology, but God's children continue to walk in the truth of God's Word.
2. Make the Bible your guide as you navigate the challenges of the times.
BIBLE MARATHON:
▪︎ Mark 14

Truth Youth 20 Oktober 2024 - MENGHADAPI KERAGUAN DI ERA DIGITAL
2024-10-20 09:33:11
_
”Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” (Mazmur 119:105)
Di era teknologi yang semakin canggih ini, kita sering merasa bingung dan ragu. Informasi bertebaran di mana-mana, dan pendapat orang lain bisa dengan mudah mempengaruhi kita. Dari media sosial sampai berita online, kita dihujani dengan berbagai pandangan yang kadang bertolak belakang. Nggak jarang, ini membuat kita mulai meragukan iman kita sendiri. “Benarkah yang aku percaya ini?” “Apakah aku hanya ikut-ikutan?” Pertanyaan-pertanyaan ini bisa muncul saat kita merasa terdorong oleh pendapat orang lain.
Mazmur 119:105 berkata, “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa di tengah kebingungan dan keraguan, firman Tuhan adalah panduan yang bisa kita andalkan. Firman Tuhan seperti pelita yang menerangi jalan kita di malam yang gelap. Saat kita merasa bingung oleh arus pendapat dan teknologi yang berubah begitu cepat, kebenaran Tuhan adalah satu-satunya yang tetap dan tak tergoyahkan.
Teknologi memang membawa banyak hal positif, seperti kemudahan akses informasi dan komunikasi. Namun, jika kita tidak berhati-hati, teknologi juga bisa membuat kita kehilangan arah. Misalnya, saat kita mulai mencari jawaban di media sosial atau forum-forum online, bukannya mendekat pada firman Tuhan. Ini bisa membuat kita semakin bingung dan semakin jauh dari kebenaran. Kita perlu tetap berpegang pada firman Tuhan sebagai standar utama, bukan pendapat orang lain atau tren yang sedang populer.
Jadi, bagaimana cara menghadapi keraguan dan krisis iman di tengah majunya teknologi? Mulailah dengan memperkuat hubungan kita dengan Tuhan melalui pembacaan firman-Nya setiap hari. Jadikan firman Tuhan sebagai fondasi yang kokoh dalam menentukan langkah hidup, bukan hanya mengikuti pendapat orang lain. Dan ingat, kita tidak perlu takut terhadap opini orang lain. Kita punya pedoman yang jelas—firman Tuhan—yang memberikan arahan, kejelasan, dan ketenangan di tengah segala kebingungan.
Jangan biarkan keraguan membuatmu kehilangan arah. Tetaplah berpegang pada firman Tuhan sebagai terang yang memandu setiap langkahmu, karena hanya di dalam Dia kita menemukan kebenaran dan kekuatan untuk menghadapi tantangan zaman ini.
WHAT TO DO:
1.Zaman boleh maju dengan Teknologi, tapi anak-anak Tuhan tetap berjalan dalam kebenaran Firman Tuhan
2.Menjadikan Alkitab sebagai pedoman untuk kita berjalan dalam tantangan zaman
BIBLE MARATHON:
▪︎ Markus 14

Renungan Pagi - 20 Oktober 2024
2024-10-20 09:19:50
Dengan siapa bergaul dan bersahabat itu penting, sebab pergaulan dalam lingkaran persahabatan akan mempengaruhi keputusan-keputusan yang kita ambil.
Sebab biasanya jika seseorang yang memiliki sahabat dekat, yang dapat dipercaya, saat dia ingin membuat keputusan yang cukup penting, maka dia akan diskusi dengan sahabatnya, dengan harapan sahabatnya itu dapat memberikan masukan kepadanya.
Jadi penting memilih dengan siapa bergaul sebelum menjalin persahabatan. Sahabat juga akan mempengaruhi karakter dan suasana hati kita, karena itulah Rasul Paulus dengan tegas berkata kepada jemaat di Korintus; "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik. Sadarlah kembali sebaik-baiknya dan jangan berbuat dosa lagi! Ada di antara kamu yang tidak mengenal Allah. Hal ini kukatakan, supaya kamu merasa malu."
Hati-hatilah bergaul dan memilih sahabat, sebab didalam pergaulan ada orang-orang yang tidak mengenal Allah. Jika terus bergaul dengan mereka dan menjadikan mereka sahabat, maka kita bisa saja tersesat dan kembali berbuat dosa lagi.
(1 Korintus 15:33-34)

Quote Of The Day - 20 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-20 09:16:23
Tuhan mengajak kita untuk serius tanpa batas.

Mutiara Suara Kebenaran - 20 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-20 09:15:14
Kebahagiaan kita itu hanya ketika meletakkan pengharapan kita sepenuhnya pada penyataan kedatangan Yesus.

FINAL WARNING - 20 Oktober 2024 (English Version)
2024-10-20 09:12:44
We must have the paradigm of thinking as children of God. In 1 Peter 1, it is said that He has begotten us through the resurrection of Jesus. Why? Because through His resurrection, we have the hope of resurrection to receive an inheritance that cannot perish, cannot fade, and is reserved in heaven. If we don’t believe that, essentially, being a Christian is meaningless. What is the advantage of being a Christian? Without this dimension, Christianity has no advantage at all. But for the sake of this dimension, Paul gave up everything and considered it rubbish. So, in 1 Peter 1:13 it is said, “… "... put your hope entirely on the grace given to you at the revelation of Jesus Christ.” Thus, our happiness is only when we place our hope entirely on the revelation of Jesus’ coming.
How joyful it would be if Jesus comes to take us to a life where there is no death, no disasters, no sickness, no wars, no crises, no accidents, no invalidity, no imperfection. And indeed, the dimension of Christian life is broader and extraordinary because it is not possessed by humans in general. Therefore, we should think that there is an end to this life’s journey. This does not make us pessimistic about life. Be thankful if God brings us to a condition where we are cornered, pressured, and disciplined by Him until we receive the grace to be able to appreciate this. Otherwise, we might get trapped in the pleasures of life. We must be optimistic, but our optimism lies beyond the grave. For before the grave, there is nothing we can hope for. This world offers no promises. There is a country in Eastern Europe that was once the safest country in the world, but now it is one of the least safe countries.
With the dimension of eternal life, our behavior will surely change. By having the dimension of eternal life, our lifestyle should be different from those who do not have the dimension of eternal life. It must change; day by day, the change must become more evident, more distinct. That’s why the Lord Jesus said in Matthew 5:14-16, “You are the light of the world. A city set on a hill cannot be hidden. Neither do people light a lamp and put it under a bowl, but on a stand, and it gives light to everyone in the house. In the same way, let your light shine before others, that they may see your good deeds and glorify your Father in heaven.”
So, by looking at our lifestyle, they find heaven. Because they see our hope for life beyond the grave, where we have the lifestyle of people who will be resurrected, the lifestyle of preparation will be visible. It can be lived without a target, the important thing is that life can be lived, a holy life, pleasing God, and saving souls. Then the next verse says, “As obedient children, do not conform to the evil desires you had when you lived in ignorance. But just as He who called you is holy, so be holy in all you do; for it is written: ‘Be holy, because I am holy.’ Since you call on a Father who judges each person’s work impartially, live out your time as foreigners here in reverent fear.”
This isn’t about fearing disasters, being mocked by others, or being ostracized by others. It’s about fearing God, as related to the previous verse, "Be holy, because I am holy." The standard is holiness-actions that are always correct according to God’s will. So, every day when we wake up, we are faced with decisions and choices. Are we acting correctly or not? Because God wants us to be precise in our actions. And if we want to be precise, we must understand His thoughts and feelings. The Bible says that we can be one spirit so that we can understand what God wants us to do; 1 Corinthians 6:17, "But whoever is united with the Lord is one spirit."
God will surely open the door because He indeed wants us to understand His will and carry it out. Don’t be proud, don’t harden your heart. Perhaps this is the final warning for us.
WE SHOULD THINK THAT THERE IS AN END TO THIS LIFE'S JOURNEY.

PERINGATAN TERAKHIR - 20 Oktober 2024
2024-10-20 09:10:25
Kita harus memiliki paradigma cara berpikir anak-anak Allah. Di 1 Petrus 1 dikatakan bahwa Ia telah melahirkan kita oleh kebangkitan Yesus. Mengapa? Karena dengan kebangkitan-Nya, kita memiliki pengharapan kebangkitan untuk menerima suatu bagian yang tak dapat binasa, tak dapat layu yang tersimpan di surga. Kalau kita tidak percaya itu, sejatinya, percuma jadi Kristen. Apa lebihnya Kristen? Tanpa dimensi ini, kekristenan tidak punya kelebihan apa-apa. Tapi demi dimensi ini, Paulus melepaskan semuanya dan menganggapnya sampah. Maka di 1 Petrus 1:13 dikatakan, “… letakkanlah pengharapanmu seluruhnya atas kasih karunia yang dianugerahkan kepadamu pada waktu penyataan Yesus Kristus.” Jadi, kebahagiaan kita itu hanya ketika meletakkan pengharapan kita sepenuhnya pada penyataan kedatangan Yesus.
Betapa bahagianya kalau Yesus datang membawa kita ke kehidupan yang tidak ada kematian, tidak ada bencana, tidak ada sakit penyakit, tidak ada perang, tidak ada krisis, tidak ada kecelakaan, tidak ada invalid, tidak ada ketidaksempurnaan. Dan kenyataannya memang dimensi hidup Kristen itu lebih luas, dan luar biasa sebab tidak dimiliki oleh manusia pada umumnya. Maka seharusnya kita memikirkan bahwa ada ujung perjalanan hidup ini. Ini tidak membuat kita menjadi pesimis hidup. Maka bersyukur kalau kita dibawa Tuhan dalam kondisi disudutkan, dipojokkan, dihajar Tuhan sampai kita mendapat anugerah bisa menghayati hal ini. Kalau tidak, kita bisa terjebak dalam kenikmatan hidup. Kita harus optimis, tapi optimis kita di balik kubur. Sebab sebelum kubur, tidak ada yang bisa kita harapkan. Dunia ini tidak menjanjikan. Ada salah satu negara di Eropa Timur yang dulu merupakan negara teraman di dunia, tapi sekarang malah termasuk negara yang paling tidak aman.
Dengan dimensi hidup kekekalan, maka pasti perilaku kita berubah. Dengan memiliki dimensi hidup kekekalan, mestinya gaya hidup kita menjadi berbeda dengan orang yang tidak berdimensi hidup kekekalan. Mesti berubah, makin hari mesti makin mencolok perubahan itu, makin beda. Maka, Tuhan Yesus berkata di Injil Matius 5:14-16, "Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga."
Jadi, dengan melihat gaya hidup kita, mereka menemukan surga. Karena mereka melihat pengharapan hidup kita di balik kubur, di mana kita memiliki gaya hidup orang yang akan dibangkitkan, gaya hidup berkemas-kemas itu akan kelihatan. Bisa dilewati tanpa target, yang penting hidup bisa dijalani, hidup kudus, menyenangkan hati Tuhan, bagaimana menyelamatkan jiwa-jiwa. Lalu kalimat berikutnya, “Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu, tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus. Dan jika kamu menyebut-Nya Bapa, yaitu Dia yang tanpa memandang muka menghakimi semua orang menurut perbuatannya, maka hendaklah kamu hidup dalam ketakutan selama kamu menumpang di dunia ini.”
Ini bukan takut bencana, dihina orang, dikucilkan sesama, melainkan takut akan Allah terkait dengan ayat sebelumnya, “Kuduslah kamu, sebab Aku kudus.” Standarnya adalah kesucian; yaitu tindakan yang selalu tepat seperti yang Allah kehendaki. Jadi, setiap hari kita bangun tidur, kita sudah diperhadapkan kepada keputusan dan pilihan. Apakah kita bertindak tepat atau tidak? Karena Tuhan mau kita punya tindakan harus presisi. Dan kalau kita mau presisi, maka kita harus mengerti pikiran dan perasaan-Nya. Dan Alkitab berkata, kita bisa satu roh agar kita bisa mengerti apa yang Allah kehendaki untuk kita lakukan; 1 Korintus 6:17, “Barangsiapa mengikatkan diri dengan Allah, menjadi satu roh.”
Tuhan pasti membuka pintu, karena memang Tuhan mau kita mengerti kehendak Allah dan melakukannya. Jangan sombong, jangan mengeraskan hati. Mungkin ini adalah peringatan terakhir bagi kita.
Tuhan Yesus memberkati
Pdt. Dr. Erastus Sabdono
SEHARUSNYA KITA MEMIKIRKAN BAHWA ADA UJUNG PERJALANAN HIDUP INI.

Truth Kids 19 Oktober 2024 - MAKAN BERSAMA
2024-10-19 20:28:04
Filipi 2:4
”dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”
Di sebuah hutan yang mulai kering, para binatangnya mulai gelisah. Mereka harus lebih giat berusaha mencari makanan. Terkadang mereka harus rebutan demi mendapatkan makanan. Raja hutan merasa sedih melihat para binatang yang mulai kelaparan. Akhirnya, ia memutuskan berpetualang ke luar hutan. Ia berniat mencari tempat lain yang memiliki lebih banyak persediaan makanan. Pagi-pagi benar, saat matahari belum terbit, sang raja hutan melangkah menuju tempat baru yang belum pernah ia kunjungi. Rintangan demi rintangan ia lalui. Walaupun sukar, raja hutan bertekad tidak akan kembali ke hutannya jika belum menemukan tempat baru. Tak terasa, matahari mulai terbenam, langit sekitar pun gelap. Rasa lelah mulai dirasakan sang raja hutan. Ingin rasanya ia menyerah, tetapi ia teringat para binatang yang kelaparan. Demi mendahulukan kepentingan para binatang yang lain, sang raja hutan tetap melangkah. Kekuatan baru terasa dalam dirinya ketika ada hembusan angin dari pohon-pohon yang rindang. Akhirnya, ia menemukan tempat baru untuk para binatangnya. Setelah beristirahat, segera saat matahari mulai terbit, ia kembali ke hutan tempat ia tinggal. Ia mengajak semua penghuni hutan untuk pindah ke tempat yang baru agar mereka semua bisa makan dengan cukup.
Sobat Kids, kita mau belajar dari sang raja hutan yang memikirkan kepentingan orang lain. Jangan hanya mementingkan diri sendiri, kita harus belajar untuk setia memikirkan kepentingan orang lain juga, ya.

Truth Junior 19 Oktober 2024 - TEMAN SEJATI DAN SEHATI
2024-10-19 20:25:43
Filipi 2:4
”dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”
Sahabat adalah orang yang mengenal kita dengan baik dan selalu berusaha ada untuk kita dalam keadaan suka maupun duka. Apakah Sobat Junior memiliki sahabat? Apa yang biasa kalian lakukan dengan sahabat? Tahukah kalian, di Alkitab ada kisah persahabatan yang dapat menggambarkan persahabatan yang sejati.
Persahabatan Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego yang tertulis di Kitab Daniel 1-3 mencerminkan komitmen dan kesetiaan mereka kepada Tuhan di tengah tantangan. Mereka adalah pemuda Yahudi yang dibawa ke Babel dan dilatih untuk melayani di istana raja. Meski berada di bawah pemerintahan asing yang menuntut mereka untuk mengikuti kebiasaan dan penyembahan dewa, mereka tetap berpegang pada keyakinan mereka.
Kisah persahabatan mereka bisa dilihat saat menolak untuk makan makanan yang dianggap najis dan melanggar hukum Tuhan. Mereka menunjukkan tekad untuk menjaga iman di tengah tekanan. Ketika Raja Nebukadnezar memerintahkan penyembahan patung emas, mereka menolak dan tetap setia kepada Tuhan. Akibatnya, mereka dilemparkan ke dalam perapian yang menyala, tetapi Tuhan melindungi mereka sehingga mereka tidak terbakar.
Dalam situasi sulit, mereka saling mendukung dan berdoa bersama. Kesetiaan mereka kepada Tuhan dan keberanian mereka memperkuat ikatan persahabatan mereka. Persahabatan mereka mencerminkan kekuatan iman dan solidaritas dalam menghadapi tantangan besar. Sobat Junior, Tuhan tidak hanya menyelamatkan mereka dari bahaya, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya iman dan persahabatan. Dari sini kita belajar bahwa manusia diciptakan bukan hanya untuk dirinya sendiri. Allah merancang manusia untuk saling menguatkan satu sama lain. Tetap setia bersama sahabat dalam keadaan susah maupun senang, ya!

Truth Youth 19 Oktober 2024 (English Version) - BRAVELY STEPPING FORWARD IN THE MIDST OF FEAR
2024-10-19 20:23:18
"Have I not commanded you? Be strong and courageous. Do not be afraid; do not be discouraged, for the LORD your God will be with you wherever you go." (Joshua 1:9)
Have you ever felt afraid to try something new because you were worried about failing? Or maybe you hesitated to make an important decision because you feared what others would think? Fear of failure is human, but if left unchecked, this fear can become a huge wall that blocks us from growing and moving forward.
Joshua 1:9 says, “Have I not commanded you, ‘Be strong and courageous? Do not be afraid or discouraged, for the LORD your God is with you wherever you go.’” This verse reminds us that God is always with us, even when we feel afraid or doubtful. Fear of failure often stops us from taking steps that are actually important for our growth. However, it is when we dare to take risks and move forward that we learn, grow, and move closer to God’s plan.
Sometimes, we focus too much on what other people think or are afraid of disappointing them, that we forget that what matters most is what God thinks of us. When we are too afraid of failure or criticism, we end up closing ourselves off from great opportunities that God may provide. Remember, failure is not the end of the world; it is simply part of the process of learning and growing.
Taking risks does not mean being reckless without thinking, but having faith and trust that God has a beautiful plan behind every step we take, even when that step is full of uncertainty. So, don't let the fear of failure or fear of other people's opinions prevent you from moving forward. Believe me, God is with you every step of the way, and He always works for our good. Stay strong, stay steadfast, and dare to step in the midst of fear, because that is where you will find the growth and blessings that God has provided.
WHAT TO DO:
1. Have faith and trust God with all your heart and with all your mind
2. Dare to take steps even in difficult and frightening circumstances
3. Failure does not mean the end of everything, get up and keep fighting in faith
BIBLE MARATHON:
▪︎ Mark 12-13

Truth Youth 19 Oktober 2024 - BERANI MELANGKAH DI TENGAH RASA TAKUT
2024-10-19 20:20:54
”Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi.” (Yosua 1:9)
Kamu pernah nggak merasa takut untuk mencoba sesuatu yang baru karena khawatir akan gagal? Atau mungkin kamu ragu untuk ambil keputusan penting karena takut akan pendapat orang lain? Rasa takut gagal itu manusiawi, tapi kalau dibiarkan, rasa takut ini bisa jadi tembok besar yang menghalangi kita untuk berkembang dan melangkah maju.
Yosua 1:9 bilang, “Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: Kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke mana pun engkau pergi.” Ayat ini mengingatkan kita bahwa Tuhan selalu bersama kita, bahkan ketika kita merasa takut atau ragu. Ketakutan akan kegagalan sering membuat kita berhenti mengambil langkah yang sebenarnya penting untuk pertumbuhan kita. Padahal, justru di saat kita berani mengambil risiko dan melangkah maju, kita belajar, bertumbuh, dan semakin mendekat kepada rencana Tuhan.
Terkadang, kita terlalu fokus pada pendapat orang lain atau takut mengecewakan mereka, sehingga kita lupa bahwa yang paling penting adalah apa yang Tuhan pikirkan tentang kita. Ketika kita terlalu takut gagal atau takut dikritik, akhirnya kita menutup diri dari kesempatan-kesempatan besar yang mungkin Tuhan sediakan. Ingatlah, gagal bukanlah akhir dari segalanya; itu hanyalah bagian dari proses belajar dan bertumbuh.
Berani mengambil risiko bukan berarti nekat tanpa berpikir, tapi punya iman dan kepercayaan bahwa Tuhan punya rencana yang indah di balik setiap langkah yang kita ambil, bahkan ketika langkah itu penuh ketidakpastian. Jadi, jangan biarkan rasa takut gagal atau takut akan pendapat orang lain menghalangi kamu untuk melangkah. Percayalah, Tuhan menyertai setiap langkahmu, dan Dia selalu bekerja untuk kebaikan kita. Tetap kuat, tetap teguh, dan beranilah melangkah di tengah rasa takut, karena di situlah kamu akan menemukan pertumbuhan dan berkat yang Tuhan sudah sediakan.
WHAT TO DO:
1.Memiliki Iman dan mempercayai Tuhan dengan segenap hati dan dengan segenap akal budi
2.Berani melangkah meskipun dalam keadaan yang sulit dan menakutkan
3.Gagal bukan berarti akhir dari segalanya, bangkit dan terus berjuang dalam iman
BIBLE MARATHON:
▪︎ Markus 12-13

Renungan Pagi - 19 Oktober 2024
2024-10-19 20:18:07
Kebenaran selalu ada didalam orang-orang yang berkata jujur, karena itu Tuhan Yesus dengan tegas berkata: "Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta."
Mereka yang suka pada dusta, pastilah bukan anak Tuhan, tetapi anak iblis, sebab iblis bapa segala dusta dan kebenaran tidak ada dalam dirinya. Karena itulah jika kita hidup dalam kebenaran berarti tidak boleh hidup dalam dusta, tetapi selalu hidup dalam kejujuran, berkata benar dalam segala hal. Pilihan itu ada di tangan kita sekarang apakah ingin hidup dalam kebenaran atau dalam dusta, apakah anak-anak Bapa di surga atau anak-anak iblis? Berjuanglah untuk hidup dalam kebenaran dan berkata jujur.
(Yohanes 8:44)

Quote Of The Day - 19 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-19 20:15:29
Gelisahlah kalau kita belum menemukan rencana Allah bagi kita.

Mutiara Suara Kebenaran - 19 Oktober 2024 (Pdt. Dr. Erastus Sabdono)
2024-10-19 20:13:45
Kita bisa memiliki berbagai fasilitas hidup dan menikmati hidup, tapi tidak perlu terikat dan jangan ingin memiliki. Yang penting bisa dilewati saja, tanpa target.

THE DIMENSION OF HUMAN LIFE - 19 Oktober 2024
2024-10-19 14:40:39
Humans must live within the dimension of being human. The dimension of human life is certainly different from that of other creatures, let alone inanimate objects—higher than other living beings, higher than plants, and even higher than the most intelligent animals. With their ability to think, humans can innovate and discover new things that can improve their lives, make their lives easier. Humans have been able to travel long distances in a short time, overcome ocean waves, overcome storms, even though there are storms that are difficult to overcome such as tornadoes, for example. The dimension of human life is truly astonishing and admirable, because humans are created in the image and likeness of God.
This means that humans have abilities God has given them that surpass other creatures, as they are created in His image. However, no matter how great the dimension of human life may be—because humans have fallen into sin—it is limited and will end. One tragic sentence uttered by the LORD in Genesis 2, which humanity has indeed experienced, is: "On the day you eat of it, you will surely die." So, no matter how great, humans will die. In 1 Peter, it is said that humans are like flowers of the grass that bloom beautifully in the morning but wither by evening, only to be discarded and burned.
Thus, no matter how remarkable a person may be, they will die. Human beauty, no matter how grand, will come to an end. As 1 Peter says, humans are like flowers of the grass, blooming beautifully in the morning but withering by evening, and then discarded and burned. Death is the most tragic of all tragedies, but God never fails. God has designed life beyond death, as revealed by the fact of resurrection mentioned in 1 Corinthians 15, where it is said that humans will be resurrected. That is why Paul says, "If there is no resurrection of the dead, then your faith is futile, our faith is futile, for we who believe in Jesus will eventually die as well if there is no resurrection."
Human life has hope through the resurrection. However, not everyone understands this; it is only understood by believers. This is why Paul says in Philippians 3:7-8, "But whatever were gains to me I now consider loss for the sake of Christ. What is more, I consider everything a loss because of the surpassing worth of knowing Christ Jesus my Lord, for whose sake I have lost all things. I consider them garbage, that I may gain Christ." In this context, Paul was a member of the Sanhedrin, the highest council in Israel, a very honorable position, but none of it mattered when he gained Christ.
Next in Philippians 3:1 Paul wrote, “I want to know Him and the power of His resurrection and the fellowship of His sufferings, becoming like Jesus in His death, so that I may attain to the resurrection from the dead.” Paul let go of everything because everything became meaningless in order for him to attain the resurrection. Ironically, Christians who understand the resurrection, the dimension of their lives is no different from non-Christians. They are no different from people who have no hope. The dimension of our lives must be the dimension of the lives of children of God who have the scope of resurrection, the scope of eternal life, the scope of eternity. The Bible says, “Do not be conformed to this world.” The church and its ministers are responsible for changing the dimension of the congregation’s lives. If the dimension of the congregation’s lives does not change, it means the church is deceiving. But if the church has already spoken this truth loudly, yet no change happens, then it is the congregation’s fault.
Don't be arrogant! Jesus died for us, but rose again, and the resurrection of Jesus is the hope of our resurrection. The Lord Jesus fought for the resurrection with a tremendous struggle. Why then do we not rejoice in that hope? Of course t